• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Benih dan Perkecambahan Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr) serta Respon Pertumbuhan Bibit terhadap Intensitas Naungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Benih dan Perkecambahan Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr) serta Respon Pertumbuhan Bibit terhadap Intensitas Naungan"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI BENIH DAN PERKECAMBAHAN AREN

(

Arenga pinnata

(Wurmb.) Merr.) SERTA RESPON

PERTUMBUHAN BIBIT TERHADAP INTENSITAS NAUNGAN

HAFITH FURQONI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Benih dan Perkecambahan Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) serta Respon Pertumbuhan Bibit terhadap Intensitas Naungan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

HAFITH FURQONI. Karakterisasi Benih dan Perkecambahan Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) serta Respon Pertumbuhan Bibit terhadap Intensitas Naungan. Dibimbing oleh AHMAD JUNAEDI dan ADE WACHJAR.

Tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) dikelompokkan ke dalam tanaman multi guna (multiple purpose trees). Tanaman aren merupakan tanaman paling luas yang bisa dimanfaatkan seluruh bagiannya dibandingkan dengan spesies palem lainnya. Potensi dari tanaman aren sangat tinggi dalam pemenuhan kebutuhan diversifikasi pangan terutama karbohidrat, sumber gula, sampai pemanfaatan sebagai bio-etanol. Pada kondisi lingkungan alami, aren membutuhkan naungan untuk tumbuh dengan baik. Selain itu banyak terdapat aksesi aren unggul lokal di setiap daerah Indonesia tetapi informasi mengenai deskripsi agronomis aksesi aren lokal belum ada. Penelitian terdiri atas 2 percobaan. Tujuan percobaan pertama adalah mempelajari karakter morfologi beberapa aren unggul lokal selama perkecambahan, sedangkan tujuan percobaan ke dua adalah menguji pengaruh perbedaan naungan terhadap pertumbuhan bibit aren di pembibitan.

Percobaan 1 menggunakan 5 aksesi (Pematang Siantar, Bengkulu Lebong, Bengkulu Curup, Banten, dan Cianjur) dan 1 varietas (Kutai Timur) aren. Percobaan menggunakan metode deskriptif dengan mengamati karakteristik morfologi perkecambahan benih. Setiap aksesi dan varietas aren menggunakan 20 benih yang dikecambahkan di dalam polybag dan diulang sebanyak 5 kali sehingga terdapat 100 benih yang digunakan. Benih diamati sampai 90 Hari Setelah Semai (HSS) sampai munculnya apokol, plumula, dan radikula. Pengamatan panjang apokol, panjang radikula, dan panjang plumula diukur menggunakan 10 benih dari masing-masing aksesi dan varietas yang digunakan dan disemai terpisah.

Percobaan 2 menggunakan bahan tanam aren varietas Kutai Timur dengan umur ± 5 bulan (2-3 helai daun). Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok satu faktor dengan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah intensitas naungan dengan taraf 0, 32, 56, dan 64% menggunakan paranet. Setiap satuan percobaan terdapat 15 tanaman dan diambil 5 tanaman contoh serta satu tanaman contoh lainnya untuk setiap pengamatan destruktif setiap 8 minggu sampai 40 MSP.

Hasil percobaan 1 menunjukkan bahwa aksesi Pematang Siantar, Bengkulu Lebong, Bengkulu Curup, Banten, Cianjur, dan varietas Kutai Timur memiliki kisaran bobot buah 37.2–66.2 g, bobot benih 3.7–6.3 g, panjang benih dengan pembentukan apokol yang berguna sebagai jalur pergerakan embrio sebelum berkecambah.

(5)

tingkat intensitas naungan 32, 56, dan 64% dapat meningkatkan peubah tinggi tanaman sebesar 69.2%, diameter batang sebesar 22.3%, panjang pangkal pelepah ke-6 dan ke-7 berturut-turut sebesar 48.4 dan 71.8%, panjang pelepah daun ke-7 sebesar 58.1%, nilai SPAD sebesar 28.7%, bobot biomassa total sebesar 106.4%, dan laju tumbuh relatif sebesar 28.6% dibandingkan dengan tanaman yang tidak dinaungi. Pemberian naungan 56 dan 64% dapat meningkatkan peubah panjang pelepah daun ke-6 sebesar 51.1%, luas daun sebesar 139.1%, kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total berturut-turut sebesar 74.9, 77,8, dan 75.7% dibandingkan dengan bibit aren yang tidak dinaungi tetapi tidak berbeda dengan perlakuan intensitas naungan 32%. Pemberian naungan 56% dapat meningkatkan peubah bobot basah, bobot kering, dan volume akar berturut-turut sebesar 125.5, 101.7, dan 118.3% dibandingkan dengan bibit aren yang tidak dinaungi tetapi tidak berbeda dengan perlakuan intensitas naungan 32 dan 64%.

(6)

SUMMARY

HAFITH FURQONI. Seed and Germination Characterization of Sugar Palm (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) and Growth Responses of Seedlings Under Shading Intensities. Supervised by AHMAD JUNAEDI and ADE WACHJAR.

Sugar palm (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) is grouped into a multiple purpose trees (MPT). Besides yielding sugar, it provides a great number of other products and benefits for its users, and it is one of the most diversified multipurpose tree species in culture. The potenty of the sugar palm is very high in meeting the diversified needs of food, especially as a carbohydrate source, sugar source, and its utilization as a bio-ethanol source. In the natural environment, sugar palm requires shade to grow well. In addition, there are many local sugar palm accessions in every area of Indonesia, but there is no information regarding the description of the local sugar palm accession agronomically. The study was divided into two experiments. The aim of the first experiment was to study the agronomic traits some local sugar palm during germination and the aim of the second experiment was to examine the effect of different shading intensities on the growth of sugar palm seedlings in the nursery.

The first experiment used 5 accessions (Pematang Siantar, Bengkulu Lebong, Bengkulu Curup, Banten, and Cianjur) and 1 variety (Kutai Timur) of sugar palm. The experiment used descriptive method to observe the morphological characteristics of seed germination. Each accession and variety of sugar palm used 20 seeds germinated in the polybag and repeated 5 times so there are 100 seeds were used. Seeds were observed until 90 days after sowing (DAS) until the emergence of hypocotyl, plumule, and radicle. Observations of hypocotyl length, radicle length, and plumule length were measured using 10 seeds of each accession and variety and sowing separately. placed at 50 cm x 50 cm spacing and there were 180 seedlings in total. From each experimental unit was taken 5 sample seedlings to be observed and destructive observation took apart the sample seedlings every 8 weeks up to 40 weeks after treatment.

(7)

The second experiment results showed that the growth of sugar palm seedlings was affected by different shading levels during nursery stage. Sugar palm seedlings grown under 32, 56, and 64% of shading intensities showed increasing of plant height (69.2%), stem diameter (22.3%), 6th and 7th petiole length of 48.4 and 71.8% respectively, 7th rachis length (58.1%), SPAD value (28.7%), total biomassa (106.4%), and relative growth rate (28.6%) than those grown without shading. Sugar palm seedlings grown under 56 and 64% of shading intensities showed increasing of 6th rachis length (51.1%), leaf area (139.1%), content of chlorophyll a, b and total of 74.9, 77.8, and 75.7% respectively than those grown without shading but not significantly different with 32% shading intensity. Sugar palm seedlings grown under 56% of shading intensity showed increasing of root fresh and dry weight, and root volume of 125.5, 101.7, and 118.3% respectively than those grown without shading but not significantly different with 32 and 64% shading intensities.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

KARAKTERISASI BENIH DAN PERKECAMBAHAN AREN

(

Arenga pinnata

(Wurmb.) Merr.) SERTA RESPON

PERTUMBUHAN BIBIT TERHADAP INTENSITAS NAUNGAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Karakterisasi Benih dan Perkecambahan Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) serta Respon Pertumbuhan Bibit terhadap Intensitas Naungan

Nama : Hafith Furqoni NIM : A252120361

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi Ketua

Dr Ir Ade Wachjar, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dipilih dan dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 hingga Juni 2014 ialah Karakterisasi Benih dan Perkecambahan Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) serta Respon Pertumbuhan Bibit terhadap Intensitas Naungan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada

1. Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku ketua komisi pembimbing yang telah membimbing mulai dari awal penyusunan proposal penelitian hingga penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas masukan dan sumbangan ide-idenya dalam penelitian.

2. Dr Ir Ade Wachjar, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing mulai dari awal penyusunan proposal penelitian hingga penulisan tesis ini.

3. Dr Ir Sudradjat, MS selaku penguji luar komisi pembimbing yang telah memberikan masukan dan koreksian dalam perbaikan tesis ini.

4. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dana penelitian yang dibiayai melalui Skema BOPTN, IPB tahun 2013.

5. Orang tua yang selalu memberikan dukungan penuh terhadap penulis untuk mencari ilmu setinggi-tingginya.

6. Teman-teman seperjuangan di Mayor Agronomi dan Hortikultura angkatan 20l2 yang telah membantu selama proses penelitian, pengolahan data, maupun semangat yang diberikan terhadap penulis.

Sebagian naskah dalam tesis ini pernah penulis seminarkan di The 9th International Student Conference at Ibaraki University (ISCIU9) yang diselenggarakan oleh College of Agriculture, Ibaraki University, Japan pada 24 November - 1 Desember 2013. Selain itu, sebagian penelitian juga telah dimasukkan ke jurnal internasional Japanese Journal of Tropical Agriculture.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Botani Tanaman Aren 3

Pusat Asal dan Syarat Iklim dan Tanah 4

Pengaruh Naungan pada Tanaman 4

Status Penelitian Aren 5

KARAKTERISASI BENIH DAN PERKECAMBAHAN BERBAGAI AKSESI DAN VARIETAS AREN (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) 7

Pendahuluan 8

Metode Penelitian 8

Hasil dan Pembahasan 10

Kesimpulan dan Saran 20

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.)

TERHADAP INTENSITAS NAUNGAN YANG BERBEDA 21

Pendahuluan 22

Metode Penelitian 22

Hasil dan Pembahasan 25

Kesimpulan dan Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

(15)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata bobot buah dan bobot benih berbagai aksesi dan varietas aren

lokal di Indonesia 13

2 Rata-rata panjang dan diameter benih berbagai aksesi dan varietas aren

lokal di Indonesia 14

3 Rata-rata bobot basah dan bobot kering benih berbagai aksesi dan

varietas aren lokal di Indonesia 14

4 Rata-rata Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) dan Daya Berkecambah (DB) benih berbagai aksesi dan varietas aren lokal di Indonesia 15 5 Rata-rata panjang apokol benih berbagai aksesi dan varietas aren lokal

di Indonesia 16

9 Rata-rata jumlah daun bibit aren pada intensitas naungan yang berbeda

sampai 40 MSP 28

10 Panjang pangkal pelepah dan pelepah daun bibit aren pada intensitas

naungan yang berbeda pada 40 MSP 29

11 Rata-rata luas daun bibit aren pada intensitas naungan yang berbeda

sampai 40 MSP 29

12 Rata-rata kandungan klorofil a dan b, klorofil total, nisbah klorofil b/a bibit aren pada intensitas naungan yang berbeda sampai 40 MSP 31 13 Rata-rata nilai SPAD bibit aren pada intensitas naungan yang berbeda

sampai 40 MSP 32

14 Ketebalan daun dan kerapatan stomata pada daun yang berbeda pada bibit aren dengan intensitas naungan yang berbeda pada 40 MSP 32 15 Rata-rata bobot basah dan bobot kering akar bibit aren pada intensitas

naungan yang berbeda sampai 40 MSP 34

16 Rata-rata volume akar, panjang akar, dan jumlah akar primer bibit aren pada intensitas naungan yang berbeda sampai 40 MSP 35

DAFTAR GAMBAR

1 Ciri-ciri morfologi benih aren sebelum dan sesudah perkecambahan. (a) Posisi embrio pada benih aren berada pada sisi kiri atau kanan punggung benih, (b) Jaringan yang menyerupai cincin yang tumbuh pada bagian yang diskarifikasi, (c) Apokol yang merupakan jaringan

memanjang seperti tabung. 11

(16)

akar yang tumbuh pada bagian bawah apokol, (c) Plumula yang tumbuh

dari bagian apokol yang telah pecah. 12

3 Penampang melintang 4 aksesi dan 1 varietas buah aren di Indonesia 12 4 Kecambah normal dari tiap aksesi dan varietas aren di Indonesia pada

90 HSS. (A) Aksesi Pematang Siantar, (B) Aksesi Bengkulu Curup, (C) Aksesi Bengkulu Lebong, (D) Aksesi Banten, (E) Aksesi Cianjur, dan

(F) Varietas Kutai Timur. 17

5 Potongan melintang apokol di bawah mikroskop 18

6 Penampang membujur apokol bagian bawah. (A) Apokol bagian bawah yang dipotong melintang, terdapat tabung kecil memanjang dan menempel pada bagian bawah apokol dan merupakan tempat embrio, (B) Tabung kecil tempat embrio, (C) Posisi embrio di dalam tabung kecil, (D) Penampang membujur apokol yang belum membesar bagian bawah dan embrio belum terbentuk, (E) dan (F) Embrio aren yang berada pada tabung kecil pada bagian bawah apokol. 19 7 Respon tinggi tanaman terhadap tingkat naungan yang berbeda pada 40

MSP. P0 = intensitas naungan 0%, P1 = intensitas naungan 32%, P3 = intensitas naungan 56%, dan P3 = intensitas naungan 64% 27 8 Irisan melintang daun aren menunjukkan tidak ada perbedaan jumlah

lapisan jaringan palisade dan bunga karang daun. (A) perlakuan tanpa naungan, (B) perlakuan intensitas naungan 32%, (C) perlakuan intensitas naungan 56%, dan (D) perlakuan intensitas naungan 64%

pada 40 MSP. 33

9 Anatomi daun aren tersusun atas 1-2 lapis jaringan palisade dan 1 lapis

jaringan bunga karang. 33

10 Bobot biomassa total bibit aren pada 8-40 minggu setelah perlakuan 36 11 Laju tumbuh relatif bibit aren pada 8-40 minggu setelah tanam 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi karakter morfologi lima aksesi dan satu varietas aren di

Indonesia 1

2 Deskripsi varietas aren Kutai Timur 1

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) dikelompokkan ke dalam tanaman multi guna (multiple purpose trees). Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah terutama di wilayah tropis Asia (Mogea et al. 1991). Aren merupakan tanaman asli Asia Tenggara dan dapat ditemui di hutan hujan tropis maupun hutan kering (Orwa et al. 2009). Biasanya tanaman ini tumbuh di dekat pemukiman warga dimana perbanyakan utama digolongkan ke dalam antropokorik dan zookorik. Antropokorik yaitu penyebaran benih tanaman karena adanya aktivitas manusia sebagai media penyebarannya, sedangkan zookorik yaitu penyebaran benih tanaman karena adanya aktivitas hewan sebagai media penyebarannya. Sebaliknya aren dapat tumbuh dengan baik di perbatasan antara hutan sekunder dan hutan hujan tropis primer mulai dari dataran rendah sampai ketinggian mencapai 1 400 m diatas permukaan laut (dpl). Selain itu, tanaman aren dianggap merupakan tanaman yang paling luas yang bisa dimanfaatkan seluruh bagiannya dibandingkan dengan spesies palem lainnya (Mogea et al. 1991).

Secara geografis, aren merupakan tanaman asli di wilayah kepulauan Indo-Malaya, dengan pusat penyebaran di Indonesia. Tanaman aren dapat ditemui di semua wilayah tropis Asia Selatan dan Asia Tenggara, mulai 75 oBT di India dan Sri Lanka sampai 145 oBT di Guam dan Papua Nugini, dan membujur dari 25 o

LU di Myanmar sampai 10 oLS di Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Kegunaan yang sangat beragam menjadikan aren sebagai tanaman tertua yang telah dibudidayakan dan kemungkinan merupakan tanaman sumber gula sebelum dibudidayakannya tebu (Mogea et al. 1991).

(18)

2

Saat ini pengembangan budidaya aren secara intensif belum ada padahal potensi dari tanaman aren sangat tinggi dalam pemenuhan kebutuhan diversifikasi pangan terutama karbohidrat, sumber gula, sampai pemanfaatan sebagai bio-etanol. Aren yang telah dibudidayakan juga mengalami permasalahan pada fase pembibitan dan pemindahan ke lapangan. Pada kondisi lingkungan alami, aren membutuhkan naungan untuk tumbuh dengan baik. Akan tetapi penelitian-penelitian mengenai pengaruh naungan pada fase pembibitan belum dilakukan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan naungan pada bibit aren.

Pengaturan tingkat naungan diperlukan untuk mengatur intensitas cahaya sesuai dengan kebutuhan bibit. Kebutuhan cahaya setiap spesies akan berbeda. Pada jenis tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi, intensitas naungan yang terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya etiolasi, sedangkan intensitas naungan yang rendah akan menyebabkan kurangnya perlindungan tanaman (bibit) dari sinar matahari langsung, curah hujan yang tinggi, angin serta fluktuasi suhu yang ekstrim (Siahaan et al. 2007).

Selain itu, banyak terdapat aksesi aren unggul lokal di setiap daerah Indonesia tetapi informasi mengenai deskripsi agronomis aksesi aren lokal belum ada. Karakterisasi ini dapat berguna sebagai informasi deskripsi aren unggul lokal dan bisa dijadikan acuan untuk pengembangan varietas aren unggul.

Perumusan Masalah

Aren saat ini tumbuh di lahan secara alamiah. Umumnya perbanyakan dan penyebaran aren dilakukan dengan bantuan musang dengan mengkonsumsi buah yang matang. Potensi aren yang baik secara ekonomi maupun ekologi telah mengantarkan kepada kebutuhan untuk melakukan budidaya aren, mulai dari penyediaan bibit, penanaman hingga pemeliharaan. Dalam teknologi budidaya aren ini, masih banyak hal secara ilmiah yang masih belum diketahui sehingga memerlukan penelitian dalam rangka memperoleh teknologi budidaya anjuran sebagai Good Agricultural Practices (GAP).

Indonesia sebagai salah satu habitat asal dari tanaman aren memiliki penyebaran aren yang meluas meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia. Aksesi aren dari berbagai wilayah ini belum dideskripsikan secara morfologis bagi kepentingan identifikasi genotipe, yang lebih lanjut dapat dikategorisasi sebagai varietas. Informasi karakteristik berbagai aksesi ini sejak perkecambahan diperlukan bagi pertimbangan pemilihan jenis (ekotipe) yang sesuai dengan karakteristik lingkungan tumbuh dan kebutuhan atau tujuan penanaman. Selain itu, informasi karakter tiap aksesi dapat digunakan untuk perakitan varietas unggul.

(19)

3 empirik bahwa aren umumnya tumbuh pada lahan dengan penaungan alami dengan vegetasi di sekitarnya.

Saat ini, informasi ilmiah mengenai aren dalam berbagai media publikasi masih dirasakan minim. Hal ini kemungkinan terkait dengan statusnya sebagai tanaman minor (orphan crop) yang memang kenyataannya belum dilakukan usaha budidaya. Dengan demikian, informasi ilmiah dari hasil penelitian ini akan sangat berpotensi untuk dipublikasikan dalam media ilmiah (khususnya melalui jurnal) yang kiranya akan sangat berarti bagi sumbangan khasanah pengetahuan mengenai aren.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi pendeskripsian agronomis aksesi aren, serta informasi dasar mengenai kebutuhan intensitas cahaya matahari yang diatur melalui penaungan pada fase pembibitan. Secara khusus tujuan pada percobaan pertama adalah mempelajari karakter agronomi beberapa aren unggul lokal selama perkecambahan, sedangkan tujuan percobaan kedua adalah menguji pengaruh perbedaan intensitas naungan terhadap pertumbuhan bibit aren di pembibitan.

Hipotesis

1. Setiap aksesi aren memiliki karakter agronomi yang berbeda.

2. Tingkat intensitas naungan yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit aren.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Aren

Tanaman aren digolongkan ke dalam tanaman palem yang besar dengan batang tunggal dan tidak bercabang. Akar mampu tumbuh sampai kedalaman 10 m. Tinggi tanaman bisa mencapai 15 sampai 20 m dengan diameter batang berkisar 30 sampai 40 cm saat dewasa (Mogea et al. 1991; Florido dan Mesa 2003; Orwa et al. 2009). Bentuk daun menyirip ke atas dan memiliki panjang sampai 8.5 m. Warna daun hijau tua pada bagian atas dan berwarna keputihan pada bagian bawahnya sehingga memberikan penampilan pohon hijau kotor (Mogea et al. 1991; Orwa et al. 2009). Bagian batang diselimuti oleh selubung daun yang berwarna hitam yang disebut ijuk. Selubung daun muda biasanya menutupi bagian batang bawah dengan bentuk yang masih lembut hampir seperti rambut putih (Orwa et al. 2009). Selama 3 sampai 5 tahun setelah berkecambah, tanaman aren akan membentuk daun rosette tetapi belum terdapat batang (Elberson dan Oyen 2010).

(20)

4

tanaman aren yaitu bunga muncul pertama kali pada bagian atas lalu diikuti bunga selanjutnya pada bagian bawahnya. Biasanya 6 sampai 8 bunga pada bagian atas merupakan bunga betina dan bunga lain pada bagian bawahnya adalah bunga jantan (Mogea et al. 1991). Panjang bunga jantan sekitar 1 m, berwarna ungu dan memiliki bau yang tidak sedap. Sedangkan kelompok bunga betina lebih panjang dibandingkan dengan bunga jantan dan akan mencapai tingkat kematangan buah yang sangat lambat dan buah berubah menjadi mengkilap, coklat, berukuran seperti buah plum. Buah aren akan matang setelah 3 sampai 5 tahun. Setiap bunga baru akan muncul pada bagian aksis daun (Florido dan Mesa 2003). Panjang buah berkisar antara 5 sampai 8 cm dan terdapat 2 sampai 3 biji yang keras berwarna hitam. Perkecambahan biji tanaman aren sulit untuk diprediksikan secara alami dan mampu berkecambah antara 1 bulan sampai lebih dari 1 tahun (Elberson dan Oyen 2010).

Pusat Asal dan Syarat Iklim dan Tanah

Tanama aren tumbuh secara alami di wilayah basah Asia Tenggara, tersebar meluas mulai dari India, Indonesia (Jawa, Sumatra, dan Irian Jaya), Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Myanmar, Thailand, Vietnam dan sampai ke utara ke kepulauan Ryukyu (Elberson dan Oyen 2010). Tanaman aren tersebar antara 75 oBT sampai 145 oBT dan 25 oLU sampai 10 oLS (Mogea et al. 1991). Tanaman aren dapat tumbuh baik di hutan primer maupun sekunder, sering berdekatan dengan pemukiman warga. Seringkali tanaman ini ditemui tumbuh di bantaran sepanjang sungai (Florido dan Mesa 2003).

Meskipun tanaman aren dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, tanaman ini juga mampu tumbuh pada tanah yang berbeda mulai dari tanah liat sampai pasir berlempung dan tanah laterit, dengan syarat tanpa adanya penggenangan yang intensif. Tanaman aren sering dijumpai pada tanah subur pada lereng dan hutan sekunder. Pentingnya suhu tinggi menunjukkan pertumbuhan yang lambat pada dataran yang lebih tinggi. Pada ketinggian permukaan laut, pembungaan akan mulai setelah 5 sampai 7 tahun dan pada ketinggian 900 m akan berbunga setelah 10 sampai 12 tahun setelah berkecambah. Meskipun tanaman aren tumbuh baik di sekitar ekuator, tetapi dapat dijumpai pada lintang yang lebih tinggi (sampai 30o lintang) yang dicirikan dengan intensitas musim kering yang lebih panjang (Elberson dan Oyen 2010).

Pengaruh Naungan pada Tanaman

Intensitas cahaya adalah jumlah sinar matahari yang sampai pada permukaan tanaman, biasanya satuan yang digunakan adalah persentase. Sedangkan naungan bertolak belakang dengan intensitas cahaya, bila intensitas naungan semakin tinggi maka intensitas cahaya akan semakin rendah.

(21)

5 tetapi ada juga yang memerlukan cahaya secara terbatas atau sesuai dengan fase pertumbuhannya (C3).

Informasi penelitian mengenai naungan pada tanaman aren belum ada saat ini. Beberapa penelitian mengenai pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tanaman telah dilakukan pada beberapa tanaman kehutanan. Gatti et al. (2011) melaporkan bahwa naungan 70% memberikan respon pertumbuhan dan perkembangan yang terbaik pada tanaman Euterpe edulis. Pertumbuhan bibit terbaik juga ditunjukkan tanaman Fraxinus excelsior L., Fagus sylvatica L., Quercus robur L., dan Acer pseudoplatanus L. pada intensitas naungan 60% sampai 80% (Harmer 1999). Cardilo dan Bernal (2006) juga melakukan penelitian pada tanaman Quercus suber L. tentang respon morfologi dan pertumbuhan bibit pada naungan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman mampu bertahan pada tingkat intensitas cahaya 20% untuk laju pertumbuhan relatif tetapi intensitas cahaya di bawah 50% menghasilkan akumulasi biomasa akar yang rendah dan tanaman yang mendapatkan intensitas cahaya di bawah 5% menunjukkan gejala etiolasi dan laju asimilasi netto yang hampir tidak ada. Singhakumara et al. (2003) menyebutkan bahwa tinggi bibit, diameter akar, dan bobot kering empat spesies Syzygium meningkat signifikan pada naungan yang lebih terang pada perlakuan yang menerima intensitas cahaya 50%, 54%, dan 100%. Penelitian lain juga dilakukan oleh Saldana-Acosta et al. (2009) yang menyatakan bahwa pertumbuhan bibit terbaik terjadi pada tingkat naungan tertinggi (55 sampai 60%) pada tanaman kehutanan (Citharexylum, Dendropanax, Fraxinus, Quercus, Magnolia, dan Juglans). Page dan Awarau (2012) menyebutkan bahwa bibit Aquilaria crassna pada perlakuan naungan 50% secara signifikan memberikan respon tinggi tanaman terbaik dibandingkan tanaman yang terkena sinar matahari penuh selama 60 minggu tetapi tidak berbeda secara signifikan pada rata-rata diameter batang.

Status Penelitian Aren

Eksplorasi tanaman aren telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Mogea et al. (1991) melakukan penelitian tentang penyebaran aren secara geografis dan kegunaan dari tanaman tersebut. Selain itu penelitian juga mengambil studi kasus beberapa lokasi di Indonesia untuk mengetahui kegunaan dan penyebaran aren di setiap daerah yang berbeda. Mogea et al. (1991) mengambil empat lokasi sebagai contoh yaitu Kutai Kalimantan Timur, Sumatra Utara, Jawa Barat, dan Sulawesi Utara. Keragaman, konservasi dan kearifan lokal dari tanaman aren di Taman Nasional Gunung Halimun juga telah diteliti (Harada et al. 2005). Hasil eksplorasi menunjukkan bahwa tanaman aren dianggap sangat penting bagi warga lokal dalam menunjang kehidupan sehari-hari. Karena itu masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sangat membutuhkan bantuan untuk mengembangkan tanaman yang berkelanjutan, sehingga ekosistem hutan tidak rusak.

(22)

6

waktu pembungaan, bentuk bunga, dan buah. Sehingga taksonomi yang benar memungkinkan untuk menghasilkan pemetaan yang tepat dari rentang penyebaran tanaman aren yang penting untuk sumber manajemen dan usaha konservasi ke depan. Pongsattayapipat dan Barfod (2009) juga telah melakukan kajian untuk memperjelas status ekonomi-botani dari tanaman aren di Thailand. Penelitian lebih ditujukan untuk mengetahui penggunaan tanaman aren di daerah yang berbeda, penghasilan yang didapat dari pemanfaatan tanaman aren, nilai tambah produsen, eksploitasi tanaman untuk kegunaan lain, dan umur tanaman saat mengeluarkan bunga.

Penelitian-penelitian tentang teknik budidaya aren mulai dari pembibitan sampai penanaman di lapangan belum banyak dilakukan. Beberapa penelitian mengenai pematahan dormansi benih untuk meningkatkan daya berkecambah dan penyeragaman waktu berkecambah telah dilakukan (Rofik dan Muniarti 2008; Widiyawati et al. 2009; Chantaraboon et al. 2009, 2010). Menurut Rofik dan Muniarti (2008) metode skarifikasi tepat pada posisi embrio (deoperkulasi) merupakan teknologi sederhana yang paling efektif untuk mematahkan dormansi benih aren. Media tanam yang digunakan sebagai media penyemaian dapat menggunakan alternatif antara media pasir, kokopit, dan arang sekam.

(23)

7 KARAKTERISASI BENIH DAN PERKECAMBAHAN BERBAGAI

AKSESI DAN VARIETAS AREN (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.)

(Seed and Germination Characterization of Sugar Palm (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) Accession and Variety)

Abstrak

Karakterisasi aksesi aren lokal belum tersedia saat ini. Informasi karakterisasi ini akan berguna dalam pengembangan varietas unggul aren di Indonesia. Tujuan penelitian adalah mempelajari karakter morfologi beberapa aren unggul lokal mulai dari buah, benih hingga perkecambahan. Percobaan menggunakan metode deskriptif dengan mengamati karakteristik morfologi perkecambahan benih. Setiap aksesi dan varietas aren menggunakan 20 benih yang dikecambahkan di dalam polybag dan diulang sebanyak 5 kali. Pengamatan dilakukan sampai 90 Hari Setelah Semai (HSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi aren Pematang Siantar, Bengkulu Lebong, Bengkulu Curup, Banten, Cianjur, dan varietas Kutai Timur memiliki kisaran bobot buah 37.2-66.2 g, bobot benih 3.7-6.3 g, panjang benih 23.3-31.8 mm, diameter benih 17.6-20.7 mm, bobot basah benih 16.0-29.3 g, bobot kering benih 13.4-21.8 g, Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) 66-100%, Daya Berkecambah (DB) 44-98%, kadar air benih 22-36%, panjang apokol 9.6-14.0 cm (90 HSS), panjang radikula 17.6-27.2 cm (90 HSS), dan panjang plumula 8.3-19.2 cm (90 HSS).

Kata kunci: aksesi aren, karakterisasi benih, perkecambahan

Abstract

Characterization of local sugar palm accessions are not currently available. This characterization information will be useful in the development of high yielding varieties of sugar palm in Indonesia. The aims of this research was to study the morphology characters of sugar palm ranging from fruits, seeds until germination. The experiment used descriptive method to observe the morphological characteristics of seed germination. Each accession and variety used 20 of sugar palm seeds germinated in the polybag and repeated 5 times. Observations were carried out up to 90 days after sowing (DAS). The results showed that the accession of Pematang Siantar, Bengkulu Lebong, Bengkulu Curup, Banten, Cianjur, and variety of Kutai Timur has range of fruit weight 37.2-66.2 g, range of seed weight 3.7-6.3 g, range of seed length 23.3-31.8 mm, range of seed diameter 17.6-20.7 mm, range of seed fresh weight 16.0-29.3 g, range of seed dry weight 13.4-21.8 g, range of potential growth 66-100%, range of germination percentage 44-98%, range of seed water content 22-36%, range of hypocotyl length 9.6-14.0 cm (90 DAS), range of radicle length 17.6-27.2 cm (90 DAS), and range of plumule length 8.3-19.2 cm (90 DAS).

(24)

8

Pendahuluan

Tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) merupakan tanaman asli di wilayah kepulauan Indo-Malaya, dengan pusat penyebaran di Indonesia. Tanaman aren dapat ditemui di semua wilayah tropis Asia Selatan dan Asia Tenggara, dari 75 oBT di India dan Sri Lanka sampai 145 oBT di Guam dan Papua Nugini, dan membujur dari 25 oLU di Myanmar sampai 10 oLS di Nusa Tenggara Timur, Indonesia (Mogea et al. 1991). Penyebaran tanaman aren di Indonesia tersebar mulai dari pulau Sumatra sampai ke Papua. Penyebaran tanaman aren paling banyak terdapat di pulau Jawa (19 757 ha), Sulawesi (16 951 ha), Sumatra (15 802 ha), dan Kalimantan (1 816 ha) (Kementan 2013).

Pada daerah sentra aren pemanfaatan tanaman aren beragam oleh masyarakat sekitar. Penyebaran tanaman aren di pulau Jawa lebih banyak terdapat di wilayah Jawa Barat terutama Banten, Bogor, Cianjur, dan Garut. Masyarakat Jawa Barat memanfaatkan aren sebagai sumber pembuatan gula merah, minuman tradisional yang disebut lahang, tepung sagu, dan kolang-kaling. Di Kalimantan Timur, masyarakat memanfaatkan tanaman aren sebagai sumber pembuatan gula merah. Selain itu, ijuk juga menjadi produk utama yang dihasilkan dari tanaman aren. Di Sumatra Utara, tanaman aren selain dimanfaatkan untuk pembuatan gula merah, nira yang dihasilkan juga digunakan oleh masyarakat sekitar sebagai minuman tradisional (tuak). Masyarakat Sulawesi Utara juga memanfaatkan tanaman aren sebagai sumber minuman tradisional (saguer) sebagai produk utama (Mogea et al. 1991).

Kegunaan tanaman aren yang begitu banyak dan bervariasi antar wilayah memberikan kesempatan untuk pengembangan aren dalam skala besar. Tanaman aren dari tiap lokasi yang berbeda merupakan aksesi aren lokal yang belum dideskripsikan secara morfologi. Karakterisasi tanaman aren mulai dari benih, perkecambahan, pembibitan, dan tanaman dewasa yang telah menghasilkan akan memberikan informasi dari masing-masing aksesi aren lokal di Indonesia. Informasi deskripsi ini akan berguna dalam mengetahui sifat unggul yang nantinya bisa digunakan untuk perakitan varietas unggul. Permasalahan saat ini yaitu informasi mengenai karakterisasi atau pendeskripsian aksesi aren lokal di Indonesia belum ada sehingga perlu dilakukan penelitian tentang karakterisasi aksesi aren lokal yang ada di Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakter morfologi beberapa aren unggul lokal mulai dari buah, benih hingga perkecambahan.

Metode Penelitian

Tempat dan Waktu

(25)

9 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah lima aksesi dan satu varietas aren lokal yaitu Pematang Siantar, Bengkulu Curup, Bengkulu Lebong, Banten, Cianjur, dan Kutai Timur. Media penyemaian benih menggunakan media arang sekam. Alat yang digunakan antara lain penggaris, timbangan analitik, jangka sorong digital, pisau, oven, cawan, dan bak penyemaian.

Metode Percobaan

Percobaan menggunakan metode deskriptif dengan mengamati karakteristik morfologi perkecambahan benih. Setiap aksesi dan varietas aren menggunakan 20 benih yang dikecambahkan di dalam polybag dan diulang sebanyak 5 kali sehingga terdapat 100 benih yang digunakan. Benih diamati sampai 90 Hari Setelah Semai (HSS) sampai munculnya apokol, plumula, dan radikula. Pengamatan panjang apokol, panjang radikula, dan panjang plumula diukur dengan menggunakan 10 benih dari masing-masing aksesi dan varietas yang digunakan dan disemai terpisah.

Pelaksanaan dimulai dengan persiapan benih, deoperkulasi dan media semai. Buah aren yang diperoleh direndam dalam air selama 5 hari. Tujuan perendaman adalah mempermudah melepaskan kulit buah dan menghilangkan kalsium oksalat yang melekat pada benih. Sisa daging buah dibersihkan dengan cara digosok-gosokkan benih menggunakan serbuk gergaji, setelah kulit buah terlepas maka benih dipilih untuk diberi perlakuan. Benih aren dipilih dengan ukuran yang sama, tidak cacat dan memiliki stuktur kulit benih yang mengkilap (Matana 2013).

Benih aren yang telah dipilih lalu diberikan perlakuan pematahan dormansi agar benih cepat berkecambah. Menurut Rofik dan Muniarti (2008) perlakuan pematahan dormansi dan media semai yang terbaik untuk perkecambahan benih aren adalah dengan cara deoperkulasi dan disemai menggunakan media arang sekam. Deoperkulasi adalah metode skarifikasi tepat pada posisi embrio. Setelah perlakuan deoperkulasi, benih langsung dimasukkan ke dalam media serbuk gergaji yang telah dilembabkan untuk mencegah benih rusak karena embrio menjadi kering. Setelah semua benih dideoperkulasi lalu direndam larutan klorox 1% selama 30 menit untuk mengurangi kontaminasi oleh cendawan (Matana 2013). Selanjutnya benih ditanam pada media perkecambahan.

Tahapan ke dua yaitu pemeliharaan. Benih yang telah disemai, disiram setiap hari untuk menjaga kelembaban. Penyiraman dilakukan dengan cara menyemprot bagian atas media tanam dengan sprayer sampai media tanam basah. Penyiraman juga bertujuan agar air selalu tersedia dan diserap oleh benih sehingga proses pematahan dormansi terjadi.

(26)

10

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap peubah-peubah sebagai berikut:

a. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM). Pengamatan dilakukan pada benih yang tumbuh normal maupun abnormal pada pengamatan terakhir (90 hari) kemudian dipersentasekan. Rumus untuk menghitung PTM adalah:

b. Daya Berkecambah (DB). Persentase DB benih dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal (KN) pada 90 Hari Setelah Semai (HSS) (Rofik dan Muniarti 2008). Kecambah normal yaitu kecambah yang telah memiliki radikula dan plumula. Rumus yang digunakan yaitu:

c. Kadar air benih. Benih sebanyak 5 buah dipotong-potong kemudian dikeringkan dalam oven 105 oC selama 17 jam.

keterangan:

M1 = berat cawan kosong (g)

M2 = berat cawan dan benih sebelum dioven (g) M3 = berat cawan dan benih setelah dioven (g)

d. Bobot basah dan kering benih. Benih sebanyak 5 buah ditimbang untuk mendapatkan bobot basah lalu benih dimasukkan ke dalam oven selama 48 jam dengan suhu 80 oC lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot kering. e. Panjang dan diameter benih. Pengukuran panjang dan diameter benih diukur

sebelum benih dikecambahkan menggunakan jangka sorong digital.

f. Panjang apokol. Panjang apokol diukur pada 30, 60, dan 90 HSS menggunakan 10 kecambah dari masing-masing aksesi dan varietas yang digunakan.

g. Panjang plumula. Plumula diamati pada 30, 60, 90 HSS, pengamatan plumula hanya dilakukan pada kecambah yang telah muncul plumulanya.

h. Panjang radikula. Radikula diamati pada 30, 60, 90 HSS, pengamatan dilakukan terhadap kecambah yang telah muncul radikulanya.

i. Pengamatan mikroskopik apokol.

Hasil dan Pembahasan

Kondisi Umum Percobaan

(27)

11 mendapatkan buah matang yang bisa diamati. Sulitnya mendapatkan buah yang masak seragam menjadi kendala karena lokasi aksesi yang sangat berjauhan.

Perkecambahan benih aren diawali dengan proses imbibisi air yang diikuti oleh pertumbuhan apokol pada bagian benih yang telah diskarifikasi. Posisi embrio pada benih aren terletak pada bagian kiri atau kanan punggung benih dengan ciri-ciri adanya lekukan berbentuk bulat pada bagian punggung benih (Gambar 1a).

Gambar 1. Ciri-ciri morfologi benih aren sebelum dan sesudah perkecambahan. (a) Posisi embrio pada benih aren berada pada sisi kiri atau kanan punggung benih, (b) Jaringan yang menyerupai cincin yang tumbuh pada bagian yang diskarifikasi, (c) Apokol yang merupakan jaringan memanjang seperti tabung.

Imbibisi air pada benih aren tidak menyebabkan benih membengkak karena endosperm benih aren yang sangat keras. Proses perkecambahan benih aren diawali dengan munculnya jaringan berwarna putih seperti cincin pada bagian benih yang telah diskarifikasi (Gambar 1b). Jaringan yang menyerupai cincin ini muncul setelah 1-2 Minggu Setelah Semai (MSS). Jaringan ini akan berkembang dan membentuk tabung memanjang yang disebut apokol (Gambar 1c). Apokol berfungsi sebagai jalur pergerakan embrio dari dalam benih dan bergerak ke bagian bawah apokol untuk proses perkecambahan. Perkecambahan aren termasuk ke dalam tipe epigeal karena benih aren terangkat ke permukaan tanah (Matana 2013).

Perkembangan apokol diawali saat pembentukan jaringan seperti cincin. Setelah jaringan yang menyerupai cincin membesar lalu pada bagian tengah jaringan tersebut akan tumbuh memanjang ke bagian bawah media tanam yang disebut sebagai apokol. Matana (2013) melaporkan bahwa perkembangan kecambah membentuk jaringan menyerupai cincin terjadi setelah 10 Hari Setelah Semai (HSS). Apokol akan terus memanjang sampai ukuran tertentu. Setelah proses pemanjangan selesai, bagian bawah apokol akan membesar (Gambar 2a). Diduga pembesaran bagian bawah apokol tersebut karena embrio telah berkembang dan akan siap untuk berkecambah. Proses perkecambahan diawali dengan munculnya calon akar dari bagian bawah apokol. Perbedaan calon akar dan bagian bawah apokol sangat terlihat jelas dengan mengecilnya pertumbuhan akar pada ujung apokol yang membesar (Gambar 2b). Setelah calon akar tumbuh, apokol akan pecah pada bagian tengah dan tumbuh plumula (Gambar 2c). Rata-rata dari 5 aksesi dan 1 varietas yang digunakan dalam percobaan ini, perkecambahan benih aren telah terjadi sampai 90 HSS.

(28)

12

Gambar 2. Perkembangan apokol mulai dari pemanjangan sampai berkecambah. (a) Apokol yang mengalami pembesaran pada bagian bawah, (b) Calon akar yang tumbuh pada bagian bawah apokol, (c) Plumula yang tumbuh dari bagian apokol yang telah pecah.

Bobot Buah dan Benih

Buah aren berbentuk bulat dengan membentuk tiga lengkungan pada sisinya yang mencirikan terdapat 3 biji di dalam buah. Buah muda aren berwarna hijau dan berubah menjadi kuning setelah matang. Proses pematangan buah aren terjadi cukup lama. Menurut Mogea et al. (1991) buah aren akan masak fisiologis setelah 3 tahun dari penyerbukan. Setiap buah aren mengandung 2-3 biji dengan ciri-ciri lengkungan yang terisi penuh. Jika salah satu lengkungan tidak sempurna atau tidak terisi penuh maka di dalam buah hanya terdapat 2 biji. Potongan melintang buah aren menunjukkan bahwa susunan biji membentuk segitiga dengan bagian punggung biji berada pada bagian luar (Gambar 3). Pada bagian biji yang telah terbelah terdapat bagian putih kecil di bagian punggung biji. Bagian putih tersebut adalah bakal embrio yang nantinya akan tumbuh membentuk apokol dan tumbuh ke bagian bawah tanah jika ditanam.

a b c

(29)

13

Daging buah aren sangat keras pada kondisi masih muda atau berwarna hijau tetapi pada buah yang telah tua daging buah akan lebih lunak dan mudah untuk memisahkan biji dari daging buahnya. Daging buah aren mengandung kalsium oksalat (Smits 1996). Kalsium oksalat ini akan menyebabkan rasa perih dan gatal jika terkena kulit. Menurut Matana (2013) cara untuk mengurangi kandungan kalsium oksalat sebelum memisahkan biji dari buah adalah dengan cara perendaman selama 5 hari. Perendaman lebih memudahkan untuk menghilangkan daging buah yang melekat pada biji tetapi tidak mengurangi rasa gatal jika terkena kulit pada percobaan ini.

Bobot buah 5 aksesi dan 1 varietas aren Indonesia bervariasi (Tabel 1). Rata-rata bobot buah aren menunjukkan bahwa buah aren Bengkulu Lebong memiliki bobot yang lebih berat dibandingkan dengan bobot buah lainnya sebesar 66.2 ± 6.6 g. Rata-rata bobot buah aren aksesi Pematang Siantar, Bengkulu Curup, dan Cianjur berada pada kisaran 49.2-53.6 g, sedangkan bobot buah paling rendah yaitu varietas Kutai Timur sebesar 37.2 ± 2.4 g.

Tabel 1. Rata-rata bobot buah dan bobot benih berbagai aksesi dan varietas aren lokal di Indonesia dibandingkan benih lain. Bobot benih aksesi Cianjur berada pada kisaran 5.4 ± 0.4 g. Bobot benih aksesi Pematang Siantar dan Bengkulu Curup berada pada kisaran 4.6-4.7 g, sedangkan bobot benih aksesi Banten dan varietas Kutai Timur berada pada kisaran 3.7-3.8 g.

Panjang dan Diameter Benih

(30)

14

Tabel 2. Rata-rata panjang dan diameter benih berbagai aksesi dan varietas aren lokal di Indonesia

Aksesi danVarietas Panjang Benih (mm) Diameter Benih (mm)

Pematang Siantar 29.4 ± 3.0 18.3 ± 0.7 mm dan diameter benih aren terkecil yaitu varietas Kutai Timur sebesar 17.6 ± 0.8 mm. Masano (1989) melaporkan bahwa diameter benih aren yang diteliti berada pada kisaran 20-25 mm. Ukuran tersebut lebih besar dibandingkan dengan diameter benih pada percobaan ini pada aksesi Pematang Siantar, Bengkulu Curup, Banten, dan varietas Kutai Timur, sedangkan diameter benih aksesi Bengkulu Lebong dan Cianjur berada pada kisaran 20-25 mm.

Bobot Basah dan Bobot Kering Benih

Bobot basah benih aren berada pada kisaran 16.0-29.3 g (Tabel 3). Bobot basah benih aren tertinggi yaitu aksesi Bengkulu Lebong dengan bobot 29.3 g dan bobot basah benih aren terendah yaitu aksesi Banten dengan berat 16.0 g. Bobot kering benih aren berada pada kisaran 13.4-21.8 g (Tabel 3). Bobot kering benih tertinggi juga terdapat pada aksesi Bengkulu Lebong sebesar 21.8 g tetapi bobot kering benih terendah terdapat pada varietas Kutai Timur sebesar 13.4 g.

Tabel 3. Rata-rata bobot basah dan bobot kering benih berbagai aksesi dan varietas aren lokal di Indonesia

Aksesi dan Varietas Bobot Basah (g) Bobot Kering (g)

(31)

15 dan bunga betina. Asimilat akan digunakan oleh bunga jantan untuk memproduksi nira sehingga asimilat yang ditranslokasikan ke tandan bunga betina lebih sedikit yang mengakibatkan ukuran buah lebih kecil. Pada tandan bunga jantan yang tidak disadap, tidak terjadi kompetisi asimilat sehingga asimilat ditranslokasikan pada tandan bunga betina untuk pertumbuhan buah. Pada percobaan ini pengambilan buah tidak memperhatikan posisi bunga betina dan ada atau tidak adanya bunga jantan yang disadap. Variasi ukuran pada benih aren mungkin bisa disebabkan oleh faktor tersebut.

Potensi Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah, dan Kadar Air

Benih yang normal memiliki cadangan makanan yang cukup untuk menyediakan energi pada saat berkecambah. Hal ini ditunjukkan pada peubah Potensi Tumbuh Maksimum (PTM). PTM adalah kemampuan benih untuk berkecambah walaupun terdapat benih yang tidak berkecambah normal. PTM benih aren pada percobaan ini bervariasi (Tabel 4). Rata-rata PTM benih aren di atas 87% tetapi hanya aksesi Bengkulu Lebong yang hanya memiliki PTM 66%. Rendahnya PTM aksesi Bengkulu Lebong karena buah yang diperoleh masih berwarna hijau kekuningan dan belum masak sempurna. Daya berkecambah (DB) dari 5 aksesi dan 1 varietas aren menunjukkan angka yang variasi (Tabel 4). DB adalah kemampuan benih untuk berkecambah normal dengan ditunjukkan munculnya radikula dan plumula. Rata-rata DB benih aren sangat tinggi yaitu di atas 75% kecuali aksesi Bengkulu Lebong yang hanya 44%. Rendahnya PTM pada aksesi Bengkulu Lebong menyebabkan DB yang rendah pula dan ada beberapa benih yang tidak berkecambah normal pada akhir pengamatan 90 HSS. Tingginya PTM dan DB pada aksesi Pematang Siantar, Bengkulu Curup, Banten, Cianjur, dan varietas Kutai Timur menunjukkan bahwa teknik pematahan dormansi yang telah benar dengan cara deoperkulasi. Setyaningrum (2006) melaporkan bahwa skarifikasi dibagian punggung benih aren menghasilkan PTM yang sangat rendah yaitu < 20%. Hal ini diduga karena perlakuan skarifikasi yang tidak tepat pada posisi embrio. Rofik dan Muniarti (2008) melaporkan bahwa perlakuan deoperkulasi pada benih aren menghasilkan PTM dan DB berturut-turut sebesar 86 dan 85% menggunakan media arang sekam.

Tabel 4. Rata-rata Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) dan Daya Berkecambah (DB) benih berbagai aksesi dan varietas aren lokal di Indonesia

Aksesi dan Varietas PTM (%) DB (%) Kadar Air (%)

(32)

16

yang tinggi dan daya berkecambah yang tinggi pula, kecuali aksesi Bengkulu Lebong, merupakan salah satu karakter benih rekalsitran (Matana 2013). Penelitian ini mendukung hasil penelitian Rabaniyah (1997) yang menyatakan bahwa semakin menurun kadar air benih aren maka akan menurunkan daya berkecambahnya pula.

Panjang Apokol

Perkecambahan benih aren dimulai dengan munculnya apokol yang memanjang dan diikuti dengan pergerakan embrio menuju bagian bawah apokol. Pertumbuhan apokol dari masing-masing aksesi dan varietas berbeda-beda. Pertumbuhan apokol terpanjang saat 30 HSS yaitu aksesi Cianjur, Banten, Pematang Siantar, Bengkulu Curup, varietas Kutai Timur, dan aksesi Bengkulu Lebong berturut-turut sebesar 9.8, 9.2, 7.9, 7.3, 7.1, dan 5.1 cm (Tabel 5). Pertumbuhan apokol yang lebih cepat pada 30 HSS tidak diikuti oleh pertambahan panjang apokol yang lebih tinggi pada 60 HSS. Benih aren yang memiliki panjang apokol tertinggi pada 30 HSS memiliki pertambahan panjang apokol yang lebih rendah pada 60 HSS. Pertambahan panjang apokol benih aren aksesi Bengkulu Lebong, varietas Kutai Timur, aksesi Bengkulu Curup, Pematang Siantar, dan Cianjur berturut-turut adalah 8.6, 5.0, 3.5, 2.5, 2.4, dan 0.2 cm dari 30 ke 60 HSS. Benih aren yang memiliki panjang apokol lebih panjang pada 30 HSS memiliki pertumbuhan apokol tercepat dan diduga memiliki proses perkecambahan yang lebih cepat pula. Hal ini dapat dilihat dari bagian apokol yang lebih besar pada aksesi Cianjur. Salah satu ciri benih yang akan berkecambah yaitu membesarnya bagian bawah apokol dan setelah itu diikuti munculnya radikula.

Tabel 5. Rata-rata panjang apokol benih berbagai aksesi dan varietas aren lokal di Indonesia

Aksesi dan Varietas Panjang Apokol (cm)

30 HSS 60 HSS 90 HSS

Keterangan: HSS = Hari Setelah Semai

(33)

17 Panjang Radikula dan Plumula

Semua aksesi dan varietas benih aren telah berakar pada 60 HSS. Akar terpanjang pada 60 HSS yaitu aksesi Cianjur diikuti oleh varietas Kutai Timur, aksesi Pematang Siantar, Banten, Bengkulu Curup dan Bengkulu Lebong berturut-turut sebesar 18.4, 12.7, 10.8, 10.1, 9.5, dan 8.3 cm (Tabel 6). Pertambahan panjang akar dari 60 ke 90 HSS berkisar antara 8.4-10.7 cm. Pertambahan panjang akar paling tinggi yaitu aksesi Bengkulu Curup dan pertambahan panjang akar paling rendah adalah aksesi Pematang Siantar. Aksesi Pematang Siantar, Bengkulu Curup, Bengkulu Lebong, dan varietas Kutai Timur dicirikan dengan lebih banyaknya akar sekunder yang tumbuh pada akar primer (Gambar 4). Aksesi Banten dan Cianjur memiliki akar sekunder lebih sedikit dibandingkan dengan aksesi dan varietas lainnya.

Gambar 4. Kecambah normal dari tiap aksesi dan varietas aren di Indonesia pada 90 HSS. (A) Aksesi Pematang Siantar, (B) Aksesi Bengkulu Curup, (C) Aksesi Bengkulu Lebong, (D) Aksesi Banten, (E) Aksesi Cianjur, dan (F) Varietas Kutai Timur.

A B C

(34)

18

Tabel 6. Rata-rata panjang radikula berbagai aksesi dan varietas aren lokal di Indonesia

Aksesi danVarietas Panjang Radikula (cm) Panjang Plumula (cm)

60 HSS 90 HSS 90 HSS

Pematang Siantar 10.8 ± 3.6 19.2 ± 6.3 19.2 ± 6.3 Bengkulu Curup 9.5 ± 1.5 20.2 ± 3.1 8.5 ± 0.8 Bengkulu Lebong 8.3 ± 3.3 17.6 ± 6.1 8.3 ± 1.0

Banten 10.1 ± 1.9 19.3 ± 4.3 9.4 ± 2.0

Cianjur 18.4 ± 2.4 27.2 ± 4.1 14.1 ± 2.4

Kutai Timur 12.7 ± 1.5 18.1 ± 4.6 8.3 ± 1.5

Keterangan: HSS = Hari Setelah Semai

Plumula muncul setelah akar berkembang dengan baik. Pada pengamatan 60 HSS plumula dari 4 aksesi dan 1 varietas belum terlihat tetapi pada aksesi Cianjur plumula telah tumbuh. Pada akhir pengamatan 90 HSS dapat dilihat bahwa plumula terpanjang terdapat pada aksesi Pematang Siantar sebesar 19.2 cm (Tabel 6), sedangkan plumula terpendek pada aksesi Bengkulu Lebong dan varietas Kutai Timur sebesar 8.3 cm. Walaupun plumula aksesi Cianjur muncul terlebih dahulu pada 60 HSS tetapi tidak menjamin bahwa pertumbuhan plumula aksesi Cianjur lebih cepat. Hal ini dapat dilihat bahwa panjang plumula aksesi Cianjur sebesar 14.1 cm dan masih lebih rendah dibandingkan dengan aksesi Pematang Siantar pada 90 HSS.

Karakteristik Apokol

Hal menarik dalam perkecambahan benih aren yaitu munculnya tabung panjang sebagai pergerakan embrio dari dalam benih yang disebut apokol. Apokol diduga sebagai bentuk adaptasi tanaman untuk bertahan di lingkungan tumbuh alaminya. Dengan adanya apokol, benih aren yang tidak tertanam terlalu dalam akan memasukkan apokol ke dalam tanah sehingga embrio dapat berkecambah dan berkembang di dalam media tanam. Apokol berupa jaringan yang memanjang dan terdapat rongga dibagian tengahnya (Gambar 5).

(35)

19 Pengamatan di bawah mikroskop menunjukkan bahwa pada bagian bawah apokol terdapat jaringan yang menyerupai tabung kecil memanjang dan menempel pada bagian bawah apokol (Gambar 6A; 6B). Di dalam jaringan tersebut terdapat bakal embrio yang nantinya akan berkecambah membentuk tanaman baru (Gambar 6C). Embrio aren diduga bergerak melalui apokol mulai dari fase awal pembentukan dan pemanjangan apokol karena jaringan yang menyerupai tabung tersebut melekat pada bagian bawah apokol. Pada fase pemanjangan apokol dan pada saat ujung apokol belum mengalami pembengkakan, belum terlihat pembentukan embrio pada bagian jaringan seperti tabung yang memanjang (Gambar 6D). Pada fase apokol yang telah membengkak pada bagian ujungnya, terlihat bahwa embrio aren telah terbentuk (Gambar 6E; 6F).

A

D

E

B

F C

(36)

20

Dalam kasus ini apokol merupakan jalur pergerakan embrio dari dalam benih selama pemanjangan apokol. Pergerakan bakal embrio dimulai pada saat awal terbentuknya apokol melalui jaringan menyerupai tabung. Selama proses pemanjangan apokol, embrio akan terbentuk dan siap berkecambah saat bagian bawah apokol membesar. Perkecambahan benih aren diawali dengan terbentuknya akar yang menembus bagian bawah apokol. Setelah akar terbentuk sempurna, plumula akan terbentuk dengan menembus apokol dan tumbuh ke atas. Pada kondisi ini, benih aren akan ikut terangkat ke permukaan tanah. Apokol masih akan terus menempel pada bagian benih sampai tanaman terbentuk daun sempurna. Benih yang masih menempel pada bagian apokol ini diduga digunakan sebagai sumber makanan bagi kecambah sampai kecambah tersebut bisa menghasilkan makanan sendiri.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Karakterisasi 5 aksesi dan 1 varietas aren memiliki ciri-ciri morfologi yang berbeda. Aksesi Pematang Siantar, Bengkulu Lebong, Bengkulu Curup, Banten, Cianjur, dan varietas Kutai Timur memiliki kisaran bobot buah 37.2-66.2 g, bobot benih 3.7-6.3 g, panjang benih 23.3-31.8 mm, diameter benih 17.6-20.7 mm, bobot basah benih 16.0-29.3 g, bobot kering benih 13.4-21.8 g, Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) 66-100%, Daya Berkecambah (DB) 44-98%, kadar air benih 22-36%, panjang apokol 9.6-14.0 cm (90 HSS), panjang radikula 17.6-27.2 cm (90 HSS), dan panjang plumula 8.3-19.2 cm (90 HSS). Perkecambahan benih aren dimulai dengan pembentukan apokol yang berguna sebagai jalur pergerakan embrio sebelum berkecambah.

Saran

(37)

21 RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN (Arenga pinnata (Wurmb.)

Merr.) TERHADAP INTENSITAS NAUNGAN YANG BERBEDA

(Growth Responses of Sugar Palm (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) Seedlings under Different Shading Intensities)

Abstrak

Tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) biasanya tumbuh secara alami di bawah naungan kanopi pohon. Intensitas naungan menjadi faktor utama dalam pertumbuhan bibit aren yang optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh intensitas naungan yang berbeda terhadap pertumbuhan bibit aren. Penelitian menggunakan empat intensitas naungan yaitu 0, 32, 56, dan 64%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian intensitas naungan 32, 56, dan 64% dapat meningkatkan peubah tinggi tanaman sebesar 69.2%, diameter batang sebesar 22.3%, panjang pangkal pelepah ke-6 dan ke-7 berturut-turut sebesar 48.4 dan 71.8%, panjang pelepah daun ke-7 sebesar 58.1%, nilai SPAD sebesar 28.7%, bobot biomassa total sebesar 106.4%, dan laju tumbuh relatif sebesar 28.6% dibandingkan dengan tanaman yang tidak dinaungi. Pemberian naungan 56 dan 64% dapat meningkatkan peubah panjang pelepah daun ke-6 sebesar 51.1%, luas daun sebesar 139.1%, kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total berturut-turut sebesar 74.9, 77,8, dan 75.7% dibandingkan dengan bibit aren yang tidak dinaungi. Pemberian naungan 56% dapat meningkatkan peubah bobot basah, bobot kering, dan volume akar berturut-turut sebesar 125.5, 101.7, dan 118.3% dibandingkan dengan bibit aren yang tidak dinaungi.

Kata kunci: agroforestri, intensitas naungan, morfologi, pembibitan, teknik budidaya

Abstract

Sugar palm (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) commonly grows naturally under shading of tree canopy, therefore shading intensities take a main role for an optimal growth of sugar palm seedlings. The objective of this study was to examine the effect of shading intensities to sugar palm seedlings growth. The experiment used 4 shading intensities i.e. 0, 32, 56, and 64%. Sugar palm seedlings grown under 32, 56, and 64% of shading intensities showed increasing of plant height (69.2%), stem diameter (22.3%), 6th and 7th petiole length of 48.4 and 71.8% respectively, 7th rachis length (58.1%), SPAD value (28.7%), total biomassa (106.4%), and Relative Growth Rate (28.6%) than those grown without shading. Sugar palm seedlings grown under 56 and 64% of shading intensities showed increasing of 6th rachis length (51.1%), leaf area (139.1%), Content of chlorophyll a, b and total of 74.9, 77.8, and 75.7% respectively than those grown without shading. Sugar palm seedlings grown under 56% of shading intensity showed increasing of root fresh and dry weight, and root volume of 125.5, 101.7, and 118.3% respectively than those grown without shading.

(38)

22

Pendahuluan

Tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) dikelompokkan ke dalam tanaman multi guna (multiple purpose trees). Selain itu, tanaman aren dianggap merupakan tanaman yang paling luas yang bisa dimanfaatkan seluruh bagiannya dibandingkan dengan spesies palem lainnya. Nira yang disadap dari bunga jantan bisa digunakan sebagai sumber pembuatan gula merah (Florido dan Mesa 2003; Harada et al. 2005). Selain itu hampir seluruh bagian lain dari tanaman aren dapat digunakan. Buah muda dari bunga betina biasa digunakan untuk kolang-kaling, daun digunakan untuk sapu lidi, bagian batang bisa diambil patinya dan sebagai sumber tepung, bagian luar kayu digunakan sebagai bahan furnitur, dan ijuk biasa digunakan untuk atap rumah tradisional maupun sapu (Mogea et al. 1991; Florido dan Mesa 2003; Harada et al. 2005; Widodo et al. 2009).

Tanaman aren penyebarannya digolongkan ke dalam antropokorik. Antropokorik yaitu penyebaran benih suatu tanaman yang diakibatkan karena adanya aktivitas manusia sebagai media penyebarannya. Selain itu, penyebaran tanaman aren juga dibantu oleh musang yang memakan buah yang telah matang. Tanaman aren tumbuh baik di daerah basah terutama di wilayah tropis Asia membutuhkan naungan sampai akhir fase vegetatif dan membutuhkan cahaya penuh saat generatif (Smits 1996). Pada kondisi lingkungan tumbuh alami, tanaman aren tumbuh dengan tingkat naungan yang bervariasi. Penelitian mengenai tingkat intensitas naungan terhadap bibit aren juga belum ada sampai saat ini.

Potensi tanaman aren sangat tinggi dalam memenuhi kebutuhan pangan terutama karbohidrat, sumber gula dan penggunaannya sebagai bio-etanol. Dalam rangka mendukung potensi tersebut, diperlukan teknik budidaya yang baik terutama pada tahapan pembibitan. Pembibitan merupakan salah satu tahapan yang penting karena dapat menyediakan bibit yang baik sehingga dapat menghasilkan tanaman yang mampu berproduksi tinggi. Pada lingkungan tumbuh alami, tanaman aren membutuhkan naungan untuk tumbuh dengan baik (Smits 1996). Penelitian mengenai pengaruh intensitas cahaya pada pertumbuhan aren belum banyak dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan tingkat naungan pada pertumbuhan bibit aren. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji pengaruh tingkat naungan yang berbeda terhadap pertumbuhan bibit aren selama fase pembibitan.

Metode Penelitian

Tempat dan Waktu

(39)

23 laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah varietas aren genjah Kutai Timur yang dilepas oleh Menteri Pertanian tahun 2011. Pupuk yang digunakan adalah NPK 15-15-15 yang diaplikasikan untuk membantu pertumbuhan dengan dosis 5 g per bulan. Media tanam yang digunakan adalah campuran pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1:5 (v/v). Naungan menggunakan paranet dengan tingkat penutupan 25, 55, dan 65% serta polybag ukuran 30 cm x 40 cm.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris, oven, Chlorophyll meter SPAD-502, jangka sorong digital, lux meter, mikroskop, timbangan analitik, dan alat-alat pertanian.

Metode Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok satu faktor perlakuan dengan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah intensitas naungan dengan taraf 0, 25, 55, dan 65%. Terdapat 4 perlakuan yang diulang 3 kali sehingga diperoleh 12 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 15 tanaman sehingga terdapat 180 tanaman. Setiap satuan percobaan diambil 5 tanaman contoh untuk diamati dan pengamatan destruktif mengambil selain tanaman contoh tiap 8 minggu sampai 40 MSP. Beberapa peubah pengamatan dilakukan 4 minggu sekali dan pengamatan destruktif dilakukan 8 minggu sekali selama 40 MSP. Model rancangan percobaan yang digunakan untuk percobaan tersebut adalah sebagai berikut:

keterangan:

= respon pengamatan pada naungan ke-i dan kelompok ke-j µ = rataan umum

= pengaruh naungan ke-i = pengaruh kelompok ke-j

= pengaruh acak pada naungan ke-i dan kelompok ke-j

Satuan percobaan terdiri atas petakan berukuran 2.5 m x 2 m yang dilengkapi dengan tingkat naungan masing-masing perlakuan. Penanaman dilakukan didalam polybag menggunakan media campuran pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1:5 (v/v). Polybag diletakkan di masing-masing petak perlakuan dengan jarak 50 cm x 50 cm.

(40)

24

menggunakan lux meter untuk memastikan tingkat naungan yang digunakan dengan cara mengurangi intensitas cahaya pada kondisi terbuka dengan intensitas cahaya yang masuk pada petak percobaan. Hasil tersebut dikonversi untuk mengetahui tingkat intensitas naungan dari masing-masing petak percobaan.

Tahapan ke dua yaitu pemindahan bibit ke dalam polybag. Bibit aren yang digunakan telah berumur ± 5 bulan (2-3 helai daun). Bibit dipindahkan ke dalam polybag 30 cm x 40 cm menggunakan campuran media pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1:5 (v/v). Setelah bibit selesai dipindahkan ke dalam polybag lalu bibit disusun ke dalam petak percobaan.

Tahapan ke tiga yaitu pemeliharaan bibit aren. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiangi gulma yang tumbuh di dalam polybag. Penyiraman dilakukan sebanyak 1.5-2.0 L per tanaman jika tidak terjadi hujan selama 4 hari berturut-turut. Pemupukan NPK 15-15-15 dilakukan setiap bulan dengan dosis 5 g per tanaman. Pupuk diberikan dengan cara ditebar di sekitar tanaman dengan cara membuat alur melingkar lalu ditutup kembali dengan tanah. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika diperlukan.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap peubah-peubah sebagai berikut:

a. Tinggi tanaman, yang diukur dari pangkal tanaman sampai daun terpanjang yang diberdirikan.

b. Jumlah daun, daun yang dihitung adalah daun yang telah terbuka sempurna. c. Panjang pangkal pelepah dan pelepah daun. Panjang pangkal pelepah diukur

dari pangkal daun sampai anak daun pertama yang tumbuh pada pangkal pelepah, sedangkan panjang pelepah daun diukur dari anak daun pertama sampai ujung daun.

d. Ketebalan daun. Ketebalan daun diukur dibawah mikroskop.

e. Diameter batang. Pengukuran diameter batang dilakukan saat destruktif. Pengukuran dilakukan pada bagian 1 cm dari pangkal pelepah menggunakan jangka sorong digital.

f. Volume akar. Volume akar diukur menggunakan gelas ukur yang telah diisi air. Akar dimasukkan kedalam gelas ukur dan dilihat penambahan volume. keterangan:

V1 = volume gelas ukur yang diisi air awal V2 = volume gelas ukur yang telah diisi akar

g. Panjang akar primer. Panjang akar primer diukur dari pangkal pelepah sampai akar primer terpanjang.

h. Jumlah akar. Jumlah akar hanya dibatasi pada jumlah akar primer.

i. Luas daun. Luas daun diukur pada saat pengamatan destruktif. Metode yang digunakan adalah metode gravimetri.

(41)

25 k. Bobot basah dan kering akar. Bobot basah dan kering akar berturut-turut dihitung saat tanaman sebelum dan sesudah di oven. Pengovenan menggunakan suhu 60 oC selama 72 jam.

l. Bobot basah dan kering tajuk. Bobot basah dan kering tajuk berturut-turut dihitung saat tanaman sebelum dan sesudah di oven. Pengovenan menggunakan suhu 60 oC selama 72 jam.

m. Kandungan klorofil dan kehijauan warna daun. Kandungan klorofil dianalisis menggunakan metode Sims dan Gamon (2002) dan kehijauan warna daun diukur mengggunakan Chlorophyll meter SPAD-502. Daun yang digunakan untuk uji kandungan klorofil adalah daun ke-2 dari daun terakhir yang telah terbuka sempurna.

n. Laju Tumbuh Relatif (LTR). Perhitungan LTR menggunakan rumus sebagai berikut (Hunt 1990):

keterangan:

w1 = bobot kering tanaman pada saat t1 w2 = bobot kering tanaman pada saat t2

Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 95%. Apabila hasil sidik ragam berpengaruh nyata, maka dilakukan pengujian beda nilai tengah dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%. cepat pada umur 7-8 tahun dibandingkan dengan aren tipe dalam yang baru bisa dipanen pada umur 10-12 tahun. Bibit aren yang digunakan berumur ± 5 bulan dengan kriteria telah muncul 2-3 helai daun per tanaman.

Percobaan menggunakan perlakuan intensitas naungan yang berbeda. Setelah pemasangan paranet di masing-masing perlakuan lalu dilakukan pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter. Hasil pengukuran lux meter menunjukkan bahwa dari masing-masing tingkat intensitas naungan yang berbeda diketahui intensitas naungan aktual. Pengukuran intensitas naungan dari masing-masing tingkat intensitas naungan yaitu menggunakan acuan intensitas cahaya pada kondisi terbuka sebagai intensitas naungan 0%. Hasil perhitungan diperoleh bahwa intensitas naungan aktual sebesar 32, 56, dan 64% berturut-turut pada perlakuan intensitas naungan 25, 55, dan 65%.

Gambar

Gambar 1. Ciri-ciri morfologi benih aren sebelum dan sesudah perkecambahan.
Gambar 2. Perkembangan apokol mulai dari pemanjangan sampai berkecambah.
Tabel 4. Rata-rata Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) dan Daya Berkecambah (DB) benih berbagai aksesi dan varietas aren lokal di Indonesia
Tabel 5. Rata-rata panjang apokol benih berbagai aksesi dan varietas aren lokal
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERNYATAAN Ketika saya dikuasai oleh amarah, saya menentang banyak nasehat dari orang lain Ketika marah, saya ingin berkelahi dengan orang lain Orang terdekat menjadi sasaran

Order bisa juga diidentikkan dengan hukum, kalau hukum didefinisikan sebagai “A system of norms providing a method of settling disputes authoritatively ”(Hart sebagaimana

Kepuasan pelanggan merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan suatu perusahaan, Bagi perusahaan khususnya Cipaganti Travel, faktor penentu kesuksesan dalam

Apabila jumlah malai per rumpun atau hasil gabah berkurang 1,33 kali atau lebih (lebih kecil atau sama dengan 3/4 kali hasil tegel) karena jarak tanam yang rapat, misalnya dari

Hadis-hadis di atas menjadi dalil bagi mereka yang menyatakan kebolehan ber- kurban seekor kambing, domba, atau biri-biri untuk orang yang berkurban dan keluarganya dengan

(2004) juga menunjukkan bahwa nilai kemiripan (identity values) dari sekuen nifH dan nifD pada Methylocapsa acidiphila B2 dan Beijerinckia lebih tinggi (98.5 % dan 96.6

Aplikasi Drawing Sistem Gugur pada Liga Mahasiswa Taekwondo Berbasis Web bertujuan mempermudah panitia penyelenggara dalam melakukan pengolahan data atlet

Sumber dana dan alokasi dana bagi pemegang program P2TB dan petugas laboratorium dalam kegiatan capaian CDR TB paru di puskesmas Kota Semarang sudah sesuai dengan