THE IMPACTS OF LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT’S CONSTRUCTION ON THE REGIONAL ECONOMY OF WEST NUSA TENGGARA
By KEN ARDHANA NESWARI
ABSTRACT
Nusa Tenggara Barat (NTB) is one of the provinces that indicate an improvement in its economy. In the last three years the NTB’s Gross Regional Domestic Products (GRDP) indicates improvement annually. The construction of Lombok International Airport (LIA) is one of the efforts to boost NTB’s economy. It was done so that this new airport that was built in Tanak Awu, Central Lombok could accommodate more passengers or visitors who come directly to NTB. This paper analyzes the contribution of LIA to the NTB’s economy. The analytical method used is Input-Output Analysis which is applied in the NTB 2005 Input-Output Table with the 25 sector classification and in which aggregated to the 13 sector classification. LIA is included in the building sector classification approach. This classification causes the results of this paper are not thorough since the impacts caused are actually greater than those caused only by the building sector. In its progress, after LIA was operated, it can evoke other economic sectors besides building. The analysis done includes the linkage analysis, dispersion impact analysis, and multiplier analysis. From the results of the analysis, it can be concluded that the building sector (airport) has greater backward linkage compared to the forward linkage. This indicates that buildings sector (airport) has ability to attract strong growth in the upstream sector. The impact of external shock investment of LIA indicate that the investment potential for increasing output and household incomes province of NTB. To increase the role of the building sector (airport), government should be trying to push production capacity because it is still lacking in providing input for other sectors. Hence the government must be able to overcome various constraint to attract investor to invest in building sector (airport).
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945
(Ramelan, 1997). Peran pemerintah sebagai pengendali pembangunan dalam
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi
negara Indonesia sangat diperlukan. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu
indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga untuk
menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang.
Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan yang tinggi, infrastruktur
berfungsi sebagai roda penggerak ekonomi. Infrastruktur pembangunan terdiri
atas dua jenis, yaitu infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial (Ramelan et al,
1997). Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur fisik baik yang digunakan dalam
proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dalam
pengertian ini meliputi semua prasarana umum seperti tenaga listrik,
telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, dan sanitasi. Sedangkan
infrastruktur sosial antara lain meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan.
Infrastruktur dapat digolongkan sebagai modal atau kapital. Melalui
karakteristik ini, perluasan infrastruktrur tidak hanya menambah stok dari kapital
tetapi juga sekaligus meningkatkan produktivitas perekonomian dan taraf hidup
masyarakat luas. Bagi negara berkembang, ketersediaan infrastruktur dipandang
sebagai prasyarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu negara bagi
Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan yang tinggi, infrastruktur
berfungsi sebagai roda penggerak ekonomi. Sebagai contoh, prasarana
perhubungan yang tersebar merata ke seluruh pelosok daerah dengan kualitas
yang semakin meningkat akan mempercepat arus barang, jasa, dan manusia
sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi semakin singkat. Dengan demikian
pembangunan infrastruktur tidak hanya meningkatkan efisiensi dalam
perekonomian, tetapi lebih jauh juga akan mendorong perekonomian melalui
peningkatan produktivitas ekonomi.
Infrastruktur juga memegang peranan yang sangat penting dalam upaya
meningkatkan pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan. Selanjutnya
infrastruktur yang mampu menghubungkan semua wilayah di tanah air juga akan
mempersempit kesenjangan daerah. Untuk menjaga keseimbangan dari segi
kesejahteraan hidup maupun dukungan untuk usaha, pelayanan infrastruktur harus
ditingkatkan dan diperbaiki (Ramelan, 1997).
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi yang
mempunyai potensi ekonomi dalam pertanian dan pariwisata. Potensi tersebut
membuat jumlah orang yang datang ke Provinsi ini meningkat. Kenaikan jumlah
pesawat, penumpang, dan barang yang datang ke Provinsi NTB melalui Bandara
Selaparang sebelumnya membuat pemerintah Provinsi NTB merasa perlu
memajukan daerahnya. Saat ini, fungsi Bandara Selaparang telah digantikan
dengan bandara baru yaitu Bandara Internasional Lombok (BIL). Semua aktivitas
penerbangan dari dan menuju Provinsi NTB telah dipindahkan ke BIL sejak
Tabel 1.1 Aktivitas Bandara Selaparang
Berangkat 6.106 5.618 6.488 6.731 7.066
Jumlah penumpang
(orang)
Datang 437.496 447.466 528.331 703.644 676.889
Berangkat 450.615 467.490 524.855 584.818 701.664
Sumber: BPS Provinsi NTB, 2011
Aktivitas Bandara Selaparang lima tahun terakhir tergambar pada Tabel
1.1. Jumlah penumpang yang datang ke Provinsi NTB melalui Bandara
Selaparang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009, jumlah
penumpang yang datang mencapai 703.644 orang. Untuk jumlah pesawat yang
datang dan berangkat di Bandara Selaparang juga cenderung meningkat setiap
tahunnya dan pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 7.066 buah.
Pembangunan Bandar Udara Internasional Lombok (BIL) di Dusun
Slanglit, Desa Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah ini, selain karena untuk
alasan keselamatan, juga bertujuan untuk mengembangkan dan menggerakkan
perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). BIL yang pembangunannya
sempat tersendat, kini sudah diresmikan dan mulai beroperasi. Berdiri diatas tanah
seluas 551 hektare dengan landasan pacu 2.750 x 40 meter persegi, sehingga dapat
didarati pesawat Air Bus 330 dan Boeing 767. BIL nantinya diharapkan akan
menjadi pintu masuk investasi dan memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi
bagi perkembangan perekonomian Provinsi NTB. Sektor pariwisata dianggap
paling akan berpengaruh dari pembangunan BIL ini. Peningkatan jumlah
wisatawan yang datang ke Provinsi NTB akan meningkat seiring dengan
masih asli. Pembangunan BIL ini diharapkan mampu menjadikannya sebagai
poros Lombok yang akan mendatangkan banyak penumpang demi kemajuan
sektor Pariwisata, tenaga kerja, dan perdagangan di wilayah NTB.
Untuk dapat melihat kontribusi sektor bandara selama ini, maka dilakukan
pendekatan dengan melihat kepada sektor bangunan pada nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTB.
Tabel 1.2 Kontribusi Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian Provinsi NTB
2007 2008 2009 2010
Keterangan : *) Angka Sementara Sumber : BPS NTB, 2010
Kontribusi sektor bangunan (bandara) terhadap PDRB Provinsi NTB
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 kontribusi sektor bangunan
(bandara) terhadap PDRB NTB sebesar Rp 1,248 triliun setelah ditahun
sebelumnya 2007 hanya sebesar Rp 1,148 triliun. Pada tahun 2009 kontribusi
sektor ini pun meningkat sangat tajam menjadi Rp 1,457 triliun. Seperti yang kita
ketahui, bahwa di tahun 2006 adalah peletakkan batu pertama pembangunan BIL
dan di tahun selanjutnya BIL sedang dibangun untuk segera dioperasikan. Di
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan transportasi di Indonesia yang masih dirasakan selama
2005-2006 adalah (Bappenas, 2007):
1. Terjadinya penurunan kualitas dan keberlanjutan pelayanan infrastruktur
transportasi akibat masih terbatasnya sumberdaya dalam memenuhi
kebutuhan standar pelayanan minimal (SPM) jasa pelayanan prasarana dan
sarana transportasi.
2. Belum optimalnya dukungan infrastruktur dalam peningkatan daya saing
sektor riil dan daya saing jasa transportasi yang mandiri, terutama ditandai
dengan masih belum efisiennya biaya transportasi dalam komponen biaya
produksi maupun biaya pemasaran.
3. Belum berkembangnya peran serta masyarakat dan swasta untuk
berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur transportasi.
4. Masih terbatasnya aksesibilitas pelayanan transportasi dalam mengurangi
kesenjangan antarwilayah, meningkatkan pengembangan wilayah
perbatasan, serta memberikan dukungan dalam penanganan bencana di
berbagai wilayah.
5. Keterbatasan kemampuan penyediaan lahan untuk infrastruktur. Upaya
penyediaan lahan sering menjadi penghambat percepatan pembangunan
infrastruktur. Hal ini tidak semata-mata kurangnya kemampuan
pendanaan, tetapi lebih kepada kepastian hukum.
Pemindahan Bandara Selaparang ke BIL yang pembangunannya dimulai
tahun 2006 mengeluarkan biaya yang sangat besar menimbulkan berbagai
melakukan pemindahan bandara dan cukup dengan pengembangan bandara yang
sudah ada serta menginvestasikan dana yang tersedia untuk pengembangan
sektor-sektor lain yang ada di Provinsi NTB. Akan tetapi, sebetulnya permasalahan
utama yang dirumuskan oleh Pemerintah Daerah Provinsi NTB saat ini adalah
mengenai ketersediaan infrastruktur yang masih timpang antarwilayah pulau yang
berakibat tidak berkembangnya dayasaing antarwilayah.
Oleh karena itu, untuk dapat mengembangkan sektor-sektor perekonomian
Provinsi NTB lainnya diperlukan sebuah komponen pendukung yaitu
infrastruktur. Pembangunan BIL ini dilakukan mengingat Provinsi NTB memang
masih perlu untuk membuka akses berbagai kawasan strategis maupun kawasan
ekonomis yang potensial memicu dayasaing. Adanya pembangunan BIL tersebut,
maka diharapkan akan dapat menunjang dan mendorong sektor-sektor ekonomi
lainnya di Provinsi NTB.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah-masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana keterkaitan ke depan dan ke belakang serta dampak
penyebaran pembangunan BIL terhadap perekonomian Provinsi NTB?
2. Bagaimana efek pengganda dari pembangunan BIL terhadap output dan
pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB?
3. Bagaimana dampak adanya investasi pembangunan BIL terhadap
pembentukan output dan pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis keterkaitan ke depan dan ke belakang serta dampak
penyebaran pembangunan BIL terhadap perekonomian Provinsi NTB.
2. Menganalisis efek pengganda dari pembangunan BIL terhadap output dan
pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB.
3. Menganalisis dampak yang ditimbulkan dari adanya investasi
pembangunan BIL terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah
tangga di wilayah Provinsi NTB.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin didapat dari penelitian ini diantaranya adalah
sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan
pembangunan infrastruktur khususnya bandara sehingga dapat menunjang
sektor-sektor lain guna meningkatkan perekonomian daerah. Selain itu penelitian ini juga
dapat dijadikan bahan informasi serta rujukan bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Analisis peran BIL dalam penelitian ini difokuskan pada analisis aspek
makroekonomi dengan model Input Output tahun 2005, dengan analisis
menggunakan Microsoft Excel dan IOAP (Input Output Analysis for
Practitioners). Tabel Input Output yang digunakan adalah Tabel Input Output
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan. Salah satunya adalah
keterbatasan klasifikasi sektor dalam Tabel Input- Output NTB Tahun 2005, maka
untuk melihat pengaruh dari bandara dilakukan pendekatan pada sektor bangunan.
Selain dari keterbatasan klasifikasi sektor, keterbatasan dalam penelitian ini
adalah data yang kurang terbarui. Penelitian ini juga tidak dapat melihat efek
pengganda tenaga kerja dari masing-masing sektor karena keterbatasan data
tenaga kerja sesuai dengan klasifikasi sektor pada tabel input-ouput.
Dampak yang ditimbulkan dari pembangunan BIL pada penelitian ini
masih dilihat sebatas pada sektor bangunan (bandara) terhadap perekonomian.
Dampak yang ditimbulkan dari beroperasinya BIL ini sesungguhnya dapat lebih
besar lagi, terkait dengan berkembangnya sektor-sektor lainnya yang tidak
tergambar dalam penelitian ini terutama sektor angkutan udara yang merupakan
sektor yang paling terintegrasi dengan keberadaan BIL ini. Hal tersebut karena
bangunan sendiri terdiri dari berbagai macam sektor yang mungkin saja justru
sektor bandara lebih memiliki dampak yang besar dibanding dengan sektor
bangunan itu sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa pada Tabel Input-Output
Indonesia Tahun 2005 klasifikasi 175 sektor, sektor bangunan terdiri dari
bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; prasarana pertanian; jalan
jembatan dan pelabuhan; bangunan dan instalasi, listrik, gas dan air bersih dan
komunikasi; serta bangunan lainnya. Selain itu dilihat dari tingkat
pengembaliannya, pada penelitian ini juga belum dihitung keuntungan yang
didapat oleh pihak swasta karena keberadaan BIL tersebut. Oleh karena itu,
nilai-nilai pada hasil penelitian ini masih dapat dikatakan underestimate dari dampak
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pertumbuhan
Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan
kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan
jasa. “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam kehidupan
ekonomi semua negara dewasa ini. Setelah hampir setengah abad, perhatian utama
masyarakat perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat
tingkat pertumbuhan pendapatan nasional (Todaro dan Smith, 2003).
Mankiw (2006) menyatakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, para
ekonom menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB), yang mengukur
pendapatan total setiap orang dalam perekonomian. Menurut Todaro dan Smith
(2003), ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap
bangsa, yaitu:
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru
yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya
manusia.
2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah
angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses pertumbuhan output ekonomi
jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan (output perkapita untuk
naik) yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut (kekuatan yang
sementara, atau dengan kata lain bersifat self generating, yang berarti bahwa
proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu kekuatan atau momentum bagi
kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya (Boediono
dalam Norman, 2010). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dalam suatu
perkembangan perekonomian.
Todaro dan Smith (2003) juga menyatakan bahwa secara umum dapat
dikatakan bahwa sumber-sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah
adanya investasi-investasi yang mampu memperbaiki kualitas modal atau
sumberdaya manusia dan fisik, yang selanjutnya berhasil meningkatkan kuantitas
sumberdaya produktif, dan yang bisa menaikkan produktivitas seluruh
sumberdaya melalui penemuan-penemuan baru, inovasi, dan kemajuan teknologi.
2.1.1 Teori Harrod–Domar
Teori Harrod-Domar berusaha menjelaskan bahwa mekanisme
perekonomian adalah mengandalakan investasi demi mempercepat pertumbuhan
ekonomi. Setiap perekonomian harus senantiasa mencadangkan atau menabung
sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau
menggantikan barang-barang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang
telah susut atau rusak (Todaro dan Smith, 2003). Namun untuk memacu
pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto
terhadap cadangan atau stok modal (capital stock).
Harrod-Domar berpandangan bahwa tabungan dan investasi merupakan
adalah bagian dalam jumlah tertentu (s) dari pendapatan nasional (Y). Maka dapat
dituliskan sebagai berikut :
S = sY………..(1)
Lalu investasi neto (I) didefinisikan sebagai perubahan dari stok modal (K)
yang dapat diwakili oleh ∆K, dapat dituliskan sebagai berikut:
I = ∆K………..(2)
Akan tetapi, karena jumlah stok modal (K) mempunyai hubungan
langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output (Y), seperti telah
ditunjukkan oleh rasio modal-output (k) maka:
K/Y = k atau ∆K/∆Y = k
atau
∆K = k∆Y………(3)
Lalu mengingat tabungan neto (S) harus sama dengan investasi neto (I),
maka persamaan berikutnya dapat ditulis sebagai berikut:
S = I………..(4)
Jika melihat pada persamaan (1) S = sY, persamaan (2) I = ∆K, dan
persamaan (3) ∆K = k∆Y. Maka diketahui bahwa:
I = ∆K = k∆Y
Dengan demikian dapat dituliskan bahwa:
S = sY = k∆Y = ∆K = I ………..(5)
Dan apabila diringkas menjadi sebagai berikut:
Teori Harrod-Domar secara jelas menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan
GNP (∆Y/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional (s),
serta rasio modal output nasional (k).
2.1.2 Teori Pertumbuhan Solow
Todaro dan Smith (2003) menyatakan bahwa pijakan berikutnya bagi
argumen pasar bebas neoklasik adalah keyakinan bahwasanya liberalisasi
pasar-pasar nasional akan merangsang investasi, baik itu investasi domestik maupun
luar negeri, sehingga dengan sendirinya akan memacu tingkat akumulasi modal.
Bila diukur berdasarkan satuan tingkat pertumbuhan GNP, hal tersebut sama
dengan penambahan tingkat tabungan domestik yang pada gilirannya akan
meningkatkan rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratios) dan pendapatan per
kapita negara-negara berkembang yang pada umumnya miskin modal.
Mankiw (2006) menyatakan model pertumbuhan Solow dirancang untuk
menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan
kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian serta bagaimana
pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan.
Model pertumbuhan Solow merupakan pilar yang sangat memberi
kontribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik. Todaro dan Smith (2003)
menyatakan bahwa pada intinya, model ini merupakan pengembangan dari
formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja,
serta memperkenalkan variabel independen ketiga, yakni teknologi ke dalam
persamaan pertumbuhan. Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu
Dalam bentuknya yang lebih formal, model pertumbuhan Solow memakai
fungsi produksi agregat standar, yakni:
Y = Kα (AL) 1-α
Dimana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal
manusia, L adalah tenaga kerja dan A adalah produktivitas tenaga kerja, yang
pertumbuhannya ditentukan secara eksogen.
2.2 Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Produk Domestik Bruto (PDB) sering dianggap sebagai ukuran terbaik
dari kinerja perekonomian. Tujuan PDB adalah meringakas aktivitas ekonomi
dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Ada dua cara yang
dilakukan untuk melihat nilai PDB, salah satunya adalah sebagai pengeluaran total
atas output barang dan jasa perekonomian. Dalam Tabel Input-Output, nilai
investasi termasuk dalam permintaan akhir, yang didapat dari penjumlahan antara
pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Pengeluaran agregat menunjukkan
besarnya output yang digunakan pada suatu negara, komponen pengeluaran
agregat terdiri dari Konsumsi (C), Investasi (I), Pengeluaran Pemerintah (G), dan
Net ekspor (X-M). Peningkatan pengeluaran yang terjadi bisa disebabkan karena
respon terhadap pendapatan nasional atau meningkatnya pengeluaran yang
diinginkan, yakni dengan meningkatnya konsumsi, investasi, pengeluaran
pemerintah dan net export (Lipsey et al, 1995).
Berdasarkan Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa kenaikan nilai investasi
pemerintah mengakibatkan pergeseran kurva pengeluaran agregat ke atas, dari
menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan nasional riil dari Y0 ke Y1. Hal
tersebut juga menyebabkan terjadinya peningkatan output.
Gambar 2.1 Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan
Nasional Riil
Secara bahasa, investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu
perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Mankiw (2006)
menjelaskan bahwa baik perusahaan maupun rumah tangga membeli
barang-barang investasi. Perusahaan membeli barang-barang-barang-barang investasi untuk menambah
persediaan modalnya dan mengganti modal yang ada setelah habis pakai.
Salah satu alasan yang bisa meningkatkan investasi adalah inovasi
teknologi. Sebelum menikmati manfaat inovasi, perusahaan dan rumah tangga
harus membayar barang-barang investasi. Penemuan jalan tol tidak bernilai
sampai mobil-mobil diproduksi dan jalur jalan dibuat. Gagasan tentang komputer
tidak produktif sampai computer diproduksi. Jadi, inovasi teknologi akan
meningkatkan investasi (Mankiw, 2006).
2.3 Konstruksi
Well (1986) dalam Suraji (2007) menjelaskan bahwa kata konstruksi
secara umum dipahami sebagai segala bentuk pembuatan/pembangunan
infrastruktur (jalan, jembatan, bendungan, irigasi, gedung, dsb) serta pelaksanaan
pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur. Salah satu sektor ekonomi yang
meliputi unsur perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan operasional berupa
transformasi dari berbagai input material menjadi suatu bentuk konstruksi.
Hendroid (1984) dalam Suraji (2007) menyatakan bahwa industri
konstruksi sangat esensial dalam kontribusinya pada proses pembangunan, dimana
hasil produk industri konstruksi seperti berbagai sarana dan prasarana merupakan
kebutuhan mutlak pada proses pembangunan dan peningkatan kualitas hidup
masyarakat. Industri konstruksi secara luas yang terdiri dari pelaksanaan kegiatan
dilapangan beserta pihak stake holder seperti kontraktor, material supplier, plant
supplier, transport supplier, tenaga kerja, asuransi, dan perbankan dalam suatu
transformasi input menjadi suatu produk akhir yang mana dipergunakan untuk
mengakomodasi kegiatan sosial maupun bisnis dari masyarakat.
Suraji, et al (2007) menyatakan konstruksi Indonesia dapat disederhanakan
dengan cara dikonsepsikan sebagai representasi dari objek (produk), bisnis dan
pelaku yang bergerak pada tingkat mikro, meso, dan makro dalam ranah domestik
maupun global serta terkait dengan beragam pemangku kepentingan.
1. Jenis konstruksi penggunaan, termasuk residential-buildings,
non-residential buildings, industrial buildings, dan heavy construction.
2. Jenis konstruksi produk yang mencakup highrise buildings, lowrise
buildings, dan heavy construction.
3. Jenis konstruksi campuran yang meliputi shopping dan hotels, rumah
kantor, dan rumah toko
4. Jenis konstruksi campuran seperti buildings and housing, infrakstruksur,
dan konstruksi lainnya.
Sektor konstruksi merupakan salah satu andalan yang menggerakkan
perekonomian di masa pemulihan ekonomi, terutama karena sektor ini telah
menyerap tenaga kerja yang banyak. Sektor ini juga mampu memberikan stimulus
melalui efek pengganda, khususnya pembangunan infastruktur bagi
pengembangan sektor-sektor lainnya.
Pentingnya sektor konstruksi bagi ekonomi nasional dapat dilihat dari
beberapa indikator sebagai berikut:
1. Produk Domestik Bruto (PDB).
2. Kontribusi terhadap investasi yang diukur dari pembentukan aset tetap.
3. Jumlah penyerapan tenaga kerja.
Output industri konstruksi sebagian besar merupakan barang investasi
yang diperlukan untuk memproduksi barang, jasa, atau fasilitas seperti :
1. Fasilitas untuk produksi lebih lanjut seperti bangunan pabrik.
2. Pembangunan atau peningkatan infrastruktur ekonomi seperti jalan raya,
3. Investasi sosial seperti rumah sakit dan sekolah.
2.3.1 Infrastruktur
Infrastruktur merupakan prasarana publik primer dalam mendukung
kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan
tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam pemenuhan
infrastruktur atau fasilitas publik, diperlukan investasi yang cukup besar dan
pengembalian investasi dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu,
manajemen operasionalnya juga membutuhkan cost yang tinggi (Ramelan, 1997).
Dari dimensi ekonomi, infrastruktur mencakup infrastruktur transportasi
(jalan, rel, dan pelabuhan), infrastruktur ekonomi (bank, pasar, mal, dan
pertokoan), infrastruktur pertanian (irigasi, bendungan, dan pintu-pintu
pengambilan distribusi air irigasi), serta infrastruktur sosial (bangunan ibadah,
balai pertemuan, dan pelayanan masyarakat). Kemudian infrastruktur kesehatan
(puskesmas, rumah sakit, dan balai kesehatan), infrastruktur energi (pembangkit
listrik dan jaringan listrik), dan infrastruktur telekomunikasi (BTS dan jaringan
telepon). Infrastruktur yang memadai akan memacu pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan rakyat.
2.3.2 Bandar Udara
Pelabuhan udara, bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas
tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandara yang paling
sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar
penerbangan maupun bagi penggunanya. Menurut Annex 14 International Civil
Aviation Organization (2004) bandar udara adalah area tertentu di daratan atau
perairan (termasuk bangunan, instalasi, dan peralatan) yang diperuntukkan baik
secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan, dan
pergerakan pesawat.
Menurut PT. Angkasa Pura I (2008) bandar udara adalah lapangan udara,
termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal
untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat. Pada
masa awal penerbangan, bandara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang
bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin. Pada masa
Perang Dunia I, bandara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya
penggunaan pesawat terbang dan landas pacu yang mulai terlihat seperti sekarang.
Setelah perang, bandara mulai ditambahkan fasilitas komersial untuk melayani
penumpang.
Saat ini, bandara bukan hanya memfasilitasi pergerakan orang dan barang
dari dan menuju suatu tempat tertentu. Lebih dari itu, saat ini berbagai fasilitas
ditambahkan seperti toko-toko, restoran, pusat kebugaran, dan butik-butik merek
ternama apalagi di bandara-bandara baru. Hal tersebut sekaligus membuat bandara
berfungsi untuk pembangunan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup suatu
2.4 Tabel Input-Output
Analisis Tabel Input-Output pertama kali dikembangkan oleh Profesor
Wassily Leontief pada tahun 1930-an. Analisis Input-Output (I-O) dapat
memprediksikan perubahan-perubahan struktur industri dalam perekonomian.
Tabel Input-Output (I-O) merupakan suatu tabel yang menyajikan informasi
transaksi barang dan jasa yang terjadi antarsektor ekonomi dengan bentuk
penyajian berupa matriks. Isian sepanjang baris dalam matriks menunjukkan
bagaimana output suatu sektor ekonomi dialokasikan ke sektor lainnya untuk
memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, sedangkan isian dalam kolom
menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam
proses produksinya.
Meskipun demikian, tabel I-O tidak mampu memberikan informasi tentang
persediaan dan arus barang dan jasa secara rinci menurut komoditi. Informasi
yang dimuat dalam suatu tabel I-O terbatas pada informasi untuk sektor ekonomi,
yang merupakan gabungan dari berbagai kegiatan ekonomi dan komoditi. Hal ini
berarti, tabel I-O bukan merupakan model atau perangkat yang mampu
memberikan informasi secara rinci tentang berbagai stok dan arus barang dan jasa
yang terjadi pada suatu entitas ekonomi.
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan tabel I-O
antara lain :
1. Tabel I-O dapat digunakan untuk memperkirakan dampak permintaan
akhir terhadap output, nilai tambah, penerimaan pajak, impor, dan
2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa
tenaga kerja dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan
substitusinya.
3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan
terhadap pertumbuhan ekonomi, dan sektor-sektor yang peka terhadap
pertumbuhan ekonomi.
4. Memberikan deskripsi mengenai keadaan suatu perekonomian suatu
wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian
wilayah.
5. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasi ke
dalam model melalui perubahan koefisien teknik.
6. Dapat digunakan sebagai bahan untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja
dan modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah.
Sedangkan kelemahan-kelemahan dalam penggunaan tabel I-O adalah
asumsi yang sedikit restriktif, biaya pengumpulan data yang besar, dan
hambatan-hambatan dalam mengembangkan model dinamik. Jika berbagai hambatan-hambatan yang
muncul dapat diatasi dengan baik, maka model I-O merupakan model yang
canggih untuk merencanakan pembangunan ekonomi suatu wilayah secara
2.4.1 Konsep dan Definisi
Daryanto dan Hafizryanda (2010) menjelaskan bahwa dalam membaca
tabel I-O diperlukan pengetahuan-pengetahuan tambahan agar dapat memahami
keseluruhan isinya, berikut diuraikan pengertian-pengertian yang berkaitan
dengan tabel I-O:
a. Output
Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor
produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah
dalam suatu periode waktu tertentu (umumnya satu tahun), tanpa memperhatikan
asal-usul pelaku produksinya.
b. Input Antara
Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa
yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara lain terdiri
dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam
negeri atau impor. Barang tidak tahan lama adalah barang yang habis dalam sekali
pakai, atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari setahun. Contoh dari
input antara adalah bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya.
c. Input Primer
Input primer adalah balas jasa yang diciptakan atau diberikan kepada
faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi. Faktor produksi
antara lain terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal, dan kewiraswastaan. Balas jasa
tersebut berupa upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal, dan pajak
tak langsung neto. Nilai input primer dari suatu sektor akan sama dengan output
d. Permintaan Antara
Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk
memenuhi proses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan
jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam
proses produksi.
e. Permintaan Akhir
Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa yang digunakan
untuk konsumsi akhir. Sesuai dengan pengertian ini maka permintaan akhir tidak
mencakup barang dan jasa yang dgunakan untuk kegiatan produksi. Permintaan
akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi
pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor.
2.4.2 Kerangka Tabel Input-Output
Format dari Tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matriks
berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran
mendeskripsikan suatu hubungan tertentu. Matriks-matriks yang disajikan dalam
tabel I-O dibedakan sesuai dengan sifat dan jenis transaksinya. Untuk
memperjelas gambaran mengenai penyajian tabel I-O, berikut ini diberikan
ilustrasi tabel I-O dalam perekonomian yang terdiri dari n sektor produksi, yaitu
Tabel 2.1 Ilustrasi Tabel Input-Output (3 sektor)
Input Primer Kuadaran III
V1 V2 V3
Kuadaran IV
Jumlah Input X1 X2 X3
Sumber : BPS NTB, 2005
Kuadran pertama menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan
jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi
mengenai saling ketergantungan antarsektor produksi dalam suatu perekonomian.
Dalam analisis I-O, kuadaran ini memiliki peranan yang sangat penting karena
kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam
melakukan proses produksinya.
Kuadran kedua menunjukkan permintaan akhir dan impor, serta
menggambarkan penyediaan barang dan jasa. Penggunaan barang dan jasa bukan
biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan
ekspor.
Kuadran ketiga memperlihatkan pembelian input yang dihasilkan diluar
sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari
pendapatan rumah tangga, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto.
Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto
yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.
Kuadran keempat merupakan kuadran input primer permintaan akhir atau
input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir, dan
menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan
akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Informasi di kuadran
empat ini bukan merupakan tujuan pokok, sehingga dalam penyusunan tabel I-O
seringkali diabaikan.
Pada tabel 2.1, untuk menghasilkan output X1, sektor (1) membutuhkan
input dari sektor (1), (2), dan (3) masing-masing sebesar x11, x21, dan x31. Input
primer yang dibutuhkan sebesar V1. Gambaran di atas menunjukkan bahwa
susunan angka-angka dalam bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang
saling terkait diantara beberapa sektor. Dalam tabel I-O terdapat suatu patokan
yang sangat penting yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah
inputnya.
Jika dibaca menurut kolom, secara umum persamaannya adalah
Dimana:
xij = output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j
F i = permintaan akhir terhadap sektor i
Xi = total output sektor i
Mi = impor produksi i
Vj = input primer sektor j
Xj = total input sektor j
Isian sepanjang baris pada tabel tersebut memperlihatkan komposisi
penyediaan dan permintaan pada suatu sektor. Penyediaan dapat berasal dari
output domestik (Xi) dan impor (Mi) untuk produk sejenis. Sedangkan
permintaannya terdiri dari permintaan antara (Xij) dan permintaan akhir (Fi). Isian
sepanjang kolom tabel menunjukkan susunan input yang digunakan dalam proses
produksi oleh suatu sektor. Input tersebut dari input antara (Xij) dan input primer
(Vi).
2.4.3 Analisis Keterkaitan
Konsep keterkaitan biasanya digunakan sebagai dasar perumusan strategi
pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu sistem
belakang (backward linkage), yang menunjukkan hubungan keterkaitan
antarsektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan
untuk proses produksi. Keterkaitan ke depan (forward linkage) menunjukkan
hubungan keterkaitan antarsektor dalam penjualan terhadap total penjualan output
yang dihasilkannya.
Keterkaitan langsung antarsektor perekonomian dalam pembelian dan
penjualan input antara dapat ditunjukkan oleh koefesien teknis. Oleh karena itu,
keterkaitan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi (Priyarsono et al, 2007):
1. Keterkaitan Langsung ke Depan (Direct Forward Linkage)
Menunjukkan akibat sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang
menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan
permintaan total.
2. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Direct Backward Linkage)
Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang
menyediakan sebagian input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit
kenaikan total.
2.4.4 Analisis Dampak Penyebaran
Analisis dampak penyebaran merupakan pengembangan dari indeks
keterkaitan langsung dan tidak langsung agar indikator antarsektor yang ada dapat
diperbandingkan. Pengembangan tersebut dilakukan dengan cara membandingkan
rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak
seluruh sektor dalam perekonomian. Analisis dampak penyebaran ini dibagi
1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik)
Koefisien ini digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari
pengembangan suatu sektor terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya melalui
mekanisme pasar input. Hal ini berarti, kemampuan suatu sektor untuk
meningkatkan pertumbuhan produksi sektor hulunya.
2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong)
Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor
terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Artinya,
kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor
lain yang memakai output dari sektor ini sebagai inputnya.
2.4.5 Analisis Pengganda (Multiplier)
Analisis multiplier digunakan untuk menghitung dampak yang
ditimbulkan akibat peningkatan atau penurunan variabel suatu sektor terhadap
sektor-sektor lainnya. Berdasarkan analisis multiplier input-output, pendorong
perubahan ekonomi (pendapatan dan tenaga kerja) pada umumnya diasumsikan
sebagai peningkatan penjualan sebesar satu-satuan mata uang kepada permintaan
akhir suatu sektor. Analisis multiplier terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Efek Pengganda Output
Penghitungan efek pengganda (multiplier effect) output dilakukan per unit
perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan
output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan
Leontief menunjukkan total pembelian input, baik langsung maupun tidak
sehingga matriks tersebut mengandung informasi penting tentang struktur
perekonomian, yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor
dalam perekonomian suatu wilayah. Koefisien matriks ini menunjukkan besarnya
perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari
sektor-sektor lain.
b. Efek Pengganda Pendapatan
Efek pengganda (multiplier effect) pendapatan mengukur penerimaan
pendapatan akibat adanya perubahan output dalam suatu perekonomian. Dalam
tabel I-O, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diperoleh
rumah tangga. Pengertian pendapatan disini tidak hanya pendapatan yang
umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tetapi juga deviden
dan bunga bank.
c. Efek Pengganda Tenaga Kerja
Menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan
awal di sisi output. Efek pengganda tenaga kerja tidak diperoleh dari
elemen-elemen dalam tabel I-O, seperti pada multiplier output dan pendapatan karena
dalam tabel I-O tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan
tenaga kerja.
Terdapat dua jenis multiplier, yaitu tipe I dan tipe II. Multiplier I dan II
digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja yang
2.5 Tinjauan Empirik
2.5.1 Penelitian Mengenai Infrastruktur Transportasi dan Bandara
Penelitian mengenai infrastruktur transportasi telah banyak dilakukan,
termasuk didalamnya tentang bandara. Infrastruktur merupakan salah satu
komponen penting penunjuang perekonomian. Beberapa penelitian mengenai
infrastruktur transportasi dan bandara antara lain:
Permana (2009) menganalisis mengenai peranan dan dampak investasi
infrakstruktur terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian ini menggunakan
metode Analisis Input-Output. Hasil analisisnya menyebutkan bahwa infrastruktur
memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih tinggi daripada keterkaitan ke
depannya yang berarti bahwa infrastruktur lebih berperan dalam meningkatkan
output sektor lain untuk digunakan sebagai input dibandingkan dengan
kemampuannya dalam meningkatkan output sektor lain yang menggunakan input
dari infrastruktur. Pertumbuhan investasi pada sektor listrik, gas dan air bersih
memberikan dampak terbesar terhadap perubahan output total, sedangkan sektor
pengangkutan dan komunikasi memberikan dampak terbesar terhadap perubahan
pendapatan dan tenaga kerja total.
Legowo (2009) menganalisis mengenai infrastruktur transportasi,
keterkaitan antarwilayah dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi. Penelitian ini menggunakan berbagai model
ekonometrika seperti Two Stages Least Square (2SLS). Kemudian dilanjutkan
dengan tahap simulasi model persamaan dengan menggunakan prosedur
SIMNLIN. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh nyata investasi
terhadap aktivitas ekonomi di wilayah tersebut dan wilayah sekitarnya.
Keterkaitan antarwilayah secara nyata ditunjukkan di dalam model Infrastruktur
Transportasi JABODETABEK, dengan kombinasi kategori jaringan jalan (jalan
raya, jalan tol, dan jalan rel) dari dua wilayah atau lebih yang mempengaruhi
aktivitas ekonomi tertentu di satu wilayah dan wilayah tetangganya. Investasi tol
di tiap wilayah umumnya menaikkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) di
wilayah-wilayah, kecuali di wilayah Bekasi. Sebaliknya kebijakan investasi jalan raya
menurunkan PDRB di hampir semua wilayah. Demikian pula pada beberapa
simulasi memperlihatkan, dampak pembangunan Jalan Tol (menaikan investasi tol
sebesar 10 persen ) secara signifikan akan menaikkan aktivitas ekonomi (sektor)
perumahan-bangunan di hampir semua wilayah. Sebaliknya kebijakan menaikkan
investasi jalan raya akan menurunkan aktivitas ekonomi perumahan-bangunan
hampir di semua wilayah.
Sari (2011) menganalisis mengenai pengaruh pembangunan infrastruktur
terhadap penurunan kemiskinan di Kabupaten tertinggal. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah Data Panel, Ordinary Least Square (OLS), REM, FEM,
GMM, serta Uji Spesifikasi Model. Penelitian ini menunjukkan bahwa
pembangunan infrastruktur diterapkan Kementrian Pembangunan Daerah
Tertinggal (PDT) pada Kabupaten tertinggal dalam berbagai bidang bantuan.
Infrastruktur transportasi dan energi merupakan infrastruktur yang diprioritaskan
oleh Kementrian PDT. Dampak bantuan dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
jangka menengah dan panjang. Akan tetapi pertumbuhan di Kabupaten tertinggal
masih dinikmati oleh penduduk yang berpendapatan tinggi. Sehingga
Glusac et al (2006) melakukan penelitian yang berjudul “The Economic
Impact of the Detroit Metropolitan Wayne County Airport”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa keberadaan Bandara Detroit ini merupakan hal yang sangat
penting bagi kesehatan pertumbuhan wilayahnya. Bandara tersebut mampu
menciptakan lapangan pekerjaan dan memudahkan akses banyak orang dari dan
menuju Michigan. Lebih dari 36 juta orang datang dan pergi melalui bandara ini.
Selain itu sebanyak 2,9 juta orang datang ke Michigan untuk berlibur dan bekerja.
Keberadaan bandara ini juga sebagai pintu untuk menghubungkan
bandara-bandara lain di daerah Michigan. Akhirnya, berbagai bisnis yang ada di bandara-bandara
menghasilkan penjualan yang menguntungkan bagi ekonomi lokal.
2.6 Kerangka Pemikiran
Infrastruktur merupakan prasarana publik primer dalam mendukung
kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan
tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur
adalah merupakan Public Service Obligation, yaitu sesuatu yang seharusnya
menjadi kewajiban pemerintah (Ramelan, 1997)
Pada Provinsi NTB, pembangunan BIL diharapkan dapat menggerakkan
perekonomian dan dapat meningkatakan PDRB NTB. Hal ini ditujukan untuk
dapat mempermudah akses para pendatang menuju NTB terutama di daerah
Lombok yang daerahnya sangat diminati wisatawan baik asing maupun domestik.
Pembangunan BIL ini sekaligus menunjukkan pentingnya sebuah investasi dalam
pembangunan infrastruktur yang dinilai akan menjadikan Provinsi NTB lebih
Salah satu sektor dalam perekonomian adalah sektor bangunan atau
konstruksi. Sektor ini terbukti memberikan kontribusi yang meningkat tajam
terhadap PDRB dan laju pertumbuhan nilai tambah sejak dijalankannya proyek
pembangunan BIL tahun 2006. Agar sektor ini dapat dikembangkan secara
optimal, maka perlu dilakukan studi tentang keterkaitan BIL yang dilihat dengan
pendekatan sektor bangunan.
Setiap aspek dalam kegiatan ekonomi, akan memiliki dampak tersendiri
bagi setiap bagian yang terkait. Analisis dengan menggunakan Metode
Input-Output digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan tentang seberapa besar
keterkaitan antarsektor, dampak penyebaran, dan pengganda antarsektor bangunan
dengan sektor lainnnya. Semua hasil dari aktivitas perekonomian akan bermuara
pada pembangunan dan pertumbuhan wilayah.
Gambar 2.2 Rincian Analisis Input-Output
2.7 Tahap-tahap Analisis
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data pada Tabel
Input-Output Provinsi NTB tahun 2005. Data yang dianalisis dari Tabel Input-Input-Output
tersebut adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen. Menurut BPS
dalam Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005, tabel transaksi domestik atas
dasar harga produsen adalah tabel transaksi yang menggambarkan besarnya nilai
transaksi barang dan jasa antarsektor ekonomi yang hanya berasal dari produksi
dalam negeri, tanpa dipengaruhi oleh margin perdagangan dan biaya
pengangkutan.
Adapun tahap-tahap analisis pada penelitian ini secara garis besar antara lain:
1. Mengagregasikan sektor-sektor pada tabel transaksi domestik atas dasar
harga produsen. Dalam Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005
klasifikasi 25 sektor kemudian sektor-sektor tersebut diagregasi menjadi tiga
belas sektor. Agregasi menjadi tiga belas sektor dilakukan untuk melihat
dampak penyebaran dan keterkaitan sektor bangunan (bandara) secara
keseluruhan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya.
2. Mengelompokkan sektor-sektor yang telah diagregasi ke dalam tabel di
Microsoft Excel dan memberi nama atau kode sesuai dengan yang tercantum
dalam Tabel Input-Output NTB tahun 2005.
3. Melakukan proses input data dari tabel di Microsoft Excel pada software
IOAP 1.0.1 (Input Output Analysis for Practitioners) untuk kemudian data
diolah oleh software tersebut.
4. Setelah data selesai diolah, selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil
olahan data tersebut.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi NTB, BPS pusat, dan instansi lain
yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang digunakan adalah data Tabel
Input-Output Nusa Tenggara Barat 2005 dengan klasifikasi 25 sektor dan
kemudian diagregasi kedalam 13 sektor. Selain itu digunakan pula data PDRB
NTB dan data-data pendukung lainnya. Referensi studi pustaka diperoleh dari
buku panduan, jurnal, artikel, internet, skripsi, tesis, disertasi, dan sumber-sumber
lainnya.
3.2 Metode Analisis
3.2.1 Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antarsektor.
Keterkaitan ini terdiri dari, keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung
ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, serta keterkaitan
langsung dan tidak langsung ke belakang. Keterkaitan ke depan digunakan untuk
melihat derajat keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output yang
digunakan sebagai input di sektor lain. Keterkaitan ke belakang digunakan untuk
melihat derajat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor lain yang memasok input
1. Keterkaitan Langsung ke Depan
Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu
terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara
langsung per unit kenaikan permintaan total.
Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
Dimana: F (d)i = keterkaitan langsung ke depan sektor i
α
ij = unsur matriks koefisien teknisn = jumlah sektor
2. Keterkaitan Langsung ke Belakang
Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat suatu sektor
tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut
secara langsung per unit kenaikan permintaan total.
Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
Dimana: B (d)j = keterkaitan langsung ke belakang sektor i
α
ij = unsur matriks koefisien teknis3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat
dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi
sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan
permintaan total.
Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
F (d + i)i = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i
α
ij = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka n = jumlah sektor4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan
akibat dari suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan
input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per
unit kenaikan permintaan total.
Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
B (d + i)j = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i
3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran
Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke
belakang belum memadai jika dipakai sebagai landasan pemilihan sektor-sektor
kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena
peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks
tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh
sektor. Analisis ini disebut dengan analisis dampak penyebaran yang dibagi
menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.
1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik)
Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang/daya
menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan
suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme
transaksi pasar input. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu
sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan
mempunyai koefisien penyebaran yang tinggi apabila Pd
j mempunyai nilai lebih
besar dari satu, dan sebaliknya jika nilai Pd
j lebih kecil dari satu. Rumus yang
digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah:
Dimana :
Pdj = koefisien penyebaran sektor j
αij = unsur matriks kebalikan Leontief
2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong)
Konsep kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan/daya
mendorong) berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap
sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga
diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan
produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan
mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sd
i lebih besar dari
satu, dan sebaliknya jika nilai Sd
i lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan
untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah:
Dimana:
Sdj = koefisien penyebaran sektor i
αij = unsur matriks kebalikan Leontief
n = jumlah sektor
3.2.3. Analisis Pengganda (Multiplier)
Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka (αij)
maupun untuk model tertutup (α*ij) dapat ditentukan nilai-nilai dari pengganda
output dan pendapatan rumah tangga berdasarkan rumus yang tercantum dalam
Tabel 3.1. Rumus Pengganda Output dan Pendapatan
Nilai
Pengganda
Output Pendapatan
Efek Awal 1 hi
Efek Putaran Pertama ∑iaij ∑iaij hi
Efek Dukungan Industri ∑iαij -1-∑iaij ∑iαij hi - hi - ∑iaij hi
Efek Induksi Konsumsi ∑iα*ij - ∑iαij ∑iα*ij hi - ∑iαij hi
Efek Total ∑iα*ij ∑iα*ijhi
Efek Lanjutan ∑iα*ij – 1 ∑iα*ij hi - hi
Sumber: Daryanto, 2010
dimana: aij = koefisien output
hi = koefisien pendapatan rumah tangga
αij = matriks kebalikan Leontief terbuka
α*ij = matriks kebalikan Leontief tertutup
Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan
per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan rumah tangga, dan tenaga kerja.
Maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II sebagai
berikut:
Tipe I = efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri
efek awal
Tipe II = efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri + efek konsumsi
efek awal
Koefisien Pendapatan (hi)
Koefisien pendapatan rumah tangga merupakan suatu bilangan yang
diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan
dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
hi = koefisien pendapatan sektor i
Si = jumlah upah dan gaji sektor i
Xi = jumlah output total sektor i
3.3 Analisis Simulasi Investasi
Walaupun dengan menggunakan analisis Input-Output dapat dihitung dan
dianalisis peranan dan dampak sektor bangunan (bandara) terhadap perkonomian
Provinsi NTB tahun 2005, tetapi akan lebih lengkap bila dapat disimulasikan
dengan analisis investasi. Dalam penelitian ini, dilakukan simulasi adanya
investasi untuk melihat dampak pembangunan BIL terhadap perekonomian
Provinsi NTB dalam peningkatan output dan pendapatan rumah tangga.
Investasi yang dikeluarkan PT. AP I, Pemerintah Provinsi NTB, dan
Pemerintah Kabupaten Lombok dalam pembangunan BIL masing-masing sebesar
Rp 796,35 milyar, Rp 110 milyar, dan Rp 40 milyar. Pada simulasi ini nilai
investasi tersebut akan dikalikan dengan nilai efek pengganda yang ada untuk
dapat melihat dampak dari pembangunan BIL terhadap pembentukan nilai tambah
output dan pendapatan rumah tangga. Analisis simulasi investasi ini diperlukan
karena dapat dijadikan pertimbangan untuk mengeluarkan investasi pada
IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB
4.1 Gambaran Umum Wilayah
Provinsi NTB terdiri atas dua pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau
Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32
pulau yang berpenghuni. Luas Provinsi NTB mencapai 20.153,15 km2. Terletak
antara 155º 46’ - 119º 5’ Bujur Timur dan 8º 10’ - 9º 5’ Lintang Selatan dengan
batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa dan Laut Flores
Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
Sebelah Barat : Selat Lombok/Provinsi Bali
Sebelah Timur : Selat Sape/Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 4.1 Peta Wilayah Provinsi NTB
Luas Pulau Sumbawa mencapai 15.414,5 km2 (76,49%) atau 2/3 dari luas
Provinsi NTB, dan luas Pulau Lombok hanya mencapai 1/3 saja. Luas seluruh
terdapat di Kota Mataram, Pulau Lombok. Provinsi NTB terdiri dari 8 kabupaten,
2 kota, yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten
Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima,
Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram dan
Kota Bima. Kabupaten Lombok Utara merupakan kabupaten termuda, yang
mengalami pemekaran dari kabupaten induknya, Lombok Barat, pada tahun 2008.
Kabupaten Lombok Utara yang beribukota di Tanjung memiliki 5 kecamatan dan
33 desa/kelurahan.
Jumlah penduduk Provinsi NTB tahun 2010 sebanyak 4.500.212 jiwa, di
antaranya 70,41 persen tinggal di Pulau Lombok (3.168.692 jiwa). Sementara
sisanya yakni 29,59 persen tinggal di Pulau Sumbawa (1.331.520 jiwa).
Dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2009, penduduk Provinsi
NTB 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 1,49 persen.
Sebagai dampak langsung dari pertambahan penduduk, kepadatan
penduduk di suatu wilayahpun akan meningkat. Kepadatan di Pulau Lombok pada
tahun 2010 telah mencapai 669 jiwa/km2. Adapun di Pulau Sumbawa pada tahun
yang sama kepadatannya hanya 86 jiwa/km2, sedangkan pada tahun 2005
mencapai 82 jiwa/km2, dengan kata lain pada tahun 2010 meningkat 5,08 persen.
Di Pulau Lombok, Kota Mataram merupakan daerah dengan tingkat kepadatan
yang paling tinggi yaitu rata-rata jumlah penduduk per km2 mencapai 6.572 jiwa.
Sedangkan di Pulau Sumbawa terjadi di Kota Bima dengan kepadatan 687 jiwa
4.2 Struktur Ekonomi Provinsi NTB
Dari waktu ke waktu, proses pembangunan ekonomi di suatu daerah akan
mengakibatkan terjadinya pergeseran struktur perekonomian. Struktur
perekonomian dicerminkan oleh kontribusi dari masing-masing sektor terhadap
nilai PDRB. Struktur perekonomian di Provinsi NTB relatif tidak mengalami
pergeseran yang berarti selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan tahun
2010.
Gambar 4.2 Perbandingan Kontribusi Sektor-sektor terhadap PDRB NTB
Perekonomian Provinsi NTB masih didominasi oleh sektor-sektor primer
(sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian) yaitu mencapai 58,81
persen dari total PDRB NTB pada tahun 2005. Sementara pada tahun 2010 sektor
primer masih mendominasi perekonomian Provinsi NTB, akan tetapi
kontribusinya mengalami penurunan menjadi 56,19 persen. Hal tersebut tentunya
didukung oleh peranan dari sektor pertambangan dan penggalian serta sektor
pertanian, di mana dalam lima tahun terakhir masih memberikan nilai tambah
Kelompok sektor kedua yang memberikan kontribusi yang besar adalah
sektor-sektor tersier (sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan
dan komunikasi, sektor lembaga keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan
serta sektor jasa-jasa) pada tahun 2005 memberikan kontribusi sebesar 31,70
persen dari total PDRB NTB, kemudian meningkat menjadi 33,74 persen pada
tahun 2010. Sektor terakhir adalah sektor sekunder (sektor industri; listrik, gas,
dan air bersih; dan sektor bangunan) pada tahun 2005 memberikan kontribusi
sebesar 9,50 persen sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 10,07 persen.
Tabel 4.1 Kontribusi Masing-masing Sektor terhadap Pembentukan PDRB
Provinsi NTB Atas Dasar Harga Berlaku
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010*
1. Pertanian 22,64 22,75 21,42 23,22 21,33 19,89
2. Pertambangan dan Penggalian
36,16 35,34 37,79 30,84 31,10 36,30
Industri Pengolahan 3,38 3,32 3,23 3,63 3,66 3,32
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,39 0,40 0,39 0,44 0,45 0,43
5. Bangunan 5,73 5,77 5,72 6,52 7,04 6,32
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran
11,38 11,84 11,79 13,27 13,69 12,97
7. Pengangkutan dan Komunikasi
7,77 7,82 7,33 7,90 7,45 6,83
8. Bank, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan
3,89 3,99 3,92 4,53 4,61 4,36
9. Jasa-jasa 8,66 8,79 8,40 9,65 10,68 9,58
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BAPPEDA dan BPS Provinsi NTB, 2010
Tahun 2010 sektor primer masih memberikan kontribusi tertinggi
dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain. Sektor primer yang memberikan
pertambangan dan penggalian. Namun dari tahun 2005 sampai 2010 sektor
tersebut memberikan kontribusi yang fluktuatif dibandingkan dengan sektor
lainnya. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2010 sebesar
36,30 persen, hal ini menunjukkan peningkatan dibanding tahun 2009 yang
mencapai 31,10 persen. Sementara sektor pertanian juga memberikan kontribusi
yang cukup besar yaitu 19,89 persen.
Pada sektor-sektor tersier, sektor yang memberikan kontribusi terbesar
pada tahun 2010 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu sebesar
12,97 persen, diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar 9,58 persen sedangkan sektor
tersier lainnya yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor bank, usaha
persewaan dan jasa perusahaan masing-masing sebesar 6,83 persen dan 4,36
persen.
Sektor sekunder memberikan kontribusi terkecil dibandingkan
sektor-sektor primer dan sekunder. Diantara sektor-sektor-sektor-sektor sekunder yang memberikan
kontribusi paling besar adalah sektor bangunan dengan kontribusi sebesar 6,32
persen. Sektor industri pengolahan serta sektor listrik, gas, dan air bersih
masing-masing sebesar 3,32 persen dan 0,43 persen. Melihat distribusi PDRB Provinsi
NTB dari tahun ke tahun, dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2005 sampai
2010 tidak terjadi pergeseran struktur perekonomian yang signifikan, namun pada
tahun 2010 telah terjadi pergeseran kontribusi pada sektor pertambangan dan
4.3 Keberadaan Bandara dalam Perekonomian Provinsi NTB
Provinsi NTB yang selama ini perekonomiannya terlihat sangat
bergantung dengan Provinsi Bali perlahan-lahan telah bangkit. Pertumbuhan
ekonominya terlihat meningkat dengan stabil. Hal ini dapat dilihat dari nilai
PDRB Provinsi NTB yang terus meningkat setiap tahunnya. Di tahun 2008, nilai
PDRB Provinsi NTB atas dasar harga belaku adalah sebesar 35,314 triliun. Di
tahun 2009 meningkat menjadi 43,985 triliun. Kemudian di tahun 2010 nilainya
mencapai 49,362 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian NTB
terus meningkat.
Salah satu dari upaya pembangunan daerah Provinsi NTB adalah dengan
membangun bandara baru di daerah Lombok Tengah yaitu Bandara Internasional
Lombok (BIL). Keberadaan BIL merupakan salah satu kebanggaan Provinsi NTB.
Pembangunan BIL ini diharapkan mampu mendorong masuknya investasi
ekonomi terkait dengan program MP3EI dimana Provinsi NTB terfokus pada
ketahanan pangan nasional dan pariwisata.
Sebelum BIL resmi dioperasikan, bandara utama yang beroperasi di NTB
adalah Bandara Selaparang. Bandara ini terletak di Kota Mataram dan tidak jauh
dengan pusat kota. Jumlah penumpang yang datang ke Bandara Selaparang yang
berdiri di atas lahan seluas 200 hektare ini cenderung meningkat setiap tahun nya
sejak tahun 2006 sampai 2009. Jumlah penumpang yang datang di tahun 2006
sebanyak 437.496 orang. Tahun 2007 jumlahnya naik menjadi 447.466 orang. Di
tahun 2010, jumlah penumpang yang datang sempat turun menjadi 676.889 orang
BIL dioperasikan, peningkatan jumlah penumpang yang datang ke Provinsi NTB
diperkirakan akan terus meningkat.
Tabel 4.2 Banyaknya Pesawat, Penumpang, dan Barang Melalui Bandara Selaparang
Berangkat 6.106 5.618 6.488 6.731 7.066
Jumlah penumpang
(orang)
Datang 437.496 447.466 528.331 703.644 676.889
Berangkat 450.615 467.490 524.855 584.818 701.664
Jumlah barang
(buah)
Bongkar 2.607.053 2.490.345 3.762.780 3.354.366 3.885.597
Muat 1.746.386 1.387.609 1.897.646 1.525.432 2.457.516
Sumber: BPS Provinsi NTB, 2011
Selain jumlah penumpang yang cenderung meningkat setiap tahunnya baik
dilihat dari kedatangan dan keberangkatan, jumlah pesawat yang datang dan
berangkat serta jumlah bongkar dan muat juga cenderung naik setiap tahunnya.
Pada tahun 2006 total jumlah pesawat yang datang dan berangkat dari Bandara
Selaparang masing-masing 6.104 buah dan 6.106 buah. Lalu di tahun 2007
jumlah pesawat yang datang dan berangkat menurun menjadi 5.617 dan 5.618.
Kemudian pada tahun 2008 dan 2009, jumlah pesawat yang datang dari Bandara
Selaparang sebesar 6.511 sedangkan jumlah pesawat yang berangkat di tahun
2008 berjumlah 6.488 dan tahun 2009 sebesar 6.731. Pada tahun 2010, baik
jumlah pesawat yang datang maupun berangkat adalah sebesar 7.066.
Nilai bongkar dan muat yang terjadi di Bandara Selaparang pada tahun
2010 masing-masing adalah sebesar 3.885.597 kg dan 2.457.516 kg. Pada tahun
3.354.366 kg dan nilai muatnya sebesar 1.525.432 kg. Akan tetapi di tahun 2007
nilai bongkar dan muat menurun menjadi 2.490.395 kg dan 1.387.609 kg setelah
sebelumnya di tahun 2006 nilai bongkar dan muat Bandara Selaparang sebesar
2.607.053 kg dan 1.746.386 kg.
Kecenderungan peningkatan aktifitas di Bandara Selaprang ini
menunjukkan bahwa aktifitas yang terjadi dari keberadaan bandara tersebut sangat
mempengaruhi perekonomian NTB. Laju pertumbuhan sektor konstruksi selama
lima tahun terakhir (2005-2009) cenderung mengalami peningkatan. Laju
pertumbuhan tertinggi sektor konstruksi terjadi pada tahun 2009 mencapai 16,74
persen. Hal tersebut disokong oleh adanya pembangunan gedung-gedung
pemerintahan dan pusat perbelanjaan serta adanya pembangunan BIL yang
memasuki tahap perampungan tahun 2009.
Setelah pembangunan BIL selesai, segala aktifitas angkutan udara
dipindahkan dari Bandara Selaparang ke BIL. BIL yang berdiri diatas tanah seluas
551 hektare ini, memliki landas pacu yang lebih besar dan panjang dibandingkan
dengan Bandara Selaparang. Oleh karena itu, BIL diharapkan mampu menampung
lebih banyak jumlah penumpang baik yang datang maupun berangkat dari BIL.
Selain jumlah penumpang, BIL ini mampu menampung jenis pesawat yang lebih
banyak lagi. Hal tersebut menunjukkan bahwa BIL akan mampu menunjang