• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pembangunan Bandara Internasional Lombok terhadap Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Pembangunan Bandara Internasional Lombok terhadap Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

THE IMPACTS OF LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT’S CONSTRUCTION ON THE REGIONAL ECONOMY OF WEST NUSA TENGGARA

By KEN ARDHANA NESWARI

ABSTRACT

Nusa Tenggara Barat (NTB) is one of the provinces that indicate an improvement in its economy. In the last three years the NTB’s Gross Regional Domestic Products (GRDP) indicates improvement annually. The construction of Lombok International Airport (LIA) is one of the efforts to boost NTB’s economy. It was done so that this new airport that was built in Tanak Awu, Central Lombok could accommodate more passengers or visitors who come directly to NTB. This paper analyzes the contribution of LIA to the NTB’s economy. The analytical method used is Input-Output Analysis which is applied in the NTB 2005 Input-Output Table with the 25 sector classification and in which aggregated to the 13 sector classification. LIA is included in the building sector classification approach. This classification causes the results of this paper are not thorough since the impacts caused are actually greater than those caused only by the building sector. In its progress, after LIA was operated, it can evoke other economic sectors besides building. The analysis done includes the linkage analysis, dispersion impact analysis, and multiplier analysis. From the results of the analysis, it can be concluded that the building sector (airport) has greater backward linkage compared to the forward linkage. This indicates that buildings sector (airport) has ability to attract strong growth in the upstream sector. The impact of external shock investment of LIA indicate that the investment potential for increasing output and household incomes province of NTB. To increase the role of the building sector (airport), government should be trying to push production capacity because it is still lacking in providing input for other sectors. Hence the government must be able to overcome various constraint to attract investor to invest in building sector (airport).

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945

(Ramelan, 1997). Peran pemerintah sebagai pengendali pembangunan dalam

mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi

negara Indonesia sangat diperlukan. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu

indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga untuk

menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang.

Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan yang tinggi, infrastruktur

berfungsi sebagai roda penggerak ekonomi. Infrastruktur pembangunan terdiri

atas dua jenis, yaitu infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial (Ramelan et al,

1997). Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur fisik baik yang digunakan dalam

proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dalam

pengertian ini meliputi semua prasarana umum seperti tenaga listrik,

telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, dan sanitasi. Sedangkan

infrastruktur sosial antara lain meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan.

Infrastruktur dapat digolongkan sebagai modal atau kapital. Melalui

karakteristik ini, perluasan infrastruktrur tidak hanya menambah stok dari kapital

tetapi juga sekaligus meningkatkan produktivitas perekonomian dan taraf hidup

masyarakat luas. Bagi negara berkembang, ketersediaan infrastruktur dipandang

sebagai prasyarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu negara bagi

(3)

Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan yang tinggi, infrastruktur

berfungsi sebagai roda penggerak ekonomi. Sebagai contoh, prasarana

perhubungan yang tersebar merata ke seluruh pelosok daerah dengan kualitas

yang semakin meningkat akan mempercepat arus barang, jasa, dan manusia

sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi semakin singkat. Dengan demikian

pembangunan infrastruktur tidak hanya meningkatkan efisiensi dalam

perekonomian, tetapi lebih jauh juga akan mendorong perekonomian melalui

peningkatan produktivitas ekonomi.

Infrastruktur juga memegang peranan yang sangat penting dalam upaya

meningkatkan pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan. Selanjutnya

infrastruktur yang mampu menghubungkan semua wilayah di tanah air juga akan

mempersempit kesenjangan daerah. Untuk menjaga keseimbangan dari segi

kesejahteraan hidup maupun dukungan untuk usaha, pelayanan infrastruktur harus

ditingkatkan dan diperbaiki (Ramelan, 1997).

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi yang

mempunyai potensi ekonomi dalam pertanian dan pariwisata. Potensi tersebut

membuat jumlah orang yang datang ke Provinsi ini meningkat. Kenaikan jumlah

pesawat, penumpang, dan barang yang datang ke Provinsi NTB melalui Bandara

Selaparang sebelumnya membuat pemerintah Provinsi NTB merasa perlu

memajukan daerahnya. Saat ini, fungsi Bandara Selaparang telah digantikan

dengan bandara baru yaitu Bandara Internasional Lombok (BIL). Semua aktivitas

penerbangan dari dan menuju Provinsi NTB telah dipindahkan ke BIL sejak

(4)

Tabel 1.1 Aktivitas Bandara Selaparang

Berangkat 6.106 5.618 6.488 6.731 7.066

Jumlah penumpang

(orang)

Datang 437.496 447.466 528.331 703.644 676.889

Berangkat 450.615 467.490 524.855 584.818 701.664

Sumber: BPS Provinsi NTB, 2011

Aktivitas Bandara Selaparang lima tahun terakhir tergambar pada Tabel

1.1. Jumlah penumpang yang datang ke Provinsi NTB melalui Bandara

Selaparang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009, jumlah

penumpang yang datang mencapai 703.644 orang. Untuk jumlah pesawat yang

datang dan berangkat di Bandara Selaparang juga cenderung meningkat setiap

tahunnya dan pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 7.066 buah.

Pembangunan Bandar Udara Internasional Lombok (BIL) di Dusun

Slanglit, Desa Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah ini, selain karena untuk

alasan keselamatan, juga bertujuan untuk mengembangkan dan menggerakkan

perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). BIL yang pembangunannya

sempat tersendat, kini sudah diresmikan dan mulai beroperasi. Berdiri diatas tanah

seluas 551 hektare dengan landasan pacu 2.750 x 40 meter persegi, sehingga dapat

didarati pesawat Air Bus 330 dan Boeing 767. BIL nantinya diharapkan akan

menjadi pintu masuk investasi dan memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi

bagi perkembangan perekonomian Provinsi NTB. Sektor pariwisata dianggap

paling akan berpengaruh dari pembangunan BIL ini. Peningkatan jumlah

wisatawan yang datang ke Provinsi NTB akan meningkat seiring dengan

(5)

masih asli. Pembangunan BIL ini diharapkan mampu menjadikannya sebagai

poros Lombok yang akan mendatangkan banyak penumpang demi kemajuan

sektor Pariwisata, tenaga kerja, dan perdagangan di wilayah NTB.

Untuk dapat melihat kontribusi sektor bandara selama ini, maka dilakukan

pendekatan dengan melihat kepada sektor bangunan pada nilai Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTB.

Tabel 1.2 Kontribusi Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian Provinsi NTB

2007 2008 2009 2010

Keterangan : *) Angka Sementara Sumber : BPS NTB, 2010

Kontribusi sektor bangunan (bandara) terhadap PDRB Provinsi NTB

meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 kontribusi sektor bangunan

(bandara) terhadap PDRB NTB sebesar Rp 1,248 triliun setelah ditahun

sebelumnya 2007 hanya sebesar Rp 1,148 triliun. Pada tahun 2009 kontribusi

sektor ini pun meningkat sangat tajam menjadi Rp 1,457 triliun. Seperti yang kita

ketahui, bahwa di tahun 2006 adalah peletakkan batu pertama pembangunan BIL

dan di tahun selanjutnya BIL sedang dibangun untuk segera dioperasikan. Di

(6)

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan transportasi di Indonesia yang masih dirasakan selama

2005-2006 adalah (Bappenas, 2007):

1. Terjadinya penurunan kualitas dan keberlanjutan pelayanan infrastruktur

transportasi akibat masih terbatasnya sumberdaya dalam memenuhi

kebutuhan standar pelayanan minimal (SPM) jasa pelayanan prasarana dan

sarana transportasi.

2. Belum optimalnya dukungan infrastruktur dalam peningkatan daya saing

sektor riil dan daya saing jasa transportasi yang mandiri, terutama ditandai

dengan masih belum efisiennya biaya transportasi dalam komponen biaya

produksi maupun biaya pemasaran.

3. Belum berkembangnya peran serta masyarakat dan swasta untuk

berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur transportasi.

4. Masih terbatasnya aksesibilitas pelayanan transportasi dalam mengurangi

kesenjangan antarwilayah, meningkatkan pengembangan wilayah

perbatasan, serta memberikan dukungan dalam penanganan bencana di

berbagai wilayah.

5. Keterbatasan kemampuan penyediaan lahan untuk infrastruktur. Upaya

penyediaan lahan sering menjadi penghambat percepatan pembangunan

infrastruktur. Hal ini tidak semata-mata kurangnya kemampuan

pendanaan, tetapi lebih kepada kepastian hukum.

Pemindahan Bandara Selaparang ke BIL yang pembangunannya dimulai

tahun 2006 mengeluarkan biaya yang sangat besar menimbulkan berbagai

(7)

melakukan pemindahan bandara dan cukup dengan pengembangan bandara yang

sudah ada serta menginvestasikan dana yang tersedia untuk pengembangan

sektor-sektor lain yang ada di Provinsi NTB. Akan tetapi, sebetulnya permasalahan

utama yang dirumuskan oleh Pemerintah Daerah Provinsi NTB saat ini adalah

mengenai ketersediaan infrastruktur yang masih timpang antarwilayah pulau yang

berakibat tidak berkembangnya dayasaing antarwilayah.

Oleh karena itu, untuk dapat mengembangkan sektor-sektor perekonomian

Provinsi NTB lainnya diperlukan sebuah komponen pendukung yaitu

infrastruktur. Pembangunan BIL ini dilakukan mengingat Provinsi NTB memang

masih perlu untuk membuka akses berbagai kawasan strategis maupun kawasan

ekonomis yang potensial memicu dayasaing. Adanya pembangunan BIL tersebut,

maka diharapkan akan dapat menunjang dan mendorong sektor-sektor ekonomi

lainnya di Provinsi NTB.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah-masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana keterkaitan ke depan dan ke belakang serta dampak

penyebaran pembangunan BIL terhadap perekonomian Provinsi NTB?

2. Bagaimana efek pengganda dari pembangunan BIL terhadap output dan

pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB?

3. Bagaimana dampak adanya investasi pembangunan BIL terhadap

pembentukan output dan pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi

(8)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis keterkaitan ke depan dan ke belakang serta dampak

penyebaran pembangunan BIL terhadap perekonomian Provinsi NTB.

2. Menganalisis efek pengganda dari pembangunan BIL terhadap output dan

pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB.

3. Menganalisis dampak yang ditimbulkan dari adanya investasi

pembangunan BIL terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah

tangga di wilayah Provinsi NTB.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin didapat dari penelitian ini diantaranya adalah

sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan

pembangunan infrastruktur khususnya bandara sehingga dapat menunjang

sektor-sektor lain guna meningkatkan perekonomian daerah. Selain itu penelitian ini juga

dapat dijadikan bahan informasi serta rujukan bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Analisis peran BIL dalam penelitian ini difokuskan pada analisis aspek

makroekonomi dengan model Input Output tahun 2005, dengan analisis

menggunakan Microsoft Excel dan IOAP (Input Output Analysis for

Practitioners). Tabel Input Output yang digunakan adalah Tabel Input Output

(9)

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan. Salah satunya adalah

keterbatasan klasifikasi sektor dalam Tabel Input- Output NTB Tahun 2005, maka

untuk melihat pengaruh dari bandara dilakukan pendekatan pada sektor bangunan.

Selain dari keterbatasan klasifikasi sektor, keterbatasan dalam penelitian ini

adalah data yang kurang terbarui. Penelitian ini juga tidak dapat melihat efek

pengganda tenaga kerja dari masing-masing sektor karena keterbatasan data

tenaga kerja sesuai dengan klasifikasi sektor pada tabel input-ouput.

Dampak yang ditimbulkan dari pembangunan BIL pada penelitian ini

masih dilihat sebatas pada sektor bangunan (bandara) terhadap perekonomian.

Dampak yang ditimbulkan dari beroperasinya BIL ini sesungguhnya dapat lebih

besar lagi, terkait dengan berkembangnya sektor-sektor lainnya yang tidak

tergambar dalam penelitian ini terutama sektor angkutan udara yang merupakan

sektor yang paling terintegrasi dengan keberadaan BIL ini. Hal tersebut karena

bangunan sendiri terdiri dari berbagai macam sektor yang mungkin saja justru

sektor bandara lebih memiliki dampak yang besar dibanding dengan sektor

bangunan itu sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa pada Tabel Input-Output

Indonesia Tahun 2005 klasifikasi 175 sektor, sektor bangunan terdiri dari

bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; prasarana pertanian; jalan

jembatan dan pelabuhan; bangunan dan instalasi, listrik, gas dan air bersih dan

komunikasi; serta bangunan lainnya. Selain itu dilihat dari tingkat

pengembaliannya, pada penelitian ini juga belum dihitung keuntungan yang

didapat oleh pihak swasta karena keberadaan BIL tersebut. Oleh karena itu,

nilai-nilai pada hasil penelitian ini masih dapat dikatakan underestimate dari dampak

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pertumbuhan

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan

kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan

jasa. “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam kehidupan

ekonomi semua negara dewasa ini. Setelah hampir setengah abad, perhatian utama

masyarakat perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat

tingkat pertumbuhan pendapatan nasional (Todaro dan Smith, 2003).

Mankiw (2006) menyatakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, para

ekonom menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB), yang mengukur

pendapatan total setiap orang dalam perekonomian. Menurut Todaro dan Smith

(2003), ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap

bangsa, yaitu:

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru

yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya

manusia.

2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah

angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi.

Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses pertumbuhan output ekonomi

jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan (output perkapita untuk

naik) yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut (kekuatan yang

(11)

sementara, atau dengan kata lain bersifat self generating, yang berarti bahwa

proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu kekuatan atau momentum bagi

kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya (Boediono

dalam Norman, 2010). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dalam suatu

perkembangan perekonomian.

Todaro dan Smith (2003) juga menyatakan bahwa secara umum dapat

dikatakan bahwa sumber-sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah

adanya investasi-investasi yang mampu memperbaiki kualitas modal atau

sumberdaya manusia dan fisik, yang selanjutnya berhasil meningkatkan kuantitas

sumberdaya produktif, dan yang bisa menaikkan produktivitas seluruh

sumberdaya melalui penemuan-penemuan baru, inovasi, dan kemajuan teknologi.

2.1.1 Teori Harrod–Domar

Teori Harrod-Domar berusaha menjelaskan bahwa mekanisme

perekonomian adalah mengandalakan investasi demi mempercepat pertumbuhan

ekonomi. Setiap perekonomian harus senantiasa mencadangkan atau menabung

sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau

menggantikan barang-barang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang

telah susut atau rusak (Todaro dan Smith, 2003). Namun untuk memacu

pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto

terhadap cadangan atau stok modal (capital stock).

Harrod-Domar berpandangan bahwa tabungan dan investasi merupakan

(12)

adalah bagian dalam jumlah tertentu (s) dari pendapatan nasional (Y). Maka dapat

dituliskan sebagai berikut :

S = sY………..(1)

Lalu investasi neto (I) didefinisikan sebagai perubahan dari stok modal (K)

yang dapat diwakili oleh ∆K, dapat dituliskan sebagai berikut:

I = ∆K………..(2)

Akan tetapi, karena jumlah stok modal (K) mempunyai hubungan

langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output (Y), seperti telah

ditunjukkan oleh rasio modal-output (k) maka:

K/Y = k atau ∆K/∆Y = k

atau

∆K = k∆Y………(3)

Lalu mengingat tabungan neto (S) harus sama dengan investasi neto (I),

maka persamaan berikutnya dapat ditulis sebagai berikut:

S = I………..(4)

Jika melihat pada persamaan (1) S = sY, persamaan (2) I = ∆K, dan

persamaan (3) ∆K = k∆Y. Maka diketahui bahwa:

I = ∆K = k∆Y

Dengan demikian dapat dituliskan bahwa:

S = sY = k∆Y = ∆K = I ………..(5)

Dan apabila diringkas menjadi sebagai berikut:

(13)

Teori Harrod-Domar secara jelas menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan

GNP (∆Y/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional (s),

serta rasio modal output nasional (k).

2.1.2 Teori Pertumbuhan Solow

Todaro dan Smith (2003) menyatakan bahwa pijakan berikutnya bagi

argumen pasar bebas neoklasik adalah keyakinan bahwasanya liberalisasi

pasar-pasar nasional akan merangsang investasi, baik itu investasi domestik maupun

luar negeri, sehingga dengan sendirinya akan memacu tingkat akumulasi modal.

Bila diukur berdasarkan satuan tingkat pertumbuhan GNP, hal tersebut sama

dengan penambahan tingkat tabungan domestik yang pada gilirannya akan

meningkatkan rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratios) dan pendapatan per

kapita negara-negara berkembang yang pada umumnya miskin modal.

Mankiw (2006) menyatakan model pertumbuhan Solow dirancang untuk

menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan

kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian serta bagaimana

pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan.

Model pertumbuhan Solow merupakan pilar yang sangat memberi

kontribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik. Todaro dan Smith (2003)

menyatakan bahwa pada intinya, model ini merupakan pengembangan dari

formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja,

serta memperkenalkan variabel independen ketiga, yakni teknologi ke dalam

persamaan pertumbuhan. Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu

(14)

Dalam bentuknya yang lebih formal, model pertumbuhan Solow memakai

fungsi produksi agregat standar, yakni:

Y = Kα (AL) 1-α

Dimana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal

manusia, L adalah tenaga kerja dan A adalah produktivitas tenaga kerja, yang

pertumbuhannya ditentukan secara eksogen.

2.2 Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Produk Domestik Bruto (PDB) sering dianggap sebagai ukuran terbaik

dari kinerja perekonomian. Tujuan PDB adalah meringakas aktivitas ekonomi

dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Ada dua cara yang

dilakukan untuk melihat nilai PDB, salah satunya adalah sebagai pengeluaran total

atas output barang dan jasa perekonomian. Dalam Tabel Input-Output, nilai

investasi termasuk dalam permintaan akhir, yang didapat dari penjumlahan antara

pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Pengeluaran agregat menunjukkan

besarnya output yang digunakan pada suatu negara, komponen pengeluaran

agregat terdiri dari Konsumsi (C), Investasi (I), Pengeluaran Pemerintah (G), dan

Net ekspor (X-M). Peningkatan pengeluaran yang terjadi bisa disebabkan karena

respon terhadap pendapatan nasional atau meningkatnya pengeluaran yang

diinginkan, yakni dengan meningkatnya konsumsi, investasi, pengeluaran

pemerintah dan net export (Lipsey et al, 1995).

Berdasarkan Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa kenaikan nilai investasi

pemerintah mengakibatkan pergeseran kurva pengeluaran agregat ke atas, dari

(15)

menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan nasional riil dari Y0 ke Y1. Hal

tersebut juga menyebabkan terjadinya peningkatan output.

Gambar 2.1 Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan

Nasional Riil

Secara bahasa, investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu

perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Mankiw (2006)

menjelaskan bahwa baik perusahaan maupun rumah tangga membeli

barang-barang investasi. Perusahaan membeli barang-barang-barang-barang investasi untuk menambah

persediaan modalnya dan mengganti modal yang ada setelah habis pakai.

Salah satu alasan yang bisa meningkatkan investasi adalah inovasi

teknologi. Sebelum menikmati manfaat inovasi, perusahaan dan rumah tangga

harus membayar barang-barang investasi. Penemuan jalan tol tidak bernilai

sampai mobil-mobil diproduksi dan jalur jalan dibuat. Gagasan tentang komputer

(16)

tidak produktif sampai computer diproduksi. Jadi, inovasi teknologi akan

meningkatkan investasi (Mankiw, 2006).

2.3 Konstruksi

Well (1986) dalam Suraji (2007) menjelaskan bahwa kata konstruksi

secara umum dipahami sebagai segala bentuk pembuatan/pembangunan

infrastruktur (jalan, jembatan, bendungan, irigasi, gedung, dsb) serta pelaksanaan

pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur. Salah satu sektor ekonomi yang

meliputi unsur perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan operasional berupa

transformasi dari berbagai input material menjadi suatu bentuk konstruksi.

Hendroid (1984) dalam Suraji (2007) menyatakan bahwa industri

konstruksi sangat esensial dalam kontribusinya pada proses pembangunan, dimana

hasil produk industri konstruksi seperti berbagai sarana dan prasarana merupakan

kebutuhan mutlak pada proses pembangunan dan peningkatan kualitas hidup

masyarakat. Industri konstruksi secara luas yang terdiri dari pelaksanaan kegiatan

dilapangan beserta pihak stake holder seperti kontraktor, material supplier, plant

supplier, transport supplier, tenaga kerja, asuransi, dan perbankan dalam suatu

transformasi input menjadi suatu produk akhir yang mana dipergunakan untuk

mengakomodasi kegiatan sosial maupun bisnis dari masyarakat.

Suraji, et al (2007) menyatakan konstruksi Indonesia dapat disederhanakan

dengan cara dikonsepsikan sebagai representasi dari objek (produk), bisnis dan

pelaku yang bergerak pada tingkat mikro, meso, dan makro dalam ranah domestik

maupun global serta terkait dengan beragam pemangku kepentingan.

(17)

1. Jenis konstruksi penggunaan, termasuk residential-buildings,

non-residential buildings, industrial buildings, dan heavy construction.

2. Jenis konstruksi produk yang mencakup highrise buildings, lowrise

buildings, dan heavy construction.

3. Jenis konstruksi campuran yang meliputi shopping dan hotels, rumah

kantor, dan rumah toko

4. Jenis konstruksi campuran seperti buildings and housing, infrakstruksur,

dan konstruksi lainnya.

Sektor konstruksi merupakan salah satu andalan yang menggerakkan

perekonomian di masa pemulihan ekonomi, terutama karena sektor ini telah

menyerap tenaga kerja yang banyak. Sektor ini juga mampu memberikan stimulus

melalui efek pengganda, khususnya pembangunan infastruktur bagi

pengembangan sektor-sektor lainnya.

Pentingnya sektor konstruksi bagi ekonomi nasional dapat dilihat dari

beberapa indikator sebagai berikut:

1. Produk Domestik Bruto (PDB).

2. Kontribusi terhadap investasi yang diukur dari pembentukan aset tetap.

3. Jumlah penyerapan tenaga kerja.

Output industri konstruksi sebagian besar merupakan barang investasi

yang diperlukan untuk memproduksi barang, jasa, atau fasilitas seperti :

1. Fasilitas untuk produksi lebih lanjut seperti bangunan pabrik.

2. Pembangunan atau peningkatan infrastruktur ekonomi seperti jalan raya,

(18)

3. Investasi sosial seperti rumah sakit dan sekolah.

2.3.1 Infrastruktur

Infrastruktur merupakan prasarana publik primer dalam mendukung

kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan

tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam pemenuhan

infrastruktur atau fasilitas publik, diperlukan investasi yang cukup besar dan

pengembalian investasi dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu,

manajemen operasionalnya juga membutuhkan cost yang tinggi (Ramelan, 1997).

Dari dimensi ekonomi, infrastruktur mencakup infrastruktur transportasi

(jalan, rel, dan pelabuhan), infrastruktur ekonomi (bank, pasar, mal, dan

pertokoan), infrastruktur pertanian (irigasi, bendungan, dan pintu-pintu

pengambilan distribusi air irigasi), serta infrastruktur sosial (bangunan ibadah,

balai pertemuan, dan pelayanan masyarakat). Kemudian infrastruktur kesehatan

(puskesmas, rumah sakit, dan balai kesehatan), infrastruktur energi (pembangkit

listrik dan jaringan listrik), dan infrastruktur telekomunikasi (BTS dan jaringan

telepon). Infrastruktur yang memadai akan memacu pertumbuhan ekonomi dan

peningkatan kesejahteraan rakyat.

2.3.2 Bandar Udara

Pelabuhan udara, bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas

tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandara yang paling

sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar

(19)

penerbangan maupun bagi penggunanya. Menurut Annex 14 International Civil

Aviation Organization (2004) bandar udara adalah area tertentu di daratan atau

perairan (termasuk bangunan, instalasi, dan peralatan) yang diperuntukkan baik

secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan, dan

pergerakan pesawat.

Menurut PT. Angkasa Pura I (2008) bandar udara adalah lapangan udara,

termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal

untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat. Pada

masa awal penerbangan, bandara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang

bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin. Pada masa

Perang Dunia I, bandara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya

penggunaan pesawat terbang dan landas pacu yang mulai terlihat seperti sekarang.

Setelah perang, bandara mulai ditambahkan fasilitas komersial untuk melayani

penumpang.

Saat ini, bandara bukan hanya memfasilitasi pergerakan orang dan barang

dari dan menuju suatu tempat tertentu. Lebih dari itu, saat ini berbagai fasilitas

ditambahkan seperti toko-toko, restoran, pusat kebugaran, dan butik-butik merek

ternama apalagi di bandara-bandara baru. Hal tersebut sekaligus membuat bandara

berfungsi untuk pembangunan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup suatu

(20)

2.4 Tabel Input-Output

Analisis Tabel Input-Output pertama kali dikembangkan oleh Profesor

Wassily Leontief pada tahun 1930-an. Analisis Input-Output (I-O) dapat

memprediksikan perubahan-perubahan struktur industri dalam perekonomian.

Tabel Input-Output (I-O) merupakan suatu tabel yang menyajikan informasi

transaksi barang dan jasa yang terjadi antarsektor ekonomi dengan bentuk

penyajian berupa matriks. Isian sepanjang baris dalam matriks menunjukkan

bagaimana output suatu sektor ekonomi dialokasikan ke sektor lainnya untuk

memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, sedangkan isian dalam kolom

menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam

proses produksinya.

Meskipun demikian, tabel I-O tidak mampu memberikan informasi tentang

persediaan dan arus barang dan jasa secara rinci menurut komoditi. Informasi

yang dimuat dalam suatu tabel I-O terbatas pada informasi untuk sektor ekonomi,

yang merupakan gabungan dari berbagai kegiatan ekonomi dan komoditi. Hal ini

berarti, tabel I-O bukan merupakan model atau perangkat yang mampu

memberikan informasi secara rinci tentang berbagai stok dan arus barang dan jasa

yang terjadi pada suatu entitas ekonomi.

Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan tabel I-O

antara lain :

1. Tabel I-O dapat digunakan untuk memperkirakan dampak permintaan

akhir terhadap output, nilai tambah, penerimaan pajak, impor, dan

(21)

2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa

tenaga kerja dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan

substitusinya.

3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan

terhadap pertumbuhan ekonomi, dan sektor-sektor yang peka terhadap

pertumbuhan ekonomi.

4. Memberikan deskripsi mengenai keadaan suatu perekonomian suatu

wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian

wilayah.

5. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasi ke

dalam model melalui perubahan koefisien teknik.

6. Dapat digunakan sebagai bahan untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja

dan modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah.

Sedangkan kelemahan-kelemahan dalam penggunaan tabel I-O adalah

asumsi yang sedikit restriktif, biaya pengumpulan data yang besar, dan

hambatan-hambatan dalam mengembangkan model dinamik. Jika berbagai hambatan-hambatan yang

muncul dapat diatasi dengan baik, maka model I-O merupakan model yang

canggih untuk merencanakan pembangunan ekonomi suatu wilayah secara

(22)

2.4.1 Konsep dan Definisi

Daryanto dan Hafizryanda (2010) menjelaskan bahwa dalam membaca

tabel I-O diperlukan pengetahuan-pengetahuan tambahan agar dapat memahami

keseluruhan isinya, berikut diuraikan pengertian-pengertian yang berkaitan

dengan tabel I-O:

a. Output

Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor

produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah

dalam suatu periode waktu tertentu (umumnya satu tahun), tanpa memperhatikan

asal-usul pelaku produksinya.

b. Input Antara

Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa

yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara lain terdiri

dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam

negeri atau impor. Barang tidak tahan lama adalah barang yang habis dalam sekali

pakai, atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari setahun. Contoh dari

input antara adalah bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya.

c. Input Primer

Input primer adalah balas jasa yang diciptakan atau diberikan kepada

faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi. Faktor produksi

antara lain terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal, dan kewiraswastaan. Balas jasa

tersebut berupa upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal, dan pajak

tak langsung neto. Nilai input primer dari suatu sektor akan sama dengan output

(23)

d. Permintaan Antara

Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk

memenuhi proses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan

jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam

proses produksi.

e. Permintaan Akhir

Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa yang digunakan

untuk konsumsi akhir. Sesuai dengan pengertian ini maka permintaan akhir tidak

mencakup barang dan jasa yang dgunakan untuk kegiatan produksi. Permintaan

akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi

pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor.

2.4.2 Kerangka Tabel Input-Output

Format dari Tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matriks

berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran

mendeskripsikan suatu hubungan tertentu. Matriks-matriks yang disajikan dalam

tabel I-O dibedakan sesuai dengan sifat dan jenis transaksinya. Untuk

memperjelas gambaran mengenai penyajian tabel I-O, berikut ini diberikan

ilustrasi tabel I-O dalam perekonomian yang terdiri dari n sektor produksi, yaitu

(24)

Tabel 2.1 Ilustrasi Tabel Input-Output (3 sektor)

Input Primer Kuadaran III

V1 V2 V3

Kuadaran IV

Jumlah Input X1 X2 X3

Sumber : BPS NTB, 2005

Kuadran pertama menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan

jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi

mengenai saling ketergantungan antarsektor produksi dalam suatu perekonomian.

Dalam analisis I-O, kuadaran ini memiliki peranan yang sangat penting karena

kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam

melakukan proses produksinya.

Kuadran kedua menunjukkan permintaan akhir dan impor, serta

menggambarkan penyediaan barang dan jasa. Penggunaan barang dan jasa bukan

(25)

biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan

ekspor.

Kuadran ketiga memperlihatkan pembelian input yang dihasilkan diluar

sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari

pendapatan rumah tangga, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto.

Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto

yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.

Kuadran keempat merupakan kuadran input primer permintaan akhir atau

input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir, dan

menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan

akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Informasi di kuadran

empat ini bukan merupakan tujuan pokok, sehingga dalam penyusunan tabel I-O

seringkali diabaikan.

Pada tabel 2.1, untuk menghasilkan output X1, sektor (1) membutuhkan

input dari sektor (1), (2), dan (3) masing-masing sebesar x11, x21, dan x31. Input

primer yang dibutuhkan sebesar V1. Gambaran di atas menunjukkan bahwa

susunan angka-angka dalam bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang

saling terkait diantara beberapa sektor. Dalam tabel I-O terdapat suatu patokan

yang sangat penting yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah

inputnya.

(26)

Jika dibaca menurut kolom, secara umum persamaannya adalah

Dimana:

xij = output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j

F i = permintaan akhir terhadap sektor i

Xi = total output sektor i

Mi = impor produksi i

Vj = input primer sektor j

Xj = total input sektor j

Isian sepanjang baris pada tabel tersebut memperlihatkan komposisi

penyediaan dan permintaan pada suatu sektor. Penyediaan dapat berasal dari

output domestik (Xi) dan impor (Mi) untuk produk sejenis. Sedangkan

permintaannya terdiri dari permintaan antara (Xij) dan permintaan akhir (Fi). Isian

sepanjang kolom tabel menunjukkan susunan input yang digunakan dalam proses

produksi oleh suatu sektor. Input tersebut dari input antara (Xij) dan input primer

(Vi).

2.4.3 Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan biasanya digunakan sebagai dasar perumusan strategi

pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu sistem

(27)

belakang (backward linkage), yang menunjukkan hubungan keterkaitan

antarsektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan

untuk proses produksi. Keterkaitan ke depan (forward linkage) menunjukkan

hubungan keterkaitan antarsektor dalam penjualan terhadap total penjualan output

yang dihasilkannya.

Keterkaitan langsung antarsektor perekonomian dalam pembelian dan

penjualan input antara dapat ditunjukkan oleh koefesien teknis. Oleh karena itu,

keterkaitan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi (Priyarsono et al, 2007):

1. Keterkaitan Langsung ke Depan (Direct Forward Linkage)

Menunjukkan akibat sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang

menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan

permintaan total.

2. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Direct Backward Linkage)

Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang

menyediakan sebagian input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit

kenaikan total.

2.4.4 Analisis Dampak Penyebaran

Analisis dampak penyebaran merupakan pengembangan dari indeks

keterkaitan langsung dan tidak langsung agar indikator antarsektor yang ada dapat

diperbandingkan. Pengembangan tersebut dilakukan dengan cara membandingkan

rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak

seluruh sektor dalam perekonomian. Analisis dampak penyebaran ini dibagi

(28)

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik)

Koefisien ini digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari

pengembangan suatu sektor terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya melalui

mekanisme pasar input. Hal ini berarti, kemampuan suatu sektor untuk

meningkatkan pertumbuhan produksi sektor hulunya.

2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong)

Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor

terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Artinya,

kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor

lain yang memakai output dari sektor ini sebagai inputnya.

2.4.5 Analisis Pengganda (Multiplier)

Analisis multiplier digunakan untuk menghitung dampak yang

ditimbulkan akibat peningkatan atau penurunan variabel suatu sektor terhadap

sektor-sektor lainnya. Berdasarkan analisis multiplier input-output, pendorong

perubahan ekonomi (pendapatan dan tenaga kerja) pada umumnya diasumsikan

sebagai peningkatan penjualan sebesar satu-satuan mata uang kepada permintaan

akhir suatu sektor. Analisis multiplier terbagi menjadi tiga, yaitu:

a. Efek Pengganda Output

Penghitungan efek pengganda (multiplier effect) output dilakukan per unit

perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan

output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan

Leontief menunjukkan total pembelian input, baik langsung maupun tidak

(29)

sehingga matriks tersebut mengandung informasi penting tentang struktur

perekonomian, yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor

dalam perekonomian suatu wilayah. Koefisien matriks ini menunjukkan besarnya

perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari

sektor-sektor lain.

b. Efek Pengganda Pendapatan

Efek pengganda (multiplier effect) pendapatan mengukur penerimaan

pendapatan akibat adanya perubahan output dalam suatu perekonomian. Dalam

tabel I-O, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diperoleh

rumah tangga. Pengertian pendapatan disini tidak hanya pendapatan yang

umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tetapi juga deviden

dan bunga bank.

c. Efek Pengganda Tenaga Kerja

Menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan

awal di sisi output. Efek pengganda tenaga kerja tidak diperoleh dari

elemen-elemen dalam tabel I-O, seperti pada multiplier output dan pendapatan karena

dalam tabel I-O tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan

tenaga kerja.

Terdapat dua jenis multiplier, yaitu tipe I dan tipe II. Multiplier I dan II

digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja yang

(30)

2.5 Tinjauan Empirik

2.5.1 Penelitian Mengenai Infrastruktur Transportasi dan Bandara

Penelitian mengenai infrastruktur transportasi telah banyak dilakukan,

termasuk didalamnya tentang bandara. Infrastruktur merupakan salah satu

komponen penting penunjuang perekonomian. Beberapa penelitian mengenai

infrastruktur transportasi dan bandara antara lain:

Permana (2009) menganalisis mengenai peranan dan dampak investasi

infrakstruktur terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian ini menggunakan

metode Analisis Input-Output. Hasil analisisnya menyebutkan bahwa infrastruktur

memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih tinggi daripada keterkaitan ke

depannya yang berarti bahwa infrastruktur lebih berperan dalam meningkatkan

output sektor lain untuk digunakan sebagai input dibandingkan dengan

kemampuannya dalam meningkatkan output sektor lain yang menggunakan input

dari infrastruktur. Pertumbuhan investasi pada sektor listrik, gas dan air bersih

memberikan dampak terbesar terhadap perubahan output total, sedangkan sektor

pengangkutan dan komunikasi memberikan dampak terbesar terhadap perubahan

pendapatan dan tenaga kerja total.

Legowo (2009) menganalisis mengenai infrastruktur transportasi,

keterkaitan antarwilayah dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Jakarta, Bogor,

Depok, Tangerang dan Bekasi. Penelitian ini menggunakan berbagai model

ekonometrika seperti Two Stages Least Square (2SLS). Kemudian dilanjutkan

dengan tahap simulasi model persamaan dengan menggunakan prosedur

SIMNLIN. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh nyata investasi

(31)

terhadap aktivitas ekonomi di wilayah tersebut dan wilayah sekitarnya.

Keterkaitan antarwilayah secara nyata ditunjukkan di dalam model Infrastruktur

Transportasi JABODETABEK, dengan kombinasi kategori jaringan jalan (jalan

raya, jalan tol, dan jalan rel) dari dua wilayah atau lebih yang mempengaruhi

aktivitas ekonomi tertentu di satu wilayah dan wilayah tetangganya. Investasi tol

di tiap wilayah umumnya menaikkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) di

wilayah-wilayah, kecuali di wilayah Bekasi. Sebaliknya kebijakan investasi jalan raya

menurunkan PDRB di hampir semua wilayah. Demikian pula pada beberapa

simulasi memperlihatkan, dampak pembangunan Jalan Tol (menaikan investasi tol

sebesar 10 persen ) secara signifikan akan menaikkan aktivitas ekonomi (sektor)

perumahan-bangunan di hampir semua wilayah. Sebaliknya kebijakan menaikkan

investasi jalan raya akan menurunkan aktivitas ekonomi perumahan-bangunan

hampir di semua wilayah.

Sari (2011) menganalisis mengenai pengaruh pembangunan infrastruktur

terhadap penurunan kemiskinan di Kabupaten tertinggal. Metode yang digunakan

pada penelitian ini adalah Data Panel, Ordinary Least Square (OLS), REM, FEM,

GMM, serta Uji Spesifikasi Model. Penelitian ini menunjukkan bahwa

pembangunan infrastruktur diterapkan Kementrian Pembangunan Daerah

Tertinggal (PDT) pada Kabupaten tertinggal dalam berbagai bidang bantuan.

Infrastruktur transportasi dan energi merupakan infrastruktur yang diprioritaskan

oleh Kementrian PDT. Dampak bantuan dapat dirasakan oleh masyarakat dalam

jangka menengah dan panjang. Akan tetapi pertumbuhan di Kabupaten tertinggal

masih dinikmati oleh penduduk yang berpendapatan tinggi. Sehingga

(32)

Glusac et al (2006) melakukan penelitian yang berjudul “The Economic

Impact of the Detroit Metropolitan Wayne County Airport”. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa keberadaan Bandara Detroit ini merupakan hal yang sangat

penting bagi kesehatan pertumbuhan wilayahnya. Bandara tersebut mampu

menciptakan lapangan pekerjaan dan memudahkan akses banyak orang dari dan

menuju Michigan. Lebih dari 36 juta orang datang dan pergi melalui bandara ini.

Selain itu sebanyak 2,9 juta orang datang ke Michigan untuk berlibur dan bekerja.

Keberadaan bandara ini juga sebagai pintu untuk menghubungkan

bandara-bandara lain di daerah Michigan. Akhirnya, berbagai bisnis yang ada di bandara-bandara

menghasilkan penjualan yang menguntungkan bagi ekonomi lokal.

2.6 Kerangka Pemikiran

Infrastruktur merupakan prasarana publik primer dalam mendukung

kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan

tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur

adalah merupakan Public Service Obligation, yaitu sesuatu yang seharusnya

menjadi kewajiban pemerintah (Ramelan, 1997)

Pada Provinsi NTB, pembangunan BIL diharapkan dapat menggerakkan

perekonomian dan dapat meningkatakan PDRB NTB. Hal ini ditujukan untuk

dapat mempermudah akses para pendatang menuju NTB terutama di daerah

Lombok yang daerahnya sangat diminati wisatawan baik asing maupun domestik.

Pembangunan BIL ini sekaligus menunjukkan pentingnya sebuah investasi dalam

pembangunan infrastruktur yang dinilai akan menjadikan Provinsi NTB lebih

(33)

Salah satu sektor dalam perekonomian adalah sektor bangunan atau

konstruksi. Sektor ini terbukti memberikan kontribusi yang meningkat tajam

terhadap PDRB dan laju pertumbuhan nilai tambah sejak dijalankannya proyek

pembangunan BIL tahun 2006. Agar sektor ini dapat dikembangkan secara

optimal, maka perlu dilakukan studi tentang keterkaitan BIL yang dilihat dengan

pendekatan sektor bangunan.

Setiap aspek dalam kegiatan ekonomi, akan memiliki dampak tersendiri

bagi setiap bagian yang terkait. Analisis dengan menggunakan Metode

Input-Output digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan tentang seberapa besar

keterkaitan antarsektor, dampak penyebaran, dan pengganda antarsektor bangunan

dengan sektor lainnnya. Semua hasil dari aktivitas perekonomian akan bermuara

pada pembangunan dan pertumbuhan wilayah.

Gambar 2.2 Rincian Analisis Input-Output

2.7 Tahap-tahap Analisis

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data pada Tabel

Input-Output Provinsi NTB tahun 2005. Data yang dianalisis dari Tabel Input-Input-Output

tersebut adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen. Menurut BPS

(34)

dalam Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005, tabel transaksi domestik atas

dasar harga produsen adalah tabel transaksi yang menggambarkan besarnya nilai

transaksi barang dan jasa antarsektor ekonomi yang hanya berasal dari produksi

dalam negeri, tanpa dipengaruhi oleh margin perdagangan dan biaya

pengangkutan.

Adapun tahap-tahap analisis pada penelitian ini secara garis besar antara lain:

1. Mengagregasikan sektor-sektor pada tabel transaksi domestik atas dasar

harga produsen. Dalam Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005

klasifikasi 25 sektor kemudian sektor-sektor tersebut diagregasi menjadi tiga

belas sektor. Agregasi menjadi tiga belas sektor dilakukan untuk melihat

dampak penyebaran dan keterkaitan sektor bangunan (bandara) secara

keseluruhan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya.

2. Mengelompokkan sektor-sektor yang telah diagregasi ke dalam tabel di

Microsoft Excel dan memberi nama atau kode sesuai dengan yang tercantum

dalam Tabel Input-Output NTB tahun 2005.

3. Melakukan proses input data dari tabel di Microsoft Excel pada software

IOAP 1.0.1 (Input Output Analysis for Practitioners) untuk kemudian data

diolah oleh software tersebut.

4. Setelah data selesai diolah, selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil

olahan data tersebut.

(35)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang

diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi NTB, BPS pusat, dan instansi lain

yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang digunakan adalah data Tabel

Input-Output Nusa Tenggara Barat 2005 dengan klasifikasi 25 sektor dan

kemudian diagregasi kedalam 13 sektor. Selain itu digunakan pula data PDRB

NTB dan data-data pendukung lainnya. Referensi studi pustaka diperoleh dari

buku panduan, jurnal, artikel, internet, skripsi, tesis, disertasi, dan sumber-sumber

lainnya.

3.2 Metode Analisis

3.2.1 Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antarsektor.

Keterkaitan ini terdiri dari, keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung

ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, serta keterkaitan

langsung dan tidak langsung ke belakang. Keterkaitan ke depan digunakan untuk

melihat derajat keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output yang

digunakan sebagai input di sektor lain. Keterkaitan ke belakang digunakan untuk

melihat derajat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor lain yang memasok input

(36)

1. Keterkaitan Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu

terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara

langsung per unit kenaikan permintaan total.

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:  F (d)i   =  keterkaitan langsung ke depan sektor i

α

ij  =  unsur matriks koefisien teknis

n = jumlah sektor

2. Keterkaitan Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat suatu sektor

tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut

secara langsung per unit kenaikan permintaan total.

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:  B (d)j  =  keterkaitan langsung ke belakang sektor i

   

α

ij    = unsur matriks koefisien teknis

(37)

3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat

dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi

sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan

permintaan total.

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:   

F (d + i)i  =  keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i

α

ij     = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka n = jumlah sektor

4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan

akibat dari suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan

input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per

unit kenaikan permintaan total.

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:        

 Dimana: 

B (d + i)j  =  keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i 

(38)

3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke

belakang belum memadai jika dipakai sebagai landasan pemilihan sektor-sektor

kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena

peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks

tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh

sektor. Analisis ini disebut dengan analisis dampak penyebaran yang dibagi

menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik)

Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang/daya

menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan

suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme

transaksi pasar input. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu

sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan

mempunyai koefisien penyebaran yang tinggi apabila Pd

j mempunyai nilai lebih

besar dari satu, dan sebaliknya jika nilai Pd

j lebih kecil dari satu. Rumus yang

digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah:

Dimana :

Pdj = koefisien penyebaran sektor j

 αij  = unsur matriks kebalikan Leontief

(39)

2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong)

Konsep kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan/daya

mendorong) berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap

sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga

diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan

produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan

mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sd

i lebih besar dari

satu, dan sebaliknya jika nilai Sd

i lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan

untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah:

 

Dimana:

Sdj = koefisien penyebaran sektor i

 αij  = unsur matriks kebalikan Leontief

n = jumlah sektor

3.2.3. Analisis Pengganda (Multiplier)

Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka (αij)

maupun untuk model tertutup (α*ij) dapat ditentukan nilai-nilai dari pengganda

output dan pendapatan rumah tangga berdasarkan rumus yang tercantum dalam

(40)

Tabel 3.1. Rumus Pengganda Output dan Pendapatan

Nilai

Pengganda

Output Pendapatan

Efek Awal 1 hi

Efek Putaran Pertama ∑iaij ∑iaij hi

Efek Dukungan Industri ∑iαij -1-∑iaij ∑iαij hi - hi - ∑iaij hi

Efek Induksi Konsumsi ∑iα*ij - ∑iαij ∑iα*ij hi - ∑iαij hi

Efek Total ∑iα*ij ∑iα*ijhi

Efek Lanjutan ∑iα*ij – 1 ∑iα*ij hi - hi

Sumber: Daryanto, 2010

dimana: aij = koefisien output

hi = koefisien pendapatan rumah tangga

αij = matriks kebalikan Leontief terbuka

α*ij = matriks kebalikan Leontief tertutup

Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan

per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan rumah tangga, dan tenaga kerja.

Maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II sebagai

berikut:

Tipe I = efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri

efek awal

Tipe II = efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri + efek konsumsi

efek awal

Koefisien Pendapatan (hi)

Koefisien pendapatan rumah tangga merupakan suatu bilangan yang

(41)

diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan

dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:

hi = koefisien pendapatan sektor i

Si = jumlah upah dan gaji sektor i

Xi = jumlah output total sektor i

3.3 Analisis Simulasi Investasi

Walaupun dengan menggunakan analisis Input-Output dapat dihitung dan

dianalisis peranan dan dampak sektor bangunan (bandara) terhadap perkonomian

Provinsi NTB tahun 2005, tetapi akan lebih lengkap bila dapat disimulasikan

dengan analisis investasi. Dalam penelitian ini, dilakukan simulasi adanya

investasi untuk melihat dampak pembangunan BIL terhadap perekonomian

Provinsi NTB dalam peningkatan output dan pendapatan rumah tangga.

Investasi yang dikeluarkan PT. AP I, Pemerintah Provinsi NTB, dan

Pemerintah Kabupaten Lombok dalam pembangunan BIL masing-masing sebesar

Rp 796,35 milyar, Rp 110 milyar, dan Rp 40 milyar. Pada simulasi ini nilai

investasi tersebut akan dikalikan dengan nilai efek pengganda yang ada untuk

dapat melihat dampak dari pembangunan BIL terhadap pembentukan nilai tambah

output dan pendapatan rumah tangga. Analisis simulasi investasi ini diperlukan

karena dapat dijadikan pertimbangan untuk mengeluarkan investasi pada

(42)

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB

4.1 Gambaran Umum Wilayah

Provinsi NTB terdiri atas dua pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau

Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32

pulau yang berpenghuni. Luas Provinsi NTB mencapai 20.153,15 km2. Terletak

antara 155º 46’ - 119º 5’ Bujur Timur dan 8º 10’ - 9º 5’ Lintang Selatan dengan

batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : Laut Jawa dan Laut Flores

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Barat : Selat Lombok/Provinsi Bali

Sebelah Timur : Selat Sape/Provinsi Nusa Tenggara Timur

Gambar 4.1 Peta Wilayah Provinsi NTB

Luas Pulau Sumbawa mencapai 15.414,5 km2 (76,49%) atau 2/3 dari luas

Provinsi NTB, dan luas Pulau Lombok hanya mencapai 1/3 saja. Luas seluruh

(43)

terdapat di Kota Mataram, Pulau Lombok. Provinsi NTB terdiri dari 8 kabupaten,

2 kota, yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten

Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima,

Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram dan

Kota Bima. Kabupaten Lombok Utara merupakan kabupaten termuda, yang

mengalami pemekaran dari kabupaten induknya, Lombok Barat, pada tahun 2008.

Kabupaten Lombok Utara yang beribukota di Tanjung memiliki 5 kecamatan dan

33 desa/kelurahan.

Jumlah penduduk Provinsi NTB tahun 2010 sebanyak 4.500.212 jiwa, di

antaranya 70,41 persen tinggal di Pulau Lombok (3.168.692 jiwa). Sementara

sisanya yakni 29,59 persen tinggal di Pulau Sumbawa (1.331.520 jiwa).

Dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2009, penduduk Provinsi

NTB 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 1,49 persen.

Sebagai dampak langsung dari pertambahan penduduk, kepadatan

penduduk di suatu wilayahpun akan meningkat. Kepadatan di Pulau Lombok pada

tahun 2010 telah mencapai 669 jiwa/km2. Adapun di Pulau Sumbawa pada tahun

yang sama kepadatannya hanya 86 jiwa/km2, sedangkan pada tahun 2005

mencapai 82 jiwa/km2, dengan kata lain pada tahun 2010 meningkat 5,08 persen.

Di Pulau Lombok, Kota Mataram merupakan daerah dengan tingkat kepadatan

yang paling tinggi yaitu rata-rata jumlah penduduk per km2 mencapai 6.572 jiwa.

Sedangkan di Pulau Sumbawa terjadi di Kota Bima dengan kepadatan 687 jiwa

(44)

4.2 Struktur Ekonomi Provinsi NTB

Dari waktu ke waktu, proses pembangunan ekonomi di suatu daerah akan

mengakibatkan terjadinya pergeseran struktur perekonomian. Struktur

perekonomian dicerminkan oleh kontribusi dari masing-masing sektor terhadap

nilai PDRB. Struktur perekonomian di Provinsi NTB relatif tidak mengalami

pergeseran yang berarti selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan tahun

2010.

Gambar 4.2 Perbandingan Kontribusi Sektor-sektor terhadap PDRB NTB

Perekonomian Provinsi NTB masih didominasi oleh sektor-sektor primer

(sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian) yaitu mencapai 58,81

persen dari total PDRB NTB pada tahun 2005. Sementara pada tahun 2010 sektor

primer masih mendominasi perekonomian Provinsi NTB, akan tetapi

kontribusinya mengalami penurunan menjadi 56,19 persen. Hal tersebut tentunya

didukung oleh peranan dari sektor pertambangan dan penggalian serta sektor

pertanian, di mana dalam lima tahun terakhir masih memberikan nilai tambah

(45)

Kelompok sektor kedua yang memberikan kontribusi yang besar adalah

sektor-sektor tersier (sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan

dan komunikasi, sektor lembaga keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan

serta sektor jasa-jasa) pada tahun 2005 memberikan kontribusi sebesar 31,70

persen dari total PDRB NTB, kemudian meningkat menjadi 33,74 persen pada

tahun 2010. Sektor terakhir adalah sektor sekunder (sektor industri; listrik, gas,

dan air bersih; dan sektor bangunan) pada tahun 2005 memberikan kontribusi

sebesar 9,50 persen sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 10,07 persen.

Tabel 4.1 Kontribusi Masing-masing Sektor terhadap Pembentukan PDRB

Provinsi NTB Atas Dasar Harga Berlaku

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010*

1. Pertanian 22,64 22,75 21,42 23,22 21,33 19,89

2. Pertambangan dan Penggalian

36,16 35,34 37,79 30,84 31,10 36,30

Industri Pengolahan 3,38 3,32 3,23 3,63 3,66 3,32

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

0,39 0,40 0,39 0,44 0,45 0,43

5. Bangunan 5,73 5,77 5,72 6,52 7,04 6,32

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

11,38 11,84 11,79 13,27 13,69 12,97

7. Pengangkutan dan Komunikasi

7,77 7,82 7,33 7,90 7,45 6,83

8. Bank, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan

3,89 3,99 3,92 4,53 4,61 4,36

9. Jasa-jasa 8,66 8,79 8,40 9,65 10,68 9,58

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BAPPEDA dan BPS Provinsi NTB, 2010

Tahun 2010 sektor primer masih memberikan kontribusi tertinggi

dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain. Sektor primer yang memberikan

(46)

pertambangan dan penggalian. Namun dari tahun 2005 sampai 2010 sektor

tersebut memberikan kontribusi yang fluktuatif dibandingkan dengan sektor

lainnya. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2010 sebesar

36,30 persen, hal ini menunjukkan peningkatan dibanding tahun 2009 yang

mencapai 31,10 persen. Sementara sektor pertanian juga memberikan kontribusi

yang cukup besar yaitu 19,89 persen.

Pada sektor-sektor tersier, sektor yang memberikan kontribusi terbesar

pada tahun 2010 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu sebesar

12,97 persen, diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar 9,58 persen sedangkan sektor

tersier lainnya yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor bank, usaha

persewaan dan jasa perusahaan masing-masing sebesar 6,83 persen dan 4,36

persen.

Sektor sekunder memberikan kontribusi terkecil dibandingkan

sektor-sektor primer dan sekunder. Diantara sektor-sektor-sektor-sektor sekunder yang memberikan

kontribusi paling besar adalah sektor bangunan dengan kontribusi sebesar 6,32

persen. Sektor industri pengolahan serta sektor listrik, gas, dan air bersih

masing-masing sebesar 3,32 persen dan 0,43 persen. Melihat distribusi PDRB Provinsi

NTB dari tahun ke tahun, dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2005 sampai

2010 tidak terjadi pergeseran struktur perekonomian yang signifikan, namun pada

tahun 2010 telah terjadi pergeseran kontribusi pada sektor pertambangan dan

(47)

4.3 Keberadaan Bandara dalam Perekonomian Provinsi NTB

Provinsi NTB yang selama ini perekonomiannya terlihat sangat

bergantung dengan Provinsi Bali perlahan-lahan telah bangkit. Pertumbuhan

ekonominya terlihat meningkat dengan stabil. Hal ini dapat dilihat dari nilai

PDRB Provinsi NTB yang terus meningkat setiap tahunnya. Di tahun 2008, nilai

PDRB Provinsi NTB atas dasar harga belaku adalah sebesar 35,314 triliun. Di

tahun 2009 meningkat menjadi 43,985 triliun. Kemudian di tahun 2010 nilainya

mencapai 49,362 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian NTB

terus meningkat.

Salah satu dari upaya pembangunan daerah Provinsi NTB adalah dengan

membangun bandara baru di daerah Lombok Tengah yaitu Bandara Internasional

Lombok (BIL). Keberadaan BIL merupakan salah satu kebanggaan Provinsi NTB.

Pembangunan BIL ini diharapkan mampu mendorong masuknya investasi

ekonomi terkait dengan program MP3EI dimana Provinsi NTB terfokus pada

ketahanan pangan nasional dan pariwisata.

Sebelum BIL resmi dioperasikan, bandara utama yang beroperasi di NTB

adalah Bandara Selaparang. Bandara ini terletak di Kota Mataram dan tidak jauh

dengan pusat kota. Jumlah penumpang yang datang ke Bandara Selaparang yang

berdiri di atas lahan seluas 200 hektare ini cenderung meningkat setiap tahun nya

sejak tahun 2006 sampai 2009. Jumlah penumpang yang datang di tahun 2006

sebanyak 437.496 orang. Tahun 2007 jumlahnya naik menjadi 447.466 orang. Di

tahun 2010, jumlah penumpang yang datang sempat turun menjadi 676.889 orang

(48)

BIL dioperasikan, peningkatan jumlah penumpang yang datang ke Provinsi NTB

diperkirakan akan terus meningkat.

Tabel 4.2 Banyaknya Pesawat, Penumpang, dan Barang Melalui Bandara Selaparang

Berangkat 6.106 5.618 6.488 6.731 7.066

Jumlah penumpang

(orang)

Datang 437.496 447.466 528.331 703.644 676.889

Berangkat 450.615 467.490 524.855 584.818 701.664

Jumlah barang

(buah)

Bongkar 2.607.053 2.490.345 3.762.780 3.354.366 3.885.597

Muat 1.746.386 1.387.609 1.897.646 1.525.432 2.457.516

Sumber: BPS Provinsi NTB, 2011

Selain jumlah penumpang yang cenderung meningkat setiap tahunnya baik

dilihat dari kedatangan dan keberangkatan, jumlah pesawat yang datang dan

berangkat serta jumlah bongkar dan muat juga cenderung naik setiap tahunnya.

Pada tahun 2006 total jumlah pesawat yang datang dan berangkat dari Bandara

Selaparang masing-masing 6.104 buah dan 6.106 buah. Lalu di tahun 2007

jumlah pesawat yang datang dan berangkat menurun menjadi 5.617 dan 5.618.

Kemudian pada tahun 2008 dan 2009, jumlah pesawat yang datang dari Bandara

Selaparang sebesar 6.511 sedangkan jumlah pesawat yang berangkat di tahun

2008 berjumlah 6.488 dan tahun 2009 sebesar 6.731. Pada tahun 2010, baik

jumlah pesawat yang datang maupun berangkat adalah sebesar 7.066.

Nilai bongkar dan muat yang terjadi di Bandara Selaparang pada tahun

2010 masing-masing adalah sebesar 3.885.597 kg dan 2.457.516 kg. Pada tahun

(49)

3.354.366 kg dan nilai muatnya sebesar 1.525.432 kg. Akan tetapi di tahun 2007

nilai bongkar dan muat menurun menjadi 2.490.395 kg dan 1.387.609 kg setelah

sebelumnya di tahun 2006 nilai bongkar dan muat Bandara Selaparang sebesar

2.607.053 kg dan 1.746.386 kg.

Kecenderungan peningkatan aktifitas di Bandara Selaprang ini

menunjukkan bahwa aktifitas yang terjadi dari keberadaan bandara tersebut sangat

mempengaruhi perekonomian NTB. Laju pertumbuhan sektor konstruksi selama

lima tahun terakhir (2005-2009) cenderung mengalami peningkatan. Laju

pertumbuhan tertinggi sektor konstruksi terjadi pada tahun 2009 mencapai 16,74

persen. Hal tersebut disokong oleh adanya pembangunan gedung-gedung

pemerintahan dan pusat perbelanjaan serta adanya pembangunan BIL yang

memasuki tahap perampungan tahun 2009.

Setelah pembangunan BIL selesai, segala aktifitas angkutan udara

dipindahkan dari Bandara Selaparang ke BIL. BIL yang berdiri diatas tanah seluas

551 hektare ini, memliki landas pacu yang lebih besar dan panjang dibandingkan

dengan Bandara Selaparang. Oleh karena itu, BIL diharapkan mampu menampung

lebih banyak jumlah penumpang baik yang datang maupun berangkat dari BIL.

Selain jumlah penumpang, BIL ini mampu menampung jenis pesawat yang lebih

banyak lagi. Hal tersebut menunjukkan bahwa BIL akan mampu menunjang

Gambar

Gambar 2.1 Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan
Tabel 2.1 Ilustrasi Tabel Input-Output (3 sektor)
Tabel 3.1.  Rumus Pengganda Output dan Pendapatan
Gambar 4.2 Perbandingan Kontribusi Sektor-sektor terhadap PDRB NTB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dampak tidak langsung investasi sektor pertanian terhadap pembentukan output sektor lainnya relatif cukup besar, terutama lebih banyak berpengaruh terhadap sektor- sektor

Berdasarkan hasil analisis input output dengan menggunakan tabel input output Provinsi Jawa Timur tahun 2010 yang di agregasi menjadi klasifikasi 9 sektor perekonomian,

Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan suatu wilayah dalam meningkatkan output ekonomi dari suatu waktu ke waktu

(1) Dalam hal suami istri yang memiliki anak, ayah dengan anak, dan ibu dengan anak tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), maka

Model dan Tabel Input Output dengan metode RAS digunakan untuk mengetahui bagaimana kontribusi komoditas kopi jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain, keterkaitan sektor

Peristiwa Kependudukan, antara lain perubahan alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status Orang Asing Tinggal Terbatas menjadi

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan

Menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output suatu sektor melalui mekanisme penggunaan input produksi. Keterkaitan yang terjadi yaitu jika terjadi