• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Nilem untuk Pengembangan Budidaya Ikan Nilem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Nilem untuk Pengembangan Budidaya Ikan Nilem"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

DESI LESTARI. Evaluasi Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Nilem untuk Pengembangan Budidaya Ikan Nilem. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan ODANG CARMAN.

Ikan nilem adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak dikembangkan di daerah Tasikmalaya. Produktivitas ikan nilem cenderung menurun setiap tahun. Pengelolaan sistem rekrutmen ikan nilem yang tidak terarah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas genetik Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi ikan nilem yang berkelanjutan, perlu didukung program perbaikan genetik stok yang unggul. Perbaikan mutu genetik berhubungan erat dengan tingkat keragaman genetik yang akan terekspresikan dalam fenotipe sehingga informasi keragaman genetik menjadi salah satu dasar kegiatan dalam melakukan program pemuliaan ikan. Materi uji yang digunakan antara lain nilem hijau dan nilem were. Truebreed nilem hijau diperoleh dengan cara pemijahan buatan antar ikan nilem hijau dan dilakukan pengukuran morfometrik untuk mendapatkan nilai heritabilitas. Pengukuran truss morfometrik dilakukan pada ketiga populasi ikan. Koefisien keragaman fenotipe morfometrik berkisar antara 0,06-0,27 dan 0,03-0,49 untuk nilem hijau dan nilem were secara berturut-turut. Hubungan interpopulasi berdasarkan kemiripan karakter dari nilem hijau dan keturunannya (truebreed) mencapai 43,25% sedangkan kemiripan karakter dari nilem hijau dengan nilem were adalah 26,37%. Berdasarkan uji MANOVA, karakter pembeda antara nilem hijau dan nilem were adalah rasio jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung serta rasio jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung. Nilai heritabilitas yang diperoleh pada nilem hijau berkisar antara 0,02-6,79%. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk memperbaiki kualitas genetik populasi nilem dalam pengembangan budidaya ikan nilem diperlukan usaha seperti program seleksi famili maupun hibridisasi.

(2)

ABSTRACT

DESI LESTARI. Evaluation phenotypic diversity of truss morphometric nilem for nilem aquaculture development. Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI and ODANG CARMAN.

Nilem is one of the freshwater fish commodities that are widely developed in Tasikmalaya. Productivity of nilem is decreasing every year. Effort to maintain and enhance fish production nilem sustainable, should be supported by the genetically superior stock programme improvement. Genetic improvement of quality is closely linked to the level of genetic diversity to be expressed in the phenotype so that the information of genetic diversity is one of the basic aspect in conducting breeding programs. Material used in this experimental were green-nilem and were-green-nilem. Truebreed green-green-nilem obtained by induced spawning and measured to get heritability value. Truss morphometric measurements performed on three populations. Variability coefficient ranged from 0.06 to 0.27 and 0.03 to 0.49 in green-nilem and were-nilem respectively. Interpopulation relation based on similarities between green-nilem population and their offspring (truebreed) reach 43.25%, while the similarity of green-nilem and were-nilem is 26.37%. Based on the MANOVA test, the distinguish character of green-nilem and were-nilem are the distance ratio between the starting point of the anal fin to the end point of the dorsal fin and also the distance ratio between the bottom of the pectoral fins to the midpoint between the head and dorsal fin. On the other hand, heritability value of green-nilem ranged from 0.02% to 6.79%. This indicates that genetic improvement of existing nilem population for nilem culture development can be achieved by family selection and hybridization programme.

(3)

I.

PENDAHULUAN

Ikan nilem adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak dikembangkan di daerah Tasikmalaya. Ikan nilem ini mempunyai cita rasa yang sangat spesifik dan gurih dibanding ikan air tawar lainnya. Produk ikan nilem memiliki nilai ekonomis yang tinggi, misalnya dalam bentuk produk olahan baby fish (Subagja et al. 2006) sehingga potensial untuk dikembangkan.

Budidaya ikan nilem di Indonesia belum dilaksanakan secara intensif. Sistem pemeliharaannya bersifat sampingan dari hasil budidaya secara polikultur bersama ikan air tawar jenis lainnya, misalnya ikan mas, nila, mujaer, atau gurame, sehingga produksinya masih relatif rendah. Menurut Subagja et al.

(2006), produksi ikan nilem cenderung mengalami penurunan setiap tahun. Pengelolaan sistem rekrutmen atau peremajaan ikan nilem hijau yang tidak terarah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas genetik yang mempengaruhi gene

pool ikan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk memperbaiki

kualitas genetik ikan nilem sehingga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ikan nilem.

Ikan nilem yang ditemukan di daerah Jawa Barat meliputi empat spesies yaitu nilem hijau (Osteochilus hasselti; Lampiran 1a), nilem were (Labiobarbus

sp.; Lampiran 1b) nilem merah (Osteochilus sp.), dan nilem “beureum panon”

(Puntius orphoides). Ikan nilem yang banyak dikembangkan dalam budidaya

ekstensif maupun semi intensif adalah jenis ikan nilem hijau. Menurut Mulyasari (2010), hubungan kekerabatan antara keempat jenis ikan nilem di Jawa Barat yang paling dekat adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem merah, sedangkan ikan nilem were dan nilem “beureum panon” menunjukkan perbedaan genetik yang paling jauh. Dalam hal ini, ikan nilem hijau memiliki keragaman genetik yang paling rendah, sedangkan ikan nilem were memiliki keragaman genetik yang paling tinggi. Berdasarkan informasi tersebut, maka diperlukan pengembangan budidaya ikan nilem hijau yang lebih baik untuk meningkatkan keragaman genetik dan pemanfaatan ikan nilem were sebagai salah satu sumber genetik yang unggul.

(4)

2 nilem jenis lainnya sehingga diduga potensial dapat digunakan sebagai sumber genetik untuk memperbaiki produksi nilem secara regional (Mulyasari 2010). Perbedaan jarak genetik dan potensi ragam genetik diduga terpengaruh oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan yang sudah berlangsung lama serta akibat penghanyutan gen (genetic drift) dalam sistem rekrutmen induk yang jumlahnya terbatas. Keterbatasan jumlah induk yang digunakan dalam budidaya ikan nilem memungkinkan terjadinya penurunan karakter fenotipe (Gusrina 2002). Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keragaman genetik pada ikan nilem berkaitan dengan kualitas induk yang digunakan dalam kegiatan budidaya. Induk yang memiliki keragaman genetik yang tinggi diharapkan mampu menghasilkan benih yang memiliki kualitas unggul, seperti laju pertumbuhan tinggi, daya tahan terhadap penyakit tinggi, kelangsungan hidup tinggi, dan lain-lain.

Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi ikan nilem yang berkelanjutan, perlu didukung program perbaikan genetik stok yang unggul secara genetik. Perbaikan mutu genetik berhubungan erat dengan tingkat keragaman genetik yang akan terekspresikan dalam fenotipe sehingga informasi keragaman genetik menjadi salah satu dasar kegiatan dalam melakukan program pemuliaan ikan. Informasi keragaman genetik telah dilakukan oleh Mulyasari (2010) secara molekuler dan analisis fenotipe morfometrik. Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan sedangkan analisis fenotipe morfometrik dipengaruhi oleh genetik, lingkungan, dan interaksi genetik dengan lingkungan (Tave 1999). Untuk mengetahui sejauh mana faktor lingkungan mempengaruhi fenotipe morfometrik maka diperlukan suatu evaluasi keragaman genetik melalui nilai heritabilitas. Nilai ini akan menjadi dasar dalam program pemuliaan yang harus dilakukan untuk pengembangan budidaya ikan nilem.

(5)

II. METODOLOGI

2.1 Materi Uji

Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot betina 335,75+92,80 g dan bobot jantan 243,75+7,5 g. Sedangkan induk ikan nilem were diperoleh dari wilayah Tasikmalaya (Jawa Barat) berjumlah 13 ekor dengan bobot betina 140+12,25 g dan bobot jantan 111,17+8,23 g. Sebelum dilakukan pemijahan buatan, ikan jantan dan betina dipelihara secara terpisah selama 30 hari dalam 2 bak terpal berukuran 3 m x 1 m x 0,6 m yang berbeda dan diberi pakan pelet terapung dengan kadar protein 30% secara restriction dengan feeding rate 3% serta pakan tambahan berupa Azolla pinnata.

2.2 Prosedur Penelitian

2.2.1 Pemijahan Buatan Ikan Nilem Hijau

Kegiatan pemijahan penting dilakukan untuk mendapatkan truebreed

nilem hijau (HH). Truebreed nilem hijau merupakan keturunan hasil perkawinan antar nilem hijau. Truebreed dipelihara hingga berumur 40 hari dalam lingkungan terkontrol dan dilakukan pengukuran fenotipe morfometrik yang dibandingkan dengan fenotipe morfometrik induk nilem hijau untuk mendapatkan nilai heritabilitas.

Induk diberok selama tiga hari sebelum dipijahkan. Pemberokan jantan dan betina dilakukan pada akuarium percobaan berukuran 80 cm x 40 cm x 30 cm. Kemudian dilakukan perangsangan pematangan gonad dengan penyuntikan secara

a) b)

(6)

4

intramuscular di bagian punggung menggunakan ovaprim sebanyak 2 kali

berjarak waktu 6 jam. Dosis ovaprim yang digunakan adalah 0,5 ml/kg untuk induk betina, dan 0,3 ml/kg untuk induk jantan. Selanjutnya dilakukan pengurutan

(stripping) untuk mengeluarkan sperma pada ikan jantan dan sel telur pada ikan

betina setelah 4 jam dari penyuntikan kedua. Stripping ikan jantan dilakukan lebih dulu sebelum pengurutan induk betina. Sperma hasil stripping dimasukkan ke dalam syringe yang berisi larutan fisiologis (NaCl 0,9%) lalu dicampur dengan sel telur dalam wadah dan diaduk dengan bulu ayam. Setelah itu, ditambahkan air untuk mengaktifkan sperma, diaduk kembali dan didiamkan selama satu menit sehingga terjadi pembuahan. Sperma yang masih tersisa dalam wadah dibuang.

2.2.2 Penetasan Telur

Telur yang telah dibuahi dengan sperma selanjutnya ditebar dalam akuarium berukuran 80 cm x 40 cm x 30 cm yang sudah diisi air dengan volume 64 L dan diaerasi sebelumnya serta diberi bahan kimia el baju 0,02 ppm untuk mencegah tumbuhnya jamur, kemudian diinkubasi hingga telur menetas. Telur menetas menjadi larva selama 24 jam pada suhu 25-270C.

2.2.3 Pemeliharaan Larva

Pada kehidupan awal larva, kuning telur merupakan sumber energinya yang akan diserap habis kira-kira selama 96 jam. Larva ikan diberi pakan berupa kuning telur selama 6 hari yang diberikan sebanyak 3 kali sehari. Selanjutnya larva diberi pakan berupa cacing rambut selama 15 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian ransum pakan buatan. Pakan diberikan secara at satiation.

Setelah 40 hari pemeliharaan dilakukan pengukuran fenotipe masing-masing 30 sampel dalam 2 kali ulangan. Ikan nilem ditebar dalam akuarium dengan padat tebar 20 ekor/L.

2.3 Parameter Uji

2.3.1 Koefisien Keragaman

(7)

5 Keterangan :

CV = koefisien keragaman SD = simpangan baku

= rata-rata

2.3.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were

Hubungan interpopulasi digunakan untuk mengukur kemiripan karakter dari nilem hijau dan nilem were berdasarkan jenis ikan dan karakter fenotipe morfometrik. Parameter ini dianalisis secara hirarki berdasarkan derajat kemiripan dalam grafik dendogram.

2.3.3 Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati meliputi Total Amonia Nitrogen (TAN), oksigen terlarut, derajat keasaman (pH) dan suhu. Pemantauan suhu dilakukan setiap hari sedangkan parameter lainnya diukur pada awal dan akhir percobaan.

2.3.4 TrussMorfometrik

Karakterisasi truss morfometrik dilakukan pada truebreed nilem hijau berumur 40 hari, induk nilem hijau dan induk nilem were, yaitu dengan melakukan pengukuran panjang jarak yang menghubungkan titik-titik truss pada bagian tubuh yang sudah dipetakan menggunakan penggaris. Setiap karakter truss morfometrik pada pengukuran ini dibagi dengan panjang standar ikan. Tubuh ikan dipetakan menjadi 4 bagian (A, B, C, D), yaitu kepala, badan bagian depan dan badan bagian belakang, serta ekor, dan terdapat 10 titik truss (Gambar 2) yaitu : 1) sirip dada, 2) mulut, 3) sirip perut, 4) insang, 5) sirip pangkal anal, 6) sirip pangkal punggung, 7) sirip ujung anal, 8) sirip ujung punggung, 9) sirip bawah pangkal ekor, dan 10) sirip atas pangkal ekor. Setelah masing-masing truss di seluruh badan ikan dihubungkan maka akan diperoleh 21 karakter truss morfometrik yang dapat menggambarkan keragaman antara ikan nilem hijau dan nilem were.

CV SD

(8)

6 Gambar 2 Truss morfometrik ikan nilem (Mulyasari 2010).

Keterangan :

A1 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik akhir sirip perut A2 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik di ujung mulut

A3 : Jarak antara titik di ujung mulut dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung

A4 : Jarak antara titik tengah antara kepala dan sirip punggung dengan titik akhir sirip perut

A5 : Jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut

A6 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung

B1 : Jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik awal sirip anal

B3 : Jarak antara titik tengah antara kepala dan sirip punggung dengan titik awal sirip punggung

B4 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik awal sirip anal

B5 : Jarak antara titik awal sirip anal dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung

B6 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip perut C1 : Jarak antara titik awal sirip anal dan titik akhir sirip anal

C3 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung C4 : Jarak antara titik akhir sirip punggung dengan titik akhir sirip anal C5 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal sirip punggung C6 : Jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung D1 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal bawah sirip ekor D3 : Jarak antara titik akhir sirip punggung dengan titik awal atas sirip ekor D4 : Jarak antara titik awal atas sirip ekor dengan titik awal bawah sirip ekor D5 : Jarak antara titik awal bawah sirip ekor dengan titik akhir sirip punggung D6 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal atas sirip ekor

(9)

7

2.3.5 Heritabilitas

Heritabilitas adalah keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Teknik yang digunakan untuk mengukur heritabilitas adalah melalui regresi anak-tetua (parents-offspring

regression). Anak (benih) menjadi pembanding dengan hanya satu tetua, maka

yang digunakan yaitu (Tave 1992) :

Keterangan :

h2 = heritabilitas b = koefisien nilai regresi

2.4 Analisis Data

Data penelitian dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007, Minitab 14, dan analisis MANOVA (Levene’s Test) pada selang kepercayaan 95% menggunakan program SPSS 16.0.

(10)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Fenotipe morfometrik

(11)

9

3.1.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were

Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau yang digambarkan dalam bentuk dendogram menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan

truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar

4). Hubungan interpopulasi berdasarkan kemiripan karakter dari nilem hijau dan

truebreed nilem hijau (HH) mencapai 43,25% sedangkan kemiripan karakter dari

nilem hijau dengan nilem were adalah 26,37%. Secara genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. (Lampiran 3a).

I k a n

Gambar 4 Hubungan interpopulasi nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik.

0.

(12)

10 Berdasarkan hubungan 21 karakter morfometrik populasional menunjukkan pemisahan dalam 2 cluster, yaitu kelompok 1 dan kelompok 2. Karakter kelompok 1 (A1-B4-C5-C3) memiliki kemiripan berkisar antara 81,09-99,99% dan kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6) memiliki kemiripan berkisar antara 93,19-99,99% (Gambar 5). Berdasarkan uji MANOVA (Levene’s Test) karakter C6 dan A6 berbeda nyata (P<0,05) terhadap karakter lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6 dan A6 serta berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi pada ikan nilem (Lampiran 3b).

k a r a k te r

Gambar 5 Hubungan interpopulasi tiap karakter fenotipe morfometrik nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik.

3.1.3 Heritabilitas

(13)

11 karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) sebesar 6,79% (Lampiran 4 dan 2c).

3.1.4 Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati pada pemeliharaan larva ikan nilem meliputi pH, suhu, Dissolved Oxygen (DO), dan Total Ammonia Nitrogen (TAN) (Tabel 1). Pada umumnya kualitas air tidak bervariasi pada pemeliharaan larva nilem dan berada pada kisaran yang dapat ditoleransi ikan air tawar. Dalam hal ini, pH berkisar antara 7,02-7,86, suhu berkisar antara 25-27, DO berkisar antara 4,1-5 mg/L, dan TAN berkisar antara 0,041-0,13 mg/L.

Tabel 1 Kualitas air pada pemeliharaan larva ikan nilem

Parameter Truebreed nilem hijau (HH) Mulyasari (2010)

pH 7,02-7,5 6-9,5

(14)

12

3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan fenotipe morfometrik antara nilem hijau dan nilem were pada karakter C6 (jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung) dengan tingkat keragaman yang relatif lebih tinggi pada populasi ikan nilem were dibandingkan nilem hijau sebesar 0,49 pada nilem were versus 0,26 pada nilem hijau dan karakter A6 (jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung) dengan tingkat keragaman yang relatif lebih tinggi pada populasi ikan nilem hijau dibandingkan nilem were sebesar 0,13 pada nilem hijau versus 0,06 pada nilem were. Dua karakter ini diduga menjadi pembeda dari ikan nilem were dengan ikan nilem hijau. Sedangkan dua karakter morfometrik menunjukkan kemiripan distribusi pada kedua jenis ikan nilem yaitu pada karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) dan karakter C3 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung) dan diduga merupakan penciri jenis ikan nilem yang umum dimasyarakat. Secara umum nilai koefisien variasi suatu karakter mengindikasikan tingkat variabilitas karakter yang bersangkutan pada suatu populasi. Tingkat variabilitas suatu karakter fenotipe mencerminkan variabilitas genotip populasi tersebut yang menggambarkan variabilitas genetiknya (Ariyanto dan Subagyo 2004). Nilai variabilitas genetik berhubungan dengan proporsi gen-gen yang homozigot dan heterozigot. Semakin banyak proporsi gen yang homozigot berarti variabilitas genetiknya semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin banyak proporsi gen yang heterozigot, variabilitas genetiknya akan semakin tinggi.

(15)

13 Karakter fenotipe kedua populasi ikan nilem berdasarkan nilai koefisien keragaman menunjukkan nilai yang relatif rendah. Rendahnya keragaman tersebut diduga karena nilem telah lama dibudidayakan secara luas oleh masyarakat dan diakibatkan oleh faktor lingkungan selama kedua populasi hidup. Pola budidaya yang dilakukan untuk memelihara kedua populasi ini adalah polikultur, baik di wilayah Tasikmalaya maupun Bogor. Menurut Mulyasari (2010), sumber induk yang digunakan untuk pembenihan di daerah Tasikmalaya berasal dari beberapa lokasi budidaya ikan nilem yang ada di Tasikmalaya, sedangkan untuk lokasi di Bogor sumber induk hanya berasal dari Tasikmalaya. Selain itu, koefisien keragaman yang rendah juga diduga akibat pemeliharaan ikan nilem yang dilakukan bersamaan dengan ikan lainnya. Dalam riset Senanan et al. (2004) menjelaskan bahwa keragaman genetik ikan Clarias macrocephalus diduga dipengaruhi oleh adanya input genetik dari ikan Trichogaster pectoralis yang dipelihara dalam satu wadah pemeliharaan. Leary et al. (1995) dalam Wuwungan (2009) menyatakan bahwa genotip dengan tingkat keragaman yang tinggi menunjukkan fitness yang lebih baik, diantaranya meliputi laju pertumbuhan, fekunditas, viabilitas, serta daya tahan terhadap perubahan lingkungan dan stres.

Keragaman genetik yang rendah dari ikan nilem hijau juga kemungkinan disebabkan oleh proses seleksi maupun inbreeding pada jumlah populasi yang terbatas tanpa pola rekrutmen yang terarah. Sedangkan faktor yang dapat meningkatkan keragaman genetik adalah munculnya gen baru hasil mutasi dan introduksi gen dari proses migrasi populasi. Namun demikian, menurut Soewardi (2007) dalam Mulyasari (2010), laju mutasi yang terjadi di alam berlangsung lambat, sedangkan proses migrasi pada populasi ikan air tawar sangat terbatas, meskipun keduanya berpeluang menyediakan cukup keragaman genetik bagi populasi.

(16)

14 homozigositas dapat menurunkan ketahanan hidup dan fitness suatu individu atau populasi. Menurut Dunham (2004), keragaman genetik penting untuk mempertahankan keberlangsungan suatu spesies dalam jangka waktu yang lama karena keragaman genetik memberikan keunggulan terhadap kebugaran suatu populasi atau spesies dengan cara memberikan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan. Frekuensi alel dalam genotip populasi di alam tidak selalu tercermin dalam populasi hatchery atau laboratorium. Menurut Li et al. (2004), perubahan acak dalam frekuensi alel dapat disebabkan oleh kesalahan sampling atau perkawinan dalam memproduksi keturunan.

Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar 4). Kemiripan karakter dari nilem hijau dan

truebreed nilem hijau (HH) sebesar 43,25%. Hal ini menunjukkan bahwa secara

genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyasari (2010) bahwa truss morfometrik sangat dipengaruhi oleh lingkungan sedangkan genotip tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Adanya pengaruh lingkungan sesuai dengan pendapat Turan dan Basusta (2001) yang mengatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, dan ketersediaan makanan berpengaruh pada perbedaan fenotipe ikan herring. Menurut Kirpichnikov (1981) dalam Amrullah (2001), tampilan morfologi berdasarkan pengukuran morfometrik dan meristik merupakan refleksi dari kekuatan pewarisan karakter dari sumber gamet serta kondisi lingkungan yang mendukungnya pada saat pembelahan sel berlangsung. Menurut Tave (1999), keragaman fenotipe berasal dari penjumlahan keragaman genetik, keragaman lingkungan, dan interaksi antara variasi lingkungan dan genetik. Pada kondisi lingkungan yang optimal, kemampuan tumbuh organisme akan optimal dan begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, kualitas air media pemeliharaan larva masih berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan nilem.

(17)

15 nyata terhadap karakter lainnya. Faktor genetis mengontrol kedua karakter ini dan berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi yang terdapat pada kelompok 2. Pada saat mengalami perubahan genetis pada salah satu atau beberapa karakter pada kelompok 2 maka secara langsung karakter lainnya dalam kelompok 2 akan mengikuti perubahan tersebut. Apabila ditinjau dari koefisien keragaman, karakter C6 pada nilem were memiliki keragaman paling tinggi diantara karakter lainnya. Hal ini menguatkan dugaan di atas bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6. Sedangkan karakter A6 menunjukkan nilai koefisien keragaman 0,13 (nilem hijau) dan 0,06 (nilem were). Meskipun memiliki koefisien keragaman yang rendah, karakter A6 berada pada kelompok 2 sehingga diduga akan mengikuti perkembangan karakter lainnya dalam kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6).

Berdasarkan angka pewarisan karakter morfometrik yang dihitung pada nilem hijau menunjukkan heritabilitas yang relatif rendah (0,02-6,79 %). Hal ini menegaskan bahwa tingkat kemiripan genetik kedua tetua pada truebreeding

cukup tinggi. Sedangkan hubungan interpopulasi nilem hijau dengan nilem were menunjukkan tingkat keragaman yang lebih tinggi seperti digambarkan melalui dendrogram (Gambar 8). Menurut Fujaya (1999), nilai heritabilitas dapat berubah sesuai dengan kondisi lingkungan dan umur ikan pada saat fenotipe diukur. Hetzel

et. al (2000) menjelaskan bahwa variasi fenotipe seperti heritabilitas bisa

mengalami penurunan akibat perubahan genetik. Nilai heritabilitas yang rendah juga diakibatkan oleh perbedaan lingkungan dari induk dan keturunan. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat kondisi lingkungan di alam sangat berbeda dengan kondisi lingkungan dalam laboratorium. Pernyataan ini diperkuat oleh Vandeputte et al. (2004) bahwa nilai heritabilitas yang rendah dipengaruhi oleh lingkungan ataupun jumlah induk yang digunakan dalam pemijahan.

(18)

16 Hasil penelitian menunjukkan informasi yang penting dalam mengambil keputusan untuk program pemuliaan yang akan dijalankan oleh pembudidaya.

Langkah awal yang perlu dilakukan untuk ikan nilem were adalah pembentukan populasi dasar. Pembentukan populasi dasar membutuhkan stok induk yang memiliki keragaman genetik tinggi sehingga mampu menyediakan alel-alel yang beragam yang berhubungan dengan produktivitas seperti laju pertumbuhan yang tinggi, efisiensi pakan tinggi, atau tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu diperlukan perbaikan sistem rekrutmen dengan menambah jumlah pasang induk yang akan digunakan dalam pemijahan. Selain itu dapat pula dilakukan seleksi untuk meningkatkan nilai variabilitas genetik dan heritabilitas karakter pertumbuhan. Menurut Tave (1993), Gjedrem (1993) serta Falconer dan Mackey (1996) dalam Ariyanto dan Subagyo (2004) aktivitas seleksi pada suatu generasi mampu memperbaiki kualitas genetik sebesar 10%-20% pada setiap generasi selanjutnya. Perbaikan genetik ikan nilem hijau dapat dilakukan melalui program persilangan. Penentuan ini berdasarkan pada nilai koefisien keragaman yang rendah pada ikan nilem hijau. Persilangan dapat dilakukan dengan spesies ikan yang memiliki keragaman genetik tinggi sehingga diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik yang rendah pada ikan nilem hijau. Persilangan ini dapat dilakukan secara interspesifik, intraspesifik, maupun intergenerik. Apabila ditinjau dari nilai heritabilitas ikan nilem hijau, maka dapat pula dilakukan seleksi famili pada populasi ikan nilem hijau. Seleksi famili dapat diterapkan untuk ikan yang memiliki nilai heritabilitas lebih kecil atau sama dengan 0,15 (Tave 1999).

(19)

IV. KESIMPULAN

(20)

EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE

TRUSS MORFOMETRIK IKAN NILEM UNTUK

PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN NILEM

DESI LESTARI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(21)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE TRUSS MORFOMETRIK IKAN NILEM UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN NILEM

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

(22)

ABSTRAK

DESI LESTARI. Evaluasi Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Nilem untuk Pengembangan Budidaya Ikan Nilem. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan ODANG CARMAN.

Ikan nilem adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak dikembangkan di daerah Tasikmalaya. Produktivitas ikan nilem cenderung menurun setiap tahun. Pengelolaan sistem rekrutmen ikan nilem yang tidak terarah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas genetik Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi ikan nilem yang berkelanjutan, perlu didukung program perbaikan genetik stok yang unggul. Perbaikan mutu genetik berhubungan erat dengan tingkat keragaman genetik yang akan terekspresikan dalam fenotipe sehingga informasi keragaman genetik menjadi salah satu dasar kegiatan dalam melakukan program pemuliaan ikan. Materi uji yang digunakan antara lain nilem hijau dan nilem were. Truebreed nilem hijau diperoleh dengan cara pemijahan buatan antar ikan nilem hijau dan dilakukan pengukuran morfometrik untuk mendapatkan nilai heritabilitas. Pengukuran truss morfometrik dilakukan pada ketiga populasi ikan. Koefisien keragaman fenotipe morfometrik berkisar antara 0,06-0,27 dan 0,03-0,49 untuk nilem hijau dan nilem were secara berturut-turut. Hubungan interpopulasi berdasarkan kemiripan karakter dari nilem hijau dan keturunannya (truebreed) mencapai 43,25% sedangkan kemiripan karakter dari nilem hijau dengan nilem were adalah 26,37%. Berdasarkan uji MANOVA, karakter pembeda antara nilem hijau dan nilem were adalah rasio jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung serta rasio jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung. Nilai heritabilitas yang diperoleh pada nilem hijau berkisar antara 0,02-6,79%. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk memperbaiki kualitas genetik populasi nilem dalam pengembangan budidaya ikan nilem diperlukan usaha seperti program seleksi famili maupun hibridisasi.

(23)

ABSTRACT

DESI LESTARI. Evaluation phenotypic diversity of truss morphometric nilem for nilem aquaculture development. Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI and ODANG CARMAN.

Nilem is one of the freshwater fish commodities that are widely developed in Tasikmalaya. Productivity of nilem is decreasing every year. Effort to maintain and enhance fish production nilem sustainable, should be supported by the genetically superior stock programme improvement. Genetic improvement of quality is closely linked to the level of genetic diversity to be expressed in the phenotype so that the information of genetic diversity is one of the basic aspect in conducting breeding programs. Material used in this experimental were green-nilem and were-green-nilem. Truebreed green-green-nilem obtained by induced spawning and measured to get heritability value. Truss morphometric measurements performed on three populations. Variability coefficient ranged from 0.06 to 0.27 and 0.03 to 0.49 in green-nilem and were-nilem respectively. Interpopulation relation based on similarities between green-nilem population and their offspring (truebreed) reach 43.25%, while the similarity of green-nilem and were-nilem is 26.37%. Based on the MANOVA test, the distinguish character of green-nilem and were-nilem are the distance ratio between the starting point of the anal fin to the end point of the dorsal fin and also the distance ratio between the bottom of the pectoral fins to the midpoint between the head and dorsal fin. On the other hand, heritability value of green-nilem ranged from 0.02% to 6.79%. This indicates that genetic improvement of existing nilem population for nilem culture development can be achieved by family selection and hybridization programme.

(24)

EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE

TRUSS MORFOMETRIK IKAN NILEM UNTUK

PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN NILEM

DESI LESTARI

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(25)

Judul Skripsi : Evaluasi Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Nilem untuk Pengembangan Budidaya Ikan Nilem Nama Mahasiswa : Desi Lestari

Nomor Pokok : C14080022

Disetujui

Pembimbing I

Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA NIP. 19611016 198403 2 001

Pembimbing II

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. NIP. 19671013 199302 1 001

(26)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul ”Evaluasi keragaman fenotipe truss morfometrik ikan nilem untuk pengembangan budidaya ikan nilem” berhasil diselesaikan. Penelitian ini berlangsung sejak bulan April 2012 hingga Juni 2012 bertempat di Teaching Farm, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Bapak Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian hingga penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Dadang Shafruddin, M.Si. selaku penguji tamu dan Ibu Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si. selaku komisi pendidikan yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi. Terima kasih untuk kedua orang tua, Sutarjo dan Salamah yang telah berjasa dalam mendidik dan selalu memberikan doa agar senantiasa cepat menyelesaikan studi. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada adik-adikku, Ferry, Elisah, Dita, dan Resha yang selalu memberikan keceriaan, semangat, dan doa dalam menyelesaikan penelitian, tak lupa kepada Pak Dedi dan keluarga PT. Sejati Minat Tahta yang senantiasa memberikan motivasi selama penelitian, Rosita, Nurina, Ai Tety, Aldilla, Ita Nurmawati, Intan Wulandari, Uswatun Khasanah yang ikut memberikan semangat dalam berbagai hal, dan mahasiswa BDP angkatan 45, 46, 47 serta anak-anak wisma kompeten yang telah memberi dukungan selama penelitian dan semua pihak yang telah membantu hingga penelitian selesai.

Semoga semua hal yang telah disusun dapat bermanfaat bagi semua pihak dan berguna bagi kesejahteraan masyarakat.

Bogor, September 2012

(27)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Cirebon, 30 Juli 1990 dari pasangan Sutarjo dan Salamah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN 1 Cikeduk, SMP N 1 Sumber, serta SMA N 1 Sumber dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan melalui Program Mayor-Sc tahun 2009 serta memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) bagian Pengembangan dan Pembinaan Sumberdaya Manusia tahun 2009/2010 dan bagian Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi tahun 2010/2011. Selain itu, penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Cirebon sebagai sekretaris umum tahun 2009/2010. Dalam bidang akademik, penulis aktif menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah program S1 IPB yaitu Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik (2010/2011 dan 2011/2012), Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik (2012/2013), Industri Perbenihan Organisme Akuatik (2012/2013) dan mata kuliah program D3 IPB yaitu Konstruksi Wadah dan Fasilitas Perikanan Budidaya (2012/2013). Selama di IPB penulis mendapatkan beasiswa Supersemar periode 2009/2010, beasiswa Kabupaten Cirebon periode 2009/2010, beasiswa Karya Salemba Empat periode 2010/2011 dan periode 2011/2012. Untuk meningkatkan pengetahuan di bidang perikanan budidaya, penulis mengikuti kegiatan magang di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar Cijengkol (2010) dan Praktik Lapangan Akuakultur pembenihan gurami di PT Sejati Minat Tahta, Tasikmalaya (2011).

(28)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

II. METODOLOGI ... 3 2.1Materi Uji ... 3 2.2Prosedur Penelitian ... 3 2.2.1 Pemijahan Buatan Ikan Nilem Hijau ... 3 2.2.2 Penetasan Telur ... 4 2.2.3 Pemeliharaan Larva ... 4 2.3 Parameter Uji ... 4 2.3.1 Koefisien Keragaman ... 4 2.3.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were ... 5 2.3.3 Kualitas Air ... 5 2.3.4 Truss Morfometrik ... 5 2.3.5 Heritabilitas ... 7 2.4 Analisis Data ... 7

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8 3.1 Hasil ... 8 3.1.1 Fenotipe Morfometrik ... 8 3.1.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were ... 9 3.1.3 Heritabilitas ... 10 3.1.4 Kualitas Air ... 11 3.2 Pembahasan ... 12

IV. KESIMPULAN ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(29)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. a)Ikan Nilem Hijau, b)Ikan Nilem Were ... 3 2. Truss Morfometrik Ikan Nilem (Mulyasari 2010) ... 6 3. Koefisien Keragaman (CV) Karakter Morfometrik Ikan Nilem Hijau dan

Nilem Were ... 9 4. Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau, Truebreed Nilem Hijau (HH), dan

Nilem Were Berdasarkan Kemiripan Karakter Morfometrik ... 9 5. Hubungan Interpopulasi Tiap Karakter Fenotipe Morfometrik Nilem Hijau,

Truebreed Nilem Hijau (HH), dan Nilem Were Berdasarkan Kemiripan

(30)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(31)

I.

PENDAHULUAN

Ikan nilem adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak dikembangkan di daerah Tasikmalaya. Ikan nilem ini mempunyai cita rasa yang sangat spesifik dan gurih dibanding ikan air tawar lainnya. Produk ikan nilem memiliki nilai ekonomis yang tinggi, misalnya dalam bentuk produk olahan baby fish (Subagja et al. 2006) sehingga potensial untuk dikembangkan.

Budidaya ikan nilem di Indonesia belum dilaksanakan secara intensif. Sistem pemeliharaannya bersifat sampingan dari hasil budidaya secara polikultur bersama ikan air tawar jenis lainnya, misalnya ikan mas, nila, mujaer, atau gurame, sehingga produksinya masih relatif rendah. Menurut Subagja et al.

(2006), produksi ikan nilem cenderung mengalami penurunan setiap tahun. Pengelolaan sistem rekrutmen atau peremajaan ikan nilem hijau yang tidak terarah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas genetik yang mempengaruhi gene

pool ikan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk memperbaiki

kualitas genetik ikan nilem sehingga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ikan nilem.

Ikan nilem yang ditemukan di daerah Jawa Barat meliputi empat spesies yaitu nilem hijau (Osteochilus hasselti; Lampiran 1a), nilem were (Labiobarbus

sp.; Lampiran 1b) nilem merah (Osteochilus sp.), dan nilem “beureum panon”

(Puntius orphoides). Ikan nilem yang banyak dikembangkan dalam budidaya

ekstensif maupun semi intensif adalah jenis ikan nilem hijau. Menurut Mulyasari (2010), hubungan kekerabatan antara keempat jenis ikan nilem di Jawa Barat yang paling dekat adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem merah, sedangkan ikan nilem were dan nilem “beureum panon” menunjukkan perbedaan genetik yang paling jauh. Dalam hal ini, ikan nilem hijau memiliki keragaman genetik yang paling rendah, sedangkan ikan nilem were memiliki keragaman genetik yang paling tinggi. Berdasarkan informasi tersebut, maka diperlukan pengembangan budidaya ikan nilem hijau yang lebih baik untuk meningkatkan keragaman genetik dan pemanfaatan ikan nilem were sebagai salah satu sumber genetik yang unggul.

(32)

2 nilem jenis lainnya sehingga diduga potensial dapat digunakan sebagai sumber genetik untuk memperbaiki produksi nilem secara regional (Mulyasari 2010). Perbedaan jarak genetik dan potensi ragam genetik diduga terpengaruh oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan yang sudah berlangsung lama serta akibat penghanyutan gen (genetic drift) dalam sistem rekrutmen induk yang jumlahnya terbatas. Keterbatasan jumlah induk yang digunakan dalam budidaya ikan nilem memungkinkan terjadinya penurunan karakter fenotipe (Gusrina 2002). Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keragaman genetik pada ikan nilem berkaitan dengan kualitas induk yang digunakan dalam kegiatan budidaya. Induk yang memiliki keragaman genetik yang tinggi diharapkan mampu menghasilkan benih yang memiliki kualitas unggul, seperti laju pertumbuhan tinggi, daya tahan terhadap penyakit tinggi, kelangsungan hidup tinggi, dan lain-lain.

Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi ikan nilem yang berkelanjutan, perlu didukung program perbaikan genetik stok yang unggul secara genetik. Perbaikan mutu genetik berhubungan erat dengan tingkat keragaman genetik yang akan terekspresikan dalam fenotipe sehingga informasi keragaman genetik menjadi salah satu dasar kegiatan dalam melakukan program pemuliaan ikan. Informasi keragaman genetik telah dilakukan oleh Mulyasari (2010) secara molekuler dan analisis fenotipe morfometrik. Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan sedangkan analisis fenotipe morfometrik dipengaruhi oleh genetik, lingkungan, dan interaksi genetik dengan lingkungan (Tave 1999). Untuk mengetahui sejauh mana faktor lingkungan mempengaruhi fenotipe morfometrik maka diperlukan suatu evaluasi keragaman genetik melalui nilai heritabilitas. Nilai ini akan menjadi dasar dalam program pemuliaan yang harus dilakukan untuk pengembangan budidaya ikan nilem.

(33)

II. METODOLOGI

2.1 Materi Uji

Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot betina 335,75+92,80 g dan bobot jantan 243,75+7,5 g. Sedangkan induk ikan nilem were diperoleh dari wilayah Tasikmalaya (Jawa Barat) berjumlah 13 ekor dengan bobot betina 140+12,25 g dan bobot jantan 111,17+8,23 g. Sebelum dilakukan pemijahan buatan, ikan jantan dan betina dipelihara secara terpisah selama 30 hari dalam 2 bak terpal berukuran 3 m x 1 m x 0,6 m yang berbeda dan diberi pakan pelet terapung dengan kadar protein 30% secara restriction dengan feeding rate 3% serta pakan tambahan berupa Azolla pinnata.

2.2 Prosedur Penelitian

2.2.1 Pemijahan Buatan Ikan Nilem Hijau

Kegiatan pemijahan penting dilakukan untuk mendapatkan truebreed

nilem hijau (HH). Truebreed nilem hijau merupakan keturunan hasil perkawinan antar nilem hijau. Truebreed dipelihara hingga berumur 40 hari dalam lingkungan terkontrol dan dilakukan pengukuran fenotipe morfometrik yang dibandingkan dengan fenotipe morfometrik induk nilem hijau untuk mendapatkan nilai heritabilitas.

Induk diberok selama tiga hari sebelum dipijahkan. Pemberokan jantan dan betina dilakukan pada akuarium percobaan berukuran 80 cm x 40 cm x 30 cm. Kemudian dilakukan perangsangan pematangan gonad dengan penyuntikan secara

a) b)

(34)

4

intramuscular di bagian punggung menggunakan ovaprim sebanyak 2 kali

berjarak waktu 6 jam. Dosis ovaprim yang digunakan adalah 0,5 ml/kg untuk induk betina, dan 0,3 ml/kg untuk induk jantan. Selanjutnya dilakukan pengurutan

(stripping) untuk mengeluarkan sperma pada ikan jantan dan sel telur pada ikan

betina setelah 4 jam dari penyuntikan kedua. Stripping ikan jantan dilakukan lebih dulu sebelum pengurutan induk betina. Sperma hasil stripping dimasukkan ke dalam syringe yang berisi larutan fisiologis (NaCl 0,9%) lalu dicampur dengan sel telur dalam wadah dan diaduk dengan bulu ayam. Setelah itu, ditambahkan air untuk mengaktifkan sperma, diaduk kembali dan didiamkan selama satu menit sehingga terjadi pembuahan. Sperma yang masih tersisa dalam wadah dibuang.

2.2.2 Penetasan Telur

Telur yang telah dibuahi dengan sperma selanjutnya ditebar dalam akuarium berukuran 80 cm x 40 cm x 30 cm yang sudah diisi air dengan volume 64 L dan diaerasi sebelumnya serta diberi bahan kimia el baju 0,02 ppm untuk mencegah tumbuhnya jamur, kemudian diinkubasi hingga telur menetas. Telur menetas menjadi larva selama 24 jam pada suhu 25-270C.

2.2.3 Pemeliharaan Larva

Pada kehidupan awal larva, kuning telur merupakan sumber energinya yang akan diserap habis kira-kira selama 96 jam. Larva ikan diberi pakan berupa kuning telur selama 6 hari yang diberikan sebanyak 3 kali sehari. Selanjutnya larva diberi pakan berupa cacing rambut selama 15 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian ransum pakan buatan. Pakan diberikan secara at satiation.

Setelah 40 hari pemeliharaan dilakukan pengukuran fenotipe masing-masing 30 sampel dalam 2 kali ulangan. Ikan nilem ditebar dalam akuarium dengan padat tebar 20 ekor/L.

2.3 Parameter Uji

2.3.1 Koefisien Keragaman

(35)

5 Keterangan :

CV = koefisien keragaman SD = simpangan baku

= rata-rata

2.3.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were

Hubungan interpopulasi digunakan untuk mengukur kemiripan karakter dari nilem hijau dan nilem were berdasarkan jenis ikan dan karakter fenotipe morfometrik. Parameter ini dianalisis secara hirarki berdasarkan derajat kemiripan dalam grafik dendogram.

2.3.3 Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati meliputi Total Amonia Nitrogen (TAN), oksigen terlarut, derajat keasaman (pH) dan suhu. Pemantauan suhu dilakukan setiap hari sedangkan parameter lainnya diukur pada awal dan akhir percobaan.

2.3.4 TrussMorfometrik

Karakterisasi truss morfometrik dilakukan pada truebreed nilem hijau berumur 40 hari, induk nilem hijau dan induk nilem were, yaitu dengan melakukan pengukuran panjang jarak yang menghubungkan titik-titik truss pada bagian tubuh yang sudah dipetakan menggunakan penggaris. Setiap karakter truss morfometrik pada pengukuran ini dibagi dengan panjang standar ikan. Tubuh ikan dipetakan menjadi 4 bagian (A, B, C, D), yaitu kepala, badan bagian depan dan badan bagian belakang, serta ekor, dan terdapat 10 titik truss (Gambar 2) yaitu : 1) sirip dada, 2) mulut, 3) sirip perut, 4) insang, 5) sirip pangkal anal, 6) sirip pangkal punggung, 7) sirip ujung anal, 8) sirip ujung punggung, 9) sirip bawah pangkal ekor, dan 10) sirip atas pangkal ekor. Setelah masing-masing truss di seluruh badan ikan dihubungkan maka akan diperoleh 21 karakter truss morfometrik yang dapat menggambarkan keragaman antara ikan nilem hijau dan nilem were.

CV SD

(36)

6 Gambar 2 Truss morfometrik ikan nilem (Mulyasari 2010).

Keterangan :

A1 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik akhir sirip perut A2 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik di ujung mulut

A3 : Jarak antara titik di ujung mulut dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung

A4 : Jarak antara titik tengah antara kepala dan sirip punggung dengan titik akhir sirip perut

A5 : Jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut

A6 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung

B1 : Jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik awal sirip anal

B3 : Jarak antara titik tengah antara kepala dan sirip punggung dengan titik awal sirip punggung

B4 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik awal sirip anal

B5 : Jarak antara titik awal sirip anal dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung

B6 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip perut C1 : Jarak antara titik awal sirip anal dan titik akhir sirip anal

C3 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung C4 : Jarak antara titik akhir sirip punggung dengan titik akhir sirip anal C5 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal sirip punggung C6 : Jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung D1 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal bawah sirip ekor D3 : Jarak antara titik akhir sirip punggung dengan titik awal atas sirip ekor D4 : Jarak antara titik awal atas sirip ekor dengan titik awal bawah sirip ekor D5 : Jarak antara titik awal bawah sirip ekor dengan titik akhir sirip punggung D6 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal atas sirip ekor

(37)

7

2.3.5 Heritabilitas

Heritabilitas adalah keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Teknik yang digunakan untuk mengukur heritabilitas adalah melalui regresi anak-tetua (parents-offspring

regression). Anak (benih) menjadi pembanding dengan hanya satu tetua, maka

yang digunakan yaitu (Tave 1992) :

Keterangan :

h2 = heritabilitas b = koefisien nilai regresi

2.4 Analisis Data

Data penelitian dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007, Minitab 14, dan analisis MANOVA (Levene’s Test) pada selang kepercayaan 95% menggunakan program SPSS 16.0.

(38)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Fenotipe morfometrik

(39)

9

3.1.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were

Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau yang digambarkan dalam bentuk dendogram menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan

truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar

4). Hubungan interpopulasi berdasarkan kemiripan karakter dari nilem hijau dan

truebreed nilem hijau (HH) mencapai 43,25% sedangkan kemiripan karakter dari

nilem hijau dengan nilem were adalah 26,37%. Secara genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. (Lampiran 3a).

I k a n

Gambar 4 Hubungan interpopulasi nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik.

0.

(40)

10 Berdasarkan hubungan 21 karakter morfometrik populasional menunjukkan pemisahan dalam 2 cluster, yaitu kelompok 1 dan kelompok 2. Karakter kelompok 1 (A1-B4-C5-C3) memiliki kemiripan berkisar antara 81,09-99,99% dan kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6) memiliki kemiripan berkisar antara 93,19-99,99% (Gambar 5). Berdasarkan uji MANOVA (Levene’s Test) karakter C6 dan A6 berbeda nyata (P<0,05) terhadap karakter lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6 dan A6 serta berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi pada ikan nilem (Lampiran 3b).

k a r a k te r

Gambar 5 Hubungan interpopulasi tiap karakter fenotipe morfometrik nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik.

3.1.3 Heritabilitas

(41)

11 karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) sebesar 6,79% (Lampiran 4 dan 2c).

3.1.4 Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati pada pemeliharaan larva ikan nilem meliputi pH, suhu, Dissolved Oxygen (DO), dan Total Ammonia Nitrogen (TAN) (Tabel 1). Pada umumnya kualitas air tidak bervariasi pada pemeliharaan larva nilem dan berada pada kisaran yang dapat ditoleransi ikan air tawar. Dalam hal ini, pH berkisar antara 7,02-7,86, suhu berkisar antara 25-27, DO berkisar antara 4,1-5 mg/L, dan TAN berkisar antara 0,041-0,13 mg/L.

Tabel 1 Kualitas air pada pemeliharaan larva ikan nilem

Parameter Truebreed nilem hijau (HH) Mulyasari (2010)

pH 7,02-7,5 6-9,5

(42)

12

3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan fenotipe morfometrik antara nilem hijau dan nilem were pada karakter C6 (jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung) dengan tingkat keragaman yang relatif lebih tinggi pada populasi ikan nilem were dibandingkan nilem hijau sebesar 0,49 pada nilem were versus 0,26 pada nilem hijau dan karakter A6 (jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung) dengan tingkat keragaman yang relatif lebih tinggi pada populasi ikan nilem hijau dibandingkan nilem were sebesar 0,13 pada nilem hijau versus 0,06 pada nilem were. Dua karakter ini diduga menjadi pembeda dari ikan nilem were dengan ikan nilem hijau. Sedangkan dua karakter morfometrik menunjukkan kemiripan distribusi pada kedua jenis ikan nilem yaitu pada karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) dan karakter C3 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung) dan diduga merupakan penciri jenis ikan nilem yang umum dimasyarakat. Secara umum nilai koefisien variasi suatu karakter mengindikasikan tingkat variabilitas karakter yang bersangkutan pada suatu populasi. Tingkat variabilitas suatu karakter fenotipe mencerminkan variabilitas genotip populasi tersebut yang menggambarkan variabilitas genetiknya (Ariyanto dan Subagyo 2004). Nilai variabilitas genetik berhubungan dengan proporsi gen-gen yang homozigot dan heterozigot. Semakin banyak proporsi gen yang homozigot berarti variabilitas genetiknya semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin banyak proporsi gen yang heterozigot, variabilitas genetiknya akan semakin tinggi.

(43)

13 Karakter fenotipe kedua populasi ikan nilem berdasarkan nilai koefisien keragaman menunjukkan nilai yang relatif rendah. Rendahnya keragaman tersebut diduga karena nilem telah lama dibudidayakan secara luas oleh masyarakat dan diakibatkan oleh faktor lingkungan selama kedua populasi hidup. Pola budidaya yang dilakukan untuk memelihara kedua populasi ini adalah polikultur, baik di wilayah Tasikmalaya maupun Bogor. Menurut Mulyasari (2010), sumber induk yang digunakan untuk pembenihan di daerah Tasikmalaya berasal dari beberapa lokasi budidaya ikan nilem yang ada di Tasikmalaya, sedangkan untuk lokasi di Bogor sumber induk hanya berasal dari Tasikmalaya. Selain itu, koefisien keragaman yang rendah juga diduga akibat pemeliharaan ikan nilem yang dilakukan bersamaan dengan ikan lainnya. Dalam riset Senanan et al. (2004) menjelaskan bahwa keragaman genetik ikan Clarias macrocephalus diduga dipengaruhi oleh adanya input genetik dari ikan Trichogaster pectoralis yang dipelihara dalam satu wadah pemeliharaan. Leary et al. (1995) dalam Wuwungan (2009) menyatakan bahwa genotip dengan tingkat keragaman yang tinggi menunjukkan fitness yang lebih baik, diantaranya meliputi laju pertumbuhan, fekunditas, viabilitas, serta daya tahan terhadap perubahan lingkungan dan stres.

Keragaman genetik yang rendah dari ikan nilem hijau juga kemungkinan disebabkan oleh proses seleksi maupun inbreeding pada jumlah populasi yang terbatas tanpa pola rekrutmen yang terarah. Sedangkan faktor yang dapat meningkatkan keragaman genetik adalah munculnya gen baru hasil mutasi dan introduksi gen dari proses migrasi populasi. Namun demikian, menurut Soewardi (2007) dalam Mulyasari (2010), laju mutasi yang terjadi di alam berlangsung lambat, sedangkan proses migrasi pada populasi ikan air tawar sangat terbatas, meskipun keduanya berpeluang menyediakan cukup keragaman genetik bagi populasi.

(44)

14 homozigositas dapat menurunkan ketahanan hidup dan fitness suatu individu atau populasi. Menurut Dunham (2004), keragaman genetik penting untuk mempertahankan keberlangsungan suatu spesies dalam jangka waktu yang lama karena keragaman genetik memberikan keunggulan terhadap kebugaran suatu populasi atau spesies dengan cara memberikan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan. Frekuensi alel dalam genotip populasi di alam tidak selalu tercermin dalam populasi hatchery atau laboratorium. Menurut Li et al. (2004), perubahan acak dalam frekuensi alel dapat disebabkan oleh kesalahan sampling atau perkawinan dalam memproduksi keturunan.

Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar 4). Kemiripan karakter dari nilem hijau dan

truebreed nilem hijau (HH) sebesar 43,25%. Hal ini menunjukkan bahwa secara

genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyasari (2010) bahwa truss morfometrik sangat dipengaruhi oleh lingkungan sedangkan genotip tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Adanya pengaruh lingkungan sesuai dengan pendapat Turan dan Basusta (2001) yang mengatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, dan ketersediaan makanan berpengaruh pada perbedaan fenotipe ikan herring. Menurut Kirpichnikov (1981) dalam Amrullah (2001), tampilan morfologi berdasarkan pengukuran morfometrik dan meristik merupakan refleksi dari kekuatan pewarisan karakter dari sumber gamet serta kondisi lingkungan yang mendukungnya pada saat pembelahan sel berlangsung. Menurut Tave (1999), keragaman fenotipe berasal dari penjumlahan keragaman genetik, keragaman lingkungan, dan interaksi antara variasi lingkungan dan genetik. Pada kondisi lingkungan yang optimal, kemampuan tumbuh organisme akan optimal dan begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, kualitas air media pemeliharaan larva masih berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan nilem.

(45)

15 nyata terhadap karakter lainnya. Faktor genetis mengontrol kedua karakter ini dan berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi yang terdapat pada kelompok 2. Pada saat mengalami perubahan genetis pada salah satu atau beberapa karakter pada kelompok 2 maka secara langsung karakter lainnya dalam kelompok 2 akan mengikuti perubahan tersebut. Apabila ditinjau dari koefisien keragaman, karakter C6 pada nilem were memiliki keragaman paling tinggi diantara karakter lainnya. Hal ini menguatkan dugaan di atas bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6. Sedangkan karakter A6 menunjukkan nilai koefisien keragaman 0,13 (nilem hijau) dan 0,06 (nilem were). Meskipun memiliki koefisien keragaman yang rendah, karakter A6 berada pada kelompok 2 sehingga diduga akan mengikuti perkembangan karakter lainnya dalam kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6).

Berdasarkan angka pewarisan karakter morfometrik yang dihitung pada nilem hijau menunjukkan heritabilitas yang relatif rendah (0,02-6,79 %). Hal ini menegaskan bahwa tingkat kemiripan genetik kedua tetua pada truebreeding

cukup tinggi. Sedangkan hubungan interpopulasi nilem hijau dengan nilem were menunjukkan tingkat keragaman yang lebih tinggi seperti digambarkan melalui dendrogram (Gambar 8). Menurut Fujaya (1999), nilai heritabilitas dapat berubah sesuai dengan kondisi lingkungan dan umur ikan pada saat fenotipe diukur. Hetzel

et. al (2000) menjelaskan bahwa variasi fenotipe seperti heritabilitas bisa

mengalami penurunan akibat perubahan genetik. Nilai heritabilitas yang rendah juga diakibatkan oleh perbedaan lingkungan dari induk dan keturunan. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat kondisi lingkungan di alam sangat berbeda dengan kondisi lingkungan dalam laboratorium. Pernyataan ini diperkuat oleh Vandeputte et al. (2004) bahwa nilai heritabilitas yang rendah dipengaruhi oleh lingkungan ataupun jumlah induk yang digunakan dalam pemijahan.

(46)

16 Hasil penelitian menunjukkan informasi yang penting dalam mengambil keputusan untuk program pemuliaan yang akan dijalankan oleh pembudidaya.

Langkah awal yang perlu dilakukan untuk ikan nilem were adalah pembentukan populasi dasar. Pembentukan populasi dasar membutuhkan stok induk yang memiliki keragaman genetik tinggi sehingga mampu menyediakan alel-alel yang beragam yang berhubungan dengan produktivitas seperti laju pertumbuhan yang tinggi, efisiensi pakan tinggi, atau tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu diperlukan perbaikan sistem rekrutmen dengan menambah jumlah pasang induk yang akan digunakan dalam pemijahan. Selain itu dapat pula dilakukan seleksi untuk meningkatkan nilai variabilitas genetik dan heritabilitas karakter pertumbuhan. Menurut Tave (1993), Gjedrem (1993) serta Falconer dan Mackey (1996) dalam Ariyanto dan Subagyo (2004) aktivitas seleksi pada suatu generasi mampu memperbaiki kualitas genetik sebesar 10%-20% pada setiap generasi selanjutnya. Perbaikan genetik ikan nilem hijau dapat dilakukan melalui program persilangan. Penentuan ini berdasarkan pada nilai koefisien keragaman yang rendah pada ikan nilem hijau. Persilangan dapat dilakukan dengan spesies ikan yang memiliki keragaman genetik tinggi sehingga diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik yang rendah pada ikan nilem hijau. Persilangan ini dapat dilakukan secara interspesifik, intraspesifik, maupun intergenerik. Apabila ditinjau dari nilai heritabilitas ikan nilem hijau, maka dapat pula dilakukan seleksi famili pada populasi ikan nilem hijau. Seleksi famili dapat diterapkan untuk ikan yang memiliki nilai heritabilitas lebih kecil atau sama dengan 0,15 (Tave 1999).

(47)

IV. KESIMPULAN

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah H.1991. Persilangan antara ikan mas (Cyprinus carpio L.) betina dengan ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) jantan. [Skripsi]. Jurusan Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ariyanto D dan Subagyo. 2004. Variabilitas genetik dan evaluasi heterosis pada

persilangan antar galur dalam spesies ikan mas. Zuriat Vol. 15 No.2.

Dunham R.A. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology : Genetic

Approaches. CABI publishing, UK. 372 pp.

Fujaya 1999. Dasar-dasar Genetika dan Pengembangbiakan Ikan. Makassar. Gusrina. 2002. Pengaruh inbreeding terhadap karakter fenotipe ikan nila GIFT

Oreochromis sp. [Tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Hetzel D.J.S., Crocos P.J., Davis G.P., Moore S.S., Preston N.C.2000. Response to selection and heritability for growth in the Kuruma prawn, Penaeus japonicas. Aquaculture 181 : 215-223.

Li Q., Park C., Endo T., Kijima A. 2004. Loss of genetic variation at microsatellite loci in hatchery strain of the Pacific abalone (Haliotis discus hannai). Aquaculture 235 : 207-222.

Mulyasari, Soelistyowati D.T., Kristanto A.H., Kusmini I.I. 2010. Karakteristik genetik enam populasi ikan nilem (Osteochilus hasselti) di Jawa Barat.

Jurnal Riset Akuakultur Vol.5 Hal : 175-182.

Senanan W., Kapuscinski A.R., Nakom U.N., Miller L.M. 2004. Genetic impacts of hybrid catfish farming (Clarias macrocephalus x C. gariepinus) on native catfish populations in central Thailand. Aquaculture 235 : 167-184.

Subagja J, Gustianto R, dan Djajasewaka H. 2006. Penentuan dosis hormon steroid dan teknik pemberian untuk feminisasi ikan nilem (Osteochilus

hasselti). Laporan Hasil Riset Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar

Tahun Anggaran 2006. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor,

Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlm. 300-312.

Syamsiah H. 2001. Karakteristik morfometrik dan meristik benih ikan hibrida antara ikan mas (Cyprinus carpio L.) betina dan ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) jantan. [Skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(49)

19 ______. 1999. Inbreeding and brood stock management. Fisheries Technical

Paper. No. 392, FAO. 122p.

Turan C. and Basusta N. 2001. Comparison of morphometric characters of Twaite Shad (Alosa fallax nilotica, Geoffroy Saint-Hilaire, 1980) among three areas in Tukish seas. Bull Fr. Peche Piscis. 362/363 : 1027-1035.

Vandeputte M., Kocour M., Mauger S. Nivet M.D., Guerry D.D., Rodina M., Gela D., Vallod D., Chevassus B., Linhart O. 2004. Heritability estimates for growth-related traits using microsatellite parentage assignment in juvenile common carp (Cyprinus carpio L.). Aquaculture 235 : 223-236.

Wuwungan H. 2009. Keragaan benih udang galah Macrobrachium rosenbergii

hasil perkawinan secara inbreeding, outbreeding dan crossbreeding.

(50)

20

(51)

21

Lampiran 1a, Klasifikasi ikan nilem hijau Osteochilus hasselti

Domain : Eukaryota Whittaker & Margulis,1978 - eukaryotes Kingdom : Animalia Linnaeus, 1758 - animals

Subkingdom : Bilateria (Hatschek, 1888) Cavalier-Smith, 1983 bilaterians

Branch : Deuterostomia Grobben, 1908 - Deuterostomes Infrakingdom : Chordonia (Haeckel, 1874) Cavalier-Smith, 1998 Phylum : Chordata Bateson, 1885 - Chordates

Subphylum : Vertebrata Cuvier, 1812 - Vertebrates Infraphylum : Gnathostomata Auct, - Jawed Vertebrates Superclass : Osteichthyes Huxley, 1880 - Bony Fishes Class : Osteichthyes Huxley, 1880 - Bony Fishes Subclass : Actinopterygii - Ray-Finned Fishes Infraclass : Actinopteri

Cohort : Clupeocephala

Order : Cypriniformes - Minnows, Suckers Family : Cyprinidae - Minnows and Carps Genus : Osteochilus

Species : Osteochilus hasselti

Lampiran 1b, Klasifikasi ikan nilem were Labiobarbus sp,

Domain : Eukaryota Whittaker & Margulis,1978 - eukaryotes Kingdom : Animalia Linnaeus, 1758 - animals

Subkingdom : Bilateria (Hatschek, 1888) Cavalier-Smith, 1983 bilaterians

Branch : Deuterostomia Grobben, 1908 - Deuterostomes Infrakingdom : Chordonia (Haeckel, 1874) Cavalier-Smith, 1998 Phylum : Chordata Bateson, 1885 - Chordates

(52)

22

Lampiran 2a. Truss morfometrik induk nilem hijau Osteochilus hasselti

Lampiran 2b. Truss morfometrik induk nilem were Labiobarbus sp.

IKAN PJG A B C D

STD 1 2 3 4 5 6 1 3 4 5 6 1 3 4 5 6 1 3 4 5 6

1 21 0,2381 0,2143 0,1571 0,3810 0,4524 0,1762 0,1905 0,2143 0,3810 0,5238 0,2619 0,0857 0,2619 0,1905 0,4286 0,1905 0,1429 0,2381 0,1190 0,2857 0,1667 2 18 0,3056 0,2222 0,1667 0,3333 0,4722 0,1944 0,2778 0,1667 0,3889 0,5000 0,2778 0,0833 0,3333 0,1278 0,4444 0,3611 0,1167 0,1667 0,1333 0,1944 0,1667 3 17,7 0,1977 0,2260 0,1695 0,2147 0,4237 0,1977 0,2542 0,1977 0,3785 0,4802 0,2825 0,0847 0,3503 0,1299 0,4237 0,3390 0,1525 0,1695 0,1130 0,2260 0,1695 4 15,5 0,2258 0,2258 0,1935 0,3548 0,4839 0,1935 0,2581 0,1613 0,4194 0,4839 0,2903 0,0968 0,3742 0,1290 0,4516 0,3677 0,1484 0,1935 0,1290 0,2258 0,1935 5 16,5 0,2242 0,2121 0,2424 0,3030 0,4545 0,1818 0,1818 0,1212 0,3636 0,4545 0,2424 0,0727 0,3636 0,1212 0,4242 0,1333 0,1515 0,1818 0,0970 0,2121 0,1818 6 17,3 0,2312 0,2023 0,2312 0,2890 0,4624 0,1734 0,1850 0,1156 0,3584 0,4393 0,2775 0,0694 0,3353 0,1329 0,4277 0,1387 0,1329 0,1618 0,0925 0,1965 0,1734 7 16,5 0,2121 0,2121 0,2424 0,3030 0,4727 0,1818 0,1818 0,1212 0,3636 0,4545 0,2424 0,0667 0,3636 0,1212 0,4182 0,1394 0,1455 0,1818 0,0909 0,2121 0,1818 8 18,5 0,2162 0,2162 0,2162 0,2973 0,4432 0,1730 0,1676 0,1514 0,3514 0,4324 0,2432 0,0649 0,3243 0,1081 0,4054 0,1351 0,1459 0,1730 0,0973 0,2000 0,1622 9 17,6 0,2500 0,2102 0,1761 0,3011 0,4545 0,1761 0,1932 0,1420 0,3352 0,4489 0,2557 0,0682 0,3295 0,1023 0,3807 0,1420 0,1193 0,1364 0,1023 0,1818 0,1648 10 17,1 0,2105 0,2047 0,2164 0,3099 0,3918 0,1813 0,1871 0,1520 0,3216 0,4211 0,2222 0,0643 0,3216 0,1228 0,3567 0,1345 0,1228 0,1345 0,1053 0,1930 0,1637 11 17,2 0,2500 0,2093 0,1802 0,3023 0,3953 0,1860 0,1919 0,1163 0,3430 0,4360 0,2442 0,0640 0,3198 0,1105 0,3895 0,1453 0,1047 0,1628 0,0988 0,1977 0,1453 12 18,2 0,2363 0,2143 0,1648 0,2912 0,4505 0,1648 0,1813 0,1429 0,3462 0,4451 0,2308 0,0714 0,3407 0,1044 0,3956 0,1429 0,1209 0,1374 0,0989 0,1758 0,1593 13 18 0,2000 0,2167 0,2000 0,2833 0,4000 0,1611 0,1611 0,1222 0,3389 0,4167 0,2222 0,0611 0,3111 0,1111 0,3722 0,1444 0,1444 0,1444 0,0944 0,1722 0,2111 X 17,6231 0,2306 0,2143 0,1967 0,3049 0,4429 0,1801 0,2009 0,1481 0,3607 0,4566 0,2533 0,0733 0,3330 0,1240 0,4091 0,1934 0,1345 0,1678 0,1055 0,2056 0,1723 SD 1,3033 0,0281 0,0072 0,0304 0,0390 0,0307 0,0110 0,0371 0,0311 0,0262 0,0317 0,0230 0,0109 0,0287 0,0225 0,0286 0,0940 0,0158 0,0284 0,0139 0,0294 0,0167 CV 0,0740 0,1220 0,0338 0,1545 0,1279 0,0693 0,0613 0,1847 0,2103 0,0727 0,0694 0,0908 0,1480 0,0861 0,1811 0,0698 0,4860 0,1174 0,1690 0,1315 0,1428 0,0968

IKAN PJG A B C D

STD 1 2 3 4 5 6 1 3 4 5 6 1 3 4 5 6 1 3 4 5 6

(53)

23

Lampiran 2c. Truss morfometrik truebreed nilem hijau (HH)

Ikan panjang standar

A B C D

1 2 3 4 5 6 1 3 4 5 6 1 3 4 5 6 1 3 4 5 6

Gambar

Gambar 2 Truss morfometrik ikan nilem (Mulyasari 2010).
Gambar 3 Koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan nilem  hijau
Gambar 5 Hubungan interpopulasi tiap karakter fenotipe morfometrik  nilem
Gambar 6 Nilai heritabilitas karakter morfometrik pada ikan nilem hijau.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Yakult Indonesia Persada adalah pilihan yang tepat, karena sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan yang sedang berkembang pesat.

• Dilihat untuk rugi (BEP) Dilihat untuk rugi (BEP).. ANALISIS DATA PERIKANAN utk PENGEMBANGAN.. ANALISIS DATA PERIKANAN

jadi surat keterangan dokter belakangan, pasien kita bawa dulu, yah biasanya ketemu dokter di situ (rumah sakit) atau setidaknya kita bawa dululah tanpa ada surat,

Gambar 2 Form Jadwal Aktivitas Proyek Data yang telah terdownload akan ditampilkan pada halaman tampil laporan penjadawalan. Model halaman tampil laporan penjadwalan

Na osnovu rezultata reoloških merenja i biofarmaceutske karakterizacije model formulacija gela sa 2,5% ketoprofena, može se zaklju č iti da model formulacija (uzorak gela)

Pembiayaan ini menggunakan akad murabahah bil wakalah dimana bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah namun bank

Menghasilkan Perancangan inovasi Website streaming dan Podcasting Radio Puspa FM Pacitan, Untuk memberikan gambaran kepada pihak perusahaan Radio Puspa Pacitan sebagai

Berangkat dari hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pemikiranpemikiran KH Abdurrahman Wahid untuk kemudian dijabarkan dalam konsep pendidikan Islam yang mampu menjadi