• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Fotometer Jinjing untuk Kendali Mutu Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Fotometer Jinjing untuk Kendali Mutu Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

)

VIDYA EL FITRIKA FATHNIYAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Mutu Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza). Dibimbing oleh RUDI HERYANTO

dan EDY DJAUHARI.

Temulawak (Curcuma xanthorriza) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak

tumbuh dan digunakan sebagai obat di Indonesia. Obat bermutu membutuhkan

temulawak yang bermutu yang ditentukan oleh komposisi kimianya. Keragaman

komponen kimia temulawak dapat ditentukan dengan menggunakan metode spektroskopi.

Penelitian ini bertujuan menjadikan fotometer jinjing yang sedang dikembangkan sebagai

alat untuk kendali mutu rimpang temulawak dengan mengevaluasi keragaman mutu

berdasarkan umur tanam yang berbeda, dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola

kemometrik

principle component analysis

(PCA) dan

partial least square discriminant

analysis

(PLS-DA). Rimpang temulawak dengan umur tanam berbeda (6, 7, 8, dan 9

bulan) diukur menggunakan fotometer jinjing, kemudian dikombinasikan dengan

menggunakan teknik PCA dan PLSDA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rimpang

temulawak sudah dapat dibedakan berdasarkan umur tanam yang berbeda. Analisis PCA

menggunakan dua komponen utama, yaitu PC 1 = 66% dan PC 2 = 21%. Untuk analisis

PLSDA, diperoleh nilai

R

2

yang mendekati 1 dan

root mean square error of prediction

(RMSEP) mendekati 0, serta dihasilkan 4 model (umur 6, 7, 8, dan 9 bulan). Pada kondisi

penyimpanan sampel rimpang temulawak 7, 8, 9 bulan yang terlalu lama, dapat

menyebabkan penurunan mutu. Hal ini disebabkan menurunnya kadar senyawa aktif

kimia yang terdapat pada sampel rimpang temulawak.

ABSTRACT

VIDYA EL FITRIKA FATHNIYAH. Development of Portable Photometer for Quality

Qontrol of Temulawak Rhizome (Curcuma xanthorriza). Supervised by RUDI

HERYANTO dan EDY DJAUHARI.

(3)

)

VIDYA EL FITRIKA FATHNIYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

NIM

: G44070075

Disetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Rudi Heryanto, S.Si., M.Si.

Drs. Edy Djauhari PK., M.Si.

NIP

19760428 200501 1 002

NIP 19631219 199003 1 002

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

PRAKATA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul Pengembangan Fotometer

Jinjing untuk Kendali Mutu Rimpang Temulawak (

Curcuma xanthorriza

).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rudi Heryanto, S.Si.,

M.Si., dan Bapak Drs. Edy Djauhari PK., M.Si. selaku pembimbing atas semua

bimbingan dan masukan serta arahan selama penelitian dan penulisan karya

ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bagian Kimia Analitik

Departemen Kimia IPB yang telah memberikan tema penelitian tentang fotometer

jinjing. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada orang

tua, adik-adik (Dian dan Hakam), dan keluarga besar atas doa yang telah

diberikan dan menjadi motivasi penulis. Selain itu, penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Derry atas bantuannya selama penelitian berlangsung, Mas

Nio yang telah mengajarkan pengoperasian alat, Irin dan Risty atas semangat yang

telah diberikan, dan teman bimbingan (Frengki dan Suci) serta berbagai pihak

yang telah membantu selama penelitian berlangsung, semoga mendapat balasan

pahala dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun untuk

perbaikan di masa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat

baik bagi penulis maupun pembaca umumnya. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, September 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gresik, Jawa Timur pada tanggal 4 September 1989 dari

Ayah Drs. H M Sholahi, MM dan Ibu Hj. Nur Anisah, S.Ag.. Penulis merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara. Penulis memiliki satu orang adik perempuan bernama

Dianur Hikmawati dan satu orang adik laki-laki yang bernama Ihdal Hakam Wicaksana.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMU Negeri 85 Jakarta dan pada tahun yang sama

penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Kimia,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(7)

Halaman

DAFTAR GAMBAR ...

vii

DAFTAR TABEL ...

vii

DAFTAR LAMPIRAN ...

viii

PENDAHULUAN ...

1

TINJAUAN PUSTAKA

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) ...

2

Komposisi Kimia Temulawak...

2

Fotometer Jinjing ...

3

Kemometrik ...

4

Metode PCA ...

4

Metode PLSDA ...

4

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ...

5

Tahapan Penelitian ...

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Keragaman Kualitas Rimpang Temulawak Menggunakan KLT ...

6

Pencirian Sumber Sinar dan Filter ...

7

Analisis Sampel Menggunakan Fotometer ...

7

Klasifikasi Rimpang Temulawak Menggunakan Analisis Komponen Utama ..

8

Pembentukan Model Rimpang Temulawak Menggunakan

Analisis Diskriminan Kuadrat Terkecil Parsial (PLSDA) ...

9

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 11

Saran ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Tanaman Temulawak (C. xanthorriza) dan Rimpang

Temulawak... ... 2

2 Struktur Kurkuminoid

...

3

3 Instrumen Fotometer Jinjing ...

3

4 Prinsip PCA ...

4

5 Fotometer Jinjing ...

6

6 Pola KLT Temulawak Dengan Penampak Lampu UV 254 nm untuk Umur

Simplisia 9 Bulan, 8 Bulan, 7 Bulan, 6 Bulan, dan Standar Kurkumin. Noda

(Rf

0.23) Menunjukkan Kurkumin

...

7

7 Kromatogram Hasil Analisis Menggunakan Image J pada Foto Pelat KLT

Rimpang Temulawak dengan Pendeteksian

λ

254 6 Bulan, 7 Bulan, 8 Bulan,

dan 9 Bulan ...

7

8 Spektrum Panjang Gelombang LED UV, LED Biru, dan LED Merah ...

7

9 Spektrum Hasil Pengukuran Temulawak Umur 6, 7, 8, dan 9 Bulan ...

8

10 Alur Proporsi Varians 7 Komponen Utama ...

8

11

Score Plot antara PC 1 dan PC 2 serta Inset Perbesaran Untuk Umur 7 dan 8

Bulan ...

9

12 Nilai Prediksi Sampel dengan Model PLSDA Umur 7 Bulan

.

... 10

13 Nilai Prediksi Sampel dengan Model PLSDA Umur 8 Bulan

.

... 10

14 Nilai Prediksi Sampel dengan Model PLSDA Umur 9 Bulan ... 10

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Komposisi Rimpang Temulawak ...

3

2

Kriteria Kebaikan Model PLSDA ...

9

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram Alir Penelitian ... 15

2 Contoh Pembuatan Filter ... 16

3 Perangkat Lunak Wavelength RGB Converter ... 16

4 Pencirian Filter ... 17

5 Data Hasil Pengukuran Menggunakan Fotometer Jinjing ... 18

6

Prediction vs Reference PLSDA Umur 6 Bulan ...

21

7 Prediction vs Reference PLSDA Umur 7 Bulan ...

21

8

Prediction vs Reference PLSDA Umur 8 Bulan ...

21

(10)

masyarakat di seluruh dunia untuk pengobatan dan bahan baku kosmetik (Singh et al. 2010). Penggunaan tanaman sebagai obat telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia jauh sebelum pelayanan kesehatan menggunakan obat-obatan sintetik. Masyarakat dewasa ini kembali memilih tanaman obat sebagai alternatif terhadap penyembuhan berbagai penyakit (Fatmawati 2008). Hal ini dikarenakan tanaman obat mengandung zat aktif atau metabolit sekunder yang berkhasiat dapat menyembuhkan penyakit (Adzkiya 2006). Selain itu, tanaman obat mempunyai efek samping merusak kesehatan yang lebih kecil serta mudah diperoleh dan murah. Tanaman obat yang digunakan biasanya berbentuk simplisia akar, daun, buah, dan biji (Depkes RI 1983).

Penggunaan tanaman obat yang semakin berkembang memerlukan adanya jaminan terhadap mutu dan keamanannya. Mutu tanaman obat dapat dilihat dari kandungan senyawa aktif kimia yang dimiliki. Pada tanaman obat, kandungan senyawa aktif tersebut tidak merata, ada yang komposisinya besar dan ada yang komposisinya kecil. Efek farmakologis tanaman obat tidak hanya ditentukan oleh 1 jenis senyawa aktif kimia, tetapi ditentukan oleh seluruh senyawa aktif kimia yang terdapat di dalamnya. Keragaman komposisi senyawa aktif kimia dipengaruhi oleh kondisi tanah dan lingkungan (Singh et al. 2010). Salah satu faktor lain yang memengaruhi keragaman ini adalah umur tanaman. Oleh karena itu, umur tanaman obat dapat dijadikan penanda mutu dari tanaman itu.

Kendali mutu tanaman obat umumnya dilakukan menggunakan metode kromatografi, seperti kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi gas (KG), dan kromatografi lapis tipis (KLT) (Singh et al. 2010). Metode ini akan menghasilkan kromatogram sidik jari yang menampilkan semua kandungan senyawa kimia yang menjadi kekhasan tanaman obat tersebut (Liang et al. 2004). Metode ini memiliki akurasi yang tinggi, tetapi dibutuhkan waktu yang lama dan juga preparasi sampel (Mao & Xu 2006). Metode lain yang dapat digunakan untuk melihat keragaman mutu tanaman obat adalah spektroskopi (Singh et al. 2010). Prinsip kerjanya adalah dengan melihat perubahan komposisi senyawa aktif tanaman obat yang menyebabkan perubahan sifat optik

spektroskopi untuk kendali mutu tanaman obat berdasarkan komposisi senyawa aktif yang dikandungnya (Li et al. 2009, Sim et al. 2004, Woo et al. 1999, Gutierres et al. 2011). Umumnya digunakan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR) (Yap et al. 2009, Sim et al. 2004, Gutierrez et al. 2011). Akan tetapi, alat tersebut cukup mahal dan sulit dioperasikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan alat yang diharapkan mampu menganalisis dengan cepat, mudah, dan murah, serta meminimumkan penggunaan bahan kimia dan analisisnya akurat dalam menentukan mutu tanaman obat.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah fotometer jinjing yang telah dikembangkan oleh Departemen Fisika Fakultas Kedokteran UI dan Bagian Kimia Analitik Departeman Kimia IPB. Alat ini memiliki kelebihan dalam pengoperasiannya yang lebih mudah, meminimumkan penggunaan bahan kimia, murah, ringan, dan mudah dibawa. Fotometer jinjing tersebut menggunakan metode spektroskopi yang selanjutnya akan dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola kemometrik, yaitu analisis komponen utama (PCA) dan analisis diskriminan-kudrat terkecil parsial (PLS-DA) untuk melakukan pengenalan pola sehingga dapat mengelompokkan tanaman berdasarkan keragaman umur tanam. Menurut Singh et al. (2010), kendali mutu tanaman obat dapat dilakukan dengan menggabungkan metode spektroskopi dengan teknik analisis multivariat.

(11)

hipokolesterolemik, dan antihepatotoksik. Sementara minyak atsiri pada temulawak bersifat meningkatkan produksi getah empedu dan mampu menekan pembengkakan jaringan (Paryanto & Srijanto 2006).Kandungan kimia minyak atsirinya antara lain feladrena, kamfer, turmerol, tolilmetilkarbinol, ar-kurkumen, zingiberena, kuzerenon, germakron, β -tumeron, dan xantorizol (Rahardjo & Rostiana 2005).

Metode kendali mutu rimpang temulawak yang umum digunakan sebelumnya adalah kromatografi lapis tipis (KLT) (Fatmawati 2008, Istiqomah 2010, Miftahuddin 2010), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Rosiyani 2010), dan spektroskopi FTIR (Rosiyani 2010). Penelitian ini bertujuan menjadikan fotometer jinjing yang sedang dikembangkan sebagai alat untuk kendali mutu rimpang temulawak dengan melihat keragaman mutu berdasarkan umur tanam yang berbeda, dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola kemometrik PCA dan PLS-DA.

TINJAUAN PUSTAKA

Temulawak(Curcuma xanthorrhiza)

Temulawak (Gambar 1) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Curcuma berasal dari bahasa Yunani, xanthos yang berarti kuning, dan rhizaa yang berarti umbi akar. Jadi, Curcuma xanthorrhiza berarti akar kuning (Asriani 2010). Di Indonesia, temulawak dikenal dengan berbagai nama daerah, misalnya temulawak (Sumatra), koneng gede, temu raya, temu besar, aci koneng, koneng tegel, temulawak (Jawa), temulobak (Madura), tommo (Bali), tommon (Sulawesi Selatan) atau karbaga (Ternate) (Dalimartha 2000). Secara lengkap klasifikasi temulawak adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies :C. xanthorrhiza

Secara alami, temulawak tumbuh baik di lahan yang teduh dan terlindung dari sinar matahari. Meskipun demikian, temulawak juga dapat tumbuh di tempat yang terik, seperti di tanah tegalan (Nurcholis 2006).

Tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi pada berbagai cuaca di daerah beriklim tropis. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1500 − 4000 mm/tahun. Suhu udara yang baik untuk budi daya tanaman ini 19 − 30 °C (Afifah&Lentera 2003).

Gambar 1 (a) Tanaman temulawak (C. xanthorriza) dan (b) rimpang temulawak.

Temulawak merupakan tanaman tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi hingga lebih dari 1 m, tetapi kurang dari 2 m, berwarna hijau atau cokelat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai 2–9 helai daun dengan bentuk bundar memanjang sampai lanset, warna daun hijau atau cokelat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31–84 cm dan lebar 10– 18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43–80 cm. Daun termasuk tipe daun sempurna, artinya tersusun dari pelepah, tangkai, dan helai daun (Sidik et al. 1995). Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8–13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5 cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25–2 cm dan lebar 1 cm.

Produk yang diambil dari tanaman temulawak adalah rimpang. Rimpang merupakan bagian batang di bawah tanah. Rimpang disebut juga umbi akar, umbi batang, atau umbi tinggal. Berdasarkan penelitian Fatmawati (2008), Rosiyani (2010), dan Adzkiya (2006), kandungan senyawa aktif meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanam rimpang temulawak.

Komposisi Kimia Temulawak

(12)

kurkuminoid, dan minyak atsiri (Sidik et al. 1995). Selain itu, terdapat pula lemak, serat kasar, dan protein (Fatmawati 2008). Komposisi rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Sinambela (1985), komponen utama rimpang temulawak adalah fraksi zat warna kurkuminoid dan minyak atsiri.

Tabel 1 Komposisi rimpang temulawak Komponen Persentase (%)

Pati 27.62 Lemak 5.38 Kurkumin 1.93 Serat kasar 6.89 Abu 3.96 Protein 6.44 Minyak atsiri 10.96

Sumber: Suwiah (1991) berdasarkan kadar air 10%.

Fraksi kurkuminoid (C25H32O3) (Gambar

2) merupakan komponen yang memberikan warna kuning, berbentuk serbuk dengan rasa pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan basa hidroksida, memiliki aroma yang khas, dan tidak bersifat toksik. Kandungan senyawa ini juga akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanam (Adzkiya 2006).

Gambar 2 Struktur kurkuminoid (Ruslay et al. 2007).

Fotometer Jinjing

Fotometer jinjing yang sedang dikembangkan menggunakan prinsip metode spektroskopi. Spektrum radiasi elektromagnetik terdiri dari foton yang mempunyai tingkat energi dan panjang gelombang berbeda-beda (Harvey 2000). Perbedaan ini akan menyebabkan perbedaan interaksi radiasi elektromagnetik pada suatu bahan dan menimbulkan efek yang berbeda pula (Stuth et al.2003).Energi radiasi dengan panjang gelombang tertentu yang berinteraksi dengan suatu bahan dapat diserap (absorpsi),

diteruskan (transmisi), atau dipantulkan (refleksi) oleh bahan tersebut (Skoog et al. 2004).

Suatu molekul atau komposisi hanya akan menyerap energi yang sesuai dengan karakteristiknya. Energi yang diserap akan mengeksitasi elektron dari keadaan dasarnya (Skoog et al.2004).Saat elektron kembali ke keadaan dasar dari keadaan tereksitasi, akan terjadi pelepasan energi yang memiliki panjang gelombang lebih tinggi daripada panjang gelombang yang diberikan. Proses pelepasan energi pada panjang gelombang tertentu ini dikenal dengan emisi fluoresens (Harvey 2000).

Refleksi adalah pemantulan radiasi oleh permukaan benda tanpa mengalami perubahan panjang gelombang. Radiasi yang datang hanya berinteraksi dengan permukaan bahan tanpa berpenetrasi ke dalam sehingga proses refleksi lebih melihat dari sifat fisik bahan dibandingkan dengan sifat kimianya (Novianty 2008).

Komponen-komponen penting yang terdapat pada fotometer jinjing adalah sumber sinar, filter, dan detektor yang dapat mengubah energi cahaya menjadi suatu sinyal listrik (Gambar 3). Komponen-komponen tersebut dimasukkan di dalam sebuah autoskop sederhana yang telah dimodifikasi dan disambungkan pada fotometer jinjing.

Gambar 3 Instrumen fotometer jinjing.

(13)

rangkaian lampu atau lampu indikator (Senny 2010). Selain itu, LED memiliki daya yang kecil (20–100 mA) dan dapat digunakan dengan tegangan yang rendah (2–5 V) (Menn 2004) sehinggga tepat digunakan pada alat instrumen jinjing.

Detektor yang digunakan adalah resistor bergantung pada sinar(LDR). Resistans LDR akan berubah seiring dengan perubahan intensitas cahaya yang mengenainya atau yang ada di sekitarnya. Dalam keadaan gelap,

resistans LDR sekitar 10 MΩ dan dalam

keadaan terang, sebesar 1 kΩ atau kurang. LDR terbuat dari bahan semikonduktor seperti kadmium sulfida. Dengan bahan ini, energi dari sinar yang jatuh menyebabkan lebih banyak muatan yang dilepas atau arus listrik meningkat (Silva & Avalos 2006).

Filter yang terbuat dari plastik transparan memiliki variasi warna dan kisaran panjang gelombang yang berbeda. Menurut Harvey (2000), pada spektrum sinar tampak, warna ungu memiliki kisaran panjang gelombang 380–450 nm, biru 450–490 nm, hijau 490–560 nm, kuning 560–590 nm, jingga 590–630 nm, dan merah 630–760.

Kemometrik

Kemometrik merupakan seni mengekstraksi informasi kimia dari data yang dihasilkan oleh suatu percobaan kimia (Wold 1995). Kemometrik menyediakan metode untuk mengurangi data berukuran besar yang diperoleh dari instrumen seperti spektrofotometer sehingga dapat diketahui tingkat reabilitas dari suatu data. Analisis multivariat merupakan salah satu teknik analisis kemometrik yang banyak digunakan untuk analisis matriks kompleks dan analisis multikomponen pada sistem yang sederhana. Pendekatan multivariat dapat diaplikasikan pada sampel yang mempunyai lebih dari satu peubah pengukuran. Misalnya, pada saat kita mengukur spektrum suatu sampel menggunakan lebih dari satu panjang gelombang (Brereton 2003).

Analisis multivariat ini telah banyak digunakan dalam bidang kimia untuk melakukan pengenalan pola. Pendekatan metode analisis multivariat yang dapat digunakan antara lain adalah exploratory data analysis (EDA) yang terdiri dari PCA dan factor analysis (FA), unsupervised pattern recognation, dan supervisaed pattern recognation (Brereton 2003). Selain itu, juga ada soft independent modeling of class

analogy (SIMCA), discriminant analysis (DA) dan PLSDA (Gutierrez et al. 2011).

Metode PCA

Prinsip utama analisis multivariat dengan metode PCA adalah mencari komponen utama (PC) yang merupakan kombinasi linear dari peubah asli (Lebart et al. 1984). PC digunakan untuk mengurangi jumlah peubah bebas dari peubah aslinya. Pemilihan PC dilakukan sehingga PC pertama memiliki varians terbesar dalam set data, sedangkan PC kedua tegak lurus terhadap PC pertama dan memiliki varians terbesar selanjutnya (Miller & Miller 2000).

Teknik PCA berdasar pada dekomposisi matriks data X (N × K) menjadi 2, yaitu matriks T (N × A) dan matriks P (K × A) yang saling tegak lurus (Gambar 4):

X= T.PT + E

Matriks T disebut matriks scores yang menggambarkan varians dalam objek, sedangkan matriks P yang disebut matriks loading menjelaskan pengaruh peubah terhadap komponen utama. Matriks P terdiri atas data asli dalam sistem koordinat baru. Galat dari model yang terbentuk dinyatakan dalam E (Lohninger 2004), sedangkan nilai A adalah jumlah PC yang digunakan untuk membuat model (Brereton 2003).

Gambar 4 Prinsip PCA (Brereton 2003).

Metode PLSDA

(14)

kuadrat terkecil (Hakim 2010). Dalam PLSDA, untuk kasus dua kelompok, biasanya peubah tak bebas diberi nilai 1 untuk satu kelompok dan 0 atau -1 untuk kelompok lainnya.

Berbeda dengan metode PCA, kebaikan suatu model klasifikasi pada metode PLSDA cukup dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2), galat kalibrasi akar rerata kuadrat (RMSEC) dan galat prediksi akar rerata kuadrat (RMSEP). Nilai RMSEC merupakan galat yang dihasilkan dari set kalibrasi.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan ialah kertas plastik, tanaman temulawak umur 6, 7, 8, dan 9 bulan, etanol 96%, kloroform 96%, diklorometana 96%, silika gel F254, dan akuades. Alat-alat yang digunakan adalah fotometer jinjing, lampu LED (UV, merah, dan biru), blender, alat pembuat pelet, spektrometer USB 2000, PrinterEpson Stylus Office T1100, syringe 100µL, CAMAG TLC Applicator Linomat 5, CAMAG TLC scanner Reprostar 3, dan penguap putar. Perangkat lunak yang digunakan adalah Unscrambler 10.01, CAMAG WinCATS versi 1.3.3, wavelength to RGB, dan Image J versi 1.4.

Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Temulawak (Istiqomah 2010)

Serbuk temulawak dari masing-masing umur ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dimaserasi selama 3 jam menggunakan 10 mL pelarut etanol 96%. Filtratnya disaring dan dipindahkan ke botol vial kecil. Setelah itu, diuapkan dengan penguap putar. Sebanyak 0.1 gram ekstrak etanol temulawak ini selanjutnya dilarutkan menggunakan 5 mL etanol 96%, dan filtratnya disaring kembali. Filtrat dari setiap sampel selanjutnya ditotolkan pada pelat silika gel F254 menggunakan syringe 100µL dibantu dengan CAMAG TLC applicator dengan lebar pita tiap sampel adalah 5 mm.

Eluen yang digunakan adalah diklorometana dan kloroform dengan nisbah 0.82:0.18. Eluen tersebut dijenuhkan terlebih dahulu selama 1 jam di dalam bejana kromatografi. Setelah itu, pelat yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam bejana kromatografi untuk proses elusi. Deteksi noda dilakukan menggunakan CAMAG TLC scanner dengan lampu 254 nm dan 366 nm.

Foto yang dihasilkan lalu diolah menggunakan perangkat lunak Image J versi 1.4.

Pembuatan Pelet Temulawak

Serbuk temulawak ditimbang sebanyak 400 mg, lalu serbuk dimasukkan ke dalam alat pembuat pelet. Tekanan diatur hingga mencapai 80 kN, dan diberikan selama 2 menit. Pelet temulawak lalu dikeluarkan dari alat.

Pembuatan Filter

Pembuatan filter dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Word 2007. Dibuat kotak-kotak berukuran 5×5 cm2, kemudian masing-masing diberi warna dengan intensitas yang berbeda-beda (Lampiran 2). Intensitas warna tersebut diatur nilai RGB (red green blue) sesuai panjang gelombangnya dengan bantuan perangkat lunak Wavelength RGB Converter (Lampiran 3). Filter dibuat dari panjang gelombang 360 sampai 650 nm dengan selang sekitar 20 nm. Selanjutnya warna-warna ini dicetak pada kertas plastik transparan.

Pencirian Sumber Sinar

Sumber sinar yang akan digunakan (LED UV, LED merah, dan LED biru) dicirikan terlebih dahulu. Sumber sinar tersebut dinyalakan dan sinar yang keluar diukur panjang gelombangnya menggunakan spektrometer USB 2000.

Pencirian Panjang Gelombang Filter

Filter yang telah dibuat selanjutnya dipotong dengan ukuran 5×5 cm2, dan dicirikan menggunakan spektrometer USB 2000. Satu potongan filter ditempatkan pada lintasan laser. Daya laser yang melewati potongan filter tersebut diukur, lalu data yang dihasilkan pada layar komputer diatur agar yang dihasilkan berupa kisaran panjang gelombang. Kisaran panjang gelombang yang diperoleh digunakan sebagai acuan pada penelitian selanjutnya.

Prosedur Penggunaan Alat Fotometer Jinjing

(15)

sumber cahaya pada area berwarna putih sebagai kontrol. Sumber cahaya diletakkan tegak lurus (90°) dengan permukaan kertas standar warna. Diperiksa perbedaan intensitas sinar pada area berwarna putih. Apabila tidak terdapat perbedaan, maka nilai intensitas awal dinaikkan. Intensitas yang sudah ditetapkan akan digunakan untuk pengukuran setiap sampel dengan sumber sinar yang sama. Setiap mengakhiri pengukuran, sumber cahaya dimatikan dan dinyalakan kembali sebelum mengukur warna standar lainnya. Nilai yang tertera pada fotometer dicatat setelah angka yang tertera tidak menunjukkan perubahan. Langkah tersebut diulangi dengan menggunakan kombinasi filter dan sumber lampu yang berbeda-beda. Filter yang digunakan adalah kertas plastik dengan intensitas warna dan panjang gelombang yang telah dicirikan. Lampu yang digunakan adalah LED UV, LED merah, dan LED biru. Filter diletakkan sebelum detektor.

Gambar 5 Fotometer jinjing.

Metode Deteksi Sinar

Permukaan pelet temulawak selanjutnya disinari dengan sumber sinar yang divariasikan dengan filter. Pelet temulawak yang digunakan berumur 6, 7, 8, dan 9 bulan, dan diukur sebanyak 10 kali ulangan. Sinar radiasi selanjutnya terlebih dahulu melewati filter agar sinar yang terukur dibatasi pada area panjang gelombang tertentu. Sinar radiasi ini kemudian ditangkap oleh detektor LDR dan intensitasnya diubah menjadi perbedaan tegangan listrik. Perbedaan tegangan listrik yang dihasilkan ini dideteksi oleh voltmeter dan dicatat angkanya.

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur intensitas sinar yang dihasilkan dari sampel serbuk rimpang temulawak (pelet temulawak) umur 6, 7,8, dan 9 bulan dengan menggunakan sumber sinar lampu LED UV, merah, dan biru yang divariasikan

menggunakan filter dengan intensitas warna dan panjang gelombang yang berbeda-beda. Data yang dihasilkan dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel 2007 dan dianalisis menggunakan metode multivariat dengan perangkat lunak The Unscrambler 10.01.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan (Lampiran 1). Tahap pertama adalah analisis KLT pada sampel rimpang temulawak umur 6, 7, 8, dan 9 bulan yang akan dianalisis menggunakan fotometer jinjing. Tahap ini dilakukan untuk membuktikan bahwa rimpang temulawak tersebut memiliki keragaman mutu berdasarkan umur tanamnya.

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pencirian sumber sinar dan filter yang akan digunakan. Sumber sinar yang digunakan adalah LED UV, LED merah, dan LED biru. Tahap ini dilakukan agar dapat diketahui nilai kisaran panjang gelombang yang dipancarkan oleh ketiga sumber sinar tersebut sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

Tahapan terakhir adalah pengukuran sampel dengan fotometer jinjing. Diperoleh data berupa tegangan yang selanjutnya diolah dengan menggunakan metode pengenalan pola kemometrik PCA dan PLSDA. Metode ini dapat mengelompokkan sampel rimpang temulawak berdasarkan umur tanamnya, yaitu 6, 7, 8, dan 9 bulan.

Analisis Keragaman Kualitas Rimpang Temulawak Menggunakan KLT

KLT merupakan salah satu pilihan metode yang lazim digunakan untuk identifikasi tanaman obat. Keuntungan menggunakan KLT adalah persiapan sampel sederhana, ekonomis, analisis cepat, dan fleksibel. KLT juga mempunyai kemampuan pemisahan yang sangat baik untuk senyawa-senyawa kimia yang kompleks dalam ekstrak tanaman obat (Liang et al. 2004).

(16)

Gambar 6 Pola KLT temulawak dengan penampak lampu UV 254 nm untuk umur simplisia (a) 9 bulan, (b) 8 bulan, (c) 7 bulan, (d) 6 bulan, dan (e) standar kurkumin. Noda (f) (Rf ₌ 0.23) menunjukkan kurkumin.

Perbedaan konsentrasi kurkumin dari setiap umurnya dapat terlihat jika foto pelat KLT (Gambar 6) diolah menggunakan perangkat lunak image J. Data yang diperoleh berupa kromatogram sehingga dapat dilihat pola dan perbedaan intensitas dari noda yang dihasilkan (Gambar 7).

Gambar 7 Kromatogram hasil analisis menggunakan image J pada foto pelat KLT rimpang temulawak dengan pendeteksian λ 254 nm (a) 6 bulan, (b) 7 bulan, (c) 8 bulan, dan (d) 9 bulan.

Gambar 7 memperlihatkan bahwa setiap umur tanam rimpang temulawak memiliki pola yang sama. Hal ini menandakan bahwa jenis senyawa yang dimiliki rimpang temulawak pada umur 6, 7, 8, dan 9 bulan adalah sama. Akan tetapi, luas dan tinggi

puncak tiap senyawa berbeda-beda, yang menunjukkan perbedaan konsentrasi senyawa dari setiap umur rimpang. Puncak kromatogram kurkumin ditandai dengan puncak nomor 3 pada Gambar 7. Pada umur 9 bulan dapat dilihat bahwa area dan tinggi puncak tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan umur lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi kurkumin paling tinggi dimiliki oleh rimpang temulawak umur 9 bulan.

Pencirian Sumber Sinar dan Filter

Pencirian sumber sinar dan filter dilakukan menggunakan spektrometer USB200. Sumber sinar yang dicirikan adalah LED UV, LED merah, dan LED biru. Filter yang digunakan ada 17 buah. Pencirian tersebut bertujuan mengetahui nilai kisaran panjang gelombang dari sumber sinar dan filter yang digunakan sehingga untuk acuan penelitian selanjutnya.

Gambar 8 menunjukkan bahwa spektrum panjang gelombang yang dipancarkan oleh LED UV adalah 360 − 450 nm, LED biru sebesar 420 − 500 nm, dan LED merah sebesar 550 − 800 nm. Sementara itu, 17 filter yang digunakan memiliki kisaran panjang gelombang transmisi antara 360 dan 650 nm (Lampiran 4). Filter tersebut digunakan sebagai peubah yang befungsi membatasi dan membedakan intensitas radiasi yang akan mencapai LDR.

Gambar 8 Spektrum panjang gelombang (a) LED UV, (b) LED biru, dan (c) LED merah.

Analisis Sampel Menggunakan Fotometer

(17)

berupa intensitas radiasi yang ditangkap oleh LDR dan nilainya diubah menjadi nilai tegangan. Spektrum yang diperoleh (Gambar 9) memiliki pola yang sama untuk rimpang temulawak umur 6, 7, 8, dan 9 bulan. Hal ini dikarenakan senyawa yang terkandung pada rimpang temulawak dari setiap umur adalah sama. Perbedaan antara tiap umur terlihat dari intensitas tegangan yang dimiliki.

Gambar 9 Spektrum hasil pengukuran temulawak umur 6, 7, 8, dan 9 bulan.

Rimpang temulawak umur 6 bulan memiliki nilai tegangan tertinggi dibandingkan dengan umur lainnya. Nilai tegangan yang tinggi menunjukkan sinar yang direfleksikan oleh rimpang temulawak juga tinggi. Hal ini disebabkan kandungan senyawa aktif kimia pada umur 6 bulan paling rendah, sehingga daya absorpsi terhadap radiasi yang diberikan juga rendah. Dengan demikian, intensitas sinar radiasi yang direfleksikan semakin tinggi juga karena sinar yang tidak diserap direfleksikan oleh bahan. Karena perbedaan intensitas dan yang dihasilkan sangat kecil, diperlukan teknik pengenalan pola secara kemometrik untuk mengelompokkan rimpang temulawak berdasarkan umur.

Klasifikasi Rimpang Temulawak Menggunakan Analisis Komponen Utama

Metode PCA atau analisis komponen utama adalah suatu pendekatan statistika yang dapat membantu memahami hubungan data multivariat (Lai et al. 2011). Teknik kemometrik ini dapat digunakan untuk pengenalan pola sehingga dapat mengelompokkan rimpang temulawak

berdasarkan umur, sekalipun data spektrum yang dihasilkan mirip dan rumit.

Pada penelitian ini, PCA dilakukan pada data hasil pengukuran menggunakan fotometer jinjing terhadap sampel rimpang temulawak umur 6, 7, 8, dan 9 bulan. Masing-masing sampel diukur sebanyak 10 kali ulangan dengan menggunakan 51 kombinasi sumber sinar dan filter sehingga diperoleh matriks data atau peubah asli berukuran 40×51.

Analisis PCA dilakukan dengan mencari komponen utama dari data matriks. Diperoleh 7 buah PC dan varians yang berbeda-beda (Gambar 10). PC 1 memiliki nilai varians sebesar 66%, PC 2 21%, PC 3 9%; PC 4 dan PC 5 1%; sedangkan PC 6 dan PC 7 hanya 0%. Total nilai varians seluruh PC sebesar 98%. Nilai varians PC 1 paling besar karena PC 1 digunakan untuk memaksimumkan varians data, sedangkan PC selanjutnya digunakan untuk memaksimumkan residual atau varians yang tertinggal dalam data (Brereton 2003).

Gambar 10 Alur proporsi varians 7 komponen utama.

(18)

memisahkan dengan baik rimpang temulawak berdasarkan umurnya.

Gambar 11 Scoreplot antara PC 1 dan PC 2 serta inset perbesaran untuk umur 7 dan 8 bulan.

Pembentukan Model Rimpang Temulawak MenggunakanAnalisis Diskriminan

Kuadrat Terkecil Parsial (PLSDA)

PLSDA merupakan salah satu teknik kemometrik yang digunakan untuk pengenalan pola. Pada penelitian ini, analisis PLSDA dilakukan dengan menggunakan 2 buah matriks, yaitu matriks X dan matriks Y. Matriks X berisi data asli yang berasal dari hasil pengukuran sampel rimpang temulawak dengan menggunakan fotometer jinjing sehingga matriksnya berukuran 40×51. Sementara matriks Y merupakan matriks respon untuk tiap umur sampel rimpang temulawak sehingga matriksnya berukuran 40×4. Respon untuk satu umur sampel rimpang temulawak bernilai 1 dan umur yang lainnya diberi nilai 0. Selanjutnya dibuat model kalibrasi rimpang temulawak umur 6, 7, 8, dan 9 bulan dari kedua matriks.

Kebaikan suatu model dengan menggunakan metode PLSDA dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2), galat kalibrasi akar rerata kuadrat (RMSEC) dan galat prediksi akar rerata kuadrat (RMSEP) yang terlihat pada Tabel 2 dan Lampiran 6 hingga 9. Nilai R2 mengindikasikan mutu data antara konsentrasi nyata dan konsentrasi dugaan. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan bahwa antara konsentrasi nyata dan dugaan memiliki nilai yang sangat dekat serta memiliki galat yang kecil. Nilai RMSEC merupakan galat yang dihasilkan dari set

kalibrasi. Kebaikan suatu model dapat dilihat nilai R2 mendekati 1 dan nilai galat sangat kecil atau mendekati 0 (Brereton 2003).

Rimpang temulawak umur 6, 7, 8, dan 9 bulan dapat diprediksi dengan baik menggunakan model kalibrasi yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 dan RMSEP pada model prediksi. Model PLSDA untuk rimpang temulawak umur 6, 7, 8, dan 9 bulan memiliki nilai R2 mendekati 1 dan RMSEP mendekati 0 (Tabel 2). Nilai R2 yang tinggi dari sampel mengindikasikan bahwa model prediksi yang dibuat memiliki galat yang kecil.

Tabel 2 Kriteria kebaikan model PLSDA

Sampel (bulan)

Kalibrasi Prediksi

R2 RMSEC R2 RMSEP 6 0,9945 0,0322 0,9902 0,0442

7 0,9948 0,0311 0,9926 0,0380

8 0,9901 0,0432 0,9845 0,0553

9 0,9940 0,0335 0,9915 0,0408

Selanjutnya model PLSDA yang telah diperoleh digunakan untuk memprediksi sampel rimpang temulawak umur 6, 7, 8, dan 9 bulan. Sampel yang digunakan merupakan sampel yang tidak digunakan untuk membuat model. Pengukuran sampel diperlakukan sama dengan sampel rimpang temulawak pada saat membangun model dan dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model yang dibangun sebelumnya dapat memprediksi sampel yang diujikan dan mengklasifikasikan ke dalam umur 6, 7, 8, dan 9 bulan.

(19)

diprediksi pada saat diregresikan dengan model PLSDA rimpang temulawak masing-masing umur.

Tabel 3 Data prediksi sampel dengan model PLSDA rimpang temulawak umur 6, 7, 8, dan 9 bulan

Model

PLSDA Sampel Ulangan

Nilai Prediksi Nilai Referensi 6 Bulan 6 Bulan

1 1,0360 1

2 1,0341 1

7 Bulan

1 0,0471 0

2 0,0287 0

8 Bulan

1 -0,0050 0

2 0,0046 0

9 Bulan

1 0,0278 0

2 0,0168 0

7 Bulan

6 Bulan

1 0,0648 0

2 0,1199 0

7 Bulan

1 1,0457 1

2 1,0363 1

8 Bulan

1 -0,0236 0

2 -0,0230 0

9 Bulan

1 0,0602 0

2 0,0310 0

8 Bulan

6 Bulan

1 -0,0509 0

2 -0,0621 0

7 Bulan

1 -0,0715 0

2 -0,0656 0

8 Bulan

1 1,0164 1

2 1,0060 1

9 Bulan

1 -0,0780 0

2 -0,0446 0

9 Bulan

6 Bulan

1 -0,0499 0

2 -0,0919 0

7 Bulan

1 -0,0213 0

2 0,0006 0

8 Bulan

1 0,0122 0

2 0,0124 0

9 Bulan

1 0,9900 1

2 0,9969 1

Selain sampel ini, dilakukan pula pengukuran sampel rimpang temulawak dengan kondisi lama penyimpanan setelah panen atau tidak segar. Pengukuran dilakukan sebanyak sepuluh kali ulangan. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 12 hingga 14. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Gambar 12 hingga 14 menunjukkan bahwa kondisi penyimpanan sampel yang

terlalu lama dapat menyebabkan penurunan mutu.

Gambar 12 Nilai prediksi sampel dengan model PLSDA umur 7 bulan.

Gambar 13 Nilai prediksi sampel dengan model PLSDA umur 8 bulan.

Gambar 14 Nilai prediksi sampel dengan model PLSDA umur 9 bulan.

(20)

kondisi penyimpanan rimpang temulawak yang terlalu lama dapat menurunkan kadar air, pati, kurkumin, dan minyak atsiri. Hal ini disebabkan pengaruh suhu dan RH lingkungan penyimpanannya. Semakin tinggi suhu dan semakin rendah RH maka kadar kurkumin semakin rendah akibat terjadinya degradasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Alat fotometer jinjing yang digabungkan dengan aplikasi kemometrik sudah dapat membedakan keragaman kualitas rimpang temulawak berdasarkan umur 6, 7, 8, dan 9 bulan. Analis PCA menggunakan dua PC pertama, yaitu PC 1 = 66% dan PC 2 = 21%. Untuk analisis PLSDA diperoleh nilai R2 yang mendekati 1 dan RMSEP mendekati 0. Pada kondisi penyimpanan rimpang temulawak yang terlalu lama mengakibatkan menurunnya mutu atau kadar dari senyawa aktif kimia yang terdapat pada rimpang temulawak tersebut.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan fotometer jinjing. Perlu dilakukan validasi antara pengukuran menggunakan fotometer jinjing dengan instrumen lain yang umum digunakan untuk kendali mutu rimpang temulawak

DAFTAR PUSTAKA

Adzkiya MAZ. 2006. Pola akumulasi kurkuminoid rimpang induk temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) pada berbagai masa tanam dan perlakuan budidaya tanam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Afifah E, Lentera T. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak: Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Asriani D. 2010. Isolasi xantorizol dari temulawak terpilih berdasarkan nomor harapan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Brereton RG. 2003. Chemometrics: Data Analysis for The Laboratory and Chemical Plant. Bristol: Wiley.

Dalimartha S. 2000. Atlas Tanaman Obat Indonesia. Jilid 2. Jakarta: Trubus Agriwidya.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 1983. Pemanfaatan Tanaman Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Ke-1. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

[Deptan] Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2004. Informasi Pengembangan Agribisnis Tanaman Biofarmaka. Jakarta: Deptan.

Fatmawati DA. 2008. Pola protein dan kandungan kurkuminoid rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Gutierrez L, Coello J, Maspoch S. 2011. Application of near infrared spectral

fingerprinting and pattern recognition techniques for fast identification of

Eleutherococcus senticosus. Food Research International 44:557–565.

Istiqomah IF. 2010. Pengoptimuman fase gerak KLT dengan rancangan campuran untuk analisis sidik jari temulawak [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hakim F. 2010. Penerapan metode transformasi wavelet diskret dan partial least square discriminant analysis (PLSDA) untuk klasifikasi komponen obat bahan alam (Studi kasus: Obat bahan alam/fitofarmaka penurun tekanan darah) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Harvey D. 2000. Modren Analytical Chemistry. New York: McGraw Hill.

(21)

Kiswanto Y. 2000. Perubahan kadar senyawa bioktif rimpang temulawak dalam penyimpanan [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut pertanian.

Lai SZ et al. 2011. Qualitative and quantitative analysis of alkaloids in cortex phellodendri by HPLC-ESI-MS/MS and HPLC-DAD. Chem Res Chinese Univ 27:38-44.

Lebart L, Morineau A, Warmict MK. 1984. Multivariate Descriptive Statistical Analysis. New York: Wiley.

Li M, Zhou X, Zhao Y, Wang PD, Hu NX. 2009. Quality assessment of Curcuma longa L. by gas chromatography-mass spectrometry fingerprint, principle components analysis and hierarchical clustering analysis. Korean Chem 30:2287-2293.

Liang YZ, Xie P, Chan K. 2004. Quality control of herbal medicines. J Chromatography 812:53-70.

Lohninger H. 2004. Multivariate calibration [terhubung berkala]. http://www.vias.org/tmdatanaleng/cc_ multivaritae.html [20 Des 2010].

Menn N. 2004. Practical Optics. New York: Elsevier.

Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and Chemometrics for Analytical Chemistry. Ed ke-4. Harlow: Pearson Education.

Mao J, Xu J. 2006. Discrimination of herbal medicines by molecular spectroscopy and chemical pattern recognition. Spectrochim Acta A 65:497-500.

Miftahuddin A. 2010. Diferensiasi temulawak, kunyit, dan bangle berdasarkan pola pemisahan senyawa menggunakan kromatografi lapis tipis [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Novianty I. 2008. Analisa spektroskopi reflektans Vis-NIR untuk mengetahui proses pematangan buah stroberi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Nurcholis W. 2006. Kandungan xanthorrizol temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Paryanto I, Srijanto B. 2006. Ekstraksi kurkumin dari temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) secara perkolasi dengan pelarut etanol. J Ilmu Kefarmasian Indones 4:74-77.

Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Temulawak. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler No. 11.

Rosiyani L. 2010. Evaluasi perubahan metabolit pada temulawak dengan waktu tanam yang berbeda [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Ruslay S et al. 2007. Characterization of the component present in the active fractions of health gingers (Curcuma xanthorriza and Zingiber zerumbet) by HPLC-DAD-ESIMS. Food Chem 104:1183-1191.

Senny PS. 2010. Pembuatan modul sensor warna berbasis mikrokontroler [skripsi]. Jakarta: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta.

Sidik, Mulyono MW, Mutadi A. 1995. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Jakarta: Phyto Medika.

Silva DF, Avalos DA. 2006. Light dependent resistance as a sensor in spectroscopy setups using pulsed light and compared with electret microphones. Sensors 6:514-525.

Sim OC, Hamdan RM, Ismail Z, Ahmad NM. 2004. Assessment of herbal medicines by chemometrics – assisted interpretation of FTIR spectra. Analytica Chimica Acta.

(22)

Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. hlm 150-155.

Singh SK, Jha SK, Chaudhary, Yadava RDS, Rai SB. 2010. Quality control of herbal medicines by using spectroscopic techniques and multivariate statistical analysis. Pharmaceut Biol 48:134-141.

Skoog DA, West DM, Holler FJ, Crouch SR. 2004. Fundamentals of Analytical Chemistry. Toronto: Thomson.

Stuth J, Jama A, Tolleson D. 2003. Direct and indirect means of predicting forage quality. Field Crops Research 84:45-56.

Suwiah A. 1991. Pengaruh perlakuan bahan dan jenis pelarut yang digunakan pada pembuatan temulawak (Curcuma xanthorriza) instan terhadap rendemen dan

mutunya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wold S. 1995. Chemometrics: Whats do we want from it? Chemom Intel Lab Syst 30:109-115.

Woo AY, Kim JH, Cho HJ, Chung H. 1999. Discrimination of herbal medicines according to geographical origin with near

infrared reflectance spectroscopy and

pattern recognition techniques. Pharmaceut Biomed Anal 21:407-413.

Yap KYL, Chan SY, Lim CS. 2007.

Infrared-based protocol for the identification and

(23)
(24)
(25)

Lampiran 2 Contoh pembuatan filter

.

Lampiran 3 Perangkat lunak

wavelength

RGB

converter

(26)

Lampiran 4 Pencirian filter

Panjang gelombang transmisi

filter

(nm)

Perangkat lunak

wavelength

RGB

converter

Hasil pencirian

360

360

380

380

400

430

420

460

440

480

460

490

480

500

500

520

520

530

530

540

560

550

580

560

600

580

620

600

640

620

645

640

(27)

Lampiran 5 Data hasil pengukuran menggunakan fotometer jinjing

No

Kombinasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Sumber

Sinar UV

Filter (nm) 360 380 430 460 480 490 500 520 530 540 550 560 580 600 620 640 650

6STA 1905 1897 1906 1910 1914 1915 1908 1910 1907 1906 1915 1909 1905 1897 1903 1902 1909

6STB 1905 1897 1906 1910 1914 1915 1908 1910 1907 1906 1915 1909 1905 1897 1903 1902 1909

6STC 1904 1897 1906 1910 1913 1914 1908 1910 1907 1906 1914 1908 1905 1897 1902 1902 1908

6STD 1904 1897 1905 1909 1913 1913 1907 1910 1907 1906 1914 1908 1905 1897 1902 1901 1907

6STE 1904 1897 1904 1909 1912 1913 1907 1910 1906 1905 1914 1908 1904 1897 1902 1901 1907

6STF 1905 1897 1906 1910 1914 1915 1908 1910 1907 1906 1915 1909 1905 1897 1903 1902 1909

6STG 1905 1897 1906 1910 1914 1915 1908 1910 1908 1906 1915 1909 1905 1897 1903 1902 1908

6STH 1905 1896 1906 1909 1914 1915 1908 1910 1907 1906 1915 1909 1904 1897 1903 1902 1908

6STI 1905 1896 1906 1909 1913 1914 1908 1910 1907 1905 1914 1908 1904 1897 1902 1902 1908

6STJ 1904 1896 1905 1908 1913 1914 1907 1909 1907 1905 1913 1908 1904 1896 1902 1901 1907

7STA 1903 1895 1905 1909 1910 1913 1905 1907 1903 1903 1913 1907 1902 1896 1901 1899 1906

7STB 1903 1895 1905 1909 1910 1913 1905 1907 1904 1903 1913 1907 1902 1896 1900 1899 1906

7STC 1903 1895 1904 1908 1909 1911 1904 1906 1904 1902 1912 1906 1901 1896 1900 1899 1905

7STD 1902 1895 1903 1907 1909 1912 1904 1906 1904 1902 1912 1906 1901 1896 1900 1899 1905

7STE 1902 1895 1904 1907 1909 1913 1904 1906 1904 1902 1912 1906 1901 1895 1900 1899 1905

7STF 1903 1895 1905 1909 1910 1913 1905 1907 1904 1903 1913 1907 1902 1896 1901 1899 1906

7STG 1903 1895 1905 1909 1910 1913 1905 1907 1904 1903 1913 1907 1902 1896 1901 1899 1906

7STH 1902 1895 1905 1909 1909 1913 1905 1907 1904 1902 1912 1907 1902 1896 1901 1899 1905

7STI 1902 1895 1904 1908 1909 1912 1905 1906 1904 1902 1912 1907 1901 1896 1900 1898 1905

7STJ 1902 1895 1904 1908 1909 1912 1904 1906 1904 1902 1911 1907 1901 1895 1900 1898 1904

8STA 1901 1893 1902 1907 1908 1911 1903 1905 1903 1901 1911 1905 1902 1894 1899 1897 1904

8STB 1901 1893 1902 1907 1908 1911 1903 1906 1903 1900 1910 1905 1901 1894 1898 1897 1904

8STC 1901 1893 1902 1907 1908 1910 1903 1905 1903 1900 1910 1904 1901 1894 1898 1897 1904

8STD 1900 1893 1902 1906 1908 1909 1903 1905 1902 1900 1910 1904 1901 1894 1898 1897 1903

8STE 1900 1893 1902 1906 1909 1909 1903 1905 1902 1900 1910 1903 1901 1894 1898 1897 1903

8STF 1901 1893 1902 1907 1909 1911 1903 1905 1902 1901 1911 1905 1902 1894 1899 1897 1904

8STG 1901 1893 1902 1907 1909 1911 1903 1905 1903 1900 1911 1905 1902 1894 1899 1897 1904

8STH 1901 1893 1902 1906 1909 1911 1903 1905 1903 1900 1910 1904 1901 1894 1899 1897 1904

8STI 1901 1893 1902 1906 1908 1910 1903 1905 1903 1900 1910 1904 1901 1894 1899 1897 1903

8STJ 1900 1893 1902 1906 1908 1910 1903 1905 1903 1900 1909 1903 1901 1894 1899 1896 1903

9SITA 1902 1894 1904 1908 1911 1912 1906 1909 1906 1901 1912 1907 1903 1895 1900 1898 1904

9SITB 1902 1894 1904 1907 1911 1912 1906 1909 1906 1901 1911 1906 1903 1895 1900 1898 1904

9SITC 1902 1894 1903 1907 1910 1912 1905 1909 1906 1901 1911 1906 1903 1895 1900 1898 1903

9SITD 1902 1894 1903 1907 1910 1912 1904 1909 1906 1901 1911 1905 1903 1895 1900 1898 1903

9SITE 1902 1894 1903 1907 1910 1912 1904 1909 1905 1900 1911 1905 1903 1895 1900 1898 1903

9SATF 1902 1894 1903 1908 1911 1912 1906 1908 1905 1901 1911 1905 1903 1895 1900 1898 1903

9SATG 1902 1894 1903 1907 1911 1912 1906 1908 1905 1901 1912 1906 1903 1895 1900 1898 1904

9SATH 1902 1894 1903 1907 1911 1912 1905 1908 1905 1901 1912 1905 1903 1895 1900 1898 1903

9SATI 1902 1894 1903 1906 1910 1912 1904 1908 1905 1901 1912 1905 1903 1895 1900 1898 1903

9SATJ 1902 1894 1903 1906 1910 1912 1904 1908 1905 1900 1912 1905 1903 1895 1900 1898 1903

(28)

Lampiran 5 Data hasil pengukuran menggunakan fotometer jinjing (lanjutan)

No

Kombinasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Sumber

Sinar Biru

Filter (nm) 360 380 430 460 480 490 500 520 530 540 550 560 580 600 620 640 650

6STA 1943 1934 1941 1946 1948 1949 1944 1950 1945 1941 1950 1943 1942 1936 1935 1937 1943 6STB 1943 1934 1941 1946 1949 1949 1943 1950 1945 1941 1950 1943 1942 1936 1935 1937 1943 6STC 1943 1934 1941 1946 1949 1949 1943 1950 1945 1941 1950 1943 1942 1936 1935 1937 1943 6STD

1942 1933 1940 1946 1948 1949 1943 1950 1945 1940 1950 1943 1942 1936 1935 1936 1943 6STE 1942 1933 1940 1945 1948 1949 1943 1949 1945 1940 1949 1943 1942 1936 1935 1936 1942 6STF 1943 1934 1941 1945 1948 1949 1944 1950 1945 1941 1950 1943 1942 1936 1935 1937 1943 6STG 1943 1933 1941 1946 1948 1949 1944 1950 1945 1941 1950 1943 1942 1936 1935 1937 1943 6STH 1943 1933 1941 1945 1948 1949 1944 1950 1945 1940 1950 1943 1942 1936 1935 1937 1943 6STI 1942 1933 1941 1945 1948 1948 1943 1950 1944 1940 1949 1943 1941 1936 1935 1936 1942 6STJ 1942 1933 1940 1945 1947 1948 1943 1949 1944 1940 1949 1942 1941 1935 1935 1936 1942 7STA 1941 1927 1940 1940 1942 1948 1937 1948 1944 1936 1948 1941 1938 1935 1933 1932 1940 7STB 1941 1927 1940 1940 1942 1948 1937 1948 1944 1936 1948 1941 1938 1935 1933 1932 1940 7STC 1941 1927 1940 1940 1942 1948 1937 1948 1944 1936 1948 1941 1938 1934 1933 1932 1940 7STD 1941 1926 1939 1939 1942 1947 1937 1947 1943 1936 1947 1940 1938 1934 1932 1932 1939 7STE

1941 1926 1939 1939 1942 1947 1937 1947 1942 1936 1947 1940 1937 1934 1932 1932 1939 7STF 1941 1927 1940 1940 1942 1948 1937 1948 1944 1936 1948 1941 1938 1936 1933 1932 1940 7STG 1941 1927 1940 1940 1942 1948 1937 1948 1944 1936 1948 1941 1938 1935 1933 1932 1940 7STH

1941 1927 1940 1940 1942 1947 1937 1947 1944 1936 1947 1940 1938 1934 1933 1932 1939 7STI 1940 1927 1939 1939 1942 1947 1937 1947 1943 1936 1947 1940 1938 1934 1932 1932 1939 7STJ 1940 1926 1939 1939 1942 1947 1937 1947 1942 1936 1946 1940 1937 1934 1932 1932 1938 8STA 1941 1930 1939 1943 1946 1949 1940 1949 1945 1938 1947 1942 1940 1933 1934 1936 1940 8STB 1941 1930 1939 1943 1946 1949 1940 1948 1945 1938 1947 1942 1940 1933 1934 1936 1940 8STC 1941 1929 1939 1942 1946 1949 1940 1949 1945 1937 1947 1942 1939 1933 1934 1936 1940 8STD 1940 1930 1939 1943 1946 1948 1939 1949 1945 1938 1946 1942 1939 1933 1933 1935 1940 8STE 1940 1930 1938 1943 1946 1948 1938 1948 1944 1938 1946 1942 1939 1933 1933 1935 1940 8STF 1941 1930 1939 1943 1946 1949 1940 1949 1945 1938 1947 1942 1940 1933 1934 1936 1940 8STG 1941 1930 1939 1943 1946 1949 1940 1950 1945 1938 1947 1942 1940 1933 1934 1936 1940 8STH 1941 1930 1939 1943 1946 1949 1940 1949 1945 1938 1947 1942 1939 1933 1934 1936 1940

8STI

1940 1930 1939 1943 1945 1948 1939 1949 1944 1938 1946 1941 1939 1933 1934 1935 1940 8STJ 1940 1929 1938 1942 1945 1948 1938 1948 1944 1938 1946 1941 1938 1933 1933 1935 1939 9SITA 1940 1929 1939 1942 1945 1947 1939 1947 1943 1937 1946 1941 1940 1935 1932 1933 1939 9SITB

1940 1929 1939 1942 1945 1947 1939 1947 1943 1937 1946 1941 1940 1935 1932 1933 1939 9SITC 1940 1929 1939 1942 1945 1947 1938 1947 1943 1937 1946 1941 1940 1935 1932 1933 1939 9SITD 1940 1929 1938 1942 1944 1947 1938 1947 1943 1937 1945 1941 1940 1935 1932 1933 1939 9SITE 1940 1928 1938 1942 1944 1947 1938 1947 1943 1937 1945 1941 1940 1935 1932 1933 1939 9SATF 1940 1929 1938 1942 1945 1947 1938 1947 1943 1937 1946 1941 1940 1935 1932 1933 1939 9SATG 1941 1929 1938 1942 1945 1947 1938 1947 1943 1937 1946 1941 1940 1935 1932 1933 1939 9SATH 1940 1929 1938 1942 1945 1947 1938 1947 1943 1937 1946 1941 1940 1935 1932 1933 1939 9SATI 1940 1929 1938 1942 1945 1947 1938 1947 1943 1937 1945 1941 1941 1935 1932 1933 1939 9SATJ 1940 1929 1938 1942 1945 1947 1938 1947 1943 1937 1946 1941 1940 1935 1932 1933 1939

(29)

Lampiran 5 Data hasil pengukuran menggunakan fotometer jinjing (lanjutan)

No

Kombinasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Sumber

Sinar Merah

Filter (nm) 360 380 430 460 480 490 500 520 530 540 550 560 580 600 620 640 650 6STA 1953 1917 1931 1920 1928 1940 1922 1922 1966 1928 1939 1938 1954 1959 1956 1956 1961 6STB 1953 1916 1932 1920 1928 1940 1922 1923 1966 1928 1939 1938 1954 1959 1956 1956 1961 6STC 1954 1915 1932 1921 1928 1940 1922 1923 1966 1927 1940 1938 1954 1958 1956 1956 1962 6STD 1954 1916 1932 1921 1927 1940 1921 1923 1966 1926 1939 1938 1954 1958 1955 1956 1962 6STE 1954 1916 1931 1921 1927 1940 1921 1922 1966 1926 1940 1937 1954 1958 1955 1956 1962 6STF 1953 1916 1931 1920 1928 1937 1922 1922 1964 1928 1938 1938 1952 1958 1953 1955 1958 6STG 1953 1916 1931 1920 1928 1937 1922 1922 1964 1927 1938 1938 1952 1959 1953 1954 1958 6STH 1952 1916 1930 1919 1927 1936 1922 1921 1964 1926 1937 1937 1951 1958 1952 1953 1957 6STI 1952 1915 1930 1919 1927 1936 1921 1922 1965 1927 1938 1937 1951 1957 1952 1953 1958 6STJ 1952 1915 1930 1920 1926 1936 1921 1921 1963 1926 1937 1937 1951 1957 1952 1953 1958 7STA

1961 1919 1933 1922 1929 1943 1923 1920 1965 1928 1941 1940 1953 1964 1953 1957 1961 7STB 1959 1918 1932 1922 1928 1942 1922 1920 1965 1927 1940 1939 1952 1963 1952 1956 1960 7STC 1961 1918 1932 1922 1929 1943 1923 1920 1965 1928 1941 1939 1952 1963 1953 1957 1961 7STD 1961 1918 1933 1922 1929 1943 1922 1920 1965 1928 1941 1940 1952 1963 1952 1957 1961 7STE 1960 1918 1932 1922 1929 1943 1922 1920 1965 1928 1941 1940 1952 1963 1952 1957 1961 7STF 1961 1919 1933 1922 1929 1943 1923 1920 1965 1928 1941 1940 1953 1961 1954 1957 1959 7STG 1961 1919 1933 1922 1928 1943 1923 1920 1965 1928 1941 1940 1953 1961 1953 1957 1959 7STH 1959 1919 1932 1922 1928 1942 1922 1919 1964 1927 1940 1939 1952 1959 1952 1956 1958 7STI 1960 1918 1933 1922 1928 1943 1922 1919 1965 1927 1941 1940 1952 1960 1952 1956 1958 7STJ 1960 1918 1933 1922 1928 1943 1922 1919 1965 1927 1941 1939 1952 1960 1952 1956 1958 8STA 1957 1916 1930 1920 1928 1938 1920 1920 1962 1926 1938 1940 1953 1961 1954 1958 1962 8STB 1957 1916 1930 1920 1928 1938 1920 1920 1963 1926 1938 1939 1953 1962 1954 1958 1962 8STC 1957 1916 1930 1920 1928 1939 1920 1920 1963 1925 1938 1939 1954 1962 1955 1958 1963 8STD 1957 1916 1930 1920 1928 1938 1920 1920 1963 1925 1938 1939 1954 1962 1955 1958 1963 8STE 1956 1915 1930 1920 1928 1938 1920 1920 1963 1925 1938 1939 1954 1961 1955 1958 1963 8STF 1957 1916 1930 1921 1928 1939 1920 1920 1963 1926 1939 1939 1954 1962 1956 1958 1963 8STG 1957 1916 1930 1920 1928 1938 1920 1920 1963 1926 1938 1939 1953 1961 1955 1958 1963 8STH 1956 1916 1930 1920 1928 1938 1920 1920 1963 1926 1938 1940 1953 1961 1955 1958 1962

8STI

1956 1916 1930 1920 1928 1938 1920 1920 1963 1926 1938 1940 1953 1961 1954 1958 1962 8STJ 1956 1916 1930 1919 1928 1938 1919 1920 1963 1925 1938 1940 1954 1961 1954 1958 1963 9SITA 1962 1922 1938 1926 1933 1949 1926 1925 1972 1933 1946 1947 1963 1969 1965 1971 1969 9SITB 1962 1922 1938 1926 1934 1949 1926 1925 1972 1933 1945 1947 1963 1969 1965 1971 1969 9SITC 1962 1922 1938 1926 1934 1949 1926 1925 1972 1933 1946 1947 1963 1969 1964 1971 1969 9SITD 1962 1921 1938 1925 1933 1949 1926 1925 1972 1933 1946 1947 1963 1969 1964 1971 1969 9SITE 1962 1921 1938 1926 1933 1950 1926 1925 1972 1933 1946 1947 1963 1969 1964 1971 1969 9SATF 1960 1922 1936 1926 1933 1947 1926 1924 1970 1933 1944 1946 1962 1966 1962 1969 1966 9SATG 1960 1922 1936 1926 1933 1947 1926 1924 1970 1933 1944 194

Gambar

Gambar 1  (a) Tanaman temulawak (C.
Gambar 2  Struktur kurkuminoid (Ruslay et
Gambar 4  Prinsip PCA (Brereton 2003).
Gambar 7 memperlihatkan bahwa setiap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati tahun 2014 juga menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada

Pejabat Pengadaan Kegiatan Pembinaan dan Pengembangan Perikanan pada Dinas Perikanan Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi Kualifikasi dan Penawaran dalam

dikenakan atas emas, perak, dan logam lainnya yang telah mencapai nisab dan haul.. Zakat uang dan surat berharga lainnya adalah zakat yang

kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. 2.) Kunjungan kedua 6 hari pasca

[r]

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa perceraian merupakan alternatif terbaik bagi kedua belah

Menentukan selang konvergensi deret pangkatnya dalam mana identitas (a) berlaku... Dengan kata lain deret sin x konvergen untuk semua nilai x... Teknik-teknik untuk

Selanjutnya dilakukan pencarian di Google Scholar dan Mendeley untuk menemukan paper yang berhubungan dengan input paper yang dimasukkan dengan parameter atribut