KUALITAS MIKROORGANISME LOKAL (MOL) YANG
DIGUNAKAN PADA PENANAMAN PADI (
ORYZA SATIVA
L.)
DENGAN METODE
SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION
(SRI) ORGANIK
LILY NOVIANI BATARA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas Mikroorganisme Lokal (MOL) yang Digunakan pada Penanaman Padi (Oryza sativa L.) dengan Metode System of Rice Intensification (SRI) Organik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
RINGKASAN
LILY NOVIANI BATARA. Kualitas Mikroorganisme Lokal (MOL) yang digunakan pada Penanaman Padi (Oryza sativa L.) dengan Metode System of Rice Intensification (SRI) Organik. Dibimbing oleh ISWANDI ANAS, DWI ANDREAS SANTOSA dan YULIN LESTARI.
Petani menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) dalam penerapan metode System of Rice Intensification (SRI) organik untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi serta untuk mengatasi masalah hama dan penyakit tanaman padi. MOL adalah cairan hasil rendaman potongan kecil bahan organik berupa tumbuhan dan kotoran hewan peliharaan yang dalam pembuatannya sering ditambahkan gula merah atau molase dan didiamkan selama dua minggu. MOL dibuat dengan menggunakan bahan organik yang tersedia di lokasi, namun dalam pembuatannya selain bahannya sangat beragam, MOL juga dibuat tidak secara kuantitatif serta tidak ada tambahan inokulan mikroorganisme berguna. Dengan demikian, dapat dipahami kualitas MOL sangat berbeda satu dengan yang lainnya sehingga pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi serta kemampuan melindungi tanaman dari serangan hama penyakit juga akan sangat berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kualitas berbagai macam MOL yang diproduksi petani baik dari sifat kimia, fisik dan biologi, mengkuantifikasi pembuatan MOL dan memperbaiki kualitasnya dengan menambahkan mikroorganisme berguna (benefical microbes) serta menguji penggunaan MOL yang sudah dikuantifikasi dan diperbaiki kualitasnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi dengan metode SRI organik. Pengujian kualitas dan perbaikan kualitas MOL dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB dan percobaan lapang pengujian kualitas MOL yang sudah diperbaiki terhadap pertumbuhan dan produksi padi SRI organik dilakukan di Desa Ciasihan, Pamijahan, Bogor. Mikroorganisme berguna yang digunakan untuk memperbaiki kualitas MOL yaitu Azotobacter sp., Azospirillum sp., bakteri pelarut fosfat dan Trichoderma harzianum.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas MOL yang diproduksi dan digunakan oleh petani sangat beragam sifat fisik, kimia dan biologinya. Pembuatan MOL secara kuantitatif dan penambahan mikroorganisme berguna ke dalam MOL mampu meningkatkan kualitas MOL yang dapat dilihat dari peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang ditanam dengan metode SRI organik.
SUMMARY
LILY NOVIANI BATARA. Quality of Indigenous Microbes (IMO) in Rice ( Oryza sativa L.) Cultivation of Organic System of Rice Intensification Method. Supervised by ISWANDI ANAS, DWI ANDREAS SANTOSA and YULIN LESTARI.
Farmers often use Indigenous Microbes (IMO) in organic System of Rice Intensification method to improve rice growth and yield as well as to protect rice plants from pest and disease attack. IMO is an immersion liquid product of fine pieces plant materials or animal materials waste, mostly sugar or molasses were added and stored for two weeks. Currently IMO is made of various native organic materials without quantitatively measured and without microbial inoculation.
This research aimed to determine the quality of IMO produced by farmers based on chemical, physical and biological properties, to quantify ingradient in making IMO, to improve IMO quality by enriching with beneficial microbes and to evaluate the effect of improved IMO on rice growth and yield culvated under SRI cultivation method. Chemical, physical and biological properties of IMO were evaluated at The Laboratory of Soil Biotechnology, Departement of Soil Science and Land Resources Faculty of Agriculture, IPB. While field trials was performed at Ciasihan village, Pamijahan District, Bogor Regency. Benefical microbes that used to improve the quality of IMO are Azotobacter sp., Azospirillum sp., phosphate solubilizing bacteria and Trichoderma harzianum.
The result of study showed that IMO produced by farmers were varied very widely in physical, chemical and biological properties, hence the quality os IMO also veried considerably. Preparation of IMO quantitatively is necessary to keep the quality of IMO better. Enrichment IMO with beneficial microbes improved the quality of IMO as can be shown by improvement of rice growth as well as increase the yield.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan
KUALITAS MIKROORGANISME LOKAL (MOL) YANG
DIGUNAKAN PADA PENANAMAN PADI (
ORYZA
SATIVA
L.)
DENGAN METODE
SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION
(SRI) ORGANIK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah mikroorganisme lokal, dengan judul Kualitas Mikroorganisme Lokal (MOL) yang digunakan pada Penanaman Padi (Oryza sativa L.) dengan Metode System of Rice Intencification (SRI) Organik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas M.Sc, Bapak Prof. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa MS. dan Ibu Dr. Ir. Yulin Lestari yang telah membimbing mulai dari pemilihan judul penelitian, pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis serta publikasi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada segenap staf dari Laboratorium Bioteknologi Tanah, Paguyuban Tani Ciasihan Bogor yang telah membantu selama penelitian berlangsung dan kepada Bina Desa atas kontribusi pendanaan penelitian ini. Kepada orang tua, suami dan anak serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
Manfaat Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
System of Rice Intensification (SRI) 3 Sifat fisik, Kimia dan Biologi MOL 4
3 METODE 8
Tempat dan Waktu 8
Bahan 8
Alat 8
Pelaksanaan Penelitian 8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Kualitas MOL yang Dibuat Petani 15
Identifikasi Molekular Mikroorganisme Dominan yang Terdapat
dalam MOL 18
Kuantifikasi Pembuatan MOL 22
Pengaruh Perbaikan Kualitas MOL terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Padi dengan Metode SRI Organik 24 Analisis Usahatani Pengaruh Perlakuan Pemberian MOL 29 Perbandingan Usahatani Padi Konvensional dan SRI Organik 30
5 SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 37
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan antara praktik budidaya padi secara konvensional dan
SRI 3
2 Parameter, metode dan alat pada pengujian kualitas MOL berdasarkan
sifat kimia dan fisik MOL 9
3 Parameter dan media pengujian kualitas MOL berdasarkan sifat
biologi MOL 9
4 Perlakuan waktu pemupukan, pengairan dan penyiangan budidaya
padi metode SRI 13
5 Nilai pH dan kandungan unsur hara sebelas jenis MOL produksi
petani 15
6 Pengamatan suhu, warna dan nilai TDS, TSS sebelas jenis MOL 16 7 Populasi total mikroorganisme, bakteri penambat N2, bakteri pelarut
P, mikroorganisme selulolitik pada sebelas MOL produksi petani 17 8 Penelusuran sekuen 16S rRNA isolat MK-2 dan MN-1 dengan spesies
pembanding pada program FASTA 19
9 Penelusuran nukleotida isolat MR-2 dengan spesies pembanding pada
program FASTA 20
10 Populasi mikroorganisme antara MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna dengan MOL diperkaya mikroorganisme berguna pada inkubasi hari ke-3 dan ke-30 setelah pengayaan pada media spesifik 23 11 Pengaruh pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna
terhadap jumlah anakan 25 12 Pengaruh perlakuan tanpa MOL, MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan produktif, bobot
basah dan bobot kering 1000 butir gabah 27
13 Pengaruh perlakuan tanpa MOL, MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah dan persentase gabah total
dan gabah hampa 28
14 Pengaruh perlakuan tanpa MOL, MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap gabah kering panen dan gabah
kering giling 29
15 Analisis usahatani perlakuan SRI organik dengan MOL untuk
tanaman padi varietas Ciherang ha-1 30
16 Perbandingan perkiraan pendapatan usahatani antara metode konvensional dan SRI organik ha-1 untuk satu musim tanam 31
DAFTAR GAMBAR
3 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen 16S rRNA yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara isolat MK-2 dan MN-1 dengan spesies pembanding pada analisis neighbor-joining dan uji bootstrap
(1000 replicates) menggunakan model maximum composite likelihood
dalam software MEGA 6 21
4 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara isolat MR-2 dengan spesies pembanding pada analisis neighbor-joining dan uji bootstrap (1000 replicates) menggunakan model maximum composite likelihood dalam software
MEGA 6 22
5 Perbandingan tinggi tanaman perlakuan tanpa MOL, MOL krokot dan MOL krokot diperkaya mikroorganisme berguna (A), tanpa MOL, MOL nasi dan MOL nasi diperkaya mikroorganisme berguna (B), tanpa MOL, MOL rebung dan MOL rebung
diperkaya mikroorganisme berguna (C) 24 6 Pengaruh pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna
terhadap pertumbuhan tanaman padi metode SRI organik 26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis sekuen 16S rRNA dari isolat MK-2 dan MN-1 pada
program FASTA 38 2 Hasil analisis sekuen ITS-1 dan ITS-4 dari isolat cendawan selulolitik
(MR-2) pada program FASTA
3 Sifat kimia tanah sawah penelitian 40
4 Sifat kimia kompos yang digunakan dalam penelitian 41 5 Deskripsi Padi Varietas Ciherang (BPPTP 2010) 41 6 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 21 hst 42 7 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 35 hst 42 8 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 49 hst 42 9 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 63 hst 42 10 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 21 hst 43 11 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 35 hst 43 12 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 49 hst 43 13 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 63 hst 43 14 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
15 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap gabah isi 44
16 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap gabah hampa 44 17 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap berat basah 1000 butir 44 18 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme berguna terhadap berat kering 1000 butir 44 19 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya
mikroorganisme terhadap berat basah ubinan 45
1 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu upaya peningkatan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah melalui penerapan System of Rice Intensification (SRI), sebuah cara dengan mengubah pengelolaan tanaman, tanah dan air menjadi suatu sistem dimana dalam satu rangkaian yang saling mempengaruhi satu sama lain. SRI menekankan upaya memaksimalkan jumlah anakan dan pertumbuhan akar dengan mengelola pasokan air, oksigen dan unsur hara yang cukup pada tanaman padi. Dalam praktik pemupukan SRI ada yang menggunakan pupuk anorganik (sintetik) yang dikenal SRI anorganik, kombinasi pupuk anorganik dan pupuk organik yang disebut SRI semi organik dan yang menggunakan pupuk organik kemudian dinamakan SRI organik. Petani dalam budidaya SRI organik atau semi organik menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) sebagai pupuk cair pada tanaman padi (Chapagain et al. 2011; NOSC 2013).
MOL merupakan cairan hasil rendaman potongan halus bahan organik tanaman atau hewan dengan limbah bahan organik yang seringkali ditambah dengan gula merah atau molase. Cairan hasil rendaman setelah dua minggu didiamkan kemudian disaring dan diencerkan terlebih dahulu sebelum disemprotkan ke tanaman. Tujuannya untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman serta memproteksi tanaman dari serangan hama penyakit. Praktik pembuatan MOL selama ini dibuat dari berbagai bahan organik yang tersedia setempat tetapi tidak ditetapkan secara kuantitatif, tidak ada inokulasi mikroorganisme berguna bagi tanaman dan dosis penggunaanya juga berbeda-beda. Pembuatan MOL dalam penelitian Retno (2009) menggunakan bahan baku utama MOL yaitu rebung, maja dan bonggol pisang dicampur dengan air kelapa dan gula merah tetapi jumlahnya tidak disebutkan secara kuantitatif. Begitu juga Suhastyo (2011) mencampur keong mas, bonggol pisang dengan gula merah dan air cucian beras. Sementara Miller et al. (2013) membuat MOL dari campuran sayuran dan gula merah dengan komposisi berat yang sama tanpa ada campuran cairan pelarut seperti air cucian beras.
Bila bahan untuk membuat MOL sangat beragam, tidak dibuat secara kuantitatif dan tidak ada inokulasi mikroorganisme berguna maka dapat diduga kualitas MOL yang dihasilkan petani sangat beragam. Dengan demikian bila digunakan untuk penyemprotan padi, maka pengaruhnya juga akan sangat bervariasi.
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk 1) mempelajari kualitas berbagai macam MOL yang dibuat petani dari sifat kimia, fisik dan biologi, 2) mengkuantifikasi bahan-bahan pembuatan MOL dan memperbaiki kualitas dengan menambahkan mikroorganisme berguna dan 3) menguji penggunaan MOL yang sudah dikuantifikasikan dan diperbaiki kualitasnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi dengan metode SRI organik.
Hipotesis
Pembuatan MOL secara kuantitatif sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Penambahan mikroorganisme berguna (benefical microbes) untuk meningkatkan kualitas MOL. Pengaruh MOL yang diperbaiki kualitasnya lebih baik dari pada MOL yang tidak diperbaiki kualitasnya dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Manfaat Penelitian
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
System of Rice Intencification (SRI)
SRI merupakan teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktivitas dengan menekankan upaya memaksimalkan jumlah anakan dan pertumbuhan akar. Konsep dasar praktik SRI yang membedakan dengan praktik konvensional menurut Uphoff (2007) dan Purwantana (2011) dalam mengejar produksi tanaman seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1 Perbandingan antara praktik budidaya padi secara konvensional dan SRI Kegiatan didorong masuk ke dalam tanah. Pengelolaan tergenang dalam periode yang panjang. Tanah dipertahankan dalam kondisi lembab
SRI mempunyai perbedaan yang signifikan dengan budidaya padi konvensional untuk beberapa parameter seperti populasi mikroorganisme tanah dan tingkat aktivitas enzim di sekitar rhizosphere lebih tinggi serta terjadi peningkatan ketersediaan nitrogen dan fosfor bagi tanaman (Anas et al. 2011). Populasi mikroorganisme tanah berguna juga meningkat seperti Azotobacter, Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat pada praktik SRI (Nareswari 2008; Anas et al. 2011). Budidaya padi menurut metode SRI dapat menaikkan nilai potensial redoks (Eh) tanah karena perbedaan sistem pengairan lahan. Pada sistem konvensional selalu tergenang dan SRI tidak tergenang. Perlakuan tidak tergenangnya sawah inilah yang meningkatkan nilai Eh dan juga mampu menekan populasi hama penyakit, baik sistem SRI organik maupun SRI konvensional yang menggunakan input pupuk sintetik (Chapagain et al. 2011).
4
pupuk organik dengan pupuk sintetik. Praktik SRI organik, menggunakan MOL sebagai sumber unsur hara tanaman. Umumnya penyemprotan MOL dipraktikkan pada tanaman padi metode SRI dengan frekuensi penyemprotan MOL sebanyak 6 kali yaitu mulai pada umur 10, 20, 30, 40, 60 dan 70 hst. Produksi padi yang dihasilkan sekitar 8 – 12 ton ha-1, lebih tinggi dibandingkan hasil konvensional sekitar 4 – 7 ton ha-1 (NOSC 2013).
Budidaya padi SRI organik memerlukan input tenaga manusia lebih dibandingkan dengan budidaya SRI anorganik terutama pada proses pembuatan kompos, MOL, pembuatan saluran dan irigasi ke sawah serta penyiangan. Pada metode SRI organik input tenaga kerja terbesar diperlukan untuk proses penyiapan lahan dan pengolahan tanah yaitu 39%, diikuti secara berturut-turut untuk pemeliharaan khususnya penyiangan sebesar 33%, pembuatan kompos dan MOL sebesar 13%, pasca panen 9%, panen 3%, tanam 2% dan pembibitan 1%. Penyiangan merupakan salah satu persoalan penting dalam SRI. Sistem pengairan yang terputus atau tidak tergenang memungkinkan tumbuh suburnya gulma. Apabila tidak dilakukan penyiangan, terjadi persaingan tanaman padi dengan gulma, sehingga secara signifikan akan berpengaruh pada penurunan hasil padi hingga 69.15%. Gulma dalam budidaya padi SRI dapat diatasi dengan melakukan penyiangan lebih awal, menggunakan penyiangan mekanis seperti rotary weeder, aplikasi herbisida dan penggunaan mulsa (Wayayoka et al. 2014).
Sifat Fisik, Kimia dan Biologi MOL
MOL dalam praktik SRI sering difungsikan sebagai pupuk organik karena bahan bakunya mudah didapat di lokasi seperti buah-buahan, rebung, daun gamal, keong, urin sapi, urin kelinci serta sisa makanan. Berbagai contoh MOL yang dibuat dan diaplikasikan oleh petani adalah MOL buah-buahan untuk membantu bulir padi agar lebih berisi, MOL daun gamal untuk penyubur daun tanaman dan disemprotkan pada padi umur 30 hst, MOL bonggol pisang sebagai dekomposer saat pembuatan kompos dan diberikan pada padi umur 10, 20, 30 dan 40 hst. MOL sayuran untuk merangsang tumbuhnya malai dan diberikan pada umur padi 60 hst. MOL rebung untuk merangsang pertumbuhan tanaman dan disemprotkan pada padi umur 15 hst. MOL cangkang telur untuk memperkuat bunga (Purwasasmita & Kunia 2009).
5 Sifat Fisik
MOL sebagai suatu larutan dari bahan organik mempunyai sifat-sifat fisik yang berhubungan dengan kehidupan mikroorganisme misalnya waktu, suhu dan warna. Penelitian Juanda et al. (2011) menemukan bahwa waktu pembuatan yang dibutuhkan MOL 3 minggu karena bahan baku MOL sudah hancur atau terurai dengan sempurna. Lama pembuatan juga berpengaruh nyata terhadap suhu MOL. Suhu tertinggi yang dicapai adalah 290C. Hal ini ada kaitannya dengan aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik yang menghasilkan energi dalam bentuk panas. Panas yang dihasilkan berkaitan dengan fase pertumbuhan mikroorganisme yaitu memasuki fase eksponensial. Fase ini adalah fase perbanyakan jumlah sel sampai batas suhu tertentu (Madigan et al. 2003; Purwoko 2009). Setelah mencapai puncak, suhu mulai menurun, diduga karena aktivitas mikroorganisme dalam mengurai bahan organik semakin berkurang (Juanda et al. 2011).
Setiap MOL juga menghasilkan warna yang berbeda-beda tergantung pada bahan organiknya. Warna MOL adalah warna yang ditimbulkan oleh kandungan bahan organik dan anorganik. Warna bahan-bahan organik misalnya tannin, liginin dan asam humus yang berasal dari dekomposisi bahan baku MOL. Warna ini tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi (Effendi 2003).
Kandungan total bahan tersuspensi dan terlarut kemudian dianggap sebagai padatan total. Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu. Padat tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) merupakan sisa padatan yang tertinggal pada penyaringan atau dengan kata lain berat zat padat tersuspensi atau tak terlarut dalam volume tertentu dari limbah cair, masing-masing berupa bahan organik dan mineral. Kandungan TSS memiliki hubungan yang erat dengan kecerahan air. Keberadaan padatan tersuspensi tersebut akan menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke air sehingga hubungan antara TSS dan kecerahan akan menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Semakin tinggi kandungan TSS maka kecerahan air rendah. Sebaliknya, apabila kandungan TSS rendah, kecerahan air tinggi. Hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas kandungan unsur hara dalam MOL (Manurung et al. 2012).
Total dissolved solid (TDS) adalah benda padat yang terlarut terdiri dari semua mineral, garam, logam serta kation-anion yang terlarut di dalam air termasuk yang terlarut diluar molekul air murni (H2O). Konsentrasi benda-benda
padat terlarut merupakan jumlah antara kation dan anion di dalam air. TDS terukur dalam satuan parts per million (ppm) atau perbandingan rasio berat ion terhadap air (Agustira et al. 2013).
Sifat Kimia
6
basa. Derajat keasaman ini penting bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme lebih menyukai pH netral (pH 5.5 – 8.0). Mikroorganisme yang hidup pada pH netral disebut mesofil. Namun ada juga mikroorganisme yang dapat hidup dalam pH asam (pH 2.0 – 5.0), termasuk dalam golongan mikroorganisme alkalifil dan mikroorganisme yang dapat hidup dalam kondisi pH basa (8.4 – 9.5) digolongkan mikroorganisme asidofil (Madigan et al. 2003). Pada awal pembuatan MOL, pH mengalami penurunan akibat aktivitas mikroorganisme dalam mengurai bahan organik (Iqbal 2008). Hasil penelitian Suhastyo (2011) pada MOL bonggol pisang, keong mas dan urin kelinci juga menemukan terjadi penurunan pH MOL pada hari ke-7 kemudian pH cenderung stabil. Aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada MOL mengeluarkan gas CO2 yang merupakan hasil pernapasan aerob maupun anaerob mikroorganisme.
Terlepasnya CO2, dalam larutan akan membentuk senyawa asam karbonat
(H2CO3) yang mudah terurai menjadi ion-ion H+ dan HCO3-. Makin lama waktu
pembuatan MOL berlangsung, maka dekomposisi bahan organik juga akan semakin lama. Akibatnya, pH menjadi rendah karena terjadi peningkatan konsentrasi ion-ion H+. Ion-ion H+ ini akan menentukan keasaman MOL (Dwijoseputro 2010).
Bahan baku MOL adalah media tumbuh mikroorganisme yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan mikroorganisme untuk memperoleh energi, membentuk sel dan melakukan biosintesis produk-produk metabolit. Mikroorganisme membutuhkan serangkaian unsur hara yang berbeda tetapi tidak semua unsur hara diperlukan dalam jumlah yang sama. Unsur hara bisa menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroorganisme apabila kurang tersedia dari yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini akan menganggu proses metabolisme sel (Purwoko 2009).
Proses metabolisme ini berlangsung akibat aktifitas biokimia mikroorganisme yang memanfaatkan unsur hara yang tersedia berupa karbohidrat, protein, lemak, mineral maupun vitamin. Setiap mikroorganisme menghasilkan enzim yang berbeda untuk memecah senyawa kompleks polisakarida, protein dan lemak. Enzim ini merupakan enzim ekstraseluler yang memecah senyawa secara hidrolisis.
Sifat Biologi
Kualitas MOL ditentukan juga oleh populasi mikroorganisme berguna yang terdapat di dalam MOL. Hasil penelitian Suhastyo (2011) menemukan bahwa larutan MOL air kelapa mengandung Bacillus sp., Sacharomyces sp., Azospirillum sp. dan Azotobacter sp. MOL yang berasal dari sampah dapur mengandung Pseudomonas sp., Aspergillus sp., dan Lactobacillus sp. MOL dari bonggol pisang, keong mas dan urin kelinci juga ditemukan Azobacter-like dan Azospirillum – like.
Azotobacter dan Azospirillum merupakan bakteri penambat N2 yang hidup
7 pH, (3) metabolisme nitrogen, (4) metabolisme karbon, (5) aktivitas nitrogenase, (6) potensi dan efisiensi penambatan N2, dan (7) kecepatan penambatan N2.
Penambatan N2 oleh bakteri penambat N2 dimungkinkan karena adanya enzim
nitrogenase (Rao 1994).
Mikroorganisme yang mampu melarutkan fosfat juga ditemukan dalam MOL. Pada MOL bonggol pisang dan MOL keong mas ditemukan Aspergillus niger. MOL urin kelinci ditemukan A. niger dan Pseudomonas sp. (Suhastyo 2011). Mekanisme pelarutan fosfat dilakukan mikroorganisme dengan mengeksresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat,
suksinat, tartrat, sitrat, laktat, α-ketoglutarat, asetat, formiat, propionate, glikolat, glutamate, glioksilat, malat, fumarat. Asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+ atau Mg2+ membentuk khelat organik sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat.
Pelarutan fosfat secara biologis ini karena mikroorganisme menghasilkan enzim fosfatase. Fosfatase merupakan enzim yang dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman yang melepaskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Setiawati et al. 2014).
8
3 METODE
Tempat dan Waktu
MOL yang diproduksi petani diambil dari Desa Nagrak Utara Kecamatan Nagrak dan Desa Cipeteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi. Pengujian sifat kimia dan biologi MOL yang dibuat petani dan pembuatan MOL secara kuantitatif serta perbaikan kualitas untuk percobaan dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Laboratorium Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, sedangkan pengujian sifat fisik dilakukan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB. Identifikasi molekular dilakukan di Internationl Center for Biodiverity and Biotechnology (ICBB) Kabupaten Bogor. Percobaan lapang pengaruh perbaikan kualitas MOL terhadap pertumbuhan dan produksi padi dengan budidaya SRI organik dilakukan di Desa Cinagara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Penelitian ini berlangsung sejak Maret 2014 – Februari 2015.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian pengujian sifat kima dan biologi MOL yaitu media Nutrient Agar (NA), Pikovskaya, Nitrogen Free Media (NFM), Nitrogen Free Bromthymol Blue (NFB), Carboxymethyl Cellulose (CMC), larutan fisiologis, larutan H2SO4 0,05 N, asam borat 1%,
NaOH 40%, H2O. Bahan untuk identifikasi molekular yaitu media nutrient
broth, etanol 70%, NaCl, gel agarosa, primer 16R1492 (5'-TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACTT-3'), 16F27 (5'-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG-3'), ITS-4 (5'-TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-3') dan ITS-1 (5'-TCC GTA GGT GAA CCT GCG G-3'), 10x buffer Polymerase Chain Reaction (PCR), enzim Taq DNA polimerase. Benih padi varietas Ciherang, kompos dari sekam padi dan kotoran kambing yang dibuat sendiri di lokasi penelitian adalah bahan pada percobaan lapang.
Alat
Alat – alat yang digunakan pada penelitian untuk penetapan unsur hara yaitu flamefotometer, atomic absorption spectrophotometer (AAS), nilai TDS dan TSS yaitu gravimetri, sterilisasi alat dan media yaitu autoclave, laminar flow. Tangki elektroforesis, scope UV, tabung eppendoff digunakan pada identifikasi molekular dan perlengkapan laboratorium serta lapangan lainnya yang mendukung penelitian ini.
Pelaksanaan Penelitian
Pengujian Kualitas MOL yang dibuat Petani
9 apus L.), MOL jantung pisang (Musa paradisiaca L.), MOL pisang mentah (Musa paradisiaca L.), MOL pisang matang (Musa paradisiaca L.) dan MOL keong (Pomacea canaliculata L.) Kualitas sampel kemudian diamati berdasarkan sifat kimia, fisik dan biologi dengan parameter dan metode seperti Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Parameter, metode dan alat pada pengujian kualitas MOL berdasarkan sifat kimia dan fisik MOL
Keterangan: TDS = total disolved solid, TSS = total suspended solid, AAS = atomic absorption spectrophotometer
Tabel 3 Parameter dan media pengujian kualitas MOL berdasarkan sifat biologi MOL
Pengenceran MOL yang diproduksi petani dilakukan setelah menyiapkan erlenmeyer 250 ml yang berisi 90 ml larutan garam fisiologis (8.5 g NaCl liter-1) dan tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan garam fisiologis. Semua erlenmeyer dan tabung reaksi ditutup dengan kapas dan aluminium foil lalu disterilisasi menggunakan autoclave selama 20 menit pada suhu 1210C dan didinginkan sebelum digunakan lebih lanjut. Setelah dingin, 10 ml sampel larutan MOL dimasukkan kedalam 90 ml larutan garam fisiologis steril. Selanjutnya dibuat seri pengenceran sampai 10-7. Seri pengenceran yang digunakan untuk menetapkan populasi masing-masing parameter berbeda. Untuk mikroorganisme total digunakan seri pengenceran 10-6 dan 10-7, bakteri penambat N2 digunakan
seri pengenceran 10-6 dan 10-7, bakteri pelarut fosfat dan mikroorganisme selulolitik digunakan seri pengenceran 10-3 dan 10-4. Sebanyak 1 ml larutan dari masing-masing seri pengenceran dipindahkan ke cawan petri yang kemudian dituang ke media sesuai dengan mikroorganisme yang akan ditumbuhkan. Setelah itu, cawan petri digoyang secara perlahan-lahan agar media dan suspensi tercampur sempurna, lalu diinkubasi pada suhu 250C - 300C. Penghitungan populasi mikroorganisme total, bakteri penambat N2 pada media NFM, bakteri
pelarut fosfat, mikroorganisme selulolitik dilakukan setelah 3 - 5 hari. Bakteri Sifat Kimia Sifat Fisik
Parameter Metode/Alat Parameter Metode/Alat
N total Kjeldahl Suhu Termometer
P AAS TDS Gravimetri
K Flamefotometer TSS Gravimetri
Fe, Zn, Cu AAS
Parameter Media
Mikroorganisme total Nutrient Agar (NA) (Rao 1982)
Bakteri penambat nitrogen (N2) Nitrogen free media (NFM) (Rao 1982)
dan Nitrogen free Bromtymol blue media (NFB) (Okon et al. 1977)
Bakteri pelarut fosfat (BPF) Pikovskaya (Rao 1982)
10
penambat N2 pada media NFB diinkubasi selama 14 hari. Keseluruhan proses
dilakukan secara steril untuk menghindari kontaminasi.
Bakteri penambat N2 yang tumbuh pada media NFM diketahui melalui
koloni tunggal yang besar dan bening, bakteri pelarut fosfat dengan adanya zona bening dan mikroorganisme selulolitik dicirikan oleh zona bening setelah diberikan congo red. Bakteri penambat N2 pada media NFB dicirikan oleh
terbentuknya pelikel, penghitungannya menggunakan metode Most Probable Number (MPN).
Identifikasi Molekular Mikroorganisme Dominan Asal MOL
Mikroorganisme yang dominan tumbuh pada media spesifik untuk pertumbuhan bakteri penambat N2 pada media NFM, bakteri pelarut fosfat pada
media Pikovskaya dan mikroorganisme selulolitik pada media CMC dimurnikan untuk selanjutnya dilakukan identifikasi DNA. Identifikasi molekuler ini dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut, yaitu isolasi DNA genom bakteri, elektroforesis DNA, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan sekuensing DNA.
Isolasi DNA Genom Bakteri. Sebanyak 2 ml kultur sel mikroorganisme yang ditumbuhkan selama 24 jam pada suhu ruang di dalam medium nutrient broth disentrifugasi selama 15 menit untuk memisahkan koloni bakteri dari
medium. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan pelet dicuci dengan 250 μl
bufer TE kemudian pelet diresuspensi menggunakan mikropipet. Hasil resuspensi diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit kemudian ditambahkan
50 μl larutan SDS 10% dan dibolak balik. Selanjutnya suspensi kembali
diinkubasi pada suhu 370C selama 60 menit kemudian ditambahkan 65 μl NaCl
dan 80 μl CTAB-NaCl dan diinkubasi dalam waterbath (650C, 20 menit). Pada
campuran tersebut kemudian ditambahkan 450 μl kloroform: isoamil (24:1),
kemudian tabung Eppendoff yang berisi campuran DNA dibolak-balik secara halus. Suspensi yang telah teremulsi disentrifugasi selama 15 menit. Supernatan yang mengandung DNA dipindahkan ke dalam tabung Eppendoff steril dan ditambahkan isopropanol yang dingin (-200C). DNA diendapkan dengan sentrifugasi pada suhu 40C selama 20 menit. Supernatan dibuang kemudian dilakukan pencucian menggunakan etanol 70% dingin dan disentrifugasi selama 2 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan pelet DNA dikeringudarakan. DNA yang telah didapatkan siap digunakan untuk elektroforesis atau disimpan sebagai stock pada suhu -200C.
Proses Elektroforesis DNA. Larutan 50x bufer TAE diencerkan menjadi 2x bufer TAE. Gel agarosa 1%, dibuat dengan cara 0,2 gram agarosa dalam 20 ml
2x bufer TAE dan ditambahkan 2 μl Et-Br yang selanjutnya dituang ke dalam cetakan gel agarosa. Setelah gel membeku diletakkan ke dalam tangki elektroforesis yang telah diisi 1x bufer TAE sehingga gel terendam. Sebanyak 3
11 UV Transilluminator. Primer yang digunakan untuk mengidentifikasi isolat bakteri yang ditumbuhkan pada media nitrogen free adalah 16R1492 dengan sequence 5'-TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACTT-3' dan pada media Pikovskaya adalah 16F27 dengan sequence 5'-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG-3'. Primer yang digunakan untuk mengidentifikasi isolat cendawan yang ditumbuhkan pada media CMC yaitu ITS-4 (R) dengan sequence 5'-TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-3' dan ITS-1 (F) dengan sequence 5'-TCC GTA GGT GAA CCT GCG G-3'.
Proses Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses PCR diawali dengan
pembuatan campuran komponen reaksi untuk PCR sebanyak 50 μl. Running PCR dilakukan sebanyak 35 siklus dengan kondisi sebagai berikut, denaturasi siklus awal atau pra-denaturasi 95ºC selama 5 menit, diikuti denaturasi untuk siklus selanjutnya pada suhu 95ºC selama 1 menit. Penempelan primer (annealing) dilakukan selama 1 menit pada suhu 55ºC. Polimerisasi dilakukan selama 2 menit pada suhu 72ºC dan pada siklus terakhir, yaitu siklus ke-35 dilakukan perpanjangan waktu polimerisasi selama 10 menit. Produk hasil PCR divisualisasi dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa 1.0% dalam 2x bufer TAE dengan voltase 75 volt selama ± 30 menit.
Sekuensing DNA. Sekuen DNA yang diperoleh dibandingkan dengan sekuen pada database European Molecular Biology Laboratory – The European Biooinformatics Institute (EMBL-EBI) menggunakan program FASTA pada situs http://www.ebi.ac.uk. Analisis kekerabatan sekuen DNA dilakukan dengan mengkontruksi pohon filogeni menggunakan analisis neighbor-joining dan uji
bootstrap (1000 replicates) dengan model maximum composite likelihood dalam software MEGA 6.
Pembuatan MOL secara Kuantitatif
Berdasarkan hasil skoring terhadap hasil pengujian sifat kimia, fisik dan biologi 11 MOL yang diproduksi petani kemudian ditetapkan 3 jenis MOL yang dibuat secara kuantitatif dan diperbaiki kualitasnya dengan menambahkan mikroorganisme berguna untuk selanjutnya diaplikasikan di lapang. MOL yang sudah ditetapkan untuk diperbaiki kualitasnya kemudian dibuat dengan cara 1 kg berat basah bahan baku dihaluskan ukuran maksimal 5 mm kemudian dicampur dengan 300 ml molase lalu direndam dengan 2 liter air cucian beras dalam wadah plastik volume 5 liter. Wadah ditutup dengan kertas lalu disimpan selama 2 minggu. Setelah itu, MOL disaring dan diperoleh 2 liter MOL yang kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik.
12
Pengaruh Perbaikan Kualitas MOL terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi dengan Metode Penanaman SRI Organik
Metode Penelitian
Percobaan lapang ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari 7 perlakuan diulang 4 kali sehingga terdapat 28 petak percobaan. Perlakuan yang diuji adalah (1) tanpa MOL (2) MOL krokot (3) MOL krokot + mikroorganisme berguna (4) MOL nasi (5) MOL nasi + mikroorganisme berguna (6) MOL rebung (7) MOL rebung + mikroorganisme berguna
Model statistik untuk percobaan faktor tunggal dalam RAKL yaitu ij
Yij = Pengamatan pada perlakukan ke-I dan kelompok ke-j µ = Rataan umum
i = Pengaruh perlakuan ke-i
j = Pengaruh kelompok ke-j
ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Pengolahan Lahan
Persiapan lahan yang dilakukan terdiri atas pengolahan tanah sebanyak 2 kali yaitu membajak tanah dan melalukan pelumpuran sebelum tanam. Pembuatan petak percobaan dilakukan 2 minggu sebelum tanam dengan menggunakan bajak dan cangkul. Petak percobaan yang dibuat sebanyak 28 petak masing-masing ukuran 4 m x 5 m. Kemudian diberi kompos 10 kg petak-1 (setara 5 ton ha-1) kadar air 60%. Kompos dibuat dari bahan sekam padi dan kotoran kambing dengan perbandingan 1:1 (b/b). Analisis kompos meliputi C,N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, S, dan rasio C/N.
Analisis tanah juga dilakukan sebelum penanaman padi. Lapisan atas pada kedalaman 20 cm diambil sebagai sampel tanah yang akan dianalisis. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan bor tanah secara komposit pada empat titik yang berbeda dari seluruh petakan. Sifat kimia tanah yang dianalisis meliputi pH-tanah, C-organik, N-total, P, K, Ca, Mg, KTK, KB, Al, Fe, Cu, Zn.
Penyemaian Benih
13 dengan air supaya lembab lalu benih ditebar ke dalam wadah secara merata. Wadah persemaian ini disimpan di tempat yang teduh dan penyiraman dilakukan setiap hari selama 10 hari.
Penanaman, Pemupukan dan Pengaturan Air
Bibit SRI ditanam pada umur 10 hari dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm dan jumlah bibit sebanyak 1 bibit lubang-1, kedalaman 1-2 cm. Akar bibit dimasukkan secara horizontal. MOL disemprotkan sebanyak 6 kali yaitu pada umur tanaman 10, 20, 30, 40, 60 dan 70 hari setelah tanam (hst). Dosis penyemprotan 40 liter ha-1, pengenceran 1 liter MOL : 10 liter air. Pengaturan air (drainase) dalam petakan sawah dilakukan dengan membuat parit disekeliling petakan percobaan yang lebarnya 20 cm dan kedalamannya 30 cm. Pengaturan air serta waktu penyiangan disesuaikan dengan umur tanaman, seperti Tabel 4. Tabel 4 Perlakuan waktu pemupukan, pengairan dan penyiangan budidaya padi
metode SRI organik Umur
Tanaman (hst)
Perlakuan
10 Penyiangan, pengairan 2 cm, penyemprotan MOL 20 Penyiangan, pengairan 2 cm, penyemprotan MOL 30 Penyiangan, penggenangan dan penyemprotan 40 Penyiangan dan penyemprotan MOL
50-60 Pengairan di sekeliling parit
60 Pengairan di sekeliling parit, penyemprotan MOL 70 Pengairan di sekeliling parit dan pemberian MOL
Diatas 70 Sawah dialiri air 10 hari sebelum panen lalu sawah dikeringkan B
A
14
Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan sejak umur tanaman 21 hst, 35 hst, 49 hst dan 63 hst. Jumlah anakan produktif pada saat tanaman memasuki fase generative umur 90 hst. Penghitungan hasil produksi dilakukan saat panen, meliputi jumlah gabah total, jumlah gabah hampa, jumlah gabah isi per malai, berat basah dan berat kering 1 000 butir gabah serta hasil panen ubinan.
Tinggi tanaman diukur dengan cara mengatupkan seluruh daun ke atas sehingga terlihat daun yang paling tinggi kemudian diukur dari pangkal batang hingga ujung daun tertinggi setiap minggu. Penghitungan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang muncul, diamati setiap minggu. Penghitungan jumlah anakan produktif dilakukan dengan menghitung semua malai yang ada pada setiap rumpun yang diamati setiap minggu. Penghitungan jumlah gabah isi per rumpun dilakukan dengan cara menghitung jumlah gabah isi dari tiap malai dalam satuan bulir pada 3 malai yang mewakili untuk setiap tanaman contoh yang diamati setelah panen. Penghitungan jumlah gabah hampa dari tiap malai dalam satuan bulir pada 3 malai yang mewakili untuk setiap tanaman contoh yang diamati setelah panen. Penghitungan jumlah gabah total per rumpun dilakukan dengan menjumlahkan gabah isi dan gabah hampa pada tiap malai yang diamati setelah panen. Bobot per 1 000 butir gabah diperoleh dengan cara menimbang 1 000 butir gabah dari per satuan percobaan yang diamati setelah panen sebagai berat basah dan kemudian diovenkan selama 24 jam dalam suhu 600C ditimbang sebagai berat kering. Perkiraan hasil panen dilakukan dengan penghitungan hasil ubinan berupa berat GKP langsung setelah panen kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam dalam suhu 600C untuk mendapatkan GKG.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Jika terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Least Significant Difference (LSD) pada taraf α 0.05.
Gambar 2 Pengairan umur tanaman 21 hst (A) dan 49 hst (B)
15 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas MOL yang Dibuat Petani
Pengujian kualitas 11 MOL yang diproduksi petani menunjukkan hasil yang sangat beragam baik dari sifat kimia, fisik dan biologinya. Pengujian sifat kimia MOL yaitu kandungan unsur hara makro dan mikro menghasilkan nilai yang berbeda antar MOL, misalnya unsur hara N paling tinggi pada MOL nasi, P paling tinggi pada MOL krokot dan K paling tinggi pada MOL rebung. Begitupun dengan unsur hara lainnya seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5 Nilai pH dan kandungan unsur hara sebelas jenis MOL produksi petani
MOL pH Unsur hara
N P K Fe Cu Zn
---(%)--- ---(ppm)---
Krokot* 5.4 0.15 0.06 0.57 26 7.7 23
Bonggol pisang* 5.2 0.02 0.01 0.15 25 0.5 2.6
Nasi* 6.2 0.25 0.06 0.33 10 2.8 3.3
Bayam* 4.3 0.03 0.02 0.14 36 0.8 1.5
Gamal* 5.4 0.05 0.01 0.13 47 0.3 0.7
Rebung* 5.7 0.04 0.05 0.63 15 0.4 3.8
Jantung pisang* 5.5 0.06 0.05 0.57 23 1.4 2.5 Pisang mentah** 4.5 0.10 0.04 0.60 31 2.4 3.2 Pisang matang** 6.2 0.01 0.02 0.60 10 0.1 1.7
Rebung** 5.4 0.03 0.05 0.60 15 0.3 3.8
Keong** 6.1 0.10 0.01 0.01 16 3.3 1.9
Keterangan: * Bahan baku dicampur dengan molase dan air cucian beras, ** bahan baku dicampur dengan gula merah.
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa nilai pH tidak sama namun semua MOL dalam kondisi pH asam. Hal ini bisa terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam melepaskan CO2. Terlepasnya CO2 dalam larutan akan
membentuk senyawa asam karbonat (H2CO3) yang mudah terurai menjadi
ion-ion H+ dan HCO3-. Ion-ion H+ ini akan menentukan keasaman MOL. Peningkatan konsentrasi ion-ion H+ dalam larutan MOL menyebabkan pH menjadi lebih rendah (Dwijoseputro 2010).
16
utama MOL nasi adalah nasi yang merupakan hasil dari pematangan biji beras. Biji sebagai sumber karbon, unsur hara utamanya adalah N dan P. Kandungan N dalam biji beras 7.13 g, lebih tinggi bila dibandingkan dengan unsur hara lainnya (Lamont & Groom 2013). Unsur hara P paling tinggi pada MOL krokot karena sebagian besar bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan baku MOL krokot adalah daun krokot. Daun krokot mempunyai total fosfor 44 mg lebih tinggi bila dibandingkan batang dan akar krokot (Mohamed & Hussein 1994; Uddin et al. 2013). Demikian juga unsur hara K paling tinggi pada MOL rebung karena kandungan K dalam rebung 533 mg (Choudhury et al. 2012).
Hasil penghitungan kualitas MOL yang diproduksi petani berdasarkan sifat fisik juga sangat beragam. Kualitas fisik yang diamati yaitu suhu, warna dan TDS, TSS pada 11 jenis MOL seperti pada Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6 Pengamatan suhu, warna dan nilai TDS, TSS sebelas jenis MOL
MOL Suhu Warna TDS TSS
0
C ---(mg L-1)---
Krokot* 27 Merah tua 875 14,515
Bonggol pisang* 27 Coklat kemerahan 550 7,760
Nasi* 27 Kuning 472 43,625
Bayam* 27 Hijau kemerahan 700 1,752
Gamal* 27 Hijau kemerahan 625 5,955
Rebung* 27 Orange kekuningan 600 122,640
Jantung pisang* 27 Merah kehitaman 700 66,070 Pisang mentah** 27 Merah kehitaman 700 22,340 Pisang matang** 27 Merah kehitaman 500 13,965
Rebung** 27 Merah kehitaman 470 4,705 merupakan suhu optimum bagi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme dengan cepat karena tersedianya makanan yang cukup, kelembapan dan suhu yang sesuai dengan kebutuhan mikroorganisme (Nguyen 2006). Mikroorganisme yang hidup pada suhu ini tergolong mikroorganisme mesofil yang berada pada kisaran suhu 150C- 400C (Madigan et al. 2003).
17 dibandingkan dengan bahan baku yang dicampur dengan molase dan air cucian beras.
Nilai TDS dan TSS MOL yang diproduksi petani juga mempunyai variasi nilai yang beragam. Artinya nilai padatan yang terlarut dan mengendap dalam setiap MOL berbeda-beda. Nilai padatan terlarut (TDS) paling tinggi pada MOL krokot dan nilai padatan yang mengendap (TSS) paling tinggi pada MOL rebung. Kedua larutan MOL ini mengindikasikan kandungan bahan organiknya lebih tinggi dibandingkan MOL yang lain. Semakin tinggi nilai TDS dan TSS suatu larutan, maka semakin tinggi pula kandungan senyawa organiknya. Namun nilai TDS bisa menjadi faktor pembatas bila konsentrasinya terlalu tinggi diberikan pada tanaman. Begitupun dengan nilai TSS, semakin tinggi nilai TSS maka mikroorganisme akan semakin banyak membutuhkan oksigen untuk melakukan dekomposisi pada TSS (Sawardi & Adrian 2014).
Kualitas MOL yang dibuat petani dari sifat biologi khususnya pada populasi mikroorganisme yang berguna bagi tanaman juga menghasilkan jumlah populasi yang berbeda-beda pada setiap MOL. Keragaman ini bisa dilihat pada Tabel 7 yang menunjukkan jumlah populasi total mikroorganisme paling tinggi terdapat pada MOL krokot, bakteri penambat N2 paling tinggi pada MOL krokot
dan MOL gamal, bakteri pelarut P dan mikroorganisme selulolitik pada MOL nasi.
Tabel 7 Populasi total mikroorganisme, bakteri penambat N2, bakteri pelarut P,
mikroorganisme selulolitik pada sebelas MOL produksi petani
18
Keragaman populasi mikroorganisme dalam setiap MOL mengindikasikan bahwa banyak mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik MOL. Keragaman populasi ini ditentukan oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik misalnya suhu pertumbuhan mikroorganisme, kandungan air, tekanan osmosis dan aerasi. Faktor biotik yang berhubunagn misalnya interaksi dalam satu populasi mikroorganisme atau interaksi antar berbagai populasi mikroorganisme. Mikroorganisme akan saling berinteraksi dalam mendegradasi dan memineralisasi senyawa komplek bahan organik menjadi senyawa sederhana dan sejumlah unsur hara esensial seperti N, P dan K. Ketersediaan unsur hara juga merupakan faktor penting dalam pertumbuhan mikroorganisme (Madigan et al. 2003; Purwoko 2009; Gunawan et al. 2010).
Bakteri penambat N2 paling banyak dalam MOL krokot kemungkinan
disebabkan oleh bahan baku MOL krokot yaitu krokot kaya akan asam amino (Ezejindu & Okafor 2014). Asam amino merupakan monomer pembentuk protein yang berfungsi sebagai sumber energi khususnya dalam pembentukan membran sel bakteri (Neidhart et al.1990).
Populasi bakteri pelarut fosfat dan mikroorganisme selulolitik dalam MOL nasi lebih tinggi dibandingkan MOL lainnya. Nasi merupakan bahan baku utama MOL nasi mengandung jumlah karbohidrat yang lebih banyak dibandingkan dengan MOL krokot dan MOL rebung. Salah satu penyusun karbohidrat adalah senyawa oligosakarida, contohnya selulosa. Tersedianya selulosa yang lebih banyak telah memungkinkan mikroorganisme selulolitik melakukan hidrolisis. Selulosa dihidrolisis dengan bantuan enzim selulase menjadi oligosakarida dan akhirnya menjadi glukosa. Fungsinya sebagai sumber karbon dan unsur hara bagi pertumbuhan mikroorganisme. MOL nasi lebih banyak menyediakan sumber karbon bagi pertumbuhan mikroorganisme (Lynd et al. 2002).
Populasi bakteri penambat N2 tidak ditemukan dalam MOL pisang mentah
dan MOL rebung yang bahan bakunya dicampur dengan gula merah. Populasi bakteri pelarut fosfat tidak ditemukan dalam MOL gamal dan MOL jatung pisang. Populasi mikroorganisme selulolitik juga tidak ditemukan dalam MOL bonggol pisang, MOL jantung pisang, MOL pisang mentah, MOL pisang matang, MOL rebung yang ditambah gula merah dan MOL keong. Kemungkinan hal ini disebabkan faktor pengenceran MOL - MOL tersebut yang ditumbuhkan pada media selektif masih terlalu tinggi. Seri pengenceran mempengaruhi populasi mikroorganisme yang ditumbuhkan pada media. Semakin tinggi seri pengencerannya, maka akan semakin sedikit jumlah populasi mikroorganisme yang tumbuh pada media (BBSLDP 2007).
Identifikasi Molekular Mikroorganisme Dominan Asal MOL
Mikroorganisme dominan yang dipilih untuk diidentifikasi molekular adalah mikroorganisme yang tumbuh pada media spesifik bakteri penambat N2
19 GenBank yang terdapat di European Molecular Biology Laboratory – The European Biooinformatics Institute (EMBL-EBI) situs http://www.ebi.ac.uk menggunakan program FASTA. Perangkat ini merupakan perangkat lunak pencarian similaritas database nukleotida atau protein untuk memutuskan apakah ada kemiripan urutan antara dua sekuen yang kemudian disimpulkan dalam homologi (Miftakhunnafisah 2010).
Berdasarkan hasil sekuen nukleoida gen 16S rRNA yang disejajarkan dengan strain bakteri pembanding menunjukkan bahwa isolat MK-2 memiliki kemiripan sekuen dengan Bulkhoderia sp. A14 homologi 99.1% dan isolat MN-2 memiliki kemiripan sekuen dengan Ochrobactrum sp. CU1A pada tingkat homologi 97.5% (Tabel 8). Pensejajaran sekuen nukelotida isolat MR-2 dengan strain fungi pembandingnya menunjukkan persentase kemiripan 99.3% dengan Pseudallescheria apiosperma A1S4-D41 (Tabel 9). Persentase kemiripan atau tingkat homologi pada isolat MK-2 dan MR-2 sebesar 99.1% dan 99.3% menunjukkan jika kedua isolat ini bukan merupakan spesies yang baru atau dengan kata lain isolat MK-2 adalah spesies yang sama dengan Bulkhoderia sp. A14 dan isolat MR-2 adalah spesies yang sama dengan Pseudallescheria apiosperma A1S4-D41. Isolat MN-1 kemungkinan adalah spesies yang baru tetapi masuk dalam genus Ochrobactrum karena tingkat homologinya dengan Ochrobactrum sp. sebesar 97.5%. Menurut Drancourt et al. (2000) dan Narutaki et al. (2002) homologi bakteri dan cendawan ≥ 99% mengindikasikan bahwa isolat dianggap sebagai spesies yang sama dengan pembandingnya, homologi ≥ 97% dapat dinyatakan bahwa isolat yang dibandingkan berada pada genus yang sama dan homologi antara 89 - 93% menunjukkan famili yang berbeda. Tetapi hal ini perlu ditelusuri lagi melalui analisis filogenetik dengan melihat percabangan yang dibentuk oleh isolat melalui pengamatan posisi yang ditempati diantara spesies-spesies yang lain atau spesies pembandingnya.
Tabel 8 Penelusuran sekuen 16S rRNA isolat MK-2 dan MN-1 dengan spesies pembanding pada program FASTA
Isolat Spesies pembanding Strain Homologi (%)
Nomor aksesi
MK-2 Bulkhoderia sp. A14 99.1 KF788000
Bulkhoderia vietnamiensis M6 99.0 FJ769143
Burkholderia sp. ESR92 99.1 EF602563
Burkholderia sp. SR2-07 99.0 KF891406
Burkhloderia sp. A45 99.0 KF78825
MN-1 Ochrobactrum sp CU1A 97.5 JQ518360
Ochrobactrum anthropi CCUG 1838 97.5 AM114409 Ochrobactrum anthropi CCUG 44770 97.5 AM114410 Ochrobactrum sp. IARI-TY-4 97.5 JX081314
Ochrobactrum sp. PAM-3 97.5 JN713902
20
Tabel 9 Penelusuran nukleotida isolat MR-2 dengan spesies pembanding pada program FASTA
Isolat Spesies pembanding Strain Homol ogi (%)
Nomor aksesi
MR-2 Pseudallescheria apiosperma A1S4-D41 99.3 KJ780747
Scedosporium apiosperma PWQ2352 99.1 KP132636
Pseudallescheria apiospermum EXTON E17B 98.9 KF417734
Scedosporium apiosperma IFM 55398 98.9 AB489073
Scedosporium apiosperma IFM 55505 98.9 AB567754 Keterangan: MR = MOL rebung, PWQ = Centre National de Reference Mycoses Invasives et Antifongiques, IFM = Research Center for Pathogenic Fungi and Microbial Toxiccoses, Chiba Univeristy
Konstruksi pohon filogenetik sekuen isolat MK-2, MN-1 dan MR-2 dilakukan pada piranti lunak MEGA 6 dengan metode Neighbor Joining (NJ). Pohon filogenetik merupakan grafik yang digunakan untuk menggambarkan hubungan kekerabatan antartaksa yang terdiri atas sejumlah nodus dan cabang dengan hanya satu cabang yang menghubungkan dua nodus paling berdekatan. Pengujiannya dilakukan dengan uji statistik metode bootstrap sebanyak 1 000 kali ulangan untuk meningkatkan nilai kepercayaan (Hidayat & Pancoro 2008). Nilai bootstrap ini menunjukkan kestabilan pengelompokan pohon filogenetik, semakin tinggi nilai bootstrapping semakin stabil pengelompokan pohon filogenetik (Holmes 2003). Hasilnya menunjukkan bahwa isolat MK-2, MN-1 dan MR-2 merupakan isolat yang terletak pada satu kluster yang sama dengan strain pembandingnya. Sementara taksa outgroup adalah spesies yang masih berkerabat dengan isolat MK-2, MN-1 dan MR-2 namun hubungannya tidak dekat seperti spesies yang dalam ingroup. Tujuan adanya outgroup ini dibutuhkan untuk mengenali karakter primitif dari isolat MK-2, MN-1 dan MR-2 sehinga pohon filogenetiknya dapat terbentuk (Gambar 2 dan Gambar 3).
Isolat MK-2 sudah diketahui merupakan spesies dari genus Bulkhoderia. Genus Bulkhoderia merupakan genus yang penting dalam aplikasi pertanian karena mampu melakukan penambatan N2, melarutkan fosfat dan memacu
pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Burkholderia juga berpotensi sebagai biological control dan bioremediasi (Salles et al. 2004). Hasil inokulasi bakteri Burkholderia sp. pada biji kacang tunggak mampu meningkatkan biomassa nodul, akar dan tunas, biji dan kandungan nitrogen serta fosfor. Pada umumnya, bakteri ini mengkolonisasi daerah perakaran tanaman seperti pada tanaman jagung, gandum, padi dan rumput-rumputan sehingga terhindari dari patogen penyebab penyakit (Linu et al. 2009). Indeks pelarutan fosfat Burkholderia sp. pada media Pikovskaya juga lebih tinggi dibandingkan dengan Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeruginosa (Tombe 2012).
21 Isolat MR-2 pada Gambar 3 mempunyai hubungan kekerabatan dengan Pseudallescheria apiosperma atau Scedosporium apiospermum. P.apiosperma adalah golongan cendawan yang masih diperdebatkan dalam pembagian taksonomi cendawan karena P. apiosperma dianggap merupakan teleomorph dari S. apiospermum. S. apiospermum diketahui merupakan cendawan penyebab infeksi pada manusia dan hewan yang bisa diisolasi dari tanah pertanian, taman bermain perkotaan, tanah yang terkontaminasi dan kawasan industri (Elad 2011; Neji et al. 2013).
Gambar 3 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen 16S rRNA yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara isolat MK-2 dan MN-1 dengan spesies pembanding pada analisis neighbor-joining dan uji bootstrap (1000
replicates) menggunakan model maximum composite likelihood dalam software MEGA 6
Isolat MK-2
Bukholderia sp. A14
Bukholderia sp.SR2-07
Bukholderia sp. ESR92
Bukholderia vietnamiensis M6
Bukholderia sp. A45
Ochrobactrum sp. CU1A Isolat MN-1
Ochrobactrum sp. PAM-3
Ochrobactrumanthropi CCUG 44770
Ochrobactrum anthropic CCUG 1838
Ochrobactrum sp. IARI-TY-4
Streptomyces sp.
Bacillus subtilis TUB-10
Outgroup I
Outgroup II KlusterII KlusterI
0.02 55
100 0
100 0
22
Gambar 4 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara isolat MR-2 dengan spesies pembanding pada analisis neighbor-joining dan uji bootstrap (1000 replicates) menggunakan model maximum composite likelihood dalam software MEGA 6
Kuantifikasi Pembuatan MOL
Hasil skoring terhadap kualitas MOL yang dibuat petani mendapatkan nilai skoring paling tinggi yaitu MOL krokot, MOL nasi dan MOL rebung yang bahan bakunya dicampur dengan molase dan air cucian beras. Kuantifikasi pembuatan dan perbaikan kualitas ke-3 MOL ini, menghasilkan jumlah populasi yang berbeda antara MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna dengan MOL yang tidak diperkaya mikroorganisme berguna dihitung pada hari ke-3 dan ke-30 setelah pengayaan mikroorganisme berguna. Populasi mikroorganisme berguna yang ada dalam semua MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna pada hari ke-3 setelah pengayaan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna namun pada pengamatan hari ke-30 setelah pengayaan, populasi mikroorganisme berguna dalam MOL diperkaya mikroorganisme berguna mengalami fluktuasi (Tabel 10).
Populasi mikroorganisme baik dalam MOL yang tidak diperkaya maupun MOL yang diperkaya mengalami penurunan jumlah pada hari ke-30 pengamatan setelah waktu pengayaan kecuali bakteri yang ditumbuhkan pada nitrogen free media mengalami peningkatan jumlah populasi bahkan dibandingkan dengan populasi total mikroorganisme yang ditumbuhkan pada media nutrient agar. Hal ini bisa disebabkan karena media yang digunakan untuk menghitung populasi adalah media spesifik yang tidak semua mikroorganisme bisa tumbuh. Media nutrient agar walaupun telah dinyatakan sebagai media untuk menghitung populasi total bakteri namun setiap mikroorganisme mempunyai kebutuhan yang spesifik terhadap unsur hara sehingga tidak semua bakteri bisa tumbuh dalam media nutrient agar (Chikere & Udochukwu 2014).
Populasi mikroorganisme pada MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna lebih tinggi dibandingkan dengan MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna pada pengamatan hari ke-3 setelah pengayaan pada
23 semua media selektif pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini menunjukkan bahwa ada interaksi positif antara mikroorganisme lokal yang sudah ada sebelumnya di dalam MOL dengan mikroorganisme yang ditambahkan ke dalam MOL yang ditandai dengan meningkatnya kepadatan populasi. Asosiasi terjadi dalam memanfaatkan unsur hara dalam MOL untuk melakukan perubahan kimia senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana (Madigan et al. 2003; Alexander 2011).
Sebaliknya, pada pengamatan hari ke-30 setelah pengayaan populasi mikroorganisme khususnya pada jumlah populasi total mikroorganisme, bakteri pelarut fosfat dan mikroorganisme selulolitik baik dalam MOL yang diperkaya maupun MOL yang tanpa diperkarya mengalami penurunan jumlah populasi bila dibandingkan dengan populasi pada hari ke-3 setelah pengayaan. Terjadinya penurunan populasi ini disebabkan oleh berkurangnya sumber karbon sebagai sumber makanan mikroorganisme dalam MOL sehingga mulai terjadi kompetisi mikroorganisme dalam memperebutkan sumber karbon yang mulai terbatas (Alexander 2011). Mikroorganisme sudah memasuki fase statis yaitu fase dimana mikroorganisme tidak lagi melakukan pembelahan sel. Salah satu faktornya adalah karena unsur hara sebagai sumber energi sudah habis (Purwoko 2009).
24
Pengaruh Perbaikan Kualitas MOL terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi dengan Metode Penanaman SRI Organik
Pertumbuhan vegetatif
Hasil penghitungan dan analisis statistik pertumbuhan vegetatif, peubah tinggi tanaman pada 21, 35, 49 dan 63 hst menunjukkan bahwa aplikasi MOL diperkaya mikroorganisme secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa MOL dan MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna. Kecenderunganya adalah nilai tinggi tanaman lebih tinggi pada perlakuan semua MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna (Gambar 4).
Gambar 5 Perbandingan tinggi tanaman perlakuan tanpa MOL, MOL krokot dan MOL krokot diperkaya mikroorganisme berguna (A), tanpa MOL, MOL nasi dan MOL nasi diperkaya mikroorganisme berguna (B), tanpa MOL, MOL rebung dan MOL rebung diperkaya mikroorganisme berguna (C)
Nilai pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan MOL diperkaya mikroorganisme walaupun secara statistik tidak berbeda nyata namun nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan MOL diduga karena adanya penambahan bakteri penambat N2 kedalam MOL diperkaya mikroorganisme
berguna. Bakteri Azotobacter dan Azospirillum yang ditambahkan ke dalam MOL mampu menambat N2 dari udara untuk membantu pertumbuhan tanaman.
Menurut Hindersah dan Simarmata (2004) inokulasi Azotobacter dan Azospirillum melalui kemampuannya menambat N2 dari udara, dan
Tanpa MOL MOL nasi MOL nasi + mikrob
0
Tanpa MOL MOL rebung MOL rebung + mikrob
25 memproduksi fitohormon dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Selain itu, keberadaan bakteri pelarut fosfat dalam MOL diperkaya mikroorganisme berguna juga menjadi salah satu pendukung pertumbuhan tanaman karena ketersediaan P-organik bagi tanaman sangat tergantung pada aktivitas bakteri pelarut fosfat dalam memineralisasinya (Keneni et al. 2010). Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat. Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+,Fe3+,Ca2+, atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan oleh karena itu dapat diserap oleh tanaman (Rao 1994; Parani & Saha 2012).
Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan tanpa pemberian MOL dengan perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna namun tidak berbeda nyata antara perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna (Tabel 11).
Tabel 11 Pengaruh pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme
MOL krokot + mikroorganisme berguna 11b 26bc 38b 34bc
MOL nasi 11b 25bc 38b 41c
MOL nasi + mikroorganisme berguna 12b 26bc 39b 40c
MOL rebung 12b 24b 33b 39bc
MOL rebung + mikroorganisme berguna 11ab 27c 38b 42c
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji Least Significant Difference (LSD).
26
Komponen produksi
Perlakuan pemberian MOL pada metode penanaman SRI mampu meningkatkan jumlah anakan, bobot basah dan bobot kering 1 000 butir gabah dibandingkan dengan tanpa pemberian MOL (Tabel 12).
Hasil pengamatan dan analisis statistik terhadap jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa jumlah anakan pada perlakuan pengayaan mikroorganisme berguna pada MOL krokot dan MOL nasi berpengaruh nyata terhadap MOL yang tidak diperkaya mikroorganisme berguna. MOL rebung yang diperkaya mikroorganisme berguna tidak berbeda nyata dengan MOL rebung tanpa diperkaya mikroorganisme berguna. Semua perlakuan MOL berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian MOL. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian MOL pada tanaman telah mampu meningkatkan jumlah anakan produktif khususnya pemberian MOL diperkaya mikroorganisme berguna kecenderungannya dapat meningkatkan jumlah anakan produktif.
Pemberian MOL juga berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot basah dan bobot kering 1 000 butir gabah bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian MOL. Perlakuan antara MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme Gambar 6 Pengaruh pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme
berguna terhadap pertumbuhan tanaman padi metode SRI organik
Tanpa MOL
MOL reebung + mikroorganisme berguna MOL krokot +
mikroorganisme berguna
MOL nasi + mikroorganisme berguna MOL
krokot
MOL nasi
27 berguna tidak berbeda nyata, hal ini diduga karena hasil pengujian kualitas biologi MOL, didalam MOL sudah terdapat mikroorganisme berguna yaitu bakteri penambat N2, bakteri pelarut fosfat dan mikroorganisme selulolitik.
Mikroorganisme ini telah diketahui mempunyai kemampuan dalam menyediakan unsur hara dan mengandung hormon pertumbuhan yang dibutuhkan tanaman (Rao 1994; Parani & Saha 2012; Romero 2014). Mikroorganisme ini juga mampu bekerja dengan baik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman karena didukung oleh sistem budidaya SRI. Hasil penelitian Narasweri et al (2009) menuliskan bahwa sistem SRI mampu meningkatkan populasi
mikroorganisme tanah. Tabel 12 Pengaruh perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme
berguna terhadap jumlah anakan produktif, bobot basah dan bobot kering 1 000 butir gabah nyata pada taraf 0.05 uji Least Significant Difference (LSD).
Pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna pada budidaya SRI organik juga berpengaruh nyata pada peningkatan gabah total dan penurunan nilai gabah hampa dibandingkan dengan tanpa MOL. Pengaruh tidak nyata dihasilkan antara perlakuan pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna. Kecenderungannya adalah persentase gabah hampa MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna lebih rendah dibandingkan dengan MOL yang tidak diperkaya mikroorganisme berguna. MOL rebung yang diperkaya mikroorganisme berguna mampu meningkatkan persentase gabah total lebih tinggi 55% bila dibandingkan dengan tanpa penggunaan MOL dan 13% lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemberian MOL rebung yang tidak diperkaya mikroorganisme berguna (Tabel 13).