• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN MACAM PENGAIRAN DAN VARIETAS LOKAL PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L. ) METODE SRI (System of Rice Intensification)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN MACAM PENGAIRAN DAN VARIETAS LOKAL PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L. ) METODE SRI (System of Rice Intensification)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MACAM PENGAIRAN DAN VARIETAS LOKAL

PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L. )

METODE SRI (System of Rice Intensification)

SKRIPSI

Diajukan oleh: Nofison Kurwasit

20120210108

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh:

Nofison Kurwasit 20120210108

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

(3)
(4)

v

rahmat, kekuatan, kasih sayang serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini. Skripsi ini berjudul “Kajian Macam Pengairan dan Varietas

Lokal Pada Pertumbuhan dan Hasil Padi (Oryza sativa L) Metode SRI

(System of Rice Intensification)”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. Bambang Heri Isnawan, M.P. selaku dosen pembimbing I yang telah

dengan penuh kesabaran dan semangat memberikan bimbingan, dan saran

kepada penulis sejak usulan penelitian, pelaksanaan percobaan hingga

penulisan skripsi ini selesai.

2. Dr.Ir. Gatot Supangkat, M.P. selaku dosen pembimbing II yang telah dengan

penuh kesabaran dan semangat memberikan bimbingan, dan saran kepada

penulis sejak usulan penelitian, pelaksanaan percobaan hingga penulisan

skripsi ini selesai.

3. Ir. Mulyono, M.P. selaku dosen Penguji, terima kasih atas kritik, saran dan

bimbingannya dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Ir. Sarjiyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian dan dosen pembimbing

(5)

vi

memberikan dorongan moril, material dan doa yang tiada putus, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Tak lupa juga sahabat-sahabatku Ikhsan, Ilham, Septia, Rian, Fauzia, Septi

(laskar duaf ) dan teman-teman Agroteknologi 2012 atas dukungan, bantuan,

kebersamaan dan persaudaraan yang telah diberikan selama ini.

8. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita

semua. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan

pembaca sekalian. Amin.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb

Yogyakarta, Januari 2017

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

x INTISARI

Penelitian yang berjudul Kajian Macam Pengairan dan Varietas Lokal pada Pertumbuhan dan Hasil Padi ( Oryza sativa L) Metode SRI ( System of Rice Intensification) telah dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Unversitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Juni 2016 hingga Desember 2016. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pengairan berselang dan tergenang terhadap pertumbuhan dan hasil padi varietas lokal, menentukan kesesuain berbagai varietas lokal dalam pertumbuhan dan hasil padi varietas lokal dan mengetahui interaksi pengairan dan berbagai varietas lokal dalam pertumbuhan dan hasil padi varietas lokal

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode percobaan faktorial 2 x 4 yang yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, panjang malai, bobot gabah segar , bobot gabah kering, bobot 1000 butir, persentase gabah hampa dan hasil tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan sistem pengairan tergenang dan berselang memberikan hasil yang sama baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Penggunaan Varietas Pandan Wangi sama baik terhadap pertumbuhan dan hasil jika dibandingkan dengan Varietas Mentik Susu dan Mentik Wangi, didasarkan pada bobot 1000 butir, persentase gabah hampa, jumlah gabah dan bobot gabah kering. Varietas Rojolele nyata lebih tinggi dibanding varietas lainnya, sedangkan pada panjang malai dan jumlah anakan Varietas Pandan Wangi nyata lebih panjang dan banyak dibanding Varietas Mentik Wangi, Mentik Susu dan Rojolele. Tidak Terdapat interaksi antara cara pengairan dan varietas lokal padi, kecuali pada jumlah anakan produktif. Kombinasi pengairan tergenang dan varietas mentik susu nyata lebih banyak menghasilkan jumlah anakan produktif dibanding kombinasi perlakuan lainnya.

.

(12)

11 ABSTRACT

A study about irigation methods and local varieties on the growth and yield of rice (Oryza sativa L.) in method of SRI (System of Rice Intensification) have been done in Green House and Research Laboratory of University of Muhammadiyah Yogyakarta from June 2016 to December 2016. The purpose of this study was to determine the effect of intermittent irrigation and flooded irigation on growth and yield of local varieties, to determine the suitability of various local varieties to the growth and yield and determine the interaction of water and various local varieties to the growth and yield of local varieties rice

This research was conducted by the method of 2 x 4 factorial experiment wich arranged in a Completely Randomized Design (CRD) with eight treatment combinations with three replications to obtain 24 experimental units. The first factor was various irrigation system consists of two levels i.e. a flooded irrigation and intermittent irrigation. The second factor was local varieties which consists of four levels i.e. a Mentik Wangi, Mentik Susu, Rojolele, and Pandan Wangi. The number of plants per experimental unit consists of four plants, three samples of plants and the spare plant . Those parameters were observed the plant height, number of tillers, number of productive tillers, panicle length, fresh grain weight, dry grain weight, 1000 grain weight, the percentage of unfilled grain and crop yield.

The results of this research showed that the use of the flooded irrigation and intermittent irrigation give not significantly different to the the growth and yield of rice . The use of Pandan Wangi varieties was not significantly different on growth and yield than a varieties of mentik susu and Mentik Wangi, based on 1000 grain weight, unfilled grain percentage, number of grains and dry grain weight. Rojolele varieties on plant height were significantly higher than other varieties, while the panicle length and the number of tillers varieties of Pandan Wangi was signicantly higher than Mentik Wangi varieties, Mentik Susu and Rojolele. There was no interactions significantly between irrigation methids and local varieties of rice, except the number of productive tillers. The number of productive tillers on the combination of flooded irrigation and Mentik susu varieties was significantly higher than other treatment combinations.

(13)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsumsi beras masyarakat Indonesia menurut Badan Pusat Statistik

(BPS, 2014) mencapai 139 kg per kapita per tahun atau merupakan tertinggi di

dunia. Kemudian BPS merilis lagi angka produksi padi 2010 sebanyak 66,4 juta

ton. Tahun 2015 angka produksi bisa mencapai 67,3 juta ton. Dengan demikian

untuk mencapai angka tersebut perlu adanya usaha dalam produksi pertanian.

Salah satu pendekatan baru yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

produktifitas padi sawah adalah dengan intensifikasi. Intensifikasi terbukti dapat

meningkatkan produksi padi di Indonesia sampai dengan tahun 1984. Masukan

produksi dalam pertanian modern ialah varietas unggul, pupuk buatan dan

pestisida kimia (Djamhari, 2002). Namun yang terjadi dalam penggunaan pupuk

buatan produksi padi semakin menurun hal ini berakitan erat dengan faktor tanah

dimana telah terjadi kemunduran kesehatan tahan baik secara kimia, fisik maupun

biologi sebagai akibat pengelolaan tanah yang kurang tepat (Pramono, 2004).

Salah satu inovasi yang dikembangkan untuk meningkatkan produksi

pertanian adalah dengan budidaya padi metode SRI (System of Rice

Intensification). Budidaya padi metode SRI pertama ditemukan di Madagaskar

antara tahun 1983-1984 (DPU, 2007), dii dalam SRI diterapkan cara-cara yang

(14)

mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi

pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran. Penekanan

hemat air juga merupakan upaya mengantisipasi peningkatan kebutuhan air antara

lain untuk pertanian, air minum, industri dan sanitasi (Tim Balai Irigasi, 2009).

Pemanfaatan air yang dikombinasikan dengan usaha tani metode SRI.

tersebut telah dimulai pada tahun 2009 dan telah menunjukkan peningkatkan

hasil produksi padi baik secara kuantitas maupun kualitas. Walaupun hal

tersebut belum dapat diterapkan di seluruh lahan sawah.

Penggunaan varietas unggul pada suatu daerah juga sangat menentukan

faktor keberhasilan peningkatan produksi padi, namun yang terjadi tidak semua

varietas unggul dapat meningkatkan produksi padi. Hal ini terjadi disebabkan

keadaan iklim lingkungan yang berbeda di setiap tempat sehingga mempengaruhi

pertumbuhan tanaman padi. Penggunaan varietas lokal merupakan salah satu

solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi padi. Varietas lokal

mempunyai banyak keunggulan diantaranya toleran terhadap keadaan lahan yang

marginal, tahan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit, memerlukan input

(pupuk dan pestisida) yang rendah, serta pemeliharaan mudah dan sederhana

(Adhi, 2011).

Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan varietas lokal

yang sangat beragam. Pengoleksian padi lokal telah dimulai sejak awal abad 20.

Pada tahun 2010, sebanyak 2.797 aksesi plasma nutfah padi telah dikoleksi oleh

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi 2010). Plasma nutfah tersebut

(15)

unggul baru. Selain itu, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya

Genetika Bogor juga memiliki 4.203 aksesi plasma nutfah padi yang terdiri atas

94 aksesi padi liar dan 4.109 padi budidaya (BB Biogen 2012). Di Yogyakarta

terdapat berbagai macam varietas padi lokal di antaranya mentik wangi, mentik

susu, rajalele dan inpari. Keempat varietas tersebut disuka karena baunya yang

khas, harum, dan rasanya yang pulen sehingga menggugah selera makan setiap

orang.

Air merupakan salah satu input pertanian yang sangat penting. Sumber air

permukaan sampai saat ini menjadi andalan untuk penyediaan air irigasi. Pada

umumnya petani di indonesia dalam melakukan budidaya padi menggunakan

irigasi tergenang sehingga untuk mengairi lahan yang sempit membutuhkan air

yang banyak, sebagai akibatnya maka banyak lahan tidak terairi. Dengan

demikian perlu adanya teknik irigasi yang menghemat air, salah satunya dengan

metode SRI atau System of Rice Intensification. Salah satu keunggulan dari

metode ini adalah menghemat penggunaan air pada pertanaman padi yang

sekaligus dapat meningkatkan hasil. Pemanfaatan air tanah yang dikombinasikan

dengan usaha tani metode SRI tersebut telah dimulai pada tahun 2009 dan telah

menunjukkan peningkatkan hasil produksi padi baik secara kuantitas maupun

kualitas. Menurut Uphoff (2007), produksi padi SRI di Indonesia rata-rata

mencapai 7,4 ton/ha bahkan hasil penelitian di China menunjukkan hasil yang

(16)

B. Perumusan Masalah

Peningkatan produksi padi dapat dilakukan dengan berbagi cara diantaraya

dengan teknik pengairan dan penggunaan varietas lokal pada metode SRI.

tanaman padi bukan termasuk tanaman air atau tanaman yang hidup di air namun

tanaman yang membutuhkan banyak air sehingga memerlukan teknik pengairan

yang tepat. Penggunaan varietas lokal mempunyai daya adaptasi yang cepat

dengan pola pengairan yang diberikan, karena itu perlu dilakukan pengujian

terhadap teknik pengairan dan varietas lokal dengan pola tanam metode SRI,

karena dari aspek lingkungan apakah jenis varietas tersebut bisa tumbuh dan

berkembang dengan baik serta menghasilkan produksi secara optimal di tempat

dilakukan pengujian.

1. Macam pengairan manakah yang tepat antara irigasi berselang dan irigasi

genangan terhadap pertumbuhan dan hasil padi varietas lokal ?

2. Varietas lokal manakah yang sesuai terhadap pertumbuhan dan hasil padi?

3. Bagaimana kesesuain varietas lokal dengan macam pengairan pada

(17)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan pengaruh pengairan berselang dan tergenang terhadap

pertumbuhan dan hasil padi varietas lokal.

2. Untuk menentukan kesesuain berbagai varietas lokal dalam pertumbuhan

dan hasil padi.

3. Untuk menentukan kesesuaian berbagai varietas lokal dengan macam

(18)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Padi

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan golongan Cerealia

(Marlina,2012), Batang pada tanaman padi beruas-ruas yang di dalamnya

berongga (kosong), biasanya tinggi 1-1,5 meter. Pada tiap-tiap buku

batang padi terdapat daun di sekitar, yang berbentuk pita dan berpelepah.

Pelepah pada padi membalut sekeliling seluruh bagian batang. Pada waktu

memungkinkan untuk berbunga pada tiap-tiap batang keluar bunga.

Bunga tanaman padi yaitu bunga majemuk dan terdapat 2 helai kelopak dan 2

helai sekam mahkota. Sebutir padi berisi sebutir biji yang mana bisaanya disebut

beras. Buah padi mempunyai selaput. Klasifikasi pada tanaman padi adalah

sebagai berikut: Kingdom Plantae

,

Divisio Angiospermae, Kelas

Monocotyledoneae

,

Ordo Poales

,

Familia Poaceae

,

Genus Oryza

,

Spesies Oryza

sativa L.

Budidaya padi secara umum dilakukan dengan tujuan mendapatkan

produksi dan kualitas sebaik mungkin dengan mengoptimalkan serta

mengefisienkan sumberdaya yang tersedia. Banyak upaya telah dilakukan untuk

mengembangkan varietas tanaman yang mempunyai produktifitas tinggi dan

beberapa keunggulan komparatif lainnya. Banyak pula upaya pengembangan

teknologi untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lingkungan sebagai

(19)

budidaya padi yang telah dilakukan antara lain teknologi budidaya padi organik

atau lebih sering disebut budidaya padi metode System Rice of Intensifikasi / SRI

(Karyaningsih dkk., 2008), sistem legowo (Utama dkk., 2007), sistem tanam

benih langsung, sistem tanpa olah tanah dan lain-lain.

Teknik budidaya yang baik untuk pertumbuhan tanaman sangat diperlukan

untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari

awal, yaitu sejak dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Dalam

proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah ini harus dipelihara yang baik,

terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan

penyakit yang sering kali menurunkan produksi (Arafah, 2010).

1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah bertujuan untuk mengubah

keadaan tanah yang akan digunakan dengan alat tertentu sehingga memperoleh

susunan tanah (struktur tanah) yang dikehendaki oleh tanaman. Pengolahan tanah

sawah pada padi 16 tadah hujan diantaranya dengan pembersihan, pencangkulan,

pembajakan dan penggaruan.

2. Persemaian Persemaian untuk satu hektar padi sawah diperlukan 25-40

kg benih tergantung pada jenis padinya. Lahan persemaian dipersiapkan 50 hari

sebelum semai. Luas persemaian kira-kira 1/20 dari areal sawah yang akan

ditanami. Lahan persemaian dibajak dan digaru kemudian dibuat bedengan

sepanjang 500-600 cm, lebar 120 cm dan tinggi 20 cm. Sebelum penyemaian,

taburi pupuk urea dan SP-36 masing-masing 10 g m -2 . Benih disemai dengan

kerapatan 75 g m -2 . Membuat persemaian merupakan langkah awal bertanam

(20)

sebaik-baiknya, sebab benih di persemaian akan menentukan pertumbuhan padi

tadah hujan, oleh karena itu persemaian harus benar-benar mendapat perhatian,

agar harapan untuk mendapatkan bibit padi yang sehat dan subur dapat tercapai

(Arafah, 2010).

3. Jarak Tanam Jarak tanam pada padi tadah hujan varietas unggul

memerlukan jarak tanam 20 x 20 cm dan pada musim kemarau 25 x 25 cm.

4. Penyiapan bibit Bibit dipersemaian yang telah berumur 17 – 25 hari

(tergantung jenis padinnya, genjah / dalam) dapat segera dipindahkan kelahan

yang telah disiapkan. Bibit yang berumur 25 kurang baik untuk di jadikan bibit.

5. Penanaman Bibit ditanam dalam larikan dengan jarak tanam 20 x 20

cm, 25 x 25 cm, 22 x 22 cm atau 30 x 20 cm tergantung pada varitas padi,

kesuburan tanah dan musim. Padi dengan jumlah anakan yang banyak

memerlukan jarak tanam yang lebih lebar. Pada tanah subur jarak tanam lebih

lebar. Jarak tanam di daerah pegunungan lebih rapat karena bibit tumbuh lebih

lambat. 2-3 batang bibit ditanam pada kedalaman 3-4 cm.

6. Pemeliharaan Pemeliharaan pada tanaman padi tadah hujan meliputi

penyulaman, penyiangan, pengairan dan pemupukan.

7. Pemupukan Pemupukan bertujuan untuk mencukupi kebutuhan

makanan yang berperan sangat penting bagi tanaman baik dalam proses

pertumbuhan / produksi, pupuk yang sering digunakan oleh petani adalah pupuk

alam (organik), pupuk buatan (anorganik).

8. Panen Padi perlu dipanen pada saat yang tepat untuk mencegah

(21)

mengandung butir hijau dan butir kapur. Padi siap panen 95 % butir sudah

menguning (33-36 hari setelah berbunga), bagian bawah malai masih terdapat

sedikit gabah hijau, kadar air gabah 21-26 %, butir hijau rendah. Lahan sawah

tadah hujan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1) pengairan tergantung pada

turunnya air hujan; 2) kandungan unsur hara rendah maka tingkat kesuburan tanah

juga rendah; 3) bahan organik relatif rendah dan sulit dipertahankan dalam jangka

panjang; 4) produktivitas rendah (3,0 - 3,5 ton/hektar) (Arafah, 2009).

B. Metode SRI

Salah satu teknologi budidaya padi yang potensial untuk dikembangkan

adalah teknologi System of Rice Intensification. SRI merupakan salah satu bentuk

teknologi budidaya padi yang memadukan aspek pengelolaan tanaman, tanah, air

dan unsur hara secara terpadu. SRI merupakan sistem Produksi pertanian yang

holistik dan terpadu, dengan mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas

agroekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat

yang berkualitas dan berkelanjutan (DPU, 2007). Metode SRI ditemukan oleh Fr.

Henri de Laulanie dari Perancis. Prinsip utama budidaya padi metode SRI adalah

tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan

diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam

tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan

pertumbuhannya. Berdasarkan prinsip tersebut dikembangkan pokok-pokok

budidaya padi metode SRI sebagai berikut:

1. Bibit ditanam sebagai bibit muda berusia kurang dari 12 Hari Setelah Semai

(22)

2. Bibit ditanam secara tunggal, satu batang perlubang, dengan jarak 25 x 25 cm,

30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau dapat lebih jarang.

3. Pemindahan tanam dari media semai ke lahan harus sesegera mungkin (kurang

dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus.

4. Bibit ditanam dangkal dengan akar diposisikan horizontal.

5. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan pada periode tertentu

dikeringkan sampai pecah rambut (sistem irigasi berselang/terputus).

6. Penyiangan lebih lebih sering dengan interval 10 hari.

7. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos),dan pestisida

organik.

Pengairan padi metode SRI (System of Rice Intensification) adalah cara

budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem

perakaran yang berbasis pada pengelolaan yang seimbang terhadap tanah,

tanaman dan air (Juhendi, 2008). Menurut Tim Balai Irigasi SRI (2009) pada

Buku Seri 19 Penelitian Hemat Air pada SRI, dalam menghitung kebutuhan air

pada irigasi terputus pada metode SRI dilakukan dengan suatu model neraca air.

Besar simpanan air dalam tanah dipengaruhi oleh hujan dan irigasi sebagai

komponen air yang masuk dan evapotranspirasi, drainase dan perkolasi sebagai

komponen air yang keluar. Irigasi dan drainase dilakukan untuk mengatur kondisi

air sehingga simpanan air sesuai dengan perlakuan yang dikehendaki. Pola irigasi

terputus pada metode SRI dilakukan dengan mengairi lahan (dari sumber hujan

maupun irigasi) saat terjadi retak rambut atau kandungan air mendekati 80% dari

(23)

Keunggulan dari pengairan berselang, antara lain: 1) Menghemat air irigasi

sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas; 2) Memberi kesempatan

kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebihdalam; 3)

Mencegah timbulnya keracunan besi; 4) Mencegah penimbunan asam organic dan

gas H2S yang menghambat perkembangan akar; 5) Mengaktifkan jasad renik

mikroba yang bermanfaat; 6) Mengurangi kerebahan tanaman; 7) Mengurangi

jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah); 8)

Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen; 9)

Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah); dan 10)

Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama

wereng coklat dan penggerek batang, serta mengurangi kerusakan tanaman padi

karena hama tikus( Penyuluh Pertanian 2013 ).

Hasil penelitian Arafah 2010 menunjukkan hasil padi dengan metode

konvensional yang menggunakan irigasi tergenang sekitar 4 – 5,5 ton/ha. Hal

tersebut seiring dengan hasil dari berbagai penelitian dan ujicoba SRI yang telah

dilakukan di berbagai tempat di Indonesia serta di berbagai negara yang

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas padi yang cukup

signifikan. Menurut Uphoff (2007), produksi padi SRI di Indonesia rata-rata

mencapai 7,4 ton/ha bahkan hasil penelitian di China menunjukkan hasil yang

tinggi yaitu 12,4 ton/ha. Pertanaman padi yang dilakukan Dewan Pemerhati

Lingkungan Tatar Sunda (DPLKTS) selama 24 musim secara berturut-turut

dengan tidak menggunakan pupuk buatan/kimia dapat menghasilkan produktivitas

(24)

terlepas dari beberapa aspek penting dalam metode SRI yaitu pengelolaan

tanaman, tanah dan air

C. Teknik pengairan

Pengairan padi kepetak sawah dapat dilakukan dengan 5 (lima) cara ( Hansen,

dkk., 1992). yaitu: (1). Penggenangan ( Flooding); (2). Menggunakan alur besar

atau kecil; (3). Menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi;

(4). Penyiraman (Sprinkling); (5). Menggunakan sistem cucuran (Trickle).

Umumnya untuk tanaman padi pemberian airnya baik dengan penggenangan

(Flooding) maupun alur (Furrows) dilakukan dengan cara mengalirkan terus

menerus (Continous flow) atau dengan berselang (Intermittent flow).

Padi bukan tanaman air tapi dalam pertumbuhannya memerlukan air. Pada

prinsipnya pengelolaan air metode SRI adalah pengaturan pemberian air pada

lahan sedemikian rupa sehingga kapan lahan tersebut macak – macak, kapan

dilakukan penggenangan dan kapan dilakukan pengeringan. Oleh karena itu,

proses pengelolaan air dan penyiangan dilakukan disesuaikan menurut umur padi

sebagai berikut :

1. 3 hari sebelum tanam, tanah sawah dibiarkan macak-macak sampai kering

macak-macak, agar memudahkan penarikan caplak ukuran jarak tanam.

2. Setelah ditanami padi SRI, tanah dibiarkan kering selama 7 hari dengan

tujuan :

a. Untuk mengendalikan hama keong mas.

(25)

c. Untuk merangsang perakaran.

3. Hari ke-8 baru diairi kurang lebih 1-2 jam. Setelah 2 jam air dikeringkan

lagi. Pengairan ini boleh pagi, siang, dan sore hari.

4. Hari ke-9 sampai 10 dan 11 dikeringkan lagi.

5. Selang 3 hari dan seterusnya, dilakukan perlakuan yang sama.

D. Varietas Lokal Padi

Varietas sebagai salah satu komponen produksi telah memberikan

sumbangan sebesar 56%, oleh karena itu salah satu titik tumpu utama peningkatan

produksi padi adalah perakitan dan perbaikan varietas unggul baru (Balitpa,

2004). Hapsah (2005) menyatakan bahwa peningkatan produktivitas padi dapat

diupayakan melalui penggunaan varietas unggul baru. Potensi hasil padi sawah

menurut Badan litbang Pertanian berdasarkan beberapa hasil penelitian adaptasi

varietas unggul mampu mencapai 10 t/ha dengan penerapan teknologi inovatif

(Balitpa, 2004; Badan Litbang Pertanian, 2007) . Kementerian pertanian, melalui

Badan Litbang Pertanian telah melepas sekitar 89 varietas unggul padi sawah,

namun yang beredar di petani sangat terbatas (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Hal ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi dan ketersediaan benih bermutu,

serta preferensi konsumen terhadap varietas.

Menurut Imran et al., (2003) upaya untuk terus menemukan dan

mengembangkan varietas yang lebih unggul dan mempunyai daya adaptasi yang

lebih baik terhadap lingkungan tumbuh tertentu (spesifik) merupakan salah satu

(26)

dan efisien di masa yang akan datang. Makarim dan Las (2005) mengemukakan

bahwa untuk mencapai hasil maksimal dari penggunaan varietas baru diperlukan

lingkungan tumbuh yang sesuai agar potensi hasil dan keunggulannya dapat

terwujudkan.

Untuk memberikan alternatif pilihan varietas maka uji beberapa varietas di

suatu tempat perlu dilakukan. Hal ini sangat berkaitan dengan potensi suatu

varietas akan memberikan hasil yang berbeda pada keragaaman tempat dan iklim

yang berbeda. Selain penggunaan varietas unggul baru, penggunaan benih

bermutu (bersertifikat) dalam pengelolaan tanaman terpadu padi sawah dapat

meningkatkan hasil (Zaini, et al., 2009), karena benih bermutu akan mampu

tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan, bebas dari hama

penyakit yang terbawa benih sehingga akan mengurangi resiko gagal panen.

Interaksi antara komponen teknologi VUB, pemupukan, dan irigasi akan mampu

memberikan sumbangan terhadap peningkatan hasil sampai 75%( Zaini, et al.,

2009).

Penggunaan varietas lokal mempunyai daya adaptasi yang cepat terhadap

lingkungan sekitar dengan pola pengairan yang berbeda contohnya suhu, struktur

tanah, jenis tanah dan pH. Varietas padi lokal yang ada di Indonesia diantaranya

Mentik Wangi, Mentik Susu, Rajalele, dan Pandan Wangi. Devi 2010

mengemukakan bahwa penggunaan Varietas Mentik wangi menghasilkan jumlah

(27)

E. Hipotesis

1. Penggunaan sistem pengairan berselang lebih baik terhadap pertumbuhan

dan hasil jika dibandingkan dengan pengairan genangan.

2. Penggunaan varietas Mentik Wangi lebih baik terhadap pertumbuhan dan

hasil jika dibandingkan dengan varietas yang lain.

3. Penggunaan Varietas Mentik Wangi dengan pengairan berselang lebih baik

terhadap pertumbuhan dan hasil jika dibandingkan dengan pengairan dan

(28)

16

III. TATA CARA PENELTIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian telah dilaksanakan pada Bulan Juli 2016

–November 2016

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian tanaman padi antara lain benih padi

Mentik Wangi, Mentik Susu, Rajalele, Pandan Wangi pupuk kandang, polibag .

Alat yang digunakan diantaranya cangkul, parang, meteran, timbangan, tali

plastik, gunting, hands prayer dan ember.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan faktorial 2 x 4 yang disusun

dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan delapan kombinasi perlakuan

dan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 24 unit percobaan . Adapun

faktor dan perlakuan adalah sebagai berikut:

Faktor 1 Macam sistem pengairan ( A) terdiri atas 2 aras yaitu Sistem

irigasi genangan ( A1) dan Sistem irigasi berselang ( Intermittent ) (A2).

Faktor 2 macam varietas (V) yang terdiri atas empat aras: Mentik Wangi

(V1), Mentik Susu (V2), Rajalele (V3) , dan Pandan Wangi (V4)

Jumlah polibag tiap unit percobaan ada 4 polibag , 3 tanaman sebagai

(29)

D. CaraPenelitian

1. Pembibitan

Pembibitan dilakukan menggunakan besek. Adapun langkah langkahnya

yaitu:

a. Mencampur tanah, pasir, dan pupuk organik dengan perbandingan 1:1

:1.Sebelum tampah tempat pembibitan diisi dengan tanah, pasir yang sudah

dicampur dengan pupuk organik terlebih dahulu dilapisi dengan daun pisang

dengan harapan untuk mempermudah pencabutan dan menjaga kelembaban tanah,

b. Memasukkan tanah ke besek tersebut dan disiram dengan air sehingga tanah

menjadi lembab. Benih yang sudah dianginkan ini,

c. Benih ditaburkan ke atas besek yang berisi tanah dan ditutup dengan lapisan

tanah yang tipis.

d. Benih diletakkan pada tempat-tempat tertentu yang aman dari gangguan ayam

atau binatang lain. Selama masa persemaian, pemberian air dapat dilakukan setiap

hari agarmedia tetap lembab dan tanaman tetap segar.

2. Persiapan media tanam

Tanah yang digunakan adalah Regosol yang diayak dan dibersihkan dari

kotoran, kemudian dikering-anginkan selama seminggu. Setelah kondisi angin

tercapai, tanah tersebut disaring dengan mata saring 1 cm. setelah disaring lalu

dimasukkan kedalam polybag ukuran 35 x40 sebanyak 8,5 kg lalu ditambahkan

pupuk kandanng sebagai pupuk dasar sebesar 5 kg/polybag . Pemberian pupuk

dasar dilakukan bersamaan dengan persiapan media tanam atau satu minggu

(30)

3. Penanaman

Penanaman dan pemindahan bibit dilakukan pada saat umur bibit 7 – 10

HSS pada irigasi berselang, sedangkan pada irigasi tergenang penana,an

dilakukan pada bibit berumur 30 HSS. Penanaman dilakukan dengan cara tanam

1- 4 bibit setiap lubang dengan ditambah sedikit dari medianya, untuk mengurangi

resiko jika ada tanaman yang mati. Penanaman dilakukan dalam polibag dengan

jarak antar polibag 20 cm x 20 cm. Penanaman dilakukan pagi atau sore hari

dengan cara digeser membentuk huruf L dan dangkal pada tanah yang ada di

polibag,

4. Pengaturan air

Cara Pengaturan air pada irigasi berselang : pada tanaaman umur 1 – 7 hst

tanah dibiarkan kering selanjutnya umur ke-8 HST baru diairi kurang lebih 2

jam. Setelah 2 jam air dikeringkan lagi. Pengairan dilakuan pada pagi dan sore

hari. Hari ke-9 sampai 10 dan 11 dikeringkan lagi. Selang 3 hari dan seterusnya,

dilakukan perlakuan yang sama sampai tanaman padi masuk fase generatif. Cara

pengaturan air pada irigasi tergenang : dari awal penanaman tanaman padi

digenang dengan tinggi genangan 2 cm, selanjutnya pada umur 45 – 50 HST

dikeringkan dengan tujuan untuk mengurangi pertumbuhan vegetatif dan lebih

fokus pada pertumbuhan generatif. Pada umur diatas 50 HST tanaman padi

kembali digenang lagi sampai seminggu sebelum panen.

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi : penyulaman , penyiangan, pemupukan serta

(31)

dengan dosis yang dianjurkan. Penyulaman dilakukan apabila bibit tanaman padi

mati ini dilakukan selama 1 minggu awal dengan menggunakan bibit yang sama

denga tanaman budidaya. Penyiangan, dilakukan secara mekanik dengan

menggunakan tangan secara langsung atau alat jenis apapun dengan tujuan untuk

membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan dengan

menggunakan tangan seacra langsung mencabut rumput, juga dapat

menggemburkan tanah di celah-celah tanaman padi. Penggemburan tanah

bertujuan agar tercipta kondisi aerob didalam tanah yang dapat berpengaruh baik

bagi akar-akar tanaman padi yang ada di dalam tanah.Penyiangan minimal 4 kali.

Penyiangan pertama dilakukan pada umur 10 hari setelah tanam dan selanjutnya

penyiangan kedua dilakukan pada umur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30

HST dan penyiangan keempat pada umur 40 HST.

Pemupukan menurut Berkelaar, 2001 dengan menggunakan mol. Mol

yang digunakan terbuat dari bahan-bahan sebagai berikut: Penyemprotan I, di

lakukan pada saat umur 10 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari

daun gamal, dengan dosis 14 liter/ha.Penyemprotan II, dilakukan pada saat umur

20 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari batang pisang, dengan

dosis 30liter/ha.Penyemprotan III, dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan

mempergunakan mol yang terbuat dari urine sapi, dengan dosis 30 liter/ha.

Penyemprotan IV, dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan mempergunakan

mol yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30liter/ha. Penyemprotan V,

dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat

(32)

saat umur 60 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari buah-buahan

dan sayur-sayuran,dengan dosis 30 liter/ha. Penyemprotan VI, dilakukan pada

saat umur 70 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari terasi, dengan

dosis 30 liter/ha. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan

menggunakan mol yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha.

Pengendalian organisme pengganggu tanaman seperti hama trip,

menggunakan pestisida nabati yang terbuat dari daun sere dan bawang

putih.Pengendalian belalang, penggerek batang menggunakan pestisida nabati

yang terbuat daribuah mahoni, daun tembakau dan daun suren. Pengendalian

wereng, menggunakan pestisida nabati dan hewani yang terbuat dari daun

tembakau dan urine sapi yang sudah difermentasi(Dinas Pertanian.2007 ).

6. Panen

Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah

menguning sudah mencapai sekitar 80 % dan tangkainya menunduk. Tangkai

padi merunduk karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan

padi sudah siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya

sudah keras berisi maka saat itu paling tepat untuk dipanen (Berkelaar, 2001).

E. Parameter Yang Diamati

1. Tinggi Tanaman

Pengamatan tinggi tanaman diamati setiap 2 minggu sekali mulai umur 2

HST sampai panen. Diukur dengan cara mengukur tinggi tanaman dari

(33)

2. Jumlah Anakan

Perhitungan jumlah anakan dilakukan setiap 2 minggu sekali mulai umur 2

HST dan berhenti ketika titik maksimum perkembangan vegetatif yang

ditandai dengan keluar nyamalai, caranya yaitu dengan menghitung jumlah

anakan yang muncul. Serta dinyatakan dalam helai.

3. Jumlah Anakan Produktif / rumpun( helai )

Perhitungan jumlah anakan produktif dilakukan dengan menghitung

anakan yang telah menghasilkan malai pada saat padi masuk pertumbuhan

generative ( 40 HST) dilakukan setiap 2 minggu sekali sampai panen.

4. Panjang malai

Perhitungan panjang malai dilakukan setiap 2 minggu sekali mulai umur 2 HST

sampai panen. Diukur dengan cara mengukur pangkal malai sampai malai

terujung serta dinyatakn dalam cm

5. Jumlah gabah / rumpun

Perhitungan jumlah gabah dilakukan pada saat padi sudah di panen dengan cara

menghitung hasil per rumpun dan dinyatakan dengan butir.

6. Bobot gabah segar / rumpun

Perhitungan Bobot gabah dilakukan pada saat padi sudah dipanen dengan cara

menimbang hasil per rumpun serta dinyatakan dalam kg

7. Bobot kering gabah/ rumpun

Perhitungan Bobot kering gabah dilakukan setelah padi dikeringkan pada sinar

matahari langsung, diukur dengan kadar air yang sama, serta dinyatakan dalam

(34)

X = −�� − � ��

X = Bobot kering gabah pada kadar air 14 %

�= Bobot kering gabah pada kadar air terukur.

8. Bobot 1000 Butir (gram)

Pengamatan Bobot 1000 butir dilakukan dengan cara menimbang Bobot gabah

1000 biji dari hasil masing-masing perlakuan yang telah dikeringkan, kemudian

mengukur kadar airnya dengan dikonversikan pada kadar air 14% dengan

rumus:

y = −�� − � �

y = Bobot 1000 butir pada kadar air 14 %

b= Bobot 1000 butir pada kadar air terukur.

9. Persentase Gabah Hampa (%)

Dengan cara membagi jumlah gabah hampa dengan seluruh gabah yang ada

dalam perlakuan dikalikan 100%.

10. Hasil tanaman

Hasil tanaman dilakukan dengan cara mengkonversi bobot gabah kering dan

dinyatakan dalam satuan ton/ha dengan rumus:

a aha

a a a a x bobot gabah k�ring

F. Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis varian ( Anova) pada taraf � = 5% Bila terdapat perbedaan nyata antar perlakuan, diteruskan Uji Jarak Ganda

(35)

23

IV. Hasil dan pembahasan

A. Pertumbuhan tanaman

1. Tinggi Tanaman (cm)

Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan

maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

atau perlakuan yang diterapkan adalah tinggi tanaman. Tinggi tanaman

merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah diamati (Sitompul dan

Guritno, 1995).

Hasil sidik ragam tinggi tanaman (lampiran 6a) menunjukkan bahwa

interaksi dari faktor pengairan dan varietas tidak terdapat interaksi yang nyata

terhadap tinggi tanaman. Artinya respon tanaman padi terhadap pengairan tidak

bergantung pada varietas. Faktor pengairan memberikan pengaruh yang sama atau

tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman padi dan faktor varietas memberikan

pengaruh yang berbeda nyata atau tidak sama terhadap tinggi tanaman. Hasil

rerata tinggi tanaman pada akhir pengamatan (112 HST) tersaji dalam Tabel 1.

Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman Padi

pengairan Varietas Rerata

Mentik wangi Mentik susu Rojolele Pandan wangi

Tergenang 132,00 131,67 164,89 145,78 143,585 a Berselang 133,89 127,89 159,17 138,22 139,7925 a Rerata 132,945 q 129,78 q 162,03 p 142,00 q (-) Keterangan : Angka - angka yang diikuti huruf yang sama dalam baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf � = 5% .

(36)

Berdasarkan tabel 1, perlakuan faktor pengairan memberikan pengaruh

yang sama atau tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Hal

ini menunjukkan pengairan secara irigasi berselang merupakan pilihan yang

terbaik karena menghemat air dan respon terhadap tinggi tanaman sama dengan

pengairan yang digenang.

Faktor varietas memberikan pengaruh nyata pada tinggi tanaman.

Varietas Rojolele menunjukkan nyata lebih tinggi daripada Varietas Mentik Susu,

Mentik Wangi dan Pandan Wangi. Hal ini sesuai dengan genetik varietas masing

masing. Varietas rojolele memiliki genentik tinggi tanaman diatas 150 cm.

Setiap pertumbuhan akan menunjukkan perubahan tinggi tanaman. Untuk melihat

pertumbuhan tinggi tanaman per 2 minggu disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Tinggi Tanaman pada Berbagai Varietas

Berdasarkan gambar 1, perlakuan varietas rajalele memberikan hasil

tinggi tanaman paling tinggi dibanding dengan varietas yang lainnya mulai dari

(37)

umur 14 HST – 70 HST, setelah 70 HST Pertumbuhan tinggi tanaman mulai

melambat karena mulai masuk fase generatif. Pada varietas mentik wangi dan

varietas mentik susu pada umur 112 HST tanaman sudah siap panen sehingga

tinggi tanaman stabil, sedangkan pada rajalele masih mengalami pertumbuhan

tinggi tanaman karena sampai di atas umur 126 HST tanaman belum

menunjukkan pertumbuhan generatif.

Gambar 2. Tinggi Tanaman pada Berbagai Pengairan

Berdasarkan gambar 2, perlakuan pengairan menunjukkan tinggi tanaman

yang relatif sama pada umur 14-42 HST dan 112 – 126 HST. Pada umur 42-112

HST pengairan tergenang lebih tinggi daripada pengairan berselang. Hal ini

disebabkan pada umur 14-70 HST tanaman padi mengalami pertumbuhan

vegetatif. Sedangkan unsur hara yang terdapat pada pupuk dasar yang berupa

pupuk kandang yang sudah matang merupakan sumber nutrisi yang dapat tersedia

(38)

vegetatif dapat maksimal. Selain dari pupuk kandang yang menjadi sumber unsur

hara adalah urine kambing yang secara rutin diberikan sebagai pupuk susulan.

Pada umur 70 HST – 98HST pertumbuhan tinggi tanaman mulai terlihat

melambat. Hal ini menunjukkan bahwa pada umur70 HST – 98HST tanaman

mulai masuk fase pertumbuhan generatif yaitu keluarnya malai sehingga

pertumbuhan tinggi anakan melambat akibat dari hasil fotosintat di fokuskan pada

pertumbuhan bunga dan malai. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdullah et al

(2006) bahwa tanaman yang masuk fase generatif tidak terjadi perubahan tinggi

tanaman atau relatif stabil karena hasil fotosintat digunakan untuk pertumbuhan

generatif. Selanjutnya pada umur 98 HST – 126 HST pertumbuhan tinggi

tanaman mulai melambat karena tanaman sudah masuk fase pematangan buah,

dimana hasil fotosintat sebagian besar ditranslokasi untuk pengisian bulir.

2. Jumlah Anakan

Hasil sidik ragam jumlah anakan (lampiran 6b) menunjukkan bahwa

perlakuan pengairan dan varietas menunjukkan tidak ada interaksi nyata, artinya

kedua faktor tidak saling mempengaruhi dalam peningkatan pertumbuhan jumlah

anakan. Faktor pengairan memberikan pengaruh yang sama atau tidak berbeda

nyata terhadap tinggi tanaman padi. Pengairan tergenang tidak merubah

pertumbuhan anakan sehingga lebihn efektif menggunakan pengairan berselang

dalam budidaya padi. faktor varietas memberikan pengaruh berbeda nyata atau

tidak sama terhadap tinggi tanaman. Hasil rerata jumlah anakan pada akhir

(39)

Berdasarkan tabel 2, perlakuan faktor pengairan memberikan pengaruh

yang sama atau tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan jumlah anakan. Hal ini

menunjukkan pengairan secara irigasi berselang merupakan pilihan yang terbaik

karena menghemat air dan respon terhadap tinggi tanaman sama dengan pengairan

yang digenang.

Tabel 2.Rerata Jumlah Anakan Padi

pengairan Varietas Rerata

Mentik wangi Mentik susu Rojolele Pandan wangi

Tergenang 22,67 28,00 9,67 24,00 21,09 a

Berselang 26,33 20,00 10,67 20,67 19,42 a

24,50 p 24,00 p 10,17 q 22,34 p (-)

Keterangan : angka angka yang diikuti huruf yang sama dalam baris atau kolom menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan DMRT pada taraf � = 5% .

(-) : tidak ada interaksi

Faktor varietas memberikan pengaruh jumlah anakan yang berbeda

nyata. Varietas Mentik wangi, Mentik susu dan Pandan wangi menunjukkan

jumlah anakan nyata lebih banyak dibanding varietas Rojolele. Hal ini terjadi

karena genetik masing masing varietas berbeda, varietas mentik wangi, varietas

mentik susu, dan varietas pandan wangi memiliki karakterisktik jumlah anakan

lebih dari 20 anakan dan varietas rojolele memiliki genetik jumlah anakan lebih

sedikit dibanding varietas yang lain yaitu di bawah 20 anakan/rumpun ( lampiran

(40)

Gambar 3. Jumlah Anakan pada Berbagai Varietas.

Berdasarkan gambar 3, jumlah anakan varietas mentik wangi dan varietas

mentik susu umur 42-70 HST lebih banyak daripada jumlah anakan varietas

pandang wangi, sedangkan jumlah anakan varietas pandan wangi umur 28-70

HST lebih banyak daripada jumlah anakan varietas rojolele. Hal sesuai dengan

karakteristik varietasnya. Setiap varietas memiliki ciri dan sifat khusus yang

berbeda satu sama lain serta menunjukan keragaman morfologi yang berbeda

pula. Garside et al, (1992) menyatakan bahwa setiap varietas berbeda dalam

menyelesaikan fase generatif yaitu pada pengisian bulir gabah sehingga

berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil tanaman tersebut. Adapun

pertumbuhan tinggi tanaman yang berbeda beda setiap varietas merupakan

(41)

Gambar 4. Jumlah Anakan pada Berbagai Pengairan 0

5 10 15 20 25

14 28 42 56 70

ju

m

la

h

an

aka

n

umur tanaman HST

tergenang

(42)

Berdasarkan gambar 4, pertumbuhan jumlah anakan pada umur 28 HST –

42 HST lebih cepat kemudian pelambatan pertumbuhan jumlah anakan pada

42-70 HST. Hal ini karena pada saat tamanan berumur 14 HST – 42HST tanaman

masih pada fase pertumbuhan vegetatif termasuk jumlah anakan sedangkan pada

56 HST dan 70 HST tanaman padi penambahan jumlah anakan sedikit. Hal

tersebut diduga karena mulai masuk fase generatif sehingga pertumbuhan anakan

melambat. Hal tersebut sesuai pendapat Schneider dan Scarborough (1960)

tingkat produksi jumlah anakan yang tinggi pada awal pertumbuhan tanaman,

menandakan tanaman memiliki tingkat pertumbuhan yang baik.

Penambahan jumlah anakan yang stabil, diduga tanaman dalam masa

generatif. Menurut Abudullah et al 2016 jumlah anakan maksimum tercapai

pada umur 50-70 HST kemudian anakan yang terbentuk setelah mencapai batas

maksimum akan berkurang bahkan terhenti karena pertumbuhannya yang

melemah. Tanaman padi berada pada masa pembungaan dan awal muncul malai

pada umur diatas 70 HST. Tanaman padi yang berada pada masa generatif diduga

akan memusatkan hasil fotosintesis pada pemunculan malai dan pengisian buli.

Selain hal tersebut Berdasarkan hasil penelitian Hasrizart (2008) bahwa,

kemampuan tanaman dalam berfotosintesis akan berpengaruh pada pertumbuhan

tanaman yang lebih baik sehingga mampu menghasilkan jumlah anakan yang

lebih banyak.

Menurut Schilletter dan Richey (1999) karbohidrat akan terakumulasi

ketika pertumbuhan vegetatif tanaman atau bagian dari tanaman terhambat

(43)

digunakan untuk pertumbuhan organ-organ generatif. Pertumbuhan anakan yang

tinggi pada fase generatif tanaman akan menyebabkan fotosintat terbagi antara

pertumbuhan generatif dan vegetatif sehingga pertumbuhan generatif tidak

optimal.

B. Hasil Tanaman

1. Jumlah Anakan Produktif

Jumlah anakan produktif merupakan jumlah anakan yang menghasilkan

malai yang berpengaruh terhadap hasil tanaman. Tidak semua jumlah anakan akan

keluar malai bergantung pada unsur hara yang tersedia. Jumlah anakan produktif

pada setiap perlakuan berbanding lurus dengan jumlah anakan yang tumbuh.

Semakin banyak jumlah anakan yang tumbuh semakin banyak jumlah anakan

produktif yang dihasilkan dan akan mempengaruhi hasil tanaman.

Hasil sidik ragam jumlah anakan poduktif (lampiran 6c ) menunjukkan

bahwa antara faktor pengairan dan varietas terdapat interaksi yang nyata terhadap

jumlah anakan produktif. Artinya perlakuan pengairan dan varietas menunjukkan

saling mempengaruhi terhadap jumlah anakan produktif. Rerata jumlah anakan

produktif tersaji dalam tabel 3.

Tabel 3. Rerata Jumlah Anakan Produktif

(44)

(+) : ada interaksi

Berdasarkan tabel 3, perlakuan pengairan tergenang dan varietas mentik

susu nyata menghasilkan jumlah anakan produktif paling banyak daripada

kombinasi perlakuan pengairan tergenang varietas mentik wangi, pandan wangi,

dan pengairan berselang Varietas Mentik Susu. sedangkan perlakuan pengairan

berselang varietas mentik wangi nyata menghasilkan jumlah anakan produktif

lebih banyak dibanding perlakuan pengairan berselang Varietas Mentik Susu dan

pengairan tergenang Varietas Pandan Wangi.

Pada perlakuan Varietas Mentik Wangi dan Pandan Wangi pengairan

tergenang dan berselang memberikan pengaruh jumlah anakan produktif yang

sama, sedangkan pada perlakuan Varietas Mentik Susu pengairan tergenang

memberikan jumlah anakan produktif nyata lebih banyak dibanding perlakuan

varietas pengairan berselang.

Pada perlakuan pengairan tergenang, varietas mentik susu memberikan

pengaruh jumlah anakan produktif nyata lebih banyak dibanding pada perlakuan

varietas pandan wangi, sedangkan pada perlakuan pengairan tergenang, varietas

mentik wangi memberikan jumlah anakan produktif nyata lebih banyak dibanding

varietas mentik susu. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pengairan berselang

varietas menitk wangi dan varietas pandan wangi dapat mengimbangi hasil

jumlah anakan dengan pengairan tergenang varietas mentik susu. Tanaman yang

mengalami kurang air daun akan menggulung sebagai bentuk adaptasi tanaman,

sehingga akan mempengaruhi hasil fotosintesis, Jumlah anakan produktif

(45)

banyak jumlah anakan produktif maka semakin tinggi pula panjnag malai, jumlah

gabah per rumpun dan bobot gabah kering.

Jumlah anakan akan sangat berpengaruh pada jumlah daun, sehingga

sangat mempengaruhi proses fotosintesisnya. Semakin banyak jumlah daun maka

tanaman dalam melakukan fotosintesis akan lebih baik karena cahaya matahari

dapat lebih banyak ditangkap oleh daun dalam proses fotosentesis sehingga hasil

fotosintat juga akan lebih besar. Besarnya hasil fotosintat dapat berpengaruh

terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan munculnya jumlah anakan. Unsur hara

dalam tanah dapat diserap secara maksimal oleh tanaman padi yang dibantu oleh

air sebagai pelarut. Ketersediaan air yang cukup mengakibatkan tekstur tanah

menjadi gembur sehingga mempermudah pertumbuhan dan perkembangan akar

dalam menyerap unsur hara, semakin banyak akar yang tumbuh semakin banyak

juga unsur hara yang akan diserap oleh tanaman melalui akar yang akan

ditransport ke bagian vegetatif tanaman. Kemampuan menyerap unsur hara secara

maksimal menghasilkan pertumbuahan padi semakin cepat. Menurut Kramer

(1972) dalam Mapegau (2006) tanaman yang mengalami kekurangan air stomata

daunnya menutup sebagai akibat menurunnya turgor sel daun sehingga

mengurangi jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun. Kekurangan air akan

mempengaruhi laju transpirasi yaitu transpirasi menurun sehingga mengurangi

suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena transpirasi pada dasarnya

memfasilitasi laju aliran air dari tanah ke tanaman, sedangkan sebagian besar

(46)

lanjut Ritche (1980) dalam Mapegau (2006) menyatakan bahwa proses yang

sensitif terhadap kekurangan air adalah pembelahan sel.

2. Panjang Malai (cm)

Panjang malai berkaitan dengan jumlah gabah yang dihasilkan tanaman,

dimana semakin panjang malai maka semakin banyak gabah yang dihasilkan, hal

ini berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan panjang malai

dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungannya. Malai sebagai tempat

kedudukan biji, dapat menggambarkan tentang kesuburan tanaman padi. Dengan

jumlah malai per tanaman semakin banyak diharapkan biji padi yang dihasilkan

juga akan banyak. Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain suhu, udara,

ketersediaan air dan unsur hara.

Hasil sidik ragam panjang malai (lampiran 7a) menunjukkan bahwa antara

faktor pengairan dan varietas tidak terdapat interaksi nyata terhadap panjang

malai, artinya respon tanaman padi terhadap pengairan tidak bergantung pada

varietas. Faktor pengairan memberikan pengaruh yang sama atau tidak berbeda

nyata terhadap panjang malai padi dan faktor varietas memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap panjang malai. Hasil rerata panjang malai pada akhir

pengamatan tersaji dalam tabel 4.

Tabel 4. Rerata Panjang Malai (cm)

pengairan Varietas Rerata

mentik wangi mentik susu pandan wangi

Tergenang 24,29 23,67 26,03 25,00 a

Berselang 22,00 23,44 25,37 24,00 a

(47)

Keterangan : angka angka yang diikuti huruf yang sama dalam baris atau kolom menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan atau DMRT pada taraf � = 5% .

(-) : tidak ada interaksi

Berdasarkan tabel 4, perlakuan faktor pengairan memberikan pengaruh

yang sama atau tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjang malai. Hal ini

menunjukkan pengairan secara irigasi berselang merupakan pilihan yang terbaik

karena menghemat air dan respon terhadap tinggi tanaman sama dengan pengairan

yang digenang. Hal ini karena kebutuhan air tercukupi hanya dengan pengairan

berselang sehingga pertumbuhan tanaman dapat maksimal khususnya panjang

malai. Malai terbentuk dari proses fotosintesis di daun menghasilkan fotosintat

yang ditransport ke bagian tanaman melalui jaringan phloem yang dibantu air

sebagai pelarut (Anwar, 2008). Panjang malai berkaitan langsung dengan bobot

gabah yang dihasilkan (Sumardi, at al., 2005). Panjang malai berkaitan dengan

jumlah gabah yang dihasilkan tanaman, dimana semakin panjang malai maka

semakin banyak gabah yang dihasilkan, hal ini berhubungan dengan pertumbuhan

dan perkembangan panjang malai dipengaruhi oleh faktor genetik dan

lingkungannya.

Faktor varietas memberikan pengaruh panjang malai yang berbeda nyata.

Varietas pandan wangi menunjukkan panjang malai nyata lebih panjang daripada

varietas mentik wangi dan varietas mentik susu. Hal tersebut sesuai dengan

genetiknya varietas masing masing. Lawn dan Byth 1992 menyatakan bahwa

(48)

panjang malai, Akan tetapi hasilnya relatif sama sehingga untuk lebih hematnya

akan lebih baik jika varietas lokal ditanam dengan teknik pengairan berselang.

3. Jumlah Gabah per Rumpun

Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 7b) menunjukkan bahwa antara

faktor pengairan dan varietas tidak terdapat interaksi nyata terhadap jumlah

Gabah. Artinya respon tanaman padi terhadap pengairan tidak bergantung pada

varietas. Faktor pengairan memberikan pengaruh yang sama atau tidak berbeda

nyata terhadap Jumlah Gabah padi dan faktor varietas memberikan pengaruh yang

berbeda nyata atau tidak sama terhadap Jumlah Gabah. Hasil rerata jumlah gabah

per rumpun pada akhir pengamatan tersaji dalam tabel 5.

Tabel 5. Rerata Jumlah Gabah per Rumpun

pengairan Varietas Rerata

mentik wangi mentik susu pandan wangi

Tergenang 1329,0 1796,7 1749,0 1624,9 a

Berselang 1676,0 1115,0 1915,7 1568,9 a

Rerata 1502,5 p 1455,8 p 1832,3 p (-)

Keterangan : angka angka yang diikuti huruf yang sama dalam baris atau kolom menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf � = 5% .

(-): tidak ada interaksi

Berdasarkan tabel 5, perlakuan pengairan memberikan pengaruh sama atau

tidak beda nyata terhadap jumlah gabah. Hal ini menunjukkan semua varietas

yang diujikan memberikan respon yang sama terhadap jumlah gabah per rumpun,

Dengan demikian dapat diartikan bahwa pengairan secara irigasi berselang

merupakan pilihan yang terbaik karena menghemat air dan respon terhadap tinggi

(49)

ketersediaan air yang cukup pada masa pertumbuhan generatif. Waktu pengsisian

bulir tanaman padi akan lebih banyak membutuhkan air sehingga fotosintesis

dapat berjalan maksimal dan dimanfaatkan dalam pertumbuhan

generatif(pengisian bulir) sehingga jumlah gabah semakin meningkat.

Faktor varietas memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata

terhadap jumlah gabah per rumpun. Hal ini sesuai dengan potensi hasil masing

masing varietas. Abdullah et al (2008) yang menyebutkan bahwa bila jumlah

gabah per rumpun banyak maka masa masak akan lebih lama, sehingga mutu

beras akan menurun atau tingkat kehampaan tinggi, karena ketidakmampuan

sumber (source) mengisi limbung (sink).

4. Bobot Gabah Segar per Rumpun

Berat gabah segar merupakan variabel hasil yang dijadikan gambaran hasil

tanaman dalam luasan tertentu. Berat gabah segar juga dapat menggambarkan

kemampuan penyerapan unsur hara oleh tanaman padi dan juga kemampuan

untuk menyimpan hasil fotosintesis dalam bentuk gabah. Menurut Lakitan (1995),

bahwa ukuran gabah rata-rata untuk kultivar tanaman tertentu tidak terlalu

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, tetapi jumlah gabah per induvidu tanaman

dapat terpengaruh oleh lingkungan secara nyata.

Hasil sidik ragam bobot gabah segar (lampiran 7c) menunjukkan bahwa antara

perlakuan pengairan dan varietas tidak terjadi interkasi dalam peningkatan

pertumbuhan generatif tanaman, artinya perlakuan pengairan dan varietas tidak

saling mempengaruhi. faktor pengairan memberikan pengaruh yang sama atau

(50)

memberikan pengaruh sama nyata terhadap bobot gabah basah. Hasil rerata bobot

gabah segar diakhir pengamatan tersaji dalam tabel 6.

Tabel 6. Rerata Bobot Gabah Segar per Rumpun

pengairan Varietas Rerata

mentik wangi mentik susu pandan wangi

Tergenang 37,84 51,91 44,17 44,64 a

Berselang 49,38 42,07 51,70 47,72 a

Rerata 43,61 p 46,99 p 47,94 p (-)

Keterangan : angka angka yang diikuti huruf yang sama dalam baris atau kolom menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf � = 5% .

(-): tidak ada interaksi

Berdasarkan tabel 6, perlakuan pengairan memberikan pengaruh yang

sama atau tidak beda nyata terhadap bobot gabah segar. Hal ini menunjukkan

bahwa respon tanaman padi terhadap pengairan tergenang dan berselang

memberikan pengaruh yang sama. Tanaman padi memberikan respon yang sama

terhadap pengairan secara genangan maupun pengairan berselang, Dengan

demikian dapat diartikan bahwa pengairan secara irigasi berselang merupakan

pilihan yang terbaik karena menghemat air dan respon terhadap tinggi tanaman

sama dengan pengairan yang digenang. Hal ini terjadi karena pengaruh dari

ketersediaan air yang cukup dan kandungan air atau kadar dalam gabah. Air

digunakan dalam fotosistesis dan menyebarkan hasilnya fotosintat padi pandan

wangi yang memiliki umur lebih panjang sehingga terkumpulnya hasil fotosintat

lebi banyak. Transkolasi fotosintat dilakukan oleh phloem ke organ sink (gabah).

Air merupakan bahan yang berfungsi sebagai transport zat-zat (fotosintat dan

(51)

pengairan yang diberikan hasil bobot segarsama Dengan demikian, pengairan

berselang cukup untuk menunjang produktivitas padi khususnya bobot gabah

basah

Faktor varietas memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata

terhadap bobot gabah segar. Bobot gabah segar per rumpun berhubungan dengan

jumlah anakan yang menghasilkan malai, dan panjang malai. Sumardi, at al.,

(2005) melaporkan bahwa, bobot gabah per rumpun dipengaruhi oleh faktor

lingkungan, yaitu saat terjadinya peyerbukan, jumlah anakan, dan adanya

serangan hama penyakit, bahwa perbedaan kemampuan tanaman dalam

memanfaatkan faktor-faktor lingkungan seperti air, karbon dioksida, suhu, energi

matahari dan sebagainya akan mempengaruhi kemampuan tanaman dalam

melakukan fotosintesis. Dengan demikian karbohidrat, protein, lemak dan

asam-asam organik lainnya yang dihasilkan dari proses fotosintesis akan berbeda,

sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman,

misalnya pembentukan gabah.

5. Bobot Gabah Kering per Rumpun

Berat gabah kering giling adalah b pengerbot gabah setelang ingan. Bila gabah

mengalami banyak kehilangan air pada saat pengeringan maka berat gabah kering

giling juga akan menurun. Dengan semakin tinggi berat gabah kering giling maka

produksi padi akan semakin meningkat.

Hasil sidik ragam bobot gabah kering (lampiran 8a) menunjukkan bahwa

antara faktor pengairan dan varietas tidak terdapat interaksi nyata terhadap bobot

(52)

pada varietas. Faktor pengairan memberikan pengaruh yang sama atau tidak

berbeda nyata terhadap bobot gabah kering padi dan faktor varietas memberikan

pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot gabah kering. Hasil rerata

Berdasarkan tabel 7, perlakuan pengairan memberikan pengaruh yang

sama atau tidak beda nyata terhadap bobot gabah kering. Hal ini menunjukkan

bahwa respon tanaman padi tidak tergantung pada pengairan. Semua varietas yang

diujikan memberikan respon yang sama terhadap pengairan bobot gabah kering

per rumpun, dengan demikian dapat diartikan bahwa pengairan secara irigasi

berselang merupakan pilihan yang terbaik karena menghemat air dan respon

terhadap tinggi tanaman sama dengan pengairan yang digenang. Hal ini terjadi

pengaruh dari ketersediaan air. Ketersediaan air yang cukup menghasilkan berat

gabah kering yang tinggi karena berhubungan dengan penyerapan unsur hara.

Dalam keadaan ketersediaan air yang cukup unsur hara dapat diserap oleh

tanaman secara maksimal. Semakin besar unsur hara yang dapat diserap

memberikan pertumbuhan yang tinggi yang berbanding lurus dengan peningkatan

(53)

pengisian pembentukan gabah/biji yang dihasilkan. Berat gabah kering

merupakan variabel hasil yang dijadikan gambaran hasil tanaman dalam luasan

tertentu. Berat gabah kering juga dapat menggambarkan kemampuan penyerapan

unsur hara oleh tanaman padi dan juga kemampuan untuk menyimpan hasil

fotosintesis dalam bentuk gabah.

Faktor varietas memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata

terhadap bobot gabah kering. Hal ini menunjukkan perlakuan varietas

memberikan hasil yang sama atau tidak berbeda nyata. Hal ini diduga berkaitan

dengan potensi hasil masing-masing varietas lampiran 2,3,4 dan 5. Menurut

Lakitan (1995), bahwa ukuran gabah rata-rata untuk kultivar tanaman tertentu

tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, tetapi jumlah gabah per

induvidu tanaman dapat terpengaruh oleh lingkungan secara nyata.

6. Bobot 1000 Butir ( gram)

Bobot 1000 biji adalah suatu indikator untuk melihat kekuatan sink, yaitu

kemampuan organ sink dalam hal ini biji untuk menarik asimilat hasil

fotosintensis. Semakin besar kekuatan sink akan mempengaruhi proporsi asimilat

yang dipartisi ke jerami. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kekuatan sink

pada biji, yaitu turgor sel dan hormon (Sumardi, at al., 2005).

Hasil sidik ragam bobot 1000 butir ( lampiran 8b) menunjukkan bahwa antara

faktor pengairan dan varietas tidak terdapat interaksi nyata terhadap bobot 1000

butir. Artinya respon tanaman padi terhadap pengairan tidak bergantung pada

varietas. Faktor pengairan memberikan pengaruh yang sama atau tidak berbeda

Gambar

Gambar 1. Tinggi Tanaman pada Berbagai Varietas
Gambar 2. Tinggi Tanaman pada Berbagai Pengairan
Gambar 3. Jumlah Anakan pada Berbagai Varietas.
Tabel 4. Rerata Panjang Malai (cm)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Intensitas kerusakan akibat serangan larva hama putih palsu tertinggi musim tanam pertama ditemukan pada varietas Menthir, Pandan Wangi dan Menthik Wangi sedangkan

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa perlakuan umur semai 6 hari menghasilkan jumlah anakan produktif lebih banyak dan berbeda dengan pola tanam konvensional.. Laju

Varietas Ciherang menghasilkan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas Mentik Wangi, namun tidak terdapat interaksi yang nyata

Pada Tabel 3, Kombinasi perlakuan varietas Kalpatali dan Si Kuning yang diberi tegangan air tanah pF 1 - 1,97 cenderung menghasilkan jumlah anakan produktif lebih

Hal ini erat kaitannya dengan beberapa komponen hasil yaitu jumlah anakan/rumpun, jumlah anakan produktif, persentase anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai,

Interaksi tanaman antara varietas dan waktu pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan enam dan sembilan minggu, jumlah anakan produktif, jumlah gabah berisi,

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif,

49 Jumlah anakan tertinggi terdapat pada perlakuanT2 isolat dari rhizosfer varietas Pandan Wangi yang berbeda tidak nyata dengan T3 dari rhizosfer varietas Junjuang, namun berbeda nyata