• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimation of the Determination of RPU Location on the City of Palangka Raya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimation of the Determination of RPU Location on the City of Palangka Raya."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PENENTUAN LOKASI

RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS (RPU)

KOTA PALANGKA RAYA

NINA ARIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Penentuan Lokasi Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Kota Palangka Raya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2012

Nina Ariani

(3)

ABSRTRACT

NINA ARIANI.Optimation of the Determination of RPU Location on the City of Palangka Raya. Under direction of BABA BARUS and FREDIAN TONNY NASDIAN.

The poultry slaughterhouse is a complex of buildings with specific design and construction that meets technical requirements and hygiene as well as used as a place to slaughter of poultry in order to obtain a safe, healthy, whole, and halal of meat quality for the welfare of veterinary public. The planning of the poultry slaughterhouse (RPU) locations can be done by considering the physical, socio economic, and spatial using the integration of Geographic Information Systems technology (GIS) with multi criteria analysis (MCE and AHP) to support a decision making. In this study, physical parameters consist of: accordance with RTRW (regional spatial plan), not in flood prone areas, not in a densely populated neighborhood, free of odor and pollution, have sufficient land area and the access road, and distance from markets. Social parameters include the preferences of the public, poultryman, and merchants. The results indicated that the directions of the RPU location refers to the preferences of the public and the pressure of the population density. The finally RPU locations selected in the villages of Petuk Katimpun, Panarung, Bukit Tunggal, and Menteng.

(4)

NINA ARIANI. Optimasi Penentuan Lokasi Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Kota Palangka Raya. Dibimbing oleh BABA BARUS dan FREDIAN TONNY NASDIAN.

Rumah Pemotongan Unggas (RPU) menurut SNI 01-6160-1999 adalah kompleks bangunan dengan disain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong unggas dengan tujuan untuk memperoleh kualitas daging unggas yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) demi kesejahteraan masyarakat veteriner. Kota Palangka Raya wajib memiliki RPU yang sesuai persyaratan teknis dan higiene-sanitasi demi terjaganya kesehatan masyarakat veteriner serta menciptakan iklim perekonomian dan sosial yang kondusif.

Dalam penelitian ini, analisis faktor-faktor fisik menggunakan pendekatan tematik ruang dengan mengintegrasikan metode Sistem Informasi Geografis (SIG)

dan Multi Criteria Evaluation (MCE) untuk mendapatkan kelayakan lokasi RPU,

sedangkan analisis faktor sosial ekonomi dilakukan berdasarkan wawancara untuk mengetahui prioritas pilihan kelompok masyarakat dalam menentukan lokasi RPU menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan teknik perbandingan berpasangan. Kriteria yang harus dipenuhi pada analisis kelayakan lokasi RPU Kota Palangka Raya adalah sesuai RTRW, tidak berada di daerah rawan banjir, tidak berada di permukiman padat penduduk, bebas dari bau dan pencemaran, serta memiliki luasan lahan yang cukup dan dilengkapi dengan akses jalan.

(5)

pilihan kelompok masyarakat terhadap alternatif lokasi RPU Kota Palangka Raya adalah jauh dari permukiman tetapi dekat dengan lokasi pasar dan lokasi pemotongan saat ini, yaitu pada lokasi F yang terletak di Kelurahan Panarung, Kecamatan Pahandut. Proyeksi tekanan kepadatan penduduk terhadap lingkungan paling tinggi di Kelurahan Menteng, pembangunan RPU Kota Palangka Raya pada arahan lokasi tersebut sangat berisiko terjadi konflik sosial dan berdampak buruk bagi lingkungan, sebaliknya pada Kelurahan Petuk Katimpun dengan tekanan kepadatan penduduk terhadap lingkungan paling rendah.

Arahan lokasi RPU yang menjadi rekomendasi bagi pemerintah Kota Palangka Raya dengan pertimbangan preferensi kelompok masyarakat dan tekanan kepadatan penduduk adalah lokasi A sebagai arahan 1 yang terletak di Kelurahan Petuk Katimpun, Kecamatan Jekan Raya. Arahan lokasi RPU sudah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kota Palangka Raya tahun 1999, untuk pengelolaan pemanfaatan ruang wilayah dapat dilakukan secara optimal pada arahan lokasi RPU dengan kepadatan penduduk rendah, sedangkan untuk pengendalian ruang dilakukan evaluasi kegiatan mengacu kepada SNI 01-6160-1999 tentang RPU, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-50/MENLH/XI/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan.

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(7)

OPTIMASI PENENTUAN LOKASI

RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS (RPU)

KOTA PALANGKA RAYA

NINA ARIANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Optimasi Penentuan Lokasi Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Kota Palangka Raya

Nama : Nina Ariani

NRP : A 156100194

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Ketua

Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Optimasi Penentuan Lokasi Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Kota Palangka Raya” ini telah berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc dan Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS atas masukan dan arahan sebagai komisi pembimbing,

2. Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc selaku penguji yang telah banyak memberikan saran, 3. Prof. Dr. Santun R.P Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB,

4. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yang telah memberikan kesempatan tugas belajar,

5. Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Bappenas,

6. Semua staf pengajar dan pengelola Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB,

7. Serta rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah angkatan tahun 2010.

8. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta Eko Mapilata dan ananda tersayang Ezra Sebastian Mapilata, kedua orang tua, mertua, serta seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang penuh kesabaran dan kasih sayang.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palangka Raya pada tanggal 5 Mei 1980 dari pasangan orang tua Hendrawan M. Maran, SE dengan Yusidha Tihen dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis tahun 1998 lulus dari SMUN 2 Palangka Raya. Jenjang pendidikan sarjana dilanjutkan pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Bali. Sarjana Kedokteran Hewan diselesaikan tahun 2002 kemudian melanjutkan untuk pendidikan profesi Dokter Hewan dan diselesaikan pada tahun 2003.

Setelah menyelesaikan pendidikan profesi Dokter Hewan, pada tahun 2004 penulis bekerja sebagai tenaga honorer pada Laboratorium Kesehatan Hewan, Dinas Kehewanan Provinsi Kalimantan Tengah, kemudian diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil angkatan tahun 2006 dan ditempatkan sebagai staf Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Dalam perjalanannya, pada tahun 2009 Dinas Kehewanan digabung dengan Dinas Pertanian menjadi Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, penulis tetap bekerja sebagai staf Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner sampai sekarang.

(12)

DAFTAR ISI Perencanaan dan Pengembangan Wilayah ………. Teori Lokasi ………... Rumah Pemotongan Unggas (RPU) ………... Sistem Informasi Geografis (SIG) ……….

Multi Criteria Evaluation (MCE) ………...………...

Analytical Hierarchy Process (AHP) ... Interpretasi Citra ………. Kesesuaian Lahan ………... Daerah Rawan Banjir ………. Perencanaan yang Melibatkan Masyarakat (Participatory Planing) . METODE PENELITIAN ………... Kerangka Pemikiran ………... Ruang Lingkup Penelitian ……….. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. Pengumpulan Data, Sumber Data, dan Alat ………... Persiapan dan Perbaikan Data ……….... Analisis dan Pengolahan Data ……… Kelayakan Lahan Untuk Lokasi RPU Kota Palangka Raya ………. Penyusunan dan Analisis Kuisioner ………... Proyeksi Kepadatan Penduduk ……...………...

(13)

ii

GAMBARAN UMUM WILAYAH ………... Wilayah Administrasi ……… Kondisi Biofisik Wilayah ………... Iklim ………... Daerah Aliran Sungai ... Kependudukan ……… Peternakan Unggas ………... HASIL DAN PEMBAHASAN ………... Kelayakan Lahan untuk Lokasi RPU Kota Palangka Raya …..……. Hasil Perbaikan Data ………..……... Hasil Analisis dan Pengolahan Data ………..……... Kelayakan Lahan ………..…….…... Alternatif Lokasi RPU ……….. Preferensi masyarakat dan Pelaku Usaha ………..……. Realita Perunggasan di Wilayah Palangka Raya …………...…… Preferensi Kelompok Masyarakat Terhadap Alternatif Lokasi RPU ………... Proyeksi Kepadatan Penduduk ……….. Rumusan Arahan Lokasi RPU Kota Palangka Raya ... KESIMPULAN DAN SARAN ………..

(14)

DAFTAR TABEL

Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan ………. Tabel Skala Prioritas AHP ……… Data Sekunder yang Digunakan dalam Penelitian ……… Parameter Daerah Rawan Banjir ..………. Parameter Kesesuaian Lahan Lokasi RPU ……… Klasifikasi Fungsi Jalan ……… Klasifikasi Tanah Kota Palangka Raya ….……… Klasifikasi Land System Kota Palangka Raya ………... Rata-rata Curah Hujan di Kota Palangka Raya Tahun 2006-2010 …... Luas wilayah, jumlah populasi, dan kepadatan penduduk per km2 …….. Perkembangan Populasi Unggas (Ekor) ……… Pemotongan Unggas Tahun 2010 ………... Perkembangan Produksi Daging Unggas Tahun 2007-2010 ……… Parameter, Bobot, Kelas, dan Skor Daerah Rawan Banjir ……… Parameter, Bobot, Kelas, dan Skor Kelayakan Lahan ………... Kelompok masyarakat penentu lokasi RPU Kota Palangka Raya …... Prioritas pilihan lokasi RPU Kota Palangka Raya ……… Proyeksi Tekanan Kepadatan Penduduk Tingkat Kecamatan Tahun

2015-2020 ………. Proyeksi Tekanan Kepadatan Penduduk Tingkat Kelurahan Tahun 2015-2020 ………. Alternatif Lokasi dan Urutan Arahan Lokasi RPU Kota Palangka Raya.. Matrik Rumusan Arahan Lokasi RPU Kota Palangka Raya …………...

(15)

iv Diagram Alir Penelitian ……… Struktur Hirarki Preferensi Arahan Lokasi RPU Kota Palangka Raya …. Peta Administrasi Kota Palangka Raya ………. Peta Peternakan Ayam Ras Kota Palangka Raya ……….. Peta Curah Hujan Kota Palangka Raya ………. Peta Permukiman Kota Palangka Raya ..………... Peta Peternakan Unggas, Pasar, TPA dan TPU Kota Palangka Raya ... Peta Satuan Tanah ………... Peta Bentuk Lahan ………... Peta Kelas Lereng ………...………... Peta Jenis Tanah ………... Peta Rawan Banjir ………. Peta RTRW ………... Peta Kelayakan Lahan RPU Teknik Ranking …..………... Peta Kelayakan Lahan RPU Teknik Nilai Kepentingan Faktor Sama ….. Peta Kelayakanan Lokasi RPU ………. Peta Alternatif Lokasi RPU Kota Palangka Raya ………. Peta Arahan Lokasi RPU Kota Palangka Raya berdasarkan Preferensi

Kelompok Masyarakat ……… ………. Peta Kepadatan Penduduk Kota Palangka Raya ………... Peta Arahan Lokasi RPU Kota Palangka Raya ……….

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan wilayah pada sub sektor peternakan merupakan upaya pemerintah dalam mewujudkan peternakan yang tangguh dan profesional, yang diarahkan pada usaha peningkatan populasi dan produksi ternak, serta hasil ikutannya yang merupakan sumber protein hewani, agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Protein hewani yang berasal dari ternak unggas merupakan pilihan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Kota Palangka Raya yang tercatat memiliki jumlah penduduk sebanyak 220.962 orang (BPS Kota Palangka Raya, 2010). Dalam rangka memenuhi ketersediaan pangan hewani yang berasal dari ternak unggas, pemerintah Kota Palangka Raya telah melakukan optimasi pemanfaatan ruang dengan mengembangkan budidaya ternak unggas baik ayam kampung, ayam potong, dan itik di pinggiran kota dan di luar kota.

(18)

Di dalam Undang-undang No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Sekretariat Negara, 2009) pada pasal 61 ayat 1 disebutkan bahwa pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus (1) dilakukan di rumah potong, (2) mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan. Sedangkan pada pasal 62 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memiliki rumah potong hewan yang memenuhi persyaratan teknis. Kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan pasal 61 ayat 1 (a) bahwa keharusan memotong hewan di rumah potong dimaksudkan untuk mencegah zoonosis. Sedangkan di dalam penjelasan pasal 62 ayat 1 dijelaskan bahwa kewajiban pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki rumah potong hewan dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam penyediaan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh, dan/atau halal.

Rumah Pemotongan Unggas yang selanjutnya disebut RPU diharapkan dapat menjadi unit teknis yang mengawasi pendistribusian unggas dan daging unggas, sehingga diharapkan semua unggas hidup sebelum didistribusikan wajib ditampung dan dipotong pada RPU seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Unggas-unggas yang dimasukan ke RPU akan didata secara administrasi maupun kesehatan ternaknya, serta ditarik retribusinya sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan daerah Kota Palangka Raya.

(19)

3

Rumusan Masalah

RPU merupakan kewajiban untuk dimiliki oleh Kota Palangka Raya sesuai dengan Undang-undang No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, demi memenuhi kebutuhan konsumen terhadap daging unggas dan menjamin kualitas daging unggas yang aman, sehat, utuh, dan/atau halal (ASUH) untuk kesejahteraan masyarakat veteriner. Selama ini, pemotongan unggas dilakukan di tempat pemotongan ayam yang menjadi satu lokasi dengan tempat penampungan ayam dan masih berada di dalam lokasi permukiman. Dari segi persyaratan lokasi, hal ini sangat bertentangan dengan rencana tata ruang kota karena berada dalam permukiman padat penduduk serta berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan, seperti limbah cair hasil pemotongan. Selain itu pemotongan unggas masih dilakukan secara tradisional tanpa mempertimbangkan aspek higienis dan sanitasi sehingga kualitas daging unggas yang ASUH kurang terjamin.

RPU, tempat penampungan ayam, dan pasar saling berkaitan dan saling membutuhkan. Oleh karena itu, jarak antara RPU, tempat penampungan ayam, dan pasar sangat berpengaruh terhadap kelancaran usaha yang dijalankan serta kualitas daging yang dihasilkan. Jarak antara RPU dengan pasar yang terlalu jauh akan menyebabkan daging yang dipasarkan menjadi kurang segar, kecuali RPU telah diperlengkapi dengan sistem rantai dingin dalam pendistribusiannya.

(20)

Untuk mengidentifikasi lokasi RPU Kota Palangka Raya, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kelayakan lahan dalam perencanaan lokasi RPU Kota Palangka Raya?

2. Bagaimana preferensi pelaku usaha dan masyarakat terhadap alternatif lokasi RPU Kota Palangka Raya?

3. Bagaimana proyeksi tekanan kepadatan penduduk terhadap lingkungan di alternatif lokasi RPU Kota Palangka Raya?

4. Bagaimana arahan lokasi RPU yang dapat direkomendasikan bagi pemerintah Kota Palangka Raya?

Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi kelayakan lahan dalam perencanaan lokasi RPU Kota Palangka Raya.

2. Mengidentifikasi preferensi pelaku usaha dan masyarakat terhadap alternatif lokasi RPU Kota Palangka Raya.

3. Memproyeksikan tekanan kepadatan penduduk terhadap lingkungan di alternatif lokasi RPU Kota Palangka Raya.

4. Merumuskan arahan lokasi RPU bagi pemerintah Kota Palangka Raya.

Manfaat Penelitian

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Pengembangan Wilayah

Perencanaan pengembangan wilayah bertujuan agar suatu wilayah dapat berkembang mencapai suatu tingkat perkembangan yang diinginkan, di mana pelaksanaannya melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki wilayah tersebut secara harmonis, serasi, dan terpadu melalui pendekatan yang komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan demi tercapainya pembangunan berkelanjutan yang berbasis pendekatan penataan ruang wilayah.

Adapun tujuan penataan ruang menurut Djakapermana (2010), yaitu tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas berbudi luhur dan sejahtera, mewujudkan keterpaduan pemanfaatan sumberdaya, meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien dan efektif, dan mewujudkan perlindungan fungsi ruang untuk mencegah kerusakan lingkungan. Menurut Tarigan (2005), perencanaan pengembangan suatu wilayah dapat bersifat makroregional yang menyangkut keseluruhan aktifitas di wilayah tersebut, maupun mikroregional yang hanya menyangkut suatu aktifitas tertentu pada suatu lokasi tertentu, di mana dalam penetapan suatu lokasi harus dapat menjamin keserasian spasial, keselarasan antarsektor, mengoptimasi investasi, terciptanya efisiensi dalam kehidupan, dan menjamin kelestarian lingkungan.

Dalam mengembangkan suatu wilayah, terlebih dahulu diperlukan perencanaan penggunaan lahan yang strategis dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan, sehingga dapat memberikan keuntungan bagi perekonomian wilayah tersebut. Dengan merencanakan penggunaan lahan, dapat diketahui potensi pengembangan wilayah, daya dukung, dan manfaat ruang wilayah yang dilakukan melalui proses inventarisasi dan penilaian kondisi lahan, potensi, dan faktor-faktor pembatas suatu wilayah.

(22)

lingkungan serta bencana bagi masyarakat dan bangsa baik untuk saat ini dan mendatang, serta menciptakan pemborosan biaya untuk rehabilitasi sarana dan prasarana atau biaya sosial untuk mengatasi berbagai akibat kerusakan lingkungan (Djakapermana, 2010). Lebih lanjut dikatakan, bahwa ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan serta kegiatan pengolahan hasil ekstraksi sumberdaya alam akan berinteraksi dengan penduduk setempat, permukiman, atau lokasi-lokasi pemasaran. Interaksi yang baik dan aman bagi lingkungan akan memperlancar pemasaran hasil produksi pemanfaatan sumberdaya alam, sekaligus memberikan dampak positif bagi berbagai kegiatan pemanfaatan ruang lainnya yang berpotensi dalam pengembangan wilayah di masa mendatang.

Teori Lokasi

Pada prinsipnya, lokasi menggambarkan suatu posisi pada ruang yang secara geografis dapat ditentukan pada garis bujur dan lintangnya. Dengan mempelajari ruang, kita dapat mengetahui posisi kegiatan yang ada di dalam suatu ruang wilayah serta menganalisis dampak atau keterkaitan antara kegiatan di suatu lokasi dengan berbagai kegiatan lain di lokasi lainnya. Jarak merupakan salah satu unsur ruang yang penting dalam menentukan suatu lokasi kegiatan. Jarak menciptakan gangguan karena dibutuhkan waktu dan tenaga (biaya) untuk mencapai suatu lokasi, serta dapat membatasi informasi tentang potensi suatu lokasi.

Teori lokasi klasik dikembangkan pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 oleh von Thunen, Weber, Losch, dan Christaller sedangkan sejak akhir tahun 1980-an mulai tumbuh teori lokasi dengan pendekatan metodologis kuantitatif yang mempertimbangkan aspek-aspek spasial, khususnya otokorelasi spasial

(spatial outocorrelation) dan heterogenitas spasial (spatial heterogenity). Sampai

pada tahap terbaru dikembangkan model-model spatio-temporal khususnya metode statistika spasial, ekonomertika spasial dan Sistem Informasi Geografi (Rustiadi et al. 2009).

(23)

7

atau meletakkan dasar keterkaitan konsep ekonomi dan lokasi spasial. Tokoh Weber dikenal dengan teori lokasi kegiatan industri, bahwa pemilihan lokasi industri berdasarkan prinsip minimisasi biaya. Faktor biaya transportasi dan upah tenaga kerja secara fundamental mempengaruhi penentuan pola lokasi dalam kerangka geografis sedangkan dampak aglomerasi atau deaglomerasi menciptakan konsentrasi berbagai kegiatan dalam ruang. Tokoh Losch melihat persoalan lokasi dari sisi permintaan atau pasar, bahwa lokasi produsen sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen, pandangan ini sejalan dengan tokoh Chirstaller. Atas dasar pandangan tersebut Losch menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar. Saat ini banyak pemerintah kota melarang industri berada di dalam kota, sehingga lokasi produksi harus berada di pinggir atau di luar kota tetapi tetap membuka kantor pemasaran di dalam kota. Dengan demikian, meskipun lokasi industri berada di luar kota tetap merupakan bagian dari kegiatan kota dengan memanfaatkan wilayah pengaruh (range) dari pasar atau kota tersebut. Tokoh Isard menyatakan bahwa jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi merupakan hal utama dalam pengambilan keputusan lokasi. Dari berbagai pandangan tokoh tentang lokasi, Tarigan dapat menyimpulkan bahwa kegiatan industri sebaiknya memperhatikan lokasi yang dekat dengan pasar, namun aksesibilitas untuk mendapatkan bahan baku cukup lancar.

(24)

Rumah Pemotongan Unggas (RPU)

Dalam SNI 01-6160-1999 tentang RPU, definisi Rumah Pemotongan Unggas adalah kompleks bangunan dengan disain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum, dengan tujuan untuk memperoleh kualitas daging unggas yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) demi kesejahteraan masyarakat veteriner.

Persyaratan lokasi yang harus dipenuhi menurut SNI 01-6160-1999 tentang RPU adalah:

1. Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum tata Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) setempat dan/atau Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK).

2. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih rendah dari permukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan.

3. Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lainnya.

4. Memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan Rumah Pemotongan Unggas.

Menurut Prosedur Operasional Standar Pengendalian Avian Influenza yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian (2008), disebutkan bahwa untuk persyaratan lokasi RPU adalah sebagai berikut :

a. Sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) dan rencana detail tata ruang (RDTR) pemerintah daerah setempat;

b. Status lahan sesuai dengan peruntukan menurut peraturan yang berlaku;

c. Memenuhi persyaratan UKL/UPL, terisolasi dan terpisah dari lingkungan permukiman dengan jarak minimal 1000 meter;

d. Memiliki jarak dari peternakan unggas minimal 1000 meter dan dari tempat pembuangan akhir sampah 2000 meter;

(25)

9

Menurut Pedoman Teknis Program Pembangunan Rumah Potong Unggas Skala Kecil yang dirilis oleh Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian (2010) bahwa langkah awal sebelum pembangunan RPU skala kecil (RPU-SK) adalah dengan melakukan perencanaan, yang meliputi identifikasi lokasi, identifikasi kebutuhan atau permintaan, dan pola operasional yang akan beroperasi di RPU skala kecil tersebut.

1. Identifikasi Lokasi

Lokasi yang digunakan untuk membangun RPU-SK harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

a. Karakteristik lokasi terpilih harus sesuai dengan program pembangunan daerah dan pemanfaatannya sesuai dengan RUTR/RDTR/RBWK;

b. Berlokasi di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan;

c. Tidak berada di daerah rawan banjir dan tidak tercemar limbah industry; d. Mempunyai akses jalan untuk lalulintas unggas hidup dan produk/daging

unggas;

e. Memiliki sumber air dan listrik yang cukup (kuantitas dan kualitas) baik untuk konsumsi maupun untuk proses produksi;

f. Memiliki area yang cukup untuk tempat penampungan unggas (TPnU) sementara sebelum dipotong;

g. Memiliki area yang cukup untuk tempat pengolahan limbah;

h. Mempertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan ekspansi baik peningkatan produksi maupun penambahan jumlah karyawan.

2. Identifikasi Kebutuhan/Permintaan

Pembangunan RPU-SK harus mempertimbangkan pada permintaan atau kebutuhan konsumen dan daya dukung suplai bahan baku (unggas hidup) yang sangat terkait erat dengan kapasitas pemotongan yang akan dibangun.

a. Identifikasi potensi populasi ternak

(26)

2) Memiliki data usaha peternakan baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia, maupun sistem kelembagaan usaha peternakan di sektor hulu (peternakan).

b. Identifikasi permintaan/kebutuhan konsumen

1) Memiliki data tingkat kebutuhan pasar yang harus disuplai.

2) Menyesuaikan kapasitas potong terpasang di RPU-SK sesuai dengan jumlah kebutuhan pasar.

3) Memiliki sarana dan prasarana yang dapat mendukung kapasitas potong terpasang di RPU-SK.

3. Pola Operasional

Sistem operasional RPU-SK harus mempertimbangkan aspek sosial budaya dan ekonomi dengan tetap mengutamakan aspek persyaratan teknis higiene- sanitasi. Pola operasional RPU-SK diarahkan pada pola produksi secara manual yang sudah mempersyaratkan pembagian area bersih dan kotor baik dari aspek sarana dan prasarana maupun pekerja, sehingga proses produksi dapat memenuhi persyaratan teknis higiene-sanitasi. Pengguna RPU-SK diarahkan pada pendekatan per kelompok, sehingga RPU-SK dapat memfasilitasi/menampung beberapa pemotong yang selama ini melakukan kegiatannya di rumah tangga dengan sarana prasarana alakadarnya.

Dengan memperhatikan ketiga pedoman penentuan lokasi RPU tersebut, maka dapat dilakukan analisis yang bersifat keruangan (spasial) menggunakan beberapa alat teknologi yang umum digunakan seperti Sistem Informasi Geografis (SIG) dan analisis multi kriteria untuk dapat mencapai suatu keputusan.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

(27)

11

informasi geografis dan angka-angka koordinat. Dengan menggunakan SIG, data spasial dapat diintegrasikan dengan data atribut yang berisi informasi-informasi tambahan sehingga dapat menjelaskan data spasial menjadi lebih rinci. Informasi di dalam data atribut bersifat fleksibel, artinya dapat ditambah, dikurangi, diolah dan dianalisis sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.

Melalui teknologi SIG, memungkinkan para pengguna untuk memahami konsep-konsep lokasi, posisi, koordinat, peta, ruang, dan permodelan spasial. SIG dapat memudahkan suatu proses, analisa, dan kombinasi data-data yang bersifat spasial menggunakan fungsi-fungsi spasial tertentu seperti proximity atau overlay, sehingga mudah untuk diorganisanikan dan diintegrasikan ke dalam suatu permodelan (Prahasta, 2004).

Teknologi SIG dapat mempermudah para perencana untuk mendukung pengambilan keputusan yang bersifat spasial karena memiliki kemampuan yang sangat baik untuk menangani masalah-masalah spasial yang sangat kompleks serta memberikan alternatif solusi terbaik terhadap permasalahan yang terjadi (Marquez dan Maheepala 1996). SIG merupakan alat komputasi yang cocok untuk melakukan analisis MCE (Jankowski, 1995 dalam Ismail, 2009).

Multi Criteria Evaluation (MCE)

Multi Criteria Evaluation (MCE) atau evaluasi multi-kriteria adalah suatu

proses terstruktur untuk menentukan tujuan, untuk merumuskan kriteria, dan untuk mengevaluasi solusi dari suatu masalah sehingga diperoleh suatu keputusan. Dalam melakukan analisis evaluasi multi-kriteria seringkali diintegrasikan bersama dengan teknologi Sistem Informasi Geografis, karena merupakan teknik yang sangat baik dalam manajemen dan perencanaan ruang serta memiliki kemampuan untuk menangani masalah-masalah spasial (Chen et al. 2009; Lawal

et al. 2011).

(28)

akan dieliminasi dari analisis sehingga hanya diperoleh kriteria yang sesuai. Fase ini biasanya disebut sebagai analisis kesesuaian, dengan melakukan overlay

manual pada peta digital. Tahap kedua menggunakan teknik MCE, di mana kriteria-kriteria yang terpilih akan diberi bobot berdasarkan urutan (Lawal et al. 2011). Beberapa kriteria overlay yang digunakan oleh (McHarg, 1969 dalam

Aminu, 2007) dalam mengidentifikasi kriteria fisik, ekonomi dan lingkungan untuk menjamin kelayakan sosial dan ekonomi dari suatu proyek meliputi binary

overlaying, multiple values overlaying,dan multiple values weighted overlay.

Permasalahan yang berhubungan dengan penggunaan lahan memerlukan evaluasi berdasarkan beberapa kriteria sifat spasial dan preferensi. Prosedur yang paling umum untuk integrasi MCE dan GIS dalam analisis kesesuaian lahan menggunakan Weighted Linear Combination (Eastman et al. 1995 dalam Ismail, 2009). Pada pendekatan ini, informasi lahan ditransformasikan ke satu set faktor pada area studi. Faktor-faktor ini digabungkan dengan menetapkan faktor bobot masing-masing, diikuti dengan penjumlahan overlay untuk mendapatkan peta kesesuaian. Peta dapat digunakan secara langsung atau melalui prosedur analisis obyektif dan diterapkan untuk mengalokasikan beberapa daerah sesuai dengan peringkat tertinggi, mencakup penilaian faktor dan bobot (Ismail, 2009).

Kesesuaian, S dihitung sebagai:

S = (Ai xWi)

di mana: S Ai Wi

= Kesesuaian

= Kriteria skor faktor i = Bobot Faktor i

(29)

13

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam pengambilan keputusan dikembangkan di tahun 1970-an dan telah menjadi salah satu teknik yang paling banyak digunakan. AHP adalah proses pengambilan keputusan untuk membantu membuat prioritas dan keputusan terbaik dengan mempertimbangkan aspek kualitatif dan kuantitatif. Konsep dasar AHP adalah dekomposisi yaitu menempatkan masalah ke dalam hirarki; penentuan prioritas melalui perbandingan berpasangan; sintesis prioritas; dan mengevaluasi inkonsistensi. Menurut Ismail (2009), AHP memungkinkan pengguna untuk menilai bobot relatif dari beberapa kriteria secara intuitif, inovasi utamanya adalah pengenalan teknik perbandingan berpasangan.

Metode AHP merupakan kerangka pengambilan keputusan yang efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Metode AHP dapat diintegrasikan ke dalam GIS untuk meningkatkan pengambilan keputusan yang bersifat spasial (Chen et al. 2009).

Tahapan proses AHP meliputi: penetapan tujuan, penyusunan hirarki, penilaian kriteria dan alternatif, penentuan prioritas, evaluasi konsistensi, dan sintesa prioritas. Dalam menyusun hirarki, suatu persoalan akan dipecah menjadi unsur-unsur yang terpisah. Penilaian kriteria dan alternatif dilakukan dengan menentukan peringkat elemen-elemen (kriteria atau alternatif) menurut tingkat kepentingannya menggunakan matriks perbandingan berpasangan (Tabel 1). Penentuan prioritas dengan menghitung nilai eigen terhadap bobot relatif tiap elemen. Evaluasi konsistensi dilakukan untuk menjamin validitas bobot tiap elemen. Sintesis prioritas dilakukan jika kita ingin mendapatkan prioritas total untuk alternatif.

(30)

dibuat oleh pembuat keputusan konsisten. Aturannya adalah bahwa CR kurang dari atau sama dengan 0,10 menandakan matriks perbandingan berpasangan dapat diterima, sedangkan yang lebih besar dari 0,10 tidak dapat diterima (Malczewski, 2006).

Tabel 1. Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan

A1 A2 … An

A1 W1/W1 W1/W2 … W1/Wn

A2 W2/W1 W2/W2 … W2/Wn

… … … … …

An Wn/W1 Wn/W2 … Wn/Wn

Sumber: Saaty (1977)

Tabel 2. Tabel Skala Prioritas AHP

Nilai Definisi Keterangan

1 Sama penting Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B 3 Moderat lebih penting

(moderately more important)

A sedikit lebih penting dari B

5 Lebih penting A jelas lebih penting dari B 7 Sangat lebih penting A sangat jelas lebih penting dari B 9 Amat sangat lebih penting A Mutlak lebih panting dari B 2,4,6,8 Kondisi diantara dua pilihan Apabila ragu-ragu antara dua nilai

yang berdekatan Sumber: Saaty dan Sodenkamp (2008)

Interpretasi Citra

(31)

15

Dalam menginterpretasikan citra, pengguna mengkaji citra dan berupaya mengenali obyek melalui tahapan deteksi, identifikasi, dan analisis. Untuk mempermudah dalam menafsir obyek yang tergambar pada citra secara visual, dapat digunakan unsur-unsur yang tercermin pada obyek meliputi: bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona, tekstur, dan situs (Lillesand dan Kiefer 1990).

Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan (suitability) suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001). Konsep analisis kesesuaian lahan yang akan digambarkan memerlukan data spasial lahan sebagai satuan analisis, berupa satuan-satuan peta dari parameter lahan dengan karakteristik lahan yang berada pada selang nilai yang sama untuk masing-masing satuan peta. Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk mengidentifikasi secara spasial lokasi yang tepat berdasarkan kriteria yang spesifik (Bukhari et al. 2010).

Daerah Rawan Banjir

Identifikasi daerah rawan dapat dilakukan dengan menginteraksikan parameter yang dibangun berdasarkan pertimbangan keilmuan dengan perhitungan kepentingan setiap faktor dan diberikan skor (nilai tertentu) dan pembobotan tertentu, selanjutnya akan dicoba membandingkan penggabungan dengan aritmatik penambahan dan perkalian sehingga membentuk nilai tertentu, di mana hasil daripada kedua metode akan memberikan kenampakan berbeda (Barus et al. 2010).

(32)

daerah rawan banjir berdasarkan kondisi bentuklahan terdiri atas dataran banjir dengan kemiringan lereng rendah, curah hujan tinggi, serta kemampuan tanah dan batuan dalam meloloskan air sangat kecil. Bentuklahan yang berasosiasi dengan daerah banjir antara lain: natural levee, backswamp, meander belt, dan flood plain

(Arsjad dan Suriadi 2011).

Perencanaan yang Melibatkan Masyarakat (Participatory Planing) Seringkali pemerintah gagal menghadapi permasalahan pembangunan yang semakin kompleks akibat pendekatan dan cara berpikir top-down, di mana para perencana dan para pengambil keputusan melakukan interpretasi dan pengambilan keputusan secara searah tanpa melalui proses dialog yang melibatkan masyarakat (Rustiadi et al. 2009). Sementara menurut Tarigan (2005), masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat yang diwakili oleh tokoh masyarakat atau organisasi kemasyarakatan (stakeholder), meskipun hanya dilibatkan pada diskusi awal untuk memberikan masukan dan pada akhir rancangan untuk melihat bahwa aspirasi mereka sudah terakomodir.

(33)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Perencanaan pengembangan wilayah dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral biasanya kurang memperhatikan aspek ruang secara keseluruhan, sedangkan pendekatan regional lebih bersifat keruangan (spasial). Dengan demikian pendekatan regional dapat menjembatani perencanaan pengembangan dengan rencana tata ruang, karena tata ruang merupakan panduan utama dalam merencanakan berbagai aktifitas dalam suatu wilayah.

Dalam merencanakan pemilihan lokasi untuk kepentingan suatu kegiatan, hendaknya selalu mempertimbangkan aspek fisik, sosial ekonomi, dan spasial terkait dengan efisiensi pemakaian ruang. Untuk merencanakan lokasi RPU Kota Palangka Raya dapat disusun kerangka pemikiran seperti yang tersaji pada Gambar 1. Dengan mempertimbangkan luasan lahan RPU yang telah direncanakan, lokasi RPU akan diolah secara spasial menggunakan analisis kelayakan lahan dengan memperhatikan faktor-faktor fisik seperti: rencana tata ruang wilayah yang telah diatur oleh pemerintah, tidak berada pada daerah rawan banjir, jarak terhadap permukiman dan lokasi industri berkaitan dengan dampak pencemaran lingkungan yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat, serta tersedianya aksesibilitas berupa jalan untuk menjamin kelancaran transportasi dan pemasaran produk berkaitan dengan kualitas kesegaran daging unggas yang distribusikan, sehingga diperoleh alternatif lokasi RPU yang telah sesuai dengan peraturan pemerintah.

(34)

penduduk terhadap lingkungan, sehingga arahan lokasi RPU dapat menjamin kelestarian lingkungan.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor Fisik

Peta RTRW Peta Permukiman Peta Rawan Banjir Peta Peternakan Unggas

Peta TPA/TPU Peta Aksesibilitas (Jalan)

Peta Kelayakan Lahan Luasan Lahan RPU

Peta Arahan Lokasi RPU Kota Palangka Raya Perencanaan

Pengembangan Wilayah

Perencanaan Lokasi RPU Kota Palangka Raya

Lokasi RPU Kota Palangka Raya

Peta Alternatif Lokasi RPU

Faktor Sosial Ekonomi

Preferensi Masyarakat Permukiman Preferensi Pelaku Usaha

(35)

19

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi analisis faktor-faktor fisik menggunakan pendekatan tematik ruang dengan mengintegrasikan metode SIG dan MCE untuk mendapatkan daerah rawan banjir dan kelayakan lahan lokasi RPU, sedangkan analisis faktor sosial ekonomi dilakukan berdasarkan wawancara menggunakan kuisioner terhadap alternatif lokasi RPU untuk mengetahui prioritas pilihan para pelaku usaha dan masyarakat dalam menentukan lokasi RPU dengan menggunakan metode AHP.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah administrasi Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Wilayah administrasi Kota Palangka Raya terdiri dari 5 (lima) Kecamatan yaitu: Kecamatan Pahandut, Kecamatan Sabangau, Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan Bukit Batu, dan Kecamatan Rakumpit. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2011 hingga Februari 2012.

Pengumpulan Data, Sumber Data, dan Alat Penelitian

(36)

Tabel 3. Data Sekunder yang Digunakan dalam Penelitian

Peta Kelas lereng

Peta Bentuk Lahan

Data Curah hujan

Citra Satelit Alos

Peta Administrasi

BMKG Kota Palangka Raya

P4W IPB

Bappeda Kota Palangka Raya

Bappeda Kota Palangka Raya

Bappeda Kota Palangka Raya

BPS Kota Palangka Raya

Alat yang digunakan adalah GPS, kamera digital dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ArcGIS, Microsoft Office, Global Positioning

System (GPS), printer, dan kamera digital.

Persiapan dan Perbaikan Data

Data primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan kemudian disusun menjadi suatu basis data. Sebelum dilakukan analisis menggunakan fungsi-fungsi spasial dengan metode SIG dan MCE, terlebih dahulu data-data ditransformasikan ke dalam bentuk digital menggunakan perangkat ArcGIS.

Perbaikan data dilakukan terhadap peta-peta digital yang perlu dikoreksi dan terhadap data-data yang masih dalam bentuk tabular serta data-data titik koordinat akan ditransformasikan ke dalam bentuk shapefile. Peta dengan sistem koordinat berbeda akan ditransformasikan ke sistem koordinat yang sama yaitu UTM, sehingga terbentuk susunan basis data spasial dengan sistem koordinat sama. Citra Satelit Alos 2010 digunakan untuk memetakan persebaran spasial permukiman melalui interpretasi secara visual.

1. Perbaikan Data Curah Hujan

(37)

21

Palangka Raya, Buntok, dan Muara Teweh. Dengan pertimbangan kondisi tofografi wilayah yang homogen dan data curah hujan harian rata-rata tahunan terhadap 5 (lima) stasiun BMKG, dilakukan analisis atau interpolasi (Spatial

Analysis) dengan metode IDW (Invers Distance Weighted) yaitu metode rata-rata

tertimbang antara nilai dan jarak terdekat ke sel yang diinterpolasi.

Untuk mendapatkan data curah hujan berdasarkan wilayah administrasi Kota Palangka Raya, data curah hujan yang telah diinterpolasi dilakukan proses pemotongan menggunakan fungsi extract by mask. Data curah hujan Kota Palangka Raya yang dihasilkan masih dalam format raster, sehingga perlu dilakukan reklasifikasi kemudian dikonversi menjadi format vektor. Reklasifikasi dilakukan sesuai dengan jumlah tingkat kerawanan banjir, yaitu 3 (tiga) tingkat untuk mempermudah dalam analisis.

2. Perbaikan Data Permukiman

Gambaran permukiman diperoleh melalui interpretasi Citra Satelit Alos 2010 secara visual. Interpretasi citra dilakukan secara on screen dengan perangkat ArcGIS.

3. Perbaikan data Sebaran Peternakan Unggas dan Fasilitas Umum

Titik koordinat GPS dari masing-masing peternakan unggas, pasar, tempat pembuangan akhir sampah (TPA) dan tempat pemakaman umum (TPU) diinput ke dalam perangkat ArcGIS sehingga menghasilkan suatu peta peternakan unggas, pasar, TPA dan TPU.

4. Perbaikan Peta Tanah

(38)

Analisis dan Pengolahan Data

Penentuan lokasi merupakan suatu proses yang kompleks, di mana biasanya harus dilakukan secara bertahap (Moghaddas dan Namaghi 2011). Analisis dan pengolahan data di dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap seperti digambarkan dalam diagram alir penelitian (Gambar 2).

Tahap pertama, pada peta permukiman, peta jalan, peta sebaran peternakan, pasar, tempat pembuangan akhir sampah dan tempat pemakaman umum yang sudah diperbaiki kemudian dilakukan analisis proximity untuk memperoleh jarak terhadap masing-masing parameter.

Tahap kedua, menganalisis daerah rawan banjir menggunakan metode MCE dengan parameter peta curah hujan, peta bentuk lahan, peta jenis tanah, dan peta kelas lereng (Tabel 4). Analisis dilakukan dengan teknik ranking (urutan langsung), fungsi overlay dilakukan dengan intersect pada empat parameter. Setelah menambahkan field, dilakukan perhitungan menggunakan field calculator

dengan persamaan (skor_hujan x 0,4) + (skor_bentuklahan x 0,3) + (skor_lereng x 0,2) + (skor_tanah x 0,1). Kemudian dilakukan query yaitu SQL (Select By

Attributes) terhadap hasil perhitungan tersebut untuk menentukan kelas, dimana

nilai 1 untuk kelas kerawanan rendah, nilai 2 untuk kelas kerawanan sedang, dan nilai 3 untuk kelas kerawanan tinggi.

Tahap ketiga, untuk kelayakan lahan lokasi RPU dianalisis menggunakan metode MCE dengan parameter RTRW, daerah rawan banjir, jarak permukiman, jarak peternakan, jarak TPA/TPU, dan jarak jalan untuk memperoleh alternatif lokasi RPU (Tabel 5). Analisis kelayakan lahan dilakukan menggunakan metode MCE dengan 2 (dua) teknik berbeda yaitu teknik ranking (urutan langsung) dan pembobotan dengan nilai kepentingan semua faktor sama. Tujuan digunakan kedua teknik ini adalah untuk membandingkan hasil yang diperoleh sehingga dapat memberikan alternatif pilihan dalam penentuan kelayakan lahan lokasi RPU Kota Palangka Raya.

Teknik ranking (urutan langsung) dilakukan berdasarkan urutan parameter yang paling berpengaruh sampai yang kurang berpengaruh. Fungsi overlay

(39)

23

0,286)+(skor_banjir x 0,238)+(skor_permukiman x 0,190)+(skor_peternakan x 0,143)+(skor_tpa/tpu x 0,095)+(skor_jalan x 0,048). Kemudian dilakukan query

yaitu SQL (Select By Attributes) terhadap hasil perhitungan tersebut untuk menentukan kelas, dimana nilai 1 untuk kelas sesuai, nilai 2 untuk kelas kurang sesuai, dan nilai 3 untuk kelas tidak sesuai.

Untuk teknik pembobotan dengan nilai kepentingan semua faktor sama, dilakukan fungsi overlay dengan intersect 6 (enam) parameter, dimana nilai bobot masing-masing parameter sama yaitu 1. Perhitungan dilakukan menggunakan field

calculator dengan persamaan (skor_rtrw + skor_banjir + skor_permukiman +

skor_peternakan + skor_tpa/tpu + skor_jalan)/6. Kemudian dilakukan SQL (Select

By Attributes) terhadap hasil perhitungan tersebut untuk menentukan kelas,

dimana nilai 1 untuk kelas sesuai, nilai 2 untuk kelas kurang sesuai, dan nilai 3 untuk kelas tidak sesuai.

Tahap keempat, menganalisis alternatif lokasi RPU berdasarkan kelayakan lokasi menggunakan tools proximity terhadap pasar serta melakukan query

terhadap luasan lahan dan jalan. Langkah pertama, dilakukan analisis jarak pasar terhadap rencana lokasi RPU dengan analisis Proximity yaitu Multiple Ring Buffer

dengan jarak sebesar 1-10 kilometer. Rencana lokasi RPU yang berada di dalam jarak 10 kilometer akan digunakan dalam penentuan alternatif lokasi RPU, sedangkan lokasi yang berada di luar jarak 10 kilometer tidak dipertimbangkan. Langkah kedua, memisahkan poligon menjadi poligon-poligon kecil menggunakan fungsi advance editing yaitu explode multi part feature. Langkah

ketiga, memilih rencana lokasi RPU hanya pada poligon yang mempunyai akses

jalan dengan cara manual. Langkah keempat, menggabungkan poligon-poligon terpisah dalam satu satuan lokasi yang sama menggunakan fungsi Editor yaitu

Merge. Langkah kelima, menghitung luasan pada poligon dengan menggunakan

Tools Calculate Geometry, kemudian dipilih poligon yang memiliki luasan

(40)

Tahap keenam, memproyeksi kepadatan penduduk menggunakan rumus pertumbuhan geometrik untuk mendapatkan pengaruh tekanan kepadatan penduduk terhadap lingkungan.

Terakhir, menganalisis arahan lokasi RPU berdasarkan alternatif lokasi, preferensi masyarakat dan pelaku usaha, serta proyeksi kepadatan penduduk menggunakan metode deskriptif. Diagram alir penelitian tertera pada Gambar 2.

Tabel 4. Parameter Daerah Rawan Banjir

Parameter Sub Parameter

Curah Hujan

Steep hill and sub parallel ridgs

(kelompok punggung batuan metamorfik yang agak sejajar)

Peat - covered sandy terraces

(teras-teras berpasir tertutup gambut dangkal)

Undulating; sandy terraces

(teras-teras berpasir berombak)

Swampy floodplains; Mainly within terraces

(dataran banjir berawa dari lembah-lembah sempit)

Peat basin or Dome

(rawa-rawa gambut yang dalam dengan permukaan cekung)

Permanently water logged plain (daerah yang selalu

tergenang air)

Meander belts within very wideriver floodplains

(jalur kelokan sungai-sungai besar dengan tanggul yang lebar) Jenis Tanah Ultisol

(41)

25

Tabel 5. Parameter Kelayakan Lahan Lokasi RPU

Parameter Sub Parameter

RTRW Kawasan Pengembangan

Produksi (KPP)

Kawasan Permukiman dan Penggunaan Lainnya (KPPL) Hutan Produksi ( HP)

Hutan Produksi Terbatas (HPT) Daerah Sempadan Sungai (DS) Konservasi Gambut Tebal (KGT)

Konservasi Hidrologi (KH) Perlindungan dan Pelestarian Hutan (PPH)

Transmigrasi (TI) Taman Wisata (TW)

Rawan Banjir Rendah

Sedang Tinggi Jarak dari Permukiman (Km) 0 – 1

1 – 2 > 2 Jarak dari Peternakan (Km) 0 – 1

1 – 2 > 2 Jarak dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dan Tempat Pemakaman (Km)

0 – 2 2– 3 > 3

Jarak dari Jalan (m) 0 – 40

(42)

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

Peta Alternatif Lokasi RPU

Peta Arahan Lokasi RPU Kota Palangka Raya

Peta Jalan Peta Peternakan Ayam Ras Peta Permukiman

(43)

27

Kelayakan Lahan untuk Lokasi RPU Kota Palangka Raya

Dalam melakukan analisis kelayakan lahan untuk lokasi RPU Kota Palangka Raya mengacu pada 3 (tiga) peraturan, yaitu: SNI 01-6160-1999 tentang RPU, Prosedur Operasional Standar Pengendalian Avian Influenza oleh Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian Tahun 2008, dan Pedoman Teknis Program Pembangunan Rumah Potong Unggas Skala Kecil yang dirilis oleh Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian Tahun 2010. Adapun kriteria yang harus dipenuhi dalam analisis kesesuaian lahan untuk lokasi RPU sebagai berikut:

1. Sesuai RTRW

Perencanaan lokasi RPU yang direncanakan tidak bertentangan dengan RUTR/RDTR/RBWK yang berlaku di wilayah setempat. Penetapan lokasi RPU harus berada pada fungsi kawasan budidaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Kawasan budidaya yang dimaksud adalah KPP (Kawasan Pengembangan Produksi) dan KPPL (Kawasan Permukiman dan Penggunaan Lain), atau setidaknya HP (Hutan Produksi) dan HPT (Hutan Produksi Terbatas) yang telah melalui proses pelepasan kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

2. Tidak Berada di Permukiman Padat Penduduk

(44)

3. Tidak Berada di Daerah Rawan Banjir

Dalam SNI 01-6160-1999 dan Pedoman Teknis Program Pembangunan Rumah Potong Unggas Skala Kecil yang dirilis oleh Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian Tahun 2010 disebutkan bahwa lokasi RPU tidak berada pada daerah rawan banjir. Untuk mengidentifikasi daerah rawan banjir dilakukan menggunakan metode MCE dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan parameter yang terdiri dari: curah hujan, bentuk lahan, kelas lereng, dan jenis tanah.

b. Menentukan bobot masing-masing parameter berdasarkan urutan langsung (ranking).

c. Menentukan skor pada masing-masing sub parameter. Skor yang digunakan adalah 1 (satu) untuk rendah, 2 (dua) untuk sedang, dan 3 (tiga) untuk tinggi.

d. Menganalisis daerah rawan banjir berdasarkan penjumlahan dari total perkalian bobot dan skor masing-masing parameter, sehingga diperoleh kelas rawan banjir yaitu: 1 (satu) untuk rendah, 2 (dua) untuk sedang, dan 3 (tiga) untuk tinggi.

4. Bebas dari Bau dan Pencemaran

Berdasarkan Prosedur Operasional Standar Pengendalian Avian Influenza yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian Tahun 2008 bahwa lokasi RPU memiliki jarak minimal 1000 meter dari peternakan dan 2000 meter dari tempat pembuangan akhir sampah. Jarak dianalisis menggunakan fungsi proximity pada perangkat ArcGIS.

(45)

29

Raya jalan dibagi menjadi 4 (empat) menurut fungsinya, yaitu: arteri primer, arteri sekunder, kolektor dan lokal (Tabel 6). Daerah milik jalan (damija) direncanakan sesuai dengan fungsinya yang berarti tidak ada kegiatan selain peruntukan jalan dan pendukungnya. Damija dijadikan dasar dalam menetukan kesesuaian lahan dalam menentukan lokasi RPU Kota Palangka raya. Jarak dari jalan akan dianalisis menggunakan fungsi proximity pada perangkat ArcGIS.

Tabel 6. Klasifikasi Fungsi Jalan

No. Fungsi jalan Damija (m)

Perkerasan

(m) Pelayanan

1 Arteri Primer 30 16 Regional

2 Arteri Sekunder 30 – 40 10 – 21 Regional, Kota

3 Kolektor 20 – 30 11 – 16 Kota

4

Lokal:

Poros lingkungan 15 9 Kota

Lingkungan I 9 6 Lingkungan

Lingkungan II 7 4 Lingkungan

Sumber : RTRW Kota Palangka Raya (1999)

Penyusunan dan Analisis Kuisioner

Penyusunan kuisioner dilakukan untuk mendapatkan preferensi masyarakat dan pelaku usaha terhadap alternatif lokasi RPU Kota Palangka Raya, kemudian dilakukan analisis menggunakan metode AHP. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel nonprobabilitas dengan teknik purposive sampling, di mana sampel diambil berdasarkan pertimbangan tertentu. Jumlah responden yang akan diwawancarai sebanyak 30 orang. Responden dalam wilayah studi terdiri dari 3 (tiga) kategori yaitu: pelaku usaha meliputi peternak dan pedagang, serta masyarakat permukiman.

(46)

Gambar 3. Struktur Hirarki Preferensi Arahan Lokasi RPU Kota Palangka Raya

Data kuisioner yang digunakan merupakan variabel kualitatif yang dibuat menjadi kuantitatif menggunakan teknik skor. Setiap pertanyaan membutuhkan jawaban berupa urutan prioritas yang dipilih, skor 1 diberikan untuk nilai dengan urutan tertinggi sekaligus menjadi prioritas pilihan. Data kuisioner yang telah terkumpul kemudian ditabulasikan ke dalam Microsoft Exell untuk dianalisis menggunakan metode AHP melalui matrik perbandingan berpasangan, sehingga diperoleh nilai prioritas dari masing-masing poligon yang akan digunakan sebagai arahan lokasi RPU.

Proyeksi Kepadatan Penduduk

Pertumbuhan jumlah penduduk dapat mempengaruhi kesejahteraan daerah, di mana kepadatan penduduk merupakan indikator dari pada tekanan penduduk di suatu daerah. Kepadatan di suatu daerah dibandingkan dengan luas tanah yang ditempati dinyatakan dengan banyaknya penduduk per kilometer persegi. Kepadatan penduduk dapat diproyeksi untuk memperkirakan kejadian atau hal-hal yang mungkin terjadi yang mempengaruhi kondisi sosial ekonomi dan lingkungan di suatu daerah dan sebagai alat perencanaan pembangunan di segala bidang.

Preferensi Arahan Lokasi RPU Kota Palangka Raya Alternatif

Lokasi RPU

Pedagang Peternak Masyarakat

(47)

31

Dalam penelitian ini, perhitungan proyeksi kepadatan penduduk dilakukan berdasarkan data tingkat pertumbuhan penduduk Kota Palangka Raya pada periode 2008-2010 terhadap alternatif lokasi RPU, sehingga diperoleh arahan lokasi RPU Kota Palangka Raya. Untuk melakukan proyeksi kepadatan penduduk tahun 2015 dan 2020 digunakan rumus matematik Geometric Rate of Growth dan dibandingkan dengan luas wilayah.

Pt = P0 (1+r)t Dimana :

(48)

32 Wilayah Administrasi

Kota Palangka Raya terletak di Provinsi Kalimantan Tengah yang secara geografis terletak pada 113˚30`- 114˚07` Bujur Timur dan 1˚35`- 2˚24` Lintang Selatan, dengan luas wilayah 2.678,51 km2 (267.852 ha) terdiri atas 5 (lima) Kecamatan dan 30 (tiga puluh) Kelurahan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, batas wilayah administrasi Kota Palangka Raya adalah sebelah utara dengan Kabupaten Gunung Mas, sebelah timur dan selatan dengan Kabupaten Pulang Pisau, dan sebelah barat dengan Kabupaten Katingan seperti tergambar pada Gambar 4.

(49)

33

Kondisi Biofsik Wilayah a. Tanah

Tanah-tanah yang terdapat di wilayah Kota Palangka Raya tergolong tanah mineral dan tanah organik. Berdasarkan Sistem Klasifikasi Taksonomi Tanah, tanah-tanah di Wilayah Kota Palangka Raya tergolong ke dalam 5 (lima) ordo, yaitu: Entisol, Inceptisol, Histosol, Spodosol, dan Ultisol seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Tanah Kota Palangka Raya

Order Suborder Greatgroup

Entisols

Aquents Fluvaquents Tropaquents Samments Tropopsamments

Fluvents Tropofluvents

Inceptisols Aquepts Tropaquepts Tropepts Dystropepts

Histosols Hemists Tropohemists Fibrists Tropofibrists

Spodosol Aquods Placaquods

Ultisols Udults Tropudults

Sumber: RePPProt (1987)

b. Satuan Peta Tanah

Data sumberdaya lahan dan tanah di wilayah Kota Palangka Raya hanya tersedia dalam bentuk informasi spasial Land System dengan skala 1:250.000, yang menyajikan data jenis tanah, lereng, bentuk lahan, serta penyebarannya dalam satuan-satuan informasi spasial masih mengandung keragaman yang tinggi dengan delineasi yang kasar. Peta tanah yang disajikan berdasarkan data land

system merupakan satuan peta asosiasi dari beberapa tanah yang tidak dapat

disederhanakan lagi.

c. Topografi

(50)

Wilayah Kota Palangkaraya yang terdiri dari teras, dataran rendah dan rawa, sedangkan daerah berbukit terdapat di Bukit Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu.

Berdasarkan data Land System (Tabel 8) terdapat 7 (tujuh) bentuk permukaan lahan di Wilayah Kota Palangka Raya, yaitu:

1) Swampy floodplains; Mainly within terraces (rawa daerah banjir dengan

teras)

2) Peat-covered sandy terraces (teras datar berpasir dilapisi gambut dangkal)

3) Peat basin or Dome (cekungan atau kubah gambut)

4) Steep hill and sub parallel ridgs (dataran berbukit)

5) Permanently water logged plain (dataran yang selalu tergenang air)

6) Undulating; sandy terraces (teras bergelombang berpasir)

7) Meander belts within very wideriver floodplains (kelokan sungai di dalam

(51)

35

Tabel 8. Klasifikasi Land System Kota Palangka Raya

Land

26-40 Berbukit Swampy

floodplains; Mainly

logged plain (daerah

(52)

Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Kota Palangka Raya termasuk iklim tipe A, yaitu daerah yang memiliki bulan basah (curah hujan > 100 mm) selama 9-12 bulan dengan bulan kering (curah hujan < 60 mm) selama 0-1 bulan, sedangkan zona agroklimat termasuk dalam zona D2 yaitu dengan 3-4 bulan basah berurutan (> 200 mm/bulan) dan 2-4 bulan kering berurutan (< 100 mm/bulan). Curah hujan rata-rata tahunan di Kota Palangka Raya berdasarkan tahun 2006-2010 seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata Curah Hujan di Kota Palangka Raya Tahun 2006-2010

Bulan Curah Hujan (mm)

2006 2007 2008 2009 2010

Januari 178 324.1 465.6 251.6 313.2 Pebruari 255 214.3 152 380.9 353.4

Maret 312 512.4 512 332.8 368.4

April 325.6 440.9 137.3 272 405

Mei 131.9 324.2 68.9 267.6 346.1

Juni 189 286 186.3 41 291.4

Juli 59.6 122.3 76 27.1 318.8

Agustus 6.4 147.8 238.2 11.8 302.9 September 27.2 93.4 95.2 30.9 429.3 Oktober 12.6 419.2 387.7 203.1 729 Nopember 60.9 253 357.6 217.6 328.6 Desember 417 376.8 426.3 555.6 322

Jumlah 1975 3514 3103 2592 4508

Rata-rata 165 293 259 216 376

(53)

37

Daerah Aliran Sungai

Dalam pembagian wilayah berdasarkan jaringan hidrologi atau Daerah Aliran Sungai (DAS), Kota Palangka Raya termasuk ke dalam wilayah DAS Kahayan. DAS Kahayan membentang mulai wilayah utara Kalimantan Tengah sampai pantai selatan Pulau Kalimantan, yaitu Laut Jawa. Pola aliran DAS Kahayan tergolong pola aliran pararel, di mana kedua sungai besar bermuara pada Laut Jawa.

Sungai-sungai yang mengalir di sekitar wilayah Kota Palangka Raya adalah: Sungai Kahayan, Sungai Sebangau, Sungai Rungan, dan beberapa sungai kecil lainnya. Dengan memperhatikan curah hujan yang tinggi dan adanya beberapa sungai maupun anak sungai besar yang mengalir, maka Kota Palangka Raya merupakan wilayah yang memiliki potensi hidrologi cukup besar.

Kependudukan

Menurut data kependudukan Kota Palangka Raya (BPS Kota Palangka Raya, 2010), jumlah penduduk Kota Palangka Raya pada tahun 2010 sebanyak 220.962 orang, terdiri dari 51,14 % laki-laki dan 48,86 % perempuan. Tingkat kepadatan penduduk tergolong jarang rata-rata 82 orang per km persegi dengan sebaran penduduk tidak merata, sebagian besar terkonsentrasi di Kecamatan Pahandut dan Kecamatan Jekan Raya, sisanya tersebar di Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Sabangau, dan Kecamatan Rakumpit (Tabel 10).

Tabel 10. Luas wilayah, jumlah populasi, dan kepadatan penduduk per km2

No. Kecamatan

Luas daerah

(km2)

Jumlah populasi tahun 2010

Kepadatan penduduk per km2 tahun 2010

1. Pahandut 117,25 77.211 658,52

2. Sebangau 583,50 14.306 24,52

3. Jekan Raya 352,62 114.559 324,88

4. Bukit Batu 572,00 11.932 20,86

5. Rakumpit 1.053,14 2.954 2,80

(54)

Sebagian besar penduduk yang bekerja berumur 15 tahun ke atas, terbagi atas beberapa lapangan pekerjaan. Sektor pertanian (10,63%), pertambangan dan penggalian (1,65%), industri (5,11%), konstruksi (11,95%), di sektor perdagangan (31,66%), transportasi dan komunikasi (6,01%), keuangan (3.60%), jasa (29,40%), sedangkan sektor penyerapan tenaga kerja terkecil di sektor listrik, gas, dan air (0,00%).

Peternakan Unggas a. Populasi dan Sebaran Ternak Unggas

Pembangunan sub sektor peternakan dilaksanakan dengan mengembangkan peternakan di pinggiran kota seperti ternak sapi potong, babi, ayam buras dan bebek. Populasi ternak di Kota Palangka Raya masih rendah, sebaran populasi ternak masih tidak merata di semua kecamatan, terutama Kecamatan Rakumpit dengan populasi ternak yang rendah mengingat daerah ini merupakan daerah pemekaran.

Berdasarkan data Dinas Pertanian, Perikanan, dan Peternakan Kota Palangka Raya tahun 2010, jumlah populasi unggas mampu mencapai 1.224.045 ekor dengan jumlah pemotongan unggas kurang lebih 5000 ekor per hari (Tabel 11). Sebaran populasi ternak unggas (Gambar 5) lebih terkonsentrasi di Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan Sebangau, dan Kecamatan Pahandut .

Tabel 11. Perkembangan Populasi Unggas (Ekor)

Tahun Ayam Kampung (Ekor)

Ayam Potong (Ekor)

Itik (Ekor)

2010 153.641 1.066.450 3.954

2009 147.813 1.008.208 3.567

2008 140.774 1.100.840 3.430

2007 252.785 1.068.785 2.858

(55)

39

Gambar 5. Peta Peternakan Ayam Ras Kota Palangka Raya (Sumber: Hasil Analisis)

3

(56)

b. Produksi Daging Unggas

Berdasarkan Pola Pangan Harapan Hidup (PPH) Tahun 2005, di Kota Palangka Raya pada kelompok pangan hewani yang tersedia, masih belum mencapai angka sasaran yang diharapkan, yaitu hanya 64 persen dari PPH Nasional sebesar 120,4 persen. Permasalahannya adalah pada kelompok pangan hewani (daging dan telor) sebagian besar masih didatangkan dari luar provinsi.

Produksi daging unggas di Kota palangka Raya tergambar dalam data pemotongan unggas (Tabel 12) dan data perkembangan produksi daging unggas (Tabel 13).

Tabel 12. Pemotongan Unggas Tahun 2010

Tahun Jenis Unggas

Ayam Kampung (Ekor) Ayam Ras (Ekor) Itik (Ekor)

2010 292.000 1.825.000 54.750

Sumber: Dinas Pertanian, Perikanan, dan Peternakan Kota Palangka Raya (2010)

Tabel 13. Perkembangan Produksi Daging Unggas Tahun 2007-2010

Tahun Ayam Kampung (Ton)

Ayam Potong (Ton)

Itik (Ton)

2010 262,80 2.190,00 55,85

2009 243,35 1.186,37 21,88

2008 236,27 283,52 18,70

2007 233,93 280,71 18,51

Sumber: Dinas Pertanian, Perikanan, dan Peternakan Kota Palangka Raya (2010)

(57)

41

41 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelayakan Lahan untuk Lokasi RPU Kota Palangka Raya

Hasil Perbaikan Data

Dalam penelitian ini basis data disusun berdasarkan data primer dan data sekunder yang telah dilakukan koreksi dan perbaikan data menjadi bentuk

shapefile agar dapat digunakan dalam analisis secara spasial. Curah hujan Kota

Palangka Raya (Gambar 6) terdiri atas 3 (tiga) tingkat berturut-turut dari tingkat curah hujan rendah ke tinggi yaitu 3038-3050 mm, 3050-3060 mm, 3060-3077 mm. Sebaran permukiman masyarakat (Gambar 7) berada pada lahan yang memiliki aksesibilitas berupa jalan dan jalur sungai. Permukiman terkonsentrasi di Kecamatan Pahandut dan Kecamatan Jekan Raya yang merupakan pusat Kota Palangka Raya, sebagian di Kecamatan Sebangau dan Kecamatan Bukit Batu yang merupakan daerah pengembangan transmigrasi, serta sebagian kecil di Kecamatan Rakumpit karena merupakan daerah pemekaran.

Sebaran peternakan unggas, pasar, tempat pembuangan akhir sampah dan tempat pemakaman umum (Gambar 8). Peternakan unggas sesuai arahan pengembangan budidaya unggas tersebar di pinggiran dan luar kota, namun kenyataannya masih ada peternakan yang berada dalam permukiman sekaligus sebagai tempat aktifitas pemotongan unggas skala rumah tangga. Pasar yang ada di Palangka Raya berada pada 3 (tiga) lokasi yaitu: Pasar Besar, Pasar Kahayan, dan Pasar Rajawali. Pasar Kahayan merupakan pasar milik Pemerintah Kota Palangka Raya, sedangkan dua lainnya dikelola oleh swasta. Tempat pembuangan akhir sampah dan tempat pemakaman umum dipilih dengan alasan dapat mencemari udara, tanah dan air tanah.

(58)

42 Gambar 6. Peta Curah Hujan Kota Palangka Raya

4

(59)

43

43 Gambar 7. Peta Permukiman Kota Palangka Raya

4

(60)

44 Gambar 8. Peta Lokasi Peternakan Unggas, Pasar, TPA dan TPU dan Aksesibilitas Kota Palangka Raya

4

(61)

45

45 Gambar 9. Peta Satuan Tanah Kota Palangka Raya (Sumber: RePPProT 1987)

4

(62)

46 Daerah rawan banjir dikategorikan menjadi 3 (tiga) kelas tingkat kerawanan yaitu: rendah (nilai 1), sedang (nilai 2), dan tinggi (nilai 3). Analisis daerah rawan banjir dilakukan menggunakan metode MCE dengan teknik ranking

(urutan langsung) dengan parameter peta curah hujan (Gambar 6), peta bentuk lahan (Gambar 10), peta kelas lereng (Gambar 11), dan peta jenis tanah (Gambar 12). Bobot yang diperoleh berdasarkan urutan tertinggi berturut-turut adalah 0,4 untuk curah hujan, 0,3 untuk bentuk lahan, 0,2 untuk kemiringan lereng, dan 0,1 untuk jenis tanah. Daerah rawan banjir di Kota Palangka Raya (Gambar 13) dengan tingkat kerawanan tinggi (nilai 3) berdasarkan parameter yang digunakan berturut-turut adalah curah hujan tinggi 3060-3077 mm; bentuk lahan berada pada

swampy floodplains; mainly within terraces, peat basin or dome, dan meander

belts within very wideriver floodplains dipengaruhi oleh adanya dua sungai besar

yaitu sungai Kahayan dan sungai Katingan yang membentuk rawa belakang banjir

(backswamp); kemiringan kurang dari 2% dengan jenis tanah Histosol dan

Entisol. Hasil lebih rinci diuraikan dalam Tabel 14.

Gambar

Tabel 1. Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 4. Parameter Daerah Rawan Banjir
Tabel 5. Parameter Kelayakan Lahan Lokasi RPU
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara untuk analisis interaksi spasial yang terkait dengan biaya transportasi sebagai cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif

kerja, lahan milik sendiri menggunakan jumlah tenaga kerja terbanyak, diikuti dengan lahan sewa dan lahan bagi hasil menggunakan tenaga kerja paling sedikit. Sementara,

Penelitian ini membahas sejauhmana kualitas pelayanan pencatatan Masjid berbasis teknologi informasi pada KUA Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya. Secara lebih spesifik

Hal ini menunjukan bahwa hipotesis alternatif menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada pengusaan kosa kata siswa yang menggunakan jazz chants dan tanpa yang

Penetapan lokasi sampel untuk penelitian dilakukan secara purposif dengan pertimbangan jumlah sampel lokasi dari 5 lokasi yang memenuhi persyaratan dan 2 lokasi (40%) yang di pilih

Kondisi penggunaan lahan di sekitar check dam Wai Ruhu KESIMPULAN Curah hujan Dari hasil pemantauan pada DAS Wai Ruhu sebagai lokasi penelitian, dapat dijelaskan bahwa tinggi

Simulasi Perhitungan Keputusan dengan Metode AHP Seperti pada Gambar 4.2, tahap ini melakukan analisis data lokasi berupa penentuan kriteria berupa harga, luas, legalitas perizinan,

Penlilaian kategori penerapan biosekuriti dilakukan dengan mengukur nilai rataan data dan standar deviasi SD dengan kaidah keputusan sebagai berikut: Baik : 𝑋 > 𝑥̅ + 𝑆𝐷 Cukup : 𝑥̅ −