• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi Galur Galur Putatif Mutan Gandum (Triticum aestivum L ) di Dataran Menengah Lingkungan Tropis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seleksi Galur Galur Putatif Mutan Gandum (Triticum aestivum L ) di Dataran Menengah Lingkungan Tropis"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

SELEKSI GALUR-GALUR PUTATIF MUTAN GANDUM

(

Triticum aestivum

L.) DI DATARAN MENENGAH

LINGKUNGAN TROPIS

EKA BOBBY FEBRIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA

PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi Galur-Galur Putatif Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) di Dataran Menengah Lingkungan Tropis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Eka Bobby Febrianto

(4)
(5)

RINGKASAN

EKA BOBBY FEBRIANTO. Seleksi Galur-Galur Putatif Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) di Dataran Menengah Lingkungan Tropis. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO dan DESTA WIRNAS.

Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman alloheksaploid yang berasal dari daerah subtropis. Gandum memiliki peranan sebagai pendukung ketahanan pangan dunia karena tanaman ini merupakan komoditas serealia yang paling banyak diusahakan di dunia. Kebutuhan terhadap gandum di Indonesia setiap tahun cenderung meningkat seiring meningkatnya populasi penduduk dan meningkatnya produk olahan berbasis tepung terigu. Pengembangan gandum di Indonesia selama ini lebih diarahkan untuk dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 800 m di atas permukaan laut (dpl) dan suhu sekitar 22–24 oC. Bila gandum dibudidayakan di dataran tinggi maka akan bersaing dengan komoditas sayuran. Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan gandum di Indonesia adalah perbedaan kesesuaian kondisi agroklimat dan belum tersedianya varietas yang mampu beradaptasi baik pada daerah dataran menengah. Perbedaan kesesuaian kondisi agroklimat yang dominan yaitu perbedaan faktor temperatur. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh genotipe gandum yang mampu beradaptasi di dataran menengah dan memiliki potensi hasil tinggi.

Penelitian dilaksanakan dua tahap, tahap pertama pada bulan April hingga Agustus 2012 di kebun percobaan BALITHI-Cipanas dengan ketinggian 1100 m dpl. Tahap kedua pada bulan Januari hingga April 2013 di dua lokasi dengan ketinggian berbeda, lokasi 1 di kebun percobaan BALITHI-Cipanas dengan ketinggian 1100 m dpl dan lokasi 2 di Cisarua dengan ketinggian 600 m dpl. Penelitian menggunakan rancangan perbesaran dengan genotipe sebagai perlakuan. Genotipe yang digunakan dalam percobaan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu galur putatif mutan dan varietas pembanding. Galur putatif mutan yang digunakan adalah 98

galur putatif mutan generasi M5 dan M6 (16 genotipe M5-Dewata, 9 genotipe M5-Selayar, 25 genotipe M5-Oasis, 22 genotipe M5-Rabe, 21 genotipe M5-Kasifbey, dan 5 genotipe M5-Basribey) serta enam varietas pembanding yaitu Dewata, Selayar, Oasis, Rabe, Kasifbey, dan Basribey. Penanaman dilakukan secara larikan dengan jarak antar larikan sebesar 30 cm, setiap plot terdiri dari tiga larikan pada M5 dan lima larikan pada M6.

(6)

mutan terbaik berjumlah 30 galur dengan kisaran potensi hasil 17.1–33.1 g per tanaman dan persentase floret hampa 1.4–16.4 %.

Hasil studi respon dan keragaman genetik galur putatif mutan M6 gandum di dua agroekosistem menunjukkan bahwa galur-galur putatif mutan hasil seleksi generasi sebelumnya memiliki karakteristik yang beragam disebabkan ada pengaruh lingkungan. Berdasarkan nilai indeks sensitivitas terhadap suhu tinggi diperoleh 16 genotipe medium toleran suhu tinggi yaitu M6-Basribey-4, M6-Basribey-5, 1, M6-Dewata-15, M6-Dewata-7, M6-Kasifbey-11, M6-Kasifbey-12, M6-Kasifbey-M6-Dewata-15, M6-Kasifbey-6, M6-Oasis-10, M6-Oasis-11, M6-Oasis-14, M6-Oasis-16, M6-Oasis-24, M6-Oasis-9 dan M6-Rabe-4; dan 14 genotipe sensitif cekaman suhu tinggi yaitu M6-Dewata-12, M6-Dewata-16, M6-Kasifbey-14, Oasis-22, Oasis-4, Oasis-5, Oasis-6, Oasis-8, Rabe-18, Rabe-20, Rabe-3, Selayar-1, Selayar-2 dan M6-Selayar-3. Nilai duga heritabilitas tinggi di Cipanas dan Cisarua terdapat pada hampir semua karakter kecuali panjang malai untuk Cipanas, sedangkan jumlah anakan dan panjang malai untuk Cisarua.

Hasil studi analisis korelasi dan lintasan karakter agronomi gandum pada dua agroekosistem menunjukkan bahwa karakter bobot biji per malai dan jumlah biji per tanaman memiliki korelasi positif dan nilai pengaruh langsung yang besar terhadap hasil di dua elevasi dan musim yang berbeda. Kedua karakter ini dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi untuk merakit varietas gandum yang memiliki potensi hasil tinggi. Karakter persentase floret hampa memiliki korelasi negatif di dua elevasi dan musin yang berbeda, sehingga dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi untuk merakit varietas gandum toleran suhu tinggi.

(7)

SUMMARY

EKA BOBBY FEBRIANTO. Selection of Putative Mutant Wheat Lines (Triticum aestivum L.) in Tropical Medium Altitude. Supervised by YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO and DESTA WIRNAS.

Wheat (Triticum aestivum L.) is a alloheksaploid plant originated from subtropical regions. Wheat plays an important role in supporting world food security because it is a cereal commodity which most widely cultivated in the world. The demand for wheat in Indonesia each year tends to increase with the increasing of population and wheat flour-based processed products. The development of wheat in Indonesia applies for high altitude with more than 800 m above sea level (asl) and a temperature of about 22–24 oC. Meanwhile, wheat that is cultivated in the high altitude will compete with vegetable crops. The problems encountered in the development of wheat in Indonesia are the difference of agro-climatic conditions and unavailability varieties that adapt well to the medium altitude areas. The dominant differences of agro-climatic condition is temperature factor difference. The objective of this research was to obtain wheat genotypes are able to adapt in medium altitude and high yield potency.

The experiment was conducted in two stages. The first stage was conducted in April to August 2012 at the Research Station BALITHI-Cipanas with altitude 1100 m asl. The second stage was conducted in January to April 2013 in two locations with different altitude, location 1 in the Research Station BALITHI-Cipanas with altitude 1100 m asl and location 2 in Cisarua with altitude 600 m asl. The research used augmented design with genotypes as treatments. Genotypes used in this experiment were grouped into two (putative mutant lines and check varieties). Putative mutant lines used was 98 lines of M5 and M6 generation (16 genotypes M5-Dewata, 9 genotypes M5-Selayar, 25 genotypes M5-Oasis, 22 genotypes M5-Rabe, 21 genotypes M5-Kasifbey and 5 genotypes M5-Basribey ) and six check varieties were Dewata, Selayar, Oasis, Rabe, Kasifbey, and Basribey. Planting was conducted by row spaced array of 30 cm, each plot consists of three rows on the M5 and five rows on the M6.

(8)

panicle, grain weight per panicle and grain weight per plant. The best putative mutant lines were 30 lines with potential yield about 17.1-33.1 g per plant and percentage of empty florets about 1.4-16.4%.

The result of respons and genetic variability putative mutant lines M6 of wheat in two agroecosystems showed that the putative mutant lines of previous generations of selection results had diverse characteristics caused by environmental effect. Based on the value of the index sensitivity to high temperature there was 16 tolerant medium genotypes were M6-Basribey-4, Basribey-5, Dewata-1, Dewata-15, Dewata-7, Kasifbey-11, Kasifbey-12, Kasifbey-15, Kasifbey-6, Oasis-10, Oasis-11, Oasis-14, Oasis-16, Oasis-24, Oasis-9 and Rabe-4; high temperature sensitive genotypes were M6-Dewata-12, M6-Dewata-16, M6-Kasifbey-14, M6-Oasis-22, M6-Oasis-4, Oasis-5, Oasis-6, Oasis-8, Rabe-18, Rabe-20, M6-Rabe-3, M6-Selayar-1, M6-Selayar-2 dan M6-Selayar-3. High heritability estimates in Cipanas and Cisarua were almost in all the characters except panicle length in Cipanas, while the number of tillers and panicle length in Cisarua.

The results of correlation and path analysis of agronomic characters of wheat in two agro-ecosystem indicated that the character of grain weight per panicle and number of seeds per plant were positively correlated and directly influence to the outcome in two elevation and different seasons. The characters can be used as selection criteria to create high yield wheat varieties. Percentage of empty florets was negatively correlated in two elevation and different seasons, it can be used as selection criteria to create high temperature tolerant wheat varieties.

Keywords: correlation, genetic variability, performance, putative mutant,

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SELEKSI GALUR-GALUR PUTATIF MUTAN GANDUM

(

Triticum aestivum

L.) DI DATARAN MENENGAH

LINGKUNGAN TROPIS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(12)
(13)

Judul Tesis : Seleksi Galur-Galur Putatif Mutan Gandum (Triticum

aestivum L.) di Dataran Menengah Lingkungan Tropis

Nama : Eka Bobby Febrianto

NIM : A253110071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Yudiwanti Wahyu E.K, MS Ketua

Dr Desta Wirnas, SP MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Yudiwanti Wahyu E.K, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala

atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Pengembangan gandum di Indonesia masih mengalami beberapa kendala, di antaranya adalah kondisi suhu lingkungan yang tinggi dan belum tersedianya varietas gandum yang mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan berelevasi menengah. Sejauh ini, Indonesia baru memiliki tiga varietas yang mampu beradaptasi pada lingkungan berelevasi tinggi yaitu Nias, Dewata dan Selayar serta baru dirilis tiga varietas yaitu Guri-1, Guri-2 dan Ganosha.

Tesis yang berjudul Seleksi Galur-Galur Putatif Mutan Gandum

(Triticum aestivum L.) di Dataran Menengah Lingkungan Tropis merupakan

salah satu upaya untuk meneruskan program pemuliaan gandum di Indonesia dengan harapan akan menghasilkan galur-galur mutan gandum harapan, sehingga Indonesia dapat memiliki varietas unggul gandum yang mampu beradaptasi dan memiliki potensi hasil baik di daerah berelevasi menengah.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K, MS dan Dr. Desta Wirnas, SP, MSi selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, saran, dorongan moril, motivasi, kritikan dan masukan serta diskusi sejak awal perencanaan dan penyusunan penelitian hingga penyelesaian tulisan. 2. Dr. Ir. Heni Purnamawati, MSc.Agr selaku dosen penguji luar komisi

pada ujian akhir tesis atas saran-saran untuk perbaikan tesis.

3. Dr. Dewi Sukma, SP, MSi selaku dosen penguji perwakilan dari Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman pada ujian akhir tesis atas saran-saran untuk perbaikan tesis.

4. Kedua orangtua penulis (Bapak Ir. Usul dan Ibu Supiatmi), kedua mertua (Bapak Mahmud dan Ibu Sri Martiyah), Istri tercinta Anna Amania Khusnayaini STP, ananda Adam Zindani Alfayyad, adik-adik (Koko Mardianto SP, Indra Wahyu Wibawa, Annisa Mardianti, Sofia Nabila SST, Samara Rahma Dania) dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan motivasi, doa serta kasih sayangnya.

5. Seluruh staf pengajar di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang telah mendidik dan membekali penulis tentang pengetahuan pemuliaan tanaman.

6. Dr. Amin Nur, SP, MSi yang telah memberikan bantuan materi genetik serta saran dalam perencanaan penelitian.

7. Koordinator Proyek Pengembangan Gandum Institut Pertanian Bogor (Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc) yang telah memberikan penulis kesempatan untuk menyelesaikan penelitian tahap kedua.

8. Aziz Natawijaya, SP, MSi dan Karlina Syahruddin, SP, MSi yang telah banyak memberi saran.

(16)

selama masa-masa menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

10. Tim gandum Mayasari Yamin, SP; Sri Wardani, SP; Yushi Mardiana, SP atas kebersamaan dan kerjasamanya selama melakukan penelitian. 11. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan

RI atas bantuan dana untuk menyelesaikan Tesis dan publikasi artikel ilmiah.

Semoga karya kecil ini bisa bermanfaat bagi penulis dan bagi pengembangan dan kemajuan ilmu di bidang pertanian, khususnya bidang pemuliaan gandum tropis di Indonesia.

Bogor, September 2014

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 3

1.3 Hipotesis Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Botani dan Genetik Gandum 4

2.2 Lingkungan Tumbuh Gandum 6

2.3 Pemuliaan Gandum 7

2.4 Pemanfaatan Mutagen pada Gandum 8

2.5 Keragaman Genetik dan Heritabilitas 9

3 KERAGAMAN GENETIK GALUR-GALUR PUTATIF MUTAN

GANDUM GENERASI M5 DI LINGKUNGAN OPTIMUM 12

Abstract 12

Abstrak 12

3.1 Pendahuluan 13

3.2 Metode Penelitian 13

3.3 Hasil dan Pembahasan 15

3.4 Simpulan 24

4 KERAGAMAN GENETIK PUTATIF MUTAN M6 GANDUM

(Triticum aestivum L.) DI DUA AGROEKOSISTEM 25

Abstract 25

Abstrak 25

4.1 Pendahuluan 26

4.2 Metode Penelitian 27

4.3 Hasil dan Pembahasan 29

4.4 Simpulan 42

5 ANALISI KORELASI DAN LINTASAN KARAKTER

AGRONOMI GANDUM PADA DUA AGROEKOSISTEM 43

Abstract 43

Abstrak 43

5.1 Pendahuluan 44

5.2 Metode Penelitian 45

5.3 Hasil dan Pembahasan 47

5.4 Simpulan 58

(18)

7 SIMPULAN DAN SARAN 63

7.1 Simpulan 63

7.2 Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 65

LAMPIRAN 71

(19)

DAFTAR TABEL

2.1 Klasifikasi beberapa spesies Triticum berdasarkan kelas ploidi 6 3.1 Sidik ragam rancangan perbesaran (augmented design) 14 3.2 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe, mutan, dan cek

terhadap karakter agronomi gandum di dataran tinggi 16

3.3 Keragaan varietas pembanding gandum 17

3.4 Hasil uji t karakter agronomi galur putatif mutan gandum (M5-Dewata, M5-Selayar) dengan varietas tetua asalnya (Dewata, Selayar) dan kisaran populasi galur putatif mutan

gandum generasi M5 18

3.5 Hasil uji t karakter agronomi galur putatif mutan gandum (M5-Oasis, M5-Rabe) dengan varietas tetua asalnya (Oasis, Rabe) dan kisaran populasi galur putatif mutan

gandum generasi M5 19

3.6 Hasil uji t karakter agronomi galur putatif mutan gandum (M5-Kasifbey, M5-Basribey) dengan varietas tetua asalnya (Kasifbey, Basribey) dan kisaran populasi galur putatif mutan

gandum generasi M5 20

3.7 Nilai duga ragam fenotipe, ragam genetik dan heritabilitas arti

luas karakter agronomi galur putatif mutan gandum generasi M5 22 3.8 Rataan 30 galur-galur putatif mutan gandum generasi M5 terbaik

berdasarkan bobot biji tanaman-1 dan persentase floret hampa 23 4.1 Analisis ragam karakter agronomi genotipe, mutan dan cek gandum

di dua lingkungan (Cipanas dan Cisarua) dan analisis gabungan 30 4.2 Tinggi tanaman, jumlah anakan dan luas daun bendera genotipe

gandum pada dua lingkungan (Cipanas dan Cisarua) 31 4.3 Kehijauan daun bendera, umur berbunga dan umur panen

genotipe gandum pada dua lingkungan (Cipanas dan Cisarua) 33 4.4 Panjang malai, jumlah spikelet dan kerapatan spikelet

genotipe gandum pada dua lingkungan (Cipanas dan Cisarua) 35 4.5 Jumlah floret hampa, persentase floret hampa dan jumlah biji per

malai genotipe gandum pada dua lingkungan (Cipanas dan Cisarua) 37 4.6 Bobot biji per malai, jumlah biji per tanaman dan bobot

biji per tanaman genotipe gandum pada dua lingkungan

(Cipanas dan Cisarua) 38

4.7 Indeks sensitivitas 30 galur putatif mutan gandum generasi M6 39 4.8 Parameter genetik galur putatif mutan gandum di dua lingkungan 41 5.1 Analisis korelasi karakter agronomi terhadap bobot biji per tanaman 48 5.2 Matriks korelasi karakter agronomi galur putatif mutan gandum

generasi M5 di Cipanas 49

5.3 Matriks korelasi karakter agronomi galur putatif mutan gandum

generasi M6 di Cipanas 50

5.4 Matriks korelasi karakter agronomi galur putatif mutan gandum

generasi M6 di Cisarua 51

5.5 Matriks analisis lintas M5 terhadap karakter bobot biji per tanaman

(20)

5.6 Matriks analisis lintas M6 terhadap karakter bobot biji per tanaman

gandum di Cipanas 53

5.7 Matriks analisis lintas M6 terhadap karakter bobot biji per tanaman

gandum di Cisarua 54

DAFTAR GAMBAR

1.1 Bagan alir penelitian 3

5.1 Diagram lintasan karakter bobot biji per tanaman

galur putatif mutan M5 di Cipanas 55

5.2 Diagram lintasan karakter bobot biji per tanaman

galur putatif mutan M6 di Cipanas 56

5.3 Diagram lintasan karakter bobot biji per tanaman

(21)

1

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman alloheksaploid yang berasal dari daerah subtropis. Gandum memiliki peranan sebagai pendukung ketahanan pangan dunia karena merupakan komoditas serealia yang paling banyak diusahakan di dunia (Sleper & Poehlman 2006). Sebagai sumber pangan, gandum dikonsumsi oleh sekitar dua milyar penduduk di dunia (Wittenberg 2004).

Kebutuhan terhadap gandum di Indonesia setiap tahun cenderung meningkat seiring meningkatnya populasi penduduk dan meningkatnya produk olahan berbasis tepung terigu. Pemenuhan kebutuhan gandum di Indonesia sebagian besar diperoleh dari impor. Tahun 2012, Indonesia mengimpor 121 778 ton terigu, sementara konsumsi nasional mencapai 1.22 juta ton (APTINDO 2012). Sovan (2002) menyatakan bahwa untuk menekan impor gandum, Indonesia perlu melakukan upaya untuk memproduksi gandum dalam negeri. Produksi gandum dalam negeri perlu didukung oleh ketersediaan varietas gandum dan penerapan teknologi budidaya yang sesuai dengan kondisi agroklimat di Indonesia.

Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan gandum di Indonesia yaitu perbedaan kesesuaian kondisi agroklimat dan belum tersedianya varietas yang mampu beradaptasi baik pada daerah dataran menengah tropis. Perbedaan kesesuaian kondisi agroklimat yang dominan menurut Acquaah (2007) yaitu perbedaan faktor suhu sehingga faktor tersebut menentukan pertumbuhan dan perkembangan gandum.

Penelitian dan pengembangan gandum di Indonesia hingga tahun 2008 diarahkan pada daerah berelevasi > 1000 m di atas permukaan laut (dpl). Penelitian dan pengembangan gandum dilakukan pada lingkungan tersebut karena selama ini tanaman gandum dianggap tidak dapat berkembangan di dataran < 1000 m dpl. Menurut Sastrosoemarjo (2004), pengembangan areal pertanaman gandum di Indonesia diharapkan tidak menggunakan daerah-daerah berelevasi tinggi, karena akan bersaing dengan produksi komoditas hortikultura. Pengembangan gandum harus diarahkan pada daerah berelevasi menengah sampai rendah. Menurut DEPTAN (2006) elevasi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu dataran rendah (< 350 m dpl), dataran menengah (350–700 m dpl) dan dataran tinggi (> 700 m dpl).

(22)

2

Cekaman suhu tinggi merupakan hambatan utama selama proses antesis dan pengisian biji pada berbagai tanaman serealia pada wilayah bersuhu tinggi. Sebagai contoh, cekaman suhu tinggi mempercepat durasi pengisian biji dengan adanya reduksi pertumbuhan biji yang mengarah pada hilangnya kepadatan dan bobot biji hingga mencapai 7% pada gandum musim semi (Guilioni et al. 2003). Ferris et al. (1998) menambahkan bahwa bobot dan jumlah biji pada gandum terlihat sangat sensitif terhadap cekaman suhu tinggi, dimana jumlah biji per malai pada saat masak berkurang seiring dengan meningkatnya suhu. Hal senada diungkapkan oleh Maestri et al. (2002) bahwa penurunan juga terjadi untuk kandungan pati, protein dan minyak pada biji jagung dan penurunan kualitas pada tanaman serealia lainnya dalam kondisi tercekam suhu tinggi.

Menurut Wahid et al. (2007) bahwa terdapat dua mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman suhu tinggi, yaitu (1) mekanisme penghindaran

(avoidance) panas; (2) mekanisme toleransi. Berumur genjah merupakan

salah satu bentuk mekanisme penghindaran terhadap cekaman suhu tinggi. Mekanisme ini akan efektif jika cekaman suhu tinggi hanya terjadi beberapa saat atau pada fase tertentu saja. Mekanisme adaptasi ini dapat memberikan pengaruh negatif bagi produksi tanaman, karena karakter umur genjah umumnya berkolerasi dengan penurunan daya hasil.

Salah satu upaya untuk mendapatkan varietas gandum yang seragam dan mampu beradaptasi dengan baik di Indonesia serta memiliki potensi hasil tinggi dapat dilakukan dengan pendekatan pemuliaan tanaman, seperti induksi mutasi, persilangan dan rekayasa genetik. Kegiatan mutasi dapat memperbesar keragaman genetik sehingga memperbesar peluang keberhasilan seleksi. Keragaman yang diperoleh disebabkan terjadinya mutasi pada level DNA (mutasi titik), level kromosom seperti terjadinya abreasi kromosom (delesi, duplikasi, translokasi dan inversi) dan mutasi pada level genom (set kromosom). Tanaman hasil mutasi disebut mutan. Mutan yang diperoleh dari hasil seleksi diharapkan mampu berkembang dan berproduksi maksimal pada kondisi agroklimat di Indonesia.

Tim Peneliti Pemuliaan Gandum Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB bekerjasama dengan Konsorsium Gandum Indonesia telah mengintroduksi sejumlah varietas gandum dari beberapa negara dan mengevaluasinya di lingkungan tropis Indonesia. Beberapa galur-galur putatif mutan merupakan hasil pemuliaan mutasi dari peneliti sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh galur putatif mutan berdaya hasil tinggi dan toleran suhu tinggi.

(23)

3

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan genotipe gandum toleran pada kondisi dataran menengah. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk (1) mempelajari keragaan dan keragaman galur putatif mutan gandum di dataran tinggi dan menengah; (2) mendapatkan informasi tentang hubungan antara karakter dengan hasil; (3) mendapatkan galur putatif mutan yang toleran pada kondisi dataran menengah.

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat variabilitas genetik pada populasi gandum M5 dan M6 di dataran menengah.

2. Terdapat pengaruh langsung yang besar antara karakter-karakter agronomi dengan daya hasil pada galur-galur putatif mutan gandum di lingkungan tropika.

3. Terdapat beberapa galur putatif mutan gandum yang toleran dan memiliki daya hasil tinggi pada dataran menengah di lingkungan tropika.

Gambar 1.1 Bagan alir penelitian Studi keragaan dan keragaman

Seleksi

Evaluasi daya hasil di dataran tinggi dan dataran menengah

(Generasi M6) Galur-galur putatif mutan

(Generasi M5)

Galur terpilih

Galur putatif toleran suhu tinggi Tahap 1

(24)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani dan Genetik Gandum

Gandum termasuk divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, subkelas Monocotylodenae, ordo Graminae, famili Graminae, dan genus Triticum. Ada tiga jenis gandum yang dibudidayakan dan secara umum ditanam oleh petani, yaitu Triticum aestivum (gandum roti), Triticum durum

(gandum durum), dan Triticum compactum (gandum club). Triticum

aestivum biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti. Pangsa pasar

gandum ini mencakup sekitar 90% dari kebutuhan gandum dunia. Triticum

durum (gandum durum) biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan

makaroni dan mie. Kebutuhan akan gandum durum mencakup sekitar 9% dari kebutuhan gandum dunia. Gandum jenis club (Triticum compactum)

hanya mencakup sekitar 1% dari kebutuhan gandum dunia (Hanson 1982). Tanaman gandum memiliki batang beruas (6 ruas) dan berongga seperti tanaman padi. Seperti tanaman graminae lainnya, gandum memiliki akar serabut. Daun tanaman gandum tumbuh tegak/melengkung (tergantung varietas) dan berbentuk pita. Daun yang sudah tua akan mengering dan melengkung ke bawah (Stoskoff 1985).

Pembungaan pada gandum bersifat majemuk (Stoskoff 1985). Pada gandum, kumpulan bunga (spikelets) bertumpuk satu sama lain pada malai. Tiap spikelet terdiri dari beberapa bulir dan kulit ari (lemma dan palea). Biasanya tiap spikelet akan menghasilkan dua sampai tiga biji (kernel). Tiap bulir memiliki batang yang sangat kecil yang disebut rachilla. Pada dasar

spikelet terdapat glume yang umumnya halus dan pada beberapa varietas,

glume berambut pendek. Selanjutnya, terdapat lemma dan palea yang di

dalamnya terdapat tiga anther dan dua stigma dengan sebuah ovarium. Lemma, palea dan keseluruhan alat kelamin (yang nantinya menjadi biji atau kernel) tersebut merupakan satu kesatuan bunga (floret). Selanjutnya terdapat beberapa floret sebelum glume terakhir (Phoelman & Sleper 1995). Mekarnya bunga secara normal terjadi beberapa hari setelah malai keluar. Gandum merupakan tanaman menyerbuk sendiri. Saat glume

membuka, anther keluar dan sebagian dari pollen keluar. Saat itu, kemungkinan masuknya pollen lain yang menyebabkan penyerbukan silang sangat kecil (kurang dari 1%) karena pollen mulai dihasilkan sebelum bunga mekar. Hal ini menyebabkan ovary dibuahi dahulu oleh pollen dalam satu bunga sebelum bunga mekar. Pembungaan terjadi sangat dipengaruhi oleh musim. Saat musim hujan, pembungaan terjadi sangat lambat dan pollen bisa mati tercuci air. Oleh karena itu, musim dingin saat pembungaan akan menyebabkan pengisian yang kurang pada tanaman gandum.

(25)

5 Bulir yang berada pada bagian tengah malai dan bagian proksimal dari floret

cenderung membesar. Kondisi masak fisiologis dicapai apabila kandungan kadar air dari keseluruhan bulir yang terbentuk telah menurun antara 25–35% (Ginkel & Villareal 1996).

Kernel berbentuk oval dengan panjang 6–8 mm dan diameter 2–3 mm.

Seperti jenis serealia lainnya, gandum memiliki tekstur yang keras. Biji gandum terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kulit (bran), bagian endosperma, dan bagian lembaga (germ). Bagian kulit dari biji gandum sebenarnya tidak mudah dipisahkan karena merupakan satu kesatuan dari biji gandum, tetapi bagian kulit ini biasanya dapat dipisahkan melalui proses penggilingan (Kent 1975).

Bran merupakan kulit luar gandum dan terdapat sebanyak 14.5% dari

total keseluruhan gandum. Bran terdiri dari 5 lapisan yaitu epidermis (3.9%), epikarp (0.9%), endokarp (0.9%), testa (0.6%), dan aleuron (9%). Bran

memiliki granulasi lebih besar dibanding pollard, serta memiliki kandungan protein dan kadar serat tinggi sehingga baik dikonsumsi ternak besar. Epidermis merupakan bagian terluar biji gandum, mengandung banyak debu yang apabila terkena air akan menjadi liat dan tidak mudah pecah. Fenomena inilah yang dimanfaatkan pada penggilingan gandum menjadi tepung terigu agar lapisan epidermis yang terdapat pada biji gandum tidak hancur dan mengotori tepung terigu yang dihasilkan.

Endosperma merupakan bagian yang terbesar dari biji gandum (80– 83%) yang banyak mengandung protein, pati, dan air. Proses penggilingan, bagian inilah yang akan diambil sebanyak-banyaknya untuk diubah menjadi tepung terigu dengan tingkat kehalusan tertentu. Pada bagian ini juga terdapat zat abu yang kandungannya akan semakin kecil jika mendekati inti dan akan semakin besar jika mendekati kulit (Jones et al. 1967).

Spesies-spesies yang termasuk kedalam genus Triticum

dikelompokkan menjadi tiga kelas ploidi yaitu diploid (2n=2x=14), tetraploid (2n=4x=28) dan heksaploid (2n=6x=42). Gandum terdiri dari tiga genom (A, B, D). Genom A berasal dari T. monococcum, genom D berasal dari Aegilops squarrosa (T. tauschii). Genom B belum dikenal asalnya.

T. aestivum merupakan tanaman alloheksaploid dengan susunan genom

(26)

6

Tabel 2.1 Klasifikasi beberapa spesies Triticum berdasarkan kelas ploidi

Species Genome Status

Spesies Diploid (2n = 2x = 14)

T. Monoccocum var. monoccocum AA Budidaya

T. Monoccocum var. boeoticum AA spesies liar

T. Dichasians CC spesies liar

T. Tauschii DD spesies liar

T. Comosum MM spesies liar

T. Speltoides SS spesies liar

T. Umbellatum UU spesies liar

Spesies Tetraploid (2n = 4x = 28)

T. turgidum L. var. dococcon AABB Budidaya

T. turgidum L. var. durum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. turgidum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. polonicum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. carthlicum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. dicoccoides AABB spesies liar

T. timopheevii var. araraticum AAGG spesies liar

T. cylindricum DDCC spesies liar

T. ventricosum DDMM spesies liar

T. triunciale UUCC spesies liar

T. ovatum UUMM spesies liar

T. kotschyi UUSS spesies liar

Spesies Heksaploid (2n = 6x = 42)

T. aestivum L. var. aestivum AABBDD Budidaya

T. aestivum L. var. spelta AABBDD Budidaya

T. aestivum L. var. compactum AABBDD Budidaya

T. aestivum L. var. sphaerococcum AABBDD Budidaya

T. syriacum DDMMSS spesies liar

T. juvenile DDMMUU spesies liar

T. triaristatum UUMMMM spesies liar

Fehr (1987)

2.2 Lingkungan Tumbuh Gandum

Kondisi yang paling cocok untuk tanaman gandum adalah daerah beriklim dingin dengan suhu 10–21 oC dan curah hujan sedang. Suhu dingin diperlukan pada awal penanaman dan awal pertumbuhan tanaman gandum. Gandum juga dapat ditanam di dataran tinggi tropis ataupun di dataran rendah jika tingkat kelembabannya rendah (Ginkel & Villareal 1996). Batasan garis lintang sangat menentukan pertumbuhan tanaman gandum. Gandum dapat tumbuh baik di sebelah utara khatulistiwa antara 30o sampai 50o LU dan di sebelah selatan khatulistiwa antara 25o sampai dengan 40o LS (Ginkel & Villareal 1996).

(27)

7 yang ditanam di daerah panas dan kekurangan air produksinya akan lebih rendah walaupun gandum dapat berkembang cepat di daerah panas dan lembab.

2.3 Pemuliaan Gandum

Kegiatan pemuliaan gandum diarahkan untuk mengevaluasi keragaan (performance) pada kondisi kelembaban dan suhu tinggi dikaitkan dengan serangan penyakit utama (major diseases) seperti Fusarium, karat (rust), smut, bercak daun (leaf blight), dan foot rot (Ginkel & Villareal 1996). Poehlman dan Sleper (1995) menambahkan bahwa kegiatan pemuliaan gandum ditujukan untuk memperoleh kultivar berpotensi hasil tinggi dan meningkatkan kualitas produk serta mampu beradaptasi luas pada berbagai kondisi lingkungan.

Dasar genetik pemuliaan pada tanaman serealia terhadap toleransi tidak dikontrol oleh gen tunggal. Pada tanaman gandum seberapa besar heritabilitas dan jumlah gen yang terlibat dalam toleransi suhu tinggi masih belum diketahui secara pasti. Sebagian hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh sitoplasma dan interaksi antara sitoplasma dan inti dalam mengontrol toleransi suhu tinggi, akan tetapi kesimpulan kesimpulannya terhadap karakteristik genetic sangat bervariasi (Maestri et al. 2002).

Keberhasilan program pemuliaan gandum di Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan keragaman genetik dan ketepatan metode seleksi dengan memanfaatkan informasi genetik dan heritabilitas (Roy 2000). Gandum sebagai tanaman subtropis, materi genetik pada umumnya diintroduksi dari berbagai Negara, khususnya bekerjasama dengan lembaga internasional yaitu CIMMYT. Materi genetik yang diintroduksi selanjutnya diadaptasikan di lingkungan agroekosistem tropis sebagai langkah awal penyesuaian lingkungan tumbuh dan sekaligus melakukan penapisan pada kondisi cekaman suhu tinggi.

(28)

8

2.4Pemanfaatan Mutagen pada Gandum

Proses mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun kromosom suatu individu tanaman sehingga memperlihatkan penyimpangan (perubahan) dari individu asalnya dan bersifat baka (diturunkan). Mutasi dapat terjadi secara alamiah, tetapi frekuensinya sangat rendah, yaitu 10-6 pada setiap generasi. Untuk mempercepat terjadinya mutasi dapat dilakukan secara buatan dengan memberikan perlakuan-perlakuan sehingga terjadi mutasi (induced mutation). Mutasi pada tanaman dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada bagian-bagian tanaman baik bentuk maupun warnanya juga perubahan pada sifat-sifat lainnya (Herawati & Setiamihardja 2000).

Mutagen kimia maupun mutagen fisika memiliki energi nuklir yang dapat merubah struktur materi genetik tanaman. Perubahan yang terjadi pada materi genetik dikenal dengan istilah mutasi (mutation). Secara relatif, proses mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman baik ke arah positif maupun negatif, dan kemungkinan mutasi yang terjadi dapat juga kembali normal (recovery). Mutasi yang terjadi ke arah “sifat positif” dan terwariskan (heritable) ke generasi-generasi berikutnya merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman. Sifat positif yang dimaksud adalah relatif, tergantung pada tujuan pemuliaan tanaman.

Iradiasi adalah suatu pancaran energi yang berpindah melalui partikel-partikel yang bergerak dalam ruang atau melalui gerak gelombang cahaya. Zat yang dapat memancarkan iradiasi disebut zat radioaktif. Zat radioaktif adalah zat yang mempunyai inti atom tidak stabil, sehingga zat tersebut mengalami transformasi spontan menjadi zat dengan inti atom yang lebih stabil dengan mengeluarkan partikel atau sifat sinar tertentu. Proses tranformasi spontan ini disebut peluruhan, sedangkan proses pelepasan partikel atau sinar tertentu disebut iradiasi. Iradiasi yang terjadi akibat peluruhan inti atom dapat berupa partikel alfa, beta, dan sinar gamma. Pada umumnya sinar gamma yang digunakan untuk radiasi adalah hasil peluruhan inti atom Cobalt-60. Cobalt-60 adalah sejenis metal yang mempunyai karateristik hampir sama dengan besi atau nikel (Sinaga 2000).

Penggunaan sinar gamma neutron dalam pemuliaan mutasi berkembang dengan pesat setelah perang Dunia II. Lebih dari 10 tahun berbagai penelitian ditujukan untuk meneliti pengaruh perlakuan radiasi atau perlakuan tambahan sebelum dan sesudah radiasi sehingga hasilnya akan lebih terarah dan lebih praktis. Semenjak itu penggunaan mutasi buatan dalam pemuliaan tanaman mulai berkembang di negara-negara berkembang terutama di Asia. Beberapa varietas tanaman hasil mutasi buatan telah diperoleh dan dikembangkan sebagai varietas baru (Mugiono 2001).

(29)

9 enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan terhambat. Struktur DNA yang terganggu akan menyebabkan enzim yang dihasilkan kehilangan fungsinya. Perlakuan radiasi dapat menyebabkan enzim yang merangsang pertunasan menjadi tidak aktif, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Cassaret 1961). Perlakuan dengan mutagen dapat menyebabkan sterilitas, yaitu : terhambatnya pertumbuhan sehingga menghalangi pembungaan, terbentuknya bunga yang tidak sempurna, terbentuknya bunga dengan tepung sari mandul, pembentukan embrio yang gugur sebelum masak, biji terbentuk tetapi tidak mampu berkecambah (Mugiono 2001).

Pengaruh peningkatan dosis mutagen terhadap kerusakan fisiologis memberikan kurva sigmoid, dimana kerusakan atau kematian tidak terjadi sekaligus sesuai dengan meningkatnya dosis. Hal ini menunjukkan bahwa suatu molekul atau sel yang peka maka molekul atau sel tersebut akan rusak atau mati. Sebaliknya apabila yang terkena radiasi adalah molekul atau sel yang tidak peka maka sel atau molekul tersebut tidak mati. Makin tinggi dosis maka makin banyak terjadi mutasi dan makin tinggi pula kerusakannya (Mugiono 2001).

Berbagai macam mutasi menurut Sastrosumarjo et al. (2006) dan Acquaah (2007) yaitu :

1 Mutasi genom, poliploidi pada tanaman mencerminkan bahwa satu set atau lebih set kromosom ditambahkan pada kromosom diploid misalnya triploid disimbolkan 2x + x = 3x, tetraploid 2x + 2x = 4x (dimana x adalah jumlah kromosom dasar). Pengaruh beberapa mutagen dapat merubah tingkat ploidi pada genom tanaman.

2 Mutasi kromosom, pengaruh bahan mutagen, khususnya radiasi yang paling banyak terjadi pada kromosom tanaman adalah pecahnya benang kromosom. Pecahnya benang kromosom dibagi dalam 4 kelompok yaitu : translokasi, inversi, duplikasi, dan delesi.

3 Mutasi gen, bahan mutagen tertentu dapat menginduksi perubahan spesifik susunan pasangan basa dalam struktur DNA. Perubahan yang terjadi disebut mutasi gen.

4 Mutasi di luar inti sel, pada kenyataannya tidak semua materi genetik (DNA) berada di dalam inti sel. Sitoplasma sel terdapat banyak organel diantaranya kloroplas (chloroplast) dan mitokondria (mitochondria) yang masing-masing berfungsi dalam proses fotosintesis dan sintesa adenosin triposfat (ATP). Kloroplas dan mitokondria ternyata mengandung materi genetik (gen atau DNA) yang juga dapat termutasi. Mutasi gen kloroplas atau mitokondria sering disebut mutasi diluar inti atau extranuclear mutation.

2.5Keragaman Genetik dan Heritabilitas

(30)

10

Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat menghasilkan varietas baru yang lebih baik (Welsh 2005). Variasi yang ditimbulkan ada yang dapat langsung dilihat, misalnya adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada yang tidak), ini yang disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun ada pula variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misalnya tingkat produksi, jumlah anakan dan tinggi tanaman (Mangoendidjojo 2003).

Fehr (1987) menyebutkan bahwa heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien dan dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya. Korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi tanaman, untuk mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi terhadap produktivitas yang tinggi (Suharsono et al. 2006; Wirnas et al, 2006).

Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh 2005). Hanson (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat maka makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan.

Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotipe yang diharapkan akan besar (Bahar & Zein 1993). Apabila pendugaan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa pengaruh genetik lebih besar terhadap fenotipe dibandingkan dengan pengaruh lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya.

(31)
(32)

12

3

KERAGAMAN GENETIK GALUR-GALUR PUTATIF

MUTAN GANDUM GENERASI M5

DI LINGKUNGAN OPTIMUM

Abstract

The cultivation of wheat in Indonesia has been faced with problems such as high temperatures which has a negative effect on yield. The aims of the research were to obtain informations on performance, genetic variability and heritability of some agronomic characters of M5 wheat used augmented design. Genetic meterials evaluated consist of 98 M5 putative mutant lines and six varieties as check, namely: Dewata, Selayar, Oasis, Rabe, Kasifbey, dan Basribey. The research was conducted at Research Station of BALITHI, Cipanas. Data analysis revealed highly significant for traits observed among mutant lines and check varieties evaluated. High heritability estimates were observed for plant height, tiller number, days to flowering, days to maturity, spike lenght, spikelet number, unfilled grain number, seed number per spike, seed weight per spike, and seed weight per plant. The estimated genotypic coefficient of variation (GCV) were high for unfilled grain number and seed weight per plant. Based on seed weight per plant were selected 30 best putative mutant lines.

Key word: heritability, putative mutant lines, Triticum aestivum

Abstrak

Budidaya gandum di Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, di antaranya suhu lingkungan yang cukup tinggi sehingga berdampak negatif pada daya hasil. Tujuan penelitian ini untuk menduga keragaan, keragaman genetik dan nilai heritabilitas beberapa karakter agronomi genotipe M5 gandum menggunakan rancangan perbesaran. Material genetik yang diuji terdiri dari 98 galur putatif mutan M5 dan enam varietas sebagai cek, Dewata, Selayar, Oasis, Rabe, Kasifbey dan Basribey. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan BALITHI, Cipanas. Analisis data menunjukkan pengaruh nyata untuk karakter-karakter yang diamati antara galur mutan dan varietas pembanding. Nilai duga heritabilitas tinggi terdapat pada karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah spikelet, jumlah floret hampa, jumlah biji per malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman. Nilai duga koefisien keragaman genetik (KKG) tinggi terdapat pada karakter jumlah floret hampa dan bobot biji per tanaman. Berdasarkan bobot biji per tanaman dan persentase floret hampa diperoleh 30 galur putatif mutan terbaik.

(33)

13 3.1 Pendahuluan

Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman alloheksaploid yang berasal dari daerah subtropis (Sleeper & Poehlman 2006). Pengembangan gandum di Indonesia lebih diarahkan untuk dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 800 m di atas permukaan laut (dpl) dan suhu sekitar 22–24 oC.

Terbatasnya jumlah varietas gandum yang mampu beradaptasi dengan baik di dataran tinggi Indonesia juga merupakan kendala dalam usaha produksi gandum sehingga upaya untuk menghasilkan varietas gandum masih diperlukan. Sejauh ini, Indonesia telah memiliki tiga varietas gandum yang mampu beradaptasi baik di dataran tinggi wilayah tropis yaitu Nias, Dewata dan Selayar serta baru dirilis tiga varietas yaitu Guri-1, Guri-2 dan Ganosha.

Usaha untuk mendapatkan varietas gandum adaptif kondisi tropis dapat dilakukan dengan berbagai metode pemuliaan tanaman seperti induksi mutasi dan persilangan yang diikuti dengan seleksi. Menurut Syukur et al.

(2010), perbaikan tanaman melalui program pemuliaan tanaman membutuhkan banyak informasi antara lain tentang keragaman genetik dan heritabilitas.

Heritabilitas adalah proporsi keragaman genetik dalam suatu populasi yang diwariskan dari tetua kepada turunannya. Heritabilitas dapat dianalisis berdasarkan perbandingan keragaman genetik dengan keragaman fenotipe. Heritabilitas dapat dibagi dalam dua bentuk yaitu broad-sense heritability

yang merefleksikan semua kemungkinan kontribusi faktor genetik terhadap keragaman fenotipe, sedangkan yang kedua adalah narrow-sense heritability

yang merupakan perbandingan keragaman genetik aditif terhadap keragaman fenotipe (Roy 2000).

Heritabilitas dalam pemuliaan tanaman memiliki fungsi sebagai salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien dan efektif untuk menggambarkan seleksi genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya (Fehr 1987). Menurut Sleeper dan Poelhman (2006) heritabilitas merupakan tolok ukur yang menentukan apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan dan keragaman genetik serta nilai heritabilitas karakter agronomi galur-galur mutan M5.

3.2Metode Penelitian

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Agustus 2012 di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias, Cipanas dengan ketinggian 1100 m dpl.

Bahan Genetik

(34)

14

genotipe M5-Oasis, 22 genotipe M5-Rabe, 21 genotipe M5-Kasifbey, dan 5 genotipe M5-Basribey, serta enam varietas pembanding (cek) yaitu Dewata, Selayar, Oasis, Rabe, Kasifbey, dan Basribey.

Prosedur Percobaan

Percobaan disusun dalam bentuk rancangan perbesaran dengan genotipe sebagai perlakuan. Genotipe yang digunakan dalam percobaan ini dikelompokkan menjadi dua yaitu galur putatif mutan generasi M5 dan varietas pembanding, sehingga total genotipe yang digunakan adalah 104 genotipe. Generasi M5 ditanam tanpa ulangan, sedangkan keenam varietas pembanding diulang tiga kali. Areal percobaan dibuat dalam tiga blok dengan ukuran 1.5 m x 50.4 m yang masing-masing blok mewakili setiap ulangan dan setiap blok dibagi menjadi plot dengan ukuran 1 m x 1.5 m. Penanaman dilakukan dengan cara dilarik dan jarak antar larikan sebesar 30 cm dan setiap plot terdiri dari tiga larikan. Pemupukan dilakukan dua kali, yaitu pemupukan pertama pada umur 10 hari setelah tanam dengan dosis 150 kg ha-1 Urea, 200 kg ha-1 SP36 dan 100 kg ha-1 KCl. Pemupukan kedua pada umur 30 hari setelah tanam dengan dosis 150 kg ha-1 Urea.

Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh dalam setiap plot dengan peubah-peubah sebagai berikut: tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah spikelet per malai, jumlah floret hampa, persentase floret hampa, jumlah biji per malai, bobot biji per malai, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Umur berbunga dan umur panen pada setiap satuan percobaan.

Analisis Data

Analisis ragam dilakukan dengan menggunakan sofware SAS v9.1. Nilai heritabilitas arti luas dihitung berdasarkan pemisahan nilai kuadrat tengah harapan (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Sidik ragam rancangan perbesaran (augmented design)

SK Db JK KT EKT

Blok r-1 JKb KTb

Genotipe (m+c)-1 JKg KTg

Mutan (M) m-1 JKm KTm �2 +�2

Cek (C) c-1 JKc KTc �2 + �2

M x C 1 JKmxc KTmxc

Galat (c-1)(r-1) JKe KTe �2

Total (rc+m)-1 JKT

SK= sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat tengah, EKT= estimasi kuadrat tengah, r=ulangan, m=galur putatif mutan, c= varietas pembanding

Sharma (2006)

Perhitungan komponen ragam diperoleh berdasarkan rumus berikut:

�2 = / ;

�2 = (� � − � )/ ; ��2 = ��2+�2 ;

ℎ2 =

(35)

15 Keterangan:

ℎ2 = heritabilitas arti luas; 2 = ragam lingkungan;

�2 = ragam fenotipe;

��2 = ragam genetik (mutan); x = nilai tengah seluruh genotipe. Nilai heritabilitas diklasifikasikan sebagai berikut:

0 < h2 < 20% (rendah); 20% < h2 < 50% (sedang); 50% < h2 < 100% (tinggi). (Zen & Bahar 1996)

Kriteria koefisien keragaman genetik (KKG) relatif adalah sebagai berikut: rendah (0% < x < 25%);

agak rendah (25% < x < 50%); cukup tinggi (50% < x < 75%); tinggi ( 75% < x < 100%) (Moedjiono & Mejaya 1994).

Luas atau sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter ditentukan berdasarkan ragam genetik menurut rumus berikut:

��2 = 22[ � � 2

( +2)+

� 2 ( +2)];

Keterangan: �2=standar deviasi ragam genetik; KTm2= kuadrat tengah

ragam genetik (mutan); KTe2= kuadrat tengah ragam lingkungan; r= ulangan; dbm= derajat bebas mutan; dbe= derajat bebas lingkungan.

Apabila �2 > 2 �2: keragaman genetiknya luas, sedangkan �2 < 2 �2:

keragaman genetiknya sempit (Asghar & Mehdi 2010).

3.3 Hasil dan Pembahasan

(36)
[image:36.595.88.454.110.310.2]

16

Tabel 3.2 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe, mutan, dan cek terhadap karakter agronomi gandum di dataran tinggi

Karakter Kuadrat tengah

Genotipe Mutan Cek

Tinggi tanaman 188.2** 177.1** 441.4**

Jumlah anakan 5.3** 4.8** 4.3**

Umur berbunga 9.9** 9.5** 13.8**

Umur panen 24.1** 23.1** 44.4**

Panjang malai 1.2** 1.1** 2.2**

Jumlah spikelet malai-1 4.4** 4.1** 11.3**

Jumlah floret hampa 26.3** 24.1** 41.1**

Persentase floret hampa 53.5** 4.9** 95.6**

Jumlah biji malai-1 55.1** 55.5** 55.7**

Bobot biji malai-1 0.1** 0.1** 0.1**

Jumlah biji tanaman-1 20222.1** 20295.1** 22848.7**

Bobot biji tanaman-1 31.2** 29.0** 45.6**

** = nyata pada taraf 1%; * = nyata pada taraf 5%

Uji DMRT memperlihatkan varietas Selayar nyata lebih tinggi tanamannya dibandingkan dengan varietas lainnya (Tabel 3.3). Varietas Dewata, Kasifbey dan Basribey nyata lebih lama umur berbunganya dibandingkan dengan varietas Selayar dan Rabe. Varietas Oasis dan Basribey nyata lebih lama umur panennya dibandingkan dengan varietas Selayar dan Rabe. Varietas Selayar nyata lebih panjang malainya dibandingkan dengan varietas Oasis, Rabe dan Basribey. Varietas Dewata dan Kasifbey nyata lebih banyak jumlah spiklet per malainya dibandingkan dengan varietas Selayar dan Rabe. Varietas Dewata dan Kasifbey nyata lebih banyak jumlah floret hampanya dibandingkan dengan varietas Rabe dan Basribey. Varietas Kasifbey nyata lebih besar persentase floret hampanya dibandingkan dengan varietas lainnya. Varietas Dewata dan Oasis nyata lebih besar bobot biji per malainya dibandingkan dengan varietas Selayar, Rabe dan Kasifbey. Menurut Zecevic et al. (2010) bobot biji per malai merupakan karakter komponen hasil yang sangat penting karena memiliki pengaruh langsung terhadap indeks panen dan hasil. Varietas Dewata, Oasis, Kasifbey dan Basribey nyata lebih berat bobot biji per tanamannya dibandingkan dengan varietas Rabe. Menurut Nur et al.

(37)
[image:37.595.144.514.102.329.2]

17 Tabel 3.3 Keragaan varietas pembanding gandum

Karakter Varietas

Dewata Selayar Oasis Rabe Kasifbey Basribey TT (cm) 092.2b 104.9a 074.5c 081.5bc 075.7c 076.0c JA (anakan) 011.8 013.1 011.3 009.8 011.3 012.8 UB (hari) 061.3a 057.7bc 059.7ab 055.7c 060.7a 060.3a UP (hari) 093.7abc 089.7c 098.7a 090.8bc 097.2ab 098.0a PM (cm) 011.3ab 011.9a 010.3bc 009.5c 011.4ab 010.5bc JSM (spikelet) 021.9a 018.0b 020.8ab 018.0b 022.6a 020.6ab JFH (floret) 010.7a 007.3ab 007.0ab 004.2b 012.6a 002.8b PFH (%) 014.8b 013.6b 013.4b 013.0b 022.8a 005.1c JBM (biji) 057.2 052.7 048.6 048.1 048.7 057.2 BBM (g) 002.2a 001.8b 002.1a 001.7b 001.8b 002.0ab JBT (biji) 532.6 515.2 399.8 340.6 420.7 561.7 BBT (g) 023.6a 019.0ab 020.6a 013.3b 021.7a 023.7a

TT= tinggi tanaman, JA= jumlah anakan, UB= umur berbunga, UP= umur panen, PM= panjang malai, JSM= jumlah spikelet per malai, JFH= jumlah floret hampa, PFH= persentase floret hampa, JBM= jumlah biji per malai, BBM= bobot biji per malai, JBT= jumlah biji per tanaman, BBT= bobot biji per tanaman. Huruf kecil merupakan hasil uji DMRT dibaca secara horizontal pada karakter yang sama. Angka dalam baris yang

diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5%.

Tabel 3.4 menunjukkan bahwa galur putatif mutan M5-Dewata berbeda nyata lebih kecil dibandingkan dengan varietas Dewata pada karakter tinggi tanaman, umur berbunga dan jumlah biji per tanaman. Berdasarkan besarnya selisih nilai standar deviasi antara M5-Dewata dengan varietas Dewata maka melalui karakter tinggi tanaman, persentase floret hampa dan jumlah biji per tanaman dapat diperoleh galur putatif mutan yang lebih baik dari varietas pembandingnya. Galur putatif mutan M5-Selayar berbeda nyata lebih kecil dibandingkan dengan varietas Selayar pada karakter tinggi tanaman, jumlah anakan dan panjang malai, namun berbeda nyata lebih besar pada karakter jumlah spikelet per malai. Berdasarkan besarnya selisih nilai standar deviasi antara M5-Selayar dengan varietas Selayar maka melalui karakter persentase floret hampa, jumlah biji per malai dan jumlah biji per tanaman dapat diperoleh galur putatif mutan yang lebih baik dari varietas pembandingnya. Komalasari dan Hamdani (2010) melaporkan bahwa terdapat perbedaan penampilan karakter hasil, jumlah malai per meter, jumlah biji per malai, panjang malai, bobot 1000 biji, tinggi tanaman, umur berbunga dan umur panen pada 15 varietas gandum yang diuji.

Semua karakter pada galur putatif mutan M5-Dewata memiliki nilai standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan varietas Dewata. Pada galur putatif mutan M5-Selayar hampir semua karakter memiliki standar deviasi lebih besar dibandingkan varietas Selayar, kecuali karakter umur panen.

(38)

18

Tabel 3.4 Hasil uji t karakter agronomi galur putatif mutan gandum (M5-Dewata, M5-Selayar) dengan varietas tetua asalnya ((M5-Dewata, Selayar) dan kisaran populasi galur putatif mutan gandum generasi M5

Karakter Rataan Prob | t |

Dewata M5-Dewata

Tinggi tanaman (cm) 92.2 + 4.0 82.8 + 12.0 0.032

Jumlah anakan 11.8 + 1.5 9.2 + 2.1 0.086

Umur berbunga (hari) 61.3 + 1.2 57.1 + 5.3 0.011 Umur panen (hari) 93.7 + 1.5 95.7 + 4.3 0.166 Panjang malai (cm) 11.3 + 0.2 10.5 + 1.4 0.053 Jumlah spikelet malai-1 21.9 + 0.7 20.6 + 2.7 0.117 Jumlah floret hampa 10.7 + 0.3 10.6 + 5.8 0.953 Persentase floret hampa 14.8 + 0.9 16.7 + 8.6 0.420 Jumlah biji malai-1 57.2 + 5.8 52.7 + 7.6 0.326 Bobot biji malai-1 (g) 2.2 + 0.1 2.0 + 0.3 0.064 Jumlah biji tanaman-1 532.6 + 35.5 436.6 + 139.4 0.033 Bobot biji tanaman-1 (g) 23.6 + 4.9 16.5 + 5.3 0.147

Karakter Rataan Prob | t |

Selayar M5-Selayar

Tinggi tanaman (cm) 104.9 + 3.8 85.2 + 10.1 0.001

Jumlah anakan 13.1 + 0.6 9.5 + 2.7 0.005

Umur berbunga (hari) 57.7 + 1.2 58.3 + 2.2 0.521 Umur panen (hari) 89.7 + 5.4 95.8 + 4.9 0.164 Panjang malai (cm) 11.9 + 0.4 10.2 + 0.8 0.001 Jumlah spikelet malai-1 18.0 + 0.9 20.0 + 1.9 0.043 Jumlah floret hampa 7.3 + 1.8 10.3 + 6.0 0.217 Persentase floret hampa 13.6 + 3.1 17.1 + 9.5 0.354 Jumlah biji malai-1 52.7+ 0.6 51.7 + 8.8 0.756 Bobot biji malai-1 (g) 1.8 + 0.0 1.8 + 0.4 0.849 Jumlah biji tanaman-1 515.2 + 104.3 446.3 + 149.1 0.418 Bobot biji tanaman-1 (g) 19.0 + 0.3 15.9 + 5.6 0.141

Berbeda nyata jika prob | t | < 0.05, berbeda sangat nyata jika prob | t | < 0.01

[image:38.595.76.455.106.534.2]
(39)

19 Hampir pada semua karakter galur putatif mutan M5-Oasis memiliki standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan varietas Oasis, kecuali karakter panjang malai dan jumlah spikelet per malai. Begitu juga dengan galur putatif mutan M5-Rabe hampir pada semua karakter memiliki standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan varietas Rabe, kecuali karakter jumlah anakan.

Tabel 3.5 Hasil uji t karakter agronomi galur putatif mutan gandum (M5-Oasis, M5-Rabe) dengan varietas tetua asalnya (Oasis, Rabe) dan kisaran populasi galur putatif mutan gandum generasi M5

Karakter Rataan Prob | t |

Oasis M5-Oasis

Tinggi tanaman (cm) 74.5 + 10.5 82.6 + 11.2 0.336

Jumlah anakan 11.3 + 0.5 9.9 + 2.2 0.014

Umur berbunga (hari) 59.7 + 2.1 58.1 + 2.3 0.352 Umur panen (hari) 98.7 + 3.5 95.9 + 4.8 0.349 Panjang malai (cm) 10.3 + 1.0 10.5 + 0.9 0.746 Jumlah spikelet malai-1 20.8 + 2.4 20.4 + 1.7 0.793 Jumlah floret hampa 7.0 + 3.5 9.2 + 5.1 0.395 Persentase floret hampa 13.4 + 5.5 14.9 + 8.1 0.696 Jumlah biji malai-1 48.6 + 1.0 54.5 + 8.4 0.003 Bobot biji malai-1 (g) 2.1 + 0.2 2.0 + 0.3 0.491 Jumlah biji tanaman-1 399.8 + 162.0 481.3 + 147.5 0.493 Bobot biji tanaman-1 (g) 20.6 + 1.4 17.8 + 5.0 0.052

Karakter Rataan Prob | t |

Rabe M5-Rabe

Tinggi tanaman (cm) 81.5 + 1.9 89.7 + 17.3 0.046

Jumlah anakan 9.8 + 3.7 9.6 + 2.6 0.953

Umur berbunga (hari) 55.7 + 2.3 57.8 + 3.4 0.251 Umur panen (hari) 90.8 + 1.8 94.2 + 4.7 0.051 Panjang malai (cm) 9.5 + 0.4 10.3 + 1.4 0.067 Jumlah spikelet malai-1 18.0 + 0.8 20.5 + 2.7 0.005 Jumlah floret hampa 4.2 + 1.1 12.3 + 4.2 0.000 Persentase floret hampa 13.0 + 0.7 19.7 + 6.0 0.000 Jumlah biji malai-1 48.1 + 0.9 51.0 + 8.0 0.114 Bobot biji malai-1 (g) 1.7 + 0.0 1.8 + 0.3 0.318 Jumlah biji tanaman-1 340.6 + 192.8 448.9 + 166.1 0.451 Bobot biji tanaman-1 (g) 13.3 + 4.0 15.9 + 5.7 0.378

Berbeda nyata jika prob | t | < 0.05, berbeda sangat nyata jika prob | t | < 0.01

[image:39.595.123.513.222.616.2]
(40)

20

dengan varietas Basribey maka melalui karakter jumlah biji per malai dan bobot biji per tanaman dapat diperoleh galur putatif mutan yang lebih baik dari varietas pembandingnya (Tabel 3.6).

Beberapa karakter galur putatif mutan M5-Kasifbey memiliki standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan varietas Kasifbey, kecuali karakter panjang malai, jumlah spikelet per malai, jumlah floret hampa, jumlah biji per malai dan bobot biji per tanaman. Semua karakter galur putatif mutan M5-Basribey memiliki standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan varietas Basribey.

Tabel 3.6 Hasil uji t karakter agronomi galur putatif mutan gandum (M5-Kasifbey, M5-Basribey) dengan varietas tetua asalnya (Kasifbey, Basribey) dan kisaran populasi galur putatif mutan gandum generasi M5

Karakter Rataan Prob | t |

Kasifbey M5-Kasifbey

Tinggi tanaman (cm) 75.7 + 8.3 84.1 + 14.1 0.236 Jumlah anakan 11.3 + 0.9 10.0 + 2.1 0.095 Umur berbunga (hari) 60.7 + 1.5 58.2 + 2.1 0.089 Umur panen (hari) 97.2 + 2.0 97.7 + 5.1 0.745 Panjang malai (cm) 11.4 + 1.4 10.3 + 1.1 0.329 Jumlah spikelet malai-1 22.6 + 2.4 20.9 + 1.7 0.364 Jumlah floret hampa 12.6 + 6.2 11.8 + 4.5 0.859 Persentase floret hampa 22.8 + 5.8 18.6 + 7.2 0.375 Jumlah biji malai-1 48.7 + 8.6 52.4 + 7.1 0.553 Bobot biji malai-1 (g) 1.8 + 0.2 1.9 + 0.3 0.676 Jumlah biji tanaman-1 420.7 + 229.5 467.8 + 134.2 0.762 Bobot biji tanaman-1 (g) 21.7 + 7.6 16.9 + 5.4 0.402

Karakter Rataan Prob | t |

Basribey M5-Basribey

Tinggi tanaman (cm) 76.0 + 4.4 75.4 + 5.2 0.895 Jumlah anakan 12.8 + 0.5 10.3 + 2.9 0.130 Umur berbunga (hari) 60.3 + 0.6 58.8 + 2.2 0.209 Umur panen (hari) 98.0 + 3.6 99.4 + 4.1 0.640 Panjang malai (cm) 10.5 + 0.6 10.4 + 0.9 0.899 Jumlah spikelet malai-1 20.6 + 0.5 20.1 + 1.6 0.574 Jumlah floret hampa 2.8 + 0.5 8.4 + 3.8 0.033 Persentase floret hampa 5.1 + 1.4 13.8 + 6.1 0.038 Jumlah biji malai-1 57.2 + 1.3 54.2 + 8.6 0.487 Bobot biji malai-1 (g) 2.0 + 0.1 2.2 + 0.3 0.313 Jumlah biji tanaman-1 561.7 + 30.0 505.7 + 206.9 0.584 Bobot biji tanaman-1 (g) 23.7 + 1.1 20.3 + 8.3 0.414

Berbeda nyata jika prob | t | < 0.05, berbeda sangat nyata jika prob | t | < 0.01

[image:40.595.85.453.234.673.2]
(41)

21 bahwa pemuliaan mutasi dapat memperbesar keragaman genetik, sehingga penampilan yang dihasilkan akan memiliki dua kemungkinan yaitu lebih baik dari varietas tetua asalnya atau sebaliknya. Soedjono (2003) menyatakan bahwa kegiatan pemuliaan memerlukan keragaman genetik yang luas untuk memperoleh varietas unggul baru dengan sifat-sifat yang diinginkan. Mutasi induksi merupakan terobosan dalam perbaikan sifat tanaman terutama yang sukar diperbaiki secara konvensional.

Hasil pendugaan nilai ragam genotipe, ragam fenotipe, ragam lingkungan dan heritabilitas disajikan pada Tabel 3.7. Nilai duga heritabilitas berkisar 26.2–85.4%. Terdapat 10 karakter yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi yaitu karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah spikelet per malai, jumlah floret hampa, jumlah biji per malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman. Nilai heritabilitas yang tinggi mampu memberikan informasi bahwa seleksi efektif dilakukan pada karakter tersebut. Sleeper dan Poelhman (2006) menyatakan bahwa heritabilitas merupakan tolok ukur yang menentukan apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan.

Nilai duga heritabilitas suatu karakter perlu diketahui untuk menentukan karakter tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi berarti faktor keragaman genetik berperan penting dalam penampilan fenotipe pada tanaman. Nilai heritabilitas yang tinggi ini memberikan arti bahwa faktor genetik memberikan kontribusi penting dalam proses seleksi berikutnya karena seleksi pada populasi yang memiliki heritabilitas tinggi akan lebih efektif daripada populasi yang memiliki heritabilitas rendah (Yunianti et al. 2010; Ishak 2012; Sabu et al. 2009). Hal ini disebabkan pengaruh genetiknya yang lebih besar dari pada pengaruh lingkungan yang berperan dalam ekspresi karakter tersebut. Beberapa penelitian telah menggunakan nilai heritabilitas sebagai kriteria seleksi pada beberapa komoditi tanaman, antara lain Wirnas

et al. (2006) pada kedelai, Sudarmadji et al. (2007) pada wijen, Saleem et al. (2008) pada padi, Martono (2009) pada nilam, Sa’diyah et al. (2009) pada kacang panjang dan Arif et al. (2012) pada cabai.

Hasil penelitian gandum beberapa peneliti, antara lain Budiarti et al.

(42)

22

Tabel 3.7 Nilai duga ragam fenotipe, ragam genetik dan heritabilitas arti luas karakter agronomi galur putatif mutan gandum generasi M5

Karakter �2 �2 2�2 �2 h2bs KKG

Tinggi tanaman 71.1 59.0 11.2 12.1 83.0 9.1

Jumlah anakan 2.6 1.6 0.5 1.0 61.7 13.0

Umur berbunga 3.7 3.2 0.6 0.5 85.4 3.1

Umur panen 11.4 7.7 2.2 3.7 67.4 2.9

Panjang malai 0.5 0.4 0.1 0.2 70.2 5.8

Jumlah spikelet malai-1 2.1 1.4 0.4 0.7 65.1 5.7 Jumlah floret hampa 11.2 8.0 2.0 3.2 71.5 26.3 Persentase floret hampa 6.3 1.6 2.2 4.6 26.2 7.4 Jumlah biji malai-1 24.6 18.5 4.2 6.1 75.2 8.2 Bobot biji malai-1 4.1×10-2 3.3×10-2 0.6×10-2 0.7×10-2 81.7 9.5 Jumlah biji tanaman-1 14794.2 6765.0 3944.4 8029.1 45.7 17.8 Bobot biji tanaman-1 13.0 9.7 2.2 3.4 74.2 18.4

Nilai KKG terendah ditunjukkan oleh karakter umur panen, sedangkan nilai KKG tertinggi dihasilkan oleh jumlah floret hampa dan bobot biji per tanaman. Kumar et al. (2014) melaporkan KKG terendah pada karakter umur berbunga dan umur panen sedangkan KKG tertinggi pada karakter jumlah anakan dan bobot biji per tanaman. Ali et al. (2008) melaporkan KKG terendah pada persentase fertilitas sedangkan tertinggi pada karakter bobot biji per tanaman. Natawijaya (2012), menunjukkan bahwa karakter luas daun bendera, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman memiliki keragaman genetik yang tertinggi sehingga tekanan seleksi dapat dilakukan pada karakter-karakter yang memperlihatkan keragaman genetik yang tinggi, selain itu karakter ini dapat digunakan sebagai karakter seleksi. Nur et al. (2012) juga melaporkan bahwa keragaman genetik yang luas mengindikasikan adanya peluang perbaikan karakter gandum melalui karakter tersebut. Karakter dengan nilai heritabilitas tinggi dan diikuti oleh keragaman genetik luas adalah jumlah anakan produktif, jumlah spikelet dan luas daun.

Nilai KKG absolut 46.46% ditetapkan sebagai nilai relatif 100%, sehingga diperoleh nilai absolut kriteria tersebut rendah (2.9% < x < 7.4%), agak rendah (7.4% < x < 17.8%), cukup tinggi (17.8% < x < 18.4%) dan tinggi (18.4% < x < 26.3%). Menurut Bahar dan Zen (1993), karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi, ragam genetik tinggi, pada umumnya akan memiliki nilai KKG tinggi untuk masing-masing karakter. KKG digunakan untuk mengukur keragaman genetik suatu sifat tertentu dan untuk membandingkan keragaman genetik berbagai sifat tanaman. Tingginya nilai KKG menunjukkan peluang terhadap usaha-usaha perbaikan yang efektif melalui seleksi. Berdasarkan pada nilai parameter genetik tersebut dapat dilakukan seleksi terhadap karakter kuantitatif tanpa mengabaikan nilai tengah populasi yang bersangkutan.

[image:42.595.60.464.112.285.2]
(43)

23 Tanaman gandum memiliki dua fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif diawali pada masa perkecembahan, pertambahan tinggi, pembentukan daun dan pembentukan anakan. Fase generatif diawali ketika memasuki masa pembentukan bunga (floret) hingga panen. Masa pembentukan floret dibagi atas beberapa tahapan yaitu masa inisiasi (booting), masa munculnya floret (heading) dan masa pecahnya anter (anthesis). Kondisi suhu tinggi mempengaruhi masa pembentukan floret terutama pada saat masa munculnya floret hingga proses antesis (Calderini et al. 2001). Proses antesis terganggu akan berdampak pada viabilitas pollen sehingga proses pembuahan tidak terjadi. Proses pembuahan yang tidak terjadi berdampak pada kegagalan pembentukan biji sehingga menghasilkan floret hampa.

[image:43.595.127.513.389.633.2]

Selain untuk memperbaiki potensi hasil, tujuan perakitan varietas gandum di Indonesia juga diarahkan untuk memperbaiki toleransi terhadap suhu tinggi. Karakter persentase floret hampa sebagai penciri toleransi terhadap suhu tinggi dapat dipertimbangkan sebagai karakter seleksi (Natawijaya 2012). Oleh sebab itu, seleksi dilakukan pada karakter bobot biji per tanaman sebagai penciri untuk potensi hasil dan persentase floret hampa sebagai penciri untuk toleransi terhadap suhu tinggi.

Tabel 3.8 Rataan 30 galur-galur putatif mutan gandum generasi M5 terbaik berdasarkan bobot biji tanaman-1 dan persentase floret hampa

Genotipe BBT

(g)

PFH

(%) Genotipe

BBT (g)

PFH (%) M5-Basribey-5 33.2 5.5 M5-Oasis-22 20.1 10.9 M5-Kasifbey-15 28.9 6.1 M5-Dewata-15 20.0 8.3 M5-Dewata-16 25.2 5.3 M5-Rabe-3 19.9 16.3 M5-Oasis-6 25.1 1.4 M5-Kasifbey-14 19.9 16.4 M5-Oasis-24 24.8 7.1 M5-Oasis-9 19.7 9.7 M5-Oasis-14 24.8 9.0 M5-Selayar-1 19.5 12.2 M5-Kasifbey-12 23.9 10.8 M5-Oasis-10 19.5 8.2 M5-Selayar-3 23.2 7.6 M5-Kasifbey-6 18.9 12.7 M5-Oasis-8 23.0 15.2 M5-Rabe-4 18.7

Gambar

Gambar 1.1 Bagan alir penelitian
Tabel 2.1 Klasifikasi beberapa spesies Triticum berdasarkan kelas ploidi
Tabel 3.2 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe, mutan, dan cek terhadap  karakter agronomi gandum di dataran tinggi
Tabel 3.3 Keragaan varietas pembanding gandum
+7

Referensi

Dokumen terkait

segi strategi pemasaran produk bumbu masak Meurasa di Banda Aceh memiliki produk yang berkualitas, sehat, dan lezat, harga yang sesuai dengan kualitas produk, tempat

Bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah,

B adan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB University bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB dan Departemen Sains

Saya memberikan informasi terbaru yang berhubungan dengan materi pelajaran sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru yang tidak didaapatkan pada buku?. Saya menggunakan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnnya, maka terdapat tujuan tugas akhir adalah untuk membuat game yang dapat mengenalkan kesenian sunda menggunakan

informasi yang domonan dimanfaatkan, intensitas memanfaatkan sarana teknologi informasi, tingkat manfaat yang dirasakan, tingkat pengelolaan informasi dengan sarana

Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah

Terdapat penelitian yang memiliki hasil berbeda, dan dengan mengindikasi adanya perbedaan research gap dalam penelitian ini mengenai hubungan dan pengaruh Biaya