PENGARUH PEMBERIAN JENIS NUTRIEN TERHADAP
PERTUMBUHAN SERTA PERKEMBANGAN BIBIT
Nepenthes ampullaria (Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.)
PASCA AKLIMATISASI
GALUH TRI PUDYASTUNGKARA
A24070107
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Abstract
The purpose of this research to learn the effect of giving the right of nutrition on the
growth and development seeds Nepenthes ampullaria (Jack.) and Nepenthes rafflesiana (Jack.) after acclimatization. Type of nutrients which include ants, eggs of ants, caterpillars, water
washings of meat and manure. Results of research show all of nutrition can be use to grow
RINGKASAN
GALUH TRI PUDYASTUNGKARA Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Pertumbuhan serta Perkembangan Bibit Nepenthes ampullaria
(Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.) Pasca Aklimatisasi. (Dibimbing oleh Diny Dinarti dan Yupi Isnaini).
Kantong semar (Nepenthes) tergolong tanaman unik. Keunikan dari tanaman ini adalah bentuk kantong, warna kantong serta bentuk daun yang
berbeda-beda antara satu spesies dengan spesies yang lain. Tanaman Nepenthes
diklasifikasikan sebagai tanaman karnivora karena sering memangsa serangga.
Pada habitatnya di alam, Nepenthes umumnya tumbuh pada tanah yang miskin unsur hara (khususnya dalam hal nitrogen). Tanaman ini memangsa serangga
untuk mendapatkan sejumlah nitrogen dan mineralnya. Informasi mengenai jenis
nutrien yang tepat untuk Nepenthes masih terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis nutrien yang tepat untuk
pertumbuhan serta perkembangan bibit Nepenthes ampullaria (Jack) dan
Nepenthes rafflesiana (Jack) pasca aklimatisasi. Penelitian ini dilaksanakan di
green house Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Kebun Raya Bogor pada bulan Januari hingga September 2011.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan faktor tunggal yaitu jenis nutrien. Nutrien yang digunakan adalah
tanpa pemberian nutrien (kontrol), air, semut, ulat, kroto, air cucian daging,
pupuk, pupuk dengan semut, pupuk dengan ulat, pupuk dengan kroto, dan pupuk
dengan air cucian daging. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setiap
ulangan terdiri dari dua tanaman. Nepenthes ditanam pada pot plastik berdiameter 15 cm dengan menggunakan media campuran arang sekam dan cocopeat (1:1).
Nepenthes yang sudah ditanam, diletakkan di atas rak besi kemudian diberi jaring peneduh dengan intensitas cahaya 25%. Pengamatan dilakukan setiap minggu
selama 5 minggu dengan peubah yang diamati terdiri dari tinggi tanaman, jumlah
dan warna daun, jumlah dan warna kantong, panjang kantong, serta diameter
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis nutrien berpengaruh
terhadap pertumbuhan Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana 3 hingga 5 Minggu Setelah Perlakuan terutama pada pembentukan jumlah kantong baru.
Jumlah dan panjang kantong serta diameter kantong atas dan bawah pada
pemberian jenis nutrien Nepenthes ampullaria berpengaruh nyata saat 4 MSP serta Nepenthes rafflesiana saat 4 dan 5 MSP
Hasil uji lanjut menujukkan bahwa pemberian jenis nutrien semut dapat
memacu pembentukan daun dengan jumlah daun terbanyak pada Nepenthes rafflesiana yaitu 9.8 daun. Pemberian nutrien yang sama juga mampu memacu pembentukan kantong baru dengan jumlah terbanyak (0.8 kantong) pada
Nepenthes ampullaria dan 1 kantong pada Nepenthes rafflesiana. Untuk menginduksi jumlah kantong secara keseluruhan, nutrien terbaik untuk Nepenthes ampullaria adalah ulat dengan jumlah kantong terbanyak yaitu 5.3 kantong, dan pada Nepenthes rafflesiana adalah semut dengan jumlah kantong terbanyak 2.8 kantong.
Pada peubah panjang kantong, diameter atas dan bawah kantong terbaik
pada Nepenthes ampullaria terdapat pada pemberian nutrien air yaitu 2.5cm, 0.6cm, dan 0.9cm, sedangkan pada Nepenthes rafflesiana jenis nutrien terbaik terdapat pada semut yaitu 1.4cm, 0.2cm, dan 0.3cm.
Berdasarkan hasil penelitian, pemberian nutrien tidak berbeda nyata
terhadap peubah tinggi tanaman, warna daun dan warna kantong pada kedua
PENGARUH PEMBERIAN JENIS NUTRIEN TERHADAP
PERTUMBUHAN SERTA PERKEMBANGAN BIBIT
Nepenthes ampullaria (Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.)
PASCA AKLIMATISASI
Skripsi sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
GALUH TRI PUDYASTUNGKARA
A24070107
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Judul
:PENGARUH
PEMBERIAN
JENIS
NUTRIEN
TERHADAP
PERTUMBUHAN
DAN
PERKEMBANGAN
KANTONG
Nepenthes
ampullaria (Jack.) dan
Nepenthes rafflesiana (Jack.)
PASCA AKLIMATISASI
Nama
: GALUH TRI PUDYASTUNGKARA
NIM
: A24070107
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing
( Dr. Ir. Diny Dinarti, MSi ) ( Yupi Isnaini, MSi )
NIP. 19660408 199203 2 003 NIP.197112272006042002
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
( Dr. Ir. Agus Purwito M.Sc.Agr )
NIP. 196111011987031003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 24 April
1989. Penulis merupakan anak ketiga dari Bapak Dwi Harmadji dan Ibu Sri
Zunani.
Tahun 2001 penulis lulus dari SD Yapenka, kemudian pada tahun 2004
penulis menyelesaikan studi di SLTPN 86 Jakarta. Selanjutnya penulis lulus dari
SMA Sumbangsih pada tahun 2007.
Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tahun 2007 penulis aktif dalam Organisasi Masyarakat Daerah Jakarta “ J’Co (Jakarta Community)”. Tahun 2009/2010 penulis bergabung dalam Koperasi Agronomi dan Hortikultura.Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis diberi kelancaran sehingga penelitian ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Kantong Nepenthes ampullaria (Jack.) dan
Nepenthes rafflesiana (Jack.) Pasca Aklimatisasi” ini disusun untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Diny Dinarti, Msi dan Yupi Isnaini, Msi yang telah memberikan
bimbingan dan juga arahannya dalam penelitian dan penulisan skripsi ini
2. Dr. Ni Made Armini Wiendi, selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.
3. Ibu Sri Zunani dan Bapak Dwi Harmadji yang telah memberikan
dukungan, doa dan juga kesabarannya selama penulis menjalani
perkuliahan.
4. Septadi Kurniawan, Swastika Dina Priangga, Suli Lestari, Vetra Agstiana
yang selalu memberikan motivasi serta doa kepada penulis.
5. Semua Staf di Laboratorium Kultur Jaringan Kebun Raya Bogor, Pak
Darso, Teh Irma, Mba Ritah, Bu Tini yang telah banyak membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini.
6. Alfarizi yang selalu memberikan doa, motivasi, masukan dan saran serta
selalu mendampingi penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
7. Teman-teman di Laboratorium Kultur Jaringan IPB Rara dan Meyga
8. Sahabat di BLOBO, Diah, Anin, Lilis, Ega, Syifa, feni, moliya dan juga
teman-teman lainnya yang telah memberikan motivasi dan dukungan
kepada penulis.
9. Keluarga besar AGH 44 yang telah memberikan banyak motivasi, doa,
tempat saling berbagi suka maupun duka, canda tawa dan juga
10.Feni, enjim, moliya, neneng, melly, isti, lia, cutrisini dan juga
sahabat-sahabat yang lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
terimakasih atas kebersamaannya selama ini.
11.Tia Adawiyah sahabat yang selalu menjadi pelipur lara dan pemberi
motivasi kepada penulis, terimakasih atas doa, semangat dan semua yang
telah diberikan kepada penulis
Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, 2012
DAFTAR ISI
Nepenthes ampullaria (Jack.) ... 5
Nepenthes rafflesiana (Jack.) ... 7
Jenis Media Tanam ... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
Hasil ... 15
a. Jumlah Daun ... 17
b. Jumlah Kantong Baru ... 18
c. Jumlah Kantong ... 20
d. Panjang Kantong ... 23
e. Diameter Kantong Atas dan Bawah ... 25
Pembahasan ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
Saran ... 31 DAFTAR PUSTAKA ... 32
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perlakuan pada kantong dan media tanam Nepenthes ampullaria
(Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.) ... 13
2. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Pada N.ampullaria dan N.rafflesiana terhadap Peubah Jumlah daun, Jumlah Kantong, Jumlah Kantong Baru, panjang kantong, Tinggi tanaman, Diameter Kantong Atas dan Bawah ... 15
3. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Daun ... 17
4. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Kantong Baru ... 19
5. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Kantong ... 21
6. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Panjang Kantong ... 23
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Dasar Nepenthes ... 4 2. Bentuk-bentuk Kantong Nepenthes ... 5 3.Bentuk Kantong Roset Pada N.ampullaria ( kiri ) dan kantong yang
menggantung ( kanan ) 6
4. Bentuk Kantong Nepenthes rafflesiana ... 7 5. Tahap-tahap Kantong yang Mengalami Gejala Kekeringan. Kantong
yang segar (a), Tutup Kantong Mengalami Kekeringan (b), Sebagian kantong Mengalami Kekeringan (c) ... 16
6. Histogram Jumlah Daun Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana (b)
Hingga 5 MSP. ... 18
7. Histogram Jumlah Kantong Baru Pada N.ampullaria (a) dan N.
rafflesiana (b) Hingga 5 MSP... 20 8. Histogram Jumlah Kantong Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana
(b) Hingga 5 MSP ... 22
9. Histogram Panjang Kantong Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana
(b) Hingga 5 MSP ... 24
10. Histogram Diameter Kantong Atas (a), Kantong Bawah (b) Pada
Nepenthes ampullaria ... 26 11. Histogram Diameter Kantong Atas (a), Kantong Bawah (a) Pada Nepenthes
rafflesiana………27
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
PENDAHULUAN
Latar BelakangKantong semar atau Nepenthes pertama kali dikenalkan oleh J.P. Breyne ketika dia sedang membuat deskripsi jenis tumbuhan yang berasal dari Srilanka
(1689). Menurut Clarke (2009) Nepenthes merupakan tanaman karnivora yang menghasilkan kantong yang berbentuk seperti teko dan berfungsi untuk
penyimpan nutrisi. Menurut Witarto (2006) tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai
tumbuhan karnivora karena memangsa serangga. Kemampuannya itu disebabkan
oleh adanya organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Organ
itu disebut pitcher atau kantong
Tanaman Nepenthes tergolong langka dan hampir punah sehingga dilindungi dan masuk dalam CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies) appendiks I dan II. Berdasarkan Peraturan pemerintah RI Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, semua jenis
Nepenthes dilindungi di habitat aslinya (Purwanto, 2007). Nepenthes boleh diperdagangkan, apabila tanaman itu berasal dari hasil penangkaran, bukan dari
pengambilan di habitat aslinya. Tanaman ini mulai dikembangkan secara ex-situ
(diluar habitat aslinya). Nepenthes yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana.
Kedua Nepenthes tersebut masuk dalam daftar IUCN red list (IUCN,2011) dan termasuk spesies prioritas kategori B (N. rafflesiana) yaitu kelompok dengan prioritas kedua atau aksi konservasinya masih bisa ditunda. Nepenthes ampullaria
termasuk kategori C yaitu kelompok spesies yang belum/tidak memerlukan aksi
konservasi secara aktif serta tergolong Appendiks II CITES yang berarti bahwa suatu jenis yang pada saat ini tidak termasuk ke dalam kategori terancam punah
namun memiliki kemungkinan untuk terancam punah jika perdagangannya tidak
diatur.
Kantong pada Nepenthes berfungsi sebagai perangkap bagi mangsa berupa avertebrata, sedikit sekali vertebrata yang terperangkap kedalamnya. Mangsa
kemungkinan besar tertarik mendatangi kantong oleh kombinasi warna kantong
dan adanya nektar yang disekresikan oleh kelenjar yang terletak di bagian bawah
2
kelenjar pencernaan Nepenthes terletak pada sepertiga bagian bawah kantong. Kelenjar ini juga memiliki fungsi ganda yaitu sekresi-ekskresi dan absorpsi.
Kelenjar ini menghasilkan enzim proteolase yang berfungsi sebagai enzim
pengurai yang akan membantu menguraikan protein serangga atau binatang lain
yang terperangkap di dalamnya (Witarto, 2006), kemudian diuraikan menjadi
zat-zat yang lebih sederhana, seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan garam-garam
mineral. Zat-zat sederhana inilah yang kemudian diserap oleh tumbuhan untuk
kebutuhan hidupnya (Mansur, 2007).
Pada saat di lapangan, Nepenthes tumbuh pada tanah-tanah yang gersang dan miskin unsur hara. Semakin gersang tanah, umumnya bentuk dan corak
kantong yang diproduksi tanaman semakin bagus (Mansur, 2006). Hasil penelitian
Rahayu dan Isnaini (2009) menunjukkan bahwa jumlah kantong N. rafflesiana
paling banyak terbentuk pada media ½ MS tetapi ukuran kantong lebih besar
dijumpai pada media yang lebih miskin yaitu ¼ MS dan 1
/8 MS. Hasil serupa
dijumpai pada Nepenthes yang ditanam pada media ½ MS dengan berbagai perlakuan pH media (Kunita, 2011).
Tanaman ini lebih mengandalkan kantongnya dibandingkan akar untuk
mensuplai nutrisi yang dibutuhkannya. Secara alami, kantong dibuat untuk
mensuplai kekurangan nutrisi yang diserap akar dari tanah. Menurut Mansur
(2007) pemberian pupuk merupakan cara lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Nepenthes. Dosis pupuk yang diberikan sangat rendah. Pemberian dosis pupuk terlalu tinggi akan menyebabkan Nepenthes mati. Penelitian ini dilakukan karena masih terbatasnya informasi mengenai jenis nutrien yang tepat untuk Nepenthes.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian jenis
nutrien dan mendapatkan nutrien yang tepat untuk pertumbuhan dan
perkembangan bibit Nepenthes ampullaria ( Jack) dan Nepenthes rafflesiana
(Jack) pasca aklimatisasi.
Hipotesis
Jenis nutrien berpengaruh terhadap pertumbuhan serta perkembangan
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Nepenthes
Kantong semar tergolong ke dalam tumbuhan liana (merambat) dan
berumah dua (dioceus), artinya bunga jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda. Tumbuhan ini hidup di tanah (terrestrial), tetapi ada juga yang
menempel pada batang atau ranting pohon lain sebagai epifit ( Mansur, 2007).
Keunikan dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna
kantongnya. Kantong tersebut merupakan ujung daun yang berubah bentuk dan
fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya. Dengan
kemampuannya itu maka tumbuhan tersebut digolongkan sebagai carnivorous plant atau ada juga yang menyebutnya insectivorous plant. Banyak orang yang menyebut kantong tersebut merupakan bunga, padahal kantong tersebut
merupakan daun yang berubah bentuk ( Mansur, 2007)
Sumber: Charles Clarke, 2002
Gambar 1.Struktur Dasar Nepenthes
Kantong semar tidak memiliki bagian tubuh yang bergerak aktif, berbeda
dengan carnivorous plant lainnya seperti Dionaea muscipula, Drosera sp.,
Pinguicula sp., dan Utricularia sp. Kantong semar hanya memiliki satu marga yaitu Nepenthes. Nepenthes diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae;
Sulur
Penutup
Bibir/peristome
5
Divisi: Magnoliophyta; Subdivisi: Magnoliophyta; Kelas: Choripetalae; Ordo:
Nepenthales; Famili: Nepenthaceae; Genus: Nepenthes; Spesies: Nepenthes sp. Berdasarkan letak kantong, dikenal dua jenis kantong yakni kantong
bawah dan atas. Kantong bawah biasanya mulutnya lebar. Kantong bawah muncul
pada tanaman yang relatif muda atau tanaman Nepenthes yang sudah dipangkas. Kantong atas menyimpan cairan dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan
kantong bawah sehingga lebih ringan. Sayapnya menjadi dua tulang daun tipis
dengan sedikit rambut pinggir. Bentuk kantong Nepenthes terdiri atas 6 (Gambar 2), yaitu bentuk tempayan ( N. ampullaria), bulat telur/ oval ( kantong bawah dari
N. rafflesiana), silinder ( N. gracilis), corong ( kantong atas dari N. rafflesiana) dan pinggang ( N. reinwardtiana atau N. gymnamphora) (Redaksi Trubus, 2006).
Sumber: Shigeo Kurata, 1976
Gambar 2.Bentuk-bentuk Kantong Nepenthes
Nepenthes membutuhkan kelembaban udara yang tinggi yaitu diatas 70%, hal ini merupakan syarat penting bagi Nepenthes untuk tumbuh baik dan mengeluarkan kantong. Jika kelembaban terlalu rendah, maka dapat dipastikan
Nepenthes tidak akan membentuk kantong dan tumbuh merana. Kelembaban yang tinggi dapat dihasilkan dengan cara menyiram tanaman setiap hari. Disamping itu,
memelihara tanaman dekat dengan kolam atau sumber/genangan air lainnya juga
membantu menjaga kelembaban udara yang tinggi ( Purwanto, 2007)
Nepenthes ampullaria (Jack.)
6
Semenanjung Malaysia, Singapura, Sumatra, dan Kalimantan, hingga Papua.
Habitatnya di alam cukup beragam, meliputi hutan yang rindang, hutan kerangas,
rawa gambut dan rawa berpasir dengan ketinggian tempat dari 0-2100 meter di
atas permukaan laut. Pada daerah hutan yang cukup lebat, tanaman ini dapat
merambat ke atas pohon lainnya hingga 15 meter. Menurut Mansur (2007)
Nepenthes ampullaria memiliki beberapa varietas antara lain geelvinkiana,
longicarpa, microsepala, dan racemosa.
Menurut Clarke (1997), Nepenthes ini merupakan salah satu jenis
Nepenthes yang paling menarik diantara semua jenis Nepenthes. Nepenthes jenis ini dapat menghasilkan kantong dalam jumlah yang cukup banyak atau melimpah
sehingga dapat dengan mudah diidentifikasi jenisnya. Bentuk kantung yang oval
seperti ampul, menyebabkan Dr. William Jack, seorang dokter bedah asal Inggris
yang menemukannya pertama kali pada tahun 1819 di Singapura memberinya
nama Nepenthes ampullaria pada tahun 1935. Sinonim dari Nepenthes ampullaria
adalah Nepenthes ampullaceae. Nepenthes jenis ini sangat cantik dan mengagumkan dengan kantong yang berbentuk tempayan dan bergerombol
muncul dari roset daun di atas permukaan tanah, dan terkadang menggantung
pada batang-batang yang tumbuh tegak (Gambar 3).
Foto : Yupi Isnaini Foto : Yupi Isnaini
Gambar 3. Bentuk Kantong Roset Pada N.ampullaria ( kiri ) dan kantong yang menggantung ( kanan )
7
Nepenthes rafflesiana (Jack.)
Menurut Agromania (2006), di alam Nepenthes rafflesiana (Jack.) dewasa tumbuh menjalar atau merambat ke atas pohon setinggi 15 meter. Panjang
daun mencapai 28 cm, dan lebar 6 cm, panjang kantong mencapai 40 cm dan
berdiameter 15 cm. Dengan ukuran yang besar itu, N.rafflesiana merupakan
Nepenthes berkantong terbesar di Pulau Kalimantan. Nepenthes rafflesiana (Jack.) merupakan Nepenthes yang mudah dikenali dari adanya gigi yang sama dengan
Nepenthes macfarlanei, dan mempunyai sepasang sayap berduri kecil yang tumbuh di sepanjang kantong (Gambar 4). Menurut Mansur ( 2007 ) di antara
marga Nepenthes, N. rafflesiana memiliki ukuran kantong yang cukup besar, kantong bawah dapat menampung air hingga satu liter. Saat ini Nepenthes rafflesiana mempunyai sembilan varietas antara lain alata, ambigua, elongata,
glaberrima, insignis, minor, nigropurpurea, nivea, dan typical.
Gambar 4.Bentuk Kantong Nepenthes rafflesiana
Tutup kantong pada Nepenthes rafflesiana berukuran lebar dan berbentuk kubah. Warna kantong bawah biasanya coklat atau hijau secara keseluruhan, ada
juga kantong putih dengan bintik-bintik merah dan coklat. Pada Nepenthes rafflesiana, kantong bagian atas umumnya putih, lebih elastik dan berbentuk mirip corong panjang. Nepenthes rafflesiana (Jack.) tumbuh cepat, pada umur 3 tahun, memasuki masa dewasa, tajuk tanaman mencapai 1,5 meter. Jenis Nepenthes ini tidak sesuai sebagai tanaman terrarium. Nepenthes rafflesiana membutuhkan siang yang panas, malam yang hangat dengan suhu 25-400 C, dan kelembaban
Mulut kantong
Sepasang sayap
8
sekitar 70%. Tempat yang baik bagi Nepenthes rafflesiana adalah ruang terbuka dengan naungan 50% (Redaksi Trubus, 2006).
Jenis Media Tanam
Menurut Mansur (2007) Nepenthes memiliki perakaran lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lainnya. Pertumbuhannya akan baik jika media
tanamnya memiliki aerasi cukup tinggi, tidak padat, tidak banyak menyimpan air,
dan proses dekomposisinya lambat. Pada umumnya, semua jenis Nepenthes dapat tumbuh pada media tanam epifit. Nepenthes menginginkan media yang lembab dan porous, antara lain pasir, cocopeat, humus, rockwoll, cacahan batang pakis, dan spaghnum moss.
Ada beberapa macam media lain yang dapat digunakan, antara lain lumut
kompos daun, potongan kayu lapuk, dan humus daun cemara. Beberapa
komponen dapat dikombinasikan dengan media tersebut, seperti pasir sungai,
pasir zeolit, sekam bakar, dan arang. Kombinasi dengan salah satu komponen
tersebut menyebabkan media tanam menjadi tidak mudah padat, tingkat aerasi
dan porositas menjadi tinggi sehingga akar tanaman dapat bernapas dengan baik.
Hasil penelitian Sukmadijaya (2010) menunjukkan bahwa planlet atau bibit
N. rafflesiana hasil perbanyakan in vitro dapat beradaptasi dengan baik pada media arang sekam, cocopeat, sphagnum moss, kompos daun bambu, dan kombinasi antara cocopeat dengan arang sekam (1:1).
Purwanto (2007) menyatakan bahwa apabila menggunakan media arang
sekam, akar tanaman dapat tumbuh sempurna karena terjamin kebersihannya dan
bebas dari jasad renik yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Arang
sekam masih memiliki kelebihan lain yaitu mampu berperan sebagai sumber
kalium bagi tanaman. Media tanam cocopeat juga memiliki kelebihan yaitu mudah mengikat dan menyimpan air, mengandung unsur hara, dan mudah
diperoleh dalam jumlah yang cukup banyak. Cocopeat kaya akan bahan organik, abu, pektin, hemiselulosa, selulosa, pentosa, dan lignin. Pektin berfungsi sebagai
penguat lapisan tengah dinding sel. Hemiselulosa dan selulosa merupakan
penyusun utama dinding sel yang berfungsi untuk memperkuat sel-sel kayu, lignin
9
Penggunaan bahan media dari alam, akan menyebabkan permasalahan
baru bagi konservasi alam. Pengambilan lumut spaghnum, humus paku resam, atau akar paku sarang burung secara berlebihan dapat mengganggu keseimbangan
ekosistem bagi tumbuhan dan hewan yang hidup pada habitat tersebut.
Nutrien untuk Nepenthes
Nutrien merupakan salah satu hal penting dalam memelihara Nepenthes. Di alam, Nepenthes banyak yang hidup di tanah miskin unsur hara. Tumbuhan ini memperoleh nutrien tambahan dari serangga-serangga kecil yang masuk ke dalam
kantong (Redaksi Trubus, 2006).
Pupuk merupakan salah satu nutrient tambahan untuk Nepenthes. Pupuk yang dipilih sebaiknya dengan kandungan N lebih tinggi dibandingkan fosfor dan
kalium serta menggunakan nitrat yang lebih tinggi, bukan ammonium.
Ammonium akan mempercepat pertumbuhan vegetatif tanaman. Daun tumbuh
subur, tetapi sel-selnya membesar sehingga lebih mudah terserang penyakit.
Pemakaian nitrat dapat membuat sel-sel tanaman kompak, relatif lebih tahan
serangan penyakit (Purwanto, 2007).
Dosis pemberian pupuk adalah ¼ dosis anjuran dan diberikan seminggu
sekali baik melalui daun maupun media. Larutan pupuk tersebut dapat diberikan
dengan memasukkan ke dalam kantong atau dapat dilakukan dengan
menyemprotkan pupuk. Media tanam sebaiknya dalam keadaan lembab saat
pupuk diaplikasikan. Cara seperti ini akan mengurangi terbakarnya bagian akar
Nepenthes (Redaksi Trubus, 2006)
Pemberian nutrisi untuk Nepenthes tidak hanya dilakukan dengan memberikan pupuk, akan tetapi dapat dilakukan dengan memasukkan serangga ke
dalam kantong seperti semut hidup, jangkrik, atau ulat dapat diberikan dalam
jumlah yang terbatas. Pemberian serangga yang berlebihan dapat menyebabkan
bau tidak sedap, dan mengeringkan bagian tengah kantong (Redaksi Trubus,
2006).
Menurut Paimin dan Fendy (2002) semut dijadikan sebagai sumber
makanan protein hewani, selain sebagai pakan burung, ikan hias, udang, umpan
pancing, dan banyak spesies lainnya. Serangga membantu proses penyerbukan
10
(decomposer), bioindikator lingkungan, membantu di bidang kesehatan, dan bernilai ekonomis. Kroto merupakan telur yang dihasilkan oleh semut rangrang.
Kroto sangat diperlukan sebagai pakan burung yang merupakan sumber protein
hewani yang baik. Kandungan protein kroto basah (telur dan larva semut
rangrang) tergolong tinggi, yakni mencapai 47,8%.
Menurut Syamsir (2010) daging didefinisikan sebagai semua jaringan
hewan dan produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang dapat
dikonsumsi sebagai makanan tanpa menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
mengkonsumsinya. Protein adalah komponen solid terbesar di dalam daging,
sehingga daging dapat dikatakan sebagai makanan sumber protein. Protein yang
dikandung oleh daging merupakan protein yang sempurna dalam arti dapat
mensuplai semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh dan mudah dicerna.
Daging bukan merupakan makanan sumber karbohidrat. Secara umum, daging
hanya mengandung karbohidrat dalam bentuk glikogen sekitar 0.5-1.0 %.
Daging merupakan protein, protein terbagi menjadi protein yang larut
dalam air dan ada yang tidak larut dalam air. Salah satu bentuk protein yang dapat
larut dalam air adalah asam amino yang dalam jumlah tertentu sangat bermanfaat
bagi pertumbuhan tanaman. Penguraian protein dalam tanah menghasilkan
senyawa Nitrogen dan Sulfur, seperti ammonium. Amonium sangat dibutuhkan
pada fase vegetatif, ketika fase tersebut dapat dipacu, maka tanaman akan lebih
cepat masuk ke fase generatif terutama pada tanaman semusim. Menurut Sandra
(2011) proses pembentukan bunga terjadi apabila proses vegetatif tanaman
optimal serta memiliki cadangan makanan yang cukup untuk memasuki fase
pembungaan atau generatif. Tanaman membutuhkan asam amino, mineral, serta
vitamin untuk terinduksinya bakal bunga. Air cucian daging mengandung asam
amino berupa triptofan, senyawa ini merupakan perkusor zat pengatur tumbuh
golongan auksin yang berperan merangsang pembentukan bunga. Purwanto
(2011) menambahkan bahwa air cucian daging juga mengandung unsur nitrogen,
kalium serta karbon. Pada tanah subur, karbon berperan sebagai sumber nutrisi
bagi mikroba bermanfaat di dalam tanah.
Ulat sagu adalah larva dari kumbang merah kelapa. Ulat sagu dapat
11
protein ulat sagu sekitar 9,34%, sedangkan pakan berbahan utama ulat sagu
sekitar 27,77%. Selain kandungan protein yang cukup tinggi, ulat sagu juga
mengandung beberapa asam amino esensial, seperti asam aspartat (1,84%), asam
glutamate (2,72%), tirosin (1,87%), lisin (1,97%), dan methionin (1,07%). Ulat ini
hidup di batang sagu yang membusuk .
Mansur (2006) menyebutkan bahwa Nepenthes mengeluarkan enzim yang disebut dengan proteolase. Enzim ini dikeluarkan oleh kelenjar yang ada pada
dinding kantong di zona pencernaan yang berfungsi sebagai enzim pengurai.
Enzim yang disebut Nepenthesin, akan menguraikan protein serangga atau binatang lainnya yang terperangkap di dalam cairan kantong menjadi unsur-unsur
yang lebih sederhana seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan garam-garam mineral.
Zat-zat sederhana inilah yang kemudian diserap oleh tumbuhan untuk kebutuhan
hidupnya. Aktivitas enzim proteolase sangat dipengaruhi oleh pH (keasaman)
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan
September 2011 yang dilakukan di green house Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Kebun Raya Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah bibit Nepenthes rafflesiana (Jack.) dan Nepenthes ampullaria (Jack.) yang berumur 10 bulan pasca aklimatisasi. Bahan untuk media tanam pada penelitian pasca aklimatisasi adalah campuran
arang sekam dan cocopeat dengan perbandingan 1:1, semut rangrang, kroto (telur semut), pupuk majemuk, ulat, dan air cucian daging. Alat-alat yang digunakan
adalah pot kecil diameter 15 cm, alat ukur (penggaris), label, pipet, tabung reaksi
kecil, panci, jangka sorong.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Lengkap Teracak (RKLT) yang
disusun dalam faktor tunggal yaitu pemberian jenis nutrien. Terdapat 11 perlakuan
nutrien (Tabel 1) yang diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 33 satuan
percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas dua tanaman. Jumlah total Nepenthes
yang dibutuhkan sebanyak 132 tanaman dengan total masing-masing spesies 66
tanaman untuk N. rafflesiana dan 66 tanaman untuk N. ampullaria
Model matematika yang digunakan yaitu :
� = µ + � +� + �
Dimana :
i = 1,2, . . . ,4 dan j = 1,2, . . . , r
Yij = Pengamatan pada perlakuan unsur hara dan kelompok ke-j
µ = Rataan umum
13
εij = Pengaruh acak pada perlakuan unsur hara dan kelompok ke-j
Apabila perlakuan memberikan pengaruh yang nyata maka diuji lanjut
dengan BNJ pada taraf α =5%.
Tabel 1. Perlakuan pada kantong dan media tanam Nepenthes ampullaria
(Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.):
No Kode Keterangan
1 K0 Kontrol (kantong tidak diberikan apapun)
2 K0A Kantong diberi air
3 S Kantong diberi semut
4. U Kantong diberi ulat
5 KR Kantong diberi kroto
6 D Kantong diberi air cucian daging
7 P Media diberi pupuk
8 P+S Media diberi pupuk dan kantong diberi semut
9 P+U Media diberi pupuk dan Kantong diberi ulat
10 P+KR Media diberi pupuk dan Kantong diberi kroto
11 P+D Media diberi pupuk dan Kantong diberi air cucian daging
Pelaksanaan Penelitian
Nepenthes ditanam menggunakan media campuran arang sekam dan
cocopeat dengan perbandingan 1:1 yang sebelumnya dilembabkan menggunakan air hangat dan didiamkan selama satu hari. Pot yang digunakan berukuran
diameter 15 cm. Nepenthes yang sudah ditanam, diletakkan pada rak yang disediakan dan diberi jaring peneduh dengan intensitas cahaya 25%
Penyiraman.Penyiraman dilakukan setiap hari agar media tetap terjaga kelembabannya.
Perlakuan. Pemberian perlakuan dilakukan setiap minggu pada tanaman
Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana yang berumur 7 bulan pasca aklimatisasi. Bahan dari masing-masing perlakuan diencerkan terlebih dahulu
menggunakan air. Setiap kantong diberikan perlakuan dengan menggunakan pipet
14
Keterangan :
- Untuk semut, ulat dan kroto masing-masing dihancurkan menggunakan
blender dengan berat masing-masing serangga sebanyak 5 gram dicampur
dengan 100 ml air, diaplikasikan pada masing-masing kantong dari tiap
sampel sebanyak 3 tetes.
- Untuk perlakuan daging, diambil air cucian daging dengan berat daging ±
10 gram dengan tambahan air sebanyak 100 ml air dan diaplikasikan pada
masing-masing kantong dari tiap sampel sebanyak 3 tetes.
- Untuk perlakuan pupuk, pupuk ditimbang seberat 0,5 gram yang
dilarutkan dengan 1000 ml air dan diaplikasikan pada media tanam
sebanyak 10 ml.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 5 minggu dengan kriteria
pengamatan sebagai berikut:
1. Diameter kantong atas dan bawah. Setiap kantong dari masing-masing sampel diukur diameternya menggunakan jangka sorong.
2. Panjang kantong. Setiap kantong dari masing-masing sampel diukur panjangnya dari pangkal bawah sampai mulut kantong dengan
menggunakan jangka sorong.
3. Jumlah kantong. Jumlah kantong dari masing-masing sampel dihitung 4. Tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur dari pangkal bawah sampai
dengan titik tumbuh menggunakan penggaris.
5. Jumlah daun. Jumlah daun dihitung mulai awal tanam kemudian dilanjutkan setiap minggu hingga pengamatan selesai selama 5 minggu.
6. Warna daun. Diamati pada minggu sebelum aplikasi dengan pengamatan secara visual dan dilanjutkan setiap minggu hingga pengamatan selesai
selama 5 minggu.
7. Warna kantong. Diamati pada minggu sebelum aplikasi dengan pengamatan secara visual dilanjutkan setiap minggu hingga pengamatan
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
HasilHasil rekapitulasi analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian jenis
nutrien berpengaruh terhadap pertumbuhan N. ampullaria dan N. rafflesiana. Pada 1 dan 2 Minggu Setelah Perlakuan (MSP), pemberian jenis nutrien tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap Nepenthes ampullaria dan
N.rafflesiana sedangkan pada 3 MSP jenis nutrien memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah kantong baru kedua Nepenthes tersebut serta jumlah daun pada Nepenthes rafflesiana. Pada saat memasuki minggu ke 4 setelah perlakuan, jenis nutrien memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah
kantong, jumlah kantong baru, panjang kantong, diameter kantong atas dan bawah
pada Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana. Pada saat 5 MSP pemberian nutrien hanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah
jumlah kantong, panjang kantong diameter kantong atas, bawah pada Nepenthes rafflesiana serta jumlah kantong baru pada kedua Nepenthes tersebut (Tabel 2). Tabel 2.Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Jenis Nutrient
Pada N.ampullaria dan N.rafflesiana terhadap Peubah Jumlah Daun, Jumlah Kantong, Jumlah Kantong Baru, Panjang Kantong, Tinggi Tanaman, Diameter Kantong Atas dan Bawah
Jenis
16
Semakin bawah letak kantong dan daun menunjukkan bahwa semakin tua
umur kantong dan daun tersebut. Pada awalnya kantong akan mengalami
kekeringan pada tutup kantong dan semakin lama akan mengalami kekeringan
pada seluruh bagian kantong. Hal yang sama terjadi pada daun yang akan
mengalami kering pada bagian ujung daun dan pada akhirnya seluruh bagian
kantong akan mengering (Gambar 5). Pada N. ampullaria, kantong mulai mengalami kekeringan pada umur 4 MSP sedangkan N. rafflesiana sudah tampak mengalami gejala kekeringan pada saat umur 3 MSP.
17
a. Jumlah Daun
Pada Nepenthes ampullaria, pemberian jenis nutrien terhadap peubah jumlah daun tidak memberikan pengaruh yang nyata dari 1 Minggu Setelah
Perlakuan (MSP) hingga 5 MSP, akan tetapi memberikan pengaruh yang nyata
pada Nepenthes rafflesiana saat 3 MSP. Jenis nutrien semut berbeda nyata dengan kontrol dan pemberian pupuk, sedangkan dengan perlakuan yang lain tidak
memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 3). Jumlah daun terbanyak terdapat pada
pemberian jenis nutrien semut yaitu 9.8 daun pada 3 MSP
Tabel 3.Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Daun
Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.
Rata-rata jumlah daun pada Nepenthes rafflesiana pada 3 MSP berkisar antara 6.16 hingga 9.8 daun per tanaman. Jumlah daun yang lebih sedikit
dibandingkan dengan yang lainnya terdapat pada pemberian jenis nutrien pupuk
18
Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging, M1-M5= Minggu ke-
Gambar 6. Histogram Jumlah Daun Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana (b) Hingga 5 MSP.
b. Jumlah Kantong Baru
Pemberian jenis nutrien memberikan pengaruh yang nyata pada peubah
jumlah kantong baru saat 3 MSP hingga 5 MSP pada Nepenthes ampullaria dan
19
tanaman kontrol, nutrien air cucian daging serta pupuk memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap nutrien ulat, sedangkan dengan perlakuan yang lain
tidak berbeda nyata. Pada saat 4 MSP, pemberian nutrien berupa air cucian daging
dan pupuk berbeda nyata dengan semua perlakuan yang diberikan kecuali pada
pemebrian jenis nutrien pupuk dan air cucian daging yang tidak memberikan
pengaruh yang nyata, sedangkan saat 5 MSP pemberian semut pada kantong
memberikan pengaruh yang nyata dengan semua perlakuan (Tabel 4).
Tabel 4.Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Kantong Baru
perlakuan
N. ampullaria N. rafflesiana
jumlah kantong baru jumlah kantong baru
3MSP 4MSP 5MSP 3MSP 4MSP 5MSP Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.
Pada saat 3 dan 4 MSP Nepenthes rafflesiana lebih banyak mengeluarkan kantong baru dibandingkan dengan N. ampullaria. Pemberian jenis nutrien air cucian daging mempunyai jumlah kantong baru yang lebih banyak yaitu 1.3
kantong pada 3 MSP, akan tetapi pemberian air cucian daging tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada semua jenis perlakuan kecuali nutrien berupa semut,
pupuk dengan semut, dan pupuk dengan kroto yang memberikan pengaruh yang
nyata. Pada 4 MSP pemberian jenis nutrien berupa semut, kontrol, air, air cucian
daging,pupuk, serta pupuk dengan air cucian daging tidak berpengaruh nyata.
Pemberian jenis nutrien air, air cucian daging dan pupuk berpengaruh nyata
dengan ulat, kroto, pupuk dengan ulat, pupuk dengan semut serta pupuk dengan
20
Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.
Gambar 7.Histogram Jumlah Kantong Baru Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana (b) Hingga 5 MSP
c. Jumlah Kantong
Pada Nepenthes ampullaria pemberian jenis nutrien berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah kantong pada 4 MSP. Pemberian nutrien berupa ulat dan
pupuk berpengaruh nyata terhadap kontrol sedangkan dengan perlakuan yang lain
21
tidak berbeda nyata.Rata-rata jumlah kantong pada Nepenthes ini berkisar antara 1.5 hingga 5.3 kantong per tanaman (Tabel 5). Jumlah kantong pada tanaman
kontrol mengalami penurunan cukup banyak yaitu 4 kantong saat 1 MSP menjadi
2 kantong pada 5 MSP (Gambar 8a).
Tabel 5.Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Kantong
perlakuan
N. ampullaria N. rafflesiana
jumlah kantong jumlah kantong
4MSP 4MSP 5MSP Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.
Jumlah kantong pada Nepenthes rafflesiana lebih sedikit dibandingkan dengan Nepenthes ampullaria. Rata-rata jumlah kantong pada Nepenthes rafflesiana berkisar antara 0.3 hingga 5 kantong per tanaman. Pemberian jenis nutrien memberikan pengaruh yang nyata pada minggu ke 4 dan 5. Pada minggu
ke 4 pemberian nutrien semut, ulat, kontrol, air, pupuk dengan ulat, dan pupuk
dengan kroto hanya berbeda nyata dengan air cucian daging sedangkan dengan
perlakuan yang lain tidak berbeda nyata. Pada minggu ke 5, pemberian nutrien
22
Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.
23
d. Panjang Kantong
Pada Nepenthes ampullaria peubah panjang kantong berpengaruh nyata pada 4 MSP. Pemberian jenis nutrien air, air cucian daging, pupuk, pupuk dengan
ulat berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan dengan perlakuan yang lain tidak
berbeda nyata (Tabel 6). Pada minggu ke 5, kantong sampel yang diberikan
perlakuan nutrien pupuk mengalami kekeringan (Gambar 9a).
Tabel 6.Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Panjang Kantong
perlakuan
N. ampullaria N. rafflesiana
panjang kantong panjang kantong
4MSP 4MSP 5MSP Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.
Pada Nepenthes rafflesiana pemberian jenis nutrien semut tidak berbeda nyata dengan kontrol saat 4 MSP, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan
nutrien lainnya. Pada 5 MSP, pemberian jenis nutrien semut berbeda nyata dengan
semua perlakuan. Kantong sampel pada Nepenthes rafflesiana mengalami kekeringan lebih cepat yaitu pada 3 MSP hingga 5 MSP. Kantong yang bertahan
hingga akhir pengamatan hanya kantong yang diberikan nutrien semut dengan
24
Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.
Gambar 9. Histogram Panjang Kantong Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana
25
e. Diameter Kantong Atas dan Bawah
Pada Nepenthes ampullaria peubah diameter kantong atas dan bawah memberikan pengaruh yang nyata pada 4 MSP. Pada diameter kantong atas dan
bawah, pemberian jenis nutrien air, air cucian daging, pupuk, pupuk dengan ulat
serta pupuk dengan air cucian daging berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan
dengan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata (Tabel 7). Pada Nepenthes ampullaria, sampel kantong yang diberikan nutrien pupuk serta tanaman kontrol mulai mengalami kekeringan saat 4 MSP hingga 5 MSP (Gambar 10)
Tabel 7. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Diameter Kantong Atas dan Bawah
perlakuan
N. ampullaria N. rafflesiana
diameter kantong diameter kantong
atas bawah atas bawah Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.
Pemberian jenis nutrien Nepenthes rafflesiana memberikan pengaruh yang nyata saat 4 dan 5 MSP. Nutrien semut tidak berbeda nyata dengan kontrol pada
peubah diameter kantong atas maupun bawah saat 4 MSP, namun berbeda nyata
dengan perlakuan yang lain sedangkan pada saat 5 MSP, pemberian jenis nutrien
semut berbeda nyata dengan semua perlakuan pada peubah diameter kantong atas
maupun bawah. Kantong sampel pada Nepenthes rafflesiana sudah mengalami kekeringan pada saat 3 MSP dan kantong sampel yang dapat bertahan hidup
sampai akhir pengamatan terdapat pada kantong yang diberikan nutrien semut
26
Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging
27
Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging
Gambar 11.Histogram Diameter Kantong Atas (a), Kantong Bawah (a) Pada
Nepenthes rafflesiana f. Tinggi Tanaman
Berdasarkan hasil penelitian, pemberian nutrien tidak berbeda nyata
terhadap peubah tinggi tanaman, warna daun dan warna kantong pada kedua
Nepenthes tersebut akan tetapi, pada Nepenthes ampullaria, tinggi tanaman
28
berkisar antara 1.5 sampai 3.2 cm , sedangkan pada Nepenthes rafflesiana berkisar antara 1.4 cm sampai 2.2 cm (Gambar 12).
Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging
29
g. Warna Daun dan Kantong
Warna daun pada Nepenthes rafflesiana dan Nepenthes ampullaria
berwarna hijau muda sedangkan warna kantong pada kedua Nepenthes tersebut berwarna hijau dan terdapat bercak merah kecoklatan ( Lampiran 1 dan 2). Bentuk
daun dari kedua Nepenthes tersebut berbeda, pada Nepenthes ampullaria daun berbentuk agak tumpul dan terlihat lebih lebar serta terdapat bulu-bulu halus pada
bagian permukaan. Pada Nepenthes rafflesiana bentuk daun runcing dan licin serta mengkilap pada bagian permukaannya.
Pembahasan
Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup.Air
mempunyai peranan sangat penting karena air merupakan bahan pelarut bagi
kebanyakan reaksi dalam tubuh makhluk hidup. Air sangat penting bagi
tumbuhan, 30% sampai 90% berat tumbuhan tersusun atas air. Tumbuhan
menggunakan air pada proses fotosintesis. Mineral-mineral yang diserap oleh akar
harus terlarut juga dalam air. Air yang biasa digunakan untuk menyiram adalah air
sumur, akan tetapi dapat digunakan air PAM yang sudah diendapkan sehari
semalam. Pengendapan dilakukan untuk menghindari kaporit yang berlebihan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jenis nutrien pada kedua
Nepenthes berpengaruh terhadap semua peubah kecuali tinggi tanaman. Pada dasarnya semua jenis nutrien dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan serta
perkembangan Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana. Nepenthes tetap membutuhkan nutrien untuk mempertahankan hidupnya terbukti dengan tidak
diberikan nutrien pada tanaman kontrol, Nepenthes mengalami kekeringan sehingga tidak membentuk kantong. Pada Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana dengan memberikan nutrien air saja dapat membuat Nepenthes ini mampu mempertahankan hidupnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
diungkapkan oleh Handoyo dan Sitanggang (2006) yaitu apabila kantong-kantong
Nepenthes penuh terisi air tidak jadi masalah karena Nepenthes bisa beradaptasi dengan kelebihan air. Selain nutrien air, Nepenthes ampullaria dapat merespon nutrien lainnya seperti pemberian ulat, air cucian daging, pupuk, semut, dan kroto
30
pada perlakuan semut. Pemberian nutrien lain pun memacu pertumbuhan serta
perkembangan Nepenthes ini.
Pada Nepenthes rafflesiana jumlah kantong yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan Nepenthes ampullaria. Selain itu, kantong sampel pada
Nepenthes rafflesiana lebih cepat mengalami kekeringan pada 3 MSP hingga 5 MSP. Hal ini diduga karena Nepenthes rafflesiana membutuhkan cahaya matahari dalam jumlah yang cukup banyak meskipun ternaungi. Apabila cahaya matahari
yang masuk sedikit, maka kantong pada Nepenthes ini tidak terbentuk atau dapat terbentuk kantong baru akan tetapi tidak dapat terbentuk sempurna. Selain itu,
faktor suhu serta kelembaban juga perlu diperhatikan dalam memelihara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Nutrien berpengaruh terhadap pertumbuhan serta perkembangan N. ampullaria dan N. rafflesiana. Jenis nutrien terbaik yang menginduksi ukuran kantong terbesar adalah pemberian air dalam kantong dan pemberian ulat
meningkatkan jumlah kantong pada Nepenthes ampullaria. Pada N. rafflesiana, nutrien terbaik menghasilkan ukuran kantong terbesar serta jumlah kantong yang
banyak adalah pemberian semut.
Saran
Pemberian pupuk dalam dosis yang sedikit cukup baik apabila
diaplikasikan pada kedua Nepenthes ini karena pupuk merupakan unsur hara yang diperlukan bagi tanaman. Faktor cahaya, kelembaban dan suhu perlu diperhatikan
DAFTAR PUSTAKA
Agromania. 2006. Raksasa dari belantara Borneo. Hangtuah Digital Library. ( 21 Januari 2011).
Clarke, C. 1997. Nepenthes of Borneo. Natural History Publications.Kinabalu. Malaysia
Clarke, C. 2002. A Guide to The Pitcher Plants of Penisular Malaysia. Natural History Publications (Borneo). Kota Kinabalu, Sabah.
Clarke, C. 2009. Tree shrew lavotories: a novel nitrogen sequestration strategy in tropical pitcher plant. School of Science, Monash University, Selangor, Malaysia. Vol 5, 632-635.
Handoyo, F dan Sitanggang, M. 2006. Petunjuk Praktis Perawatan Nepenthes. AgroMedia Pustaka. 2006. Depok. 66 hal.
Kunita L.Y. 2011. Pertumbuhan tanaman kantong semar (Nepenthes rafflesiana
Jack.) dengan modifikasi konsentrasi media dan pH secara in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Kurata, S. 1976. Nepenthes of Mount Kinabalu. Sabah National Parks Trustees. Sabah, Malaysia.
Mansur, M. 2007. Nepenthes, Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Paimin, F.B dan Fendy, R.P. 2002. Budi Daya Semut Rangrang Penghasil Kroto. Penebar Swadaya. Jakarta. 56 hal
Purwanto, A.W. 2006. Aglonema Pesona Kecantikan Sang Ratu Daun. Kanisius.Yogyakarta.80 hal.
Rahayu E.M.D., dan Isnaini Y. 2009. Induksi pembentukan kantong tanaman
Nepenthes rafflesianaJack pada berbagai konsentrasi media dan ukuran wadah kultur. Prosiding Seminar Peranan Konservasi Flora Indonesia Dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global. UPT BKT Kebun Raya Eka Karya Bali-LIPI dan PTTI, FMIPA Universitas Udayana dan BLH Prov Bali Hal: 436-441
Redaksi Trubus. 2006. Nepenthes. Trubus Info Kit 5 : 234-236.
Sandra, E., dan Purwanto, R. 2011. Pacu buah gincu.Trubus 505: 78-79.
33
Suska, M.A. 2005. Nepenthes ampullaria Vegetarian dari Keluarga Karnivora. Dalam: Trubus. No 433: 88-89.
Syamsir, E. 2010. Nilai nutrisi daging. ilmupangan.blogspot.com.(27 Januari 2011)
Witarto, A.B. 2006. Protein Pencerna di Kantong Semar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. http://www.lipi.go.id. Diakses tanggal 5 Maret 2011.
Yogiara. 2004. Analisis Komunitas Bakteri Cairan Kantong Semar (Nepenthes
spp.) Menggunakan Teknik Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism (T-RFLP) dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nepenthes ampullaria
‘
K0 K0A S
U KR D
P P + S P + U
K0 K0A S
35
36
LAMPIRAN 2. Nepenthes rafflesiana
K0 K0A S
U KR D
37