VERSI PROSES PERSIDANGAN KASUS WISMA ATLET
(Studi Semiotika Pemaknaan Kar ikatur “Oom Pasikom” Ver si Pr oses Per sidangan Kasus Wisma Atlet Pada Kor an Kompas Edisi Sabtu, 11 Febr uar i 2012)
S K R I P S I
Disusun Oleh :
VIKI GUSTI RANDA PUTRA NPM. 0743010231
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Disusun oleh,
VIKI GUSTI RANDA PUTRA NPM. 0743010231
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 13 Juni 2012
Pembimbing Tim Penguji :
1. Ketua
Zainal Abidin Achmad, S.Sos., M.Si., Med. Dr a. Sumar djijati, M.Si.
NPTY. 3 7305 99 0170 1 NIP. 196203 23199309 2001
2. Sekr etar is
Dr s. Kusnar to, M.Si. NIP. 195808 01198402 1001
3. Anggota
Zainal Abidin Achmad, S.Sos., M.Si., M.Ed. NPTY. 3 7305 99 0170 1
Mengetahui, DEKAN
Viki Gusti Randa Putr a,
PEMAKNAAN KARIKATUR “OOM PASIKOM” VERSI PROSES PERSIDANGAN KASUS WISMA ATLET (Studi Semiotika Pemaknaan Kar ikatur “Oom Pasikom” Ver si Pr oses Per sidangan Kasus Wisma Atlet Pada Koran Kompas Edisi Sabtu, 11 Febr uar i 2012)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna yang
dikomunikasikan karikatur “Oom Pasikom” koran Kompas terhadap kasus suap dan korupsi dalam pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan pada rubrik opini edisi Sabtu, 11 Februari 2012.
Teori – teori yang digunakan antara lain adalah surat kabar atau koran sebagai wadah komunikasi massa, karikatur sebagai proses komunikasi dan kritik sosial, teori semiotika dan teori Triangle of Meaning Charles Sanders Pierce.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan memakai pendekatan semiotika. Dengan obyek penelitian adalah karikatur editorial “oom pasikom” edisi Sabtu, 11 Februari 2012. Corpus pada penelitian ini adalah gambar karikatur “Oom Pasikom” Versi Kasus Wisma Atlet Pada Koran Kompas Edisi Sabtu, 11 Februari 2012.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah karikatur ini menyinggung tentang kasus korupsi dalam pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang yang menyeret nama – nama petinggi partai Demokrat, salah satunya adalah Mantan Wakil Sekretaris Jendral Partai Demokrat, Angelina Sondakh.
IN “OOM PASIKOM” CARTOON VERSION (Semiotic studies about the meaning on “Oom Pasikom” car toon in Kompas Newspaper at, Febr uar y 11 2012 Edition).
Purpose of this research is to explore about the meaning of “Oom Pasikom” cartoon to corruption case inside the development of Wisma Atlet SEA Games at Jakabaring, Palembang, South Sumatera in opinion article edition Saturday, February 11 2012.
The writer is using the following theories, newspaper as a mass communication, cartoon picture as a communication proccess and social critic, semiotic theory and the Triangle of Meaning theory by Charles Sanders Pierce.
The writer is using qualitative-descriptive method by using semiotic approach in this research with the “oom pasikom” cartoon as research object at Saturday, February 11 2012 edition. Corpus of this research is “Oom Pasikom” cartoon at Kompas, Saturday, February 11 2012 edition about the case of Wisma Atlet
Hypothesis in this research is, this cartoon criticize about corruption case inside the development of Wisma Atlet SEA Games at Jakabaring, Palembang which is dragging several names of elites in the Demokratic Party, one of them is ex-general secretary vice of the democratic party, Angelina Sondakh.
Keywords : Char les Sander s Peir ce’s semiotic theor y, Oom Pasikom car toon,
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, serta karunia – Nya
kepada penulis sehingga skripsi dengan judul PEMAKNAAN KARIKATUR
“OOM PASIKOM” VERSI PROSES PERSIDANGAN KASUS WISMA
ATLET (Studi Semiotika Pemaknaan Kar ikatur “Oom Pasikom” Ver si
Pr oses Per sidangan Kasus Wisma Atlet Pada Kor an Kompas Edisi Sabtu, 11
Febr uar i 2012) dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Zainal Abidin,
S.Sos., M.Si., M.Ed. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat, serta motivasi kepada penulis.
Dan penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa
moril, spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Dra. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito, S. Sos., Msi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak / Ibu Dosen serta staff karyawan Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik yang telah memberi banyak dorongan pada saya.
Reza Boncos, Monthario, SwasGono, Rosid, Bang Harik, Diwex, Sober,
Simon, Diaz, Basuki dan teman – teman lain yang belum saya sebutkan
namanya.
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini akan ditemukan banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan dibuatnya skripsi ini. Akhirnya,
dengan segala keterbatasan yang penulis miliki semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak umumnya dan penulis pada khususnya.
Surabaya, 13 Juni 2012
BAB III METODE PENELITIAN ... .. 46 Wisma Atlet Pada Koran Kompas Edisi Sabtu, 11 Februari 2012 ... .. 60
4.4. Karikatur “Oom Pasikom” Versi Proses Persidangan Kasus Wisma Atlet Pada Koran Kompas Edisi Sabtu, 11 Februari 2012 Dalam Kategori Tanda Peirce ... .. 62
4.5.3. Simbol ... .. 72
4.6. Interpretasi Makna Keseluruhan Karikatur “Oom Pasikom” Versi Proses Persidangan Kasus Wisma Atlet Pada Koran Kompas Edisi Sabtu, 11 Februari 2012 (dalam model Triangle of Meaning Peice) ... .. 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... .. 77
5.1. Kesimpulan ... .. 77
5.2. Saran ... .. 78
DAFTAR PUSTAKA ... .. 80
Gambar 2.1. Hubungan Tanda, Obyek dan Interpretan Peirce ... . 41
Gambar 2.2. Model Kategori Tanda Oleh Peirce ... . 42
Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Penelitian ... . 45
Gambar 4.1. Hubungan Antara Obyek, Tanda dan Interpretan dalam
Semiotik Peirce ... . 63
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari komunikator pada khalayak. Pada dasarnya
masyarakat haus akan informasi, sehingga media massa sangat dibutuhkan
oleh masyarakat. Media massa terdiri dari media massa cetak dan media
massa elektronik. Media massa cetak terdiri dari majalah, surat kabar, dan
buku. Sedangkan media massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film,
internet, dan lain – lain. Media cetak seperti, majalah, buku, surat kabar
justru mampu memberikan pemahaman yang tinggi kepada pembacanya,
karena ia sarat dengan analisa yang mendalam dibanding media lainnya.
(Cangara, 2005 : 128).
Media massa adalah penyaji realita. Para pengelola media massa
diibaratkan koki yang memproses peristiwa menjadi berita, feature,
investigative reporting, artikel, dialog interaktif, gambar bergerak dan
suara penyiar untuk disajikan kepada khalayak. Sang koki seharusnya
merujuk pada fakta, akurasi, aktualitas, kaidah bahasa dan etika. Namun ia
Fungsi media massa sebagai kontrol sosial dan persuasif. Secara
sadar atau tidak, dapat mengarahkan khalayak untuk mengikuti pola pikir
yang disajikan media. Kebutuhan khalayak akan berita yang paling
penting adalah nilai “kebaruannya”, nilai ini pada media cetak terletak
pada surat kabar. Melihat ketertarikan khalayak akan informasi terbaru
maka media menyajikan informasi yang berupa visualisasi karikatur.
Informasi yang ringan dan humoris namun tetap kritis dan faktual,
membuat khalayak terhibur dan tertarik dengan informasi tersebut.
(Effendy, 2000 : 92).
Media elektronik adalah media yang menggunakan elektronik atau
energi elektromekanis bagi pengguna akhir untuk mengakses kontennya.
Istilah ini merupakan kontras dari media statis (terutama media cetak),
yang meskipun sering dihasilkan secara elektronis tapi tidak membutuhkan
elektronik untuk diakses oleh pengguna akhir. Sumber media elektronik
yang familier bagi pengguna umum antara lain adalah rekaman video,
rekaman audio, presentasi multimedia, dan konten daring. Media
elektronik dapat berbentuk analog maupun digital, walaupun media baru
pada umumnya berbentuk digital.
Media elektronik merupakan suatu media yang penyampaian
informasinya lebih cepat dan berteknologi lebih canggih dibandingkan
dengan media cetak. Tanpa media sebagai penyalurnya, komunikasi tidak
media elektronik. Kita telah mengenal banyak sekali media elektronik
yang semakin canggih, semakin banyak dan beragam.
Dimulai dari media yang satu arah. Yang dimaksud dengan media
satu arah adalah media penyalur informasi tanpa perlu adanya feedback
dari si penerima atau dengan kata lain tidak terjadinya suatu interaksi
saling “mengobrol” antara lain seperti televisi, radio ataupun internet.
Namun, disini ada pengecualian untuk internet karena perkembangan
zaman, pemakai internet pun dapat berkomunikasi secara dua arah.
Selain media elektronik, adapula media cetak. Media cetak
merupakan bagian dari saluran informasi masyarakat disamping media
elektronik dan juga media digital. Ditengah dinamika masyarakat yang
demikian pesat, media cetak dianggap sudah tertinggal dibandingkan
dengan dua pesaingnya yakni media elektronik dan media digital. Meski
demikian, bukan berarti media cetak sudah tidak mampu meraih konsumen
yang menantikan informasi yang dibawanya.
Media cetak memiliki keunggulan dibandingkan media elektronik.
Media cetak dapat menyampaikan sebuah informasi secara detail dan
terperinci. Sementara untuk media elektronik lebih mengutamakan
kecepatan informasi, sehingga tak jarang informasi yang disampaikan
lebih bersifat sepotong dan berulang – ulang.
memenuhi kebutuhan akan informasi tersebut pers tidak boleh kehilangan
identitas sebagai lembaga yang dinamakan pers. Pers hendaknya jangan
hanya berupaya untuk mendapatkan keuntungan finansial saja. Sebab pers
tanpa idealisme dalam artian hanya mengejar keuntungan saja merupakan
pertanda bahwa pers tidak beda dengan perusahaan yang berorientasi pada
keuntungan semata. (Effendy, 2002 : 82)
Fungsi pers secara keseluruhan yaitu memberikan informasi,
hiburan dan kontrol sosial. Selain sebagai penyedia informasi, fungsi pers
sebagai kontrol sosial juga merupakan yang terpenting karena pada
hakekatnya dianggap sebagai kekuatan keempat yakni dapat menjalankan
kontrol masyarakat terhadap pemerintahan, baik berupa dukungan maupun
kritikan.
Selama ini kita tahu bahwa surat kabar tidak hanya saja sebagai
pencarian informasi yang utama dalam fungsi – fungsinya, tetapi bisa juga
mempunyai suatu karakteristik yang menarik yang perlu diperhatikan
untuk memberikan analisis yang sangat kritis yang akan menumbuhkan
motivasi, mendorong serta mengembangkan pola pikir bagi masyarakat
untuk semakin kritis dan selektif dalam menyikapi berita – berita yang ada
didalam media, khususnya surat kabar. (Sumadria, 2005 : 86).
Seiring dengan perkembangan zaman, surat kabar banyak terdapat
perubahan – perubahan dalam isi atau content yang ditampilkan sangat
gaya hidup, informasi lowongan pekerjaan, iklan dan tips – tips kesehatan.
Koran juga berisi berita – berita terkini dalam berbagai topik diantaranya,
event politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca, komik, opini,
TTS dan hiburan lainnya.
Koran (dari bahasa Belanda : Krant, dari bahasa Perancis :
Courant), atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah
dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas
koran. Kebanyakan negara setidaknya mempunyai satu surat kabar
nasional yang terbit di seluruh bagian negara. Di Indonesia, contohnya
adalah Kompas. (www.wikipedia.org).
Dalam isi koran juga terdapat kartun. Kartun sendiri merupakan
produk keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual,
teknik melukis, psikologi, cara melobi, referensi, bacaan, maupun
bagaimana tanggapan atau opini secara subyektif terhadap suatu kejadian,
tokoh, suatu persoalan, pemikiran atau pesan tertentu. Karena itu kita bisa
mendeteksi tingkat intelektual sang kartunis dari sudut ini, juga cara dia
mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru
tersenyum. (Sobur, 2003 : 140).
Dalam buku Desain Komunikasi Visual, (Kusmiati, 1999 : 36),
mengatakan bahwa Visualisasi adalah cara atau sarana untuk membuat
merencanakan dan memutuskan suatu problema dengan membayangkan
atau mengkhayalkannya pada kejadian yang sebenarnya. Media verbal
gambar merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan
pemahaman. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan
informasi tertulis karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana.
Gambar berdiri sendiri, memiliki subyek yang mudah dipahami dan
merupakan “simbol” yang jelas dan mudah dikenal.
Kartun merupakan symbolic speech (komunikasi tidak langsung)
artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar kartun
tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa
simbol. Dengan kata lain makna yang terkandung dalam gambar kartun
tersebut merupakan makna yang terselubung. Simbol – simbol pada
gambar kartun tersebut merupakan simbol yang disertai signal (maksud)
yang digunakan secara sadar oleh orang yang mengirimnya dan mereka
yang menerimanya. Kartun yang membawa pesan kritik sosial yang
muncul disetiap penerbitan koran adalah political cartoon (kartun politik)
atau editorial cartoon (kartun editorial), yang biasa digunakan sebagai
visualisasi tajuk rencana surat kabar atau koran dalam versi humor.
Menurut Pramoedjo (2008 : 13), adalah bagian kartun yang diberi
muatan pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap seseorang atau
suatu masalah. Meski dibumbui dengan humor, namun karikatur
merupakan kartun satire yang terkadang malah tidak menghibur, bahkan
Karikatur (bahasa latin : carricare) sebenarnya memiliki arti
sebagai gambar yang didistorsikan, diplesetkan dan dipelototkan secara
karakteristik tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni
memelototkan wajah ini sudah berkembang sejak abad ke – 17 di Eropa,
Inggris sampai ke Amerika bersamaan dengan perkembangan media cetak
pada masa itu. (Pramoedjo, 2008 : 13)
Karikatur membangun masyarakat melalui pesan – pesan sosial
yang dikemas secara kreatif dengan pendekatan simbolis. Sayangnya
muatan pesan verbal dan pesan visual yang dituangkan kedalam karikatur
terlalu banyak. Secara visual, desain karikatur yang disajikan pun menjadi
jelek, tidak komunikatif, kurang cerdas dan terkesan menggurui.
Akibatnya masyarakat luas yang diposisikan sebagai target sasaran dari
karikatur dengan serta merta mengabaikan pesan sosial yang disampaikan
oleh karikatur. (www.desaingrafisindonesia.com).
Jika dilihat dari wujudnya, karikatur mengandung tanda – tanda
komunikatif. Lewat bentuk – bentuk komunikasi itulah pesan tersebut
menjadi bermakna. Disamping itu, gabungan antara tanda dan pesan yang
ada pada karikatur diharapkan mampu mempersuasi khalayak sasaran
yang dituju. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tanda verbal (terkait
dengan judul, sub judul dan teks) dan tanda visual (terkait dengan ilustrasi,
logo, tipografi dan tata visual) karikatur dengan pendekatan semiotika.
pendekatan untuk memperoleh makna yang terkandung dibalik tanda
visual dan tanda verbal dalam iklan layanan masyarakat.
Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur,
disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,
tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.
Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema dan pengertian
yang didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara
menggambarkannya apakah secara ikon, indeks, maupun simbol.
Oom Pasikom merupakan opini redaksi media Kompas yang
dituangkan dalam bentuk karikatur yang menggambarkan berbagai
permasalahan bangsa ini. Baik masalah sosial, ekonomi, politik, budaya,
bahkan musibah yang sedang dialami masyarakat. Isi pesan dari gambar
tersebut biasanya ditujukan untuk mengkritik kebijakan atau langkah
pemerintah atau lembaga dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Tentu saja kritik yang
diopinikan media tersebut adalah kritik yang membangun, kritik yang
ditujukan kearah perbaikan untuk semua pihak yang bersangkutan.
Dalam gambar editorial Oom Pasikom edisi Sabtu, 11 Februari
2012, ditampilkan diantaranya dengan visualisasi gambar seorang pria
yang sedang memikirkan seorang wanita berambut panjang sambil
menaiki mobil sedan dengan kondisi ban kempes bersama seorang sopir
tiang arah jalan yang diatasnya terdapat gambar menyerupai setan,
kemudian terdapat sembilan nama jalan, diantaranya : JL. SORGA, JL.
POLITIK, JL. APEL WASHINGTON, JL. APEL MALANG, JL. TAK
ADA UJUNG, JL. SANDIWARA, JL. HUKUM & KEADILAN, JL.
BUNTU, JL. NERAKA.
Peneliti memilih koran Kompas karena merupakan salah satu
saluran komunikasi politik, sekaligus media terbesar di Indonesia yang
khususnya di pulau Jawa. Sebagai koran nasional peredaran Kompas
meliputi hampir seluruh kota di Indonesia dan selalu menjadi Market
leader.
Dalam rubrik karikatur Kompas yang disebut “Oom Pasikom”.
Kompas secara kritis menggambarkan situasi sosial yang terjadi di
masyarakat. Segment karikatur pada koran Kompas yaitu Oom Pasikom,
secara berani mengkritisi sosial yang sedang terjadi. Dalam kasus dugaan
korupsi, Kompas berani mengkritik dengan menggunakan sisi lain yaitu
tiang arah jalan yang terdiri dari sembilan nama jalan dan diatasnya
terdapat gambar menyerupai sosok setan dalam gambar karikatur tersebut.
Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan studi
Semiotik Peirce pada gambar karikatur tersebut.
Dari beberapa uraian diatas, pemilihan gambar Oom Pasikom
akan menggambarkan tanggapan permasalahan yang terjadi dalam sudut
pandang masyarakat Indonesia yang diwakili oleh kartunis. Dalam
mengungkapkan makna pesan gambar karikatur tersebut, peneliti
menggunakan pendekatan Semiotik menurut Charles Sanders Peirce yaitu
tanda atas ikon, indeks dan simbol yang berhubungan dengan acuannya.
Alasan yang mendasari pemilihan gambar karikatur “Oom
Pasikom” Versi Proses Persidangan Kasus Wisma Atlet adalah peneliti
ingin menginterpretasikan gambar karikatur tersebut dengan menggunakan
teori semiotika Charles Sanders Peirce melalui tiga kategori, yaitu ikon,
indeks dan simbol. Disamping itu peneliti menemukan adanya kerusakan
pada keteraturan sosial yang ada terhadap pihak – pihak yang menjadi
sasaran, penggambaran dalam karikatur tersebut yang menyebabkan
keimplisitan pesan, yaitu di dalam gambar karikatur terdapat perubahan
gambar tokoh yang tidak sesuai lagi dengan gambar atau bentuk asli
karena adanya tambahan efek – efek gambar dari kartunis sehingga
karikatur tersebut memiliki makna dan pesan yang menimbulkan imajinasi
bagi pembaca dalam menyikapi gambar karikatur “Oom Pasikom” Versi
Proses Persidangan Kasus Wisma Atlet. Karikaturis menciptakan sensasi
melalui gambar tentang sesuatu yang memiliki makna tersembunyi yang
menggelitik bagi pembaca.
Yang dimaksud makna tersembunyi merupakan makna konotatif,
makna konotatif bersifat subyektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran
tertentu. Kalau ada makna denotatif yang hampir bisa dimengerti banyak
orang, maka makna konotatif ini hanya bisa dicerna oleh mereka yang
jumlahnya lebih kecil. (Sobur, 2003 : 264).
Charles Sanders Peirce merujuk pada doktrin formal tentang tanda
– tanda. Yang menjadi dasar bagi semiotika adalah konsep tentang tanda,
tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda –
tanda, melainkan dunia itu sendiripun sejauh terkait dengan pikiran
manusia seluruhnya terdiri atas tanda – tanda karena jika tidak, manusia
tidak akan bisa menjalin hubungan yang realistis. Bahasa itu sendiri
merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia,
sedangkan tanda – tanda non verbal seperti gerak – gerik, bentuk – bentuk
pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya dapat
dipandang sebagai jenis bahasa yang tersusun dari tanda – tanda bermakna
yang dikomunikasikan berdasarkan relasi – relasi. (Sobur, 2003 : 13).
1.2 Per umusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : Bagaimana makna karikatur “Oom
Pasikom” Versi Proses Persidangan Kasus Wisma Atlet pada koran
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna
yang dikomunikasikan karikatur “Oom Pasikom” Versi Proses
Persidangan Kasus Wisma Atlet pada koran Kompas edisi Sabtu, 11
Februari 2012 dengan menggunakan pendekatan Semiotika.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teor itis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran atau masukan atas wawasan serta bahan referensi
bagi mahasiswa, khususnya jurusan Ilmu Komunikasi pada jenis penelitian
semiotika.
1.4.2 Kegunaan Pr aktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
atau pertimbangan untuk mengetahui penerapan tanda dalam studi
Semiotik, sehingga dapat memberi makna bagi para pembaca Koran
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teor i
2.1.1 J ur nalistik Pers
Jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan
penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media
massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis
dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sebaga ilmu,
jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu
yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau
informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi,
atau memberikan kejelasan.
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
mengambil bentuk dan warna struktur – struktur sosial politik dimana ia
beroperasi. (www.wordpress.com).
Pers dan jurnalistik merupakan suatu kesatuan yang bergerak
dalam bidang penyiaran informasi, hiburan, keterangan, dan penerangan.
Artinya adalah bahwa antara pers dan jurnalistik mempunyai hubungan
yang erat. Pers sebagai media komunikasi massa tidak akan berguna
apabila sajiannya jauh dari prinsip – prinsip jurnalistik. Sebaliknya karya
jurnalistik tidak akan bermanfaat tanpa disampaikan oleh pers sebagai
medianya, bahkan boleh dikatakan bahwa pers adalah media khusus untuk
digunakan dalam mewujudkan dan menyampaikan karya jurnalistik
kepada khalayak. (Kustadi Suhandang, 2004 : 40).
2.1.2 Kor an
Salah satu komunikasi massa dalam bentuk media cetak adalah
koran. Dengan sendirinya koran juga mempunyai fungsi – fungsi
komunikasi massa. Hal ini dapat diketahui batasan ataupun kriteria standar
koran.
Koran adalah penerbitan yang berupa lembaran yang berisi berita –
berita, karangan – karangan dan iklan yang dicetak dan terbit secara tetap,
periodik dan dijual untuk umum. Selain itu koran juga mempunyai
beberapa karakteristik. (Assegaf, 1991 : 140).
1. Berita merupakan unsur utama yang dominan.
2. Memiliki ruang yang relatif lebih leluasa.
3. Memiliki waktu untuk “dibaca ulang” lebih lama.
4. Umpan balik relatif lebih lamban.
5. Kesegaran (immediately) relatif lebih lamban.
6. Dalam hal kenyataan relatif kurang kredibel.
7. Ditentukan oleh jalur distribusi. (Pareno, 2005 : 24).
Ada beberapa alasan orang membaca koran. Diantaranya, untuk
meraih prestise, menghilangkan kebosanan, agar merasa lebih dekat
dengan lingkungannya, atau untuk menyesuaikan perannya di masyarakat.
Bagi sebagian orang, koran merupakan sumber informasi dan gagasan
tentang berbagai masalah publik yang serius. Bagi sebagian yang lain,
koran bukan untuk mencari informasi, melainkan untuk mengisi rutinitas.
Ada pula yang menjadikan koran untuk membuang kejenuhan dari
kehidupan sehari – hari. (Rivers dan Peterson, 2003 : 313).
Koran adalah media massa yang sangat berpengaruh di tengah
masyarakat. Meski di zaman modern ini sudah banyak media saingan
koran seperti media elektronik (televisi dan radio) dan juga media internet,
Koran adalah media cetak yang ditujukan bagi banyak orang atau
komunitas tertentu untuk memperluas informasi yang berisi berita aktual,
feature (berita ringan misalnya : tentang gaya hidup dan sebagainya),
wawancara tokoh terkenal di masyarakat, surat pembaca, kuis, cerita
bersambung, komik strip (komik gaya koran), opini dan sebagainya. Koran
diterbitkan setiap hari, seminggu sekali atau sebulan sekali.
Koran yang memiliki banyak pelanggan dan turut berperan serta
membentuk opini publik di suatu negara adalah koran dengan sejarah
jurnalistik yang panjang. Sehingga umurnya cukup tua bagi suatu media
massa, misalnya di Indonesia kita mengenal koran KOMPAS yang sudah
diterbitkan sejak tahun 1965. Atau di luar negeri ada koran Washington
Post, New York Time dan lain – lain. (www.google.co.id).
2.1.3 Kar tun dan Kar ikatur
Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karikatur seperti halnya
kartun strip, kartun gags (kartun kata), kartun komik dan kartun animasi
adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun.
Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik
dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologis, cara melobi,
referensi, bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat.
Karena itu, kita bisa mendeteksi intelektual seorang karikaturis dari sudut
ini, juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam
bentuk gambar – gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan
selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya,
karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik sehat. Dikatakan
kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar – gambar
lucu dan menarik. (Sobur, 2006 : 140).
Meski terlihat sederhana, sebenarnya karikatur punya fungsi yang
cukup banyak. Ketika membaca koran atau majalah terutama pada edisi –
edisi tertentu selain artikel, pemuatan gambar jenis ini juga punya daya
tarik tersendiri. Bahkan bisa menjadi ciri khas dari media tersebut. Dan
selain di majalah atau koran lukisan yang mengandung pesan tertentu ini
juga sering muncul di media lain.
Adapun fungsi dari karikatur, antara lain adalah :
1. Hiburan : Ketika membaca artikel di majalah atau koran orang
sering merasa bosan dan jenuh. Untuk menghilangkan rasa yang
tidak nyaman tersebut mereka selalu melihat karikatur yang ada
untuk menyegarkan pikirannya kembali.
2. Hobi : Hal ini sering dilakukan terutama oleh orang yang gemar
dengan kegiatan melukis. Karena membuat karikatur juga tidak
berbeda jauh dengan melukis atau membuat gambar. Bisa
3. Kritik : Saat ini banyak orang yang merasa jenuh dengan
kehidupan sosial atau lingkungan disekitarnya. Karena apa yang
dilihatnya sering tidak sesuai dengan nilai atau norma yang ada.
Dan untuk melakukan protes atau sindiran terhadap situasi ini
beberapa orang membuat karikatur sebagai media untuk
menggambarkan isi hatinya tersebut.
Agar bisa menjadi karikatur yang baik, seorang pelukis atau yang
punya kegemaran dan hobi ini perlu memperhatikan beberapa hal yang
antara lain adalah :
1. Tema : Ketika membuat karikatur, pilihlah tema yang saat ini
sedang menjadi trending topik atau bahan perbincangan hangat di
masyarakat. Bila ini dilakukan pasti akan menarik banyak orang
untuk menikmati atau melihat hasil karya kita tersebut.
2. Pembuatan gambar : Gambar atau lukisan yang dibuat untuk
membuat karikatur perlu teknik tersendiri. Karena hal ini berbeda
dengan lukisan yang dibuat untuk hiasan atau pajangan di dinding.
Yang terpenting adalah justru terletak pada karakter lukisan yang
dibuat. Usahakan agar terkesan kuat sehingga pesan yang
disampaikan bisa kena.
3. Ekspresi : Ini merupakan salah satu hal utama yang harus
diperhatikan ketika membuat lukisan karikatur. Karena letak
wajah, selain itu bentuk tubuh juga harus diperhatikan dengan
seksama. Semua harus mengandung kelucuan dan keunikan, jadi
bukan terletak pada ukuran skalanya.
4. Kalimat : Karikatur yang baik adalah ketika kita bisa
meminimalkan penggunaan kalimat. Karena kekuatan dari lukisan
jenis ini terletak pada pesan dan karakter gambar yang dibuat. Bila
terlalu banyak kalimat orang justru akan tidak tertarik, karena ini
bukan bacaan humor atau cerita bergambar. Namun suatu pesan
yang ingin disampaikan melalui bentuk lukisan yang lucu dan
unik.
5. Media : Misalnya kita membuat karikatur untuk media atau
majalah maupun koran politik. Maka jenis pesan yang
disampaikan juga harus bersinggungan dengan kehidupan politik
terkini. Demikian pula bila kita ingin menunjukkan karya tersebut
pada mahasiswa contohnya. Maka buatlah kritik seputar
kehidupan kampus beserta segala yang ada di dalamnya.
Kartun mempunyai keunggulan sekaligus kelemahan. Ia dapat
ditangkap pikiran orang, tapi tidak mampu menjelaskan persoalan secara
lengkap dan tuntas. Kemudahan dan daya tembus sebuah kartun dapat
diterima oleh semua kalangan, mulai dari rakyat yang buta huruf sampai
antara lain memiliki misi pendidikan, yaitu meningkatkan kemampuan
berpikir dan perenungan bagi penikmatnya, meskipun mediumnya berupa
humor. Oleh karena itu kartun yang berhasil tentu saja terbit dari ide yang
cerdas dan dapat dinikmati secara cerdas pula. (Bintoro, 2002).
2.1.4 Kar ikatur Dalam Koran
Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi
yang dilakukan melalui media cetak seperti majalah, koran, radio, televisi
dan lain sebagainya. Komunikasi massa merupakan komunikasi dimana
penyampaian psan kepada sejumlah orang dilakukan melalui media cetak.
Baik kartun maupun karikatur di Indonesia belakangan ini sudah bisa
menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh pesan dan
estetika. Disamping kadar humornya, karikatur penuh dengan
perlambangan – perlambangan yang kaya akan makna, oleh karena itu
karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam
masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang disampaikan sebuah
gambar karikatur, tidak akan menyebabkan terjadinya evolusi. Dengan
kata lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang
sedang hangat dipermukaan.
Menurut Anderson, dalam memahami studi komunikasi politik di
Indonesia akan lebih mudah dianalisa mengenai konsep politik Indonesia
dengan membedakan dalam dua konsep, yaitu dengan Direct Speech
Komunikasi langsung merupakan konsepsi politik yang analisanya
dipahami sejauh penelitian tersebut ditinjau dari komunikasi yang bersifat
langsung, seperti humor, gosip, diskusi, argumen, inkritik dan lain – lain.
Sedangkan komunikasi tidak langsung, tidak dapat secara langsung
dipahami maupun diteliti seperti patung, monumen dan simbol – simbol
lainnya. (Bintoro dalam Marliani, 2004 : 49).
Peran karikatur yang tertulis seperti yang telah diuraikan diatas
merupakan alasan utama dijadikannya karikatur sebagai obyek studi ini.
Selain karena karikatur merupakan suatu penyampaian pesan lewat kritik
yang sehat dan juga suatu keahlian karikaturis adalah bagaimana dia
memilih topik – topik isu yang tepat dan masih hangat.
2.1.5 Kr itik Sosial
Indonesia terbangun ketika budaya tulis sudah menyebar luas,
ketika segala tatanan kehidupan dirumuskan secara tertulis dan tidak
tertulis baik dalam bentuk buku, majalah, surat kabar, radio, televisi dan
internet. Semakin luas melalui pendidikan modern dan yang tak kalah
pentingnya, ketika segala bentuk tulisan sebagian besar menyampaikan
berbagai informasi melalui bahasa Indonesia dijadikan media resmi
pendidikan nasional dan sebagai alat komunikasi dalam birokrasi.
(Masoed, 1999 : 42).
saja dengan membunuh eksistensi kritik sehingga sebuah institusi sosial
yang lahir dari kebutuhan pengembangan hidup bersama manusia. Dalam
konteks budaya tulis, budaya modern materialistis yang berpenopang pada
budaya tulis diatas pembangunan, pengembangan dan penyebaran kritik
sama statusnya dengan pembangunan, pengembangan dan penyebaran
kritik itu sendiri.
Dalam beberapa pengertian kritik sosial mengandung konotasi
negatif seperti “celaan”, namun kata “kecaman” mengandung kemunkinan
kata positif yaitu dukungan, usulan, saran dan penyelidikan yang cermat
(Masoed, 1999 : 36). Definisi “kritik” menurut kamus Oxford adalah “one
who appreises literaryor artistic work” atau suatu hal yang membentuk
dan memberikan penilaian untuk menemukan kesalahan terhadap sesuatu.
Kritik awalnya dari bahasa Yunani (Kritike = pemisahan, Krinoo =
memutuskan) dan berkembang dalam bahasa Inggris “critism” yang berarti
evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara, sosial adalah suatu
kajian yang menyangkut kehidupan dalam bermasyarakat menciptakan
suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil. (Susanto, 1986 : 7).
Dalam kritik sosial, pers dan politik Indonesia kritik sosial adalah
salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau
berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial
atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan
salah satu unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata
dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Abar dalam Masoed,
1999 : 47).
Kritik sosial dapat disampaikan melalui berbagai wahana, mulai
dari cara yang paling tradisional, seperti berjemur diri, ungkapan –
ungkapan sindiran melalui komunikasi antar personal dan komunikasi
sosial melalui berbagai pertunjukkan sosial dan kesenian dalam
komunikasi publik, seni sastra dan melalui media massa. Kritik dari
masyarakat ini hendaknya ditanggapi dengan serius oleh pemerintah.
Memang dalam menaggapi kritik dari masyarakat, belum menjamin
persoalan akan selesai, tetapi itu menunjukkan adanya perhatian dari
pemerintah. Perhatian inilah yang secara akumulatif membentuk kesan,
pemerintah mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap rakyatnya.
Apabila masyarakat sudah diperhatikan aspirasinya, masyarakat tidak akan
lupa akan balasbudi, sehingga apabila pemerintah mempunyai program
kerja maka partisipasi masyarakat akan muncul dengan sendirinya.
(Panuju, 1999 : 49).
Kritik sosial itu sebenarnya merupakan sesuatu yang positif karena
ia mendorong sesuatu yang terjadi di dalam masyarakat untuk kembali ke
kriteria yang dianggap wajar dan telah disepakati bersama. Menurut Aris
Susanto dalam bidang politik istilah kritik sosial seringkali memperoleh
konotasi negatif karena diartikan mencari kelemahan – kelemahan pihak
Kesan oposisi sejauh mungkin harus dapat dihindarkan,
masyarakat awam menganggap kritik sama dengan oposisi, yang artinya
“pihak luar” (out group) sehingga kritik tertuju kebijaksanaan atau oknum
aparat pemerintah, diidentifikasi sebagai penentang atau melawan
pemerintah. Padahal, kritik itu mengandung muatan – muatan saling
memberi arti. Setidaknya menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan
dalam merumuskan kebijaksanaan dan tindak lanjutnya. (Ali, 1999 ; 84).
Kritik – kritik terbaik, sesuai dengan setting sosial, politik dan
budaya kita adalah kritik yang membuat saran kritik menangis, tapi dalam
mimik mukanya yang tetap tertawa, artinya jika kita melaksanakan kritik
kepada sasaran tertentu, kritik tersebut tidak boleh membuat malu sasaran
kritik dihadapan publik, apalagi secara meluas.
Sesuai dengan ciri makhluk rasional, maka keterbukaan dan kritik
harus mengandung beberapa unsur utama. Diantaranya adalah peningkatan
supremasi individu, kompetisi dan membuka peluang pengarahan bagi
tindakan manusia untuk meraih sukses dan keuntungan di planet bumi ini.
(Ali, 1999 : 194).
Dengan demikian, melestarikan atau mempertahankan kritik
terselubung dalam konteks budaya yang tidak lagi menopangnya sama saja
membunuh eksistensi kritik sebagai sebuah institusi sosial yang lahir dari
kebutuhan pengembangan hidup kebersamaan manusia. Dalam konteks
tulis diatas pembangunan, pengembangan dan penyebaran kritik itu
sendiri.
2.1.6 Font
Pada dasarnya huruf memiliki energi yang dapat mengaktifkan
gerak mata. Energi ini dapat dimanfaatkan secara positif apabila dalam
penggunaanya senantiasa memperhatikan kaidah – kaidah estetiknya,
kenyamanan keterbacaannya, serta interaksi huruf terhadap ruang dan
elemen – elemen visual disekitarnya.
Huruf atau biasa juga dikenal dengan istilah “font” atau “typeface”
adalah salah satu elemen terpenting dalam desain grafis karena huruf
merupakan sebuah bentuk yang universal untuk menghantarkan bentuk
visual yang dibunyikan sebagai kebutuhan komunikasi verbal. Lewat
kandungan nilai fungsional dan nilai estetiknya, huruf memiliki potensi
untuk menerjemahkan atmosfir – atmosfir yang tersirat dalam sebuah
komunikasi verbal yang dituangkan melalui abstraksi bentuk – bentuk
visual.
Setiap bentuk dan huruf dalam sebuah alfabet memiliki keunikan
fisik yang menyebabkan mata kita dapat membedakan antar huruf ‘m’
dengan ‘p’ atau ‘C’ dengan ‘Q’. Sekelompok pakar psikologi dari Jerman
dan Austria pada tahun 1900 memformulasikan sebuah teori yang dikenal
bahwa untuk membuktikan atau ‘membaca’ sebuah gambar diperlukan
adanya kontras antara ruang positif yang disebut dengan figure dan ruang
negatif yang disebut dengan ground.
Pada dasarnya setiap huruf terdiri dari kombinasi berbagai guratan
garis (strokes) yang terbagi menjadi dua, yaitu guratan garis dasar (basic
stroke) dan guratan garis sekunder (secondary stroke). Apabila ditinjau
dari sudut geometri, maka garis dasar yang mendominasi struktur huruf
dalam alfabet dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu :
1. Kelompok garis tegak – datar ; EFHIL
2. Kelompok garis tegak – miring ; AKMNVWXYZ
3. Kelompok garis tegak – lengkung ; BDGJPRU
4. Kelompok garis lengkung ; COQS
Huruf memiliki dua ruang dasar bila ditinjau dalam hukum persepsi
dari teori Gestalt, yaitu figure dan ground. Apabila kita menelaah
keberadaan ruang negatif dari seluruh huruf secara garis besar dapat
dipecah menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Ruang negatif bersudut lengkung ; BCDGOPQRSU
2. Ruang negatif bersudut persegi empat ; EFHILT
Perhitungan tinggi fisik huruf memiliki azas optikal – matematis,
pengertiannya bahwa dalam perhitungan angka, beberapa huruf dalam
alfabet memiliki tinggi yang berbeda – beda, namun secara optis
keseluruhan huruf tersebut terlihat sama tinggi. Huruf yang memiliki
bentuk lengkung dan segitiga lancip pada bagian teratas atau terbawah dari
badan huruf akan memiliki bidang lebih dibandingkan dengan huruf yang
memiliki bentuk bundar. Apabila beberapa huruf tersebut dicetak secara
berdampingan maka akan tercapai suatu kesamaan tinggi secara optis.
(www.photobucket.com).
2.1.6.1 J enis – J enis Font
Font terbagi dalam 4 jenis, yaitu Serif, Sans Serif, Script dan
Decorative. Masing – masing font memiliki karakteristik tersendiri dan
kegunaannya masing – masing juga berbeda.
1. Serif : Huruf yang memiliki kait (sedikit menjorok keluar) pada
bagian ujung atas atau bawahnya. Huruf Sans Serif (tanpa kait),
tidak memiliki kait atau hook, hanya terdiri dari batang dan tangki.
Contoh : Times, Souvenir, Palatino.
2. Sans Serif : Huruf yang tidak memiliki kait pada ujung atas
maupun bawahnya. Jadi huruf ini tidak memiliki sirip pada ujung
hurufnya dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir
kontemporer dan efisien. Contoh : Arial, Tahoma, Helvetica,
Futura.
3. Script : Huruf yang bentuknya mempunyai tulisan tangan manusia.
Huruf script menyerupai goresan tangan yang dikerjakan dengan
pena, kuas, atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan
yang ditimbulkannya adalah sifat kepribadian akrab. Contoh :
Commercial Script, Sheley Volante, English Vivance, Brush Script.
4. Decorative : Huruf yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi diatas.
Huruf jenis ini adalah pengembangan dari bentuk – bentuk yang
sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis – garis
dekoratif. Kesan yang dimiliki adalah dekoratif dan ornamen.
Huruf dekoratif setiap huruf dibuat secara detail, kompleks dan
rumit. Contoh : Canteburry, Augsburger.
Dalam pemilihan jenis huruf atau karakter huruf, yang senantiasa
harus diperhatikan adalah karakter produk yang akan ditonjolkan dan juga
karakter segment pasar, agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan
diterima oleh masyarakat.
2.1.6.2 Kar akter istik J enis Font
Ada beberapa jenis font dan karaktristiknya. Antara font satu
dengan font yang lain sangat berbeda, seperti contohnya :
1. Times New Roman
Karakter jenis Times New Roman cenderung menciptakan
kesan yang lebih serius, paling mudah dibaca untuk volume tipe
yang besar, kecepatan dan keakuratan membaca akan jauh lebih
tinggi, terbukti kebanyakan buku dan surat kabar menggunakan
tipe ini karena lebih jelas dan paling umum untuk digunakan
sebagai headline dan judul. Karakteristiknya termasuk tipe
transisional, tingkat kontrasnya dan perbedaan ketebalan antara
stroke yang tebal dan tipis cukup tinggi. Times New Roman adalah
jenis huruf Serif yang sering anda lihat di surat kabar atau majalah.
Font ini didesain untuk kemudahan membaca pada media cetak,
demikian juga pada layar monitor. Selain itu font ini juga
digunakan untuk tulisan resmi dan sudah umum digunakan untuk
membuat tulisan resmi ketikan komputer. Hurufnya jelas, tidak
ribet dan mudah dibaca.
2. Arial
Adalah jenis huruf Sans Serif yang sering digunakan dalam
Web. Terlihat lebih sederhana dan lebih mudah dibaca pada
berbagai ukuran. Ada beberapa kekurangan pada font ini, salah
satunya adalah sulitnya membedakan antara huruf ‘i’ kapital dan
dokumen resmi dan surat kabar. Font ini bersifat resmi, ukurannya
besar dan jelas. (www.wikipedia.org).
3. Verdana
Verdana dibuat khusus agar sebuah teks dapat dibaca
dengan mudah dan jelas walaupun dengan ukuran yang cukup
kecil. Hal ini dapat terjadi karena font Verdana didesain
mempunyai jarak antara huruf yang melebihi font Sans Serif,
sehingga lebih mudah dibaca. Verdana juga sering dipilih oleh Web
Designers yang ingin mnulis teks dengan jumlah yang cukup
banyak didalam space yang cukup kecil. Font ini cukup mudah
dibaca karena memang ukurannya lebih besar dari pada font yang
lain.
4. Snap ITC
Jenis huruf ini memiliki nilai seni yang tinggi karena jenis
huruf ini sering digunakan dalam pembuatan stiker, pamflet
ataupun brosur yang lainnya. Bentuk huruf ini sangatlah bagus dan
cocok untuk keperluan hiburan, misalnya saja dalam pendekorasian
atau undangan yang sifatnya kurang resmi. Jenis huruf seperti yang
tidak formal ini cocok digunakan untuk mendesain berbagai
5. Comic Sans
Huruf ini mempunyai karakteristik informal sehingga
terkesan bersahabat, namun jarang digunakan di Web karena
dianggap kurang profesional dan tidak normal.
Pemakaian jenis font yang tepat dapat membantu desain menjadi
lebih menyatu dan lebih cepat mengkomunikasikan maksud dari desain.
Misalnya, pada desain brosur kecantikan, kita menggunakan font yang
tipis dan luwes, sesuai dengan kepribadian target market yang dituju, yaitu
wanita.
Jenis font bisa diibaratkan jenis suara yang berbicara pada desain.
Font dengan gaya tebal akan terasa seperti suara lelaki dan bersuara berat.
Font berbentuk kaku dan kotak – kotak akan terasa seperti robot atau
mesin yang berbicara, dan seterusnya. Masing – masing font mempunyai
jenis suara tersendiri. (www.wikipedia.org).
2.1.7 Kor upsi
Definisi korupsi (bahasa latin : corruptio dari kata kerja
corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikkan, menyogok)
menurut Tranparency International adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
pada disiplin ilmu yang dipergunakan sebagaimana dikemukakan oleh
Benveniste dalam Suyatno, korupsi didefinisikan menjadi empat jenis :
1. Discretionery corruption adalah korupsi yang dilakukan karena
adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun
nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik – praktik yang dapat
diterima oleh para anggota organisasi.
2. Illegal corruption adalah suatu jenis tindakan yang bermaksud
mengacaukan bahasa atau maksud – maksud hukum, peraturan dan
regulasi tertentu.
3. Mercenery corruption adalah jenis tindak pidana korupsi yang
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui
penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
4. Ideology corruption adalah jenis korupsi ilegal maupun
discretionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
2.1.8 Kasus Kor upsi Wisma Atlet
Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring, Palembang, Sumatera
Selatan sebelumnya telah memakan biaya sebesar Rp 191 miliar dari
pemerintah pusat. pada kontrak awal hanya untuk pembangunan gedung
saja, belum termasuk dana untuk perabotan. Perabotannya sendiri
membutuhkan dana sekitar Rp 30 – Rp 40 miliar untuk 369 kamar atau
Namun, dibalik pembangunan Wisma Atlet Sea Games tersebut
terdapat praktek suap dan korupsi di dalamnya. Diduga kuat praktek
tersebut melibatkan banyak pihak yang ikut andil dalam penyelewengan
dana proyek pembangunan Wisma Atlet, khususnya para elit – elit politik
Partai Demokrat. (www.inilah.com).
PT Duta Graha Indah (DGI) selaku perusahaan pemenang tender
pelaksana proyek Wisma Atlet SEA Games 2011 di Jakabaring,
Palembang, Sumatera Selatan. Terkait kasus korupsi yang menjerat
mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Lalu
terdengar kabar setelah dijarah koruptor dengan suap, kolusi dan secara
berjamaah pula, pembangunan Wisma Atlet membutuhkan dana tambahan
lagi.
Kasus suap Wisma Atlet telah menyita perhatian publik sejak
pertengahan tahun lalu. Kasus ini menyikut banyak kepentingan dan
elemen – elemen penting dalam kekuasaan. Dan Berikut nama – nama
yang paling sering disebut – sebut berkaitan dalam kasus korupsi Wisma
Atlet :
1. Muhammad Naza r uddin
Mantan bendahara Partai Demokrat ini merupakan pusat perhatian
utama kasus ini. Jumat 20 April 2012 ini menjadi terpidana
menerima lima lembar cek senilai Rp 4,6 miliar dari Manager
Marketing PT Duta Graha Indah M. El Idris karena telah
mengupayakan perusahaan itu mendapatkan proyek pembangunan
Wisma Atlet di Jakabaring, Palembang.
2. Mindo Rosalina Manulang
Pada 21 September 2011, mantan direktur pemasaran PT Anak
Negeri ini divonis 2 tahun 6 bulan penjara. Menurut majelis hakim,
Rosa bersama Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah
Mohammad El Idris terbukti memberikan cek senilai Rp 4,3 miliar
kepada anggota DPR, Muhammad Nazaruddin dan Rp 3,2 miliar
kepada Sekretaris Menpora, Wafid Muharam.
3. Mohammad El Idr is
Pada 21 September 2011, mantan manajer pemasaran PT Duta
Graha Indah ini dijatuhi vonis dua tahun penjara. Menurut
majelis hakim, Idris dan Mindo Rosalina Manulang terbukti
memberi cek senilai Rp 4,3 miliar kepada anggota DPR,
Nazaruddin dan Rp 3,2 miliar kepada Wafid Muharam.
4. Wafid Muhar r am
Mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga ini, pada 19
penjara. Wafid terbukti menerima suap Rp 3,2 miliar dalam proyek
Wisma Atlet.
Selain membuat para terdakwa di atas terantar ke penjara, kasus ini
juga menyeret nama – nama penting baik sebagai saksi, tersangka, maupun
hanya disebut oleh para saksi atau tersangka. Mereka ini adalah Angelina
Sondakh. Mantan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini, pada 3
Februari 2012 ditetapkan KPK sebagai tersangka. Ia diduga turut
menerima uang Rp 5 miliar dari Direktur Marketing PT Anak Negeri
Mindo Rosalina Manullang. Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi
Mallarangeng pernah menjadi saksi dalam sidang Nazaruddin pada 22
Februari 2012, sementara Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin
pernah diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus ini pada 22 Februari
2012. Yang juga ke pengadilan sebagai saksi adalah sejumlah anak buah
Nazaruddin di PT Permai Group, yaitu Yulianis (Wakil Direktur Keuangan
Grup Permai), Oktarina Furi (staf keuangan Grup Permai), Gerhana
Sianipar (pegawai Grup Permai), dan Luthfi (pegawai Grup
Permai). (www.antaranews.com).
Dalam konteks penegakan hukum, KPK jelas sebagai lembaga
“extra ordinary”, yang tidak boleh melihat latar belakang dari semuanya.
Tegakkan hukum tanpa pandang bulu. Inilah momentumnya bagi KPK
ditantang berani memberi sanksi kepada orang yang punya jabatan penting
baik di PARPOL, DPR, maupun di institusi pemerintah.
KPK tak boleh loyo, kalah atau bersikap melempar bola muntah
dalam menuntaskan kasus ini. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhono
sudah memerintahkan untuk mengusut semua pelakunya kepada pimpinan
KPK. Jadi tak ada alasan bagi KPK untuk tidak menuntaskannya.
2.1.9 Gar uda Pancasila (Lambang Negar a Indonesia)
Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk
burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut
pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung
dengan rantai pada leher Garuda dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
yang berarti “Berbeda – Beda Tetapi Tetap Satu” ditulis di atas pita yang
dicengkram oleh Garuda. (www.wikipedia.org).
2.1.10 Pendekatan Semiotika
Kata “semiotika” berasal dari Yunani yang berarti tanda. Semiotika
sendiri berasal dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan
poetika. Semiotika adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang tanda, tanda terdapat dimana – mana. “kata” adalah tanda,
demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya.
burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda,
tanda – tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik
secara verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal
tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan
makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan
cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa. Dalam
perkembangannya, kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi
kehidupan manusia sehingga (Derinda dalam Kurniawan, 2008 : 34),
mengikrarkan bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini sepenting bahasa.
“three is nothing outside lenguage”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai
“teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting
dalam kehidupan umat manusia sehingga : “manusia yang tak mampu
mengenal tanda, tak akan bertahan hidup”. (Widagdo dalam Kurniawan,
2008).
Charles Sanders Peirce merupakan ahli filsafat dan tokoh
terkemuka dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia
hanya dapat berpikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat
berkomunikasi dengan tanda. Tanda yang dapat dimanfaatkan dalam seni
rupa berupa tanda visual yang bersifat non verbal, terdiri dari unsur dasar
berupa grafis, warna, bentuk, tekstur, komposisi dan sebagainya. Tanda –
tanda yang bersifat verbal adalah obyek yang dilukiskan, seperti obyek,
Karena itu secara umum bahasa digunakan untuk merangkul segala yang
kasat mata dan merupakan media antara perupa (seniman) dengan
pemerhati ataupun penonton. Seniman dan desainer membatasi bahasa
rupa dalam segitiga, estetis – simbolis – bercerita (story telling). Bahasa
merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang luas,
baik imaji yang kasat mata maupun yang ada khalayaknya.
Menurut John Fiske, pada intinya semua model yang membahas mengenai
makna dalam studi semiotika memiliki bentuk yang sama yaitu membahas
tiga area penting yaitu :
1. Sign atau tanda itu sendiri, pada wilayah ini akan dipelajari tentang
macam – macam tanda. Cara seseorang dalam memproduksi tanda,
macam – macam makna yang terkandung di dalamnya dan juga
bagaimana mereka saling berhubungan dengan orang – orang yang
menggunakannya. Dalam hal ini tanda dipahami sebagai konstruksi
makna dan hanya bisa dimaknai oleh orang – orang yang telah
menciptakannya.
2. Codesi atau kode, sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam
tanda yang terorganisasikan dalam usaha memnuhi kebutuhan
masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasikan media
3. Budaya lingkungan, dimana tanda dan kode berada. Kode dan
lambang tersebut segala sesuatunya tidak mudah dilepas dari latar
belakang budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.
Dalam semiotika, model yang digunakan dapat berasal dari
berbagai ahli, seperti Saussure, Peirce dan sebagainya. Pada penelitian ini
yang akan digunakan adalah model semiotika milik Peirce, karena adanya
kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi
linguistik.
Tampilan iklan yang muncul di berbagai media tersebut terdapat
berbagai macam tanda yang dibuat oleh pengiklan dalam usahanya untuk
memberikan pesan atau informasi bagi khalayak berupa karikatur.
Berbagai macam tanda itulah yang hendak dikaji dalam sebuah tampilan
iklan melalui pendekatan semiotika.
2.1.11 Semiotika Char les Sander s Peir ce
Semiotika modern memang mempunyai dua orang bapak, yaitu
Charles Sanders Peirce dan Ferdinand de Saussure. Mereka tidaklah saling
mengenal, kenyataan ini menyebabkan adanya perbedaan – perbadaan
yang penting, terutama dalam penerapan konsep – konsep (Sobur, 2006 :
110). Perbedaan paling nyata dapat dilihat dari sudut pandang kedua
semitikus tersebut. Saussure lebih menekuni tanda – tanda linguistik
karena dalam memaknai karikatur yang ada pada koran Kompas lebih
mengacu pada teori Peirce.
Semiotik untuk media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka
teori, namun sekaligus sebagai metode analisis (Sobur, 2006 : 83). Bagi
Peirce, tanda “is something which stand to somebody for something in
some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan teori segitiga
makna (triangle meaning) menurut Peirce salah satu bentuk tanda adalah
kata. Sedangkan obyek adalah suatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang
digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut ground, object
dan interpretant. (Sobur, 2006 : 41).
Sementara itu interpretan adalah tanda yang ada dalam benak
seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga
elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah
makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah
persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu
digunakan orang pada waktu berkomunikasi. (Barthes dalam Kurniawan,
2008 : 37).
Charles Sanders Peirce membagi antara tanda dan acuan tersebut
menjadi tiga kategori, yaitu ikon, indeks dan simbol adalah tanda yang
hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk
alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda obyek
adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda
dengan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau
tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, contoh yang paling jelas
ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada
denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional
yang biasa disebut simbol, tanda yang merujuk hubungan alamiah antara
penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau
semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat
(Sobur, 2006 : 42). Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan
dalam gambar berikut ini. (Fieske dalam Sobur, 2001 : 885).
Sign
Interpretant
Object
Gambar 2.1 Hubungan Tanda, Obyek dan Inter pr eta n Peir ce
Garis – garis berpanah tersebut hanya bisa dimengerti dalam
hubungannya antara satu elemen dengan elemen yang lainnya. Tanda
merujuk pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, yaitu obyek dipahami oleh
tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Interpretant merupakan konsep
mental yang diproduksi oleh tanda dan pengalaman pengguna tanda
terhadap sebuah obyek. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi
dalam benak seseorang maka muncullah makna tentang sesuatu yang
diwakili tanda tersebut. Diantara ketiganya, interpretantlah yang paling
sulit dipahami. Interpretant adalah tanda sebagaimana diserap oleh benak
kita, sebagai hasil pengahadapan kita dengan tanda itu sendiri.
Charles S. Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut
menjadi tiga kategori, yaitu ikon, indeks dan simbol. Ketiga kategori
tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga berikut :
Icon
Index
Symbol
Gambar 2.2 Model Kategor i Tanda Oleh Peir ce
Model tersebut merupakan hal terpenting dan sangat fundamental
1. Ikon
Adalah tanda yang berhubungan antara tanda dan acuannya
bersifat bersamaan bentuk alamiah (berupa hubungan kemiripan).
Misalnya adalah potret dan peta. Potret merupakan ikonik dari
pulau yang ada dalam potret tersebut, sedangkan peta merupakan
ikonik dari pulau yang ada dalam peta tersebut.
2. Indeks
Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara
tanda dan acuannya yang bersifat kausal atau hubungan sebab
akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataannya.
Misalnya, ada asap api sebagai tanda apinya.
3. Simbol
Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara
tanda dan acuannya (berdasarkan hubungan konvensi atau
perjanjian). Misalnya orang yang menggelengkan kepalanya
merupakan simbol yang menandakan ketidak setujuan yang
2.2 Ker angka Berpikir
Setiap individu mempunyai latar belakang pendidikan yang
berbeda – beda dalam memahami suatu peristiwa atau obyek. Hal ini
dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan
pengetahuan (frame of reference) yang berbeda – beda dari setiap individu
tersebut. Begitu juga penelitian yang memahami lambang dan tanda yang
ada, dalam obyek yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.
Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan, maka peneliti
dalam memaknai kartun editorial Oom Pasikom melakukan pemaknaan
terhadap tanda dan lambang berbentuk gambar dengan menggunakan teori
segitiga makna Peirce (triangle meaning) yang meliputi tanda, obyek dan
interpretant sehingga diperoleh hasil interpretasi data mengenai kartun
editorial Oom Pasikom tersebut.
Tanda yang dimaksud disini adalah gambar dalam media cetak
yang kemudian tanda tersebut dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu ikon,
indeks dan simbol. Obyek disini adalah karikatur “Oom Pasikom” Versi
Proses Persidangan Kasus Wisma Atlet pada koran Kompas edisi Sabtu,
Setelah menganalisis kategori tanda tersebut, maka peneliti akan
mengetahui makna gambar kartun editorial Oom Pasikom tersebut.
Sistematika tersebut digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Ker angka Ber pikir Penelitian Karikatur Editorial
“Oom Pasikom” Versi Kasus Wisma Atlet
Analisis Melalui Pendekatan Semiotika Charles Sanders Peirce, Merujuk Pada 3
Kategori :
• Ikon
• Indeks
• Simbol
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan
menggunakan pendekatan semiotika. Yang melatar belakangi
digunakannya metode deskriptif kualitatif ini adalah terdapat beberapa
faktor pertimbangan. Pertama, metode deskriptif kualitatif akan lebih
mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda.
Kedua, metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan
antara obyek dengan peneliti. Ketiga, metode deskriptif kualitatif lebih
peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola
– pola nilai yang dihadapi. (Moelong, 2002 : 33).
Pada dasarnya semiotika bersifat kualitatif – interpretatif, yaitu
suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai
obyek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik
tanda dan teks tersebut. (Marliani, 2004 : 48).
Oleh karena itu peneliti harus memperhatikan beberapa hal dalam
penelitian ini. Pertama, konteks atau situasi sosial di seputar dokumen atau
teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat memahami makna dari