• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi irradiasi sinar gamma pada tanaman iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi irradiasi sinar gamma pada tanaman iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI IRRADIASI SINAR GAMMA

PADA TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume)

Oleh

SIGIT PRAMONO

A24062576

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Abstract

Konjac (Amorphophallus muelleri Blume) is a triploid tuberous crop plant which produces apomictic seeds. It makes the genetic diversity of the plant is considered low. The objective of this research was to increase the diversity of konjac and to get a potential mutan in order to develop breeding materials. Gamma irradion was used in this experiment. The gamma irradiation was applicated in konjac’s seeds, using eleven treatments including control, from 0 Gy to 100 Gy with 10 Gy in every interval of the treatment. Result showed that control (0 Gy) and 10 Gy treatments that had succesfully produced potential mutans . Treatments level higher than 20 Gy to100 Gy caused mortal plant or kept seeds dormant until the end of the experiment. The 10 Gy treatment significantly delay seed sprouting more than five weeks after planting. All of the vegetative parameters of 10 Gy’s treated plants significantly exhibited lower productivity than those of control plants. Some mutans were observed on the leaf morphology. This experiment revealed that A. muelleri seed was sensitive to gamma irradiation.

(3)

i

RINGKASAN

SIGIT PRAMONO. Studi Irradiasi Sinar Gamma pada Tanaman Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). Dibimbing oleh EDI SANTOSA.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman tanaman iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) serta mendapatkan iles-iles hasil irradiasi yang memiliki sifat agronomi menguntungkan sebagai bahan pemuliaan tanaman iles-iles.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Juli 2010 di Kebun Percobaan Cikabayan, Darmaga, Bogor (240 m dpl). Perlakuan irradiasi sinar gamma dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu dosis irradiasi sinar gamma. Faktor dosis irradiasi ini terdiri dari 11 taraf yaitu 0 Gray, 10 Gray, 20 Gray, 30 Gray, 40 Gray, 50 Gray, 60 Gray, 70 Gray, 80 Gray, 90 Gray, dan 100 Gray. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Bahan tanam yang diirradiasi adalah kecambah iles-iles yang telah disortir dengan melihat kondisi plumula dan endospermanya. Hal ini dilakukan agar kondisi bahan tanam sebelum diirradiasi seragam.

Pengamatan dilakukan terhadap persentase tanaman hidup, laju pertumbuhan kecambah, adanya variasi terutama dari segi fenotipe, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anak daun, panjang petiol, diameter petiol, dan lebar rachis, umur panen tanaman, bobot basah umbi, diameter umbi.

Perlakuan irradiasi sinar gamma dengan dosis ≥ 20 Gray menyebabkan kematian dan dormansi yang panjang pada tanaman iles-iles. Perlakuan irradiasi dengan dosis 10 Gray menyebabkan penundaan pertumbuhan kecambah hingga empat minggu, tetapi mampu menghasilkan keragaman morfologi.

(4)

ii

(5)

iii

STUDI IRRADIASI SINAR GAMMA PADA TANAMAN

ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

SIGIT PRAMONO

A24062576

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

iv

Judul : STUDI IRRADIASI SINAR GAMMA PADA TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume)

Nama : SIGIT PRAMONO

NIM : A24062576

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Edi Santosa, SP, M.Si. NIP.19700520.199601.1.001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP. 19611101.198703.1.003

(7)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 1988. Penulis merupakan anak terakhir dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suparni dan Ibu Wijiati.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Bambuapus II Pamulang pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2003, penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah di SLTP Negeri I Parung. Penulis kemudian menyelesaikan pendidikan lanjutan atas di SMA Negeri I Parung pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis berhasil lolos dalam seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua di IPB penulis berhasil diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah, puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul “Studi Irradiasi Sinar Gamma pada Tanaman Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume)” dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Edi Santosa, SP, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan koreksi dalam penulisan skripsi ini. Beliau juga banyak membantu penulis dalam menyiapkan sarana dan prasarana bagi penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

Kepada Dr. Ir. Faiza C. Suwarno sebagai pembimbing akademik yang telah banyak memberi arahan dalam menuntaskan kewajiban serta permasalahan akademik yang dialami penulis. Serta atas kerendahan hati beliau dalam memaklumi kesalahan-kesalahan dari penulis dalam berinteraksi dengan beliau selama di IPB.

Kepada orang tua, almarhum Bapak yang selalu berjuang tak kenal lelah untuk melihat anaknya menjadi manusia yang lebih baik, semoga engkau mendapat tempat terbaik di sisi-Nya, juga kepada Ibu tersayang yang tak pernah putus mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis. Kepada kakak tercinta, Mbak Tuti yang telah banyak berkorban demi keberhasilan penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Kepada Inez yang selalu menemani dan memberikan semangat kepada penulis selama ini. Kepada Ahmad, Iyud, Kukuh, Anggoro, serta rekan-rekan AGH 43 lainnya untuk setiap masukan dan bantuannya serta untuk persahabatan yang begitu indah penulis ucapkan banyak terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2011

(9)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Tanaman Iles-iles ... 3

Syarat Tumbuh ... 4

Induksi Mutasi... 5

Radiasi Sinar Gamma ... 6

BAHAN DAN METODE ... 8

Waktu dan Tempat ... 8

Alat dan Bahan ... 8

Metode Penelitian ... 8

Pelaksanaan Penelitian ... 9

Pengamatan ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Keadaan Umum ... 11

Pengamatan Peubah Utama ... 12

Persentase Tanaman Hidup ... 13

Tinggi Tanaman ... 14

Jumlah Daun ... 15

Anak Daun... 16

Lebar Rachis ... 17

Panjang Petiol ... 18

Diameter Petiol ... 19

Bobot Basah Umbi ... 19

Diameter Umbi ... 21

Keragaman Morfologi Tanaman ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(10)

viii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rekapitulasi Hasil Uji T Pengamatan Peubah Utama ... 12 2. Persentase Tanaman Hidup pada 12 MST dan 16 MST pada Berbagai Taraf

Irradiasi Sinar Gamma ... 13 3. Rata-rata Tinggi Tanaman pada 12 MST dan 16 MST pada Berbagai Taraf

Irradiasi Sinar Gamma ... 15 4. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Iles-iles pada Umur 12 MST dan 16 MST

akibat Irradiasi Sinar Gamma ... 16 5. Rata-rata Jumlah Anak Daun Tanaman Iles-iles pada Umur 12 MST dan 16

MST akibat Irradiasi Sinar Gamma ... 17 6. Rata-rata Lebar Rachis Tanaman Iles-iles (cm) pada Umur 12 MST dan 16

MST akibat Irradiasi Sinar Gamma ... 17 7. Rata-rata Panjang Petiol Tanaman Iles-iles (cm) pada Umur 12 MST dan 16

MST akibat Irradiasi Sinar Gamma ... 18 8. Rataan Diameter Petiol Daun Tanaman Iles-iles (cm) pada Umur 12 MST dan

16 MST akibat Irradiasi Sinar Gamma ... 19 9. Rataan Bobot Basah Umbi Tanaman Iles-iles (kg) akibat Irradiasi Sinar

Gamma... 20 10. Rataan Umur Tanaman saat Memasuki Fase Dorman ... 20 11. Rataan Diameter Umbi Tanaman Iles-iles (cm) akibat Irradiasi Sinar

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Grafik Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma Terhadap Kecepatan Muncul

Kecambah Tanaman Iles-iles ... 11 2. Kecambah dorman dengan dosis irradiasi 20 Gray pada 16 MST ... 14 3. Umbi Iles-iles pada berbagai waktu panen; Kontrol 18 MST (a), 10 Gray 21

MST (b), dan 30 MST (c) ... 21 4. Daun Tanaman Iles-iles; Daun pada Tanaman Kontrol (a) dan Malformasi

Daun pada Dosis 10 Gray ... 24 5. Keragaman Tinggi Tanaman pada Dosis 10 Gy ... 24 6. Malformasi anak daun pada tanaman iles-iles dengan dosis 10 Gray; ratio

panjang : lebar (a) dan penyatuan anak daun (b) ... 25 7. Daun variegata pada tanaman iles-iles dengan dosis 10 Gray pada 16 MST ... 26 8. Bagan Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma Dosis 10 Gray pada Tanaman

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Sidik Ragam Tinggi Tanaman ... 34

2. Sidik Ragam Jumlah Daun ... 34

3. Sidik Ragam Anak Daun ... 35

4. Sidik Ragam Lebar Rachis ... 35

5. Sidik Ragam Panjang Petiol ... 36

6. Sidik Ragam Diameter Petiol ... 36

7. Sidik Ragam Bobot Basah Umbi ... 37

8. Sidik Ragam Diameter Umbi ... 37

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume; sin. A. blumei (Scott.) Engler; sin. A. oncophyllus Rain) termasuk family Araceae, merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai prospek baik dikembangkan di Indonesia. Iles-iles merupakan tanaman pangan tropis yang sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia. Tanaman ini mudah dibudidayakan dan mampu menghasilkan karbohidrat dan indeks panen tinggi, namun demikian belum dibudidayakan dengan baik.

Karbohidrat yang diperoleh dari umbi iles-iles juga banyak digunakan dalam industri kertas, tekstil, cat, bahan negatif film, bahan isolasi, pita seluloid, dan bahan kosmetika (Ermiati dan Laksmanahardja, 1996). Di Indonesia iles-iles belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Chip umbi iles-iles di Indonesia lebih banyak diekspor ke China dan Jepang. Di Jepang, tepung umbi iles-iles telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pembuat konnyaku dan shirataki atau sebagai pengganti agar-agar dan gelatin. Permintaan ekspor iles-iles sangat tinggi namun belum bisa memenuhi permintaan. Untuk dapat memenuhi permintaan ini maka perlu adanya peningkatan produksi dan produktivitas.

Salah satu usaha peningkatan produktivitas yang umum dilakukan dewasa ini adalah melalui pemuliaan tanaman. Pada tanaman iles-iles pemuliaan tanaman konvensional masih sulit dilakukan. Menurut Jansen et al (1996) biji iles-iles merupakan triploid apomiksis yang bukan merupakan hasil rekombinasi sel telur kedua tetuanya, sehingga keragaman genetiknya sangat terbatas. Keragaman merupakan salah satu komponen dalam pemuliaan tanaman untuk mendapatkan tanaman dengan karakter yang lebih baik dari segi keragaannya maupun produktivitasnya.

(14)

2

menggunakan mutagen irradiasi sinar gamma. Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki tipe energi irradiasi tinggi di atas 10 MeV sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke dalam jaringan dan mampu mengionisasi molekul yang dilewatinya. Begitu materi reproduksi tanaman diirradiasi, proses ionisasi akan terjadi dalam jaringan dan dapat menyebabkan perubahan pada jaringan itu sendiri, sel, genom, kromosom, dan DNA atau gen. Adanya kerusakan genetik tersebut dapat menimbulkan beberapa perubahan karakter yang mendorong terbentuknya keragaman baru.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman dari tanaman iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) serta mendapatkan iles-iles hasil irradiasi yang yang memiliki karakter agronomi lebih baik sebagai bahan pemuliaan iles-iles.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Irradiasi sinar gamma dapat meningkatkan keragaman tanaman iles-iles. 2. Setiap dosis sinar gamma memberikan dampak yang berbeda terhadap

tanaman iles-iles.

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Iles-iles

Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume; sin. A. blumei (Scott.) Engler; sin. A. oncophyllus Rain) termasuk famili Araceae. Sistematika iles-iles menurut klasifikasi botani adalah sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Monocotyledonae/Liliopsida Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arales Famili : Araceae

Genus : Amorphophallus

Spesies : Amorphophallus muelleri Blume

Tanaman iles-iles yang dikenal dengan nama daerah porang atau lotrok (Jawa), acung (Sunda), dan badur (Madura) banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis. Merupakan tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100-150 cm dengan umbi yang berada dalam tanah. Tanaman ini merupakan tanaman terna hidup panjang, daunnya mirip sekali dengan daun Tacca (Heyne, 1987). Batang tegak, lunak, halus berwarna hijau atau hitam belang-belang putih. Batang tunggal memecah menjadi tiga anak daun (rachis) dan akan memecah lagi sekaligus menjadi anak daun. Pada setiap pertemuan tulang daun akan tumbuh bulbil berwarna coklat sebagai alat perkembangbiakan tanaman. Tinggi tanaman dapat mencapai 1.5 meter, sangat tergantung umur dan kesuburan tanah. Umbi berbentuk lebar dengan berat mencapai 1-16 kg. Umbi banyak mengandung mannan yang merupakan bahan pembentuk gel.

(16)

4

Jenis A. muelleri Blume, merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini tumbuh di pinggir hutan jati, di bawah rumpun bambu, di tepi-tepi sungai, di semak belukar dan di tempat-tempat di bawah naungan. Selain digunakan sebagai bahan pangan, iles-iles juga digunakan sebagai bahan baku industri, seperti farmasi dan kosmetik.

Syarat Tumbuh

Tanaman iles-iles tumbuh dari dataran rendah sampai 1000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan pertumbuhan maksimum pada daerah 100-600 m dpl, dengan suhu antara 25-35oC, sedangkan curah hujan antara 300-500 mm/bulan selama periode pertumbuhan. Pada suhu di atas 35oC daun tanaman terbakar (Idris, 1972). Iles-iles termasuk tipe tumbuhan liar (Yuzammi, 2000). Tumbuhnya bersifat sporadis di hutan-hutan atau di pekarangan-pekarangan, dan belum banyak dibudidayakan (Hartanto, 1994). Menurut Hetterscheid dan Ittenbach (1996), iles-iles dapat tumbuh baik pada tanah bertekstur ringan yaitu pada kondisi liat berpasir, strukturnya gembur,dan kaya unsur hara. Di samping itu juga memiliki drainase baik, kandungan humus yang tinggi, dan memiliki pH tanah 6 – 7.5 (Jansen et al. 1996). Pengamatan pertumbuhan tanaman di dua lokasi yang berbeda tingkat peneduhan, menunjukkan bahwa dalam budidaya iles-iles peneduh mutlak diperlukan (Sumarwoto, 2005). Menurut Jansen et al. (1996) untuk memperoleh pertumbuhan yang lebih baik, diperlukan peneduh 50-60%.

(17)

5

Induksi Mutasi

Untuk mendapatkan kultivar baru melalui program pemuliaan tanaman diperlukan variasi genetik yang kuat. Oleh sebab itu, sangat penting bagi pemulia tanaman untuk selalu memperluas variabilitas genetik sebagai bahan seleksi dalam program pemuliaan, baik melalui eksplorasi, introduksi, mutasi maupun cara lainnya. Mutasi adalah perubahan pada materi genetik yang terjadi secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan (heritable). Puspodarsono (1988) menyebutkan bahwa mutasi merupakan perubahan genetik baik gen tunggal atau sejumlah gen atau susunan kromosom. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbunan tanaman namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengalami pembelahan sel misalnya tunas, biji, dan bagian tanaman lainnya.

Berdasarkan perubahan yang terjadi di dalam suatu gen, mutasi terbagi menjadi mutasi besar dan mutasi kecil. Mutasi besar meliputi perubahan yang terjadi pada struktur dan susunan kromosom. Mutasi kecil meliputi perubahan yang terjadi pada susunan molekul (DNA) gen atau nukleotida (Crowder, 1997).

(18)

6

Menurut Ismachin (1994), induksi dengan mutagen sebenarnya merupakan perlakuan yang merusak. Kerusakan yang umum terjadi adalah pada semua atau sebagian sel, atau organel, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan tanaman. Pada tanaman generasi pertama (M1), generasi perlakuan umumnya mengalami kerusakan fisiologis dan perubahan genetis. Pada generasi berikutnya, mutasi dapat bersifat permanen atau sementara.

Irradiasi Sinar Gamma

Pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi dapat memperluas variabilitas genetik tanaman dan dapat dilakukan dengan irradiasi pengion, seperti sinar ultra violet, sinar gamma, sinar alfa, partikel beta, proton dan neutron. Menurut Van Harten (1998), dewasa ini sinar gamma merupakan irradiasi yang paling banyak digunakan untuk menginduksi tanaman guna menghasilkan mutan. Sinar gamma ditemukan pada tahun 1900 oleh P. Villard setelah ditemukannya sinar alpha dan beta oleh E. Rutherford dan F. Soddy.

Menurut Ismachin (1988), irradiasi adalah pemberian sinar radioaktif pada suatu objek dengan konsentrasi tertentu selama periode waktu tertentu. Dalam sistem biologi, satuan irradiasi yang digunakan adalah Rad (Radiation Absorbed Dose) yakni besarnya energi yang diserap oleh setiap gram bahan yang diirradiasi. Jadi, 1 Rad adalah energi sebesar 100 erg yang diserap 1 gram bahan (100 erg/g). saat ini satuan Rad mulai tergantikan dengan satuan Gray yaitu energi sebesar 1 Joule yang diserap 1 Kg bahan yang diirradiasi. Konversinya terhadap satuan energi yang lain adalah 1 Gray = 1 Joule/Kg = 100 Rad (Ahnstrom, 1977).

Sinar gamma merupakan irradiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar X yang berarti menghasilkan irradiasi elektromagnetik dengan tingkat energi yang lebih tinggi. Tingkat irradiasi energi sinar gamma yang dihasilkan reaktor nuklir mencapai lebih dari 10 MeV. Daya tembusnya ke dalam jaringan sangat dalam mencapai beberapa sentimeter dan bersifat merusak jaringan yang dilewatinya (Sparrow, 1961; Van Harten, 1998).

(19)

7

irradiasi elektromagnetik yang menyebabkan ionisasi. Ketika material biologi diirradiasi, foton sinar gamma menumbuk orbital elektron dari atom, semua energi foton ditransfer ke elektron dalam bentuk energi kinetik, dan elektron dilontarkan keluar menghasilkan atom bermuatan positif. Elektron bebas tersebut yang disebut fotoelektron mempunyai energi yang sangat besar dan dapat menyebabkan ionisasi lagi. Efek utama dari irradiasi ionisasi pada DNA adalah gangguan pada satu atau kedua strand DNA, cross-linking DNA-DNA, dan DNA-protein (Sharma dan Chopra, 1988). Hal inilah yang mengawali adanya perubahan genetik pada material biologi tersebut.

(20)

8

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Juli 2010 di kebun percobaan Cikabayan Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor yang berada pada ketinggian sekitar 300 m di atas permukaan laut (dpl). Perlakuan irradiasi sinar gamma dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah kecambah normal iles-iles bertunas berukuran ± 1.2 mm. Bahan lain yang digunakan antara lain kompos dan furadan.

Alat-alat yang digunakan antara lain Gamma Chamber 4000 A dimana sinar gamma berasal dari 60Co, gembor, penggaris, jangka sorong, dan naungan 50 %.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu dosis radiasi sinar gamma. Faktor dosis radiasi ini terdiri dari 11 taraf yaitu 0 Gray, 10 Gray, 20 Gray, 30 Gray, 40 Gray, 50 Gray, 60 Gray, 70 Gray, 80 Gray, 90 Gray, dan 100 Gray. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Setiap ulangan digunakan 100 kecambah, sehingga terdapat 3300 kecambah yang ditanam.

Yij = µ + αi +

ε

ij

Yij = nilai pengamatan karena faktor dosis irradiasi sinar gamma pada taraf ke-i

µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh perlakuan dosis irradiasi sinar gamma pada taraf ke-i

ε

ij = pengaruh acak dari faktor dosis irradiasi sinar gamma pada taraf ke-i, ulangan ke-j
(21)

9

j = 1, 2, 3 (ulangan)

Sebelum penelitian ini dilaksanakan, direncanakan data yang diperoleh diuji secara statistik dengan uji F. Akan tetapi dikarenakan pada penelitian ini hanya terdapat dua perlakuan yang mengalami pertumbuhan, maka selanjunya digunakan uji T.

Pelaksanaan Penelitian

Pengecambahan Benih. Benih iles-iles dikecambahkan dalam tray berdiameter 6 cm. Media yang digunakan adalah campuran kompos, tanah, dan pasir dengan komposisi 2 : 1 : 1. Benih yang berkecambah hingga ukuran ± 1.2 mm kemudian disortir antara kecambah normal dan abnormal. Kecambah normal yang dipilih adalah kecambah dengan kondisi plumula besar dan segar, posisi pertumbuhannya tidak terbalik terhadap endosperma, serta endosperma keras dan besar. Kecambah-kecambah tersebut kemudian disiapkan untuk perlakuan pemberian irradiasi.

Tahap Irradiasi. Perlakuan irradiasi sinar gamma dilakukan dengan menggunakan alat gamma Chamber 40000 A. Dosis yang digunakan adalah 0 Gray, 10 Gray, 20 Gray, 30 Gray, 40 Gray, 50 Gray, 60 Gray, 70 Gray,80 Gray, 90 Gray, dan 100 Gray (1Gray= 100 Rad= 0.1 KRad).

Iradiasi dilakukan pada kecambah normal yang telah disortir. Cara melakukan irradiasi adalah dengan memasukkan amplop yang berisi kecambah normal ke dalam tabung tempat irradiasi. Setelah pintu tabung terkunci dengan benar, penyinaran sinar gamma dilakukan dengan mengkalibrasi waktu irradiasi sesuai dengan dosis radiasi. Kecambah yang diirradiasi sebanyak 100 kecambah di tiga ulangan, sehingga total mencapai 300 kecambah/perlakuan.

(22)

10

hama dan penyakit dilakukan tindakan preventif dengan memberikan Furadan 3G saat tanam. Pemeliharaan dilakukan di bawah naungan 50%.

Pengamatan

Pengaruh irradiasi sinar gamma terhadap pembentukan keragaman tanaman dapat dilihat dari berbagai faktor, beberapa peubah yang diamati dari 10 tanaman contoh/ulangan diantaranya :

1. Kecepatan kecambah muncul

2. Persentase tanaman hidup pada 12 MST dan 16 MST 3. Karakter kualitatif

4. Karakter vegetatif yaitu :

a. Tinggi tanaman diukur setiap minggu dari 2 MST hingga 16 MST b. Jumlah daun dihitung setiap minggu dari 2 MST hingga 16 MST c. Jumlah anak daun dihitung setiap minggu dari 2 MST hingga 16

MST

d. Panjang petiol diukur setiap minggu dari 6 MST hingga 16 MST e. Diameter petiol diukur setiap minggu dari 6 MST hingga 16 MST f. Lebar rachis diukur setiap minggu dari 6 MST hingga 16 MST 5. Umur panen tanaman

6. karakter generatif yaitu :

(23)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Perbedaan antara kecambah kontrol dengan kecambah yang diirradiasi telah nampak sejak awal pertumbuhan. Tunas kecambah kontrol mulai muncul sejak 1 MST, dan mendekati 100 % saat 2 MST. Kecambah yang diberikan perlakuan irradiasi, untuk seluruh dosis, hingga 4 MST belum menunjukkan adanya pertumbuhan dari kecambah. Pertumbuhan kecambah yang diirradiasi mulai terlihat pada 5 MST, tepatnya pada dosis 10 gray. Secara umum laju pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang diirradiasi jauh lebih lambat dari kecambah kontrol (Gamabr 1).

Gambar 1. Grafik Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma Terhadap Kecepatan Muncul Kecambah Tanaman Iles-iles

Kecambah dengan perlakuan diirradiasi mengalami dormansi lebih lama dibanding kontrol. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diirradiasi sejak awal pengamatan telah tertinggal jauh dibanding tanaman kontrol. Kecambah dengan perlakuan dosis irradiasi di atas dosis 10

136 245 251 251 251 251 251 251 251 251 251 251 251 251 251 251

0 0 0 0 1 7 14

23 29 46

85 117

137 141153 163 0 50 100 150 200 250 300

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Ju m lah K ec am b ah MST

Kecepatan Muncul Kecambah

0 Gy

(24)

12

Gray tidak tumbuh hingga akhir pengamatan. Dari pengamatan kecambah yang tidak berkembang, terdapat dua kemungkinan dari peristiwa ini, yakni kecambah mengalami dormansi yang lama, atau kecambah mati akibat perlakuan irradiasi. Hal ini mengindikasikan bahwa kemungkinan lethal dosis dari tanaman iles-iles terletak pada dosis 10-20 Gray.

Kondisi pertanaman tidak terlalu terganggu oleh hama maupun penyakit. Hama hanya ditemukan menyerang pada beberapa individu tanaman yang jumlahnya tidak mencapai 1% dari total tanaman. Hama yang menyerang yaitu ulat daun (Palpita unionalis) dan belalang. Penyakit berupa cendawan Sclerotium rolfsii Sacc.yang menyerang dan menyebabkan busuk pada umbi. Jumlah tanaman yang diserang penyakit ≤ 1 % dari total tanaman.

Gulma di lahan didominasi oleh gulma berdaun lebar, diantaranya yaitu babadotan (Ageratum conyzoides), bayam-bayaman (Amaranthus sp.) dan rumput Axonopus compressus.

Pengamatan Peubah Utama

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji T Pengamatan Peubah Utama

Peubah Dosis Radiasi

Persentase Hidup 12 MST ns

Persentase Hidup 16 MST ns

Tinggi Tanaman **

Panjang Petiol **

Lebar Rachis **

Diameter Petiol **

Jumlah Daun **

Jumlah Anak Daun **

Bobot Basah Umbi ns

Diameter Umbi ns

Keterangan : ** = berbeda nyata pada taraf 5% ; ns = tidak berbeda nyata

(25)

13

dampak nyata pada persentase hidup tanaman, bobot basah dan diameter umbi terhadap tanaman kontrol.

Persentase Tanaman Hidup

Pengamatan persentase tanaman hidup dilakukan pada akhir pengamatan, yakni pada 16 MST. Analisis statistik dari data pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan dosis irradiasi sinar gamma tidak menimbulkan pengaruh nyata terhadap persentase tanaman hidup (Tabel 1). Akan tetapi perlakuan irradiasi sinar gamma dengan dosis 10 Gray menyebabkan penurunan rataan persentase tanaman yang hidup (Tabel 2). Seluruh perlakuan irradiasi dengan dosis lain di atas 10 Gray yakni 20, 30, hingga 100 Gray menyebabkan persentase tanaman hidup mencapai 0 % sepanjang periode pengamatan, dengan demikian tidak ada data lanjutan yang dapat diamati dari sembilan perlakuan tersebut. Hal ini diduga disebabkan irradiasi dengan dosis ≥ 20 Gray terlalu tinggi untuk tanaman iles-iles sehingga menyebabkan banyak kerusakan.

Tabel 2. Persentase Tanaman Hidup pada 12 MST dan 16 MST pada Berbagai Taraf Irradiasi Sinar Gamma

Umur (MST)

% Tanaman Hidup

0 10

12 83.67a 39.00a

16 83.67a 54.33a

Ket : angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5%.

(26)

14

Persentase tanaman hidup pada kontrol telah mencapai 83.67 % pada 12 MST. Jumlah tersebut tidak bertambah sejak tanaman berumur 3 MST. Persentase tanaman hidup pada dosis radiasi 10 Gray mencapai 39 % pada 12 MST. Jumlah ini terus meningkat hingga akhir pengamatan, yaitu menjadi 54.2 % pada 16 MST. Perlakuan dosis irradiasi di atas 10 Gray sepanjang periode pengamatan tidak menunjukan adanya tanaman yang hidup. Terdapat beberapa kecambah yang ditemukan tidak mati (dorman) pada akhir pengamatan dan hanya mengalami dorman yang panjang pada dosis 20 Gray (Gambar 1). Hal ini terlihat dari kondisi benih dan plumula yang masih segar.

Mata Tunas

Calon Umbi

Biji

Gambar 2. Kecambah dorman dengan dosis irradiasi 20 Gray pada 16 MST Bahan tanam yang digunakan untuk diirradiasi juga dapat menentukan keberhasilan mendapatkan mutan. Bagian tanaman yang aktif membelah lebih sensitif daripada bagian tanaman yang sudah tua. Hal ini menunjukkan bahwa tunas iles-iles dari biji relatif sensitif dengan radiasi sinar gamma dibandingkan dengan tanaman lain seperti krisan (Wulandari, 2003). Soedjono (2003) menyebutkan bahwa dosis radiasi yang diberikan untuk mendapatkan mutan tergantung pada jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, kekerasan dan bahan yang akan dimutasi.

Tinggi Tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan sejak 2 MST hingga 16 MST. Analisis secara statistik menunjukkan bahwa dosis irradiasi sinar gamma

(27)

15

berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada tiap minggu pengamatan (Tabel 3). Perlakuan irradiasi menyebabkan laju pertumbuhan tinggi tanaman lebih lambat dibanding tanaman kontrol.

Pada tanaman yang diiradiasi, terdapat > 50 % tanaman yang mengalami kekerdilan. Pada 12 MST, tanaman kontrol lebih tinggi daripada tanaman yang diirradiasi. Hal ini terus berlangsung hingga akhir pengamatan pada 16 MST. Laju pertumbuhan tanaman yang diirradiasi pada dosis 10 Gray menunjukkan persentase yang lebih besar dibading kontrol. Pada 12 MST hingga 16 MST yaitu sebesar 44%, sedangkan pada tanaman kontrol mencapai 36%. Namun demikian, ada keragaman peningkatan laju pertumbuhan antar individu tanaman. Selain terdapat perbedaan antar individu dalam laju pertumbuhan, juga terdapat keragaman dalam waktu mulai dorman.

Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tanaman pada 12 MST dan 16 MST pada Berbagai Taraf Irradiasi Sinar Gamma

Umur

(MST)

Tinggi Tanaman

0 10

--- cm --

12 22.21a 6.57b

16 34.48a 11.82b

Ket : angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5%.

Jumlah Daun

(28)

16

Harsanti dan Mugiono (2001) menyatakan bahwa jumlah daun pada stek melati menurun sesuai dengan meningkatnya dosis radiasi sinar gamma yang diberikan. Hal serupa juga terjadi pada tanaman krisan (Wulandari, 2003), yang menunjukkan bahwa jumlah daun semakin tertekan sejalan dengan peningkatan dosis irradiasi sinar gamma. Pada tingkat dosis yang tertinggi yakni 25 Gray, jumlah daun tanaman krisan nyata berkurang hingga memiliki sekitar 3 helai daun. Namun demikian, peningkatan dosis irradiasi sinar gamma juga dapat meningkatkan jumlah daun seperti yang dilaporkan pada penelitian Hapsari (2004) pada melati J. multiflorum var. Baturaden. Jumlah daun tanaman melati meningkat dengan penambahan dosis irradiasi dari 50 Gray ke 55 Gray.

Tabel 4. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Iles-iles pada Umur 12 MST dan 16 MST akibat Irradiasi Sinar Gamma

Umur

(MST)

Dosis (Gray)

0 10

12 2.40a 1.10b

16 2.60a 2.20b

Ket : angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5%.

Anak Daun

(29)

17

Tabel 5. Rata-rata Jumlah Anak Daun Tanaman Iles-iles pada Umur 12 MST dan 16 MST akibat Irradiasi Sinar Gamma

Umur

(MST)

Dosis (Gray)

0 10

12 12.1a 5.6b

16 13.7a 11.2b

Ket : angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5%.

Irradiasi juga menyebabkan perubahan morfologi pada anak daun, salah satunya dari segi jumlah anak daun per daun. Hal inilah yang turut mempengaruhi laju pertumbuhan anak daun.

Lebar Rachis

Lebar rachis diukur dari titik percabangan hingga anak daun terpanjang pada tiap tanaman contoh. Pengamatan lebar rachis dilakukan sejak 6 MST hingga 16 MST. Analisis secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan dosis irradiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap rataan lebar rachis. Pemberian irradiasi pada dosis 10 Gray secara nyata menyebabkan penurunan rataan lebar rachis tanaman (Tabel 6).

Tabel 6. Rata-rata Lebar Rachis Tanaman Iles-iles (cm) pada Umur 12 MST dan 16 MST akibat Irradiasi Sinar Gamma

Umur

(MST)

Dosis (Gray)

0 10

-- cm --

12 9.47a 3.72b

16 11.46a 6.06b

Ket : angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5%.

(30)

18

ini diikuti dengan pengkerdilan tanaman. Hal ini menyebabkan lebar rachis dari tanaman tersebut lebih kecil dari kontrol.

Panjang Petiol

Petiol daun tanaman iles-iles bentuk disebut juga batang semu. Pengukuran panjang petiol dilakukan dari batas permukaan tanah hingga percabangan anak daun tempat keluarnya bulbil utama. Pengamatan dilakukan sejak 6 MST hingga 16 MST.

Analisis secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan irradiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata menurunkan panjang petiol dibanding kontrol. Peubah panjang peetiol merupakan peubah yang memiliki koefisien keragaman paling tinggi dibanding peubah-peubah lainnya. Pada tanaman dengan dosis 10 Gray, panjang petiol dari tanaman dalam satu ulangan sangat beragam. Adanya fenomena kekerdilan menyebabkan tingginya variasi panjang petiol (Tabel 7).

Tabel 7. Rata-rata Panjang Petiol Tanaman Iles-iles (cm) pada Umur 12 MST dan 16 MST akibat Irradiasi Sinar Gamma

Umur

(MST)

Dosis (Gray)

0 10

--- cm ---

12 12.74a 2.85b

16 23.03a 5.76b

Ket: angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5%.

(31)

19

Diameter Petiol

[image:31.595.105.517.285.387.2]

Pengamatan pada diameter petiol dilakukan saat tanaman memasuki umur 6 MST hingga 16 MST. Pengamatan dilakukan pada bagian petiol tepat di atas permukaan tanah. Analisis secara statistik pada peubah ini menunjukkan bahwa pemberian irradiasi sinar gamma juga menyebabkan perbedaan sangat nyata. Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian sinar gamma dengan dosis 10 Gray menyebabkan penurunan rataan diameter petiol daun (Tabel 8).

Tabel 8. Rataan Diameter Petiol Daun Tanaman Iles-iles (cm) pada Umur 12 MST dan 16 MST akibat Irradiasi Sinar Gamma

Umur

(MST)

Dosis (Gray)

0 10

--- cm ---

12 0.47a 0.23b

16 0.86a 0.33b

Ket : angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5%.

Bobot Basah Umbi

Pengukuran bobot basah umbi dilakukan setelah tanaman dipanen. Panen dilakukan ketika tanaman telah memenuhi kriteria panen. Iles-iles telah memenuhi kriteria panen bila daun tanaman mulai berwarna kuning kehijauan. Keadaan demikian menunjukkan bahwa selain pertumbuhan vegetatif sudah maksimal, tanaman sudah memasuki fase penuaan (senescence), sehingga penundaan waktu panen tidak mempengaruhi bobot umbi.

Sumarwoto (2004) dalam penelitiannya memberikan lima kriteria panen, yakni daun kuning kehijauan, daun kuning penuh, daun kering, tangkai daun mulai kering, dan seminggu setelah tangkai daun kering. Ditinjau dari segi glukomanan dan produksi umbi basah, lima kriteria panen yang dicobakan tidak berbeda, namun ditinjau dari kemudahan pemanenan sebaiknya dilakukan setelah batang semu atau tangkai daun terkulai dan helaian daun berwarna kuning.

(32)

20

memenuhi kriteria panen. Hal ini dilakukan selain untuk memperoleh bobot umbi maksimal dari tiap individu tanaman, juga untuk melihat umur tanaman hingga tanaman memasuki fase dorman. Untuk menghindari panen dilakukan sebelum tanaman memasuki fase dorman, maka kriteria yang digunakan adalah seminggu setelah tangkai daun kering.

Tabel 9. Rataan Bobot Basah Umbi Tanaman Iles-iles (g) akibat Irradiasi Sinar Gamma

Peubah Dosis (Gray)

0 10

--- g ---

Bobot Basah Umbi 14.16a 20.39a

Ket : angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5%.

[image:32.595.102.517.646.744.2]

Analisis statistik pada bobot basah umbi menunjukkan bahwa pemberian irradiasi sinar gamma tidak menyebabkan perbedaan nyata. Pada peubah bobot basah umbi, walaupun tidak nyata secara statistik tetapi irradiasi sinar gamma pada dosis 10 Gray menyebabkan peningkatan rataan bobot basah umbi (Tabel 9). Hal ini diduga disebabkan rataan umur tanaman yang diirradiasi hingga memenuhi kriteria panen dan mencapai dorman, lebih lama dibanding kontrol (Tabel 10).

Panjangnya umur tanaman menyebabkan semakin lamanya fase vegetatif dan generatif tanaman tersebut. Selama fase generatif berlangsung maka proses pengisian umbi dari hasil fotosintesis terus terjadi sehingga pada kondisi yang sama tanaman berumur lebih panjang akan memiliki bobot umbi yang lebih besar pula (Gambar 3).

Tabel 10. Rataan Umur Tanaman saat Memasuki Fase Dorman Dosis Radiasi

(Gray)

Rataan Umur Tanaman (MST) Rataan Total (MST) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

0 18 18 18 18

(33)

21

Lebih besarnya bobot umbi diduga merupakan efek tidak langsung dari irradiasi. Iradiasi sinar gamma lebih mempengaruhi umur tanaman yang lebih panjang tetapi tidak kepada pembesaran umbi. Pada beberapa individu tanaman yang diirradiasi, dengan umur tanaman yang lebih panjang, umbi yang dihasilkan jauh lebih kecil dari umbi tanaman kontrol. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa irradiasi sinar gamma secara langsung justru menghambat perkembangan umbi tanaman iles-iles.

(a)

(b)

(c)

Gambar 3. Umbi Iles-iles pada berbagai waktu panen; Kontrol 18 MST (a), 10 Gray 21 MST (b), dan 30 MST (c)

Diameter Umbi

[image:33.595.103.485.252.541.2]
(34)

22

tanaman yang diirradiasi mampu menghasilkan rataan bobot basah yang lebih besar.

Lebih kecilnya diameter umbi menunjukkan bahwa irradiasi selain menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman secara tidak langsung melalui dormansi kecambah, juga mempengaruhi langsung ke pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan umbi tanaman yang diirradiasi dipanen dengan waktu yang lebih lama dari tanaman kontrol. Hal ini menyebabkan masa vegetatif dan pembesaran umbi lebih lama dibanding kontrol. Akan tetapi hal ini hanya berpengaruh pada penambahan bobot umbi, sedangkan ukuran umbi tetap lebih kecil dibanding kontrol. Sehingga diduga bahwa irradiasi secara langsung menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman iles-iles.

Hapsari (2004) dalam penelitiannya juga menemukan pengaruh irradiasi sinar gamma yang menyebabkan penurunan pertumbuhan organ generatif. Organ generatif yang diamati dalam penelitian tersebut adalah bunga dari tanaman melati. Diameter bunga cenderung mengalami penurunan dengan bertambahnya dosis irradiasi yang diberikan.

Tabel 11. Rataan Diameter Umbi Tanaman Iles-iles (cm) akibat Irradiasi Sinar Gamma

Peubah Dosis (Gray)

0 10

---- cm ----

Diameter Umbi 3.12a 2.64a

Ket : angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5%.

Keragaman Morfologi Tanaman

(35)

23

Hartati (2000) menyebutkan bahwa perlakuan irradiasi akan menyebabkan kerusakan sel atau terhambatnya metabolisme sel karena adanya gangguan sintesa RNA sehingga sintesis enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan terhambat. Dengan adanya gangguan tersebut menyebabkan enzim yang dihasilkan kehilangan fungsinya. Perlakuan irradiasai dapat menyebabkan enzim yang merangsang pertunasan menjadi tidak aktif. Soeranto dalam Herison (2008) menyebutkan bahwa terjadinya abnormalitas pada populasi yang diirradiasi menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pada tingkat genom, kromosom, dan DNA atau gen yang sangat besar sehingga proses fisiologis yang dikendalikan secara genetik di dalam tanaman menjadi tidak normal dan menimbulkan variasi-variasi genetik baru. Abnormalitas hingga kematian tanamn yang diirradiasi disebabkan oleh terbentuknya radikal bebas seperti Ho, yaitu ion yang sangat labil dalam proses reaksi akibat irradiasi, sehingga banyak menghasilkan benturan ke berbagai arah, yang akibatnya akan membuat perubahan atau mutasi baik di tingkat DNA, sel, maupun jaringan dan organ, bahkan hingga menyebabkan kematian pada tanaman.

Abnormalitas mulai terlihat sejak anak daun tanaman yang diirradiasi mulai berkembang, yakni pada 6 MST. Abnormalitas terjadi pada bentuk daun pada tanaman dengan dosis 10 Gray. Tanaman kontrol memiliki lima anak daun per daun dengan ukuran seragam yang letaknya membentuk lingkaran pada ujung petiol (Gambar 4a).

(36)

24

(a) (b) (c)

Gambar 4. Daun Tanaman Iles-iles; Daun pada Tanaman Kontrol (a) dan Malformasi Jumlah (b) dan Letak (c) Anak Daun pada Daun Dosis 10 Gray (b)

Kekerdilan tidak hanya terjadi pada tanaman yang mengalami malformasi bentuk daun. Kekerdilan mencapai 80.36 % dari total tiga ulangan pada tanaman yang hidup pada dosis 10 Gray (Gambar 5). Kekerdilan terjadi akibat irradiasi yang menyebabkan dormansi kecambah sehingga terjadi penundaan pertumbuhan tanaman. Irradiasi secara langsung juga menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman pada waktu tertentu sehingga terjadi kekerdilan. Kekerdilan umumnya terjadi pada tanaman yang hanya memiliki satu daun. Pada beberapa tanaman yang kerdil pada daun pertama, kekerdilan tidak terjadi pada daun kedua dan seterusnya. Namun hal ini tidak berlaku umum, terdapat tanaman yang memiliki lebih dari satu daun yang kerdil.

.

Kerdil

[image:36.595.112.516.89.317.2]

Normal

Gambar 5. Keragaman Tinggi Tanaman pada Dosis 10 Gy

4 cm

[image:36.595.178.505.563.726.2]
(37)

25

Malformasi juga ditemukan terjadi pada bentuk anak daun. Bentuk anak daun pada tanaman kontrol adalah elips dengan cembung pada bagian tengahnya dan ratio panjang : lebar adalah ± 2:1. Ditemukan satu tanaman pada tanaman yang diirradiasi pada dosis 10 Gray dengan bentuk anak daun elips memanjang yang bagian tengahnya mendekati lurus dan ratio panjang : lebar adalah ± 4:1 dengan ketebalan daun yang lebih tebal serta banyak terdapat pengkerutan pada permukaannya (Gambar 6). Selain itu juga terdapat 13 tanaman yang mengalami penyatuan anak daun. Grosch dan Hopwood (1979) mengemukakan bahwa tanaman yang diirradiasi sebagian besar memunculkan keanehan pada daun yang meliputi pengkerdilan, penebalan, perubahan bentuk dan struktur, pengkerutan, pelekukan abnormal, pengeritingan tepi daun, penyatuan daun dan terjadi mosaik daun.

(a) (b)

Gambar 6. Malformasi anak daun pada tanaman iles-iles dengan dosis 10 Gray; ratio panjang : lebar (a) dan penyatuan anak daun (b)

Abnormalitas pada warna daun merupakan hal yang paling sering ditemukan pada banyak penelitian tentang irradiasi. Munculnya daun variegata serta mosaik adalah bentuk abnormal dari warna daun tanaman yang diirradiasi. Wulandari (2003) melaporkan pada penelitian krisan, daun varietas Dewi Sartika yang diirradiasi dengan dosis 15 Gray menjadi variegata, yaitu daun berwarna hijau dan kuning pada setiap helainya. Warna kuning muncul pada salah satu atau

[image:37.595.149.489.358.567.2]
(38)

26

kedua tepinya, ataupun pada bagian tengahnya. Lebih lanjut Hapsari (2004) menyebutkan irradiasi sinar gamma dengan dosis 50 Gray pada tanaman melati J. Sambac kingianum menyebabkan terjadinya mosaik daun pada 4 tanaman. Akan tetapi mosaik ini berangsur-angsur berkurang hingga pada 16 MST. Tanaman muda yang daunnya berwarna kuning ditemukan Sudarmonowati (2009) pada tanaman sengon, ditemukan abnormal tunas/daun terjadi bila benih diirradiasi pada dosis 15 krad yang menunjukkan variegata, daun yang tumbuh kuning atau albino, namun abnormalitas tersebut tidak permanen karena pada umur 3 bulan gejala variegata sudah tidak tampak.

Abnormalitas warna daun juga ditemukan pada penelitian ini (Gambar 7). Abnormalitas yang terjadi adalah terbentuknya daun variegata. Daun variegata terdapat pada tanaman dengan perlakuan dosis 10 Gray sebanyak 6 tanaman. Menurut Grosch dan Hopwood (1979), aberasi kromosom dan mutasi gen pada jaringan somatik dapat menyebabkan mutasi sektoral atau pola-pola variegata, tetapi perubahan-perubahan semacam itu tidak diwariskan kepada keturunannya melalui reproduksi seksual. Variegata yang terjadi pada penelitian ini seluruhnya hanya terdapat pada daun pertama pada tanaman yang mengalaminya. Variegata tidak ditemukan terjadi pada daun-daun berikutnya dari tanaman tersebut.

Gambar 7. Daun variegata pada tanaman iles-iles dengan dosis 10 Gray pada 16 MST

Berdasarkan data perubahan morfologi tanaman iles-iles pada dosis 10 Gray, maka dapat diketahui bahwa terdapat 92 % tanaman yang terpengaruh

[image:38.595.98.512.484.652.2]
(39)

27

irradiasi sinar gamma (Gambar 8). Tanaman yang terpengaruh namun tetap hidup adalah sebanyak 56.33% dari total tanaman terpengaruh. Irradiasi pada dosis 10 Gray menyebabkan sisa tanaman mati. Kematian tanaman diawali dengan tidak dapat berkembangnya kecambah yang telah diirradiasi.Tunas yang telah muncul berangsur-angsur membusuk yang diikuti pembusukan endosperm, kemudian tanaman mati.

Irradiasi (10 Gray)

Normal (8 %) Terpengaruh (92 %)

Hidup (56.33 %) Mati (43.67 %)

Abnormal (80.07 %) Dorman (19.93%)

Malformasi Daun Malformasi Anak Daun Variegata (11.5 %) (0.7 %) (4.32 %) Kekerdilan Penyatuan Anak Daun

[image:39.595.89.516.225.603.2]

(94.24 %) (9.3 %)

Gambar 8. Bagan Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma Dosis 10 Gray pada Tanaman Iles-iles

(40)

28

Tanaman yang hidup dan berkembang sebanyak 80.07 % yang semuanya mengalami abnormalitas.

(41)

29

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan irradiasi sinar gamma dengan dosis ≥ 20 Gray menyebabkan kematian dan dormansi yang panjang pada tanaman iles-iles secara menyeluruh. Perlakuan irradiasi dengan dosis 10 Gray masih memungkinkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang walaupun irradiasi juga menyebabkan dormansi dan abnormalitas.

Irradiasi sinar gamma menyebabkan penurunan persentase hidup tanaman walaupun tidak nyata secara statistik. Irradiasi sinar gamma menyebabkan terhambatnya pertumbuhan vegetatif tanaman. Tinggi tanaman, jumlah daun, panjang petiol, lebar rachis, dan diameter petiol secara sangat nyata mengalami penurunan akibat irradiasi sinar gamma.

Tanaman yang diirradiasi 10 Gray memiliki masa vegetatif yang lebih lama dibanding kontrol. Walaupun tidak nyata secara statistik, namun hal ini menyebabkan bobot basah umbi tanaman dosis 10 Gray lebih tinggi dibanding kontrol, walaupun diameter umbi tanaman kontrol lebih besar. Perlakuan irradiasi sinar gamma dengan dosis 10 Gray menyebabkan umur tanaman lebih panjang merupakan karakter potensial bagi tanaman iles-iles. Penyimpangan bentuk tanaman yang terjadi pada tanaman dengan dosis 10 Gray adalah kekerdilan, malformasi bentuk daun dan anak daun, serta munculnya daun variegata.

Saran

(42)

30

DAFTAR PUSTAKA

Ahnstrom. 1977. Radiobiology. Manual on Mutation Breeding. Second Edition. Technical Reports Series No. 119. Vienna : IAEA. 15p.

Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hal.

Ermiati dan M.P. Laksmanahardja. 1996. Manfaat iles-iles (Amorphophallus sp.) sebagai bahan baku makanan dan industri. Jurnal Litbang Pertanian 15 (3): 74-80.

Grosch, D. S. and L. E. Hopwood. 1979. Biological Effects of Radiations. Academic Press. New York. 85p

Hapsari, L. 2004. Induksi Mutasi pada Melati (Jasminum spp.) Melalui Irradiasi Sinar Gamma. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harsanti, L. dan Mugiono. 2001. Peningkatan keragaman sifat agronomi tanaman melati Jasminum sambac (L.) W. Ait dengan teknik mutasi buatan, hal. 272-280. Dalam Risalah Pertemuan Ilmiah Aplikasi Teknik Nuklir PATIR-BATAN. Jakarta.

Hartati, S. 2000. Penampilan Genotip Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) Hasil Mutasi Buatan pada Kondisi Stress Air dan Kondisi Optimal. Agrosains 2 (2) : 35-42.

Hartanto, E.S. 1994. Iles-iles tanaman langka yang laku dikespor. Buletin Ekonomi19 (5): 21-25.

Herison, C., Rustikawati, S. H. Sutjahjo, dan S. I. Aisyah. 2008. Induksi mutasi melalui irradiasi sinar gamma terhadap benih untuk meningkatkan keragaman populasi jagung ( Zea mays L.). Jurnal Akta Agrosia. 11(1) : 57-62.

Hetterscheid, W. and S. Ittenbach. 1996. Everything you always wanted to know about Amorphophallus, but were afraid to stick your nose into. Aroideana 19: 7-131.

(43)

31

Idris, A. 1972. Pengamatan jenis Amorphophallus dan tempat tumbuhnya di pulau Jawa. Buletin Kebun Raya Bogor3 (4): 101-107

Ismachin, M. 1988. Pemuliaan Tanaman dengan Mutasi Buatan. PATIR, BATAN. Jakarta. Hal 1-10.

Jansen, P.C.M., C. van der Wilk, and W. L. A. Hetterscheid. 1996. Amorphophallus Blume ex Decaisne. In Flach, M. and F. Rumawas (Eds.). PROSEA: Plant Resources of South-East Asia No 9. Plant Yielding Non-seed Carbohydrates. Leiden: Backhuys Publishers.

Lingga, P., B. Sarwono, F. Rahardi, P.C. Rahardja, J.J. Afriastini, W. Rini, dan W.H. Apriadji. 1989. Bertanam Ubi-ubian. Jakarta: Penebar Swadaya

Puspodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas, IPB-LSI. Bogor. 169 hal.

Sharma dan V. L. Chopra. 1988. Mutation Breeding 153p. In V. L. Chopra (Ed). Plant Breeding Theory and Practice. Oxford and IBU Publishing Co. PVT. Ltd. New Delhi.

Soedjono, S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. 22(2) : 70-78.

Sparrow, A. H. 1961.Types of ionizing radiation and their cytogenetic effects, p. 55-105. In Symposium on Mutation and Plant Breeding. National Academy Science-National Research Council. Washington, D. C.

Sudarmonowati, E., N. Satria, N.S. Hartati, N. Taryana, dan U.J. Siregar. 2009. Sengon mutan putatif tahan tanah ex-tambang emas. Journal of Applied And Industrial Biotechnology In Tropical Region. 2(2) : 1-5.

Suhirman, S., S. Yuliani, E. Imanuel, dan M.P. Laksmanahardja. 1995. Penelitian Pengolahan Lanjut dan Penganekaragaman Hasil Tanaman Iles-iles. [Laporan Hasil Penelitian Tanaman Industri]. Bogor: BALITRO.

Sumarwoto. 2004. Beberapa Aspek Agronomi Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. _________. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan

Sifat-sifat Lainnya. Bul. Biodiversitas 6 (3) : 185-190.

(44)

32

Syaefullah, M. 1991. Mengenal tanaman iles-iles dan manfaatnya. Sinar Tani. 6 April 1991.

Van Harten, A. M. 1998. Mutation Breeding Theory and Practical Application. Cambridge University Press. 353 p.

Wulandari, A. 2001. Induksi Mutasi Krisan (Dendrathema grandiflora) melalui irradiasi stek pucuk. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 19-20.

___________. 2003. Induksi Mutasi dengan Menggunakan Sinar Gamma pada Varietas–Varietas Krisan. Wuryan.wordpress.com/2009/01/22/. [17 Agustus 2010].

Yatim, W. 1996. Genetika. Penerbit Tarsito. Bandung. 397 hal.

(45)

33

(46)

34

Lampiran 1. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 12 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 22.21 6.24 1.1 10 Gray 30 6.57 2.32 0.42 T-Value = 12.85

P-Value = 0.000

16 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 34.5 12.0 2.2 10 Gray 30 11.82 4.79 0.87 T-Value = 9.59

P-Value = 0.000

Lampiran 2. Sidik Ragam Jumlah Daun 12 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 2.4 0.814 0.15 10 Gray 30 1.1 0.305 0.056 T-Value = 8.19

P-Value = 0.000

16 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 2.6 0.563 0.1 10 Gray 30 2.2 0.610 0.11 T-Value = 2.64

(47)

35

Lampiran 3. Sidik Ragam Anak Daun

12 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 12.10 4.05 0.74 10 Gray 30 5.57 1.70 0.31 T-Value = 8.14

P-Value = 0.000

16 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 13.73 2.88 0.53 10 Gray 30 11.20 3.25 0.59 T-Value = 3.20

P-Value = 0.002

Lampiran 4. Sidik Ragam Lebar Rachis 12 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 9.47 2.25 0.41 10 Gray 30 3.72 1.36 0.25 T-Value = 11.97

P-Value = 0.000

16 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 11.46 2.76 0.50 10 Gray 30 6.06 2.41 0.44 T-Value = 8.07

(48)

36

Lampiran 5. Sidik Ragam Panjang Petiol 12 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 12.74 4.16 0.76 10 Gray 30 2.85 1.16 0.21 T-Value = 12.53

P-Value = 0.000

16 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 23.03 9.63 1.8 10 Gray 30 5.76 2.50 0.46 T-Value = 9.50

P-Value = 0.000

Lampiran 6. Sidik Ragam Diameter Petiol

12 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 0.476 0.102 0.019 10 Gray 30 0.2330 0.0525 0.0096 T-Value = 11.57

P-Value = 0.000

16 MST

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 0.855 0.314 0.057 10 Gray 30 0.325 0.115 0.021 T-Value = 8.69

(49)

37

Lampiran 7. Sidik Ragam Bobot Basah Umbi

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 14.16 7.89 1.4 10 Gray 30 20.4 38.6 7.0 T-Value = -0.87

P-Value = 0.393

Lampiran 8. Sidik Ragam Diameter Umbi

Dosis Jumlah Data Rataan StDev SE Mean Kontrol 30 3.120 0.708 0.13 10 Gray 30 2.64 1.94 0.35 T-Value = 1.27

(50)

38

[image:50.595.144.284.108.291.2] [image:50.595.367.497.109.285.2] [image:50.595.226.523.338.492.2]

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

Gambar Kondisi Pertanaman Tanaman Kontrol pada 3 MST

(a) (b)

Gambar Kondisi Pertanaman Tanaman Kontrol (a) dan Tanaman Dosis 10 Gray (b) pada 12 MST

(a) (b)

(51)

STUDI IRRADIASI SINAR GAMMA

PADA TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume)

Oleh

SIGIT PRAMONO

A24062576

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(52)

Abstract

Konjac (Amorphophallus muelleri Blume) is a triploid tuberous crop plant which produces apomictic seeds. It makes the genetic diversity of the plant is considered low. The objective of this research was to increase the diversity of konjac and to get a potential mutan in order to develop breeding materials. Gamma irradion was used in this experiment. The gamma irradiation was applicated in konjac’s seeds, using eleven treatments including control, from 0 Gy to 100 Gy with 10 Gy in every interval of the treatment. Result showed that control (0 Gy) and 10 Gy treatments that had succesfully produced potential mutans . Treatments level higher than 20 Gy to100 Gy caused mortal plant or kept seeds dormant until the end of the experiment. The 10 Gy treatment significantly delay seed sprouting more than five weeks after planting. All of the vegetative parameters of 10 Gy’s treated plants significantly exhibited lower productivity than those of control plants. Some mutans were observed on the leaf morphology. This experiment revealed that A. muelleri seed was sensitive to gamma irradiation.

(53)

i

RINGKASAN

SIGIT PRAMONO. Studi Irradiasi Sinar Gamma pada Tanaman Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). Dibimbing oleh EDI SANTOSA.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman tanaman iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) serta mendapatkan iles-iles hasil irradiasi yang memiliki sifat agronomi menguntungkan sebagai bahan pemuliaan tanaman iles-iles.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Juli 2010 di Kebun Percobaan Cikabayan, Darmaga, Bogor (240 m dpl). Perlakuan irradiasi sinar gamma dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu dosis irradiasi sinar gamma. Faktor dosis irradiasi ini terdiri dari 11 taraf yaitu 0 Gray, 10 Gray, 20 Gray, 30 Gray, 40 Gray, 50 Gray, 60 Gray, 70 Gray, 80 Gray, 90 Gray, dan 100 Gray. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Bahan tanam yang diirradiasi adalah kecambah iles-iles yang telah disortir dengan melihat kondisi plumula dan endospermanya. Hal ini dilakukan agar kondisi bahan tanam sebelum diirradiasi seragam.

Pengamatan dilakukan terhadap persentase tanaman hidup, laju pertumbuhan kecambah, adanya variasi terutama dari segi fenotipe, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anak daun, panjang petiol, diameter petiol, dan lebar rachis, umur panen tanaman, bobot basah umbi, diameter umbi.

Perlakuan irradiasi sinar gamma dengan dosis ≥ 20 Gray menyebabkan kematian dan dormansi yang panjang pada tanaman iles-iles. Perlakuan irradiasi dengan dosis 10 Gray menyebabkan penundaan pertumbuhan kecambah hingga empat minggu, tetapi mampu menghasilkan keragaman morfologi.

(54)

ii

(55)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume; sin. A. blumei (Scott.) Engler; sin. A. oncophyllus Rain) termasuk family Araceae, merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai prospek baik dikembangkan di Indonesia. Iles-iles merupakan tanaman pangan tropis yang sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia. Tanaman ini mudah dibudidayakan dan mampu menghasilkan karbohidrat dan indeks panen tinggi, namun demikian belum dibudidayakan dengan baik.

Karbohidrat yang diperoleh dari umbi iles-iles juga banyak digunakan dalam industri kertas, tekstil, cat, bahan negatif film, bahan isolasi, pita seluloid, dan bahan kosmetika (Ermiati dan Laksmanahardja, 1996). Di Indonesia iles-iles belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Chip umbi iles-iles di Indonesia lebih banyak diekspor ke China dan Jepang. Di Jepang, tepung umbi iles-iles telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pembuat konnyaku dan shirataki atau sebagai pengganti agar-agar dan gelatin. Permintaan ekspor iles-iles sangat tinggi namun belum bisa memenuhi permintaan. Untuk dapat memenuhi permintaan ini maka perlu adanya peningkatan produksi dan produktivitas.

Salah satu usaha peningkatan produktivitas yang umum dilakukan dewasa ini adalah melalui pemuliaan tanaman. Pada tanaman iles-iles pemuliaan tanaman konvensional masih sulit dilakukan. Menurut Jansen et al (1996) biji iles-iles merupakan triploid apomiksis yang bukan merupakan hasil rekombinasi sel telur kedua tetuanya, sehingga keragaman genetiknya sangat terbatas. Keragaman merupakan salah satu komponen dalam pemuliaan tanaman untuk mendapatkan tanaman dengan karakter yang lebih baik dari segi keragaannya maupun produktivitasnya.

(56)

2

menggunakan mutagen irradiasi sinar gamma. Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki tipe energi irradiasi tinggi di atas 10 MeV sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke dalam jaringan dan mampu mengionisasi molekul yang dilewatinya. Begitu materi reproduksi tanaman diirradiasi, proses ionisasi akan terjadi dalam jaringan dan dapat menyebabkan perubahan pada jaringan itu sendiri, sel, genom, kromosom, dan DNA atau gen. Adanya kerusakan genetik tersebut dapat menimbulkan beberapa perubahan karakter yang mendorong terbentuknya keragaman baru.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman dari tanaman iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) serta mendapatkan iles-iles hasil irradiasi yang yang memiliki karakter agronomi lebih baik sebagai bahan pemuliaan iles-iles.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Irradiasi sinar gamma dapat meningkatkan keragaman tanaman iles-iles. 2. Setiap dosis sinar gamma memberikan dampak yang berbeda terhadap

tanaman iles-iles.

(57)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Iles-iles

Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume; sin. A. blumei (Scott.) Engler; sin. A. oncophyllus Rain) termasuk famili Araceae. Sistematika iles-iles menurut klasifikasi botani adalah sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Monocotyledonae/Liliopsida Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arales Famili : Araceae

Genus : Amorphophallus

Spesies : Amorphophallus muelleri Blume

Tanaman iles-iles yang dikenal dengan nama daerah porang atau lotrok (Jawa), acung (Sunda), dan badur (Madura) banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis. Merupakan tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100-150 cm dengan umbi yang berada dalam tanah. Tanaman ini merupakan tanaman terna hidup panjang, daunnya mirip sekali dengan daun Tacca (Heyne, 1987). Batang tegak, lunak, halus berwarna hijau atau hitam belang-belang putih. Batang tunggal memecah menjadi tiga anak daun (rachis) dan akan memecah lagi sekaligus menjadi anak daun. Pada setiap pertemuan tulang daun akan tumbuh bulbil berwarna coklat sebagai alat perkembangbiakan tanaman. Tinggi tanaman dapat mencapai 1.5 meter, sangat tergantung umur dan kesuburan tanah. Umbi berbentuk lebar dengan berat mencapai 1-16 kg. Umbi banyak mengandung mannan yang merupakan bahan pembentuk gel.

(58)

4

Jenis A. muelleri Blume, merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini tumbuh di pinggir hutan jati, di bawah rumpun bambu, di tepi-tepi sungai, di semak belukar dan di tempat-tempat di bawah naungan. Selain digunakan sebagai bahan pangan, iles-iles juga digunakan sebagai bahan baku industri, seperti farmasi dan kosmetik.

Syarat Tumbuh

Tanaman iles-iles tumbuh dari dataran rendah sampai 1000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan pertumbuhan maksimum pada daerah 100-600 m dpl, dengan suhu antara 25-35oC, sedangkan curah hujan antara 300-500 mm/bulan selama periode pertumbuhan. Pada suhu di atas 35oC daun tanaman terbakar (Idris, 1972). Iles-iles termasuk tipe tumbuhan liar (Yuzammi, 2000). Tumbuhnya bersifat sporadis di hutan-hutan atau di pekarangan-pekarangan, dan belum banyak dibudidayakan (Hartanto, 1994). Menurut Hetterscheid dan Ittenbach (1996), iles-iles dapat tumbuh baik pada tanah bertekstur ringan yaitu pada kondisi liat berpasir, strukturnya gembur,dan kaya unsur hara. Di samping itu juga memiliki drainase baik, kandungan humus yang tinggi, dan memiliki pH tanah 6 – 7.5 (Jansen et al. 1996). Pengamatan pertumbuhan tanaman di dua lokasi yang berbeda tingkat peneduhan, menunjukkan bahwa dalam budidaya iles-iles peneduh mutlak diperlukan (Sumarwoto, 2005). Menurut Jansen et al. (1996) untuk memperoleh pertumbuhan yang lebih baik, diperlukan peneduh 50-60%.

(59)

5

Induksi Mutasi

Untuk mendapatkan kultivar baru melalui program pemuliaan tanaman diperlukan variasi genetik yang kuat. Oleh sebab itu, sangat penting bagi pemulia tanaman untuk selalu memperluas variabilitas genetik sebagai bahan seleksi dalam program pemuliaan, baik melalui eksplorasi, introduksi, mutasi maupun cara lainnya. Mutasi adalah perubahan pada materi genetik yang terjadi secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan (heritable). Puspodarsono (1988) menyebutkan bahwa mutasi merupakan perubahan genetik baik gen tunggal atau sejumlah gen atau susunan kromosom. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbunan tanaman namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengalami pembelahan sel misalnya tunas, biji, dan bagian tanaman lainnya.

Berdasarkan perubahan yang terjadi di dalam suatu gen, mutasi terbagi menjadi mutasi besar dan mutasi kecil. Mutasi besar meliputi perubahan yang terjadi pada struktur dan susunan kromosom. Mutasi kecil meliputi perubahan yang terjadi pada susunan molekul (DNA) gen atau nukleotida (Crowder, 1997).

(60)

6

Menurut Ismachin (1994), induksi dengan mutagen sebenarnya merupakan perlakuan yang merusak. Kerusakan yang umum terjadi adalah pada semua atau sebagian sel, atau organel, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan tanaman. Pada tanaman generasi pertama (M1), generasi perlakuan umumnya mengalami kerusakan fisiologis dan perubahan genetis. Pada generasi berikutnya, mutasi dapat bersifat permanen atau sementara.

Irradiasi Sinar Gamma

Pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi dapat memperluas variabilitas genetik tanaman dan dapat dilakukan dengan irradiasi pengion, seperti sinar ultra violet, sinar gamma, sinar alfa, partikel beta, proton dan neutron. Menurut Van Harten (1998), dewasa ini sinar gamma merupakan irradiasi yang paling banyak digunakan untuk menginduksi tanaman guna menghasilkan mutan. Sinar gamma ditemukan pada tahun 1900 oleh P. Villard setelah ditemukannya sinar alpha dan beta oleh E. Rutherford dan F. Soddy.

Menurut Ismachin (1988), irradiasi adalah pemberian sinar radioaktif pada suatu objek dengan konsentrasi tertentu selama periode waktu tertentu. Dalam sistem biologi, satuan irradiasi yang digunakan adalah Rad (Radiation Absorbed Dose) yakni besarnya energi yang diserap oleh setiap gram bahan yang diirradiasi. Jadi, 1 Rad adalah energi sebesar 100 erg yang diserap 1 gram bahan (100 erg/g). saat ini satuan Rad mulai tergantikan dengan satuan Gray yaitu energi sebesar 1 Joule yang diserap 1 Kg bahan yang diirradiasi. Konversinya terhadap satuan energi yang lain adalah 1 Gray = 1 Joule/Kg = 100 Rad (Ahnstrom, 1977).

Sinar gamma merupakan irradiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar X yang berarti menghasilkan irradiasi elektromagnetik dengan tingkat energi yang lebih tinggi. Tingkat irradiasi energi sinar gamma yang dihasilkan reaktor nuklir mencapai lebih dari 10 MeV. Daya tembusnya ke dalam jaringan sangat dalam mencapai beberapa sentimeter dan bersifat merusak jaringan yang dilewatinya (Sparrow, 1961; Van Harten, 1998).

(61)

7

irradiasi elektromagnetik yang menyebabkan ionisasi. Ketika material biologi diirradiasi, foton sinar gamma menumbuk orbital elektron dari atom, semua energi foton ditransfer ke elektron dalam bentuk energi kinetik, dan elektron dilontarkan keluar menghasilkan atom bermuatan positif. Elektron bebas tersebut yang disebut fotoelektron mempunyai energi yang sangat besar dan dapat menyebabkan ionisasi lagi. Efek utama dari irradiasi ionisasi pada DNA adalah gangguan pada satu atau kedua strand DNA, cross-linking DNA-D

Gambar

Tabel 8. Rataan Diameter Petiol Daun Tanaman Iles-iles (cm) pada Umur 12 MST dan 16 MST akibat Irradiasi Sinar Gamma
Tabel 10. Rataan Umur Tanaman saat Memasuki Fase Dorman
Gambar 3. Umbi Iles-iles pada berbagai waktu panen; Kontrol 18 MST (a), 10
Gambar 5. Keragaman Tinggi Tanaman pada Dosis 10 Gy
+7

Referensi

Dokumen terkait

Laboratorium Information Technology Certification Center (ITCC) STT PLN adalah laboratorium yang menangani beberapa program sertifikasi berskala internasional,

Berdasarkan kesimpulan diatas adapun saran-saran yang diberikan adalah: Pemerintah daerah maupun provinsi diharapkan dapat meningkatkan investasi (Penanaman Modal

Klausula eksonerasi yang dicantumkan oleh pengembang dalam perjanjian jual-beli rumah yang berisi ketentuan pengalihan tanggung jawab, tindakan berupa pembatalan

Perencanaan bangunan gedung tersebut direncanakan dengan menggunakan material beton bertulang sesuai dengan SNI-2847-2013 yaitu Persyaratan Beton Struktural Untuk

7 pagi hari bayangan benda berada di barat 8 sore hari bayangan benda berada di timur 9 panas matahari sangat berguna di bumi 10 matahari digunakan untuk mengeringkan.

Untuk mengetahui volume lalu-lintas yang terjadi di jalan ini, peneliti melakukan penelitian menghitung kendaraan yang lewat pada jam-jam sibuk yaitu jam 06.00 – 08.00

Sesuai dengan data yang tersedia pada Tabel I-O BPS, jenis tanaman pangan yang dicakup dalam analisis ini adalah padi, jagung, kedelai, umbi-umbian, kacang tanah dan kacang

terikat adalah kadar P 2 O 5 dan mutu organoleptik. Tahap II mengetahui masa simpan melalui rancangan penelitian faktorial; variabel bebas adalah variasi konsentrasi