DAFTAR PUSTAKA
Bowles, J. E. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah).
Jakarta: Erlangga.
Das, B. M. 1991. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid I.
Jakarta: Erlangga.
Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid II.
Jakarta: Erlangga.
Fadilla, N. 2014. Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression
Test)Pada Stabilitas Tanah Lempung Dengan Campuran Semen dan Abu
Sekam Padi. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Hardiyatmo, H. C. 1992. Mekanika Tanah I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Lambe, T. W & Whitman, R.V. 1969. Soil Mechanics, Massachusetts Institute of
Technology.
Modul Praktikum Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Nugraha, P. dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Pakpahan, S. S. 2014. Kajian Efektifitas Abu Kayu Bakar Dan Semen Portland
Tipe I Sebagai Bahan Stabilisasi Pada Tanah Lempung Dengan Uji Kuat
Tekan Bebas. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara,
Prabowo, I. 2013. Pengaruh Abu Vulkanik Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah untuk
Lapis Subgrade. Diploma Teknik Sipil Sekolah Vokasi Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Pranata, M. I. 2012. Studi dan Analisis Kuat Tekan Tanah Lempung Organik yang
Distabilisasi dengan Abu Gunung Merapi. Jurnal Universitas Lampung.
Pusat Litbang Prasarana Transportasi. 2001. Panduan Geoteknik 1 : Proses
Pembentukan dan Sifat-sifat Dasar Tanah Lunak. Jakarta.
Soedarmo, G. D. dan Purnomo, S. J. E. 1997. Mekanika Tanah I, Yogyakarta:
Penerbit Kanisi
Zulfa, H. 2014. Stabilisasi Tanah Lempung dengan Campuran Arang Tempurung
Kelapa dengan Metode Direct Shear Test. Program Studi Teknik Sipil
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Program Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada sampel tanah yang tidak diberikan bahan
stabilisasi (tanah asli) dan pada tanah yang diberikan bahan stabilisasi kimiawi
berupa penambahan Portland Cement (PC) dan arang tempurung kelapa (ATK)
dengan berbagai variasi campuran.
Proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini
meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan uji laboratorium dan analisis hasil uji
laboratorium.
3.2 Pekerjaan Persiapan
Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian
ini yakni :
Mencari bahan literatur yang berkaitan dengan tanah lempung yang distabilisasi dengan semen dan abu kayu bakar, serta literatur mengenai
pengujian kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test).
Pengambilan sampel tanah
Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Kampung
PON, Serdang Berdagai. Tanah yang diambil termasuk tanah lempung
dengan kadar air rendah – sedang.
Pengadaan semen
Semen yang dipakai adalah jenis semen Portland type I, dengan merk
dagang Semen Padang (PPC / Portland Pozzolan Cement).
Pengadaan arang tempurung kelapa
Arang tempurung kelapa yang dipakai adalah arang yang berasal dari
tempurung kelapa dari pabrik arang tempurung kelapa di Dusun 1, Desa
Pon, Kabupaten Serdang Bedagai , Sumatera Utara.
Skema program penelitian dapat dilihat pada diagram alir penelitian dalam
Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian 3.3 Proses Sampling
Adapun pengambilan (proses) sampel tanah tidak terganggu (undisturbed) yang diperoleh dari lapangan adalah dengan menggunakan hand bor dan untuk
Persiapan Studi literatur
Penyediaan bahan
Tanah Arang Tempurung Kelapa (ATK) Semen (PC)
1. Uji kadar air 2. Uji berat jenis 3. Uji Atterberg 4. Analisa saringan
5. Uji Proctor Standard( 105 Sampel) 6. Uji kuat tekan bebas ( 21 Sampel)
Pembuatan benda uji ( 21 Sampel ) 1. Kombinasi campuran
Tanah Asli
1% PC + 2% ATK 1% PC + 6% ATK 1 %PC + 10% ATK 1% PC + 14%ATK 1% PC + 4% ATK 1 %PC + 8% ATK 1 %PC + 12% ATK
2% PC + 2% ATK 2% PC + 6% ATK 2 %PC + 10% ATK 2% PC + 14%ATK 2% PC + 3% ATK 2 %PC + 7% ATK 2 %P
C + 11% ATK
2% PC + 4% ATK 2 %PC + 8% ATK 2 %PC + 12% ATK 2% PC + 5% ATK 2 %PC + 9% ATK 2% PC + 13% ATK 2. Lakukan pemeraman (curing time) 14 hari.
Uji kuat tekan bebas Analisis data lab Kesimpulan dan saran
sampel tanah terganggu diambil dari tanah yang berada ± 30cm dari muka tanah. Hal ini dimaksudkan agar humus dan akar-akar tanaman yang ada dapat terangkat dan tidak terikut dalam tanah yang akan dipakai. Adapun prosedur sampling yang dilakukan adalah:
Menentukan lokasi tanah yang akan dilakukan sampel, yaitu di Kampung
PON, Serdang Berdagai
Melakukan pembersihan humus dan akar-akar tanaman yakni ± 30cm dari
muka tanah.
Melakukan pengambilan sampel tanah yang akan digunakan. Untuk
pengujian tanah asli diambil dari contoh tanah tidak terganggu
(undisturbed) dan untuk pengujian tanah campuran diambil dari tanah
disturbed dicampur dengan semen dan arang tempurung.
Pada pengujian kuat tekan tanah (unconfined compression test) sampel
tanah asli diambil dari tanah undisturbed dengan menggunakan alat
pengeluar sampel tanah dari tabung tanah undisturbed dan dimasukkan ke
dalam mould sampel UCT test.
3.4. Pekerjaan Laboratorium 3.4.1. Uji Sifat Fisik Tanah
Dalam penelitian ini pengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dari tanah asli yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui karakteristik serta sifat-sifat tanah yang akan diuji. Adapun pengujian-pengujian di laboratorium yang dilakukan untuk memperoleh nilai serta sifat fisik tanah diantaranya adalah :
Uji kadar air (water content test)
Uji berat jenis (specific gravity test)
Uji berat volume (volume weight test)
Uji batas-batas Atterberg (Atterberg limi )
3.4.2. Uji Sifat Mekanis Tanah 3.4.2.1. Uji Proctor Standar
Peneliti dalam hal ini turut melakukan pengujian pada sampel tanah asli yang berguna untuk mengetahui sifat mekanis dari tanah tersebut. Adapun sifat mekanis yang dilakukan pada tanah asli adalah :
Uji Proctor Standar ( Standart Compaction test )
Pengujian ini diperlukan agar mengetahui besar kadar air optimum serta mengetahui berat isi kering maksimum. Hal ini sangat diperlukan karena dalam proses pencampuran (mix design) yang akan dilakukan dapat diibaratkan bahwa sampel tanah campuran dianggap memiliki kepadatan lapangan dan kadar air lapangan seperti tanah undisturbed.
Dalam proses sebelum pencampuran tanah asli dengan bahan stabilisator perlu dilakukan pemeraman (curing time). Curing time dimaksudkan agar bahan stabilisator yang telah dicampur dengan tanah dapat memberikan efek dan bereaksi dengan tanah sampel. Pada percobaan ini digunakan pemeraman selama 14 hari.
Pembuatan benda uji dilakukan dengan cara trial error, yang dimaksud dengan membuat disturbed dengan cara mengupayakan kadar air campuran tanah, semen dan abu kayu bakar sama dengan sampel tanah asli. Hal ini dilakukan berulang-ulang sehingga didapat ukuran kadar air keduanya yang relatif sama. Jika sampel dengan kadar air yang pas sudah didapat maka dapat dilakukan pengujian selanjutnya.
Namun secara teori jika suatu tanah dicampur dengan semen maka campuran tersebut akan mengalami absorbsi air berlebih sehingga perlunya diperhitungkan berapa penambahan air yang diperlukan pada setiap variasi pencampuran benda uji.
3.4.2.2. Uji UCT (Unconfined Compression Test)
Pengujian selanjutnya adalah pengujian yang dilakukan pada tanah asli
dan pada tanah yang dicampur dengan bahan stabilisasi. Pengujian UCT ini dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan tanah lempung dengan bahan stabilisasi dengan berbagai variasi campuran maupun yang tanpa bahan stabilisasi.
3.5. Analisis Data Laboratorium
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai hasil pengujian dan pembahasan
penelitian uji kuat tekan bebas tanah lempung dengan campuran semen 2 % dan
arang tempurung kelapa yang bervariasi antara 2 % sampai 14 %. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan sampel tanah yang diperoleh dari
Desa Matapao,Serdang Berdagai Sumatera Utara.
4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah 4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli
Adapun hasil uji sifat fisik tanah asli ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut.
Hasil-hasil pengujian sifat fisik tanah ini meliputi :
Kadar Air
Berat Jenis
Batas-batas Atterberg
Uji Analisa Butiran
Dari data tabel 4.1, berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO dimana
diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 56,50% dan
nilai batas cair (liquid limit) sebesar 45,93% maka sampel tanah memenuhi
limit) ≥ 41 dan indeks plastisitas (plasticity index) > 11, sehingga tanah sampel
dapat diklasifikasikan dalam jenis tanah A-7-6.
No. Pengujian Hasil
1. Kadar air ( water content ) 19,08%
2. Berat jenis ( specific gravity ) 2,67
3. Batas cair ( liquid limit ) 45,93 %
4. Batas plastis ( plastic limit ) 13,11 %
5. Indeks plastisitas ( plasticity index ) 32,82 %
6. Persen lolos saringan no 200 56,50 %
Tabel 4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah
Menurut sistem klasifikasi USCS, dimana diperoleh data berupa persentase
tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 56,50% dan nilai batas cair (liquid limit)
sebesar 45,93% sehingga dilakukan plot pada grafik penentuan klasifikasi tanah
yaitu yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Dari hasil plot diperoleh tanah termasuk
dalam kelompok CL yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai
sedang.
4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator
Hasil pengujian sifat fisik tanah yang telah dicampur dengan bahan semen
dan arang tempurung ditunjukkan pada Tabel 4.2. Grafik hubungan antara nilai
batas cair (LL) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.4, hubungan
antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar
Gambar 4.1 Plot grafik klasifikasi USCS
Gambar 4.3 Grafik batas cair (Liquid Limit), Atterberg Limit
Hubungan antara nilai indeks plastisitas (IP) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.6.
Gambar 4.4 tersebut menunjukkan bahwa batas cair akibat penambahan
bahan stabilisasi semen dan arang tempurung mengalami penurunan. Semakin
besar persentase arang tempurung, maka semakin kecil batas cairnya. Pada tanah
asli batas cair mencapai 45,93 % sedangkan nilai batas cair terendah pada
penambahan 2 % semen dan abu gunung vulkanik 14 % sebesar 31,33 %. Hal ini
disebabkan akibat tanah mengalami proses sementasi oleh semen dan arang
sehingga tanah menjadi butiran yang lebih besar yang menjadikan gaya tarik
menarik antar partikel dalam tanah menurun. 30
40 50 60
10 20 30 40
K
ad
ar
A
ir
(%
)
Sampel Batas – Batas Atterberg
LL PL PI
Tanah Asli 45,93 13,11 32,82
2% Portland Cement 45,06 14,78 30,28
2% PC + 2% ATK 44,96 15,05 29,91
2% PC + 3% ATK 43,27 15,17 28,1
2% PC + 4% ATK 42,97 15,76 27,21
2% PC + 5% ATK 42,62 15,86 26,29
2% PC + 6% ATK 40,46 15,91 24,55
2% PC + 7% ATK 39,97 16,23 23,73
2% PC + 8% ATK 39,77 16,31 23,46
2% PC + 9% ATK 37,35 17,82 19,53
2% PC + 10% ATK 35,37 18,3 17,08
2% PC + 11% ATK 34,74 18,86 16,44
2% PC + 12% ATK 34,05 18,92 15,13
2% PC + 13% ATK 33,67 19,12 14,55
2% PC + 14% ATK 31,33 19,45 11,77
Tabel 4.2 Data Hasil Uji Atterberg Limi
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi campuran PC dan ATK
4.2.2.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran PC dan ATK
Pada Gambar 4.5 menunjukkan terjadinya peningkatan nilai batas plastis
pertambahan kadar abu gunung vulkanik yang ditambahkan. Untuk tanah asli
batas plastisnya yaitu 13,11 % dan terus meningkat sampai variasi campuran 2%
PC + 14% ATK.
4.2.2.3 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Gambar 4.6 Grafik hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (IP) dengan variasi
campuran PC dan ATK
Gambar 4.6 memperlihatkan bahwa dengan penambahan bahan stabilisasi
maka nilai indeks plastisitas akan menurun. Penurunan nilai indeks plastisitas
tersebut dapat mengurangi potensi pengembangan dan penyusutan dari tanah. Hal
ini disebabkan oleh adanya proses hidrasi dari semen yang ditambahkan ke tanah.
Proses ini memperkuat ikatan antara partikel-partikel tanah, sehingga terbentuk
butiran yang lebih keras dan stabil. Terisinya pori-pori tanah memperkecil
terjadinya rembesan pada campuran tanah-semen tersebut yang berdampak pada
berkurangnya potensi kembang susut.
Ditambah dengan bahan stabilisasi berupa abu gunung vulkanik. Silika dan
partikel lempung dan menutupi pori-pori tanah. Rongga-rongga pori yang
dikelilingi bahan sementasi yang lebih sulit ditembus air akan membuat campuran
tanah-abu gunung vulkanik lebih tahan terhadap penyerapan air sehingga
menurunkan sifat plastisitasnya.
Dari Gambar 4.6 dapat dilihat penurunan indeks plastisitas dari tanah asli
yang awalnya dengan nilainya sebesar 32,82 % kemudian turun sampai menjadi
11,77 % pada penambahan 14% arang.
4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah
4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah Asli (Compaction)
Dalam pengujian ini diperoleh hubungan antara kadar air optimum dan berat
isi kering maksimum. Peneliti menggunakan metode pengujian dengan uji
pemadatan Proctor Standart. Dimana alat dan bahan yang digunakan diantaranya:
• Mould cetakan Ø 10,2 cm, diameter dalam Ø 10,16 cm.
• Berat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm.
• Sampel tanah lolos saringan no 4.
Hasil uji pemadatan Proctor Standart ditampilkan pada Tabel 4.3 dan
kurva pemadatan ditampilkan pada Gambar 4.7.
No Hasil pengujian Nilai
1 Kadar air optimum 17,05%
2 Berat isi kering maksimum 1,38 gr/cm3
Gambar 4.7 Kurva kepadatan tanah asli
4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator
Hasil pengujian sifat mekanis tanah yang telah dicampur dengan bahan
stabilisator berupa semen dan arang tempurung kelapa ditunjukkan pada Tabel 4.4
dan hubungan antara nilai berat isi kering dengan variasi campuran ditunjukkan
pada Gambar 4.8 serta hubungan kadar air optimum dengan variasi campuran
ditunjukkan pada Gambar 4.9.
4.3.2.1Berat Isi Kering Maksimum (γd maks)
Dari pengujian pemadatan tanah yang telah dilakukan pada tanah asli
diperoleh nilai berat isi kering tanah sebesar 1,38 gr/cm³. Gambar 4.8
menunjukkan bahwa nilai berat isi kering semakin meningkat jika ditambahkan
arang tempurung kelapa dan yang paling besar ketika tanah ditambahan bahan
yakni sebesar 1,531 gr/cm³ dan mengalami penurunan ketika penambahan kadar
selanjutnya.
Sampel γd maks
(gr/cm³)
Wopt (%)
Tanah Asli 1,38 17,05
2% PC 1,42 16,96
2% PC + 2% ATK 1,43 16,61
2% PC + 3% ATK 1,44 16,58
2% PC + 4% ATK 1,45 16,45
2% PC + 5% ATK 1,47 16,38
2% PC + 6% ATK 1,48 16,30
2% PC + 7% ATK 1,49 16,21
2% PC + 8% ATK 1,51 16,11
2% PC + 9% ATK 1,52 16,06
2% PC + 10% ATK 1,53 16,01
2% PC + 11% ATK 1,52 16,13
2% PC + 12% ATK 1,50 16,36
2% PC + 13% ATK 1,49 16,45
2% PC + 14% ATK 1,48 16,52
Gambar 4.8 Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum (γd maks) tanah dengan variasi campuran
4.3.2.2Kadar Air Optimum (wopt )
Hasil kadar air optimum dari percobaan yang dilakukan diketahui bahwa
nilai kadar air optimum tanah asli yaitu 17,05 % dan selanjutnya mengalami
penurunan. Gambar 4.9 menunjukkan nilai kadar air optimum paling kecil pada
saat penambahan 2% Portland Cement (PC) + 10 % Arang Tempurung Kelapa
(ATK) yakni sebesar 16,01 % dan mengalami peningkatan ketika penambahan
kadar selanutnya.
4.3.3 Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara nilai kuat tekan bebas
tanah (qu) pada tanah asli dan tanah remoulded (buatan) serta nilai kuat tekan
bebas tanah (qu) pada tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan bahan
14 hari. Selanjutnya dari hasil nilai qu diperoleh nilai kohesi (cu) yaitu sebesar ½
qu.
Gambar 4.9 Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah (wopt ) dengan variasi campuran
Hasil pengujian kuat tekan bebas yang dilakukan pada setiap variasi
campuran ditunjukkan pada Tabel 4.5. Pada Gambar 4.10 ditunjukkan
perbandingan nilai kuat tekan tanah (qu) antara tanah asli dengan tanah remoulded
dan pada Gambar 4.11 ditunjukkan nilai kuat tekan tanah (qu) yang diperoleh di
setiap variasi campuran.
Dari hasil pengujian diperoleh nilai kadar arang tempurung kelapa sebesar
10 % sebagai kadar abu maksimal. Pada Tabel 4.6 menampilkan perbandingan
Sampel qu (kg/cm²) cu (kg/cm²)
Tanah Asli 1,59 0,799
Tanah Remoulded 0,55 0,279
2% PC 2,26 1,130
2% PC + 2% AGV 2,28 1,141
2% PC + 3% AGV 2,39 1,197
2% PC + 4% AGV 2,41 1,208
2% PC + 5% AGV 2,43 1,216
2% PC + 6% AGV 2,53 1,269
2% PC + 7% AGV 2,59 1,297
2% PC + 8% AGV 2,72 1,365
2% PC + 9% AGV 2,86 1,433
2% PC + 10% AGV 3,01 1,503
2% PC + 11% AGV 2,63 1,319
2% PC + 12% AGV 2,40 1,201
2% PC + 13% AGV 2,31 1,159
2% PC + 14% AGV 2,22 1,113
Strain (%) Tanah asli qu (kg/cm²)
Tanah remoulded qu (kg/cm²)
0,5 0,19 0,062
1 0,52 0,10
2 1,02 0,21
3 1,34 0,34
4 1,59 0,55
5 1,43 0,30
6 0,59 0,25
7 0,40 0,25
Tabel 4.6 Perbandingan Antara Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded
Gambar 4.10 Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli dan tanah remoulded
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6
0 1 2 3 4 5 6 7
Gambar 4.11 Grafik perbandingan kuat tekan 1% PC dan 2% PC dengan berbagai variasi penambahan ATK dengan waktu pemeraman selama 14 hari.
Dari hasil percobaan diperoleh nilai kuat tekan tanah pada tanah asli
adalah sebesar 1,59 kg/cm², sedangkan pada tanah remoulded diperoleh sebesar
0,55 kg/cm². Gambar 4.11 memperlihatkan perbandingan antara kuat tekan tanah
(qu) dengan penambahan 2% PC dan 1% PC dengan kadar variasi penambahan
ATK. Kuat tekan tanah dengan menggunakan 2% PC memiliki nilai maksimal
pada kadar abu 10 % yakni sebesar 3,01 kg/cm², sedangkan pada penggunaan 1%
PC memiliki nilai kuat tekan paling tinggi pada saat penambahan arang
tempurung kelapa sebanyak 12 % yakni bernilai 2,33 kg/cm².
Dari hasil percobaan yang dilakukan pada kadar 2% PC + 10 % ATK akan
menaikkan nilai qu tanah sebesar 88,11 %, 3,01 kg/cm² dari tanah asli. Sedangkan untuk 1 % PC + 12 % ATK akan menaikkan nilai qu tanah sebesar 28,71 %, 2,33
kg/cm². Kenaikan kuat tekan tanah ini terjadi karena adanya absorbsi air oleh
semen dan reaksi pertukaran ion dan membentuk kalsium silikat dan kalsium
aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah meningkat. Reaksi pozolan
membuat partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan
(AL2O3) yang membentuk kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit, kalsium
aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O
yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung
lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil.
Begitu pula dengan arang tempurung kelapa yang mengandung unsur
kimia seperti Al2O3, Fe2O3, CaO dan MgO akan diserap oleh permukaan butiran
lempung yang memiliki kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif.
Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta
air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jadi,
permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force),
dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat kenaikan kekuatan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan
stabilisator semen portland tipe I dan arang tempurung kelapa terhadap tanah
lempung dengan kadar campuran yang telah ditetapkan dan masa peram (curing
time) selama 14 hari, dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis
CL (Clay-Low Plasticity) yaitu lempung anorganik dengan plastisitas
rendah sampai sedang.
2. Berdasarkan klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway
Transportation Official), sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6.
3. Dari hasil uji Water Content didapat bahwa nilai kadar air tanah asli sebesar
19,08 %.
4. Dari hasil uji Specific Gravity didapat bahwa nilai berat jenis tanah yaitu
sebesar 2,67.
5. Dari uji Atterberg pada tanah asli diperoleh nilai Liquid Limit sebesar 45,93
% dan indeks plastisitas (IP) sebesar 32,82%. Berdasarkan hasil percobaan
yang dilakukan diketahui bahwa dengan penambahan 2% PC + 14% ATK,
memiliki indeks plastisitas (IP) yang paling rendah yakni 9,40%. Dengan
nilai Liquid Limit sebesar 29,11%.
6. Dari hasil uji Proctor Standart menghasilkan nilai kadar air optimum pada
gr/cm³, sedangkan nilai berat isi kering yang paling maksimum dari semua
campuran yaitu pada variasi campuran 2% PC + 10% ATK dimana sebesar
1,53 gr/cm³ dan kadar air optimumnya yaitu 16,01% dengan waktu
pemeraman selama 14 hari.
7. Dari uji Unconfined Compression Test yang dilakukan pada tanah asli
diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) sebesar 1,59 kg/cm², sedangkan pada
tanah remoulded diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) sebesar 0,55 kg/cm².
Dari hasil penelitian yang dilakukan penambahan 2% PC + 10% ATK
memiliki nilai kuat tekan tanah (qu) yang paling besar yakni 3,01 kg/cm².
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan
stabilisator semen dan arang tempurung kelapa terhadap tanah lempung, penulis
memberikan saran bahwa:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh variasi kadar
campuran semen yang mampu menghasilkan nilai kuat tekan yang lebih
besar terhadap pencampuran dengan bahan tambah arang tempurung kelapa.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi lama pemeraman yang
berbeda sehingga dapat dilakukan perbandingan nilai antar variasi untuk
setiap bahan pencampur.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai nilai ekonomis penggunaan
arang tempurung sebagai bahan stabilisator (stabilizing agents) pada tanah
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap proses stabilisasi ini dengan
jenis pengujian yang berbeda misalnya Triaxial Test, CBR, dan sebagainya.
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh penambahan semen dan
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah
Tanah adalah material yang terdiri dari agregat mineral – mineral padat
yang tidak terikat satu sama lain dengan bahan – bahan organik yang telah hancur
yang kemudian disertai zat cair dan gas yang mengisi ruang – ruang kosong di
antara partikel – partikel padat tersebut (Das ,1991). Tanah biasanya terdiri dari
dua atau tiga fase bagian. Tanah kering terdiri dari dua bagian, yaitu butiran padat
tanah dan rongga yang diisi oleh udara. Tanah asli terdiri terdiri tiga bagian, yaitu
butiran padat tanah, air, dan rongga yang diisi oleh udara. Bagian-bagian tanah
dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti yang ditunjukkan Gambar
2.1 .
Gambar 2.1 (a) elemen tanah dalam keadaan asli ; (b) tiga fase elemen tanah
sumber : Das, Braja M, 1998, Mekanika Tanah Jilid 1, hal 30
Dari gambar di atas, kita dapat menggunakan persamaan 2.1 menghitung volume
total dari suatu tanah.
� = ��+�� = ��+ �� + �� (2.1)
Vs = volume butiran padat
Vv = volume pori
Vw = volume air di dalam pori
Va = volume udara di dalam pori
Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka untuk menghitung berat
total tanah (W) dapat menggunakan persamaan 2.2 :
� =��+�� (2.2)
Dimana :
�� = berat butiran padat
�� = berat air
2.1.2 Sifat-sifat fisik tanah
2.1.2.1 Kadar air (moisture content)
Kadar air tanah (ω) yang disebut juga sebagai water content didefenisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat pada volume tanah
yang diselidiki. Persamaan 2.3 digunakan untuk menhitung kadar air (ω) suatu
tanah.
ω (%) = ���
� � 100 (2.3)
2.1.2.2 Porositas (porocity)
Porositas (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara volume pori (��)
dengan volume total (�) pada tanah tersebut. Persamaan 2.4 digunakan untuk
menghitung nilai porositas tanah (�).
� = ��
� � 100 (2.4)
2.1.2.3 Angka pori (void ratio)
Angka pori (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara volume pori
(��) dengan volume butiran padat (��) pada tanah tersebut. Persamaan 2.5
digunakan untuk menghitung angka pori tanah (�) .
�= ��
�� (2.5)
2.1.2.4 Berat jenis (specific gravity)
Berat jenis tanah (��) didefenisikan sebagai perbandingan antara berat
pada temperatur tertentu. Nilai suatu berat jenis tanah tidak memiliki satuan (tidak
berdimensi). Persamaan 2.6 dapat digunakan untuk menghitung berat jenis tanah
(��) dari suatu tanah. Tabel 2.1 menunjukkan nilai berat jenis dari bermacam jenis
tanah.
�� = ���� (2.6)
2.1.2.5 Berat volume (unit weight)
Berat volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume. Jadi,
γ = �� (2.7)
Para ahli tanah kadang-kadang menyebut berat volume (unit weight) sebagai berat
volume basah (moist unit weight).
2.1.2.6. Berat volume kering (dry unit weight)
Berat volume kering (��) didefenisikan sebagai perbandingan antara berat butiran
padat tanah (��) dengan volume total tanah (�). Persamaan 2.8 digunakan untuk
menghitung berat volume kering (��) dari suatu tanah.
�� = ��� (2.8)
Tabel 2.1 Berat jenis tanah (Hardiyatmo,2002)
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organik 2,62 - 2,68
Lempung organik 2,58 - 2,65
Lempung tak organik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
2.1.2.7 Berat volume butiran padat (soil volume weight)
Berat volume butiran padat (��) didefenisikan sebagai perbandingan antara
berat butiran tanah (��) dengan volume butiran tanah padat (��). Persamaan 2.9
digunakan untuk menhitung berat volume butiran padat (��) suatu tanah.
2.1.2.8 Derajat kejenuhan (S)
Derajat kejenuhan (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara volume
air (��) dengan volume total rongga tanah (��). Bila suatu tanah dalam keadaan
jenuh, maka nilai � = 1. Persamaan 2.10 dapat digunakan untuk menghitung
derajat kejenuhan suatu tanah (�). Tabel 2.2 menunjukkan nilai derajat kejenuhan
dari beragam keadaan tanah.
� (%) = ��
�� � 100 (2.10)
Tabel 2.2 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah (Hardiyatmo,2002)
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 - 0,25
Tanah lembab 0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75
Tanah basah 0,76 - 0,99
Tanah jenuh 1
2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg limit)
Batas-batas Atterberg ditemukan oleh peneliti tanah berkebangsaan
Swedia, Atterberg pada tahun 1911. Batas-batas Atterberg digunakan untuk
mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan
engineering behavior tanah berbutir halus.
Dua hal yang menjadi parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah
lempung yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara
untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981).
Batas-batas tersebut adalah Batas-batas cair, Batas-batas plastis dan Batas-batas susut. Hal ini dapat dilihat
dalam Gambar 2.2 .
2.1.2.9.1 Batas cair (liquid limit)
Batas cair (liquid limit) adalah sebagai kadar air pada tanah ketika tanah
berada diantara keadaan plastis dan keadaan cair. Batas cair ditentukan dari
dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh
[image:30.595.120.508.134.290.2]grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan
Gambar 2.2. Batas-batas Atterberg
sampel dengan dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel
dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut
menyatu.
Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai
kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 – 1000,
akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100. (Holtz dan
Kovacs, 1981).
Alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat dilihat
pada Gambar 2.3.
2.1.2.9.2 Batas plastis (plastic limit)
Batas plastis (plastic limit) dapat diartikan sebagai kadar air pada tanah
ketika tanah berada diantara keadaan semi padat dan keadaan plastis. Untuk
mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan pecobaan menggulung
tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm dan mulai mengalami
Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan grooving tool (Das,1998)
2.1.2.9.3 Batas susut (shrinkage limit)
Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.
Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh
pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas
susut dapat dinyatakan dalam persamaan
�� = �(�1�−�2)
2 −
(�1−�2)��
�2 � � 100 %
(2.11)
dengan :
�1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
�2 = berat tanah kering oven (gr)
�2 = volume tanah kering oven (��3)
�� = berat jenis air
2.1.2.9.4 Indeks plastisitas (plasticity index)
Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih
bersifat plastis. Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah
tersebut. Apabila tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka
tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki
interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Indeks Plastisitas
(PI) dapat diketahui dengan menghitung selisih antara batas cair dengan batas
plastis dari tanah tersebut. Persamaan 2.12 dapat digunakan untuk menghitung
besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.3 menunjukkan batasan
nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.
�� =�� − �� (2.12)
Dimana :
LL = batas cair
PL = batas plastis
2.1.2.10 Klasifikasi tanah
Klasisfikasi tanah merupakan hal yang dapat membantu perencana dalam
pengarahan melalui cara empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang lalu.
Namun perencana harus berhati-hati dalam penerapannya karena penyelesaian
masalah stabilitas, penurunan dan aliran air yang didasarkan pada klasifikasi tanah
biasanya menimbulkan kesalahan yang berarti. Umumnya klasifikasi tanah
didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan
plastisitasnya. Terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan yaitu Unified
[image:32.595.134.493.667.754.2]Soil Classification System (USCS) dan AASHTO.
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah (Hardiyatmo,2002)
PI Sifat Macam tanah Kohesi
0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
2.1.2.10.1. Sistem klasifikasi Unified soil classification system (USCS)
Pengklasifikasian menurut sistem Unified Soil Classification System
(USCS) didasari atas hasil analisa saringan. Jika suatu tanah tertahan pada
saringan nomor 200 lebih dari 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai
tanah berbutir kasar, namun apabila tanah yang tertahan pada saringan nomor 200
lebih kecil dari pada 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah
berbutir halus. Pengklasifikasian tanah berdasarkan system USCS dapat dilihat
pada Gambar 2.4. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini
diantaranya :
G = kerikil (gravel)
W = bergradasi baik (well-graded)
S = pasir (sand)
P = bergradasi buruk (poor-graded)
C = lempung (clay)
H = plastisitas tinggi(high-plasticity)
M = lanau (silt)
L = plastisitas rendah (low-plasticity)
O = lanau/empung organik (organic silt or clay)
Pt = gambut (peat)
Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation
Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan
jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7
kelompok, A-1 sampai dengan A-7. Tanah dalam tiap kelompok dievaluasi
terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dalam rumus empiris. Pengujian
[image:34.595.118.504.517.795.2]yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg.
Gambar 2.5. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
2.1.3 Sifat-sifat mekanis tanah
2.1.3.1 Pemadatan tanah (Compaction)
Pemadatan adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume
rongga diisi dengan udara, sedangkan volume butiran tanah padat dan kadar air
tetap pada dasarnya sama. Pemadatan tanah dimaksudkan untuk mempertinggi
kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi
permeabilitas serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan
kadar air dan lainnya.
Pada tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk
pekerjaan di lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi
dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan. Pada tanah lanau yang
dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu memberikan kuat geser yang cukup
dan sedikit kecenderungan mengalami perubahan volume, tetapi sangat sulit
didapatkan bila tanah lanau dalam keadaan basah karena permeabilitasnya yang
rendah. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan
memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut
Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah,
dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi compaction,
yaitu: berat jenis kering tanah, kadar air tanah, jenis tanah dan compactive effort
(Bowles, 1984).
Hubungan berat volume kering (��) dengan berat volume basah (��) dan kadar air
(%) dinyatakan dalam persamaan :
�� = 1 + ��� (2.13)
Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder
mould dengan volume 9,34 x 10−4 �3, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian ini tanah dipadatkan dalam 3 lapisan
(standart Proctor) dan 5 lapisan (modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25
kali pukulan.
Hasil dari pengujian compaction berupa kurva yang menunjukkan
[image:36.595.131.544.408.634.2]hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang ditunjukkan
Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah
2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compression Test (UCT)
Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test) merupakan salah satu cara
percobaan laboratorium untuk menghitung kuat geser tanah, dimana uji kuat tekan
sampai tanah terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga mengukur
regangan tanah akibat tekanan tersebut. Pada Gambar 2.7 menunjukkan skema
pengujian Unconfined Compression Test. Tegangan aksial yang diterapkan di atas
benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan.
Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:
�� = �21 = �2� = �� (2.14)
Dimana:
[image:37.595.119.465.173.537.2]�� = Kuat geser
Gambar 2.7 Skema uji tekan bebas
�1 = Tegangan utama
�� = kuat tekan bebas tanah
�� = kohesi
Unconfined Compression Test (UCT).
Gambar 2.8. Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai
kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 2008)
Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan
dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya
(Das, 2008)
Konsistensi �� (kN/m2)
Lempung keras >400
Lempung sangat kaku 200 – 400
Lempung kaku 100 – 200
Lempung sedang 50 – 100
Lempung lunak 25 – 50
Lempung sangat lunak < 25
* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6,894.8 N/m2
2.1.3.3 Teori keruntuhan Mohr-Coulomb
Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan
normal dengan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah
ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan.
Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat
menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat
cepat.
Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang terjadi
antara tegangan normal dan tegangan geser.
�� = �+ �tan∅ (2.16)
dimana : c = kohesi
[image:38.595.172.446.268.445.2]Gambar 2.9 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser.
2.1.3.4 Sensitifitas tanah lempung
Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan
contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah
kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat
nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan
didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana
perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.
Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah
lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut
diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural
(remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada
[image:39.595.166.460.518.672.2]Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded
Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural
tanah disebut sensitifitas (sensitifity). Tingkat sensitifitas adalah rasio
(perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah
yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut
diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired
sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:
�� = ����������������� (2.17)
Umumnya, nilai rasio sensitifitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan
tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat
flokulasi yang sangat tinggi, nilai sensitifitas berkisar antara 10 sampai 80.
Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap
gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang
[image:40.595.193.468.605.746.2]berhubungan dengan nilai sensitifitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada
Tabel 2.5.
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan:
Penekanan
Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% per menit
Kriteria keruntuhan suatu tanah :
Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut.
Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.
Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu
maksimum runtuh = 20 menit.
Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :
� = ∆��
0
(2.18)
Dimana :
ε = Regangan axial (%) ∆L = Perubahan panjang (cm) Lo = Panjang mula-mula (cm)
Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat :
� = �0
1−� (2.19)
Dimana :
A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2)
Ao = Luas mula-mula (cm2)
Besarnya tegangan normal :
�= �
� =
�.�
� (2.20)
Dimana :
σ = Tegangan (kg/cm2) P = Beban (kg)
k = Faktor kalibrasi proving ring
N = Pembacaan proving ring (div)
Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus :
�� = ��′ (2.21)
Dimana :
St = Nilai sensitivitas tanah
σ‘ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm2)
2.2 Bahan-bahan penelitian 2.2.1 Tanah lempung
2.2.1.1 Lempung dan Mineral Penyusun
Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks.
Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silika
tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom
oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam
gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 1991).
Ciri tanah lempung adalah sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat
plastis pada kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung
akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa pada
keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar
sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas
merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa
perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi
retakan-retakan atau terpecah-pecah.
Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah,
dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous
aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang besar. Mineral lempung
sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana ukuran mineralnya sangat
kecil yakni kurang dari 2 µm (1µm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang
partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang hanya dapat dilihat dengan
mikroskop elektron.
Bowles (1991) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung
adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :
• felspar ortoklas
• felspar plagioklas
• mika (muskovit)
Dimana semuanya itu dapat disebut silikat aluminium kompleks (complex
aluminium silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain
mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral
lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group,
serpentinite group). Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika
tetrahedron dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu
membentuk struktur lembaran.
Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika (silica
sheet) dan unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran oktahedra
(gibbsite sheet). Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra,
atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada
oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.
( c ) ( d )
[image:44.595.179.443.94.346.2]( e )
Gambar 2.13 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica
sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )
lembaran silika – gibbsite (Das, 1991).
a. Kaolinite
Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari
nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung
kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles,
1991). Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang
mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna
putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.
Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral
yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran
silika dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1:1 dengan
lempengan-lempengan tipis dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan
ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa
± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia:
(OH)8Al4Si4O10
Keluarga mineral kaolinite 1:1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite
memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite
sehingga molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite memiliki rumus
kimia sebagai berikut.
[image:45.595.155.503.363.466.2](OH)8Al4Si4O10 . 4H2O
Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Struktur Kaolinite (Das, 1991)
b. Illite
Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois.
Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illite mempunyai
hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1991). Mineral illite memiliki rumus
kimia sebagai berikut:
(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20
Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan
kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite.
•Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai
penyeimbang muatan.
•Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al) pada lempeng
tetrahedral.
•Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.
Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi
kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Bila sebuah anion
dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi
oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium
disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi
kation, maka mineral tersebut disebut brucite. Struktur mineral illite dapat
[image:46.595.225.423.418.558.2]dilihat dalam Gambar 2.15
Gambar 2.15 Struktur Illite (Das, 1991)
c. Montmorillonite
Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang
ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus
kimia:
Dimana nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral
montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan
susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral
mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.
Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng
SiO2. Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan
mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation
lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti y ang
ditunjukkan pada Gambar 2.16. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit
sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu
lapisan air (nH2O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan
memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan
antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa montmorillonite sangat besar dan
dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga mudah mengalami proses
[image:47.595.147.508.528.704.2]pengembangan. Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat di dalam
Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Struktur Montmorillonite (Das, 1991)
Bowles (1991) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung adalah:
1. Hidrasi
Partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, hal ini disebabkan
karena lempung biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi
oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi
(adsorbed water). Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul.
Sehingga disebut sebagai lapisan difusi ( d i f f u s e l a y e r ) , lapisan
difusi ganda atau lapisan ganda.
2. Aktivitas
Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas
(IP) dengan persentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan
dalam persamaan:
� =������ ���� ℎ�� ������� (2.23)
Dimana persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm
untuknilaiA (Aktivitas),
A > 1,25 : tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif
1,25 <A< 0,75 : tanah digolongkan normal
A < 0,75 : tanah digolongkan tidak aktif.
[image:48.595.176.447.646.731.2]Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Aktivitas tanah lempung (Bowles, 1991)
Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas
Kaolinite 0,4 – 0,5
Montmorillonite 1,0 – 7,0
1 .Flokulasi dan Dispersi
Pengertian flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di
dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7.
Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan
yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan
alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan
air dapat ditambahkan zat asam. Lempung yang baru saja terflokulasi
dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan
menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih
kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telahdidiamkan
beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang
menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari
lamanya waktu.
2 .Pengaruh Zat Cair
Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air
merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun
simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.17a). Hal ini berarti
bahwa satu .molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan
positif dan negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (dobel kutub)
Gambar 2.17 Sifat dipolar molekul air (Hardiyatmo, 1992)
Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan
negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung
secara elektrik. Terdapat 3 mekanismenya, yaitu:
1. Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung
dengan ujung positif dari dipolar.
2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif
dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel
lempung yang bermuatan negatif.
3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan
hidrogen antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen
dalam molekul-molekul air (hydrogen bonding). Mineral lempung
yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk
menarik exchangeablecation. Exchangeable cation adalah keadaan
dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang
Gambar 2.18 Molekul air dipolar dalam lapisan ganda (Das,1991)
Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik exchangeable cation
yang lebih besar daripada kaolinite. Kalsium dan magnesium merupakan
exchangeable cationyang paling dominan pada tanah, sedangkan potassium dan
sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation, besarnya ion dan
besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari
besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:
Al+3>Ca+2>Mg+2>NH+4>K+>H+>Na+>Li+
Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008)
Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara
elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan
semakin besar. Air lapisan ganda inilah yang menyebabkan sifat plastis pada
tanah lempung. Konsentrasi air resapan dalam mineral lempung memberi bentuk
dasar dari susunan tanahnya sebagai berikut, tiap partikelnya terikat satu sama lain
lewat lapisan air serapannya. Selain itu jarak antara partikel juga akan Mekanisme 1
Mekanisme 2
mempengaruhi hubungan tarik menarik atau tolak menolak antar partikel tanah
lempung yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls
serta macam ikatan kimia dan organiknya. Bertambahnya jarak akan mengurangi
gaya antar partikel.
Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung
akan sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe,
konsentrasi dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangi
muatannya.
Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah
pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung
kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering.
Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion
[image:52.595.225.404.444.593.2]mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.19).
Gambar 2.19 Kation dan anion pada partikel (Das,1991)
Pada penelitian ini akan dilakukan usaha penggantian kation-kation yang
terdapat pada lempung dengan kation-kation dari bahan semen yang dicampurkan
dengan arang tempurung kelapa dengan variasi yang berbeda-beda.
Semen merupakan perekat hidrolis dimana senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru
yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen mimiliki susunan yang
berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
1. Semen non-hidrolik
Semen hidrolik adalah semen yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan
mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen
pozzolan, semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain.
2. Semen hidrolik.
Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk
mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh
utama dari semen non hidrolik adalah kapur.
2.2.2.2 Semen Portland
Semen portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan
klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah
bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.
2.2.2.2.1 Jenis-jenis semen portland
Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi
lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi,
dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland antara lain :
1. Semen portland biasa
Semen portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara
umum jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat,
panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM
mengklasifikasikan semen portland ini sebagai tipe I.
2. Semen portland dengan ketahanan sedang terhadap sulfat
Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat dengan
tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah
masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta PH tidak kurang dari 6. ASTM
mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.
Semen portland yang digiling lebih halus dan mengandung tricalsium silikat
(C3S) lebih banyak dibanding semen portland biasa. Semen jenis ini memiliki
pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang
lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan
semen ini sebagai tipe III.
4. Semen portland dengan panas hidrasi rendah
Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium
aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih
banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :
a) Panas hidrasi rendah
b) Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama
dengan semen Portland biasa
c) Susut akibat proses pengeringan rendah
d) Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat
ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV.
5. Semen portland dengan ketahanan tinggi terhadap sulfat
Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini
diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada
konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu
kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% - 1,67%
dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau
konstruksi dibawah permukaan air.
6. Semen portland blended
Semen portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum
kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi
(balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya. Jenis-jenis semen
portland blended adalah :
a) Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement) b) Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement)
c) Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag
Cement)
Persyaratan komposisi kimia semen portland menurut ASTM Designation C
[image:55.595.121.514.168.509.2]150-92, seperti terlhat pada Tabel. 2.7.
Tabel 2.7 Persyaratan standart komposisi kimia Portland Cement (ASTM,1992)
2.2.3 Arang Tempurung Kelapa 2.2.3.1 Arang
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan
pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi
kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang
mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi.
Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai
adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan
kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan
pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan
sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif.
Selain itu arang tempurung adalah arang yang dibuat dengan cara
kombinasi dari tempurung atau batok kelapa. Pada proses pembakaran tempurung
kelapa yang terdiri dari karbohidrat yang sangat kompleks, akan menyebabkan
suatu rentetan reaksi yaitu peruraian secara termal serta menimbulkan panas
sebagai hasil peruraian dari bermacam-macam struktur molekul. Pada suhu 275°
C, lingo selulosa mulai melepaskan H2O dan CO2, disamping itu juga terbentuk
arang dan metana. (BPPI, 1983). Luas permukaan arang aktif berkisar antara
300-3500 m2/g dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang
menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben.
Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/g dan ini
berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif
mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan
senyawa-senyawa k. imia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada
besar atau volume pori- pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif
sangat besar, yaitu 25-100% terhadap berat arang aktif.
Tiga metode pembuatan arang tempurung kelapa yaitu metode drum, metode
lubang dan metode tungku. Metode tungku dapat digunakan untuk
memproduksi arang aktif secara komersial, sedangkan metode yang paling
sesuai untuk pembuatan arang dengan skala kecil adalah metode drum.
Deskripsi pembuatan arang tempurung menurut Blando (1976) dan
Sukardiyono (1995) sebagai berikut:
Pilih drum bekas dengan volume 200
Masukkan tempurung kelapa yang udah di pejah-pejah
Bakar
2.2.3.2 Sifat-sifat Arang
Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal
ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu:
1. Sifat Adsorben
Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang
berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat
non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor
yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan,
semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin
besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan
kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah
dihaluskan. Jumlah atau dosis arang aktif yang digunakan, juga diperhatikan.
2. Sifat Serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi
kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa.
Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul
serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorsi juga
dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur
rantai dari senyawa serapan.
3. Temperatur
Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk menyelidiki temperatur pada saat
berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang bisa
diberikan mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang
mempengaruhi temperatur proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas
termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa
serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka
perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi
dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang
lebih kecil.
4. pH (Derajat Keasaman)
Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu
dengan penambahan asam-asam minreal. Ini disebabkan karena kemampuan asam
mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila
pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan
berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk
mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik
dengan jumlah arang yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis arang
aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan
dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk
bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai
viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama (Sembiring,
2003).
Adanya hidrogen dan oksigen mempunyai pengaruh yang besar pada
sifat-sifat karbon aktif. Unsur unsur ini berkombinasi dengan unsur-unsur atom karbon
membentuk gugus fungsional misalnya: gugus karboksilat, gugus hidroksifenol,
gugus kuinon tipe karbonil, gugus normalakton, lakton tipe flueresence, asam
karboksilat anhidrida dan peroksida siklis. ( Jankowski, et al; 1991). Metode ini
dilakukan dengan merendam bahan baku pada bahan kimia seperti H3PO4,
ZnCl2, HCl, H2SO4, CaCl2, K2S, NaCl, dan lain-lain. (Juliandini dan
Trihadiningrum, 2008). Arang aktif mengandung unsur selain karbon yang terikat
secara kimiawi, yaitu hidrogen dan oksigen. Kedua unsur tersebut berasal dari
bahan baku yang tertinggal akibat tidak sempurnanya karbonisasi atau dapat juga
[image:58.595.185.437.498.710.2]terjadi ikatan pada proses aktivasi.
Tabel 2.8 Kandungan yang terdapat di arang (Muh,Alwi. 1998)
KOMPOSISI KADAR
K2O 45,07
Na2O 15,42
CaO 6,26
MgO 1,32
Fe2O3 1,39
Al2O3 1,39
P2O3 4,64
SO3 5,75