• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula (Tetes Tebu) Sebagai Bahan Tambah Dalam Campuran Beton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula (Tetes Tebu) Sebagai Bahan Tambah Dalam Campuran Beton"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula (Tetes Tebu) Sebagai Bahan

Tambah Dalam Campuran Beton

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

Ahmad Prima Syahnan

090404011

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ABSTRAK

Seiring meningkatnya perindustrian di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang terus berkembang. Hal ini mengakibatkan munculnya benda-benda tak habis pakai (limbah) menumpuk. Salah satu limbah yang belum begitu banyak diteliti sebagai bahan dalam campuran beton yaitu tetes tebu (molase). Tetes tebu merupakan salah satu limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula. Bahan tambahan ini banyak sekali fungsinya, seperti menambah kekuatan beton, memperlambat waktu pengikatan hingga mempertimbangkan sisi harganya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penambahan tetes tebu (molase) terhadap waktu ikat semen, nilai slump, mutu kuat tekan beton dan kuat tarik belah beton. Komposisi penambahan kadar tetes tebu (molase) sebanyak 0%, 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1% dari penggunaan semen, dan faktor air semen ditentukan sama pada semua variasi campuran,yaitu sebesar 0,48. Sampel yang digunakan adalah berbentuk silinder (Φ=15cm ; h=30cm) dengan mutu beton yang direncanakan 20MPa. Jumlah sampel sebanyak 60 sampel, terdiri dari 5 variasi dan masing-masing variasi sebanyak 12 sampel. Sampel diuji pada umur 14 dan 28 hari, dengan terlebih dahulu dilakukan perawatan sebelum pengujian. Dari hasil penelitian diperoleh kuat tekan tertinggi terjadi pada variasi penambahan tetes tebu 0,25%, yaitu sebesar 28,14Mpa untuk umur 14 hari dan 31,9MPa untuk umur 28 hari. Kuat tekan terendah terjadi pada penambahan tetes tebu 1%, yaitu sebesar 3,94MPa untuk umur 14 hari dan 9,55MPa untuk umur 28 hari. Sedangkan pada pengujian kuat tarik belah, kuat tarik belah tertinggi terjadi pada variasi penambahan tetes tebu 0,5% yaitu sebesar 5,79MPa untuk umur 14 hari dan 7,02MPa untuk umur 28 hari. Kuat tarik belah terendah terjadi pada variasi penambahan 1% yaitu sebesar 1,47MPa untuk umur 14 hari dan 2,32MPa untuk umur 28 hari. Pada pengujian slump test terjadi peningkatan nilai slump terhadap beton dengan bahan tambahan tetes tebu. Pada penelitian waktu ikat diperoleh, waktu ikat awal dan waktu ikat akhir tercepat terjadi pada pasta penambahan tetes tebu 0% serta waktu ikat awal dan waktu ikat akhir terlama terjadi pada penambahan tetes tebu 1%.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam keatas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan dalam menjalankan setiap aktifitas sehari-hari, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula (Tetes Tebu) Sebagai Bahan Tambah Dalam Campuran Beton”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara serta sebagai dosen Pembimbing Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

(4)

4.

Bapak Ir. Torang Sitorus, MT dan Ibu Ir. Nursyamsi, ST. MT., sebagai Dosen Pembanding dan Penguji, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

5. Bapak Prof. Dr. Bachrian Lubis, M.Sc., sebagai Kepala Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 7. Seluruh Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

8. Teristimewa keluarga saya, Ayahanda Syahril dan Ibunda Nani Rosnani serta adik-adik saya Dwi Puspita Sari Syahnan dan Indah Permata Syahnan yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan nasehat. Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan doa yang tiada batas.

9. Teristimewa dihati Nora Usrina, yang telah memberikan doa, motivasi, semangat, nasehat dan membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini, terima kasih atas doanya.

(5)

Yusman, Bg. Harli, Hafis, Reza, Rahmad, Fauzi yang selalu membantu dari awal sampai akhir, memberi masukan-masukan hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.

11.Teman-teman mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Angkatan 2009, Dicky Dwi Abdillah, Gustara Iqbal, Hisbulloh Nasution, Ihsanuddin Saputra, M. Fatahur Rahman, Khairun Nazli, Irwan Sakti Lubis, Septian I. Pramana, Ryan Pramana, Muhammad Rizki, Afriyansah, Deni Malik, Muhammad Taufik, Benny Pradana, Feri Pahrizal, Hannawiyah Harahap, Sri Wahyuni Sebayang, Atina Rezki, Nita Fadilla, Sarra Rahmadani, Merni Damalia, Putri Nurul Hardhanti, Lia Kartika Sitompul, Gustina A. Prawira, Vinanissa Sri Floreda, serta teman-teman angkatan 2009 sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12.Adik-adik Angkatan 2012 Yogi, Embas, Wahyu dan Victor yang telah membantu saya pada saat proses pengecoran, terima kasih atas kerjasamanya.

13.Buat Mas Subandi, bapak dan ibu kantin beton.

14.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik

(6)

Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang sebesar–besarnya bagi kita semua. Amin.

Medan, Januari 2014

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Pembatasan Masalah ... 3

1.4 Metodologi Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum ... 8

2.2 Beton Segar (Fresh Concrete) ... 9

2.2.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability) ... 10

2.2.2 Pemisahan Kerikil (Segregation) ... 13

2.2.3 Pemisahaan Air (Bleeding) ... 13

(8)

2.3.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c) ... 14

(9)

3.4 Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... 51

3.5 Pembuatan Benda Uji ... 51

3.6 Penggunaan Tetes Tebu (Molase) ... 53

3.7 Pengujian Sampel ... 55

3.7.1 Uji Kuat Tekan Beton ... 55

3.7.2 Uji Kuat Tarik Beton ... 56

3.7.3 Uji Waktu Ikat Semen ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Waktu Ikat Semen ... 60

4.2 Nilai Slump ... 63

4.3 Kuat Tekan Silinder Beton ... 64

4.4 Pola Retak pada Pengujian Kuat Tekan ... 66

4.5 Kuat Tarik Belah Silinder Beton ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 73

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.6 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya ... 17

Gambar 2.7 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton ... 18

Gambar 2.8 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe portland semen ... 19

Gambar 2.9 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama ... 19

Gambar 2.10 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton ... 20

Gambar 2.11 Diagram alir pemanfaatan tebu ... 37

Gambar 3.1 Diagram alir pembuatan beton normal dan beton dengan tambahan tetes tebu (molase) ... 40

Gambar 3.2 Uji tekan beton ... 55

Gambar 3.3 Uji split cylinder ... 57

Gambar 3.4 Alat vicat dan cetakan benda uji ... 59

Gambar 4.1 Grafik pengujian waktu ikat semen campuran pasta semen dengan tambahan tetes tebu (molase) ... 62

(11)

Gambar 4.3 Grafik kuat tekan silinder terhadap persentase penambahan

tetes tebu ... 66 Gambar 4.4 Pola retak cone and split pada pengujian kuat tekan silinder

beton dalam penelitian ... 67 Gambar 4.5 Pola retak yang mungkin terjadi pada silinder beton ... 67 Gambar 4.6 Grafik kuat tarik belah silinder terhadap persentase

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Distribusi pengujian benda uji silinder ... 5

Tabel 2.1 Perkiraan kuat tekan beton pada berbagai umur ... 18

Tabel 2.2 Komposisi senyawa utama semen portland ... 25

Tabel 2.3 Komposisi senyawa umum semen portland ... 25

Tabel 2.4 Batasan gradasi untuk agregat halus ... 27

Tabel 2.5 Susunan besar butiran agregat kasar ... 29

Tabel 2.6 Komposisi kimia tetes tebu ... 38

Tabel 3.1 Komposisi bahan untuk setiap variasi ... 54

Tabel 4.1 Pengujian waktu ikat semen campuran pasta semen dengan Penambahan molase 0%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1% terhadap volume semen ... 61

Tabel 4.2 Waktu ikat awal dan waktu ikat akhir campuran pasta semen dengan tambahan tetes tebu ... 63

Tabel 4.3 Nilai slump berbagai jenis beton ... 63

Tabel 4.4 Kuat tekan beton dengan bahan tambah tetes tebu (molase) ... 65

Tabel 4.5 Kuat tarik belah beton dengan tambahan tetes tebu (molase) pada umur 14 hari ... 69

(13)

DAFTAR NOTASI

SSD : saturated surface dry n : jumlah sampel

f'c : kuat tekan beton karakteristik (MPa)

fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2) P : beban tekan (kg)

A : luas penampang (cm2) S : deviasi standar (kg/cm2)

σ’b : kekuatan masing – masing benda uji (MPa) σ’bm : kekuatan beton rata –rata (MPa)

N : jumlah total benda uji hasil pemeriksaan Fct : tegangan rekah beton (kg/cm)

P : beban maksimum (kg) L : panjang sampel (cm) D : diameter (cm)

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

ABSTRAK

Seiring meningkatnya perindustrian di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang terus berkembang. Hal ini mengakibatkan munculnya benda-benda tak habis pakai (limbah) menumpuk. Salah satu limbah yang belum begitu banyak diteliti sebagai bahan dalam campuran beton yaitu tetes tebu (molase). Tetes tebu merupakan salah satu limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula. Bahan tambahan ini banyak sekali fungsinya, seperti menambah kekuatan beton, memperlambat waktu pengikatan hingga mempertimbangkan sisi harganya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penambahan tetes tebu (molase) terhadap waktu ikat semen, nilai slump, mutu kuat tekan beton dan kuat tarik belah beton. Komposisi penambahan kadar tetes tebu (molase) sebanyak 0%, 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1% dari penggunaan semen, dan faktor air semen ditentukan sama pada semua variasi campuran,yaitu sebesar 0,48. Sampel yang digunakan adalah berbentuk silinder (Φ=15cm ; h=30cm) dengan mutu beton yang direncanakan 20MPa. Jumlah sampel sebanyak 60 sampel, terdiri dari 5 variasi dan masing-masing variasi sebanyak 12 sampel. Sampel diuji pada umur 14 dan 28 hari, dengan terlebih dahulu dilakukan perawatan sebelum pengujian. Dari hasil penelitian diperoleh kuat tekan tertinggi terjadi pada variasi penambahan tetes tebu 0,25%, yaitu sebesar 28,14Mpa untuk umur 14 hari dan 31,9MPa untuk umur 28 hari. Kuat tekan terendah terjadi pada penambahan tetes tebu 1%, yaitu sebesar 3,94MPa untuk umur 14 hari dan 9,55MPa untuk umur 28 hari. Sedangkan pada pengujian kuat tarik belah, kuat tarik belah tertinggi terjadi pada variasi penambahan tetes tebu 0,5% yaitu sebesar 5,79MPa untuk umur 14 hari dan 7,02MPa untuk umur 28 hari. Kuat tarik belah terendah terjadi pada variasi penambahan 1% yaitu sebesar 1,47MPa untuk umur 14 hari dan 2,32MPa untuk umur 28 hari. Pada pengujian slump test terjadi peningkatan nilai slump terhadap beton dengan bahan tambahan tetes tebu. Pada penelitian waktu ikat diperoleh, waktu ikat awal dan waktu ikat akhir tercepat terjadi pada pasta penambahan tetes tebu 0% serta waktu ikat awal dan waktu ikat akhir terlama terjadi pada penambahan tetes tebu 1%.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin meningkatnya perindustrian di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang terus berkembang. Hal ini mengakibatkan munculnya benda-benda tak habis pakai ( limbah ) menumpuk karena tidak semuanya limbah dapat di daur ulang menjadi hal yang bermanfaat, sehingga keberadaannya yang terus meningkat menjadi masalah di setiap negara khususnya di Indonesia.

Dalam mengurangi dampak kerusakan lingkungan para peneliti berusaha mencari solusi untuk menangani pencemaran lingkungan. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung kampanye dunia “Going Green” yang belakangan ini menjadi isu utama dalam rangka menciptakan lingkungan yang bersih. Banyak upaya yang dilakukan dimulai dari penerapan teknologi ramah lingkungan (Green Technology), bangunan ramah lingkungan (Green Building) yang mengadopsi triple zero yaitu zero energy, zero emission dan zero waste untuk bangunan yang ramah lingkungan.

(17)

Melihat fenomena di atas, banyak orang mencoba memanfaatkan limbah untuk digunakan dalam campuran beton. Namun tidak menghilangkan sifat beton asli pada normalnya. Salah satunya adalah molase (limbah tetes tebu).

Molase atau yang sering disebut tetes tebu adalah sisa dari kristalisasi gula yang berulang-ulang sehinggal tidak memungkinkan lagi untuk diproses menjadi gula. Kebanyakan masyarakat memanfaatkan molase sebagai campuran ternak. Molase sangat memungkinkan untuk meningkatkan kuat tekan beton. Seperti halnya pada zaman Belanda banyak bangunan air seperti saluran maupun bendungan memakai tetes tebu untuk menambah kekuatan lekat dan kekedapan air. Misalnya limbah tetes tebu yang dulunya hanya dijual begitu saja, kemungkinan jika diolah sedikit saja akan menghasilkan zat yang bernilai ekonomi. Jika limbah tetes tebu ini bisa dijadikan zat peningkat kuat beton pasti nilai ekonominya akan lebih tinggi. Hal ini mendasari saya untuk menggunakan limbah tetes tebu sebagai bahan tambah dalam pembuatan beton.

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam penelitian untuk tugas akhir ini sebagai berikut:

1. Mengetahui workability beton segar yang menggunakan bahan limbah pabrik gula (tetes tebu) sebagai bahan tambah dalam campuran beton. 2. Mengetahui perilaku mekanik beton yang menggunakan limbah tetes tebu

sebagai penambahan pada semen dalam campuran beton dan membandingkannya dengan beton normal. Perilaku mekanik yang diteliti meliputi: kuat tekan dan kuat tarik belah.

(18)

4. Sebagai informasi awal kepada masyarakat umum bahwa limbah pabrik gula (tetes tebu) dapat dimanfaatkan pada campuran beton.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi cakupan / ruang lingkupnya agar tidak terlalu luas. Pembatasan masalah meliputi :

1. Mutu beton yang direncanakan adalah f’c 20 Mpa.

2. Menggunakan bahan campuran limbah pabrik gula (tetes tebu).

3. Penambahan kadar tetes tebu yang digunakan sebanyak 0.25%, 0.5%, 0.75% dan 1% dari penggunaan semen.

4. Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm,

5. Perawatan beton dengan cara perendaman di air. 6. Pengujian waktu ikat semen untuk semua variasi.

7. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 14 dan 28 hari untuk semua variasi.

8. Pengujian kuat tarik belah dilakukan pada umur 14 dan 28 hari untuk semua variasi.

(19)

1.4 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan penyusun beton : batu pecah, pasir, semen dan bahan tambahan (tetes tebu).

2. Pemeriksaan bahan penyusun beton.

• Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar

• Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar.

• Pemeriksaan berat isi pada agregat halus dan agregat kasar.

• Pemeriksaan kadar Lumpur (pencucian agregat kasar dan halus lewat ayakan no.200).

• Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus. 3. Mix design (perancangan campuran)

Penimbangan/penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik f’c 20 Mpa.

(20)

Tabel 1.1 Distribusi pengujian benda uji silinder

Total jumlah benda uji yang digunakan untuk pengujian kuat tekan sebanyak 15 silinder untuk umur 14 hari dan 15 silinder untuk umur 28 hari. Untuk pengujian kuat tarik belah sebanyak 15 silinder untuk umur 14 hari dan 15 silinder untuk umur 28 hari.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat bagi perkembangan teknologi beton, antara lain sebagai berikut :

(21)

merupakan suatu pilihan (choice) yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan/merubah sifat beton tertentu sesuai yang diinginkan.

2. Menjadi bahan pertimbangan bagi perusahan / individu untuk menggunakan limbah pabrik gula (tetes tebu) sebagai salah satu bahan dalam adukan beton. 3. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang akan membahas masalah

penggunaan limbah pabrik gula (tetes tebu) dengan mengkombinasikan dengan bahan tambahan lainnya untuk beton mutu tinggi.

4. Dapat mengurangi polusi lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah pabrik gula.

1.6 Sistematika Penulisan BAB. I Pendahuluan

Bab ini mencangkup latar belakang penelitian, maksud dan tujuan penelitian, pembatasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB. II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini berisikan tentang dasar-dasar teori yang berkaiatan tentang penelitian

BAB. III Metode Penelitian

(22)

BAB. IV Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini membahas tentang hasil dari percobaan kuat tekan, tarik belah, dan elastisitas serta menganalisis data yang diperoleh.

BAB. V Kesimpulan dan Saran

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Beton merupakan ikatan dari material-material pembentuk beton, yaitu terdiri dari campuran agregat (kasar dan halus) semen, air dengan perbandingan tertentu dan dapat pula ditambah dengan bahan campuran tertentu apabila dianggap perlu. Bahan air dan semen disatukan akan membentuk pasta semen yang berfungsi sebagai bahan pengikat, sedangkan agregat halus dan agregat kasar sebagai bahan pengisi. Campuran tersebut bila dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan, maka akan mengeras seperti batuan. Pengerasan itu terjadi akibat hasil hidratasi (yaitu reaksi kimia antara air dan semen) dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir) dan pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh semen dan air (pasta semen).

(24)

segar/fresh concrete) yang baik dan beton (beton keras / hardened concrete) yang dihasilkan juga baik.

Menurut (Asroni, 2010) beton mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, kelebihan beton antara lain :

1. Beton termasuk tahan aus dan tahan terhadap kebakaran.

2. Beton sangat kokoh dan kuat terhadap beban gempa bumi, getaran, maupun beban angin.

3. Berbagai bentuk konstruksi dapat dibuat dari bahan beton 4. Biaya pemeliharaan atau perawatan sangat sedikit (tidak ada). Kekurangan beton antara lain :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).

2. Konstruksi beton itu berat, sehingga jika dipakai pada bangunan harus disediakana pondasi yang cukup besar/ kuat.

3. Untuk memperoleh hasil beton dnegan mutu yang baik, perlu biaya pengawasan tersendiri.

4. Konstruktsi beton tidak dapat dipindahkan, disamping itu bekas (rosokan) beton tidak ada harganya.

2.2 Beton Segar (Fresh Concrete)

(25)

Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu: kemudahan pengerjaan (workability), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan air (bleeding).

2.2.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)

Yang dimaksud dengan workability adalah bahwa bahan-bahan beton setelah diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga adukan mudah diangkut, dituang/dicetak, dan dipadatkan menurut tujuan pekerjaannya tanpa terjadi perubahan yang menimbulkan kesukaran atau penurunan mutu. Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu :

1. Jumlah air pencampur.

Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan (namun jumlahnya tetap diperhatikan agar tidak terjadi segregation)

2. Kandungan semen.

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai FAS (faktor air semen) tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusiukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.

4. Bentuk butiran agregat kasar

(26)

5. Cara pemadatan dan alat pemadat.

Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan.

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump yang didasarkan pada SNI 03-1972-1990. Percoban ini menggunakan corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerucut Abrams

Ada tiga jenis slump yaitu slump sejati (slump sebenarnya), slump geser dan slump runtuh.

(27)

Gambar 2.2 Slump sebenarnya

2. Slump geser terjadi bila separuh puncaknya tergeser atau tergelincir ke bawah pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser ini ada dua yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan penurunan rata-rata dari puncak kerucut.

Gambar 2.3 Slump geser

3. Slump runtuh, terjadi pada kerucut adukan beton yang runtuh seluruhnya akibat adukan beton yang terlalu cair, pengambilan nilai slump ini dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut

(28)

2.2.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)

Kecenderungan agregat kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan segregation. Ada dua tipe pemisahan agregat, yaitu pemisahan partikel berat ke dasar beton segar atau pemisahan agregat kasar dari campuran beton karena penggetaran yang salah. Segregation ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Campuran yang kurus (kurang semen) 2. Campuran yang terlalu banyak air 3. Semakin besar butir agregat kasar 4. Semakin kasar permukaan agregat 5. Jumlah agregat halus sedikit

Segregation berakibat kurang baik terhadap beton setelah mengeras. Untuk mengurangi kecenderungan pemisahan agregat tersebut, maka dapat diupayakan sebagai berikut:

1. Mengurangi jumlah air yang digunakan

2. Adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian terlalu besar

3. Cara mengangkut, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang betul

2.2.3 Pemisahan Air (Bleeding)

(29)

Bleeding dapat menyebabkan kelemahan, porositas dan keawetan yang kurang. Kantung-kantung air terjadi di bawah agregat kasar atau di bawah tulangan, yang menimbulkan daerah-daerah lemah dan mereduksi ikatan-ikatan. Jika air menguap sangat cepat akan terjadi retakan-retakan plastis.

Bleeding dapat direduksi dengan : 1. Memberi lebih banyak semen

2. Menggunakan air seminimal mungkin 3. Menggunakan pasir lebih banyak

4. Meningkatkan hidrasi semen dengan menggunakan semen dengan kadar C3S yang tinggi

2.3 Beton Keras (Hardened Concrete)

Sifat-sifat beton yang mengeras mempunyai arti yang penting selama masa pemakaiannya. Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Sifat-sifat penting dari beton yang telah mengeras antara lain : kekuatan tekan beton dan kekuatan tarik belah beton.

2.3.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c)

(30)

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus : ��′= �

� (2.1)

dengan : fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2) P : beban tekan (kg)

A : luas permukaan benda uji (cm2)

Standar deviasi dihitung berdasrakan rumus :

�= ��(�′�−�′��)2

�−1 (2.2)

dengan: S : deviasi standar (kg/cm2)

σ’b : Kekuatan masing-masing benda uji (kg/cm2) σ’bm : Kekuatan Beton rata-rata ( kg/cm2 )

N : Jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan

Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai kuat tekan beton ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah pengecoran.

(31)

Gambar 2.5 Model Benda Uji Silinder

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton, yaitu : 1. Proporsi bahan-bahan penyusunnya

2. Metode perancangan 3. Perawatan

4. Keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan, yang terutama dipengaruhi oleh lingkungan setempat.

Dari faktor-faktor utama tersebut termasuk didalamnya beberapa faktor lain yang mempengaruhi kekuatan tekan beton, yaitu :

1. Faktor air semen dan kepadatan

(32)

semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar 2.6 (Mulyono, 2003).

Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang besifat mengencerkan adukan beton sehingga lebih mudah dipadatkan.

Umur / Waktu (Hari)

Gambar 2.6 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya (Mulyono, 2003)

2. Umur beton

(33)

Tabel 2.1 Perkiraan kuat tekan beton pada berbagai umur Umur beton

(hari) 3 7 14 21 28 90 365

PC Type 1 0,44 0,65 0,88 0,95 1,00 - -

Gambar 2.7 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton (Istimawan, 1999)

3. Jenis semen

(34)

Gambar 2.8 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland semen (Mulyono, 2003)

4. Jumlah semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak pada Gambar 2.9. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

(35)

5. Sifat agregat

Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada kerikil dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar \ tegangan saat retak retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu kekasaran permukaan ini berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan tekan dan terhadap kekuatan betonnya yang terlihat pada Gambar 2.10. Akan tetapi bila adukan beton nilai slump nya sama besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit, berarti fas nya rendah yang menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi.

Gambar 2.10 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton (Mindness, 1981)

(36)

2.3.2 Kuat Tarik Beton

Salah satu kelemahan beton adalah mempunyai kuat tarik yang sangat kecil dibandingkan dengan kuat tekannya yaitu 10%–15% f’c. Kuat tarik beton berpengaruh terhadap kemampuan beton di dalam mengatasi retak awal sebelum dibebani. Pengujian terhadap kekuatan tarik beton dapat dilakukan dengan cara: 1. Pengujian tarik langsung,untuk menguji tarik langsung pada spesimen

silinder maupun prisma dilakukan dengan menempelkan benda uji pada suatu pelat besi dengan lem epoxy. Tepi benda uji harus digergaji dengan gerinda intan untuk menghilangkan pengaruh pengecoran atau vibrasi. Beban kecepatan 0,005 MPa/detik sampai runtuh.

2. Pengujian tarik belah (pengujian tarik beton tak langsung) dengan menggunakan “Split cylinder test”. Dengan membelah silinder beton terjadi pengalihan tegangan tarik melalui bidang tempat kedudukan salah satu silinder dan silinder beton tersebut terbelah sepanjang diameter yang dibebaninya. Tegangan tarik tidak langsung dihitung dengan persamaan :

�= 2�

��� (2.3)

(37)

2.4 Bahan Penyusun Beton 2.4.1 Semen

2.4.1.1 Umum

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar, sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete). Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat. Adapun sifat-sifat fisik semen yaitu :

a. Kehalusan Butir

Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

b. Waktu ikatan

(38)

keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen adalah :

• Waktu ikat awal > 60 menit

• Waktu ikat akhir > 480 menit

Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan. c. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi.

d. Pengembangan volume (lechathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 % (Neville, 1995). Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan timnul retak-retak.

2.4.1.2 Semen Portland

(39)

2.4.1.3 Jenis Semen Portland

Jenis/tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang telah distandarardisasi di Indonesia. Menurut SNI 15-2049-2004, semen Portland dibagi menjadi lima tipe, yaitu :

Tipe I

Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan umum,tidak memerlukan persyaratan khusus (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat, kekuatan awal)

Tipe II

Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi sedang.

Tipe III

High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras)

Tipe IV

Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang memerlukan panas hidrasi rendah, kekuatan awal rendah.

Tipe V

High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap kadar sulfat tinggi.

(40)

memerlukan persyaratan khusus, antara lain bangunan perumahan, gedung-gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.

2.4.1.4 Bahan Penyusun Semen Portland

Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silica (SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali. Untuk mengontrol komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan gipsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri Mulyono, 2003)

Komposisi senyawa utama dan senyawa pembentuk dalam semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3 berikut ini.

Tabel 2.2Komposisi senyawa utama semen portland (Nugraha dan Antoni, 2007)

Nama Kimia Rumus Kimia Notasi Persen

Berat

Tabel 2.3 Komposisi senyawa umum semen Portland (Nugraha dan Antoni, 2007)

Oksida Notasi Nama Senyawa Persen Berat

(41)

2.4.2 Agregat

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, di mana agregat yang kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat berukuran besar. (Nawy, 1998)

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.

Dari ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus.

2.4.2.1 Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihailkan oleh alat-alat pemecah batu, dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200.

Agregat halus yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Susunan butiran (gradasi)

(42)

tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

 Pasir Kasar : 2,9 < FM < 3,2

 Pasir Sedang : 2,6 < FM < 2,9

 Pasir Halus : 2,2 < FM < 2,6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.4 Batasan gradasi untuk agregat halus (ASTM C 33-74a)

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan

9,5 mm (3/8 in) 100

b. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (ternadap berat kering). Apabila kadar Lumpur melampaui 5% maka agragat harus dicuci.

c. Kadar liat tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering)

(43)

e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian. f. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :

• Jika dipakai Natrium-Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%.

• Jika dipakai Magnesium-Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15%.

2.4.2.2 Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari 5 mm.Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal.

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Susunan butiran (gradasi)

(44)

Tabel 2.5. Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)

2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.

3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari atau hujan.

4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.

(45)

• Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24% berat.

• Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22% berat.

6. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

2.4.3 Air

Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur antara

semen dan agregat. Air harus bebas dari bahan yang bersifat asam basa, dan minyak.

Air yang mengandung tumbuh-tumbuhan busuk harus benar-benar dihindari karena

dapat mengganggu pengikatan semen. Sebenarnya air minum juga memenuhi syarat

untuk air membuat beton, kecuali air minum yang banyak mengandung senyawa

kimia seperti sulfat.

Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat menyebabkan :

1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan 2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan

3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan 4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton 5. Bercak-bercak pada permukaan beton.

(46)

sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.

Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2.4.4 Bahan Tambahan

Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.

Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) adalah sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.

(47)

Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI.

Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :

1. Air entraining Agent, yaitu bahan tambah yang ditujukan untuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau lebih kecil didalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan maksud mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan menambah ketahanan awal pada beton.

2. Chemical admixture, yaitu bahan tambah cairan kimia yang ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.

(48)

4. Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis polimer (polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya), bahan pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat (bonding agent).

2.4.4.1 Jenis dan Pengaruh Bahan Tambah Kimia

Menurut standar ASTM. C.494 dan SNI 03-2495-1991, jenis bahan tambah kimia dibedakan menjadi tujuh tipe bahan tambah. Bahan Tambahan adalah berupa bubuk atau cairan yang di campurkan kedalam campuran beton selama pengadukan dalam jumlah tertentu untuk merubah beberapa sifatnya. Bahan tambah kimia terdiri dari tipe A sampai G yang digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran, memperlambat waktu pengikatan dan menambah kekuatan awal beton yang diuji dengan beton pembanding dengan proporsi yang sama tanpa bahan tambahan.

Adapun jenis-jenis bahan tambah kimia antara lain:

• Tipe A “Water-Reducing Admixtures”

(49)

• Tipe B “Retarding Admixtures”

Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat waktu pengikatan beton.

• Tipe C “Accelerating Admixtures”

Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk mempercepat pencapaian kekuatan pada beton.

• Tipe D “Water-Reducing and Retarding Admixtures”

Water-Reducing and Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghamat waktu pengikatan awal.

• Tipe E “Water-Reducing and Accelerating Admixtures”

Water-Reducing and Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat pengikatan awal.

• Tipe F “Water Reducing, High Range Admixtures”

(50)

kekuatan beton yang dihasilkan lebih tinggi denga air yang sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan juga lebih tinggi. Jenis bahan tambah ini dapat berupa superplasticizer.

• Tipe G “Water Reducing, High Range Retarding Admixtures”

Water Reducing, High Range Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dnegan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton. Biasanya digunakan untuk kondisi pekerjaan yang sempit karena sedikitnya sumber daya yang mengelola beton yang disebabkan oleh keterbatasan ruang kerja.

2.2.4.2 Tetes Tebu (Molase)

Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas areal ± 321 ribu hektar yang 64,74% diantaranya terdapat di Pulau Jawa (Departemen Pertanian 2004). Mengingat luasnya areal penanaman tebu yang dimiliki Indonesia, maka semakin besar juga limbah yang dihasilkan dari pengolahan tebu tersebut.

(51)

a. Pucuk Tebu,

pucuk tebu adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang dipotong dari tebu giling ataupun bibit. Pucuk tebu bias diolah jadi bahan makanan ternak .

b. Ampas tebu

Ampas tebu merupakan limbah selulosik yang banyak sekali pemanfaatannya. Selain untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula, masih banyak lagi pemanfaatannya yang lain. Ampas tebu dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kanvas rem.

c. Blotong

Selama ini blotong dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Blotong dapat dimanfaatkan antara lain untuk pakan ternak dan pupuk. Penggunaan yang paling menguntungkan saat ini adalah sebagai pupuk di lahan tebu. d. Tetes Tebu (Molase)

Tetes tebu (molase) adalah sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan gula dengan kristalisasi konvensional.

(52)

Gambar 2.11 Diagram alir pemanfaatan tebu

Pada penelitian ini molase didapatkan pada pabrik gula sei semayang Jl. Binjai km. 12,5. Pabrik gula Sei Semayang merupakan salah satu pabrik yang memproduksi gula di Sumatera Utara. Pabrik gula Sei Semayang memproduksi gula dengan kapasitas produksi 50 ton/hari. Debit limbah yang dihasilkan sebanyak 1500 m3/hari. Tetes tebu yang dihasilkan dari pengolahan gula dapat mencapai 2,7% dari produksi total tebu.

(53)

Waktu pengikatan awal yang cukup lama sangat diperlukan untuk pekerjaan beton karena memerlukan waktu transportasi, penuangan, pemadatan dan perataan permukaan. Untuk mendapatkan waktu pengikatan awal semen yang lebih lama, umumnya diberikan bahan tambah (admixture) dari jenis retarder (perlambat waktu pengikatan semen) ke dalam campuran beton. Bahan tambah jenis retarder tersebut bahan dasarnya adalah gula.

Tetes tebu adalah salah satu limbah dari pabrik gula. Tetes tebu merupakan sisa dari hasil kristalisasi gula yang berulang-ulang sehingga tidak memungkinkan lagi untuk diproses menjadi gula. Tetes tebu masih mengandung 50% sampai 60% gula dan beberapa senyawa kimia lainnya seperti CaO, CaCl2, MgO dan MgCl2.

Tabel 2.6 Komposisi kimia tetes tebu (Wikipedia, 2006)

Unsur Presentase

Gula 50,69

CaO 1,31

CaCl2 2,25

CaSO4 0,07

MgO 0,83

MgCl2 0,22

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Secara umum urutan tahap penelitian meliputi :

a. Penyediaan bahan penyusun beton. b. Pemeriksaan bahan.

c. Perencanaan campuran beton (Mix Design). d. Pembuatan benda uji.

e. Pemeriksaan nilai slump.

(55)

Diagram alir pembuatan beton normal dan beton normal tambahan tetes tebu (molase)

Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan beton normal dan beton dengan tambahan tetes tebu (molase)

Mulai

Persiapan Bahan dan Alat

Pemeriksaan Bahan

Uji Pendahuluan

Perencanaan Campuran Beton

Pembuatan Adukan Beton

Slump Pengecekan Nilai Slump

Pencetakan Beton

Perawatan Beton (14 hari dan 28 hari)

Pengujian

Data Pengujian

Analisa

(56)

3.2 Bahan-Bahan Penyusun Beton

Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.

3.2.1 Semen Portland

Semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utama (ASTM C-150, 1985).

Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif. Menurut SNI 15-2049-2004, semen Portland dibagi menjadi lima tipe, yaitu

Tipe I Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan umum,tidak memerlukan persyaratan khusus (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat, kekuatan awal)

Tipe II Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi sedang.

(57)

Tipe IV Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang memerlukan panas hidrasi rendah, kekuatan awal rendah.

Tipe V High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap kadar sulfat tinggi.

Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC (Ordinary Portland Cement) atau Tipe I, yang diproduksi oleh PT. SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.

3.2.2 Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihailkan oleh alat-alat pemecah batu, dan mempunyai ukuran butir terbesar 5mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari quarry Sei Wampu, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi :

 Analisa ayakan pasir

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200)

 Pemeriksaan kandungan organik (colometric test)

 Pemeriksaan kadar liat (clay lump)

 Pemeriksaan berat isi pasir

(58)

Analisa Ayakan Pasir (ASTM C136-84a) a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir (FM)

b. Hasil pemeriksaan :

Modulus kehalusan pasir (FM) : 2,84 Pasir dapat dikategorikan pasir sedang. c. Pedoman :

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :

 Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60

 Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90

 Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20

Pencucian Pasir Lewat Ayakan no.200 (ASTM C117-90) a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir. b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 2,7% < 5% , memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

(59)

Pemeriksaan Kandungan Organik (ASTM C40-84) a. Tujuan :

Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir. b. Hasil pemeriksaan :

Warna kuning terang (standar warna no.3), memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

Standar warna no.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.

Pemeriksaan Clay Lump Pada Pasir (ASTM C142-78) a. Tujuan :

Untuk memerisa kandungan liat pada pasir. b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan liat 0,52% < 1% , memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.

Pemeriksaan Berat Isi Pasir (ASTM C29)

(60)

c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan hanya mengetahui volumenya saja.

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir(ASTM C128-88)

a. Tujuan :

Untuk menetukan berat jenis (specific grafity) dan penyerapan air (absorbsi) pasir.

(61)

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

3.2.3 Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari 5 mm. Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal. Agregat kasar (batu pecah) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari quarry sei Wampu, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar meliputi :

 Analisa ayakan batu pecah

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian lewat ayakan no.200)

 Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus Los Angeles

 Pemeriksaan berat isi batu pecah

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi batu pecah

Analisa Ayakan Batu Pecah (ASTM C136-84a) a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan(fineness modulus / FM) kerikil.

b. Hasil pemeriksaan : 7,39

(62)

c. Pedoman :

1.

2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus kehalusan (FM) antara 5,5 sampai 7,5.

Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan no.200) (ASTM C117-90)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil. b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 0,15% < 1% , memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan melebihi 1% (ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka pasir harus dicuci.

Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Los Angeles (ASTM C131-89) a. Tujuan :

Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar. b. Hasil pemeriksaan :

(63)

2. Pada pengujian keausan dengan mesin pengaus Los Angeles, persentase keausan tidak boleh lebih dari 50%.

Pemeriksaan Berat Isi Batu Pecah (ASTM C29) a. Tujuan :

Untuk memeriksaan berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Berat isi keadaan rojok / padat : 1489,46 kg/m3 Berat isi keadaan longgar : 1383,45 kg/m3 c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu pecah dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa kerikil akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi batu pecah maka kita dapat mengetahui berat batu becah dengan hanya mengetahui volumenya saja.

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Pecah (ASTM C127-88) a. Tujuan :

(64)

c. Pedoman :

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu pecah dalam keadaan SSD dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air, keadaan batu pecah kering dimana pori batu pecah berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat batu pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering, dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

3.2.4 Air

Air yang digunakan dalam pembuatan sampel adalah air yang berasal dari sumber air yang bersih. Secara pengamatan visual air yang dapat pembuatan beton yaitu air yang jernih, tidak berwarna dan tidak mengandung kotoran-kotoran seperti minyak dan zat organik lainnya. Dalam penelitian ini air yang dipakai adalah berasal dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

3.2.5 Tetes Tebu (Molase)

(65)

sebagai limbah buangan, sebenarnya memiliki unsur yang bermanfaat untuk peningkatan mutu beton.

Tetes tebu yang dipakai dalam penelitian ini adalah limbah dari pabrik gula yang merupakan sisa dari hasil kristalisasi gula yang berulang-ulang sehingga tidak memungkinkan lagi untuk diproses menjadi gula. Dalam penelitian ini tetes tebu digunakan sebagai bahan tambah dalam campuran beton. Tempat pengambilan tetes tebu (molase) berlokasi di pabrik gula sei semayang Jl. Binjai km.12,5.

3.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)

Perencanaan campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi atau proporsi bahan-bahan penyusun beton. Proporsi bahan-bahan penyusun beton ini ditentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design). Hal ini dilakukan agar proporsi campuran dapat memenuhi syarat teknis secara ekonomis. Dalam menentukan proporsi campuran dalam penelitian ini digunakan metode Departemen Pekerjaan Umum yang berdasarkan pada SK SNI T-15-1990-03.

(66)

3.4 Penyediaan Bahan Penyusun Beton

Setelah dilakukan pemeriksaan karakteristik terhadap bahan pembuatan beton seperti pasir, batu pecah, semen dan bahan tambahan yang akan digunakan untuk mendapatkan mutu material yang baik sesuai dengan persyaratan yang ada, maka penyediaan bahan penyusun beton adalah disaring, dicuci dan dijemur hingga kering permukaan. Kemudiaan bahan tersebut disimpan dalam kotak dan ditempatkan di ruangan tertutup, hal ini untuk menghindari pengaruh cuaca luar yang dapat merusak bahan ataupun mengakibatkan perbedaan kualitas bahan.

Sehari sebelum dilakukan pengecoran benda uji bahan yang telah dipersiapkan tersebut ditimbang berapa beratnya sesuai dengan variasi campuran yang ada dan diletakkan dalam wadah yang terpisah untuk mempermudah pelaksanaan pengecoran yang dilakukan.

3.5 Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji terdiri dari lima variasi campuran untuk percobaan, yaitu campuran normal tanpa bahan tambahan, campuran dengan penambahan tetes tebu sebesar 0,25%; 0,5%; 0,75% dan 1% dari penggunaan semen.

(67)

di beberapa tempat dan menyebabkan adukannya tidak rata (menggumpal). Selanjutnya masukkan batu pecah dan biarkan mesin molen selama ± 1 menit sampai campuran beton benar-benar tercampur secara merata dan homogen.

Adukan yang sudah tercampur merata, dituangkan ke dalam sebuah pan besar yang tidak menyerap air, dan kemudian adukan diukur kekentalannya dengan menggunakan metode slump test dari kerucut Abrams-Harder. Setelah pengukuran nilai slump, campuran beton dimasukkan ke dalam cetakan silinder yang berukuran diameter 15cm dan tinggi 30cm dengan cara dibagi dalam tiga tahapan, dimana masing-masing tahapan diisi 1/3 bagian dari cetakan silinder dan lalu dipadatkan dengan menggunakan alat vibrator.

(68)

3.6 Penggunaan Tetes Tebu

Pada tugas akhir saya ini, penggunaan tetes tebu yang saya gunakan adalah sebagai bahan tambah pada beton normal.

Adapun variasi yang digunakan adalah : 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1%.

Cara penghitungan berat tetes tebu yang digunakan yaitu M2 = (% M1) / (berat jenis tetes tebu) Dimana diketahui, penggunaan semen dalam 1m3 = 382,8 kg, berat jenis tetes tebu = 1,5

Rumus yang dipakai :

M2 = (% M1) / (M3) (3.1)

M4 = (M2 x 0,0953775) (3.2)

Dimana :

M1 = Volume semen dalam 1m3

M2 = Berat tetes tebu dalam volume 1m3 M3 = Berat Jenis tetes tebu

M4 = Berat tetes tebu untuk setiap variasi Dan kebutuhan tetes tebu dalam 1m3 adalah :

a. Variasi I : kosong M2 = (0% M1) / (M3) b. Variasi II : M2 = (0,25% M1 ) / (M3)

M2 = 638 ml

(69)

d. Variasi IV : M2= (0,75% M1) / (M3) M2 = 1.914 ml

e. Variasi V : M2= (1% M1) / (M3) M2 = 2.552 ml

Pada tugas akhir saya ini, volume beton = 0,07948 m3 untuk setiap variasi Maka, kebutuhan tetes tebu pada setiap variasi adalah :

a. Variasi I : kosong Tabel 3.1 Komposisi bahan untuk setiap variasi

(70)

3.7 Pengujian Sampel

Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan beton dan kuat tarik beton.

3.7.1 Uji Kuat Tekan Beton

Pengujian dilakukan pada umur beton 14 dan 28 hari untuk tiap variasi beton sebanyak 3 buah. Sehari sebelum pengujian sesuai umur rencana, silinder beton dikeluarkan dari bak perendaman. Sebelum dilakukan uji kuat tekan, benda uji ditimbang beratnya. Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan mesin kompres elektrik berkapasitas 200 ton.

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

=

� (3.3)

dimana : f’c = Kekuatan tekan (kg/cm2) P = Beban tekan (kg)

A = Luas permukaan benda uji (cm2)

(71)

3.7.2 Uji Kuat Tarik Beton

Konstruksi beton yang dipasang mendatar sering menerima beban tegak lurus sumbu bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi karena daya dukung beton terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari garis berat beton, makin jauh dari garis berat makin kecil daya dukungnya.

Kekuatan tarik belah relatif rendah, untuk beton normal berkisar antara 9%-15% dari kuat tekan. Penggujian kuat tarik beton dilakukan melalui pengujian split cilinder. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,50-0,60 kali √fc’, sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57 √fc’. Pengujian tersebut menggunakan benda uji silinder beton berdiameter 150mm dan panjang 300mm, diletakkan pada arah memanjang di atas alat penguji kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua bagian dari ujung ke ujung. Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah disebut sebagai spilt cilinder strength. Besarnya tegangan tarik belah beton (tegangan rekah beton) dapat dihitung dengan rumus :

(72)

Gambar 3.3 Uji split cylinder

3.7.3 Uji Waktu Ikat Semen

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung dari mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Dalam prakteknya sifat waktu ikat ditunjukkan dengan waktu pengikatan (setting time) yaitu waktu mulai dari pembuatan pasta terjadi sampai mulai terjadi kekakuan. Pengikatan terjadi akibat reaksi hidrasi yang terjadi pada permukaan butir semen. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua:

1. waktu ikat awal (initial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan,

(73)

2. waktu ikatan akhir (final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras. Waktu ikat akhir ditandai saat jarum penetrasi 0 mm.

Waktu ikat akhir < 480 menit

Waktu ikatan awal sangat penting pada control pekerjaan beton. Untuk kasus-kasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih dari 2.0 jam agar waktu terjadinya ikatan awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk transportasi, penuangan, pemadatan dan penyelesaian. Proses ikatan ini disertai perubahan temperature yang dimulai terjadi sejak ikatan awal dan mencapai puncaknya pada waktu berakhirnya ikatan akhir.waktu ikatan akan memendek karena naiknya temperature sebesar 30º atau lebih. Waktu ikatan ini sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang dipakai dan oleh lingkungan sekitarnya. Pengikatan terbagi atas 2 macam:

1. Pengikatan semu

Pengikatan semu (false set) adalah reaksi hidrasi yang belum waktunya, yaitu beberapa menit saja. Hal ini terjadi karena jumlah gypsum di dalam campuran semen yang berlebih.jika diaduk kembali tanpa menambahkan air maka daya plastisitasnya akan kembali dan kehilangan kekuatan akhir tidak akan terjadi

2. Pengikatan kilat

(74)

Agar beton dapat digunakan maka harus ditambahkan air dan semen ke dalam campuran agar factor air-semen tetap konstan.

(75)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Waktu Ikat Semen

Waktu ikat semen adalah waktu yang dibutuhkan semen untuk mengeras, terhitung mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Pengujian waktu ikat bertujuan untuk mendapatkan waktu ikat awal dan waktu ikat akhir.

1. Waktu Ikat Awal (initial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen sehingga hilangnya sifat plastis. Waktu ikat awal sangat penting untuk kontrol pekerjaan beton. Waktu ikat awal ditentukan dari grafik penetrasi waktu, yaitu waktu dimana penetrasi

jarum vicat mencapai nilai 25mm.

2. Waktu ikat akhir (final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras. Waktu ikat akhir adalah waktu dimana penetrasi jarum vicat sebesar 0mm.

(76)
(77)
(78)

Tabel 4.2 Waktu ikat awal dan waktu ikat akhir campuran pasta semen dengan tambahan tetes tebu

Variasi Waktu Ikat Awal (jam)

(Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan)

4.2 Nilai Slump

Nilai slump selalu dihubungkan dengan kemudahan pengerjaan beton (workabilitas), hal ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain :

 Gradasi dan bentuk permukaan agregat

 Faktor air semen

 Volume udara pada adukan beton

 Karakteristik semen

 Bahan tambahan

Hasil pengujian nilai slump dan penambahan tetes tebu dapat dilihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Nilai Slump berbagai jenis beton

(79)

Dari tabel dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya persentase pemakaian penambahan tetes tebu nilai slump naik. Hal ini terjadi kerena sifat tetes tebu yang bersifat mengencerkan campurkan beton.

Pengaruh penambahan tetes tebu terhadap nilai slump dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik nilai slump terhadap variasi penambahan tetes tebu

4.3 Kuat Tekan Silinder Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 14 dan 28 hari yang dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan tekan beton dengan menggunakan bahan tambahan tetes tebu dan hasilnya dibandingkan dengan beton normal.

(80)
(81)

Gambar 4.3 Grafik kuat tekan silinder terhadap persentase penambahan tetes tebu

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada umur beton 14 dan 28 hari dengan variasi penambahan tetes tebu 0,25 % merupakan kuat tekan tertinggi, yaitu sebesar 28,14 Mpa dan 31,9 Mpa. Dan pada variasi penambahan tetes tebu 1% dari penggunaan semen diperoleh kuat tekan terendah , yaitu sebesar 3,94 Mpa dan 9,55 Mpa. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa setelah variasi penambahan tetes tebu 0,25 % diperoleh grafik yang cenderung menurun.

4.4 Pola Retak Pada Pengujian Kuat Tekan

Pada pengujian kuat tekan silinder beton ditemui satu kasus yang menarik untuk dicermati yaitu pola retak pada benda uji silinder beton seperti yang terlihat pada Gambar 4.4.

Pengaruh Persentase Tetes Tebu terhadap

Nilai Kuat Tekan

(82)

e. kolom (columnar) d. geser (shear)

c. kerucut dan geser (cone dan shear) b. kerucut dan terbelah (cone dan split)

a. kerucut (cone)

Gambar 4.4 Pola retak cone and split pada pengujian kuat tekan silinder beton dalam penelitian.

Dimana pola retak yang terjadi menurut ASTM C 39 ada lima kemungkinan, seperti terlihat pada Gambar 4.5

Gambar

Gambar 2.8   Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland               semen (Mulyono, 2003)
Gambar 2.10  Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton      (Mindness, 1981)
Gambar 2.11 Diagram alir pemanfaatan tebu
Gambar 3.1.  Diagram alir pembuatan beton normal dan beton dengan tambahan    tetes tebu (molase)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kuat tekan dan tarik belah beton dari tiap-tiap persentase penambahan pecahan tempurung kelapa dalam campuran adukan

Secara keseluruhan, beton dengan penambahan limbah Blotong dengan variasi pengurangan jumlah semen mampu mempertahankan nilai kuat tekannya sebagai beton struktur, yaitu

Berdasarkan kuat tekan beton yang ditunjukkan pada Gambar 9 menunjukkan nilai kuat tarik belah meningkat kadar penambahan optimumnya pada 0,6 % dari volume Agregat..

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, penelitian tentang Studi Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah Beton Dengan Menggunakan Potongan Limbah Spanduk Sebagai Bahan Tambah Dari Beton ini

Sedangkan pada kuat tarik belah beton penambahan tempurung kelapa belum mempengaruhi kuat tarik hingga umur pengujian 28 hari, setelah umur beton 56 hari penambahan tempurung

Hasil uji kuat tarik belah dari rancangan campuran beton dengan variasi pemakaian sikafume 10% dari berat semen pada umur 28 hari diperoleh nilai kuat tarik belah beton sebesar

Dari hasil penelitian diperoleh beton normal tanpa bahan tambah mendapatkan hasil uji paling optimum yaitu kuat tekan sebesar 30.43 Mpa pada umur 28 hari, Kuat tarik

Penggunaan Styrofoam Sebagai Substitusi Parsial Agregat Kasar Terhadap Nilai Kuat Tekan Dan Kuat Tarik Belah Beton Ringan.. Sni 03-1972-2008 Metode Pengujian Slump Beton, Badan Standar