x
DAFTAR PUSTAKA
Ali Hadi , 2011 , “Karakteristik Campuran Asphalt Concrete-wearing course (AC-WC) dengan penggunaan abu vulkanik dan abu batu sebagai filler” , Bandar Lampung , Jurnal Teknik Sipil Universitas Lampung
Anggraini Renni ,Saleh Sofyan.M , Zulfikar,2004,”Tinjauan Penggunaan Serbuk Arang Terapung Kelapa sebagai Filler terhadap Karakteristik LASTON Lapis Aus AC-WC”,Banda Aceh , Jurnal Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala
Esentia Adventia,2010,Pengaruh Penggantian Sebagian Filler Semen dengan Kombinasi 40% Serbuk Batu Bata dan 60% Abu Cangkang Lokan Pada Campuran AC-BC” Bengkulu,Skripsi Teknik Sipil Universitas Bengkulu
Ismadarni ,Kasan Muh,Risman,2010,“Karakteristik Beton Aspal Lapis Pengikat AC-BC yang Menggunakan Bahan Pengisi (Filler) Abu Sekam Padi” ,Makassar, Jurnal Teknik Sipil
Universitas Hassanudin
Nofrianto Hendri dan Hendra Zulfi,2010,”Kajian Campuran Panas Agregat (AC-BC) dengan Semen Sebagai Filler Berdasarkan Uji Marshall”,Padang ,Jurnal Teknik Sipil Institut
Teknologi Padang
Simanjuntak Edwin dan Muis Zulkarnain.A. , “Studi PengaruhPenggunaan Variasi Filler Semen,Serbuk Bentonit,dan Abu Terbang Batubara Terhadap Karakteristik Campuran Aspal Beton Lapis Lapisan Pondasi Atas (AC-BASE)” ,Medan ,Jurnal Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 PERSIAPAN PENELITIAN
Sebelum melakukan penelitian ini, banyak hal yang perlu diperhatikan sebagai persiapan dalam melakukan penelitian ini. Tujuannya agar memperkecil (meminimalisir) kesalahan dalam pengerjaan dari awal hingga akhir. Metode penelitian disusun untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan sebuah penelitian sehingga berjalan lebih tepat efektif dan efisien. Tahapan prosedur pelaksanaan ini tergambar dalam suatu bagan alir metode penelitian. Penelitian dilakukan di AMP Rapi Arjasa yang berada di Jln.Megawati Kota Binjai
Tahap yang pertama dilakukan adalah pemeriksaan properties aspal pen.60/70 dan agregat yang digunakan. Semua pengujian sesuai dengan standart Laboratorium Departemen PU yang mengacu pada SNI (Standart Nasional Indonesia) dan ASTM
(American Society For Testing Material). Untuk pengujian bahan bitumen atau aspal, pada penelitian ini digunakan aspal penetrasi 60/70.
Pemeriksaan agregat baik agregat kasar maupun agregat halus meliputi: a. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
b. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus c. Analisis Butiran
Untuk pengujian bahan bitumen atau aspal, pada penelitian ini digunakan aspal penetrasi 60/70 dari Iran yang didapat dari AMP Rapi Arjasa.
Pemeriksaan sifat fisik aspal yang dilakukan antara lain: a. Pemeriksaan penetrasi aspal
54 c. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar
d. Pemeriksaan penurunan berat minyak dan aspal
e. Pemeriksaan kelarutan aspal dalam karbon tetraklorida (CCL4) f. Pemeriksaan daktalitas
g. Pemeriksaan berat jenis bitumen
55
Pencarangan Gradasi Agregat Gabungan AC-BC
56 Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
A
KAO didapatkan
Pembuatan benda Uji dengan Variasi filler Abu semen,Vulkanik,Kapur 0%1%,2%,3%,
,4%,5%,dan6% sebanyak 18 bricket
Uji Marshall
Evaluasi Data
Hasil dan Kesimpulan
57 Penjelasan bagan alir penelitian:
a. Tahapan Penentuan Komposisi Campuran Aspal
Mepersiapkan material atau bahan yang akan digunakan untuk penelitian
Material penyusun (aspal dan agregat) dilakukan untuk menguji kesesuaian dengan spesifikasi yang ditentukan (spesifikai Departemen Pekerjaan Umum 2010 Rev.3). Pemeriksaan aspal terdiri dari aspal keras pen 60/70.
Apabila memenuhi spesifikasi, keudian dilanjutkan dengan perancangan (mix
design) dan pembuatan sampel benda uji dengan variasi kadar aspal dan kandungan polimer untuk mendapatkan komposisi campuran aspal yang ideal. Kadar aspal yang digunakan 4,5%,5%, 5,5%, 6%, dan 6,5%.
Campuran aspal yang telah dibuat diuji dengan alat marshall sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menentukan komposisi campuran aspal ideal.
b. Tahapan Pembuatan Sampel Campuran Aspal Ideal dan Pengujian
Setelah didapat komposisi capuran aspal ideal, dibuat sampel benda uji tersebut sebanyak 18 sampel dengan variasi filler abu semen, vulkanik Gunung Sinabung ,dan abu kapur masing-masing variasi filler sebanyak 7 benda uji dengan
kombinasi abu terbang yang dimulai dari 0% 1%,2%,3%,4%,5%,dan 6%
Kemudian diuji dengan alat Marshall untuk mendapatkan data karakteristik campuran seperti nilai stabilitas campuran, kelelahan, VIM, maupun VMA. c. Tahapan Analisis Data Hasil Penelitian
58 III.3.PELAKSANAAN
III.3.1. Spesifikasi Bahan Baku Penelitian
Spesifikasi bahan baku penelitian yang meliputi aspal, agregat kasar, agregat halus, dan filler abu vulkanik Gunung Sinabung adalah :
Aspal pen 60/70 dari Iran
Agregat halus
Tipe :abu batu
Ukuran :0,075 mm – 4,75 mm Berat jenis :minimum 2500 kg/m3 Agregat kasar
Tipe :batu pecah (split)
Ukuran :maksimum 25,4 mm (1 inch) Berat jenis : minimum 2500 kg/m3
Filler berupa Semen Portland , abu vulkanik Gunung Sinabung ,dan abu kapur dari bukit kapur Sipoholon Kab.Tapanuli Utara
III.3.2. Perancangan Campuran dengan Metode Marshall.
Setelah semua pengujian material pembentuk campuran aspal yaitu aspal penetrasi 60/70 dan agregat, serta material tersebut memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah merancang dan membuat sampel yang akan digunakan untuk penelitian dengan metode marshall. Pengujian standart terhadap benda uji untuk marshall sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam SNI 06-2489-1991 (PA-0305-76, AASHTO T-44-81, ASTM D-2042-76).
59 6.5%. Setelah didapat komposisi campuran aspal, kemudian dibuat sampel benda uji. Temperatur pencampuran bahan aspal dengan agregat adalah temperatur pada saat aspal mempunyai viskositas kinematis sebesar 170 20 centistokes, dan temperatur pemadatan adalah temperatur pada saat aspal mempunyai nilai viskositas kinematis sebesar 280 30 centistokes. Pemadatan untuk kondisi lalu-lintas berat, dilakukan penumbukan sebanyak 75 kali tumbukan, dengan menggunakan alat marshall
comapaction hammer. Benda uji setelah dipadatkan, disimpan pada temperatur ruang selama 24 jam, kemudian di ukur tinggi dan di timbang berat dalam kondisi kering. Benda uji direndam selama 24jam di dalam air, kemudian ditimbang berat dalam air dan dalam kondisi jenuh air permukaan (saturated surface dry). Sampel kemudian direndam dalam waterbath pada temperature selama 30 menit, setelah itu di uji dengan alat marshall untuk didapatkan data empiris (stabilitas, kelelehan, dan marshall quetion). Setelah didapatkan data hasil uji marshall berupa stabilitas, kelelehan, VIM, VMA, dan marshall quetion, kemudian di analisis untuk mendapatkan komposisi campuran aspal ideal. Lalu buat sampel PRD tiap masing-masing 3 bricket filler semen,abu vulkanik dan abu kapur dengan kadar 6% untuk mendapatkan nilai VIM nya.
Selanjutnya setelah didapatkan Kadar Aspal Optimum, maka dengan kadar tersebut kita variasikan filler semen ,Abu Vulkanik Gunung Sinabung,dan abu kapur
bandingkan dengan abu flyash mulai 0%,1%,2%,3%,4%,5%,dan 6% Langkah selanjutnya sama dengan sebelumnya untuk mendapatkan karakteristik yang dicari dari uji marshall ini adalah nilai stabilitas (stability), kelelehan (flow), VIM, dan VMA.
III.3.3.Analisis dan Pembahasan
60 a. Menganalisis hasil pemeriksaan material campuran aspal yaitu agregat dan aspal, apakah
sesuai dengan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2010 Revisi.III.
b. Menganalisis pengaruh atau memplot data nilai stabilitas, kelelehan, marshall quotient, void in mix VIM, void in mineral agregate VMA, void filled aspal VFA, pada penggunaan semen Portland dan Abu Vulkanik Gunung Sinabung dan Abu Kapur
c. Bandingkan nilai parameter Marshall terhadap 3 jenis filler tersebut.
III.4. KESIMPULAN DAN SARAN
60
BAB IV
ANALISIS DATA
IV 1. PENGUJIAN MATERIAL
IV 1.1. Hasil dan Analisis Pengujian Aspal
Dalam penelitian ini, aspal yang digunakan adalah aspal keras dengan penetrasi 60/70 yang berasal dari Negeri Iran berasal dari AMP Rapi Arjasa.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Sifat Fisik Aspal Penetrasi 60/70
No Jenis Pemeriksaan Unit Metode Uji Spesifikasi Hasil Pemeriksaan
Sumber: UPT Balai Pengujian dan Pengendalian Mutu 2009 yang memenuhi persyaratan
61
a. Pemeriksaan penetrasi aspal
Pengujian ini didasarkan pada PA-0301-76, AASHTO T-49-80, ASTM D-5-97 atau SNI-06-2456-1991. Dari hasil pengujian didapatkan nilai penetrasi 63,1 yang menunjukkan termasuk aspal penetrasi 60/70. Nilai penetrasi ini memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yaitu nilai penetrasi aspal pada rentang 60-70.
Hasil yang didapatkan setelah pemeriksaan penetrasi setelah TFOT didapatkan penurunan angka penetrasi sebesar 78 dari penetrasi sebelum TFOT. Nilai ini telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 yang disyaratkan nilai TFOT nya sebesar 75%. Ini terjadi penurunan nilai penetrasi disebabkan karena pengaruh pemanasan pada suhu selama 5 jam pada pengujian TFOT yang
mengakibatkan fraksi minyak ringan banyak hilang dalam kandungan aspal. Pengerasan aspal dapat terjadi karena oksidasi, penguapan dan perubahan kimia lainnya. Reaksi kimia dapat mengubah bahan kimia pembentuk aspal yaitu resin menjadi aspalten dan oils menjadi resin, yang secara keseluruhan akan meningkatkan viskositas aspal dimana aspal menjadi lebih keras (penetrasi rendah).
b. Pemeriksaan titik lembek
62
c. Pemeriksaan titik nyala
Pengujian ini di dasarkan PA-0303-76, AASHTO T-48-81, ASTM D-92-02 atau SNI 2433-2011. Dari hasil pemeriksaan aspal pen 60/70 titik bakarnya adalah sebesar
dan nilai titik nyala yaitu sebesar ini telah memenuhi dalam Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III.
d. Pemeriksaan kehilangan berat
Pengujian ini di dasarkan PA-0304-76, AASHTO T-47-82, ASTM D 6-95 atau SNI-06-2441-1991. Pada pemeriksaan kehilangan berat ini menggunakan sampel yang sama untuk pemeriksaan penetrasi, yaitu setelah aspal dilakukan TFOT. Hasil pemeriksaan kehilangan berat menunjukkan aspal kehilangan berat menunjukkan aspal kehilangan berat sebesar 0.2073, hasil ini sama seperti Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan persyaratan maksimal sebesar 0.4%.
e. Pemeriksaan Kelarutan Aspal Dalam Karbon Tetraklorida (C2HCL3)
Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0305-76, AASHTO T-44-03, ASTM D-2042-97 atau SNI-06-2438-1991. Nilai pemeriksaan kelarutan menunjukkan kemurnian aspal dan normalnya bebas dari air. Pengujian ini didasarkan pada nilai kelarutan dalam C2HCL3 adalah sebesar 99.713%, yang masih memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan persyaratan minimalnya sebesar 99%.
f. Pemeriksaan Daktilitas
63
diletakkan pada alat penarik dengan kecepatan tarik 5 cm/menit pada suhu 25C. Berdasarkan hasil uji laboratorium, didapatkan hasil diatas 140 cm, sehingga aspal memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan batas minimum 100 cm.
g. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0307-76, AASHTO T-228-79, ASTM D-70-03 atau SNI 2441-2011. Dari hasil pengujian ini didapatkan berat jenis aspal sebesar 1.0228 gr/cc, dimana hasil ini telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan batas minimum berat jenis aspal sebesar 1 gr/cc.
IV.1.2. Hasil Dan Analisis Pengujian Agregat
Untuk mengetahui sifat-sifat atau karakteristik agregat, pada penelitian ini pengujian agregat yang dilakukan dari coars agregat, medium agregat, stone dust, serta natural sand. Hal ini dikarenakan agregat yang digunakan bersumber atau diambil dari cold bin. Adapun data hasil pengujian agregat tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2. Agregat yang digunakan berasal dari AMP Rapi Arjasa yang diambil dari quarry di daerah Sei Wampu, Sumatera Utara. Pengujian ini dilakukan di dasarkan pada Standart
Nasional Indonesia (SNI). Gradasi yang ditinjau di dasarkan pada gradasi laston lapis antara (ac-bc) dari spesifikasi Dept.PU tahun 2010.
a. Pemeriksaan Berat Jenis
64
medium agregat (tertahan no.4), yaitu sebesar 2.642 untuk berat jenis (bulk). Untuk berat jenis semu (apparent) yaitu sebesar 2.642. Nilai pada hasil pengujian berat jenis SSD yaitu sebesar 2.588, sedangkan untuk nilai pengujian penyerapan (absorption)% yaitu sebesar 0.53 %. Pada Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 nilai toleransi yang dizinkan untuk penyerapan air oleh agregat maksimum adalah sebesar 3%.
b. Pemeriksaan Abrasi
Selanjutnya pada penelitian ini juga dilakukan pengujian abrasi dengan menggunakan mesin los angeles untuk mengetahui nilai keausan sesuai dengan SNI 2417-2008. Contoh gradasi yang di uji sebesar 5000 gr. Berat contoh yang tertahan saringan no.12 sebanyak 3827 gr. Nilai hasil dari keausan didapat sebesar 21.58%. Nilai hasil pengujian abrasi ini menunjukkan bahwa nilai tersebut telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2010. Pada Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2010 Revisi III, nilai toleransi yang dizinkan untuk pengujian keausan adalah maksimal 40%.
c. Pengujian Analisis Saringan
65
69
73
IV.2. PERUMUSAN CAMPURAN BENDA UJI MARSHALL
Perumusan atau penentuan proporsi agregat di buat dari data-data hasil analisis butiran masing-masing agregat yang tertahan di masing-masing saringan. Jenis campuran yang digunakan adalah gradasi kasar yang sesuai dengan peruntukan campuran AC-BC berdasarkan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III, Tabel 4.3 menunjukkan komposisi spesifikasi sebaran agregat yang digunakan untuk AC-BC. Digunakan Gradasi Kasar pada Laston (AC) Lapisan Binder
Course (BC).
74
Tabel 4.3. Gradasi Agregat Gabungan Cold Bin AC-BC
Gambar 4.2. Grafik Gradasi Kasar AC-WC
75
77
78
Tabel 4.5 Data Marshall Test Kao (5,85)
79
IV.3. PEMBUATAN BENDA UJI MARSHALL
Pada penelitian ini benda uji digunakan sebanyak total 21 sampel. Dari 21 sampel dibagi untuk masing-masing sampel yang menggunakan filler semen 6 sampel yang terdiri dari kadar filler 0%-6% , Filler Abu Vulkanik sebanyak 6 Sampel yang terdiri kadar filler 0%-6% dan Abu Kapur Sebanyak 6 Sampel yang terdiri kadar filler dari 0%-6%.Untuk kadar 0% menandakan bahwa pengujian menggunakan 6% abu terbang dan 0% abu masing filler dan sebaliknya Dan 3 sampel Untuk pengujian PRD Filler Semen,Abu Vulkanik dan Abu Kapur ,masing-masing dengan kadar 6% .
Pada penelitian ini ditetapkan jumlah sampel untuk satu jenis pengujian setiap filler sebanyak enam sampel. Setelah ditetapkan kadar aspal optimum, cara pembuatan benda uji sama halnya seperti diatas pada perumusan campuran benda uji marshall, temperatur pemadatan adalah temperatur sebesar 150±15 det s.f. Pemadatan dilakukan dengan penumbukan sebanyak 2 × 75 kali, dengan menggunakan alat marshall compaction hammer.
IV.4. HASIL PENGETESAN BENDA UJI MARSHALL VARIASI FILLER
Data pengetesan benda uji menggunakan filler Semen,Abu Vulkanik Gunung Sinabung,dan Abu Kapur Sipoholon dapat dilihat hasil yang diperoleh memenuhi seluruh sifat karakteristik pengujian Marshall Test. Antara lain :
a. Pengaruh variasi Filler terhadap Stabilitas
80
Gambar 4.4. Grafik Nilai Stabilitas masing-masing filler
b. Pengaruh variasi Filler terhadap Kelelehan
Gambar grafik kelelehan dapat dilihat bahwa nilai kelelehan campuran aspal meningkat seiring peningkatan kadar filler abu vulkanik dan Semen.Namun untuk Filler Abu Kapur untuk benda Uji dengan kadar filler abu kapur 4% dan 5% melewati batas ,Tetapi untuk Filler abu kapur 6% masuk dalam persyaratan spesifikasi dengan nilai 3,40, dimana secara keseluruhan memenuhi persyaratan nilai kelelehan yang ditetapkan minimal sebesar 2 mm dan maksimum sebesar 4 mm.
Gambar 4.5. Grafik Nilai Flow Variasi 3 Filler
c. Pengaruh Filler terhadap nilai Void in Mixture (VIM)
Dapat terlihat bahwa nilai rongga dalam campuran (VIM) menurun seiring peningkatan kadar ketiga filler dalam campuran. Namun untuk kadar ketiga
81
filler yang 2% dan 3% mengalami peningkatan .Hal ini disebabkan karena makin banyak kadar ketiga filler dalam campuran, filler tersebut akan makin banyak mengisi rongga-rongga dan menyelimuti agregat sehingga rongga yang tersisa dalam campuran semakin sedikit. Setelah pengujian terlihat bahwa seluruh variasi filler nilai VIM nya cenderung menurun smpai dengan kadar ketiga filler masing-masing 6% dengan nilai 3,59 (semen) ,4,23 (Abu Vulkanik ,dan 4,95 (Abu kapur) dan memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan syarat maksimal untuk nilai VIM sebesar 3.0%-5.0%. Begitu juga dengan nilai VIM PRD nya, rata-rata ketiga filler dengan nilai 2,33% dengan PRD abu vulkanik memiliki nilai tertinggi 2,424 dan lolos spesifikasi dimana minimal VIM PRD adalah 2%.
Gambar 4.6. Grafik Nilai VIM Variasi Filler
Filler Kadar (%) Nilai (%)
Semen 6 2,24
AV 6 2,42
AK 6 2,33
Average 2,33
Tabel 4.7 VIM PRD masing-masing Filler
e. Pengaruh variasi filler terhadap nilai void in mineral aggregate (VMA)
Terlihat bahwa semakin besar kadar ketiga yang diberikan, nilai VMA cenderung menurun. Secara keseluruhan nilai VMA terpenuhi. Spesifikasi
82
Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan persyaratan minimal sebesar 14% untuk lapis antara (AC-BC), dengan nilai tertinggi adalah campuran filler 4% flyash dengan 2% Abu Kapur.
Gambar 4.7. Grafik Nilai VMA Variasi masing-masing Filler
f. Pengaruh variasi abu vulkanik terhadap nilai void filled asphalt (VFA/VFB)
Rongga udara terisi aspal, VFA/VFB merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA/VFB tidak termasuk aspal yang terserap agregat minimal 65%. Pada gambar menunjukkan seluruh filler yang memiliki filler kadar 6% ,Dengan nilai tertinggi adalah campuran filler 1% flyash dengan 5% abu semen (77,54) dan memenuhi persyaratan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III
Gambar 4.8. Grafik Nilai VFB Variasi Filler Abu Vulkanik
83
(……….) (……….)
Indeks Kekuatan Sisa (IKS)
Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dianalisis dari data-data hasil pengujian terhadap sifat-sifat mekanik benda uji (stabilitas dan flow) dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama diuji Stabilitas Marshallnya dengan perendaman suhu 600C selama waktu 24 jam dan kelompok kedua diuji Stabilitas Marshallnya dengan perendaman suhu 600C selama waktu 30 menit. Kemudian Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dapat dihitung dengan mencari persentase antara nilai perbandingan antara kelompok pertama dengan kelompok kedua. Berdasarkan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010, nilai Marshall Sisa untuk Laston minimal 90%.
86
88
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1.KESIMPULAN
Dari analisis dan pembahasan terhadap hasil-hasil pengujian dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai rongga dalam campuran (VIM)
menurun seiring peningkatan kadar ketiga filler abu vulkanik,semen,dan abu kapur
dalam campuran. Hal ini disebabkan karena makin banyak kadar ketiga filler tersebut
dalam campuran, filler tersebut akan makin banyak mengisi rongga-rongga dan
menyelimuti agregat sehingga rongga yang tersisa dalam campuran semakin sedikit.
2. Dari data Marshall Test yang didapatkan, yang memenuhi seluruh persyaratan yang
Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III adalah ketiga filler
abu vulkanik,semen,dan Abu Kapur masing-masing,dimana diperoleh nilai
stabilitasnya sebesar 910 (semen 2%),1010 (Abu Vulkanik 3%), 1080 kg (Abu Kapur
3%), flow yang terbaik adalah untuk semen 6% (3,4), Abu Vulkanik 3% (3,3),Abu
Kapur 6% (3,4) VIM PRD dengan nilai tertinggi yaitu abu vulkanik ( 2,424%),VIM
Marshall terbaik adalah semen 4% (4,16),Abu Vulkanik 6% (4,23),Abu Kapur 5%
(4,56). VMA yang terbesar adalah semen 0% (18,32),Abu Vulkanik 1% (18,42), Abu
Kapur 2% ( 20,05) dan VFB dengan nilai terbaik adalah semen 5% (77,54) Abu
Vulkanik 2% (74,86) ,Abu Kapur 5% (72,39) .Indeks Kekuatan Sisa dengan semen
(99,3%),Abu Vulkanik (95,3%) ,Abu Kapur ( 90,2%) dimana berdasarkan Spesifikasi
Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III, nilai Marshall Sisa untuk Laston
89
V.2. SARAN
Beberapa hal yang dapat disarankan sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa abu vulkanik Gunung
Sinabung,dan Abu Kapur Sipoholon memenuhi persyaratan parameter Marshall
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif filler dalam campuran aspal.
2. Perlu dikembangkan jenis-jenis penelitian alternatif filler lainnya untuk pemanfaatan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum
II.1.1. Agregat
Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang
keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu
pecah, abu batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum
sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal (solid). ASTM (1974)
mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat,
berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen.
Agregat/batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan
yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau
75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya
dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya dukung,
keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan
hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat mempunyai peranan
yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini
pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian
besar oleh karakteristik agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang
tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam
6 Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan
jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk
butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat
jenis dan daya pelekatan dengan aspal.
II.1.1.2 Sifat agregat.
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul
beban lalu-lintas. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan
kontruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan
dipengaruhi oleh:
2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik,dipengaruhi oleh:
a. Porositas
b. Kemungkinan basah
c. Jenis agregat
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan
7
a. Tahanan geser (skid resistance)
b. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (bitominous
mix workability)
II.1.1.3 Klasifikasi agregat
Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas
batuan beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan
malihan).
- Batuan beku
Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di
bedakan atas batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku
dalam (intrusive igneous rock).
- Batuan sedimen
Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan
tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil
endapan di danau, laut dan sebagainya.
- Batuan metamorf
Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses
perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari
8 Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh
karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan
memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan
pembangunan atau pemeliharaan jalan. Pada campuran beraspal, agregat
memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga
sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran
tersebut.
Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume
bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o –
25oC (68o –77o F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu :
a) Berat Jenis semu (apparent specific gravity), Berat Jenis Semu, volume
dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk
volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam.
b) Berat Jenis bulk (bulk specific gravity), Berat Jenis bulk, volume
dipandang volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat
terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.
c) Berat Jenis efektif (effective specific gravity), Berat Jenis efektif, volume
dipandang volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori
yang dapat menghisap aspal.
II.1.2 Aspal
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan
yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila
9 II.1.2.1. Jenis aspal.
Berdasarkan cara diperoleh aspal dapat dibedakan atas:
1. Aspal alam,
2. Aspal buatan.
II.1.2.2. Aspal minyak (petroloeum aspal).
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:
a. Aspal keras/semen (AC).
Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu
tertentu. AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi
sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin,
permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan.
Aspal keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair
dan panas.
Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) .
Aspal semen pada temperature ruang ( berbentuk padat. Aspal
semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan
jenis minyak bumi asalnya.
Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai
penetrasinya yaitu:
10
2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70
3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100
4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150
5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300
b. Aspal dingin/cair.
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari
hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian berbentuk cair dalam
temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap
bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:
1. RC (Rapid Curing Cut Back)
2. MC (Medium Curing Cut Back)
3. SC (Slow Curing Cut Back)
c. Aspal emulsi.
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan
pengemulsi.
II.1.2.3. Aspal buton.
Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah
aspal dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen
dengan bahan material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton
merupakan bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat
bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang
dikandungnya aspal buton dapat dibedakan atas B10, B13, B20, B25,
dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen
11 II.1.2.4 Komposisi aspal
Aspal merupakan unsur hydrokarbon yang sangat komplek,
sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk
aspal tersebut. Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan
maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau cokelat
tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane,
merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah
cairan berwarna kuning atau cokelat tua yang memberikan sifat adhesi
dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama
masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda
merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes,
resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti
kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan
aspal dalam campuran.
II.1.2.5. Sifat aspal.
Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi
sebagai:
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat
dan antara aspal itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori
12 Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan
sifat elastis yang baik.
1. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat
asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini
merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat,
campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain. Meskipun
demikian sifat ini dapat diperkirakan dari pemeriksaan TFOT.
2. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat
sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal.
Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat
tetap di tempatnya setelah jadi pengikatan.
3. Kepekaan terhadap temperature
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras
atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih
cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap
perubahan temperatur. Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi
aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut
mempunyai jenis yang sama.
13 Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan
agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke
permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada
waktu pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi
getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus
berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa
pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya
dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.
Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang
terjadi.
II.1.2.6. Pemeriksaan Properties Aspal
Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam,
sehingga sifat-sifat aspal harus diperiksa di labotarium dan aspal yang
memenuhi syarat yang telah di tetapkan dapat di pergunakan sebagai
bahan pengikat perkerasan lentur.
Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui
beberapa uji meliputi:
a. Uji penetrasi
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek
(solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu,
beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini
dilakukan dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada
14 Besarnya penetrasi di ukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan
dengan 0,1 mm. Semakin tinggi nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal
semakin elastis dan membuat perkerasan jalan menjadi lebih tahan terhadap
kelelehan/fatigue.Hasil pengujian ini sselanjutnya dapat digunakan dalam hal
pengendalian mutu aspal atau ter untuk keperluan pembangunan, peningkatan
atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor
berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan jarum, temperatur
dan waktu.
b. Titik lembek.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang
berkisar antara sampai . Temperatur pada saat dimana aspal mulai
menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun
mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah temperatur pada
saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang
tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh
plat dasar yang terletak di bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal
tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi
tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. Hasil titik lembek
digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Aspal dengan
titik lembek yang tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur tetapi
lebih untuk bahan pengikat perkerasan.
15 Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal,
Dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan
yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu.
Kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat
kohesi sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena
sifat ini sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan
nilai daktalitas yang rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang
baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi.
Daktalitas yang semakin tinggi menunjukkan aspal tersebut baik dalam
mengikat butir-butir agregat untuk perkerasan jalan.
d. Berat jenis.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis apal keras dengan alat
piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat
zat cair suling dengan volume yang sama pada suhu
Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:
Berat jenis ... (2.1)
Dimana :
A = Berat piknometer (gram)
B = Berat piknometer berisi air (gram)
C = berat piknometer berisi aspal (gram)
16 Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor
koreksi volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut :
V = Vt x Fk...(2.2)
Dimana :
V = Volume aspal pada temperatur
Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu
Fk = Faktor Koreksi
e. Titik Nyala dan Titik Bakar
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar
dari semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya
yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari Dengan percobaan ini
akan diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas,
yaitu saat terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata
sekurang-kurangnya 5 detik untuk titik bakar. Titik nyala yang rendah
menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal. Semakin tinggi titik
nyala dan bakar menunjukkan bahwa aspal semakin tahan terhadap temperatur
tinggi.
f. Kelekatan Aspal pada Agregat
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan
tertentu dalam air. Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji
17 terhadap agregat. Adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan
mengikat agregat. Pengamatan terhadap hasil pengujian kelekatan dilakukan
secara visual.
II.1.3.Anti Stripping Agent
Pada spesifikasi edisi november 2010, Aditif kelekatan dan anti
pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan
kedalam campuran agregat dengan mengunakan pompa penakar (dozing
pump) pada saat proses pencampuran basah di pugmil. Kuantitas pemakaian
aditif anti striping dalam rentang 0,2% - 0,5 % terhadap berat aspal. Contoh –
contoh anti stripping agent : Wetfix-BE, Morlife 2200, dan Derbo-401.
1. Derbo-401
Adalah jenis anti stripping yang berasal dari India. Anti Stripping
ini telah diuji oleh IIP-Dehradun, SIIR-Delhi, dan CRRI-New Delhi yang
menghasilkan produk-produk terbaik. Untuk campuran Hotmix,
penggunaan anti stripping agent jenis Derbo-401 ini berkisar 0.1%-0.4%
dari berat bitumen.Sementara untuk perbaikan jalan, penggunaannya
berkisar 0.2%-0.5% dari berat bitumen.
Penggunaan Derbo ini diyakini dapat memberi keuntungan antara lain
sebagai berikut :
Meningkatkan stabilitas Marshall sisa pada daerah dengan curah
18
Menghemat lebih dari 50 % biaya maintenance konstruksi jalan
pada kondisi iklim lembab.
Harga yang cenderung lebih efektif jika dibandingkan dengan anti
pengelupasan lainnya.
Mengurangi kebutuhan dari agregat halus dalam campuran.
2. Morlife 2200
Morlife 2200 adalah sebuah jenis anti pengelupasan dengan
performa tinggi berdasarkan ilmu –ilmu kimia yang baru dan inovatif.
Morlife 2200 meningkatkan ikatan – ikatan antara aspal dan agregat,
mengatasi masalah- masalah yang terjadi dengan adhesi campuran yang
lemah. Campuran aspal yang menggunakan Morlife 2200 ini akan
memperlihatkan peningkatan daya tahan dan uap sehubungan dengan
kerusakan dan pengelupasan. Uap dalam kadar rendah dari morlife 2200
ini merupakan sebuah perbaikan kemajuan yang dramatikal dibandingkan
dengan aditif lainnya, dan tidak ditemukannya uap yang tercipta dalam
proses pencampuran. Morlife 2200 disimpan pada suhu lingkungan yaitu
20 – 250C ( 68-770F ).
3.Wetfix-BE
Wetfix merupakan salah satu dari jenis anti stripping yang
memiliki kesensitifan yang cukup tinggi, selain harganya yang relatif
mahal dan penambahan jumlahnya terhadap campuran aspal sangat
sedikit, akan tetapi menghasilkan stabilitas yang cukup baik.
19
Memperpanjang waktu pelapisan ulang Hotmix.
Biaya perawatan yang lebih rendah.
Memungkinkan seleksi jenis agregat yang lebih luas.
II.2 Definisi Perkerasan
Perkerasan merupakan lapisan permukaan keras yang diletakkan pada
formasi tanah setelah selesainya pekerjaan tanah atau dapat didefinisikan struktur
yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah pondasi yang berada
dibawahnya (Hary Christiady Hardiatmo,2007) .Jadi perkerasan jalan adalah suatu
konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi
untuk menopang beban lalu lintas. Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan
permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap
lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya, oleh
karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami
kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu lintas.
. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak
akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat,
meskipun peralatan dan metoda kerja yang digunakan telah sesuai. Perkerasan
jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal (kerusakan dini) antara
lain akibat pengaruh beban lalu lintas kendaraan yang berlebihan (over loading),
temperatur (cuaca), air, dan konstruksi perkerasan yang kurang memenuhi
20 dalam tiga jenis campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat, senjang dan
terbuka. Tebal minimum penghamparan masing-masing campuran sangat
tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan. Tebal padat
campuran beraspal harus lebih dari 2 kali ukuran butir agregat maksimum yang
digunakan. Beberapa jenis campuran aspal panas yang umum digunakan di
Indonesia antara lain :
- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)
- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal)
- HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir)
- HRSS terdiri dari Kelas A dan B
-HRS terdiri dari Gradasi senjang dan Semi Senjang
- Laston terdiri dari Ac-Wc.Ac-Bc,dan Ac-Base
Tabel 2.1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Rev.3
Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada
(AC-21 wearing course) dan untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt
Treated Base)).
a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt
Concrete – Wearing Course) dengan tebal minimum AC – WC adalah 4
cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban
kendaraan.
b. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt
Concrete – Binder Course) dengan tebal minimum AC – BC adalah 5 cm.
Lapisan ini untuk membentuk lapis pondasi jika digunakan pada pekerjaan
peningkatan atau pemeliharaan jalan.
c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt
Concrete-Base) dengan tebal minimum AC-Base adalah 6 cm. Lapisan ini
tidak berhubungan langsung dengan cuaca tetapi memerlukan stabilitas
untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda
kendaraan.
Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi dan
aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu. Komposisi bahan
dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan sehingga
setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang memenuhi kriteria :
a) Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban
lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan
deformasi plastis selama umur rencana.
b) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang
22
c) Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan
akibat beban lalu-lintas tanpa mengalami retak.
d) Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada
rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.
e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal
berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan.
f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Lapisan beraspal harus mampu
menahan beban berulang dari beban lalu-lintas selama umur rencana.
g) Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah
dihamparkan dan dipadatkan.
Untuk dapat memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka sebelum
pekerjaan campuran beraspal dilaksanakan, perlu terlebih dahulu dibuat
formula campuran kerja (FCK). Pembuatan Formula Campuran Kerja
(FCK) atau lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi
penentuan proporsi dari beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi
syarat. Pembuatan campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan
dimulai dari penentuan gradasi agregat gabungan yang sesuai persyaratan
dilanjutkan dengan membuat Formula Campuran Rencana (FCR) yang
dilakukan di laboratorium. FCR dapat disetujui menjadi FCK apabila dari
hasil percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di lapangan telah
memenuhi persyaratan.
23 A.Perkerasan lentur (flexible pavement)
Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikatnya. Perkerasan lentur memiliki umur rentang antara 10-20 tahun
masa pemakaian saja. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan
yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut
berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan
dibawahnya. Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk
menerima beban kendaraan yang melaluinya dan meneruskan ke lapisan di
bawahnya. Biasanya material yang digunakan pada lapisan-lapisan perkerasan
jalan semakin kebawah akan semakin berkurang kualitasnya. Karena lapisan yang
berada dibawah lebih keci tegangannya.
lapis permukaan (surface)
lapis pondasi atas (base)
lapis pondasi bawah
(subbase)
tanah dasar (subgrade)
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Lentur
Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan
pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas
yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang
24
1. Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus
mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa
layan.
2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di
bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.
3. Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan
sehingga mudah menjadi aus.
4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan lain.
B.Perkerasan kaku (rigid pavemet)
Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana
sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau
langsung di atas tanah dasar. Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan
perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu
material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan
harus benar. Lapisan-lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah
ini.
plat beton (concrete slab)
lapis pondasi bawah
(subbase)
tanah dasar (subgrade)
25 Perkerasan kaku ini memiliki umur rencana yang lebih lama dibandingkan
perkerasan lentur., tetapi lebih mahal biaya yang dibutuhkan . Pada umumnya
perkerasan kaku dipakai pada jalan antar lintas provinsi karena arus lalu lintasnya
padat. Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis
gabungan (composite pavement).
C.Perkerasan komposit (composite pavement)
Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan
dengan perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau
sebaliknya.
lapis permukaan (surface)
plat beton (concrete slab)
lapis pondasi bawah
(subbase)
tanah dasar
Gambar 2.4 Lapisan Perkerasan Komposit
D.Perbedaan antara perkerasan lentur dan pekerasan kaku.
Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada
tabel 2.2
Tabel 2.2 Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku
Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
26 Repetisi Beban Timbul rutting (lendutan pada
jalur roda)
Timbul retak-retak pada permukaan
Penurunan Tanah Dasar
Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)
Bersifat sebagai balok diatas perletakan
Perubahan Temperatur
Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil
Modulus kekakuan tidak. berubah timbul tegangan dalam yang besar
Sumber: Silvia Sukirma
II.2. KRITERIA DAN FUNGSI LAPISAN PADA PERKERASAN LENTUR. Upaya yang dilakukan dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada
pengguna jalan, maka kontruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat
tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :
a. Syarat-syarat berlalu-lintas.
Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang.
Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban
yang bekerja diatasnya.
Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan
permukaan jalan sehingga tak mudah selip.
Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.
b. Syarat-syarat kekuatan/struktural.
Kontruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan
27
Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan
lalu-lintas ke tanah dasar.
Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di
bawahnya.
Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya
dapat cepat di alirkan.
Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi
yang berarti.
Secara jelas susunan lapis konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :
a. Lapis Permukaan (surface course)
Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan
pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas
yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang
berfungsi sebagai berikut:
Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai
stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.
Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya
yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.
Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan
sehingga mudah menjadi aus.
Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain.
Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai
28
Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras
dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 2 – 3,5 cm.
Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat nonstructural
yang berfungsi sebagai lapisan aus dan penggunaan bahan aspal diperlukan agar
lapisan dapat bersifat kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang
berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas.
Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur
rencana, serta pentahapan kontruksi agar di capai manfaat yang sebesar-besarnya
dari biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan berikutnya merupakan jenis lapisan
yang bersifat structural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda, antara lain:
Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat
pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh
aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis.
Tebal lapisan bervariasi antara 4 – 10 cm.
Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan
bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal
lapisan padat antara 3 – 5 cm.
Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran
aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus dicampur,
dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam
campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan
29
Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan
37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh
campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan
tebal nominal rancangan.
b. Lapis Pondasi Atas (base course)
Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan
ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu material yang digunakan
harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar.
c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course)
Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis
pondasi dan tanah dasar. Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di
permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar
untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan lain diletakkan
di atas tanah dasar, sehingga secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh
konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar.
30 II.3.1. AGREGAT
Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan
berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan,
agregat buatan atau agregat artifisial.
Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar,
agregat halus, bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan
bahan tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang
akan dipergunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah
memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam
buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut
Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk
Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, 2010 Revisi III memberikan persyaratan
untuk agregat sebagai berikut.
1. Agregat Kasar
Tabel 2.3. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.
Jenis pemeriksaan Standart Syarat
maks/min
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan
natrium dan magnesium sulfat. SNI 3407-2008
Maks. 12 %
Maks 18%
Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 2417-2008 Maks. 40 %
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439-2011 Min. 95 %
Angularitas SNI 7619-2002 95/90(*)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) ASTM D4791 Maks. 10 %
31
Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI
Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010 Revisi III Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5
2. Agregat Halus
Tabel 2.4.Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal.
Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 60 %
Material lolos saringan No. 200 SNI ASTM C117:2012 Maks. 10 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %
Kadar Lempung SNI 3432 : 2008 Maks. 1%
Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI
Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010 Revisi III)
3. Bahan Pengisi (filler)
Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan yang
lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan
no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup kering
untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan pengisi
yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement (PC), debu
32 plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal beton sangat
dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat kaku dan mudah
retak disamping memerlukan aspal yang banyak untuk memenuhi workability.
Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran menjadi sangat lentur dan mudah
terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga menghasilkan jalan yang
bergelombang.
Tabel 2.5. Gradasi Bahan Pengisi.
Ukuran Saringan Persen Lolos
No. 30 (600 mikron) 100
No. 50 (300 mikron) 95 – 100
No. 200 (75 mikron) 70 – 100
Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal)
Material filler bersama-sama dengan aspal membentuk mortar dan
berperan sebagai pengisi rongga sehingga meningkatkan kepadatan dan ketahanan
campuran serta meningkatkan stabilitas campuran, sedangkan pada campuran
laston filler berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dalam campuran. Pada
prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan
mengurangi kepekaan terhadap temperature. Meningkatkan komposisi filler dalam
campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air
void (rongga udara) dalam campuran. Berikut hasil pengujian kandungan apa saja yang terkandung dalam Semen dan Abu Vulkanik Gunung Sinabung. Dan Abu
33 Tabel 2.6. Kandungan dalam Semen Portland dan Abu Vulkanik Sinabung
Sumber : Laboratorium FMIPA Kimia Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 Kandungan dalam Abu Kapur
Sumber : Rosenqvist T., 2004, “Principles Of Extractive Metallurgy”, Second Edition,
34
4. Gradasi Gabungan
Gradasi untuk gabungan campuran aspal ditunjukkan dalam persen
terhadap berat aggregat dan bahan pengisi ,harus memenuhi batas-batas
yang diberikan dalam tabel spesifikasi umum 2010 revisi III
Tabel.2.8 Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran
Aspal
Sumber :Spesifikasi Umum 2010
35 II.3.2. ASPAL
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan
yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat
cukup pemanasan dan sebaliknya. Jenis Aspal yang digunakan adalah Aspal
buatan ( Minyak )Aspal minyak dengan bahan dasar aspal AC (asphalt
concrete).dan ditentukan berdasarkan spesifikasi divisi VI 2010 Revisi III pada
tabel 2.8
Tabel 2.9 Persyaratan aspal minyak pada spesifikasi umum
36 II.4. MARSHALL TEST
Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama
dengan The Missisippi State Highway Departement. Penelitian ini dilanjutkan the
u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan
pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria
rancangan campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan
menggunakan alat pemeriksaan Marshall yang terdiri dari Volumetric
Characteristic dan Marshall Properties. Volumetric Characteristic akan
menghasilkan parameter-parameter: void in meineral agregate (VMA), void in
mix (vim), void filled with asphalt (VFWA) dan density. Sedangkan marsall
properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan (flow) yang diperoleh dari hasil
pengujian dengan alat marshall.Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan
ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan
agregat.
Tabel 2.10.Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)
37 Akan sangat sulit mencari metode pengujian yang dapat meneliti semua faktor
tersebut hanya dalam satu cara. Tetapi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut
dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh dari
pengujian dengan alat marshall, antara lain:
a. Stabilitas
b. Marshall quetient (MQ)
c. Kelelehan
d. Rongga dalam campuran (VIM)
e. Rongga dalam agregat (VMA)
Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO
T 245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh
benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan perbandingan
stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotien, yang
merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di
gunakan terdiri dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang
dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs)
dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan
38 II.4.1. PENGUJIAN MARSHALL UNTUK PERENCANAAN CAMPURAN.
Untuk keperluan pencampuran, agreat dan aspal di panaskan pada suhu
dengan nilai viskositas aspal 170 20 centistokes (cst) dan di padatkan pada suhu
dengan nilai viskositas aspal 280 30 cst. Alat yang di gunakan untuk proses
pemadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder
dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur
dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan.
Pengujian Marshall untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah
metode pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1
inchi) dan menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan
persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut :
a. Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada
b. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratan
c. Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari
semua agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal
keras harus dihitung lebih dahulu.
Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa
volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.
Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada
temperatur ( ). Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu
campuran beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban
maksimum yang di berikan selama pengujian stabilitas. Pada penentuan kadar
aspal optimum untuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam
39 kadar aspal yang berbeda sehingga di dapatkan suatu kurva lengkung yang teratur.
Pengujian agar direncanakan dengan dasar 1/2 % kenaikan kadar aspal dengan
perkiraan minimum 2 kadar aspal di bawah optimum.
II.4.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat
Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder
dan dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan
beberapa kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar
adalah sebagai berikut:
a. Timbang benda uji di udara
b. Selimuti benda uji dengan parafin
c. Timbang benda uji berparafin di udara
d. Timbang benda uji berparafin di air
Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan
menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti prosedur ASTM
D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Timbang benda uji di udara
b. Timbang benda uji SSD di udara
c. Rendam benda uji di dalam air
d. Timbang benda uji SSD di dalam air
II.4.1.2. Pengujian Stabilitas dan Kelelehan (flow)
Setelah penentuan berat jenis bulk benda uji dilaksanakan pengujian
stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur
40
a. Rendam benda uji pada temperatur ( ) selama 30-40 menit
sebelum pegujian
b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada
alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh.
II.4.1.3. Pengujian Volumetrik
Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa
rongga-density, sifat tersebut adalah:
a. Berat isi atau berat jenis bena uji padat
b. Rongga dalam agregat mineral
c. Rongga udara dalam campuran padat
Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis
masing-masing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan.
Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut:
41 Keterangan gambar:
Vma = Volume rongga dalam agregat mineral
Vmb = Volume contoh padat
Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran
Va = Volume rongga udara
Vb = Volume aspal
Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat
Vbe = Volume aspal effektif
Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah)
Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif)
Wb = Berat aspal
Ws = Berat agregat
= Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3)
Gmb = Berat jenis curah campuran padat
% rongga =
% Vma =
Density =
= Gmb
Rongga pada agregat mineral (VMA) dinyatakan sebagai persen dari total
volume rongga dalam benda uji, merupakan volume rongga dalam campuran yang
tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga dalam campuran, Va
atau sering disebut VIM, juga dinyatakan sebagai persen dari total volume benda