• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan lembaga bantuan hukum Street Lawyer Legal Aid dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu : laporan kerja praktek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan lembaga bantuan hukum Street Lawyer Legal Aid dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu : laporan kerja praktek"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Tempat Tanggal Lahir : Belinyu, 8 April 1988

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat : Jln. Sekeloa Selatan, RT. 005, RW. 015.

Telepon : 085222387002

Pendidikan Formal :

- SD Negeri 67 (sekarang SD Negeri 62) Riding Panjang Belinyu, Bangka.

- SMP Negeri 2 Belinyu, Bangka.

- SMA Bakti Sungaliat, Bangka.

(3)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kerja Praktek Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Komputer Indonesia

Disusun Oleh : Herwin Susastra

NIM : 31608022 Pembimbing : Febilita Wulan Sari, S. H

NIP. 4127.33.00.007

JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(4)
(5)

ii

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-nya, shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar kita Muhammad S.A.W, bahwa penulis masih diberikan kesempatan untuk dapat mensyukuri segala nikmat-nya, berkat taufik dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek dengan judul “PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM STREET LAWYER LEGAL

AID DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM KEPADA

MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU”.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam pembuatan salah satu ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi substansi maupun tata bahasa, sehingga kiranya masih banyak yang perlu didalami dan diperbaiki. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang insyaallah dengan jalan ini dapat diperbaiki kekurangan dikemudian hari.

(6)

iii

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, S.E., A.K., M.S selaku Pembantu Rektor I Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Bapak Prof. Dr. Moh. Tajuddin, M.A. selaku Pembantu Rektor II Universitas Komputer Indonesia;

4. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Aelina Surya, selaku Pembantu Rektor III Universitas Komputer Indonesia;

5. Yth. Bapak Prof. Dr. H.R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

6. Yth. Ibu Hetty Hassanah, S.H., M.H selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Ibu Febilita Wulan sari, S.H selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Bapak Budi Fitriadi, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Inonesia;

(7)

iv

12.Yth. Ibu Rachmani Puspitadewi., S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

13.Yth. Bapak Sigid Suseno., S.H., M.H selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

14.Yth. Yani Brilyani Tavipah., S.H., M.H selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

15.Yth. Ibu Rika Rosilawati, A.Md selaku Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

16.Yth. Bapak Muray selaku Karyawan Fakultas Hukum Universitas

Komputer Indonesia;

17.Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

18.Teman-teman seperjuangan dari Kecamatan Belinyu Provinsi Bangka-Belitung;

19.Tim LBH Street Lawyer Legal Aid;

(8)

v

(9)

vi

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN ...

BAB II LANDASAN TEORI ...

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTEK ...

BAB IV ANALISIS ...

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...

DAFTAR PUSTAKA ...

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN

ii

vi

vii

1

6

33

49

116

(10)

119

Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1988.

Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994;

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Peyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006;

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan

Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, 2008;

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993;

Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Jaminan Tinjauan Sosio Yuridis, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983;

B. Undang-Undang

Undang-Undang Dasar 1945.

Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

(11)

120

(12)

1 A. Latar Belakang

Kerja Praktek adalah bentuk penyelenggaraan perkuliahan yang pelaksanaannya merupakan perpaduan teoritis dalam materi perkuliahan dengan dunia praktisi dalam pekerjaan yang berkaitan di bidang hukum. Pelaksanaan Kerja Praktek (KP) merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa dan merupakan salah satu usaha untuk menciptakan lulusan Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) khususnya Fakultas Hukum yang berkualitas dan menjadi manusia yang seutuhnya yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, sehingga dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat di mana usaha ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ke 3 (tiga) yaitu pengabdian kepada masyarakat dimana disebutkan pengabdian pada masyarakat merupakan serangkaian aktivitas dalam rangka kontribusi perguruan tinggi terhadap masyarakat yang bersifat konkrit dan lansung dirasakan manfaatnya dalam waktu yang relatif pendek.

Pelaksanaan kerja praktek (KP) yang diwujudkan dalam kerja di suatu lembaga bantuan hukum minimal selama 100 (seratus) jam sebagai salah satu syarat tugas akhir kerja praktek (KP) merupakan kegiatan mahasiswa atau

(13)

keterampilan agar dapat menumbuhkan manusia yang dapat membangun dirinya sendiri, bertanggung jawab di dalam dunia kerja serta dapat memecahkan permasalahan-permasalahan hukum. Adapun tujuan mengikuti kegiatan kerja praktek (KP) di Lembaga Bantuan Hukum diharapkan mahasiswa dapat mencapai tujuan untuk :

1. Mengetahui lebih jauh tentang Lembaga Bantuan Hukum dan sistem kerja di dalam lembaga bantuan hukum;

2. Mempelajari persoalan-persoalan yang terjadi di Lembaga Bantuan Hukum;

3. Mempelajari aplikasi bantuan hukum terhadap masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum;

4. Mempelajari aplikasi dan relevansi dengan bahan kuliah dalam praktek;

5. Mempelajari cara menangani permasalahan-permasalahan hukum.

(14)

Untuk itu, penulis membuat laporan kerja praktek (KP) ini dengan judul “PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM STREET LAWYER LEGAL

AID DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM KEPADA

MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU”.

B. Sejarah Terbentuknya Lembaga Bantuan Hukum Street Lawyer Legal Aid

Lembaga Bantuan Hukum Street Lawyer Legal Aid resmi berdiri pada tanggal 9 Agustus 2009 yang didirikan oleh advokat muda yakni, Rangga Lukita Desnata, Aria Ramadhan, Frangky T Silitonga, dan Nasib Maringan Silaban, dengan disahkan lewat akta Notaris Bliamto Silitonga tertanggal 12 Oktober 2009, serta didirikan di Jl. Basuki Rahmat, No. 28, Jakarta Timur.

Berdirinya Lembaga Bantuan Hukum Street Lawyer dilatarbelakangi rasa kepedulian terhadap masyarakat yang tidak mampu dan kekesalan melihat suramnya wajah penegakan hukum di Indonesia serta masih banyaknya kaum marginal baik secara ekonomi maupun politik yang tidak mendapatkan keadilan. Nama “Street Lawyer” sendiri terinspirasi novel yang ditulis oleh John Grisham dengan judul “Street Lawyer”.

(15)

daerah, namun dengan tekad keras para anggota menjadikan LBH ini masih tetap berjalan dengan menerapkan subsidi silang, misalnya ada klien yang membutuhkan bantuan hukum, tetapi uangnya tidak cukup membayar advokat komersil, maka LBH bisa membantu dengan biaya sesuai kemampuan klien khususnya untuk kasus perdata, dan nantinya biaya klien tersebut untuk klien yang tidak memiliki biaya sama sekali, dan sisanya untuk biaya operasional. Pada prinsipnya Lembaga Bantuan Hukum Street Lawyer ini seperti Lembaga Bantuan Hukum-Lembaga Bantuan Hukum lainnya yang menangani perkara dengan tidak mengharapkan imbalan dari pihak berperkara yang tidak mampu.

C. Waktu dan Tempat Lokasi Kerja Praktek

Penulis melakukan Kerja Praktek selama 175 jam, terhitung dari pukul 09.00-17.00 WIB sejak tanggal 18 juli 2011 sampai dengan tanggal 20 Agustus 2011, bertempat di LBH Street Lawyer Legal Aid yang berloksi di Jl. Jend. Basuki Rahmat KP. Melayu No.28 Jakarta Timur 13350 Indonesia.

D. Visi dan Misi Lembaga Bantuan Hukum Steer Lawyer Legal Aid

(16)

E. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Apakah dasar hukum LBH Street Lawyer Legal AID dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu ?

2. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh LBH Street Lawyer Legal AID dalam menangani klien yang tidak mampu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat ?

(17)

6 A. Pengertian Bantuan Hukum

Istilah bantuan hukum merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Masyarakat baru mengenal dan mendengarnya pada sekitar tahun 1970-an. Aliran lembaga bantuan hukum yang berkembang di negara Indonesia pada hakikatnya tidak luput dari arus perkembangan bantuan hukum yang terdapat pada negara-negara yang sudah maju. Sebelum membahas pengertian bantuan hukum, harus diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hukum. Berbicara tentang batasan pengertian hukum, hingga saat ini para ahli bantuan hukum belum menemukan batasan yang baku dan memuaskan banyak pihak. Berbagai batasan pengertian hukum tersebut antara lain :

1. J. Van Kan

Mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa yang melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.

2. Prof. Dr. Borst

(18)

3. Prof. Paul Scholten

Pengertian hukum tidak mungkin dibuat dalam satu kalimat dan tergantung kedudukan manusia dalam masyarakat.

4. Mr. T. Kirch

Hukum menyangkut unsur penguasa, unsur kewajiban, unsur kelakuan dan perbuatan manusia.

5. Dr. E. Utrecht

Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat.

Selain itu, menurut Punardi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto hukum mempunyai arti antara lain : 1

1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas kekuatan pemikiran;

2. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi;

3. Hukum sebagai kaedah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau keperilakuan yang pantas atau diharapkan;

1

(19)

4. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat dan kaedah-kaedah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis;

5. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegkan hukum (law-enforment officer);

6. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni proses diskreasi;

7. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur pokok dalam sistem kenegaran;

8. Hukum sebagai sikap tindak atau keperikelakuan yang teratur, yaitu keperilakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian;

9. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang baik dan buruk.

Memberikan definisi atau pengertian dari bentukan hukum dan sistem hukum Indonesia bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan tidak ada suatu undang-undang atau peraturan yang secara spesifik memberikan definisi atau pengertian mengenai bantuan hukum.

(20)

bantuan hukum dan tidak memaparkan secara jelas apa yang dimaksud dengan bantuan hukum itu sendiri.

Tidak terdapatnya rumusan pengertian bantuan hukum secara jelas, maka perlu dirumuskan konsep tentang pengertian bantuan hukum. Pada dasarnya, baik Eropa maupun di Amerika, terdapat dua model (sistem) bantuan hukum, yaitu :2

1. Ajuridicial Right (model yuridis-individual)

Model A Juridicial Right menekankan pada sifat individualistis. Sifat individualistis ini maksudnya adalah setiap orang akan selalu mendapat hak untuk memperoleh bantuan hukum.

Pada model yuridis individual masih terdapat ciri-ciri pola klasik dari bantuan hukum, artinya permintaan akan bantuan hukum atau perlindungan hukum tergantung pada warga masyarakat yang memerlukannya. Warga masyarakat yang memerlukan bantuan hukum menemui pengacara, dan pengacara akan memperoleh imbalan atas jasa-jasa yang diberikan kepada negara. Jadi, bilamana seseorang tidak mampu, maka seseorang itu akan mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo).

2

(21)

2. A Welfare Right (model kesejahteraan)

Sistem hukum di Amerika Serikat agak berbeda. Bantuan hukum di Amerika Serikat berada dibawah pengaturan criminal justice act dan economic opportunity act. Kedua peraturan tersebut mengarahkan

bantuan hukum sebagai alat untuk mendapatkan keadilan bagi seluruh rakyat, terutama bagi mereka yang tidak mampu.

Bila melihat kedua model bantuan hukum tersebut, dapat diambil kesimpulan, dimana di satu pihak bantuan hukum dapat dilihat sebagai suatu hak yang diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan-kepentingan individual dan di lain pihak sebagai suatu hak akan kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka perlindungan sosial yang diberikan suatu negara kesejahteraan. Kedua model bantuan hukum tersebut kemudian menjadi model dasar beberapa pengertian tentang bantuan hukum yang berkembang di dunia barat pada umumnya. Pengertian bantuan hukum mempunyai ciri dalam istilah yang berbeda, yaitu :3

1. Legal aid

Bantuan hukum, sistem nasional yang diatur secara lokal dimana bantuan hukum ditunjukan bagi mereka yang kurang keuangannya dan tidak mampu membayar penasehat hukum pribadi. Dari pengertian ini jelas bahwa bantuan hukum yang dapat membantu mereka yang tidak

3

(22)

mampu menyewa jasa penasehat hukum. Jadi Legal aid berarti pemberian jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu kasus atau perkara dimana dalam hal ini :

a. Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cuma-cuma;

b. Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak mampu dalam lapisan masyarakat miskin;

c. Degan demikian motivasi utama dalam konsep legal aid adalah menegakkan hukum dengan jalan berbeda kepentingan dan hak asasi rakyat kecil yang tidak punya dan buta hukum.

2. Legal assistance

Pengertian legal assistance menjelaskan makna dan tujuan dari

(23)

masyarakat advokat kepada masyarakat mampu dan tidak mampu. Tafsiran umum yang dianut belakangan ini adalah legal aid sebagai bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu.

3. Legal Service

Clarence J. Diaz memperkenalkan pula istilah “legal service”4. Pada umumnya kebanyakan lebih cendrung memberi pengertian yang lebih luas kepada konsep dan makna legal service dibandingkan dengan konsep dan tujuan legal aid atau legal assistance.

Bila diterjemahkan secara bebas, arti dari legal service adalah pelayanan hukum, sehingga dalam pengertian legal service, bantuan hukum yang dimaksud sebagai gejala bentuk pemberian pelayanan oleh kaum profesi hukum kepada khalayak di dalam masyarakat dengan maksud untuk menjamin agar tidak ada seorang pun di dalam masyarakat yang terampas haknya untuk memperoleh nasehat-nasehat hukum yang diperlukannya hanya oleh karena sebab tidak dimilikinya sumber daya finansial yang cukup.

Istilah legal service ini merupakan langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar operasi sistem hukum di dalam kenyataan tidak akan menajdi diskriminatif sebagai adanya perbedaan tingkat penghasilan, kekayaan dan sumber-sumber lainnya yang dikuasai individu-individu di dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada

4

(24)

konsep dan ide legal service yang terkandung makna dan tujuan sebagai berikut :

a. Memberi bantuan kepada anggota masyarakat yang operasionalnya bertujuan menghapuskan kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam penegakan dan pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan.

b. Dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hukum itu sendiri oleh aparat penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang dibenarkan hukum bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan miskin.

c. Di samping untuk menegakkan hukum dan penghormatan kepada yang di berikan hukum kepada setiap orang, legal service di dalam operasionalnya, lebih cendrung untuk menyelesaikan setiap persengketaan dengan jalan menempuh cara perdamaian.

Pelaksanaan di Indonesia, dalam kenyataan sehari-hari jarang sekali membedakan ketiga istilah tersebut, dan memang tampak sangat sulit memilih istilah bahasa hukum Indonesia bagi bentuk bantuan hukum di atas, baik di kalangan profesi hukum dan praktisi hukum, dan apalagi masyarakat yang awam hanya mempergunakan istilah “bantuan hukum”.

(25)

Pada tahun 1976, Simposium Badan Kontak Profesi Hukum Lampung merumuskan pengertian bantuan hukum sebagai pemberian bantuan hukum kepada seorang pencari keadilan yang tidak mampu yang sedang menghadapi kesulitan di bidang hukum di luar maupun di muka pengadilan tanpa imbalan jasa.

Pengertian bantuan hukum yang lingkup kegiatannya cukup luas ditetapkan dalam Lokakarya Bantuan Hukum Tingkat Nasional tahun 1978 yang menyatakan bahwa bantuan hukum yang diberikan kepada golongan tidak mampu (miskin) baik secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat tidak mampu secara kolektif. Lingkup kegiatan meliputi pembelaan, perwakilan baik di luar maupun di dalam pengadilan, pendidikan, penelitian dan penyebaran gagasan.

Meskipun tidak dapat pengertian yang pasti mengenai apa yang dimaksud dengan bantuan hukum, namun secara umum arti bantuan hukum adalah bantuan memberikan jasa untuk :

1. Memberikan nasehat hukum;

2. Bertindak sebagai pendamping dan membela seseorang yang dituduh atau didakwa melakukan kejahatan dalam perkara pidana.

(26)

B. Fungsi dan Tujuan dari Pemberian Bantuan Hukum

Arti dan tujuan program bantuan hukum berbeda-beda dan berubah-ubah, bukan saja dari suatu negara ke negara lainnya, melainkan juga dari satu zaman ke zaman lainnya, suatu penelitian yang mendalam tentang sejarah pertumbuhan program bantuan hukum telah dilakukan oleh Dr. Mauro Cappeleti, dari penelitian tersebut ternyata program bantuan hukum kepada masyarakat miskin telah dimulai sejak zaman Romawi. Dari penelitian tersebut, dinyatakan bahwa tiap zaman arti dan tujuan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu erat hubungannya dengan nilai-nilai moral, pandangan politik dan falsafah hukum yang berlaku.5

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa banyak faktor yang turut berperan dalam menentukan apa yang sebenarnya menjadi tujuan dari pada suatu program bantuan hukum itu sehingga untuk mengetahui secara jelas apa sebenarnya yang menjadi tujuan daripada suatu program bantuan hukum perlu diketahui bagaimana cita-cita moral yang menguasai suatu masyarakat, bagaimana kemauan politik yang dianut, serta falsafah hukum yang melandasinya. Misalnya saja pada zaman Romawi pemberian bantuan hukum oleh patron hanyalah didorong motivasi mendapatkan pengaruh dari rakyat. Pada zaman abad pertengahan masalah bantuan hukum ini mendapat motivasi baru sebagai akibat pengaruh agama Kristen, yaitu keinginan untuk berlomba-lomba memberikan derma (charity) dalam bentuk membantu masyarakat miskin. Sejak revolusi

5

(27)

Perancis dan Amerika sampai zaman modern sekarang ini, motivasi pemberian bantuan hukum bukan hanya charity atau rasa prikemanusiaan kepada orang-orang yang tidak mampu, melainkan telah menimbulkan aspek “hak-hak politik” atau hak warga negara yang berlandaskan kepada konsitusi modern. Perkembangan mutakhir, konsep bantuan hukum kini dihubungkan dengan cita-cita negara kesejahteraan (welfare state) sehingga hampir setiap pemerintah dewasa ini membantu program bantuan hukum di negara-negara berkembang khususnya Asia.

Arti dan tujuan program bantuan hukum di Indonesia adalah sebagimana tercantum dalam anggaran dasar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) karena Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mempunyai tujuan dan ruang lingkup kegiatan yang lebih luas dan lebih jelas arahannya sebagai berikut :

1. Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya;

2. Membidik masyarakat dengan tujuan membutuhkan dan membina kesadaran akan hak-hak sebagai subjek hukum;

3. Mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hukum disegala bidang.

(28)

lebih luas, yaitu meningkatkan kesadaran hukum daripada masyarakat sehingga mereka akan menyadari hak-hak mereka sebagai manusia dan warga negara Indonesia. Bantuan hukum juga berarti berusaha melaksanakan perbaikan-perbaikan hukum agar hukum dapat memenuhi kebutuhan rakyat dan mengikuti perubahan keadaan meskipun motivasi atau rasional daripada pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu berbeda-beda dari zaman ke zaman, namun ada satu hal yang kiranya tidak berubah sehingga menrupakan satu tujuan yang sama, yaitu dasar kemanusiaan (humanity).

Adapun tujuan Program Bantuan Hukum yaitu berkaitan dengan aspek-aspek seperti berikut :

1. Aspek Kemanusiaan

Tujuan dari program bantuan hukum ini adalah untuk meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu di depan pengadilan, dengan demikian, ketika masyarakat golongan tidak mampu berhadapan dengan proses hukum di pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum.

2. Peningkatan Kesadaran Hukum

(29)

hukum akan tampil melalui sikap dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajiban secara hukum.

C. Dasar Pemberian Bantuan Hukum

Hak memperoleh bantuan hukum bagi setiap orang yang tersangkut suatu perkara merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak dalam memperoleh bantuan hukum itu sendiri perlu mendapat jaminan dalam pelaksanaannya.

Program pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) :

a. Pasal 56 ayat (1) yang menyatakan bahwa : Dalam hal tersangka

atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas (15) tahun atau lebih bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima (5) tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka;

(30)

2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273 RBG yang menyatakan bahwa : Barang siapa yang hendak berpekara baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat memperoleh izin untuk berpekara dengan Cuma-Cuma.

3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara cuma-cuma.

5. Intruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Lembaga Bantuan Hukum.

6. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Peradilan Tata Usaha Negara.

(31)

Kenyataan yang jelas dalam hukum positif, penegakan hukum di Indonesia telah mengenal bantuan hukum sepanjang yang menyangkut pemeriksaan perkara dalam perkara pidana, yaitu :6

1. Bantuan hukum yang dirumuskan dalam Pasal 250 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR).

Sekalipun dalam dasar bantuan hukum pada pokoknya hanya tercantum pada Pasal 250, tidak berarti adanya pembatasan hak terdakwa mendapat pembela sebagai orang yang memberi bantuan hukum. Namun HIR hanya memperkenalkan bantuan hukum kepada terdakwa di hadapan proses pemeriksaan persidangan pengadilan, sedangkan kepada tersangka pada proses tingkat pemeriksaan penyidikan, HIR belum memberi hak untuk mendapat bantuan hukum. Dengan demikian, HIR belum memberi hak untuk mendapatkan dan berhubungan dengan seorang penasehat hukum pada semua tingkat pemeriksaan, hanya terbatas sesudah memasuki taraf pemeriksaan di sidang pengadilan.

Demikian juga kewajiban bagi peradilan untuk menunjuk penasehat hukum, hanya terbatas pada tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati. Di luar tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati, tidak ada kewajiban bagi pengadilan untuk menunjuk penasehat hukum memberi bantuan hukum kepada terdakwa.

6

(32)

Meskipun daya laku HIR terbatas, bisa ditafsirkan sebagai awal mula pelembagaan bantuan hukum ke dalam hukum positif kita. Meskipun HIR tidak diperlukan secara penuh tetapi HIR adalah pedoman yang tampaknya juga diterima sebagai kenyataan praktek. HIR ini masih tetap di anggap sebagai pedoman sampai dilahirkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman.

2. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Penjelasan di dalam UU No. 48 Tahun 2009, diatur suatu ketentuan yang jauh lebih luas dengan apa yang dijumpai dalam HIR. Pada UU No. 48 Tahun 2009, terdapat satu bab yang khusus memuat ketentuan tentang bantuan hukum yang terdapat pada bab XI dan terdiri dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 37.

Penggarisan ketentuan mengenai bantuan hukum yang diatur dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 antara lain telah menetapkan hak bagi setiap orang yang tersangkut urusan perkara untuk memperoleh bantuan hukum (Pasal 56 ayat 1). Ketentuan ini memperlihatkan asas bantuan hukum telah diakui sebagai hal yang penting, akan tetapi Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 belum sampai kepada taraf yang meletakkan asas “wajib” memperoleh bantuan hukum karena dalam hal ini memperoleh bantuan hukum masih berupa “hak”.

(33)

memperoleh bantuan hukum sejak dilakukan penangkapan atau penahanan (Pasal 57 ayat 2). Sifat hak memperoleh bantuan hukum pada taraf penangkapan atau penahanan baru bersifat “hak” menghubungi dan meminta bantuan penasehat hukum” dan bagaimana cara menghubungi dan meminta bantuan penasehat hukum. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 belum secara jelas mengatur tentang bantuan hukum sebagaimana yang ditur dalam Pasal 36 dan 37 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sehingga diperlukan pengaturan lebih lanjut. Diundangkannya Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 maka telah diletakkan dasar-dasar bagi peradilan maupun hukum acara, khususnya acara pidana. Namun, Undang-undang tersebut hanya berisikan pokok-pokok yang masih memerlukan pengaturan di dalam bentuk peraturan pelaksanaan dan belum memuat aturan tata cara pelaksanaannya.

D. Bantuan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

(34)

Selanjutnya akan diuraikan mengenai ketentuan-ketentuan bantuan hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut :7

1. Mengenai hak untuk memperoleh bantuan hukum terdapat dalam Pasal-Pasal 54,55, 56, 57, 58, 59, 60 dan 114 KUHAP. Di dalam pasal-pasal tersebut secara tegas memberikan jaminan tentang hak bantuan hukum, oleh karena itu ketentuan tersebut harus dapat dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan.

2. Waktu pemberian bantuan hukum terdapat dalam Pasal 69 dan 70 (ayat 1). Menurut ketentuan pasal tersebut bahwa bantuan hukum kepada seseorang yang tersangkut suatu perkara pidana sudah dapat diberikan bantuan hukum seak saat ditangkap dan ditahan, penasehat hukum dapat berhubungan dan berbicara dengan tersangka atau terdakwa pada setiap waktu dan setiap tingkat pemeriksaan.

3. Pengawasan pelaksanaan bantuan hukum diatur dalam Pasal 70 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan pasal 71, dalam ketentuan ini dimaksudkan agar penasehat hukum benar-benar memanfaatkan hubungan dengan tersangka untuk kepentingan daripada pemeriksaan, bukan untuk menyalahgunakan haknya, sehingga dapat menimbulkan kesulitan dalam pemeriksaan.

4. Wujud daripada bantuan hukum yang dimaksud adalah tindak-tindak atau perbuatan-perbuatan apa saja yang harus dilakukan oleh penasehat hukum terhadap perkara yang dihadapi oleh tersangka, yaitu :

7

(35)

a. Pada Pasal 115 mengikuti jalannya pemeriksaan terhadap tersangka oleh penyidik dengan melihat dan mendengar kecuali kejahatan terhadap keamanan negara, penasehat hukum hanya dapat melihat tetapi tidak mendengar;

b. Pasal 123, penasehat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan;

c. Pasal 79 dan Pasal 124, penasehat hukum dapat mengajukan permohonan untuk diadakan prapradilan;

d. Penasehat hukum dapat mengajukan penuntutan ganti kerugian dan atau rehabilitasi untuk tersangka atau terdakwa sehubungan dengan Pasal 95, 97, dan 79;

e. Pasal 156, penasehat hukum dapat mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima;

f. Pasal 182, penasehat hukum dapat mengajukan pembelaan;

g. Pasal 233, penasehat hukum dapat mengajukan banding;

h. Pasal 245, penasehat hukum dapat mengajukan kasasi.

(36)

Pidana (KUHAP), masih sama dengan diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yaitu baru sampai taraf “pemberian hak”.

E. Bantuan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

Bantuan hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat ini merupakan penjelasan yang lebih rinci dari bantuan hukum yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di dalam undang-undang nomor 18 tahun 2003 ini ada 13 bab dan 36 pasal, diantara bab-bab dan pasal-pasal tersebut mengatur tentang advokat, pengawasan hak dan kewajiban advokat, honorarium, bantuan hukum cuma-cuma, advokat asing, atribut, kode etik dan dewan kehormatan advokat, serta organisasi advokat.

Sejak berlakunya undang-undang advokat, maka semua istilah yang diberikan kepada profesi hukum, seperti advokat, pengacara, penasehat hukum, konsultan hukum ataupun istilah lain, seperti kuasa hukum dan pembela disepakati menjadi satu istilah yaitu advokat, sebagaimana yang ditegaskan dalam undang-undang advokat dalam Pasal 1 angka 1, yang berbunyi :

(37)

Selanjutnya angka 2 berbunyi :

“jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultan hukum, menjalankan tugas, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”.

Sementara Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Advokat kemudian mensyaratkan bahwa advokat, penasehat hukum, pengacara praktek dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat undang-undang advokat mulai berlaku dan dinyatakan telah diangkat sebagai advokat, hal ini sekaligus menegaskan bahwa dalam praktek profesi hukum yang mandiri di Indonesia memang ada fenomena dua arus utama yaitu profesi hukum yang berpraktek di luar pengadilan maupun didalam pengadilan.

Sejak berlakunya undang-undang advokat, maka pengangkatan seseorang menjadi advokat yang sebelumnya dilakukan oleh Pengadilan Tinggi dan diistilahkan sebagai pengacara praktek dan oleh Menteri Kehakiman yang diistilahkan sebagai advokat telah beralih menjadi kewenangan organisasi advokat, dimana berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang advokat dinyatakan bahwa “pengangkatan advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat”.

(38)

advokat merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki, setelah itu baru dapat mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh Organisasi Advokat.

Masa mendatang pendidikan advokat diharapkan mempunyai standarisasi kurikulum yang baku, misi, filosofi, metodologi pengajaran, ruang lingkup substansi dan materi, lama masa pendidikan, persyaratan dan kualisifikasi serta status dan predikat kelulusan. Misi dan filosofi kurikulum pendidikan advokat harus disusun berbasis kompetensi, di mana pendidikan advokat sebaiknya menghasilkan praktisi hukum yang berkualitas tinggi, dalam arti secara komprehensif memiliki kredibilitas dan kapabilitas dalam menjalankan profesinya.

Kredibilitas, kurikulum pendidikan advokat harus dapat menghasilkan seorang praktisi hukum yang matang, berkeperibadian, bermartabat, menjunjung tinggi sumpah profesi, menghormati hukum dan keadilan serta memahami dan melaksanakan ketentuan dan prinsip-prinsip yang tergantung dalam kode etik profesi advokat. Kapabilitas, kurikulum pendidikan advokat harus dapat menghasilkan seorang praktisi hukum yang tidak hanya memahami teori-teori hukum secara mendalam tetapi yang lebih penting, harus mahir melakukan aplikasi teori-teori hukum tersebut kedalam realitas praktek yang sesungguhnya.

(39)

maka dalam penerimaan calon peserta dipertimbangkan persyaratan penguasaan dan pemahaman teori hukum serta memiliki bakat atau talenta yang cukup baik.

Pada saat sekarang ini pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kewajiban advokat untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo). Pemberian bantuan hukum ini ditujukan kepada pencari keadilan yang tidak mampu yang merupakan amanat Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang berbunyi :

“Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”.

F. Bantuan Hukum Dalam Perkara Pidana

Bantuan hukum dalam pengertiannya yang sangat luas dapat diartikan sebagai upaya untuk membantu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum.8 Pengertian bantuan hukum juga pernah ditetapkan oleh Lokakarya Bantuan Hukum Tingkat Nasional tahun 1978 yang menyatakan bahwa bantuan hukum merupakan kegiatan pelayanan hukum yng diberikan kepada golongan tidak mampu (miskin) baik secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat tidak mampu secara kolektif. Lingkup kegiatan dari bantuan hukum seperti dikatakan di atas meliputi pembelaan, perwakilan baik di luar maupun di dalam pengadilan, pendidikan, penelitian dan penyebaran gagasan. Dari keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa kegiatn bantuan hukum dapat

8

(40)

dilakukan di luar maupun di dalam pengadilan yang mana bantuan hukum tersebut ditujukan bagi mereka yang tergolong tidak mampu.

Pada perkara pidana, khususnya pada tahap penyidikan, bantuan hukum merupakan hak tersangka. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patutu diduga sebagai pelaku tindak pidana. Untuk itu perlu diselidiki, disidik dan diperiksa oleh penyidik, kemudian dutuntut dan diperiksa di muka persidangan, jika perlu terhadap tersangka dapat dilakukan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan benda sesuai cara yang ditentukan oleh undang-undang. Upaya-upaya tersebut dilakukan bertujuan untuk mencari suatu kebenaran materil. Pada hal ini, tersangka diberikan perlindungan hukum dalam bentuk seperangkat hak oleh undang-undang yaitu, secara umum meliputi :

1. Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili.

2. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwaan.

3. Hak untuk memberi keterangan secara bebas kepada penyidik.

4. Hak mendapat juru bahasa.

5. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan.

(41)

7. Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka yang ditahan.

8. Hak untuk diberitahu kelurganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksud yang sama diatas.

9. Hak untuk dikunjungi sanak keluarga yang tidak ada hubungan dengan perkara tersangka untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan kekeluargaan.

10.Hak tersangka untuk surat-menyurat dengan penasehat hukumnya.

11.Hak tersangka untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan.

12.Hak tersangka untuk mengajukan saksi dan ahli a de charge.

13.Hak tersangka untuk menuntut ganti kerugian.

Disamping hak-hak tersebut diatas, masih ada hak-hak tersangka yang lain dalam hal penangkapan, penahanan, penggeledahan, maupun penyitaan.

Berkaitan dengan hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum dalam proses

(42)

pemeriksaan, wajib memberitahu atau memperingatkan tersangka akan haknya untuk mencari dan mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau beberapa orang penasehat hukum. Penjelasan dari keterangan pasal tersebut dapat diketahui bahwa bantuan hukum merupakan hak dari tersangka, yang mana apabila tersangka tersebut menggunakan haknya, ia dapat mencari sendiri seorang penasehat hukum baginya. Apabila tersangka berasal dari golongan tidak mampu, hal ini diatur dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa “dalam hal tersangka atau terdakwa disangka dan didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka.” Penjelasan dari keterangan pasal tersebut, tersangka yang tidak mampu untuk mempunyai atau mendatangkan bantuan penasehat hukum yang mana ia diancam pidana lima tahun atau lebih, maka pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk penasehat hukum baginya. Dan penasehat hukum yang ditunjuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma.

(43)

tersebut menegaskan bahwa bantuan hukum yang diberikan oleh advokat diberikan secara cuma-cuma, bahkan hal itu merupakan suatu kewajiban bagi advokat.

(44)

33

Kerja Praktek adalah bentuk penyelenggaraan perkuliahan yang pelaksanaannya merupakan perpaduan teoritis dalam materi perkuliahan dengan dunia praktisi dalam pekerjaan yang berkaitan di bidang hukum. Pelaksanaan Kerja Praktek (KP) merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa dan merupakan salah satu usaha untuk menciptakan lulusan Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) khususnya Fakultas Hukum yang berkualitas dan menjadi manusia yang seutuhnya yaitu kecerdasan intelektual.

Berdasarkan kegiatan kerja praktek merupakan perkuliahan yang telah dilakukan selama kurang lebih satu bulan terhitung dari pukul 09.00 – 17.00 WIB sejak tanggal 18 Juli 2011 sampai tanggal 20 Agustus 2011 di Lembaga Bantuan Hukum Street Lawyer Legal Aid yang beralamat di Jl. Jend. Basuki Rahmat Kp. Melayu No. 28 Jakarta Timur 13350 Indonesia. Kegiatan kerja praktek untuk menggali dan menambah wawasan lebih luas penulis dalam melakukan berbagai hal dengan mempelajari lebih jauh tentang Lembaga Bantuan Hukum dan sistem kerja praktek di Lembaga Bantuan Hukum.

Merupakan kegiatan yang telah dilakukan selama kerja praktek tersebut adalah :

1. Diskusi bagaimana caranya jika klien sebagai pelapor meminta bantuan hukum untuk mendampingi sebagai kuasa hukumnya

Prosedur penerimaan kasus untuk calon klien :

a. Mengisi folmulir klien

(45)

untuk menentukan diterima atau tidak kasus tersebut.

d. Bilamana kasus bersifat individual, dan LBH tidak memiliki cukup sumber

daya manusia dan alokasi biaya berperkara, akan direkomendasikan :

1) Ditangani untuk kasus-kasus yang dapat membawa perubahan bagi sistem hukum dan terdapat tenaga/SDM

2) Diselesaikan oleh mitra dengan tetap berkonsultasi dengan advokat publik/assisten advokat publik untuk setiap langkah hukumnya

3) Dirujuk kepada jaringan kerja LSM yang khusus menangani perkara tertentu

4) Dirujuk ke kantor advokat alumni LBH-YLBHI jika klien/mitra tidak memenuhi syarat formal (mampu).

e. Setelah proses konsultasi, calon klien membayar administrasi.

f. Kasus yang bersifat massal, struktural, berdampak luas dan tidak mampu secara ekonomi, hukum dan politik, advokat publik/assisten advokat publik akan mengkoordinasikan dengan kepala operasional untuk membahas diterima/tidaknya kasus tersebut.

g. Jika diterima, maka advokat publik/assisten advokat publik akan ditugaskan melakukan proses advokasi kasus tersebut.

Tempat memperoleh informasi dan cara memperoleh bantuan hukum:

(46)

rangka kepentingan dan pembelaan hak-hak hukumnya, dapat meminta keterangan (informasi) dari instansi-instansi setempat misalnya :

1) Pengadilan Negeri/Tinggi

2) Kejaksaan Negeri/Tinggi

3) Lembaga Bantuan Hukum.

b. Cara memperoleh bantuan hukum

Untuk mendapatkan bantuan hukum yang disediakan oleh Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, masyarakat wajib mempersiapkan :

1) Surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa/ Lurah setempat

2) Surat pernyataan tidak mampu dari permohonan dan dibenarkan oleh Pengadilan Negeri setempat

3) Surat pernyataan tidak mampu dari pemohon dan dibenarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum setempat.

Seorang pelapor datang kepada advokat untuk meminta bantuan hukum, maka harus ada yang disiapkan oleh pelapor dan beberapa kewajiban advokat dalam membela kliennya, yaitu :

(47)

sebagai kuasa hukum pelapor.

c. Membuat dan mendatangani surat kuasa.

d. Mendampingi klien sejak pertama kali melapor ke SPK (Sentra Pelayanan Kepolisian) sampai ke proses berikutnya sesuai dengan apa yang tertera di dalam surat kuasa.

e. Ketika klien diperiksa di Sentra Pelayanan Kepolisian, sebagai penasehat hukum pelapor harus diam dan mendengarkan.

f. Apabila apa yang diucapkan klien kepada penyidik tidak sesuai dengan apa yang ada di kronologis kasus, maka penasehat hukum baru boleh mengatakan kepada penyidik bahwa tidak sesuai dengan apa yang di ucapkan klien dengan kronologis kasus.

g. Kuasa hukum mendampingi klien sesuai dengan apa yang tertera di dalam surat kuasa.

2. Mempelajari dan membuat surat kuasa

Secara umum pengertian surat kuasa adalah suatu dokumen dimana isinya seorang menunjuk dan memberi wewenang pihak lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas namanya. Tanpa surat kuasa penasehat hukum tidak berwenang melakukan perbuatan hukum apapun yang mengatasnamakan seseorang dalam menyelesaikan suatu perkara.

(48)

sedangkan surat kuasa umum adalah surat kuasa yang menerangkan bahwa pemberian kuasa tersebut hanya untuk hal-hal yang bersifat umum saja.

Secara umum, ciri-ciri surat kuasa adalah surat kuasa tertera tanggal, surat kuasa ditandatangani, nama dan identitas pemberi kuasa, hal-hal atau perbuatan hukum yang dikuasakan, ketentuan pelimpahan kuasa (subsitusi) dan tanda tangan pemberi kuasa dan penerima kuasa.

3. Mengikuti rapat agenda kerja yang dilakukan oleh tim LBH Street Lawyer

4. Mempelajari serta membuat surat somasi

Somasi adalah peringatan kepada pihak yang lalai melakukan kewajibannya, bisa dilakukan melalui pengadilan negeri dimana orang yang lalai berdomosili, bisa melalui surat lansung atau bahkan lansung bicara pada pihak yang lalai.

5. Mempelajari dan membuat surat pelimpahan perkara dan kepastian hukum dari Polres Muara Enim ke Polda Sumsel

Surat pelimpahan perkara merupakan sebagai tindakan untuk mencari kepastian hukum. Dalam penyidikan, penyidik melimpahkan perkara ke jaksa penuntut umum, dengan menyatakan berkas sudah cukup, akan tetapi jika jaksa

(49)

penuntut umum pun melimpahkan perkara ke pengadilan.

Sering kali klien tidak mendapat kepastian hukum di dalam proses

penyidikan ditingkat polsek atau polres karena kurangnya integritas dan moralitas penyidik di jajaran polsek dan di Polres, sehingga tidak adanya kepastian hukum yang diperoleh klien, sehingga kuasa hukum harus melimpahkan perkara ke Polda. Seperti kasus yang menimpa klien Street Lawyer, yaitu Ir. Mubri Akhmad Bin A.wamin sebagai pelapor No pol :LP/B-1/1971/XI/2007/KA SPK, tertanggal21 November 2007.

6. Mempelajari somasi kasus Labschool Cibubur dan tanggapan atas somasi

7. Diskusi bagaimana caranya jika klien kita sebagai terlapor meminta bantuan hukum untuk mendampingi sebagai kuasa hukumnya

8. Membuat surat permohonan pengaduan ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial

Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pelapor atau kuasanya yang mendapat kuasa khusus untuk itu yang memuat :

a. Identitas pelapor yang lengkap, meliputi :

1) Nama, alamat, pekerjaan, No. Telp disertai dengan KTP pelapor

2) Jika pelapor bertindak selaku kuasa, disertai dengan surat kuasa khusus melaporkan pengaduan ke Komisi Yudisial Republik Indonesia.

(50)

Pengadilan)

c. Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan yang meliputi :

1) Alasan laporan diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan (copy salinan sah putusan/penetapan yang telah dilegalisir pengadilan, surat-surat bukti, saksi dan lain-lain).

2) Hal-hal yang dimohonkan untuk diperiksa dalam laporan dimaksud.

d. Bukti-bukti pendukung, meliputi :

1) Dalam hal telapor hakim pengadilan tingkat pertama, melampirkan copy putusan pengadilan tersebut;

2) Dalam hal terlapor hakim pengadilan tingkat banding, melampirkan copy putusan pengadilan pertama dan putusan pengadilan tinggi;

3) Dalam hal terlapor Hakim Agung (kasasi), melampirkan copy putusan pengadilan pertama, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung (kasasi);

4) Dalam hal terlapor Hakim Agung (peninjauan kembali), melampirkan copy putusan pengadilan pertama, pengadilan tinggi, kasasi dan

peninjauan kembali;

5) Jika laporan terkait eksekusi harus melampirkan :

(51)

eksekusi)

c) Copy surat penetapan eksekusi

d) Copy surat teguran (aanmaning)

e) Copy berita acara pelaksanaan eksekusi

f) Copy berita acara sita eksekusi

e. Laporan pengaduan ditandatangani oleh pelapor atau kuasanya

9. Membuat surat penambahan bukti dokumen putusan Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Tinggi untuk dikirim ke Komisi Yudisial

Penambahan bukti dokumen merupakan untuk melengkapi bukti-bukti yang dilaporkan oleh pihak terdakwa atau kuasa hukumnya.

10.Mempelajari isi dan pembuatan memori kasasi;

Memori kasasi adalah ingatan atau surat yang berisi keberatan atas judex facti (putusan hakim terdahulu). Memori kasasi harus dibuat setelah menyatakan kasasi di panitera pengadilan, tidak adanya memori kasasi perkara ditolak kasasinya. Memori kasasi selain ditujukan kepada Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan dimana perkara itu diputus tindasannya pada lawan perkara dan arsip untuk pengadilan terdahulu.9

9

(52)

dari pihak lawan. Kontra memori kasasi bisa dibuat bisa tidak perlu dibuat, memori kasasi ditujukanke Mahkamah agung melalui panitera pengadilan yang menyerahkan memori kasasi tindasnya pada lawan perkara.

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ;

(53)

permohonan itu kepada pihak lawan.

Perlu diingat, dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib

menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan kasasi dimaksud dicatat dalam buku daftar. Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari. Dalam hal ini, Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada Panitera Pengadilan Tingkat Pertama, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.

Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi, Panitera Pengadilan dalam tingkat pertama mengirimkan permohonan kasasi, memori kasasi, jawaban atas memori kasasi, beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari. Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya, dan melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.

(54)

adalah sebagai berikut ;

Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan

yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu.diberitahukan kepada terdakwa. Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara. Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh penuntut umun, atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

Apabila tenggang waktu 14 hari telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan. Apabila dalam tenggang waktu 14 hari, pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur. Atas anggapan menerima putusan atau terlambat mengajukan permohonan kasasi, maka panitera mencatat dan membuat akta.mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.

(55)

maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya. Perlu diingat, berdasarkan Pasal 247 ayat (4) UU No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana, Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali.

Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima. Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya. Alasan pengajuan kasasi yang dibenarkan secara hukum hanyalah alasan-alasan apakah benar suatu peraturan

(56)

tambahan itu dalam tenggang waktu 14 hari. Tambahan memori/ kontra kasasi diserahkan kepada panitera pengadilan. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah tenggang waktu permohonan kasasi tersebut selengkapnya oleh panitera pengadilan segera disampaikan kepada Mahkamah Agung.

11.Mempelajari membuat eksepsi;

Eksepsi adalah keberatan yang diajukan terdakwa dan atau penasehat hukumnya terhadap syarat hukum formil, belum memasuki pemeriksaan hukum materil. Pengajuan eksepsi diberikan kepada terdakwa setelah jaksa penuntut umum selesai membacakan surat dakwaan. Majelis hakim akan menanyakan dan memberi kesempatan kepada terdakwa atau penasehat hukum apakah terdakwa akan menanggapi keberatan terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum ataukah dalam bentuk eksepsi.

Terdapat tiga hal yang menjadi objek eksepsi sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 156 ayat 1 KUHAP yaitu :

a. Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara, meliputi :

1) Keberatan tidak berwenang mengdili secara relatif (competentie relatif)

2) Keberatan tidak berwenang secar absolute (competentie absolute)

b. Dakwan tidak dapat diterima, antara lain :

(57)

mempunyai kekuatan hukum tetap (nebis ini idem)

3) Apa yang didakwakan kepada terdakwa telah lewat waktu atau kadaluarsa

4) Apa yang didakwakan kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya

5) Apa yang didakwakan kepada terdakwa bukan merupakan tindak pidana akan tetapu masuk perselisihan perdata

6) Apa yang didakwakan kepada terdakwa adalah “tindak pidana aduan” atau “klacht delicten”, sedang orang yang berhak mengadu tidak pernah menggunakan haknya.

c. Surat dakwaan harus dibatalkan

Hal ini karena tidak memenuhi syarat formil seperti yang ditentukan Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP.

Sebenarnya eksepsi mengenai surat dakwaan tidak membawa efek, karena andai kata dakwaan ditolak jaksa penuntut umum masih bisa memperbaiki kembali karena belum memeriksa pokok perkara. Keculi bilamana “putusan surat dakwaan” setelah selesai pemeriksaan materi perkara oleh pengadilan negeri atau putusan pengadilan tinggi atau putusan Mahkamah Agung.

12.Mempelajari membuat Pledoi/pembelaan.

(58)

membebaskan terdakwa dari segala dakwaan atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum ataupun setidak-tidaknya hukuman pidana seringan-ringannya.

Dalam Pasal 182 KUHAP, menyatakan bahwa :

a. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.

b. Selanjutnya terdakwa dan atau penasehat hukum, mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukumnya selalu mendapat giliran terakhir.

c. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

Syarat untuk mengajukan pembelaan/pledoi biasanya terdakwa dan atau penasehat hukumnya mengajukan tanggapan, antara lain :

a. Surat dakwaan jaksa penuntut umuum kabur

b. Jaksa penuntut umum keliru dalam menerpakan undang-undang atau pasal-pasal yang didakwakan.

(59)

alat bukti yang saling tidak mendukung

e. Delik yang didakwakan adalah delik materil bukan formil

f. Mengajukan alibi pada saat terjadinya perbuatan pidana

g. Perbuatan terdakwa bukanlah perbuatan pidana tetapi perbuatan perdata

h. Barang bukti yang diajukan bukan milik terdakwa, dan lain sebagainya sesuai dengan kasus yang dihadapi.

(60)

49

STREET LAWYER LEGAL AID DALAM MEMBERIKAN

BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT YANG

KURANG MAMPU

A. Dasar Hukum Lembaga Bantuan Hukum Street Lawyer Legal Aid Dalam Memberikan Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Yang Tidak Mampu

Selama ini yang terjadi adalah adanya kekacauan dalam konsep bantuan hukum dalam bentuk kantor-kantor advokat yang mengaku sebagai lembaga bantuan hukum tetapi sebenarnya berperaktik yang bersifat komersial dan memungut fee yang menyimpang dari konsep pro bono publico yang sebenarnya merupakan kewajiban dari advokat, untuk itu diperlukan undang-undang bantuan hukum sebagai kosekuensi pengakuan konsep bantuan hukum dalam undang-undang advokat. Upaya untuk menunjang konsep bantuan hukum sebagai hak konstitusional, oleh karena itu bantuan hukum perlu dijabarkan lebih lanjut di dalam undang-undang bantuan hukum yang memuat konsep, fungsi dan sifat dari bantuan hukum, serta konsep bantuan hukum dinyatakan secara jelas dan tegas di dalam undang-undang dasar 1945, agar hak konstitusional rakyat untuk memperoleh bantuan hukum dapat terjamin.

(61)

hak individu ini tersirat di dalam persamaan kedudukan di hadapan hukum bagi semua orang, dalam suatu negara hukum semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law) serta persamaan di depan hukum harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment).

Jaminan perlindungan atas hak konstitusional untuk dibela advokat adalah penting dalam praktik peradilan dan ini berlaku untuk orang yang mampu dan juga untuk fakir miskin, jika di dalam praktik peradilan hanya orang yang mampu menggunakan jasa advokat untuk membela kepentingannya, maka orang yang tidak mampu juga harus ada pembelaan baik dari advokat atau pembela umum secara pro bono publico, sehingga pembelaan oleh advokat atau pembela umum bagi orang mampu atau fakir miskin adalah sesuatu yang mendasar karena merupakan hak individu yang harus dijamin dalam konsitusi dakam kerangka persamaan di hadapan hukum.

(62)

1. Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa :

“Setiap warga negara adalah sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan.”

2. Pasal 28 D ayat (1) menyatakan bahwa :

“ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

3. Pasal 28 I menyatakan bahwa :

“ menjamin hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut

sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam kedaan apa pun.”

4. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa :

“Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”.

(63)

dalam maupun di luar pengadilan (legal aid) sama seperti orang yang mendapatkan jasa hukum dari advokat (legal service). Penegasan sebagaimana diambil dari pada Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 memberikan implikasi bahwa bantuan hukum bagi fakir miskin pun merupakan tugas dan tanggung jawab negara dan merupakan hak konstitusional.

5. Bantuan hukum yang dirumuskan dalam Pasal 250 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR).

Sekalipun dalam dasar bantuan hukum pada pokoknya hanya tercantum pada Pasal 250, tidak berarti adanya pembatasan hak terdakwa mendapat pembela sebagai orang yang memberi bantuan hukum. Namun HIR hanya memperkenalkan bantuan hukum kepada terdakwa di hadapan proses pemeriksaan persidangan pengadilan, sedangkan kepada tersangka pada proses tingkat pemeriksaan penyidikan, HIR belum memberi hak untuk mendapat bantuan hukum. Dengan demikian, HIR belum memberi hak untuk mendapatkan dan berhubungan dengan seorang penasehat hukum pada semua tingkat pemeriksaan, hanya terbatas sesudah memasuki taraf pemeriksaan di sidang pengadilan.

(64)

hukuman mati, tidak ada kewajiban bagi pengadilan untuk menunjuk penasehat hukum memberi bantuan hukum kepada terdakwa.

Meskipun daya laku HIR terbatas, bisa ditafsirkan sebagai awal mula pelembagaan bantuan hukum ke dalam hukum positif Indonesia. Meskipun HIR tidak diperlukan secara penuh tetapi HIR adalah pedoman yang tampaknya juga diterima sebagai kenyataan praktek. HIR masih tetap dianggap sebagai pedoman sampai dilahirkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman.

6. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273 RBG yang menyatakan bahwa : Barang siapa yang hendak berperkara baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat memperoleh izin untuk berpekara dengan cuma-cuma.

7. Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) :

(65)

mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka;

b. Pasal 56 ayat (2) yang menyatakan bahwa : “Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuan dengan cuma-cuma”.

8. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Penjelasan di dalam UU No. 48 Tahun 2009, diatur suatu ketentuan yang jauh lebih luas dengan apa yang dijumpai dalam HIR. Pada UU No. 48 Tahun 2009, terdapat satu bab yang khusus memuat ketentuan tentang bantuan hukum yang terdapat pada bab XI dan terdiri dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 37.

(66)

bantuan hukum karena dalam hal ini memperoleh bantuan hukum masih berupa “hak”.

Sekalipun memperoleh bantuan hukum bagi orang tersangkut perkara baru merupakan hak, tetapi hak memperoleh bantuan hukum dalam perkara pidana telah dibenarkan memperoleh bantuan hukum sejak dilakukan penangkapan atau penahanan (Pasal 57 ayat 2).

(67)

9. Intruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Lembaga Bantuan Hukum.

10.Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Peradilan Tata Usaha Negara.

11.Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

B. Perlindungan Hukum Yang Diberikan Lembaga Bantuan Hukum Street Lawyer Legal Aid Kepada Masyarakat Yang Tidak Mampu Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

(68)

cuma-cuma, advokat asing, atribut, kode etik dan dewan kehormatan advokat, serta organisasi advokat.

Advokat adalah setiap orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang advokat (Pasal 1 ayat 1), dalam profesinya advokat bebas untuk membela siapa pun, tidak terikat pada perintah (order) klien dan tidak pandang bulu siapa lawan kliennya, apakah dia dari golongan kuat, penguasa, pejabat, bahkan rakyat miskin sekalipun. Profesi advokat sejak 2000 tahun yang lalu dikenal sebagai profesi mulia (officium Nobile) dan hampir setiap orang yang menghadapi suatu permasalahan dibidang hukum cenderung untuk menggunakan jasa profesi advokat, mulai dari perkara-perkara besar yang melibatkan orang-orang kaya dan terkenal, seperti kasus KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), kasus perbankan, kasus para artis, sampai kasus yang melibatkan rakyat kecil, seperti pencuri ayam, pengurusan rumah dan lain sebagainya juga menggunakan jasa advokat.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat menyatakan bantuan hukum hanya dapat diberikan oleh advokat, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan :

(69)

Sehubungan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang pada dasarnya menyatakan hanya advokatlah yang dapat memberikan jasa hukum dan bantuan hukum cuma-cuma baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 1 ayat 1).

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, Pasal 22 ayat 1 menyatakan :

“Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”, dan masalah ini pernah diatur dengan Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.01-UM.08.10 Tahun 1994 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Lembaga Bantuan Hukum yang telah disempurnakan dengan Intruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.01-UM.08.10 Tahun 1996, dalam rangka peningkatan pemerataan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum, maka penyelenggaraan dan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi golongan masyarakat yang kurang mampu yang selama ini hanya melalui Pengadilan Negeri sejak tahun 1980/1991 s/d 1993/1994 maka dalam tahun anggaran 1994/1995 seterusnya dirintis juga melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di samping melalui Pengadilan Negeri yang selama ini telah ada, sehingga pelaksanaan pemberian bantuan hukum bagi golongan masyarakat yang kurang mampu ditempuh dengan 2 cara yaitu :

(70)

2. Pelaksanaan bantuan hukum melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Ataupun model pemberian bantuan hukum yang ditawarkan adalah diberikan kepada tersangka yang tidak atau kurang mampu dalam :

1. Perkara pidana yang diancam pidana 5 (lima) tahun atau lebih;

2. Perkara pidana yang diancam pidana mati;

3. Ataupun perkara pidana yang diancam hukuman penjara kurang dari 5 (lima) tahun yang menarik perhatian masyarakat.

Untuk melaksanakan pemberian bantuan hukum advokat mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, berikut ini hak dan kewajiban advokat dalam memberikan bantuan hukum :

1. Hak advokat

a. Advoakat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menajadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan (Pasal 14).

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana kinerja Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dalam menyelenggarakan Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat)

Penelitian ini bertujuan untuk meidentifikasi bagaimana fungsi kehumasan yang berjalan di Sokaraja dalam upaya membangun citra “Kampung Batik Sokaraja” serta untuk mengetahui

Water delivery records of 1994 were used to analyse: (1) the structure of land tenure and irrigation management units, (2) the relationships between land tenure and water billing,

[r]

In this study, we analysed sev- eral years of high temporal frequency MODIS and TRMM satellite data sets of vegetation dynamics and rainfall, respectively, to seasonal and

Tetapi persepsi Crew dan Manajemen Dalam Penerapan ISM Code Bagi Keselamatan Pelayaran dan Perlindungan Lingkungan Laut bisa berbeda kalau tidak ada pelatihan dan penerapan

Faktor pendukung pelaksanaan UKS di SD se-Kecamatan Telanaipura Kota Jambi meliputi penanaman pengetahuan tentang pola hidup sehat terhadap peserta didik secara rutin

Generally, her unconventional characterization makes Caesar does not have any romantically interest towards Cleopatra and so does Mark Anthony, who has met Cleopatra when she