• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani kasus Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani kasus Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBERLANJUTAN PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK

DI KALANGAN PETANI

(Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah)

AERO WIDIARTA

I34063414

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

AERO WIDIARTA. THE SUSTAINABILITY ANALYSIS OF ORGANIC FARMING PRACTICE AMONG FARMERS. Case: Ketapang Village, Susukan Subregency, Semarang Regency, Central Java. (Supervised by SOERYO ADIWIBOWO and WIDODO).

The objectives of this research are: (1) to analyze the influence of organic farming practice to the economic sustainability of farmers; (2) to compare the complexity level of organic farming practice and conventional farming practice based on farmer’s perception; and (3) to investigate causal factors regarding why organic farming practice is not widely adopted by farmers. This research was conducted by using quantitative approach at Ketapang Village, Susukan Subregency, Semarang Regency, Central Java on November-December 2010. The number of respondents in this research was 79 people from the total population target of farmers. The selected respondents determined through stratified random sampling and simple random sampling technique afterwards. The respondents were devided into two groups: experimental group (organic farmers) and control group (conventional farmers).

The kinds of data in this research were: primary quantitative data which collected by spreading questionnaire to the respondents; secondary data from Al-Barokah’s document; and also supported with primary qualitative data which gathered from in depth interview technique. The data were analyzed by using Paired Samples T-test and Kolmogorov-Smirnov Test, supported with SPSS Program for Windows Version 17.0. The results of this research show that organic farming practice has significant positive influence to the economic sustainability of farmers. Nevertheless, organic farming practice is considered more complex or difficult significantly than conventional farming practice based on control group’s perception. Conversely, the fact above doesn’t valid for experimental group. There are several causal factors regarding why organic farming practice is not widely adopted by farmers, such as: pragmatic mindset of farmers in viewing organic farming practice and ecological sustainability; farmers are not satisfied if they only use organic fertilizers for rice that make its leaf green color become less visible; organic farming practice doesn’t ensure pest-free; the use of organic fertilizer is more difficult than synthetic fertilizer; and a large part of farmers have inadequate supply of manures. Socio-economic characteristic of farmers consisting of: education level, agricultural land ownership status, and livestock ownership are also revealed as influential factors to the organic farming decision process.

(3)

RINGKASAN

AERO WIDIARTA. ANALISIS KEBERLANJUTAN PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK DI KALANGAN PETANI. Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah. (Di bawah bimbingan SOERYO ADIWIBOWO dan WIDODO).

Pertanian organik merupakan suatu sistem usahatani yang memanfaatkan sumber daya alam organik secara alami, bijaksana dan holistik, sebagai “input dalam” pertanian tanpa “input luar” tinggi kimiawi untuk memenuhi kebutuhan manusia khususnya pangan. Pertanian organik dikembangkan sesuai budaya lokal setempat, sehingga mampu menjamin keseimbangan aspek lingkungan, ekonomi, sosial budaya, serta mendorong terwujudnya fair trade bagi petani secara berkelanjutan. Gerakan organik melalui pertanian organik telah lama diinisiasi oleh berbagai pihak di level internasional, sebagai salah satu wujud perlawanan dari pembangunan pertanian yang berorientasi pada pertumbuhan dan sering disebut sebagai “Revolusi Hijau”. Gerakan organik kemudian berkembang menjadi sebuah filosofi yang diimplementasikan dalam sistem pertanian secara holistik, sehingga muncullah istilah pertanian organik sebagai sebuah alternatif sistem pertanian yang berkelanjutan.

(4)

yang mengadopsi praktik pertanian organik inilah yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah pertanian organik memiliki keberlanjutan pada masa yang akan datang di kalangan petani, atau hanya merupakan sebuah retorika. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu analisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani dengan menguji pengaruh praktik pertanian organik terhadap keberlanjutan ekonomi petani; membandingkan tingkat kompleksitas praktik pertanian organik dan konvensional menurut persepsi petani, serta mengidentifikasi kendala atau faktor penyebab kurang berkembangnya praktik pertanian organik di kalangan petani. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif melalui metode survey eksperimen di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah pada bulan November sampai Desember 2010. Unit analisis penelitian ini adalah individu. Jenis data yang dikumpulkan adalah data kuantitatif dan kualitatif, baik berupa data primer maupun sekunder. Data kuantitatif dikumpulkan melalui teknik pengisian kuesioner oleh para responden penelitian, sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam dengan informan dan beberapa responden penelitian. Jumlah responden penelitian ini ditentukan melalui perhitungan rumus Slovin dan didapatkan 79 orang petani yang dijadikan sebagai responden penelitian dari total populasi petani sebanyak 372 orang di Paguyuban Petani Al-Barokah (populasi sasaran).

(5)

dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui perbandingan tingkat kompleksitas praktik pertanian organik dan konvensional menurut persepsi petani. Data kualitatif hasil wawancara mendalam, dianalisis secara kualitatif untuk dideskripsikan dalam laporan penelitian (skripsi).

Berdasarkan hasil perhitungan uji Paired Samples T-test yang membandingkan keuntungan rata-rata usahatani sebelum dan sesudah organik, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 yang berarti, praktik pertanian organik berpengaruh secara signifikan terhadap keberlanjutan ekonomi petani. Pengaruh tersebut bersifat positif karena nilai rataan (mean) keuntungan usahatani sesudah organik lebih besar daripada nilai mean keuntungan usahatani sebelum organik yang diuji pada kelompok eksperimen. Selain itu, berdasarkan analisis finansial usahatani, didapatkan nilai B/C Rasio sebesar 1,7 pada usahatani sesudah organik dan 0,9 pada usahatani sebelum organik. Nilai B/C rasio tersebut membuktikan bahwa usahatani organik layak secara ekonomi, sedangkan usahatani sebelum organik (konvensional) tidak layak secara ekonomi karena nilai B/C Rasionya kurang dari 1. Dengan demikian, hipotesis pertama dari penelitian ini yang menyatakan bahwa praktik pertanian organik diduga berpengaruh positif secara signifikan terhadap keberlanjutan ekonomi petani terbukti benar dan diterima.

(6)

hipotesis kedua dari penelitian ini, yaitu: tingkat kompleksitas praktik pertanian organik diduga lebih tinggi secara signifikan daripada praktik pertanian konvensional menurut persepsi petani, terbukti benar dan diterima untuk kelompok kontrol.

(7)

ANALISIS KEBERLANJUTAN PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK

DI KALANGAN PETANI

(Kasus : Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah)

AERO WIDIARTA

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Aero Widiarta

NRP : I34063414

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani (Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS Dr. Ir. Widodo NIP. 19550630 198103 1 003 NIP. 19591115 198503 1 003

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(9)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS KEBERLANJUTAN PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK DI KALANGAN PETANI (KASUS: DESA KETAPANG, KECAMATAN SUSUKAN, KABUPATEN SEMARANG, PROPINSI JAWA TENGAH)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Maret 2011

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Probolinggo pada tanggal 17 September 1987 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Sarwiyono dan Ibu Nuniek Kartikowati. Penulis menyelesaikan pendidikannya di TK Dharma Wanita Gresik pada tahun 1993, SDN Manyarejo pada tahun 1993-1999, SLTPN 1 Gresik pada tahun 1999-2002, dan SMAN 1 Gresik pada tahun 2002-2005. Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMA, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Pertanian di Universitas Udhayana, Bali pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun kedua di IPB, penulis memilih Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dengan program minor Kewirausahaan Agribisnis pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi, antara lain: fasilitator Dormitory English Community IPB (2006-2007), anggota Divisi Konservasi Reptil dan Amfibi Uni Konservasi Fauna IPB (2006-2007), bendahara Departemen Eksternal International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) Local Committee (LC) IPB (2007-2008), wakil ketua Divisi Pengembangan Masyarakat Samisaena IPB ((2007-2008), anggota Divisi Produksi Agrifarma IPB (2008), ketua panitia Communication and Community Development Expo (2009), manajer Divisi Jurnalistik Himasiera IPB (2009), Koordinator Volunteer for Climate Justice (2010), anggota Control Council Local Committee (CCLC) IAAS LC IPB (2011), dan lain-lain. Selain itu, penulis pernah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Umum pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2009/2010 serta Komunikasi Bisnis pada tahun ajaran 2008/2009.

(11)

berita bahasa Jawa terbaik se- SMAN 1 Gresik, grand finalis Cak Gresik (Duta Wisata Gresik) tahun 2004, juara 3 lomba presenter se- IPB tahun 2006, juara 1 lomba teater se- IPB tahun 2008, semifinalis Bayer Young Environmental Envoy Indonesia (2008), student paper presenter IASS (The 1st International Agricultural Students Symposium) di Universiti Putra Malaysia (2009), delegasi mahasiswa IPB untuk MYC (Miracle Youth Conference) di AIESEC LC Universiti Putra Malaysia (2009), student paper presenter Go Organic Symposium

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani (Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah)” dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani yang dilihat berdasarkan aspek ekonomi dan tingkat kompleksitas praktik pertanian organik menurut petani. Skripsi ini dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya terkait pertanian organik.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang ikut membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan skripsi ini. Penulis sadar bahwa skripsi ini belumlah sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca secara umum, akademisi, dan aktivis pertanian organik yang memiliki visi mengembangkan pertanian organik di Indonesia.

Bogor, Maret 2011

(13)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani (Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah)” ini berhasil diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain:

1) Bapak Sarwiyono dan Ibu Nuniek Kartikowati sebagai orang tua yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan kepada penulis, baik secara materi maupun non materi.

2) Kakak tercinta, Adhi Tyan Wijaya beserta istri, Naimatus Sholichah yang selalu memberikan dorongan dan saran kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3) Om Darnoko yang telah membantu penulis selama proses pra penelitian. 4) Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS dan Dr. Ir. Widodo atas kesabarannya dalam

membimbing penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian hingga skripsi ini selesai.

5) Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS.DEA selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi.

6) Ir. Hadiyanto, M.Si selaku dosen penguji perwakilan departemen dalam sidang skripsi.

7) Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS yang telah membuat jadwal sidang skripsi secara paksa kepada penulis, sehingga penulis termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

8) Dr. Ir. Henny Mayrowani, M.Sc yang telah memberikan pandangan kepada penulis mengenai kriteria pertanian organik.

(14)

10) Mbak Nunung dari lembaga AOI (Aliansi Organis Indonesia) yang telah memberikan rekomendasi kontak rekan-rekannya dan pinjaman beberapa literatur kepada penulis terkait dengan pertanian organik.

11) Mas Andreas dari lembaga ELSPAT yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis.

12) Pak Ndindin, dan Kang Erik atas kesediaannya memberikan informasi kepada penulis mengenai perkembangan pertanian organik di Desa Cibatok,meskipun pada akhirnya penulis tidak melakukan penelitian di desa tersebut.

13) Pak Mustofa atas bimbingan dan data-data yang diberikan kepada penulis selama penelitian di Desa Ketapang.

14) Pak Muslikh Ma’sum sekeluarga yang telah berkenan mengizinkan penulis untuk tinggal dan makan seperti keluarga sendiri di rumah beliau selama penelitian di Desa Ketapang. Semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak sekeluarga.

15) Semua petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Al-Barokah atas informasi, keramahan, dan jamuan yang diberikan kepada penulis selama penelitian.

16) Mbak Maria, Mbak Icha, Mbak Dini, Bu Susi yang sering direpotkan oleh penulis terkait administrasi dan kesekretariatan.

17) Sahabat-sahabatku tercinta, seperti: Aliyatur Ropiah, Dedi Mulyana, Elhaq, Rinaldi, Yuli, Nova, Maulani, Dewi, Windarti, Ifah, Asri, Wulan, Ani, Isma, Ogi, dan Bedhil yang selalu memberikan semangat, dorongan, saran, dan bantuan teknis dalam pengerjaan skripsi ini.

18) Teman-teman seperjuangan mahasiswa Departemen SKPM 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaan, perhatian, dan keceriaannya selama ini, sehingga hidup tidak terasa membosankan bagi penulis.

(15)

DAFTAR ISI

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

1.4.1. Kegunaan Teoretis ... 5

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 5

BAB II PENDEKATAN TEORETIS ...7

2.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1. Konsep dan Definisi Pertanian Organik ... 7

2.1.2. Prinsip-prinsip Pertanian Organik ... 10

2.1.3. Pertanian Organik Versus Pertanian Berkelanjutan ... 11

2.1.4. Praktik Pertanian Organik di Indonesia ... 13

2.1.5. Pengertian Keberlanjutan Ekologi ... 17

2.1.6. Pengertian Keberlanjutan Ekonomi ... 18

2.1.7. Pengaruh Praktik Pertanian Organik terhadap Keberlanjutan Ekologi dan Ekonomi Petani ... 20

2.1.7.1. Keberlanjutan Ekologi ... 20

2.1.7.2. Keberlanjutan Ekonomi ... 23

2.1.8. Perkembangan dan Kondisi Pertanian Organik di Indonesia ... 26

2.1.9. Proses Pengambilan Keputusan Inovasi ... 31

2.2. Kerangka Pemikiran ... 32

2.3. Hipotesis Penelitian ... 35

2.3.1. Hipotesis Uji ... 35

2.3.2. Hipotesis Pengarah ... 36

2.4. Definisi Operasional ... 36

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN ...39

3.1. Metode Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.4. Teknik Pengambilan Responden dan Informan... 40

3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 42

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...44

(16)

4.1.1. Kondisi Geografis ... 44

4.1.2. Kondisi Kependudukan dan Kehidupan Beragama ... 45

4.1.3. Tingkat Pendidikan Penduduk ... 46

4.1.4. Mata Pencaharian Penduduk ... 46

4.1.5. Ketersediaan Fasilitas Umum ... 47

4.2. Profil Paguyuban Petani Al-Barokah ... 51

4.2.1. Visi dan Misi ... 53

4.2.2. Tujuan Strategis ... 54

4.2.3. Tujuan Operasional ... 54

4.2.4. Program Kerja Utama ... 55

4.2.5. Kegiatan-kegiatan yang Telah Dilaksanakan ... 58

4.2.5.1. Kegiatan Fisik ... 58

4.3.4. Jenis Mata Pencaharian Selain Bertani ... 65

4.3.5. Status Petani dan Jumlah Anggota Keluarga ... 66

4.3.6. Kepemilikan Hewan Ternak ... 68

4.3.7. Penggunaan Hasil Panen ... 69

4.3.8. Jenis Tanaman yang Dibudidayakan Selain Padi ... 70

BAB V PENGARUH PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK TERHADAP KEBERLANJUTAN EKONOMI PETANI ... 72

5.1. Analisis Tingkat Input dan Output Usahatani Organik dan Konvensional ... 72

5.2. Analisis Finansial Usahatani Organik dan Konvensional ... 79

5.3. Analisis Akses Pasar Usahatani Organik dan Konvensional ... 87

5.4. Pengaruh Praktik Pertanian Organik terhadap Keberlanjutan Ekonomi Petani ... 89

BAB VI ANALISIS KOMPLEKSITAS PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL MENURUT PERSEPSI PETANI ... 92

6.1. Analisis Kompleksitas Praktik Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Organik (Responden Eksperimen)... 96

6.2. Analisis Kompleksitas Praktik Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Konvensional (Responden Kontrol) ... 100

(17)

BAB VIII PENUTUP ...113

8.1. Kesimpulan ... 113

8.2. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ...119

(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

Tabel 1. Perbandingan Anatomi Konsep Pertanian Organik dan Konvensional .. 9

Tabel 2. Perbandingan Ekonomi, Sosial serta Kesehatan Pertanian Organik dan Konvensional ... 10

Tabel 3. Luas Area Pertanian Organik Menurut Region, Tahun 2007 ...28

Tabel 4. Daftar Negara dengan Luas Area Pertanian Organik Terbesar

di Asia, Tahun 2007... 28

Tabel 5. Definisi Operasional untuk Analisis Pengaruh Praktik Pertanian Organik (Variabel X) terhadap Keberlanjutan Ekonomi Petani

(Variabel Y) ... 37 Tabel 6. Definisi Operasional untuk Analisis Tingkat kompleksitas Praktik

Pertanian Organik (Variabel X) Menurut Persepsi Petani ...38 Tabel 7. Jumlah Populasi dan Responden Penelitian ...42

Tabel 8. Luas dan Persentase Lahan Desa Ketapang Berdasarkan

Penggunaannya, Tahun 2007 ... 44

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Ketapang Berdasarkan

Kelompok Umur, Tahun 2007 ... 45

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Ketapang Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2007... 46

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Ketapang Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun 2007 ... 47

Tabel 12. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Transportasi Darat Desa

Ketapang, Tahun 2007 ... 48

Tabel 13. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Komunikasi Desa Ketapang, Tahun 2007 ... 48

(19)

Tabel 15. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Peribadatan Desa Ketapang, Tahun 2007 ... 49

Tabel 16. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Olahraga Desa Ketapang, Tahun 2007 ... 49

Tabel 17. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Kesehatan Desa Ketapang, Tahun 2007 ... 50

Tabel 18. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Pendidikan Desa Ketapang, Tahun 2007 ... 50

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Jenis

Kelamin di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 62

Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 63

Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan

Kelompok Umur di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 65

Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Mata

Pencaharian selain Bertani di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 66

Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Status Petani di Desa Ketapang, Tahun 2010... 67

Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Jenis

Kepemilikan Hewan Ternak di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 69

Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan

Penggunaan Hasil Panen di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 70

Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Tanaman yang Dibudidayakan selain Padi di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 71

Tabel 27. Perbandingan Input dan Output Usahatani Organik dan

Konvensional per 0,24 ha per Musim menurut Kelompok Petani Organik dan Konvensional, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 73

Tabel 28. Perbandingan Input dan Output Usahatani Organik dan

(20)

Tabel 29. Perbandingan Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan Rata-rata Usahatani Organik dan Konvensional per 0,24 ha per Musim menurut Kelompok Petani Organik dan Konvensional, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 81

Tabel 30. Perbandingan Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan Rata-rata Usahatani Sebelum dan Sesudah Organik per 0,24 ha per Musim menurut Kelompok Petani Organik dan Konvensional, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 81

Tabel 31. Daftar Harga Jual Padi Organik dan Konvensional menurut

Bentuk Padi di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 84

Tabel 32. Nilai Signifikansi Tingkat Kompleksitas Masing-masing

Variabel Praktik Pertanian menurut Kelompok Petani Organik, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 97

Tabel 33. Nilai Signifikansi Tingkat Kompleksitas Masing-masing Variabel Praktik Pertanian menurut Kelompok Petani Konvensional, Desa

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian

Organik di Kalangan Petani ... 33

Gambar 2. Perbandingan Nilai Rataan (Mean) Tingkat Kompleksitas Variabel Praktik Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Organik, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 96

Gambar 3. Perbandingan Nilai Rataan (Mean) Tingkat Kompleksitas Variabel Praktik Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Konvensional, Desa Ketapang, Jawa

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

Lampiran 1. Hasil Uji Paired SamplesT-test Pengaruh Praktik Pertanian

Organik terhadap Keberlanjutan Ekonomi Petani... 122

Lampiran 2. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Analisis Kompleksitas Praktik Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Organik, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 123

Lampiran 3. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Analisis Kompleksitas Praktik Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Konvensional, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 125

Lampiran 4. Kerangka Sampling Penelitian ...127

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian organik dipahami sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan daur ulang hara secara hayati (Sutanto, 2002). Menurut CAC (1999)1, pertanian organik merupakan keseluruhan sistem pengelolaan produksi yang mendorong dan mengembangkan kesehatan agro ekosistem, termasuk keanekaragaman hayati, siklus biologis dan aktivitas biologis tanah. Pertanian ini menekankan pada praktik-praktik pengelolaan yang mengutamakan penggunaan input off-farm dan memperhitungkan kondisi regional sistem yang disesuaikan secara lokal. Pertanian organik merupakan salah satu metode produksi yang ramah lingkungan, sehingga dapat menjamin keberlanjutan ekologi, sesuai dengan filosofi “kembali ke alam” atau “selaras dengan alam”.

Pertanian organik pada mulanya merupakan sebuah gerakan yang dipopulerkan di Uni Eropa, sebagai wujud perlawanan dari pembangunan pertanian yang berorientasi pada pertumbuhan atau produktivitas yang sering disebut sebagai “Revolusi Hijau”. Sistem pertanian organik berusaha memperbaiki dampak negatif dari “Revolusi Hijau” dengan berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi yang memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan. Gerakan organik kemudian berkembang menjadi sebuah filosofi yang diimplementasikan dalam sistem pertanian secara holistik, sehingga muncullah istilah pertanian organik sebagai sebuah alternatif sistem pertanian yang berkelanjutan.

Perkembangan pertanian organik di Indonesia dimulai pada awal 1980-an yang ditandai dengan bertambahnya luas lahan pertanian organik, dan jumlah produsen organik Indonesia dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) yang diterbitkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI) tahun 2009, diketahui bahwa luas total area pertanian organik di

1

Definisi berdasarkan CODEX Alimentarius Commission (CAC) yang dikutip dari

(24)

Indonesia tahun 2009 adalah 231.687,11 ha. Luas area tersebut meliputi luas lahan yang tersertifikasi, yaitu 97.351,60 ha (42 persen dari total luas area pertanian organik di Indonesia) dan luas lahan yang masih dalam proses sertifikasi (pilot project AOI), yaitu 132.764,85 ha (57 persen dari total luas area pertanian organik di Indonesia). Luas total area pertanian organik tahun 2008 jauh lebih besar daripada tahun 2009, yaitu sekitar 235.078,16 ha. Sementara itu, total jumlah pelaku pertanian organik yang tercatat pada tahun 2009 adalah 12.101 produsen yang terdiri dari: 9.628 produsen tersertifikasi, sedangkan sisanya adalah 2.383 produsen non sertifikasi, 80 produsen dalam proses sertifikasi, dan 10 produsen PAMOR (Penjaminan Mutu Organis Indonesia yang merupakan salah satu bentuk sistem sertifikasi partisipasi).

Perkembangan pertanian organik ternyata juga diikuti oleh perkembangan

trend atau gaya hidup organik masyarakat yang mensyaratkan konsumsi produk-produk organik. Hal ini kemudian mendorong isu sertifikasi sebagai jaminan atas dipraktikkannya pertanian organik yang menjadi sebuah pembicaraan hangat dari tahun 2003. Semakin terbukanya pasar organik, ternyata masih belum membuat Indonesia cukup mampu menjadi produsen utama produk organik di dunia jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, seperti: India, Amerika Serikat, dan Argentina. Padahal, Indonesia sebagai negara agraris sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi produsen organik di level internasional. Sementara itu, jumlah pelaku pertanian organik di Indonesia yang telah tersertifikasi relatif sedikit, demikian pula dengan jumlah total area pertanian organik di Indonesia yang masih perlu ditingkatkan lagi.

(25)

petani organik per desa. Sedangkan jumlah petani konvensional, relatif lebih banyak dibandingkan petani organik, yaitu lebih dari dua puluh orang petani per desanya meskipun belum ada laporan statistik secara resmi di tiap desa mengenai hal ini. Realita tersebut sangat ironis atau bertolak belakang dengan teori pertanian organik yang dikemukakan oleh para ahli. Banyak referensi atau teori yang menyatakan bahwa pertanian organik berpengaruh positif terhadap keberlanjutan ekologi, dan ekonomi petani. Namun, pada kenyataannya masih banyak petani yang belum menjalankan praktik pertanian organik dan cenderung mempertahankan praktik pertanian konvensional. Perbedaan nyata antara teori dengan realita praktik pertanian organik di kalangan petani inilah kemudian menimbulkan pertanyaan besar yang penting untuk diteliti lebih lanjut.

(26)

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan pertanian organik di Indonesia selain diindikasikan oleh data statistik, juga didukung oleh kebijakan pemerintah dan gerakan-gerakan organik dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), khususnya yang berhubungan dengan sistem sertifikasi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari AOI, Indonesia termasuk negara yang sedang dalam proses penyusunan kebijakan. Pada praktiknya, telah dilakukan langkah-langkah penyusunan kebijakan untuk mendukung perkembangan pertanian organik di Indonesia. Di tingkat nasional, pemerintah telah membuat kebijakan yang ditujukan untuk menumbuhkan, memfasilitasi, mengarahkan, dan mengatur perkembangan pertanian organik (Sulaeman, 2006). Departemen Pertanian telah mencanangkan pertanian organik dengan slogan “Go Organic 2010”.

Tahun 2010 merupakan titik puncak agenda nasional “Go Organic 2010”

yang dicanangkan sejak tahun 2000 oleh Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Lalu, bagaimanakah capaian program “Go Organic 2010”? Menurut laporan SPOI (2009), program “Go Organic 2010” belum mencapai sasaran dan tahapan yang diharapkan. Meskipun demikian, OKPO (Otoritas Kompeten Pangan Organik) sudah melakukan berbagai upaya dalam mendukung pengembangan pangan organik di Indonesia. Salah satu catatan kritis yang dikemukakan dalam SPOI (2009) pada poin nomor empat terkait dengan “Go Organic 2010” adalah ‘capaian lemah di aspek sosialisasi, penguatan sumberdaya manusia, pembangunan infrastruktur dan kelembagaan serta dukungan informasi dan promosi pasar’.Berdasarkan informasi tersebut, terlihat bahwa permasalahan di aspek sosialisasi dan dukungan informasi pertanian organik masih menjadi kendala utama. Oleh karena itu, dukungan yang kuat, baik dari pemerintah maupun stakeholders dalam penyediaan informasi, khususnya laporan penelitian mengenai mengapa pertanian organik belum berkembang di kalangan petani Indonesia sangat dibutuhkan, sehingga selanjutnya dapat menjadi bahan pertimbangan untuk proses pengambilan kebijakan pembangunan pertanian.

(27)

sebagai pembuktian dari salah satu pernyataan Rosenow, Soltysiak, dan Verschuur (1996), yaitu: pertanian organik berdasarkan sifat-sifat dan metodenya, mampu berkontribusi terhadap keseimbangan sosial, ekonomi, dan ekologi dengan memperhatikan budaya lokal setempat. Dengan demikian, perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh praktik pertanian organik terhadap keberlanjutan ekonomi petani?

2) Seberapa tinggi tingkat kompleksitas praktik pertanian organik dibandingkan dengan pertanian konvensional menurut petani?

3) Mengapa praktik pertanian organik tidak banyak diadopsi oleh petani?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Mengetahui pengaruh praktik pertanian organik terhadap keberlanjutan ekonomi petani.

2) Menganalisis tingkat kompleksitas praktik pertanian organik dibandingkan dengan pertanian konvensional menurut petani.

3) Menjelaskan faktor-faktor penyebab praktik pertanian organik tidak banyak diadopsi oleh petani.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu ekologi manusia, khususnya perkembangan praktik pertanian organik di Indonesia beserta analisis keberlanjutannya di kalangan petani. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menjawab kendala perkembangan pertanian organik di Indonesia, serta sebagai referensi atau rujukan pemikiran bagi peneliti yang akan melakukan penelitian tentang pertanian organik lebih lanjut.

1.4.2. Kegunaan Praktis

(28)

1) Bagi kalangan pemerintahan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber infomasi yang bermanfaat dalam proses sosialisasi pertanian organik kepada petani di Indonesia, dan juga sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan pertanian pada masa yang akan datang.

2) Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan mampu mendorong berkembangnya penelitian pertanian organik lebih lanjut karena masih sangat sedikitnya laporan penelitian mengenai pertanian organik khususnya di bidang sosial.

3) Bagi kalangan aktivis yang berkecimpung dalam LSM, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu pelengkap data mengenai analisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani, sehingga dapat dijadikan sebagai referensi kampanye, sosialisasi atau bahan diskusi yang bermanfaat. 4) Bagi masyarakat dan pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat

(29)

BAB II

PENDEKATAN TEORETIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Konsep dan Definisi Pertanian Organik

Sutanto (2002) menyatakan bahwa pertanian organik dipahami sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan daur ulang hara secara hayati. Sutanto selanjutnya dalam bukunya menyatakan:

‘Pakar pertanian barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan “hukum pengembalian (law of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.’

Kegunaan budidaya organik pada dasarnya ialah membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi atau yang seringkali disebut sebagai pertanian konvensional. Meskipun sistem pertanian organik dengan segala aspeknya jelas memberikan keuntungan banyak kepada pembangunan pertanian rakyat dan penjagaan lingkungan hidup, termasuk konservasi sumber daya lahan, namun penerapannya tidak mudah dan akan menghadapi banyak kendala. Faktor-faktor kebijakan umum dan sosio-politik sangat menentukan arah pengembangan sistem pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi (Notohadiprawiro, 1992 dalam Sutanto, 2002). Sistem pertanian organik mengajak manusia kembali ke alam, sambil tetap meningkatkan produktivitas hasil tani melalui perbaikan kualitas tanah dengan tidak memakai atau mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia. Pertanian organik menghargai kedaulatan dan otonomi petani berdasarkan nilai-nilai lokal.

(30)

lingkungan, sosial, ekonomi, dengan memproduksi pangan dan serat. Sistem ini memperhatikan kesuburan tanah sebagai dasar kapasitas produksi dan sifat alami tanaman, hewan, biofisik, landskap, sehingga mampu mengoptimalkan kualitas semua faktor-faktor yang saling terintegrasi atau tergantung tersebut. Pertanian organik menekankan praktik rotasi tanaman, daur ulang limbah-limbah organik secara alami tanpa input kimia. Tingkat persediaan optimal bahan-bahan organik tersebut dibutuhkan untuk mencapai siklus nutrisi unsur hara dalam tanah. Oleh karena itu, pertanian organik bisa dikatakan sebagai dasar produksi hasil pertanian, dasar untuk peternakan hewan, dasar untuk keseimbangan ekologi secara alami.

Berdasarkan beberapa konsep dan definisi pertanian organik yang telah dijelaskan di atas, maka secara umum penulis dapat menyimpulkan bahwa pertanian organik merupakan suatu sistem usahatani yang mengelola sumber daya alam secara bijaksana dan holistik untuk memenuhi kebutuhan manusia khususnya pangan, dengan memanfaatkan bahan-bahan organik secara alami sebagai “input dalam” pertanian tanpa “input luar” tinggi yang bersifat kimiawi, dan dikembangkan sesuai budaya lokal setempat, sehingga mampu menjaga keseimbangan aspek lingkungan, ekonomi, sosial budaya, serta mendorong terwujudnya fair trade bagi petani secara berkelanjutan. Filosofi Pertanian organik adalah siklus kehidupan menurut hukum alam, kembali ke alam, selaras dengan alam, melayani alam secara ikhlas, utuh, holistik, sehingga alam pun akan memberikan hasil produksi pertanian yang maksimal kepada manusia. Jadi, hubungan ini bersifat timbal balik.

(31)

Tabel 1. Perbandingan Anatomi Konsep Pertanian Organik dan Konvensional

Uraian Pertanian Organik Pertanian Konvensional

Perlakuan Pra

Bibit Berasal dari varietas bibit-bibit lokal. Berasal dari bibit unggul, hibrida, dan transgenik (transformasi gen).

tanaman Kokoh, tidak mengandung banyak air.

Lemah, mengandung banyak air, sehingga mudah diserang hama dan penyakit.

Umur tanaman Panjang Pendek

Pertumbuhan Agak lambat, karena tumbuh secara

alami. Cepat tumbuh

Resistensi

hama penyakit Tahan hama dan penyakit.

Mudah diserang hama dan penyakit.

Pemupukan

Menggunakan bahan-bahan kimia organis (asli dan mudah terurai secara alami).

Sumber: Data-data perbandingan antara pertanian organik dan konvensional berdasarkan pada pengalaman dari petani-petani organik yang menjadi rekanan PAN Indonesia. Jakarta, 15 Maret 2000.

(32)

Tabel 2. Perbandingan Ekonomi, Sosial serta Kesehatan Pertanian Organik dan Konvensional

Uraian Pertanian Organik Pertanian Konvensional

Pilihan

konsumen Disukai konsumen.

Kurang disukai, karena kurang enak.

Harga Lebih adil, karena pola pasar dari produsen langsung ke konsumen.

Resiko sosial Terbebas dari ketergantungan. Menciptakan ketergantungan pada petani dan lahan.

Resiko budaya Kreatif dan menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan kekuatan alam.

Efisien, malas, dan menimbulkan sifat tamak dan serakah.

Resiko

kesehatan Tidak ada

Pasti , keracunan secara akut atau kronis.

Sumber: Data-data perbandingan antara pertanian organik dan konvensional berdasarkan pada pengalaman dari petani-petani organik yang menjadi rekanan PAN Indonesia. Jakarta, 15 Maret 2000.

2.1.2. Prinsip-prinsip Pertanian Organik

Prinsip dasar pertanian organik berfungsi sebagai panduan posisi, program, dan standar. Menurut IFOAM2 (2006), ada empat prinsip yang bersifat normatif atau disusun sebagai etika dalam pengembangan pertanian organik. Keempat prinsip pertanian organik tersebut adalah prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan kepedulian yang menjadi satu kesatuan dan digunakan secara ketergantungan. Prinsip-prinsip tersebut disusun untuk mengilhami tindakan dalam mewujudkan visi pertanian organik menjadi nyata. Berikut ini penjelasan untuk masing-masing prinsip pertanian organik:

1) Prinsip Kesehatan

Pertanian organik harus berkelanjutan dan mendorong kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan planet sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jadi, pertanian organik berperan dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan ekosistem serta organisme yang terlibat di dalamnya pada semua proses sistem usahataninya.

2

(33)

2) Prinsip Ekologi

Pertanian organik harus diterapkan berdasarkan pada siklus dan sistem ekologi kehidupan. Bekerja, meniru, dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan sehingga dapat menjamin keberlanjutan ekologi. 3) Prinsip Keadilan

Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.

4) Prinsip Perlindungan

Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

2.1.3. Pertanian Organik Versus Pertanian Berkelanjutan

Keberlanjutan menurut Reijntjes, Haverkort, dan Bayer (2006) dapat diartikan sebagai “menjaga agar suatu upaya terus berlangsung”, atau “kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot”. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan ketersediaan sumber daya. Technical Advisory Committee of The CGIAR (1988) dalam Reijntjes, Haverkort, dan Bayer (2006) menyatakan, “pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.” Definisi lain tentang pertanian berkelanjutan sebagaimana yang diungkapkan Reijntjes (1999) dalam Indriana (2010), yaitu pertanian yang memenuhi syarat-syarat berikut ini: mantap secara ekologis, bisa berlanjut secara ekonomis, adil, manusiawi, dan luwes.

Berdasarkan definisi pertanian berkelanjutan yang telah dikemukakan pada paragraf di atas, maka sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi berdasarkan pertimbangan beberapa kriteria, antara lain3:

1) Aman menurut wawasan lingkungan, berarti kualitas sumberdaya alam dan vitalitas keseluruhan agroekosistem dipertahankan, mulai dari kehidupan

3

(34)

manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai apabila tanah dikelola dengan baik, kesehatan tanah dan tanaman ditingkatkan, demikian juga kehidupan manusia maupun hewan ditingkatkan melalui proses biologi. Sumberdaya lokal dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya kehilangan hara, biomassa dan energi, serta menghindarkan terjadinya polusi. Pertanian ini juga menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya terbarukan. 2) Menguntungkan secara ekonomi, berarti petani dapat menghasilkan sesuatu yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, termasuk pendapatan, dan cukup memperoleh pendapatan untuk membayar buruh dan biaya produksi lainnya. Keuntungan menurut ukuran ekonomi tidak hanya diukur langsung berdasarkan hasil usaha taninya, tetapi juga berdasarkan fungsi kelestarian sumberdaya dan menekan kemungkinan resiko yang terjadi terhadap lingkungan.

3) Adil menurut pertimbangan sosial, berarti sumberdaya dan tenaga tersebar sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi, demikian juga setiap petani mempunyai kesempatan yang sama dalam memanfaatkan lahan, memperoleh modal cukup, bantuan teknik dan memasarkan hasil. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam menentukan kebijakan, baik di lapangan maupun dalam lingkungan masyarakat itu sendiri.

4) Manusiawi terhadap semua bentuk kehidupan, berarti tanggap terhadap semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia). Prinsip dasar semua bentuk kehidupan adalah saling mengenal dan hubungan kerja sama antar makhluk hidup adalah kebenaran, kejujuran, percaya diri, kerja sama dan saling membantu. Integritas budaya dan agama dari suatu masyarakat perlu dipertahankan dan dilestarikan.

(35)

Pertanian berkelanjutan bisa diwujudkan melalui berbagai macam sistem usaha tani, termasuk pertanian organik yang menekankan daur ulang hara secara alami, sehingga penggunaan input luar pertanian menjadi rendah. Berdasarkan konsep dan definisi pertanian berkelanjutan, lalu setelah membandingkannya dengan konsep, definisi, dan prinsip-prinsip pertanian organik, maka dapat dianalisis bahwa pertanian organik termasuk dalam kategori pertanian berkelanjutan yang mampu menjamin kelangsungan atau keseimbangan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Pertanian organik mampu menjamin kelangsungan ekologi karena sifatnya yang ramah lingkungan; menjamin keberlanjutan ekonomi karena dapat mengoptimalkan usaha tani, sehingga dapat mencukupi kebutuhan manusia khususnya petani sendiri; dan menjamin kehidupan sosial budaya karena memperhatikan aspek budaya lokal dalam menjalankan usaha tani. Dengan demikian, analisis terhadap keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani, dapat dilihat berdasarkan kriteria-kriteria dalam pertanian berkelanjutan. 2.1.4. Praktik Pertanian Organik di Indonesia

Bentuk penerapan pertanian organik yang diterapkan di masing-masing negara dan wilayah memiliki ciri dan sistem yang berbeda, tergantung kondisi lokal atau budaya setempat. Hal ini mengingat bahwa penerapan pertanian organik sangat menekankan pada pengetahuan lokal petani, mulai dari pengelolaan tanah, pemilihan bibit lokal, sampai panen dan pasca panen. Semua sistem yang digunakan saling terintegrasi satu sama lain, namun tetap berprinsip sama, yaitu melarang penggunaan “input luar” tinggi yang bersifat kimiawi, atau penggunaan bibit transgenik. Banyak praktik yang bisa diterapkan atau diadopsi dalam pertanian organik berdasarkan kondisi dan budaya lokal setempat, apalagi Indonesia yang terkenal dengan keanekaragaman hayati serta budayanya. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada data kuantitatif yang menggambarkan persentase jenis metode ataupun bentuk penerapan pertanian organik di daerah tertentu di Indonesia.

Beberapa sistem budidaya organik sederhana sebagai bentuk penerapan pertanian organik yang bisa diadopsi oleh petani di Indonesia, antara lain4:

4

(36)

1) Penerapan Pupuk Organik

Pupuk organik merupakan elemen penting dalam menjalankan sistem pertanian organik sebagai pengganti pupuk kimia pada pertanian konvensional. Pupuk organik ramah terhadap lingkungan karena bahan-bahannya berasal dari limbah pertanian, peternakan (kotoran hewan), limbah penggergajian kayu, limbah cair, rumput laut, dan lain-lain. Limbah pertanaman sebagai pupuk organik bisa dibuat hingga menjadi pupuk yang siap pakai dengan komposisi atau campuran tertentu bersama bahan-bahan lainnya. Pemanfaatan kotoran dan limbah ternak sebagai sumber pupuk organik, biasa disebut sebagai pupuk kandang. Pupuk kandang bisa berbentuk kering atau cair.

Pengolahan limbah organik bisa juga dimanfaatkan untuk kompos. Selama proses pengomposan, akan terjadi proses mikrobiologis yang nantinya akan muncul mikroba-mikroba aktif sehingga bisa diaplikasikan pada lahan untuk meningkatkan produktivitas dan kesuburan tanah. Teknik yang terkenal dalam pengelolaan kompos adalah Bokashi. Produktivitas tanah dapat ditingkatkan hanya melalui pengelolaan lahan, tanah, dan tanaman secara terpadu. Usaha untuk memperbaiki produktivitas tanah dengan memperhatikan semua faktor yang berpengaruh dikenal sebagai membangun tanah secara terpadu. Langkah-langkah yang dapat dilakukan terkait dengan hal tersebut adalah membangun kesuburan tanah, pengelolaan nutrisi/hara terpadu yang kemudian dikenal sebagai Sistem Gizi Tanaman Terpadu (SGTT).

2) Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu

Praktik pertanian organik bisa dikembangkan melalui pengelolaan tanaman terpadu, misalnya: budidaya lorong (Alley Cropping) dan pertanian sejajar kontur (Contour Farming), perencanaan hutan desa melalui sistem

(37)

pertanian-peternakan-perikanan terpadu. Limbah padat dan limbah cair sebagai sumber pupuk organik akan mendukung semua jenis pertanian terpadu. Limbah ini bisa berupa bagas tebu, blotong, fermentasi slop (limbah cair pabrik alkohol), macam-macam limbah agroindustri, sampah kota, biogas, atau limbah cair hasil fermentasi biogas. Selain itu, tumbuhan air seperti Azolla pinnata, eceng gondok, alga biru, ganggang hijau juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik. Untuk mendukung sistem usahatani organik dan LEISA, diperlukan tanaman pupuk hijau seperti Calliandra calothyrsus, Leucaena glauca yang mendukung di lahan karena hasil residu tanaman ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk hijau.

3) Pemanfaatan Pupuk Hayati dan Pupuk Hijau

Jenis pupuk lainnya yang ramah lingkungan adalah pupuk hayati yang memanfaatkan mikroorganisme penambat nitrogen, yaitu Rhizobium,

Azospirillum, Azotobakter, Cyanobakter. Mikroorganisme yang cukup penting dalam memanfaatkan fosfat di dalam tanah, adalah Bacillus polymyxa,

Pseudomonas striata, Aspergillus awamori, Pencillium digitatum, Mikorisa,

Ektomikoriza, dan masih banyak lagi. Pemanfaatan pupuk hayati dapat mempercepat penambatan nitrogen dalam tanah dan penyediaan unsur hara penting lainnya bagi tanaman. Semua mikroorganisme penting dalam pupuk hayati, bisa diinokulasi dalam jumlah yang cukup, sesuai kebutuhan dalam sistem pertanian organik.

Pemupukan bisa juga didukung dengan pemanfaatan pupuk hijau. Metode ini bukan merupakan hal yang baru karena sudah lama dikenal oleh petani lahan kering dan lahan basah. Pupuk hijau atau disebut juga tanaman pembenah tanah karena merupakan bahan terbaik untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Sangatanan, 1989 dalam Sutanto, 2002). Pupuk hijau berarti memasukkan bahan yang belum terdekomposisi ke dalam tanah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi tanaman. Pupuk hijau dimasukkan ke dalam lapisan olah, dan hasilnya dapat dilihat pada tanaman berikutnya. Manfaat pupuk hijau yang utama selain sebagai sumber bahan organik, juga sebagai sumber nitrogen.

(38)

yang umum dilaksanakan di Indonesia adalah: perbaikan tanah selama periode pemberoan, budidaya lorong, memadukan legum pohon pada tanaman perkebunan, pemberoan terkendali, mulsa hidup, dan tanaman naungan. Beberapa jenis tanaman pupuk hijau yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kesuburan tanah, antara lain: Calliandra colothyrsus, Calopogonium mucunoides,

Canavalia ensiformis, Canavalia gladiata, Centrocema pubescens, Crotalaria lanceolata, Dolichos lablab, Leucaena glauca, Mimosa invisa, Mucuna pruriens. Pupuk hijau biasanya merupakan alternatif terakhir sebagai sumber pupuk karena petani lebih senang memanfaatkan pupuk kandang atau membenamkan limbah panen.

4) Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu serta Pemanfaatan Pestisida Hayati

Pengendalian hama dan penyakit terpadu, harus memahami prinsip-prinsip perlindungan tanaman, melalui praktik budidaya sebagai berikut: pengetahuan agroekosistem; pertanaman campuran dan diversifikasi; pemanfaatan bentuk lahan sebagai habitat predator hama; pergiliran tanaman; irama alam dan saat tanam yang tepat; pemupukan dan kesehatan tanaman; pengolahan tanah; pemilihan varietas; kesehatan tanah; gatra sosial; pengendalian hama dan penyakit secara alami yang dapat dilakukan dengan pengendalian alami, perencanaan yang matang, penjaminan kebersihan kondisi lahan, belajar memahami hama yang ada, menggunakan teknik sederhana, menggunakan bahan beracun hanya dalam keadaan terpaksa dalam jumlah sangat terbatas, membuang tanaman yang lemah atau tumbuhnya kurang baik. Sementara itu, pemanfaatan pestisida hayati dapat dimulai dari bahan tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikenal dengan baik, misalnya ramuan untuk obat tradisional, bahan yang diketahui mengandung racun, mempunyai kemampuan spesifik dalam menangani hama, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut, selanjutnya diatur tingkat penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Beberapa jenis pestisida hayati yang sering digunakan, antara lain: bawang putih, jarak, jengkol, kecubung, lombok, mindi, nimba, pepaya, tembakau.

5) Pertanian Olah Tanah Minimum dan Tanpa Olah Tanah

(39)

tidak terlalu menghabiskan biaya untuk pengolahan tanah. Namun, hal ini hanya bisa dilakukan apabila kondisi tanah sudah cukup baik atau stabil pasca perlakuan kimiawi sehingga terlepas dari ketergantungan penggunaan input luar kimiawi. Oleh karena itu, daur hara dalam tanah selanjutnya akan mengikuti alam secara alami (organik) sehingga keberlanjutan sistem pertanian terjamin dan OTM atau TOT bisa diterapkan.

2.1.5. Pengertian Keberlanjutan Ekologi

‘Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh Komisi Sedunia untuk Lingkungan dan Pembangunan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka’ (Soemarwoto, 2004). Keberlanjutan ekologi merupakan prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan sebagaimana yang dinyatakan oleh Jaya (2004)5. Keberlanjutan ekologi akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi.

Menurut Jaya (2004), untuk menjamin keberlanjutan ekologi, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:

1) Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan di bumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan. Untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengganggu integritas tatanan lingkungan, maka hindarkan konversi alam dan modifikasi ekosistem, kurangi konversi lahan subur dan kelola secara bijaksana. Selain itu, limbah yang dibuang tidak melampaui daya asimilatif lingkungan.

2) Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan yang menentukan keberlanjutan proses ekologi. Terdapat tiga aspek keanekaragaman hayati, yaitu: keanekaragaman genetika, spesies, dan tatanan lingkungan. Untuk mengkonversikan keanekaragaman hayati tersebut, kita harus menjaga ekosistem alam dan area yang representatif tentang kekhasan sumberdaya hayati agar tidak dimodifikasikan, memelihara seluas mungkin area ekosistem yang dimodifikasikan untuk keanekaragaman

5

(40)

dan keberlanjutan keanekaragaman spesies, konservatif terhadap konversi lahan pertanian.

Upaya untuk menjamin keberlanjutan ekologi, sebaiknya tidak hanya menjadi suatu himbauan yang bersifat teoritis. Hal ini dapat diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari melalui praktik pertanian organik karena sesuai dengan definisi sebelumnya, bahwa pertanian organik menekankan pada proses produksi secara alamiah, dimana manusia melayani alam, dan alampun akan memberikan hasil positif kepada manusia. Sistem pertanian yang holistik tersebut, dinyatakan oleh banyak pihak mampu menjamin keberlanjutan ekologi.

2.1.6. Pengertian Keberlanjutan Ekonomi

Keberlanjutan ekonomi dalam perspektif pembangunan memiliki dua hal utama, yaitu keberlanjutan ekonomi makro dan sektoral yang keduanya saling berkaitan dengan tujuan aspek keberlanjutan lainnya. Keberlanjutan ekonomi makro menjamin kemajuan ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi melalui reformasi struktural dan nasional. Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro, yaitu: efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan pemerataan serta distribusi kemakmuran. Hal tersebut dapat dicapai melalui reformasi fiskal, meningkatkan efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik, pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat guna, ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi pendapatan dan aset (Jaya, 2004). Sementara itu, keberlanjutan ekonomi sektoral akan diwujudkan dalam bentuk kebijaksanaan sektoral yang spesifik. Kegiatan ekonomi sektoral ini mendasarkan pada perhatian terhadap sumber daya alam yang bernilai ekonomis sebagai kapital; koreksi terhadap harga barang dan jasa; serta pemanfaatan sumber daya lingkungan yang merupakan biosfer keseluruhan sumber daya6.

Jaya (2004) selanjutnya menyatakan bahwa penyesuaian kebijakan yang meningkatkan keberlanjutan ekonomi makro secara jangka pendek akan mengakibatkan distorsi sektoral yang selanjutnya mengabaikan keberlanjutan ekologi. Hal ini harus diperbaiki melalui kebijaksanaan sektoral yang spesifik dan

6

(41)

terarah. Oleh karena itu, keberlanjutan aktivitas dan ekonomi sektoral perlu diperhatikan. Untuk mencapai keberlanjutan ekonomi sektoral, dapat dilakukan melalui beberapa upaya. Pertama, sumberdaya alam yang nilai ekonominya dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang tangible dalam kerangka akunting ekonomi. Kedua, secara prinsip harga sumberdaya alam harus merefleksi biaya ekstaksi, ditambah biaya lingkungan dan biaya pemanfaatannya. Pakar ekonomi harus mengidentifikasi dan memperlakukan sumber daya sebagai sumber daya yang terpulih, tidak terpulihkan, dan lingkungan hidup.

Sumber yang terpulihkan seperti hutan dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bila tidak memperlakukan produktivitas ekonomi sebagai fungsi yang pasif atau jasa yang mengalir sehingga perlu menggunakan prinsip pengelolaan yang berkelanjutan. Sedangkan sumber yang tidak terpulihkan, mempunyai jumlah absolut dan berkurang bila dimanfaatkan. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya yang tidak dapat dipulihkan, berarti: pemanfaatan secara efisien sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi masa mendatang dan diupayakan agar dapat dikembangkan substitusi dengan sumberdaya terpulihkan; membatasi dampak lingkungan dengan pemanfaatannya yang sekecil mungkin.

Prof. Dr. Emil Salim dalam Orasi Ilmiahnya yang berjudul “Sains dan Pembangunan Berkelanjutan” pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2003 di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Baranangsiang, memberikan pemahaman sederhana tentang apa yang disebut keberlanjutan ekonomi seperti kutipan di bawah ini:

(42)

Keberlanjutan ekonomi dapat diwujudkan melalui pengembangan pertanian organik di Indonesia. Hal ini diperkuat karena pertanian organik mendasarkan pada perhatian terhadap sumber daya alam yang bernilai ekonomis sebagai kapital, dengan memanfaatkan sumber daya lingkungan secara holistik. Dengan demikian, praktik pertanian organik dapat dikategorikan sebagai salah satu kegiatan ekonomi sektoral. Aspek ekonomi dilihat dari bidang pertanian, dapat dikatakan berlanjut bila produksi pertanian mampu mencukupi kebutuhan pangan, dan memberikan pendapatan yang layak untuk melaksanakan keberlanjutan penghidupan, khususnya bagi para petani.

2.1.7. Pengaruh Praktik Pertanian Organik terhadap Keberlanjutan Ekologi dan Ekonomi Petani

2.1.7.1. Keberlanjutan Ekologi

Kontribusi pertanian organik terhadap sistem ekologi telah banyak dimuat ke dalam berbagai buku atau publikasi. Meskipun demikian, namun hasil penelitian terdahulu mengenai sampai sejauh mana pengaruh praktik pertanian organik terhadap keberlanjutan ekologi dan ekonomi petani, khususnya di Indonesia masih sangat kurang. Oleh karena itu, penulis mencoba mensintesis berbagai rujukan atau referensi, baik dari dalam maupun luar negeri yang memungkinkan digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini. Rosenow, Soltysiak, dan Verschuur (1996) menyatakan bahwa pertanian organik memperhatikan kesuburan tanah sebagai dasar kapasitas produksi dan sifat alami tanaman, hewan, biofisik, landskap, sehingga mampu mengoptimalkan kualitas semua faktor-faktor yang saling terintegrasi atau tergantung.

(43)

mengemukakan tentang keuntungan pertanian organik bagi manusia dan lingkungan dalam jangka panjang, sebagai berikut:

1) Meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang.

2) Mengontrol serangan hama dan penyakit tanaman tanpa merusak lingkungan. 3) Menjamin air tetap bersih dan aman.

4) Menggunakan sumber daya yang dimiliki oleh petani, sehingga dapat mengurangi biaya input produksi pertanian.

5) Menghasilkan pangan yang bergizi, pakan untuk hewan, dan tanaman berkualitas tinggi yang dapat dijual dengan harga layak.

Pendapat lain yang memperkuat dampak positif pertanian organik terhadap ekologi adalah: ‘pollution of air and water is found to be reduced on organic farms, soil health improves, and the number and variety of wild species, such as plants, butterflies, and spiders is enhanced’ (ESRC Global Environmental Change Programme, 1999 dalam Soil Association dan SUSTA, 20017). Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dikatakan bahwa pertanian organik mampu mengurangi polusi udara dan air, meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah, dan menjaga keanekaragaman hayati baik tanaman maupun hewan seperti kupu-kupu, laba-laba, dan lain-lain. Selain itu, terdapat lagi beberapa keuntungan dari praktik pertanian organik seperti yang ditulis oleh Dede Sulaeman (2008) dalam makalahnya yang berjudul “Mengenal Sistem Pangan Organik Indonesia”, antara lain:

1) Dihasilkannya makanan yang cukup, aman, dan bergizi, sehingga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.

2) Terciptanya lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani.

3) Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian. 4) Meningkatkan produktivitas lahan pertanian dalam jangka panjang.

5) Mempertahankan fungsi konservasi.

Pengaruh positif pertanian organik secara lebih rinci telah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian dari luar negeri, meskipun belum banyak dipublikasikan

7

(44)

di Indonesia. Maria Müller-Lindenlauf (2009) menguraikan beberapa pengaruh positif pertanian organik tersebut, melalui tulisannya yang berjudul “Organic Agriculture and Carbon Sequestration” dengan mengutip pernyataan para ilmuwan, seperti di bawah ini:

“Organic agriculture has various positive environmental effects, chiefly enhancing biodiversity (Hole et al., 2005; McNeely, 2001) and reducing the energy use for agricultural production (Ziesemer, 2007). Emissions from mineral fertilizers production, which contribute alone to 1% of global anthropogenic greenhouse gas emissions, are totally omitted (FAOSTAT; EFMA; Williams, 2006). Furthermore, organic agricultural practices show ways of efficient nutrient management, which is going to become even more important in times of limited resources. While agricultural productivity increased substantially during the last decades by using higher amounts of mineral fertilizers, the global efficiency of Nitrogen use decreased from 80 to 30% (Erismann et al., 2008). Organic agricultural practices can contribute to a more efficient use of nitrogen by planting legumes and catch crops and integrated livestock production. Integration of landscape elements and higher soil organic matter contents increase the water capturing capacity of the agricultural system and lower the risk of soil erosion. Hence, the risk of yield losses by extreme weather events is lowered (Lotter, 2003). Abstention from all chemical pesticides avoids the risk of health damage by chemicals for farmers and consumers. Water quality is increased both by lower nitrate leaching and abstention from agro-chemicals (Stolze et al., 2000).”

Hasil penelitian seperti yang telah dikutip oleh Maria dalam tulisannya di atas, sudah cukup membuktikan bahwa praktik pertanian organik berpengaruh positif terhadap beberapa bidang kehidupan khususnya ekologi. Kutipan tersebut secara umum dapat disimpulkan bahwa pertanian organik memberikan pengaruh positif terhadap lingkungan, seperti: menjaga keanekaragaman hayati, mengurangi penggunaan energi dan emisinya, mencegah polusi dan bahaya kesehatan dengan menghindari penggunaan bahan-bahan kimia, menjaga kebersihan dan kesehatan air, mengoptimalkan penggunaan nitrogen secara efisien melalui tanaman penambat nitrogen, dan meminimalkan resiko erosi serta biaya input tinggi.

(45)

demikian secara umum dapat dibuktikan atau diukur melalui perubahan kualitas lingkungan, seperti: tingkat kesuburan tanah, keanekaragaman hayati, serangan hama dan penyakit, produktivitas pertanian secara berkelanjutan, serta kesehatan lingkungan dan petani yang dapat dilihat dari kualitas air maupun produk pertanian organik. Untuk menganalisis pengaruh tersebut, dibutuhkan perbandingan hasil nyata pada aspek ini, yaitu perbandingan kondisi ekologi pada sistem pertanian konvensional (non organik) dengan kondisi ekologi pada pertanian organik.

2.1.7.2. Keberlanjutan Ekonomi

Menurut Ho dan Ching (2006), pertanian organik menjamin keberlanjutan ekonomi yang terlihat dari:

1) Produksi yang lebih efisien dan menguntungkan dihasilkan dari pertanian organik melalui peningkatan produktivitas, biaya rendah namun keuntungan tinggi.

2) Pertanian organik dapat meningkatkan ketahanan pangan dan keuntungan bagi masyarakat lokal selain baik juga untuk kesehatan.

Rosenow, Soltysiak, dan Verschuur (1996) selanjutnya mengemukakan bahwa pertanian organik mampu memproduksi pangan yang bergizi tinggi dalam jumlah cukup, mengizinkan setiap orang terlibat dalam produksi organik dan proses peningkatan kualitas hidup sesuai dengan hak asasi manusia yang diutarakan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk mencukupi semua kebutuhan dasar dan mendapatkan kepuasan atau tingkat pengembalian yang memadai atas kerja mereka termasuk lingkungan kerja yang sehat.

Sejumlah keuntungan dari praktik pertanian organik di bidang ekonomi diungkapkan oleh Dede Sulaeman (2008) sebagai dukungan atas praktik pertanian organik di Indonesia. Keuntungan pertanian organik terhadap bidang ekonomi tersebut, antara lain:

1) Meningkatnya pendapatan petani

2) Terciptanya lapangan kerja baru di pedesaan

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Anatomi Konsep Pertanian Organik dan Konvensional
Tabel 2.  Perbandingan Ekonomi, Sosial serta Kesehatan Pertanian Organik dan Konvensional
Tabel 3. Luas Area Pertanian Organik Menurut Region, Tahun 2007
Gambar 1.  Kerangka Pemikiran Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik
+7

Referensi

Dokumen terkait