• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1.2 Keadaan Penduduk - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Daya Saing Usahatani Padi Organik terhadap Padi Konvensional di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah = Competitiveness Ana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "4.1.2 Keadaan Penduduk - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Daya Saing Usahatani Padi Organik terhadap Padi Konvensional di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah = Competitiveness Ana"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Desa Penelitian

Desa Ketapang terletak di Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang

Provinsi Jawa Tengah dengan batasan wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Sidoharjo

Sebelah Selatan : Desa Tawang dan Desa Timpik

Sebelah Barat : Desa Susukan

Sebelah Timur : Desa Gentan dan Desa Bakalrejo

Secara geografis desa ketapang memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat

pemerintahan) adalah sebagai berikut :

Pusat Pemerintahan Kecamatan : 1 km

Pusat Pemerintahan Kabupaten : 55 km

Pusat Pemerintahan Provinsi : 75 km

Desa Ketapang terdiri dari 6 Rukun Warga (RW), 5 Dusun, 31 Rukun

Tetangga (RT). Luas Wilayah Desa Ketapang adalah 316 Ha, dengan luas lahan

sawah sebesar 160 Ha dan 156 Ha adalah areal bukan persawahan. Letak Desa

Ketapang berada pada ketinggian 318 – 1450 meter di atas permukaan laut,dengan

suhu udara rata-rata 27-29o C dengan curah hujan rata-rata 21 mm /tahun.

4.1.2 Keadaan Penduduk

Berdasarkan data demografi pada awal tahun 2016, jumlah penduduk Desa

Ketapang, Kecamatan Susukan berjumlah 5.437 jiwa yang terdiri dari 2.711

laki-laki dan 2.726 perempuan. Mata pencaharian penduduk Desa Ketapang

Kecamatan Susukan cukup beragam, selain bertani penduduk Desa Ketapang

Kecamatan Susukan juga bekerja diluar sektor pertanian, antara lain sebagai

pengurus rumah tangga, pelajar/mahasiswa, pensiunan, PNS, TNI, pedagang,

petani/pekebun, karyawan swasta,buruh tani, guru, sopir, perdagangan, perangkat

(2)

Berikut data distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat

pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian

No Pekerjaan Jumlah (jiwa) Jumlah Total

(Jiwa) Laki-laki Perempuan

1. Belum bekerja/tidak bekerja 689 669 1.358

2. Mengurus rumah tangga 0 481 481

3. Pelajar/Mahasiswa 441 361 802

4. Pensiunan 38 36 74

5. PNS 31 20 51

6. TNI 5 0 5

7. Perdagangan 23 29 52

8. Petani 225 219 444

9. Karyawan Swasta 208 190 398

10. Buruh Tani 18 22 40

11. Guru 12 22 34

12. Sopir 15 0 15

13. Pedagang 30 16 46

14. Perangkat Desa 10 0 10

15. Wiraswasta 486 308 794

JUMLAH 2231 2373 4604

Sumber : Data Monografi Desa Ketapang, 2016

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah petani padi yang ada di Desa

Ketapang. Petani padi yang menjadi responden adalah petani padi konvensional

dan petani padi organik. Untuk mengetahui karakteristik responden dilihat

berdasarkan umur petani, tingkat pendidikan, luas lahan dan jumlah anggota

(3)

Tabel.4.2. Karakteristik Responden

Jumlah anggota keluarga (Orang)

Sumber : Analisis Data Primer, 2016 Keterangan : * berbeda nyata pada α = 0,05

tn : Tidak nyata

a. Usia

Rata-rata usia petani padi organik adalah 47,8 tahun, sedangkan rata-rata

petani padi konvensional adalah 55,4 tahun. Sebagian besar usia petani padi

organik adalah pada kisaran usia 40-49 tahun (54%), kisaran usia 30-39 tahun

memiliki prosentase terkecil, sedangkan usia petani padi konvensional yang

terbanyak pada kisaran usia 50-59 tahun, dan tidak ada petani pada kisaran usia

30-39 tahun. Jika dilihat dari nilai signifikansinya maka usia petani padi organik

memiliki perbedaan secara signifikan dengan usia petani padi konvensional,

Penelitian (Nurdin,2011), menjelaskan bahwa petani yang berusia 50 tahun

(4)

b. Pendidikan

Berdasarkan tabel 4.2 Rata-rata tingkat pendidikan yang ditempuh petani

organik adalah SMP dan Rata- rata pendidikan petani padi konvensional adalah

SD. Petani padi organik yang berpendidikan SD berjumlah 16 orang (54%), petani

dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 6 orang (20%), dan SMA yaitu 5 orang

(16%) sedangkan petani yang menempuh pendidikan hingga ke perguruan tinggi

berjumlah 3 orang (10%), sedangkan pada petani padi konvensional yang

berpendidikan SD dalah 24 orang (80%), responden dengan pendidikan SMP

sebanyak 5 orang (16%),dan tidak ada petani yang berpendidikan SMA, dan

petani yang menempuh pendidikan perguruan tinggi berjumlah 1 orang (4%).

Penelitian (Restu,2008) mendapatkan bahwa rata-rata pendidikan petani

padi adalah pada tingkat sekolah dasar (SD). Jika dilihat dari nilai signifikansi,

maka pendidikan petani padi organik dan petani padi konvensional memiliki

perbedaan secara signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian penelitian

(Restu,2008) yang mengatakan bahwa Biasanya petani mengenyam pendidikan

hingga sekolah dasar kurang memperhitungkan resiko yang akan dihadapinya

dalam melakukan perubahan usahataninya. Hal ini karena petani melakukan

perubahan mengikuti petani lain. Sedangkan petani yang berpendidikan akan

selalu berhati hati dalam mengambil keputusan dengan terlebih dahulu

memperhitungkan resiko yang akan dihadapinya.

c. Jumlah anggota keluarga

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah anggota keluarga

paling banyak adalah 3-5 orang baik petani organik maupun petani konvensional

dengan jumlah rata-rata anggota keluarga 3 orang. Menurut Barthan (2011),

jumlah anggota keluarga merupakan salah satu penyedia jasa tenaga kerja. Jika

dilihat dari nilai signifikansi, maka jumlah anggota keluarga petani organik tidak

berbeda nyata secara statistik dengan jumlah anggota keluarga petani

konvensional.

d. Luas lahan

Dari tabel diatas menunjukkan mayoritas respoden memiliki luas usahatani

dengan luas 0,25-0,5 ha sebanyak 27 orang (90 %).untuk petani padi organik dan

(5)

dimiliki petani adalah < 0,25 ha dengan jumlah petani 2 orang (7%) untuk petani

padi organik sedangkan untuk petani padi konvensional tidak ada yang memiliki

luas lahan kurang dari < 0,25 ha petani kebanyakan dalam menanam padi, baik itu

padi organik maupun padi konvensional menggunakan lahan nya sendiri.

Jika dilihat dari nilai signifikansinya maka luas lahan petani padi organik

tidak berbeda nyata secara statistik dengan luas lahan petani padi konvensional.

Menurut penelitian (Inggit, 2006) menjelaskan bahwa perbedaan luas lahan yang

digarap oleh petani mempengaruhi tingkat produksi dari padi yang dihasilkan.

4.3. Analisis jumlah dan Biaya Usahatani Padi Organik dan Padi Konvensional

Tabel 4.3 menjelaskan jumlah sarana produksi dan tenaga kerja yang

digunakdalam usahatani padi organik dan konvensional dilokasi penelitian.

Tabel 4.3. Jumlah sarana produksi Usahatani Padi Organik dan Padi Konvensional Sarana produksi Padi Organik Padi Konvensional

Benih (kg/ha) 24,08 23,26

Pupuk kandang (kg/ha) 1214,24 1193,97

Pupuk MOL (Liter/ha) 26,27 -

Pupuk Ferinci (liter/ha) 3,29 -

Pupuk urea (kg/ha) - 203,17

Pupuk ponska (kg/ha) - 199,92

Pestisida (liter/ha) 10 34,20

Tenaga kerja dalam dan luar keluarga (HOK) / ha

124,43 112,38

Sumber : Analisis Data Primer, 2016

Berdasarkan table 4.3 dapat dilihat bahwa penggunaan benih yang

digunakan petani padi organik lebih besar yaitu 24,08 (Kg/ha) daripada benih

yang digunakan oleh petani padi konvensional yaitu 23,26 (Kg/ha), jumlah

penggunaan benih berbeda karena jarak tanam dan jumlah bibit per lubang tanam

berbeda. Jarak tanam untuk petani padi organik adalah 20 cm X 20 cm dengan

jumlah bibit yang di gunakan 3-5 per lubang tanam sedangkan jarak tanam untuk

padi konvensional adalah 25 X 25 dengan dengan jumlah bibit per lubang tanam

adalah 2-3. Bibit yang digunakan oleh petani padi organik di Desa Ketapang

merupakan bibit yang dibuat sendiri baik oleh anggota maupun ketua kelompok

tani, yang nantinya ketua kelompok tani akan membagikan bibit tersebut kepada

(6)

ditanam oleh petani padi organik yaitu Menthik susu. Untuk pertanian

konvensional, varietas bibit yang digunakan yaitu IR 64 dan umbul.

Pupuk kandang yang digunakan petani padi organik rata-rata adalah

1214,24 kg/ha sedangkan pupuk kandang yang digunakan oleh petani padi

konvensional adalah 1193,97 kg/ha Selain menggunakan pupuk kandang, petani

padi organik pun menggunakan pupuk daun sebagai pupuk pelengkap, yaitu

menggunakan mikroorganisme lokal (MOL). Hal ini dilakukan petani untuk

menambah jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. MOL ini digunakan

dengan cara disemprotkan menggunakan handsprayer. Pada umumnya MOL

dibuat sendiri oleh petani karena menggunakan bahan-bahan organik. Berdasarkan

data yang diperoleh dari petani kebutuhan MOL yang digunakan rata-rata sebesar

26,27 lt/ha.

Dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit pada usahatani organik

tidak menggunakan pestisida. Untuk pengendalian hama dan penyakitnya, para

petani organik melakukannya dengan cara pengendalian fisik dan penyemprotan

dengan menggunakan BAS Pengendalian fisik dilakukan dengan cara mencabut

gulma yang berada dilahan dan pematang sawah, sedangkan penyemprotan hama

dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati yaitu dengan BAS (Bio arang

Sekam) yang biasanya dibuat sendiri. Pada petani padi konvensional, petani dalam

melakukan pengendalian hama dan penyakitnya menggunakan pestisida. Pestisida

yang digunakan oleh petani konvensional antara lain afidor, matador, hamador

dan regent.

Tenaga kerja yang digunakan petani dalam usahatani organik maupun

konvensional adalah tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga luar keluarga,

rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usaha tani organik adalah 124,43 HOK.

Tenaga kerja usahatani konvensional lebih rendah daripada usahatani organik

yakni 112,38 HOK karena dalam pemeliharaan seperti penyiangan, pemupukan

dan pengendalian hama dan penyakit usahatani memerlukan tenaga kerja lebih

(7)

Tabel 4.4 menjelaskan tentang analisis biaya, penerimaan dan keuntungan

usahatani padi organik dan padi konvensional di lokasi penelitian.

Tabel 4.4. Analisis Biaya Usahatani Padi Organik dan Padi Konvensional

Jenis Biaya Padi Organik Padi Konvensional

Biaya Variabel

Benih (Rp/ha) 240.788 232.635

Pupuk kandang Rp/ha) 1.214.236 1.193.968

Pupuk MOL (Liter/ha) 262.733 -

Pupuk Ferinci (Rp/ha) 16.439 -

Pupuk urea (Rp//ha) - 406.349

Pupuk ponska (Rp/ha) - 507.937

Pestisida (Rp/ha) 97.345 572.845

Tenaga kerja dalam dan luar keluarga (Rp/ha)

5.334.366 5.188.524

Biaya selep ( Rp/ha) 1.429.947 1.699.352 Total biaya variabel (Rp./ha) 8.599.855 9.801.610 Biaya tetap

Irigasi (Rp/ha) 262.768 358.603

Pajak (Rp/Ha) 82.434 80.905

Produktivitas Gabah (Kg/Ha/MT) 5812,79 6907,94

Harga Jual Gabah (Rp/Kg) 5000 4.000

Penerimaan Gabah (Rp/Ha/MT) 29.063.973 27.631.760 Produktivitas Beras (Kg/Ha/MT) 2990,50 3553,91

Harga Jual Beras (Rp/Kg) 11.750 7000

Penerimaan Beras (Rp/Ha/MT) 35.138.338 24.877.386 Keuntungan Usahatani dalam bentuk

Gabah

21.578.863 19.089.994

Keuntungan Usahatani dalam bentuk Beras

26.193.281 14.636.268

Sumber : Analisis Data Primer, 2016

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa rata-rata total biaya yang

dikeluarkan dalam usahatani padi organik lebih kecil dibanding dengan rata-rata

total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi konvensional, yaitu sebesar Rp

8.067.057 untuk usahatani padi organik, dan Rp 10.241.118 untuk usahatani padi

konvensional. Menurut Paimin (1991), mengatakan besarnya penerimaan

diperoleh dari hasil kali produktivitas dengan harga. Berdasarkan hasil

perhitungan dari Tabel 4.4 diketahui rata-rata penerimaan usahatani padi organik

dalam bentuk gabah Rp 29.963.973 dan padi konvensional Rp 27.631.746. Hal

ini disebabkan pada harga jual padi organik Rp 5000/kg lebih tinggi dibandingkan

(8)

usahatani padi organik dalam bentuk beras Rp.35.138.338 dan rata-rata

penerimaan untuk padi konvensional Rp.24.877.386 . Hal ini disebabkan pada

harga jual padi organik Rp. 11.750/kg lebih tinggi dibandingkan harga jual padi

konvensional Rp 7000/Kg

Menurut penelitian Inggit (2009) menyimpulkan bahwa rata-rata

penerimaan usahatani organik Rp 17.259.000 dalam bentuk gabah dengan hasil

GKP sebesar 5.753 kg/ha, sedangkan rata-rata penerimaan usahatani konvensional

12.212.000 dalam bentuk gabah, dengan hasil produksi GKP sebesar 6.106

kg/ha.penelitian yang dilakukan di Desa Ketapang penerimaan yang diperoleh

petani konvensional sebesar Rp 27.631.760 dan penerimaan yang di peroleh

petani organik sebesar Rp 29.063.973/haJika dilihat dari hasil produksi GKP per

hektar ternyata padi organik lebih kecil jika dibandingkan dengan padi

konvensional,dengan jumlah produksi 5812,79 kg/ha (padi organik) dan 6907,94

kg/ha (padi konvensional) namun rata-ratapenerimaan total petani organik lebih

besar dari petanikonvensional, dengan rata-rata penerimaan Rp. 29..063.973 / ha

(padi organik) dan Rp 27.631.760/ha. Besarnya rata-rata penerimaanyang

diperoleh petani padiorganik dikarenakan harga jual GKP padi organik per

kilogram lebih tinggi dari harga jual GKP padi konvensional per kilogramnya,

yaitu Rp. 5000/Kgsedangkan harga GKP untuk padi konvensional adalah Rp.

4000/Kg.

4.4 Analisis Daya Saing Usahatani Padi Organik terhadap Usahatani Padi Konvensional

Tabel 4.4. memaparkan tentang Analisis keunggulan daya saing usatani padi

organik terhadap usahatani konvensional dalam bentuk gabah.

Tabel 4.5. Analisis Daya Saing usahatani padi organik terhadap usahatani konvensional bersaing dengan dalam bentuk gabah

Komoditas Produktifitas Padi Organik 5812,79 5000 7.515.110 21.576.863 Padi Konvensional 6907,94 4.000 8.541.766 19.089.994 Keunggulan padi organik

terhadap padi konvensional (Gabah)

5321,021 4.577

(9)

Daya saing usahatani padi organik terhadap usahatani padi konvensional

dapat diketahui melalui analisa tingkat harga dan produktivitas minimum.

Berdasarkan Tabel 4.5, produktivitas minimum agar usahatani padi organik dalam

bentuk produk gabah dapat bersaing dengan usahatani padi secara konvensional

adalah 5.321,021 kg/ha, dimana tingkat tersebut masih dibawah capaian aktual,

dengan selisih 491,769 kg. Hasil analisis tersebut menunjukkan saat ini usahatani

padi organik masih mampu bersaing dengan usahatani padi konvensional

Jika dilihat dari segi harga, harga minimum agar usahatani padi organik

dalam bentuk produk gabah dapat bersaing dengan usahatani padi secara

konvensional adalah Rp.4.577/kg., dimana tingkat tersebut masih dibawah capaian

aktual, dengan selisih Rp. 423 Hasil analisis tersebut menunjukkan saat ini

usahatani padi organik masih mampu bersaing dengan usahatani padi

konvensional. Usahatani padi organik mampu bersaing dengan usahatani padi

konvensional karena, biaya padi organik lebih efisien karena biaya pembelian

pupuk lebih rendah dan harga padi organik cukup tinggi.

Tabel 4.6. memaparkan tentangAnalisis keunggulan kompetitif usatani

padi organik terhadap usahatani konvensional dalam bentuk beras.

Tabel 4.6. Analisis Daya Saing usatani padi organik terhadap usahatani

2990,50 11.750 8.945.057 26.193.281

Komoditas Padi Konvensional

3553,91 7000 10.241.118 14.636.268

Keunggulan komoditas padi organik

terhadap komoditas padi konvensional (Beras)

2006,921 7.885

Sumber : Analisis Data Primer, 2016

Berdasarkan Tabel 4.5, produktivitas minimum agar usahatani padi organik

dalam bentuk produk beras dapat bersaing dengan usahatani padi secara

konvensional adalah 2006,921kg/ha, dimana tingkat tersebut masih dibawah

capaian aktual, dengan selisih 983,579 kg/ha. Hasil analisis tersebut menunjukkan

saat ini usahatani padi organik masih mampu bersaing dengan usahatani padi

(10)

Jika dilihat dari segi harga, harga minimal padi organik dalam bentuk

produk beras yang harus dicapai agar dapat bersaing terhadap padi konvensional

adalah Rp. 7.889/kg, dimana tingkat tersebut masih dibawah capaian aktual,

dengan selisih Rp. 3.865. Hasil analisis tersebut menunjukkan saat ini usahatani

padi organik masih mampu bersaing dengan usahatani padi konvensional.

Usahatani padi organik mampu bersaing dengan usahatani padi konvensional

karena, biaya padi organik lebih efisien karena biaya pembelian pupuk lebih

rendah dan harga padi organik cukup tinggi

4.5 Analisis R/C Ratio

Tabel 4.7 menjelaskan tentang analisis R/C Ratio usahatani padi organik

dan padi konvensional di lokasi penelitian

Tabel 4.7.Analisis R/C Ratio usahatani padi organik dan padi konvensional

Keterangan Usahatani Padi Organik Usahatani Padi Konvensional

Gabah Beras Gabah Beras

Penerimaan (Rp/MT) 29.063.973 35.138.338 27.631.760 24.877.386 Total biaya (Rp/MT) 7.515.110 8.945.057 8.541.766 10.241.118

R/C ratio (Per MT) 3,87 3,92 3,23 2,43

Uji beda R/C ratio gabah organik vs konvensional

(0,005)tn - Uji beda R/C ratio beras organik vs konvensional

(0,000)tn

Sumber : Analisis Data Primer, 2016 Keterangan : * berbeda nyata pada α = 0,05

tn Tidak nyata

Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa usahatani padi organik dan usahatani padi

konvensional baik dalam bentuk gabah maupun dalam bentuk beras layak untuk

diusahakan karena memiliki nilai R/C Ratio > 1. R/C Ratio tertinggi didapat oleh

usahatani padi organik yang hasilnya dalam bentuk beras, sedangkan R/C Ratio

terendah pada usahatani padi konvensional dalam bentuk beras.

Tabel 4.7 menjelaskan bahwa nilai R/C ratio atas penggunaan biaya

usahatani padi konvensional lebih kecil dari R/C ratio usahatani padi organik baik

dalam bentuk gabah maupun dalam bentuk beras. Pada usahatani padi organik

dalam bentuk gabah didapat R/C ratio 3,87 artinya petani memperoleh keuntungan

sebesar Rp 3,87 dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan, sedangkan dalam

bentuk beras R/C Ratio 3,92 artinya petani memperoleh keuntungan sebesar 3,92

(11)

dalam bentuk gabah didapat R/C Ratio sebesar 3,23 artinya petani memperoleh

keuntungan sebesar 3,23 dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan,

sedangkan dalam bentuk beras R/C Ratio 2,43 artinya petani memperoleh

keuntungan sebesar 2,43 dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan,

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai R/C Ratio padi organik dalam bentuk

gabah lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C Ratio padi konvensional bentuk

gabah, dimana nilai R/C Ratio padi organik dalam bentuk gabah 3,87 sedangkan

nilai R/C Ratio padi konvensional 3,23.hal tersebut dikatenakan penerimaan dari

padi organik berbentuk gabah (Rp 29.063.973) lebih besar dari penerimaan padi

konvensional (Rp 27.631.760) dan biaya yang dikeluarkan lebih besar padi

konvensional (Rp 8.541.766) dibandingkan dengan padi organik (Rp 7.515.110).

jika dilihat dari nilai signifikansinya R/C Ratio padi organik dalam bentuk ganah

berbeda nyata secara statistik dengan R/C Ratio padi konvensional.

Jika dilihat dari nilai R/C Ratio padi organic (dalam bentuk beras), nilai R/C

Rasio padi organik lebih besar daripada nilai R/C Ratio padi konvensional,

dimana nilai R/C Ratio padi organik adalah 3,92 dan padi konvensional adalah

2,43. Hal tersebut terjadi karena penerimaan yang diterima petani lebih besar padi

organic(Rp35.138.338) dibandingjkan dengan padi konvensional (Rp

27.631.760)dan biaya yang di keluarkan dalam budidaya padi organik (Rp

8.945.057) lebih kecil dibanding dengan biaya padi konvensional (Rp

10.241.118). jika dilihat dari nilai signifikansinya R/C Ratio padi organik berbeda

nyata secara statistik dengan padi konvensional (dalam bentuk beras).

Jumlah produksi beras dari usahatani padi organik adalah 2990,50 kg per

ha, dengan harga beras per kg Rp.11.750 dengan penerimaaan petani dari

penjualan beras sebesar 35.138.338 keuntungan petani adalah Rp. 26..193.281

per ha. nilai R/C Ratio dalam usahatani padi organik adalah 3,92 dimana angka

ini menunjukkan usahatani ini mengalami keuntungan sehingga layak untuk

dilanjutkan, penelitian Tamba dkk (2017 ) menyebutkan bahwa Jumlah produksi

beras dari usahatani padi sawah dengan metode SRI adalah 3.014,51 kg per ha,

dengan harga beras per kg Rp.11.500, maka penerimaaan petani dari penjualan

beras sebesar Rp.34.666.882,25 per ha. Pendapatan bersih petani dengan sistem

(12)

dengan sistem tanam SRI ini adalah 1,76 dimana angka ini menunjukkan

usahatani ini mengalami keuntungan sehingga layak untuk dilanjutkan. Dengan

demikian hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh Tamba dkk, (2017) yaitu usahatani padi organik dalam bentuk beras layak

dan menguntungkan untuk diusahakan, meskipun nilai R/C Ratio penelitian

(Tamba dkk, 2017) lebih kecil dari penelitian ini.

Jumlah produksi petani padi organik adalah 5.812,79 gabah kering panen,

petani menjual dalam bentuk gabah kering dengan harga jual gabah tersebut Rp

5000 per kg. Penerimaan petani dari penjualan gabah kering tersebut sebesar Rp.

29.063.973 per ha. Nilai RCR dalam penelitian ini adalah 3,87 dimana angka ini

menunjukkan usahatani tersebut mengalami keuntungan dan layak untuk

dilanjutkan. Hasil penelitian ini nilai R/C Ratio yang dihasilkan lebih besar dari

Penelitian Tamba dkk, (2017) yang mengatakan Jumlah produksi petani padi

dengan memakai metode SRI di Desa Rambah Salo Kecamatan Rambah Salo

Kabupaten Rokan Hulu dalam penelitian Abdul Gafar (2014) adalah 5.245 kg/ha

gabah kering panen. Petani menjual dalam bentuk gabah kering dengan harga jual

gabah tersebut Rp.3.568,00 per kg. Penerimaan petani dari penjualan gabah kering

tersebut sebesar Rp.18.586.364,00 per ha dan nilai RCR dalam penelitian ini

adalah 2,48 dimana angka ini menunjukkan usahatani tersebut mengalami

keuntungan dan layak untuk dilanjutkan. Tetapi dari hasil R/C Ratio yang

didapatkan usahatani padi organik dalam bentuk gabah sama-sama layak dan

menguntungkan untuk dijalanjan karena nilai RCR > 1.

Jumlah produksi petani padi konvensional adalah 6907,94 gabah kering

panen, Petani menjual dalam bentuk gabah kering dengan harga jual gabah

tersebut Rp 4000 per kg. Penerimaan petani dari penjualan gabah kering tersebut

sebesar Rp. 27.631.760 per ha. Nilai RCR dalam penelitian ini adalah 3,23

dimana angka ini menunjukkan usahatani tersebut mengalami keuntungan dan

layak untuk dilanjutkan.

Menurut penelitian Tamba dkk, (2017) jumlah produksi petani padi dengan

sistem konvensional dalam penelitian Filardi dan Elida (2014) adalah sebesar

3.010,94 kg per ha gabah kering giling. Petani dalam penelitian ini menjual dalam

(13)

ha. Pendapatan bersih yang diterima oleh petani dalam penelitian ini adalah

Rp.4.949.214,19 per ha. Nilai RCR dalam penelitian ini sebesar 1,64 dimana

usahatani ini mengalami keuntungan dan layak untuk dilanjutkan. penelitian ini

jika dibandingkan dengan penelitian (Tamba dkk,2017) nilai R/C Ratio nya lebih

tinggi, tetapi sama- sama menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena

nilai RCR > 1.

4.6 Analisis Titik Impas Usahatani Padi Organik Dan Konvensional Tabel 4.8. analisis titik impas produktivitas dan titik impas harga

Usahatani Biaya

Padi organik (gabah) 7.515.110 5812,79 5000 1.503,02 1.293

Padi Konvensional

Sumber : Analisis Data Primer, 2016 Keterangan : * berbeda nyata pada α = 0,05

tn Tidak nyata

1. Analisis Titik Impas Produktifitas (TIP)

Titik impas produktivitas merupakan produktivitas minimal yang harus

dicapai agar usahatani yang dilakukan memperoleh keuntungan yang normal.

Tabel 4.8 terlihat bahwa titik impas produktivitas aktual padi dalam bentuk gabah

maupun dalam bentuk beras diatas nilai TIP berarti usahatani yang dilakukan

menguntungkan petani. Dapat dilihat bahwa titik impas produksi usahatani padi

dalam bentuk gabah adalah sebesar 1503,02 kg/ha dengan rata-rata produksi

5812,79 kg/ha Hasil produksi rata-rata padi sudah lebih besar dari titik impas

produksi yaitu 5.812,79 kg/ha > 1.503,02 kg/ha, sehingga usahatani padi organik

dalam bentuk gabah dapat dikatakan menguntungkan untuk dilaksanakan. Jika

(14)

konvensional berbeda nyata secara secara statistik sedangkan, untuk usahatani

padi dalam bentuk beras titik impas produksi nya adalah 761,28 kg/ha dengan

rata-rata produksi 2990,50 kg/ha, maka hasil produksi rata-rata padi lebih besar

dari titik impas produksi yaitu 2990,50 kg/ ha > 761,28 kg/ha sehingga usahatani

padi dikatakan menguntungkan untuk dilaksanakan. Jika dilihat dari nilai

signifikansinya maka titik impas produksi padi organik berbeda nyata secara

statistik dengan titik impas produksi padi konvensional.Penelitian Yasa,(2014) di

Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai

mendapatkan hasil bahwa total BEP produksi usahatani padi organik adalah

sebesar 3.957,9 kg dengan rata-rata 439,77 kg. Hasil produksi rata-rata padi

organik sudah lebih besar dari BEP produksi yaitu 3.619 kg > 439,77kg, sehingga

usahatani padi organik dikatakan menguntungkan untuk dilaksanakan. Jika

dibandingkan dengan penelitian ini maka nilai BEP produksi penelitian ini lebih

kecil daripada penelitian Yasa,(2014), dimana nilai BEP produksi 3.619 kg/ha,

sedangkan nilai BEP produksi dalam penelitian ini hanya 1.503,02 tetapi jika

dilihat dari rata-rata produksi usahatani padi maka hasil produsi rata-rata

penelitian ini lebih besar dibanding dengan nilai rata-rata produksi usahatani padi

Yasa, (2014), dengan nilai rata-rata 5812,79 kg > 439,77 kg/ha.

2. Analisis Titik Impas Harga (TIH)

Titik impas harga menunjukkan harga minimum yang harus dicapai pada

tingkat produktivitas aktual agar usahatani yang diusahakan oleh petani tidak

mengalami kerugian. Pada Tabel 4.5 menunjukkan titik impas harga padi organik

berbentuk gabah dan padi oeganik berbentuk beras di desa tersebut lebih rendah

dari harga pasar yang berlaku, sehingga usahatani yang dilakukan oleh petani

masih menguntungkan. Dari Tabel 4.5 menunjukkan rata-rata harga pasar gabah

sebesar Rp 5000 dan nilai BEP Harga Rp 1.293 dengan hasil rata-rata produksi

5812,79 kg/ha.

Penelitian Yasa, (2014) menunjukkan total BEP harga usahatani padi

organik adalah sebesar Rp 14.728 kg dengan rata-rata Rp 1.636 kg, dengan harga

jual rata-rata padi organik Rp 4.078/kg Break even point harga telah

(15)

dengan nilai BEP harga, sehingga usahatani padi organik layak untuk

dilaksanakan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian ini nilai BEP Harga dari

penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Yasa (2014), dimana nilai BEP Harga dari penelitian ini adalah Rp 1.293,

sedangkan nilai BEP Harga dari penelitian Yasa,(2014) adalah Rp 1.636, tetapi

jika dilihat dari harga pasarnya, harga pasar dari penelitian ini lebih besar daripada

penelitian Yasa (2014), dimana rata-rata harga pasarnya dari padi organik di desa

ketapang Rp 5000 sedangkan rata-rata harga pasar dari penelitian yang dilakukan

oleh Yasa 2014) hanya Rp. 4.078/kg. Jika dilihat dari nilai signifikansinya maka

titik impas harga dalam bentuk beras maupun titik impas harga dalam bentuk

Gambar

Tabel 4.1. Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian
Tabel 4.3 menjelaskan jumlah sarana produksi dan tenaga kerja yang
Tabel 4.4. Analisis Biaya Usahatani Padi Organik dan Padi Konvensional
Tabel 4.4. memaparkan tentang Analisis keunggulan daya saing usatani padi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kapur (CaCO3) berpengaruh pada pertambahan bobot, panjang total, panjang abdomen, dan frekuensi moulting udang

Dengan demikian Bank harus mampu menempatkan dananya (sisi pasiva) pada kesempatan investasi (sisi aktiva) secara efisien, untuk dapat memberikan tingkat keuntungan yang

Praktikan melaksanakan Praktik Kerja Lapangan bertepatan dengan persiapan karyawan kantor yang akan kedatangan tim assessor. Salah satu dari persiapan karyawan

Acara ini sangat menarik menurut peneliti , karena terdapat unsur persaingan yang ketat di setiap peserta ,sportifitas , profesionalitas , semangat yang tinggi dan ketekunan

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Penerimaan Sistem

Kriteria penentuan sampel semua bayi baru lahir yang mengalami asfiksia dari ibu yang tidak memiliki riwayat hipertensi, tidak memiliki riwayat pre eklampsia pada

Studi kasus yang digunakan dalam tahap pengujian adalah penerapan sistem adaptif pada materi pembelajaran untuk mahasiswa Universitas Telkom..

Pengaruh Faktor Sosiodemografi dan Lingkungan terhadap Kepadatan Populasi Larva Nyamuk Aedes aegypti di Desa Benculuk, Kabupaten Banyuwangi; Dian Prima Agustina;