A. Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh
aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai
berikut : “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interkasi dengan
lingkungannya”.1
Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya
Educational Psychology: The Teaching-Leaching Process, berpendapat bahwa belajar suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang
berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan
ringkasnya bahwa belajar adalah: ...a process of progressivw behavior adaption”. Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia
diberi penguat (reinforcer) (Syah, 2010). Skinner (dalam Dimyati dan
Mudjiono 2006) juga berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku.
Pada saat orang belajar, maka responya akan menjadi lebih baik.
Sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun.2
Menurut teori Behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan
kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam
hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan menurut Watson, belajar
adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati (observabel) dan dapat diukur.3
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan suatu proses yang kompleks pada semua orang
dan berlangsung seumur hidup sehingga mengalami perubahan tingkah
laku secara keseluruhan dari pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
2. Proses Belajar Mengajar
Rusyan (1989), berpendapat bahwa belajar mengajar adalah segala
yang disengaja dalam rangka memberikan kemungkinan bagi siswa untuk
terjadinya proses belajar-mengajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.4
2 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 9
3 Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 9
Sedangkan Suryosubroto (1997) menyatakan bahwa proses
belajar-mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi, dan program tindak lanjut yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa proses
belajar-mengajar adalah suatu kegiatan yang saling berinteraksi antara
guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.5
Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari
komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan
intruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa
yang harus memainkan peran serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis
kegiatan yang dilaksanakan serta sarana dan prasarana belajar mengajar
yang tersedia. Guru dalam mengajarkan suatu materi perlu memiliki
strategi pembelajaran dan metode yang tepat.
Strategi pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru dan siswa
di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran. Strategi dalam hal ini
menunjukkan kepada karakteristik abstrak dari rentetan perubahan guru
dan siswa dalam suatu pembelajaran. Metode mengajar adalah alat yang
merupakan bagian dari perangkat, alat dan cara dalam pelaksanaan suatu
strategi pembelajaran, karena strategi pembelajaran merupakan sarana dan
alat untuk mencapai tujuan belajar, maka metode mengajar merupakan alat
untuk mencapai tujuan belajar.6
Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan.
Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang operasional dan
konkret, yakni tujuan instruksional khusus dan tujuan instruksional umum,
tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat
universal. Persepsi guru atau anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan
belajar mengajar akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap
sasaran-antara serta sasaran kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan kedalam
ciri-ciri perilaku kepribadian yang diidamkan pada sasaran atau tujuan
universal, manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki kualifikasi
yaitu pengembangan bakat secara optimal, hubungan antar manusia,
efisien ekonomi, dan tanggung jawab selaku warga negara. Oleh sebab itu
diperlukan suatu strategi belajar mengajar dalam kegiatan belajar
mengajar. Menurut Djamarah dan Zaim,7 Secara umum strategi
mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak
dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan
belajar mengajar, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan
guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Ada empat strategi dasar dalam belajar
mengajar yang meliputi hal-hal berikut:
6 Muedjiono dan Hasibun, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdukarya, 2006), hlm. 14
a. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagai mana yang
diharapkan.
b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan
pandangan hidup masyarakat.
c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar
mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat
dijadikan pegangan oleh guru dalam kegiatan mengajar.
d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria
serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru
dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang
selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem
intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
3. Hasil Belajar
Setelah kegiatan belajar mengajar selesai maka untuk mengetahui
tingkat keberhasilan yang telah dicapai siswa dalam pembelajaran dapat
diketahui dari hasil belajar. Untuk mengetahui hasil belajar tersebut dapat
dilakukan evaluasi dengan tujuan untuk melihat sejauh mana taraf
keberhasilan mengajar guru dan kemampuan siswa dalam menyerap materi
yang telah dijelaskan oleh guru. Hasil belajar adalah tingkat penguasaan
yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai
dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Hasil belajar yang dimaksud
Menurut Mulyasa (2006) hasil belajar pada hakekatnya
merupakan kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang terjadi. Pada
umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk
yaitu: peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan
kelemahannya atas perilaku yang diinginkan dan mereka mendapatkan
bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap maupun
dua tahap sehingga akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan
perilaku yang sekarang dengan tingkat yang diinginkan.8
Nana Sudjana (2002)9 menyatakan hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Nana Sudjana mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga
ranah yaitu:
a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi.
b. Ranah afektif, berkenaan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, mengorganisasikan,
internalisasi.
c. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni
gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan akspresif
dan interpresif.
8 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 33
Ketiga ranah diatas merupakan hasil belajar yang terjadi pada diri
seseorang dan tiga ranah tersebut tidak dapat untuk dipisahkan karena
memiliki hubungan timbal balik maka ketiga ranah diatas perlu
diperhatikan oleh seorang pendidik dalam rangka mengarahkan para
peserta didik sesuai dengan tujuan yang diharapkan.10
Tujuan pembelajaran yang berisi rumusan kemampuan dan
tingkah laku yang diharapkan pada diri siswa menjadi unsur penting
sebagai dasar penilaian. Hasil belajar merupakan berbagai kapasitas yang
diperoleh siswa sehubungan dengan keikutsertaannya dalam proses
pembelajaran. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pengajaran,
disisi lain hasil belajar merupakan penggal dan puncak belajar siswa.11
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Dalyono (2009),12 berhasil atau tidaknya seseorang dalam
belajar beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu
sebagai berikut :
a. Faktor internal, yaitu faktor yang datang dari diri siswa sendiri.
Yang termasuk faktor intenal adalah seperti kesehatan, intelegensi
dan bakat, minat dan motivasi, serta cara belajar.
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang datang dari luar diri siswa. Yang
termasuk faktor eksternal adalah seperti keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan sekitar.
10 Ibid, hlm. 28
11 Ibid, hlm. 29
Sudjana (2002)13 menyatakan hasil belajar siswa banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya :
a. Faktor Internal
Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa memiliki pengaruh yang besar
terhadap keberhasilan belajar. Clark dalam Sudjana (2002) menyatakan
bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh
kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Selain faktor
kemampuan siswa, faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa
adalah motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan
belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
b. Faktor Eksternal
Faktor yang datang dari luar diri siswa, yaitu lingkungan sekitarnya
atau salah satu lingkungan belajar di sekolah yaitu kualitas pengajaran,
yang dimaksud dengan kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya
atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan
pengajaran.
B. Konsep
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep
merupakan batu pembangun berpikir. Konsep merupakan dasar bagi proses
mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Siswa
harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan ini didasarkan
pada konsep-konsep yang diperolehnya dalam memecahkan masalah.14
Menurut Ausubel konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian,
situasi-situasi, atau ciri khas yang terwakili dalam setiap budaya oleh benda
atau simbol. Rosser menyatakan, konsep merupakan suatu abstraksi yang
mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau
hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama.
Konsep-konsep itu merupakan abstraksi yang berdasarkan pengalaman.15
Konsep berkembang melalui satu seri tingkatan. Tingkatan-tingkatan
itu mulai dengan hanya mampu menunjukkan suatu contoh suatu konsep
hingga dapat sepenuhnya menjelaskan atribut-atribut konsep. Kita tidak
mencapai semua konsep kita pada tingkat yang sama. Sebagian besar dari kita
dapat menjelaskan secara sempurna atribut-atribut dari konsep buku.
Walaupun penjelasan–penjelasan kita berbeda, kita masih dapat
mengkomunikasikan definisi yang adekuat pada orang lain. Mungkin kita pernah mengalami, yaitu ketika seseorang menanyakan konsep kita tentang
suatu kata, kita dapat menghubungkan kata itu pada konsep-konsep yang lain
atau menggunakannya dalam suatu kalimat, tetapi kita tidak dapat
mendefinisikannya secara formal. Kita mencapai konsep-konsep pada tingkat
yang berbeda. Konsep-konsep yang berbeda dipelajari pada usia-usia yang
berbeda. Berdasarkan teori perkembangan Piaget kita mengetahui bahwa
anak-anak yang masih kecil baru dapat belajar konsep konkret, sedangkan
14 Dahar, Teori – Teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 38
konsep yang lebih sulit atau lebih abstrak dapat dipelajari setelah mereka
besar.16
Macam-macam konsep yang kita pelajari tidak terbatas. Flavell (1970)
menyatakan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu :
1. Dimensi Atribut. Setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, konsep
harus mempunyai atribut yang relevan termasuk juga atribut yang tidak
relevan. Atribut dapat berupa fisik, seperti warna, tinggi, bentuk atau dapat
juga berupa fungsional.
2. Dimensi Struktur. Menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya
atribut-atribut itu. Ada tiga macam struktur yang dikenal,
a. Konsep konjungtif, yaitu konsep yang mempunyai dua atau lebih
sifat-sifat sehingga dapat memenuhi syarat sebagai contoh konsep.
b. Konsep disjungtif, yaitu konsep yang didalamnya satu dari dua atau
lebih sifat harus ada.
c. Konsep relasional, menyatakan hubungan tertentu antara
atribut-atribut konsep.
3. Dimensi keabstrakan. Konsep-konsep dapat dilihat dan konkret atau
konsep-konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain. Contohnya adalah
konsep segitiga, konsep tersebut dapat dilihat sedangkan konsep cinta
lebih abstrak.
4. Dimensi keinklusifan. Hal ini ditujukan pada jumlah contoh-contoh yang
terlibat dalam konsep itu.
5. Dimensi generalitas atau keumuman. Konsep dapat berbeda dalam posisi
superordinat atau subordinatnya bila diklasifikasikan. Makin umum suatu
konsep makin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep-konsep
lainnya.
6. Dimensi ketepatan. Suatu konsep yang menyangkut apakah ada
sekumpulan aturan untuk membedakan contoh dengan noncontoh suatu
konsep.
7. Dimensi kekuatan. Suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju
bahwa konsep itu penting.
Menurut Suyanti (2010),17 konsep-konsep kimia dapat dikelompokkan
berdasarkan atribut-atribut konsep menjadi 6 kelompok yaitu :
1. Konsep konkret, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat misalnya
spektrum.
2. Konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tidak dapat dilihat, misalnya
atom, molekul.
3. Konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat
misalnya unsur, senyawa.
4. Konsep yang berdasarkan prinsip misalnya mol, campuran, larutan.
5. Konsep yang melibatkan penggambaran simbol, misalnya lambang unsur,
rumus kimia.
6. Konsep yang menyatakan suatu sifat misalnya elektropositif,
elektronegatif.
7. Konsep yang menunjukkan atribut ukuran meliputi kg, g (ukuran massa),
m, pH (ukuran konsentrasi), C (ukuran muatan listrik).
C. Pemahaman Konsep
Menurut Bloom, pemahaman merupakan tingkatan kedua dalam domain
kognitif. Aspek pemahaman merupakan aspek yang mengacu pada
kemampuan untuk mengerti dan memahami suatu konsep dan memaknai arti
suatu materi. Aspek pemahaman ini menyangkut kemampuan seseorang
dalam menangkap makna suatu konsep dengan kata-kata sendiri. Pemahaman
dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu :
a. Menerjemahkan (Translation)
Kategori pertama dalam tingkatan pemahaman adalah kemampuan
menerjemahkan. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan siswa
dalam menerjemahkan konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik
sehingga mempermudah siswa dalam mempelajarinya. Contohnya
ialah menerjemahkan kalimat soal menjadi bentuk lain berupa
variabel-variabel. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses
menerjemahkan, diantaranya ialah :
1) Menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain.
2) Menerjemahkan suatu bentuk simbolik ke satu bentuk lain atau
sebaliknya.
3) Terjemahan dari suatu bentuk perkataan ke bentuk yang lain.
Kemampuan ini lebih luas dari pada menerjemahkan. Ini adalah
kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu
komunikasi, misalnya, diberikan suatu diagram, tabel, grafik atau
gambar-gambar lainnya dalam pelajaran kimia dan diminta
ditafsirkan.
Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menafsirkan diantranya
ialah:
1) Kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan berbagai
bacaan secara dalam dan jelas.
2) Kemampuan untuk membedakan pembenaran atau penyangkalan
suatu kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data.
3) Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial.
4) Kemampuan untuk membuat batasan (qualification) yang tepat ketika menafsirkan suatu data.
c. Mengekstrapolasi (Extrapolation)
Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini berbeda dengan
kedua jenis pemahaman lainnya dan lebih tinggi sifatnya.
Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini menuntut kemampuan
intelektual yang lebih tinggi, misalnya membuat telaahan tentang
kemungkinan apa yang akan berlaku. Ada juga yang bentuknya mirip
meramalkan kecenderungan dari suatu data, maka interpolasi berarti
meramalkan kecenderungan yang hanya terdapat dalam data tersebut,
lain halnya dengan ekstrapolasi, pemahaman ekstrapolasi menuntut
kemampuan untuk meramalkan kecenderungan suatu data dan suatu
bentuk data yang lain namun serupa. Terdapat beberapa kemampuan
dalam proses mengekstrapolasi,18 diantaranya ialah :
1) Kemampuan menarik kesimpulan dan suatu pernyataan yang
eksplisit.
2) Kemampuan menggambarkan kesimpulan dan menyatakan secara
efektif (mengenali batas data tersebut, memformulasikan
kesimpulan yang akurat dan mempertahankan hipotesis).
3) Kemampuan menyisipkan satu data dalam sekumpulan data yang
dilihat dan kecenderungannya.
4) Kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi yang mempunyai
peluang kebenaran rendah dan tinggi.
5) Kemapuan membedakan nilai pertimbangan dan suatu prediksi.
1. Konsepsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) konsepsi berarti
pengertian, rancangan, (cita-cita, dsb.) yang telah ada di pikiran.
Konsepsi dapat terbentuk daripengalaman untuk menafsirkan peristiwa
atau fenomena alam lainnya sehingga setiap saat seseorang akan terus
membangun konsepsinya.
Berg (1990) dan Cliff (2006)19 menyebutkan bahwa siswa sudah
memiliki konsepsi mengenai konsep-konsep ilmu sebelum mereka
mengikuti pelajaran sekolah, yang disebut prakonsepsi. Sesungguhnya,
setiap orang mempunyai rumusan deskripsi sendiri tentang suatu konsep.
Oleh karena itu, di dalam kelas kita mengenal konsepsi ilmuwan,
konsepsi guru, dan konsepsi siswa, konsepsi penulis buku ajar dan
sebagainya.
Pada umumnya, konsepsi ilmuwan merupakan konsepsi yang
paling lengkap, paling masuk akal, dan paling banyak manfaatnya
dibandingkan dengan kelompok konsepsi yang lain. Oleh karena itu,
konsepsi ilmuwan itu dianggap yang benar (konsepsi yang paling banyak
diterima atau diakui) (Sutrisno, 2007).20 Berdasarkan pendapat para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa konsepsi adalah kemampuan siswa
untuk menafsirkan suatu konsep yang diperolehnya. Renner et al. (1990) dan Abraham et al. (1992) menyatakan bahwa terdapat enam derajat pemahaman siswa, adapun kriteria konsepsi siswa tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
1Tabel 2.1 Tingkat Derajat Pemahaman Konsep
No Kriteria Derajat
Pemahaman Kategori
1 Tidak ada jawaban/kosong, menjawab "saya tidak tahu"
Tidak ada respon
Tidak Memahami 2 Mengulang pernyataan, menjawab tapi Tidak
19 Berg, V. D. Miskonsepsi Fisika dan Usaha Untuk Menanggulanginya, (Salatiga: Universitas Satya Wacana Salatiga, 1990)
20 Sutrisno, Menyusuri Pembelajaran Sains 3, Dari fakta ke konsep IPA,
tidak berhubungan dengan pertanyaan
atau tidak jelas Memahami
3 Menjawab dengan penjelasan tidak
logis atau tidak tepat Miskonsepsi
Miskonseps i
4
Jawaban menunjukkan ada konsep yang dikuasai tetapi ada pernyataan dalam jawaban yang menunjukkan ketidakpahaman Memahami sebagian dengan miskonsepsi 5
Jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada
miskonsepsi
Memahami Sebagian
Memahami
6
Jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penjelasan benar
Memahami konsep
Dari keenam kriteria di atas, Haidar & Abraham (1991) menjelaskan
kembali berdasarkan tiga kategori, yaitu:
a. Paham : 1). Respon yang sesuai dengan
komponen-komponen yang ditetapkan, walaupun tidak
lengkap.
2). Respon yang diberikan siswa meliputi
komponen yang diinginkan
b. Miskonsepsi : 1) Respon yang diberikan siswa tidak logis.
2) Respon yang diberikan menunjukkan
pemahaman konsep, tetapi juga membuat
kesalahan dalam membuat pernyataan tidak sesuai
c. Tidak Paham : Siswa tidak memberikan respon, mengulangi
pernyataan, respon yang diberikan tidak relevan
dengan jawaban semestinya.21
2. Miskonsepsi
Kesalahan-kesalahan dalam pemahaman konsep (miskonsepsi)
kimia akan memberikan penyesatan lebih jauh jika tidak dilakukan
pembenahan.22 Konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam
sekitarnya berbeda dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu ada yang
memberi nama miskonsepsi pada konsepsi anak ini. Menurut pustaka
pendidikan sains, Osborne (1985) memberikan beberapa nama, yaitu
“children’s science”, “misconception”, “alternative framework”, “alternative conception” atau “children’s idea”. Hal yang menjadi masalah besar dalam pendidikan sains ialah dalam konstruksi konsepsi
ilmiah, miskonsepsi ini ditemukan sebagai penghambat sehingga perlu
diusahakan untuk mengubahnya.23
Miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam
suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Interpretasi setiap individu
terhadap banyak konsep mungkin berbeda-beda. Interpretasi seseorang
terhadap suatu konsep disebut konsepsi. Biasanya konsepsi siswa dengan
konsepsi ahli-ahli kimia tidak persis sama, karena pada umumnya
21 Hadi, S, Model Pembelajaran Pencapaian Konsep,
http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/06/Model-Pembelajaran-Pencapaian-Konsep.html. Diakses tanggal 15 April 2014, hlm. 1
22 Suyanti, R.D., Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta: Graham Ilmu,2010), hlm. 167
konsepsi ahli kimia lebih kompleks dan rumit serta melibatkan banyak
hubungan antar konsep. Namun, konsepsi siswa sama dengan konsepsi
ahli kimia yang disederhanakan, maka konsepsi siswa tersebut tidak
dapat disalahkan. Tetapi jika konsepsi siswa sungguh-sungguh
bertentangan dengan konsepsi ahli kimia, maka siswa tersebut dikatakan
mengalami miskonsepsi.24 Wilantara mendefinisikan miskonsepsi sebagai
suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak
dapat diterima.25
Miskonsepsi menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ilmuan dalam
bidang itu, bentuknya dapat berupa konsep awal, kesalahan hubungan
yang tidak benar antar konsep-konsep, gagasan yang salah, atau
pandangan yang naif.26 Berdasarkan pengertian di atas miskonsepsi dapat
diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian
ilmiah atau pengertian yang dimiliki oleh para ilmuwan.
Proses terbentuknya miskonsepsi dalam pembelajaran, terutama
untuk tingkat primer, Driver (1985) dalam Dahar 201127 mengemukakan
sebagai berikut.
24 Berg, V.D., Miskonsepsi Fisika dan Usaha Untuk Menanggulanginya, (Salatiga: Universitas Satya Wacana Salatiga, 1990), hlm. 2
25 Wilantara, Implementasi Model Belajar Konstruktivis Dalam Pembelajaran Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau Dari Penalaran Formal Siswa, (Bali:Ikip Singaraja, 2005), hlm. 2
26 Suparno, P., Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika, (Yogyakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), hlm.
1. Terbentuknya miskonsepsi disebabkan karena anak cenderung
mendasarkan berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu
situasi masalah.
2. Dalam banyak kasus, anak itu hanya memperhatikan aspek-aspek
tertentu dalam suatu situasi. Hal ini disebabkan karena anak lebih
cenderung menginterpretasikan suatu fenomena dari segi sifat
absolut benda-benda, bukan dari segi interaksi antara unsur-unsur
suatu sistem.
3. Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi
diam.
4. Bila anak-anak menerangkan perubahan, cara berpikir mereka
cenderung mengikuti urutan kausal linier.
5. Gagasan yang dimiliki anak mempunyai berbagai konotasi;
gagasan anak lebih inklusif dan global.
6. Anak kerap kali menggunakan gagasan yang berbeda untuk
menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh para ilmuwan
digunakan cara yang sama.
Asal munculnya miskonsepsi dapat berbeda tergantung dari sifat
konsep dan bagaimana konsep itu diajarkan. Sumber miskonsepsi
berdasarkan bagaimana konsep diajarkan adalah : a) generalisasi dasar
analogi, b) bagaimana pengetahuan disajikan dalam buku teks, c)
pelatihan guru, d) pemahaman konsep yang komplikatif dan tergantung
berdasarkan bagaimana miskonsepsi itu diperoleh (sumber) dapat dilihat
[image:20.595.137.519.164.525.2]pada Tabel 2.2.28
Tabel 2.2 Jenis-Jenis Miskonsepsi Berdasarkan Sumbernya No Jenis
Miskonsepsi Keterangan
1 Kepercayaan
beku
Konsep popular yang berasal dari pengalaman sehari-hari.
Contoh : kentang dapat mengurangi kadar garam dalam larutan
2 Kepercayaan
non-ilmiah
Termasuk di dalamnya adalah pandangan yang keliru yang dipelajari siswa dari sumber non-ilmiah, misalnya mitos dan sebagainya.
Contoh : gas tidak memiliki massa
3 Salah paham
konseptual
Berkembang saat pelajar diberi informasi ilmiah yang tidak memberi tantangan pada paradoks dari kepercayaan beku dan kepercayaan non-ilmiah. Contoh : larutan adalah campuran zat dengan air
4 Miskonsepsi
vernacular (dialek)
Muncul dari penggunaan kata atau istilah yang berbeda pada kehidupan sehari-hari dan ilmiah. Contoh : air berwarna putih atau air berwarna
bening
5 Miskonsepsi
faktual
Kesalahan konsep yang terjadi dari sejak kecil dan tidak berubah atau tertantang hingga dewasa. Contoh : zat kimia itu berbahaya
D. Model Pembelajaran Inkuiri
1. Pengertian Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris Inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan
ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang
dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek
pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk
memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi
dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah
terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan bertanya dan mencari
tahu.29
Depdikbud, 1997 dalam Retno 2010, secara umum inkuiri
merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan – kegiatan
mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi
buku dan sumber – sumber informasi lain secara kritis, merencanakan
penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui,
melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat
untuk memperoleh data, menganalisis dan mengiterpretasi data, serta
membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya.30
2. Konsep Dasar Inkuiri
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model pembelajaran
inkuiri. Pertama, model inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model inkuiri
menempatkan siswa sebagai subjek belajar.
Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai
penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka
berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
29 Suyanti, R.D., Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 43
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang
dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percata
diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai
fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya
dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab
itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan
syarat utama dalam melakukan inkuiri.
Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis,
dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian
dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran
inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan
tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat
mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya,
siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia
bisa menguasai materi pelajaran.31
Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama
pembelajaran melalui strategi inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat
mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan
memberikan pertanyaan–pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas
dasar rasa ingin tahu mereka.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.
Strategi pembelajaran inkuiri akan efektif manakala :
a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari
suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian
dalam strategi inkuiri penguasaan materi pelajara bukan sebagai
tujuan utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan
adalah proses belajar.
b. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta
atau kobsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang
perlu pembuktian.
c. Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa
terhadap sesuatu.
d. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata – rata
memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inkuiri akan
kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki
kemampuan untuk berpikir.
e. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa
f. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan
pendekatan yang berpusat pada siswa.
3. Prinsip – prinsip Penggunaan Inkuiri
Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dalam Wina
Sanjaya, 2008 dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical experience, social experience, dan equilibration.32
Penggunaan inkuiri memiliki beberapa prinsip, antara lain :
a. Berorientasi pada pengembangan intelektual
Tujuan utama dari inkuiri adalah pengembangan kemampuan
berpikir dan berorientasi pada proses belajar. Keberhasilan
pembelajaran ini terlihat pada aktivitas siswa untuk mencari dan
menemukan sesuatu yang merupakan gagasan yang pasti.
b. Prinsip bertanya
Guru juga berperan sebagai penanya karena kemampuan siswa
untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan
sebagian dari proses berpikir.
c. Prinsip belajar untuk berpikir
Belajar merupakan proses berpikir yakni proses mengembangkan
potensi seluruh otak secara maksimal.
d. Prinsip keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan.
Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu
diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan
kemampuan logika dan nalarnya. Tugas guru adalah menyediakan
ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan
hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang
diajukannya.
4. Langkah Pelaksanaan Inkuiri
Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan SPI dapat
mengikuti langkah – langkah sebagai berikut.33
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau
iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru
mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran.
Berbeda dengan tahapan preparation dalam strategi pembelajaran ekspositori (SPE) sebagai langkah untuk mengondisikan agar siswa
siap menerima pelajaran, pada langkah orientasi dalam SPI, guru
merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan
masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan SPI sangat tergantung pada kemauan siswa untuk
beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan
masalah; tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses
pembelajaran akan berjalan dengan lancar. Beberapa hal yang dapat
dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah :
1) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang
diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan
oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan
langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai
dari langkah merumuskan masalah sampai dengan
merumuskan kesimpulan.
3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini
dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar
siswa. b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa
pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang
disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir
memecahkan teka teki itu. Dikatakan teka teki dalam rumusan
masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada
jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat.
Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi
inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan
memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya
mengembangkan mental melalui proses berpikir. Dengan demikian,
teka teki yang menjadi masalah dalam berinkuiri adalah teka teki
ditemukan. Ini penting dalam pembelajaran inkuiri. Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, di antaranya : 1) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa
akan memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala
dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji.
Dengan demikian, guru sebaiknya tidak merumuskan
sendiri masalah pembelajaran, guru hanya memberikan
topik yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana rumusan
masalah yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan
sebaiknya diserahkan kepada siswa.
2) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka
teki yang jawabannya pasti. Artinya, guru perlu mendorong
agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut guru
jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan
mendapatkna jawabannya secara pasti.
3) Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang
sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya,
sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses
inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah
memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada
dalam rumusan masalah. Jangan harapkan siswa dapat
melakukan tahapan inkuiri selanjutnya, manakala ia belum
paham konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan
yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji
kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir
pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi
berpikir itu dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak
atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan. Manakala
individu dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada
posisi yang bisa mendorong untuk berpikir lebih lanjut. Oleh sebab
itu, potensi untuk mengembangkan kemampuan menebak pada
setiap individu harus dibina. Salah satu cara yang dapat dilakukan
guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis)
pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan
yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban
sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan
jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Perkiraan sebagai
hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan
berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu
bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri
akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki
serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang
kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi
pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental
yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses
pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat
dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan
kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas
dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari
informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri
adalah manakala siswa tidak apresiatif terhadap pokok
permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan oleh
gejala-gejala ketidakbergairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan
gejala-gejala semacam ini, maka guru hendaknya secara
terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui
penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh
siswa sehingga mereka terangsang untuk berpikir. e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang
dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh
berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji
hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang
diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti
jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan
tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan
temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang
diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus
terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk
mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu
menunjukkan pada siswa data yang relevan.
5. Kelebihan dan Kelemahan Inkuiri
a. Keunggulan
SPI merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan
oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya : 1) SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan
kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran
melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
2) SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar
sesuai dengan gaya belajar mereka.
3) SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan
belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman.
4) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat
melayani kebutuhan siswa yang dimiliki kemampuan di
atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan
belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah
dalam belajar. b. Kelemahan
Di samping memiliki keunggulan, SPI juga mempunyai
kelemahan, di antaranya :
1) Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka
akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa. 2) Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh
karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar. 3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya,
memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit
menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan. 4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh
kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka SPI
akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
E. Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
Garam adalah yang paling sukar larut, meskipun sedikit sekali dalam
air, dan larutan jenuhnya terdiri dari kesetimbangan dinamis, garam dapat
dipelajari dengan dasar yang sama seperti yang digunakan pada
kesetimbangan asam-basa. Hampir semua garam terdisosiasi sempurna dalam
jarang dijumpai. Oleh sebab itu, untuk mudahnya kita anggap bahwa dalam
larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara garam dalam bentuk padat dengan
ion – ionnya yang terlarut. Misalnya dalam larutan jenuh perak klorida kita
peroleh kesetimbangan berikut.34
AgCl (s) ⇌ Ag+ (aq) + Cl- (aq) Untuk ini dapat ditulis :
Kc =
Ag ¿
+¿ Cl
¿
−¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿
Kita lihat bahwa konsentrasi zat padat murni merupakan sejumlah zat padat yang berdiri sendiri. Dengan perkataan lain, konsentrasi zat padat
dalam keadaan konstan dan termasuk Kc yang konstan, maka :
Kc [AgCl (s)] = Ksp = [Ag+][Cl-]
Konstanta kesetimbangan Kc dikalikan dengan konsentrasi AgCl yang padat menghasilkan konstanta kesetimbangan lain yang disebut
konstanta kelarutan produk, Ksp. Nama ini berasal dari sifat “mass action expression” yang merupakan produk konsentrasi ion yang menghasilkan
kekuatan tertentu (dalam hal ini, masing-masing nilainya 1). “mass action
expression” ini disebut produk ion dari garam yang apabila dalam keadaan jenuh, produk ion sama dengan Ksp.35
34 David W. Oxtoby, H. P Gillis dan Norman H. Nachtrieb, Prinsip – prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2001), hlm. 380
Pada umumnya, Ksp dapat diperoleh dari persamaan reaksi yang menunjukkan kesetimbangan kelarutan. Misalnya, untuk perak asetat,
AgC2H3O2, kesetimbangan adalah :
AgC2H3O2 (s) ⇌ Ag+ (aq) + C2H3O2- (aq)
Tetapan kesetimbangannya adalah :
Ksp = [Ag+][C2H3O2-]
Untuk zat padat yang tidak larut, misalnya Mg(OH)2, koefisien
dalam kesetimbangan tidak semuanya sama dengan satu.
Mg(OH)2 (s) ⇌ Mg2+ (aq) + 2OH- (aq)
Ksp untuk Mg(OH)2 menjadi :
Ksp = [Mg2+][OH-]2
Jadi, konstanta kelarutan produk sama dengan hasil konsentrasi molar ion
dalam larutan jenuh. Setiap ion menghasilkan kekuatan yang sama dengan
koefisiennya dalam keadaan persamaan reaksi yang setimbang. Daftar
[image:33.595.146.536.667.750.2]beberapa zat padat dalam bentuk ion dan Ksp-nya pada suhu antara 18 sampai 25oC ada pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Konstanta Kelarutan Produk
Anion Senyawa Ksp Anion Senyawa Ksp
Fluorida MgF2
CaF2 BaF2
7,3 x 10-9 1,7 x 10-10 1,7 x 10-6
Hidroksid a
Mg(OH)2 Ca(OH)2 Fe(OH)2
Klorida Bromida Iodida Karbonat Oksalat PbF2 AgCl PbCl2 Hg2Cl2 AuCl2 AgBr PbBr2 AgI PbI2 MgCO3 CaCO3 SrCO3 BaCO3 PbCO3 CaC2O4 MgC2O4 BaC2O4 FeC2O4 PbC2O4
3,2 x 10-8 1,7 x 10-10 1,6 x 10-5 2 x 10-18 3,2 x 10-25 5 x 10-15 2,1 x 10-6 8,5 x 10-17 1,4 x 10-8 3,5 x 10-8 9 x 10-9 9,3 x 10-10 8,9 x 10-9 7,4 x 10-14 2,3 x 10-9 8,6 x 10-5 1,2 x 10-7 2,1 x 10-7 2,7 x 10-11
Sulfat Kromat Anion lainnya Fe(OH)3 Al(OH)3 Sn(OH)2 Mn(OH)2 Ni(OH)2 Cu(OH)2 Zn(OH)2 CaSO4 SrSO4 BaSO4 PbSO4 Ag2SO4 CaCrO4 BaCrO4 Ag2CrO4 PbCrO4 AgC2H3O2 AgCN Pb(IO3)2
1,1 x 10-36 2 x 10-33 5 x 10-26 1,2 x 10-11 1,6 x 10-14 4,8 x 10-20 4,5 x 10-17 2 x 10-4 3,2 x 10-7 1,5 x 10-9 6,3 x 10-7 1,5 x 10-5 1,0 x 10-4 2,4 x 10-10 1,9 x 10-12 1,8 x 10-14 2,3 x 10-3 1,6 x 10-14 2,6 x 10-13
1. Cara Menentukan Kapan Endapan Terbentuk dalam Suatu Larutan
Anda perlu mengingat kembali uraian sebelumnya bahwa suatu
larutan jenuh merupakan zat terlarut yang tidak larut dalam keadaan
kesetimbangan dinamik dengan larutan. Hal ini sama dengan keadaan
banyak garam yang harus larut agar tercapai konsentrasi di mana produk
ionnya sama dengan Ksp. Dengan perkataan lain, apabila produk ion sama dengan Ksp maka diperoleh larutan yang lewat jenuh.36 Hal ini karena sebagian garam harus mengendap agar diperoleh konsentrasi yang lebih
rendah sampai produk ion sama kembali dengan Ksp.
Dalam larutan, endapan hanya akan terbentuk apabila larutan
dalam keadaan lewat jenuh. Oleh sebab itu, kita dapat menggunakan
produk ion dalam larutan untuk mengetahui apakah endapan akan
terbentuk atau tidak. Sebagai kesimpulan akan dijumpai :
Tidak Jenuh : Produk ion < Ksp Endapan tidak akan
Jenuh : Produk ion = Ksp terbentuk
Lewat Jenuh : Produk ion > Ksp Endapan terbentuk
2. Pengaruh/Efek Ion yang Sama dan Kelarutan
Ketika suatu garam dilarutkan dalam larutan yang sudah
mengandung salah satu ionnya, maka kelarutannya akan berkurang apabila
dibandingkan dengan kelarutannya dalam air murni. Perak klorida
misalnya, kelarutannya lebih sedikit dalam larutan yang mengandung
NaCl apabila dibandingkan dengan kelarutannya dalam air murni. Dalam
hal ini, kedua zat terlarut mempunyai ion yang sama; ion klorida.
Penurunan kelarutan dengan adanya ion yang sama (common ion) disebut
pengaruh/efek ion yang sama (common ion effect).37
36 Ibid, hlm. 386
Pengaruh/efek ion yang sama terhadap kelarutan merupakan salah
satu contoh dari prinsip Le Chatelier. Misalnya perak klorida padat
dimasukkan ke dalam air murni dan dibiarkan sampai tercapai
kesetimbangan dengan ion – ionnya.
AgCl (s) ⇌ Ag+ (aq) + Cl- (aq)
Jika suatu garam klorida yang mudah larut misalnya NaCl sekarang
ditambahkan ke dalam larutan ini, konsentrasi ion klorida akan naik dan
mendorong kesetimbangan ke kiri yang menyebabkan sebagian AgCl
mengendap. Dengan perkataan lain, AgCl kurang larut dalam larutan NaCl
dibandingkan dengan air murni.38