GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh: Siti Uriana Rahmawati Fuad
A. PENDAHULUAN
Para aktivis kajian perempuan (feminis) mengemukakan, dalam kehidupan sosial perempuan diletakkan pada dua simbol. Pertama, simbol kekuatan. Perempuan bagaikan magnet yang mampu membangkitkan jiwa, memberi rahasia cinta kasih, memberi rasa nyaman, dan menghibur di kala duka. Perempuan merupakan sang dewi kecantikan dan keindahan yang senantiasa disanjung dan dipuja. Kedua, simbol kelemahan. Perempuan bagaikan sosok yang tidak memiliki daya, minim cipta dan karsa, terpuruk di pojok rumah dan bertugas seputar sumur, dapur, dan kasur.
Kedua kondisi tersebut tidaklah membuat posisi perempuan lebih baik, namun yang muncul justru sikap untuk mendudukkan perempuan pada posisi yang tidak penting serta
meminggirkannya dalam kehidupan sosial. Lebih parah lagi, perempuan dianggap sebagai
the second sex.
Bersamaan dengan itu, para feminis mulai mempertanyakan keterpurukan perempuan dan mepersoalkan perbedaan gender yang berdampak pada ketidakadilan dan diskriminasi.
Bila ditilik dari sisi sejarah (historis), isu gender mulai dikumandangkan sekitar tahun 1960-an, ketika gerakan yang menamakan dirinya feminisme Barat di benua Eropa dan Amerika menuntut kebebasan dan persamaan hak agar kaum perempuan dapat menyamai laki-laki dalam sektor publik, misalnya ekonomi, sosial, dan politik. Semenjak itulah, para pakar di pelbagai negara menjadikan pemikiran gender sebagai tema diskusi yang hangat dan menarik.
Tampaknya, para pakar di Indonesia tidak mau ketinggalan mengambil bagian dalam pemikiran tersebut, yaitu sekitar akhir tahun 1980-an, masalah gender mulai marak diperbincangkan[1]. Tentunya perbincangan tersebut tidak dapat dilepaskan dengan kepribadian bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Mereka menempatkan agama sebagai sesuatu yang sangat penting. Sehingga pemikiran gender pun dapat disoroti dan dianalisis dengan menggunakan kacamata Islam.
Islam seringkali dikaitkan dengan diskriminasi terhadap wanita. Imej penindasan terhadap kaum Hawa ini diperkuat lagi dengan apa yang berlaku di sebahagian negara yang membawa nama Islam. Adanya larangan mufti Mesir pada tahun 50-an bahawa kaum wanita tidak dibenarkan berpartisipasi dalam segala bentuk aktiviti umum dan membataskan diri dengan aktiviti dalam rumah (domestic) sahaja; pemerintahan Taliban yang suatu ketika telah menafikan hak pendidikan bagi wanita; terdapatnya hak wali untuk memaksa anak perempuannya menikah dengan orang yang tidak dikenalinya di Pakistan; merupakan sebahagian daripada contoh dan senario yang menguatkan i imej diskriminasi tersebut[2].
Proses ini dimulai sejak abad ke 19 dalam bentuk perlawanan terhadap penjajahan Belanda, misalnya: Cut Nya’ Dien, Cut Mutia, Nyai Ageng Serang, dan sebagainya.
Perjuangan dan pergerakan perempuan terus-menerus dilakukan oleh tokoh-tokoh perempuan di Indonesia hingga sekarang dengan berbagai problematika dan tantangannya. Gerakan perempuan berbasis LSM, Perguruan Tinggi, maupun keagamaan merasakan perjuangan perempuan tidak pernah tuntas, satu isu berhasil diperjuangkan, menyusul isu lain muncul dan berkembang mengikuti siklus sesuai dengan perubahan-perubahan sosial dan isu-isu di masyarakat.
Women in Development (WID) yang diperkenalkan oleh Pusat Studi dan LSM perempuan
tahun 70-an dan diimplementasikan tahun 80-an, turut mempengaruhi corak gerakan perempuan Islam di Indonesia. WID merupakan pendekatan pembangunan dengan mengintegrasikan perempuan dalam sebuah sistem pembangunan nasional yang ditandai dengan prinsip effisiensi, dan mengatasi ketertinggalan perempuan dalam pembangunan.
Salah satu strategi WID adalah memberikan akses pada perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan di bidang-bidang yang masih beraroma stereotype gender tanpa diikuti penyadaran bagi laki-laki, melahirkan peran ganda perempuan yang berdampak pada beban berlipat bagi perempuan. Perempuan lebih banyak mendukung keberhasilan pembangunan, tetapi bukan sebagai penikmat hasil pembangunan.
Organisasi wanita yang lahir pada era ini merupakan organisasi subordinat laki-laki, sehingga kurang memiliki kemandirian dalam mengelola organisasi. Pergerakan perempuan Islam berbasis organisasi keagamaan tidak lepas dari pendekatan WID ini. Keberadaan Aisyiyah, Muslimat NU, Al-Hidayah, dan organisasi perempuan berbasis pesantren yang telah eksis sejak angkatan sebelum ini, merupakan underbow dari organisasi induknya di mana laki-laki mendominasi posisi organisasi induk sehingga intervensi laki-laki atas keputusan penting masih sangat besar.
WID belum cukup efektif menjadi sebuah pendekatan dalam pemberdayaan perempuan. Konferensi Perempuan Dunia ke-3 di Naerobi tahun 1985 membahas pendekatan baru yaitu
Gender and Development (GAD), di mana perempuan dan laki-laki bersama-sama dalam
mendapatkan akses, partisipasi, kontrol atas sumber daya, dan penerima manfaat hasil pembangunan secara adil. Kemudian ide pendekatan GAD dibahas lebih lanjut melalui Konferensi Perempuan ke-4 di Beijing tahun 1995. Konferensi ini bertema: Persamaan, Pembangunan, Perdamaian. Konferensi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh negara-negara anggota PBB dalam upaya meningkatkan akses dan kontrol kaum perempuan atas sumber daya ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Komitmen
internasional tersebut melahirkan Beijing Platform For Action (BPFA) berikut rumusan sasaran-sasaran strategis yang harus dicapai dari 12 bidang kritis yang ditetapkan, yaitu: 1) Perempuan dan Kemiskinan; 2) Pendidikan dan Pelatihan bagi Perempuan; 3) Perempuan dan Kesehatan; 4) Kekerasan terhadap Perempuan; 5) Perempuan dan Konflik Senjata; 6)
Perempuan dan Ekonomi; 7) Perempuan dalam Kedudukan Pemegang Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan; 8) Mekanisme Institusional untuk Kemajuan Perempuan; 9) Hak-hak Asasi Perempuan; 10) Perempuan dan Media Massa; 11). Perempuan dan Lingkungan; 12) Anak-anak Perempuan[3].
pengertian gender, pengertian kesetaraan dan keadilan gender, kesetaraan gender menurut Islam, dan terakhir penutup.
B. PENGERTIAN GENDER
Istilah gender seringkali dikaitkan dengan seks/ jenis kelaman. Gender adalah perbedaan fungsi dan peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan. Sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Sedangkan Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada.
Dari uraian di atas, gender dapat dikatakan sebagai pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial- budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Dengan demikian perbedaan anatar gender dan jenis kelamin (seks) sebagai berikut: kalau gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, dan bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia. Sedangkan seks/ jenis kelamin tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.
Adapun menurut Oakley (1972) dalam Sex, Gender, and Society, gender berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis kelamin (sex) yang merupakan kodrat Tuhan, dan oleh karenanya secara permanen berbeda. Adapun gender adalah perbedaan perilaku (behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan, melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosio-kultural yang panjang. Oleh karena itu, gender berubah dari masa ke masa[4]. Gender juga dapat dikatakan sebagai hubungan sosial yang membedakan antara laki-laki dan perempuan menurut kedudukan, fungsi, dan peran masing-masing dalam pelbagai kondisi dan bidang kehidupan[5].
Seks/ jenis kelamin biologis merupakan kodrat atau pemberian Allah yang tidak dapat dipertukarkan. Secara kodrati, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kodrat ini tidak dapat diubah, sama sepanjang zaman, dan di belahan dunia manapun. Hanya perempuan yang dapat haidl (menstruasi), hamil, melahirkan, serta menyusui. Semua fungsi semacam ini tidak dapat digantikan laki-laki. Sedangkan gender merupakan realitas sosio-kultural yang menentukan laki-laki dan perempuan dilihat dari: status, kegiatan, peranan, hak dan
kewajiban, sifat, dan sebagainya, baik yang nyata maupun yang menjadi harapan manyarakat (citra) tertentu dan pada kurun waktu tertentu.
Untuk lebih jelasnya, perpedaan antara seks (jenis kelamin) dan gender dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan Berdasarkan Seks
KATEGORI PEREMPUAN LAKI-LAKI
Alat kelamin Vagina, memiliki rahim, dan
payudara
Penis dan sperma
Potensi Menstruasi, hamil, melahirkan, dan
menghasilkan ASI
Pembuahan
Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan Berdasarkan Gender
KATEGORI PEREMPUAN LAKI-LAKI
Sifat Feminim Maskulin
Lingkup Kegiatan Domestik Publik
Fungsi Reproduktif Produktif
Peran Pencari nafkah tambahan
Ibu rumah tangga
Pencari nafkah utama
Kepala keluarga
Sebenarnya pembagian peran dan kedudukan secara seksual sudah berlangsung lama, terutama didasarkan pada sifat biologis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam perkembangan kehidupan manusia, pembedaan jenis kelamin dan perbedaan
Pada dasarnya gerakan gender merupakan upaya mencari keadilan, ingin menempatkan perempuan pada posisi yang proporsional, sama, dan setara dengan laki-laki sehingga tidak ada perbedaan-perbedaan yang bersifat diskriminatif[7]. Namun demikian, kehadiran konsep gender yang diusung aktifis feminisme dan pihak-pihak yang peduli dengan isu kesetaraan, dipandang sebagai sebuah gagasan yang dapat merusak tatanan sosial yang sudah mapan.
C. PENGERTIAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknyasebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,pendidikan, dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-lakimaupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
Selanjutnya Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut. Upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No. 25 th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004, dan dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender. Disamping itu pengarusutamaan gender juga merupakan salah satu dari empat key cross cutting issues dalam Propenas. Pelaksanaan PUG diisntruksikan kepada seluruh departemen maupun lembaga pemerintah dan non departemen di pemerintah
nasional, propinsi maupun di kabupaten/kota, untuk melakukan penyusunan program dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dengan mempertimbangkan
Faktor penyebab kesenjangan gender yaitu Tata nilai sosial budaya masyarakat, umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideology patriarki); Peraturan perundang-undangan masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum
mencerminkan kesetaraan gender; penafsiran ajaran agama yang kurang komprehensif atau cenderung tekstual kurang kontekstual, cenderung dipahami parsial kurang holistik;
kemampuan, kemauan dan kesiapan perempuan sendiri untuk merubah keadaan secara konsisten dan konsekwen; rendahnya pemahaman para pengambil keputusan di eksekutif, yudikatif, legislatif terhadap arti, tujuan, dan arah pembangunan yang responsif gender.
Adanya kesenjangan pada kondisi dan posisi laki-laki dan perempuan menyebabkan
perempuan belum dapat menjadi mitra kerja aktif laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang diarahkan pada pemerataan pembangunan. Selain itu
rendahnya kualitas perempuan turut mempengaruhi kualitas generasi penerusnya, mengingat mereka mempunyai peran reproduksi yang sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia masa depan[8].
1.
KESETARAAN GENDER MENURUT ISLAMKetimpangan sosial-budaya antara laki-laki dan perempuan masih sering dipertahankan dengan dalili-dalil agama. Bahasa agama-agama, terutama agama-agama anak cucu Nabi Ibrahim (Abrahamic Religions), secara tekstual memang banyak memihak kepada laki-laki. Tuhan digambarkan sebagai sosok laki-laki, sebagaimana terlihat pada kata ganti Tuhan dengan menggunakan kata ganti laki-laki وه. Bahkan beberapa agama tertentu mengidialisir sosok laki-laki sebagai setengah Tuhan dan perempuan sebagai setengah iblis. Bahasa-bahasa agama seringkali dilibatkan untuk melestarikan kondisi di mana kaum perempuan tidak menganggap dirinya sejajar dengan laki-laki[9]
Isu ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan, memunculkan gerakan untuk
memperjuangkan hak-hak perempuan. Hal ini juga dilakukan oleh kaum feminisme, yaitu gerakan yang sudah tua, namun baru pada tahun 60-an dianggap sebagai lahirnya gerakan itu. Gerakan feminisme itu muncul di Amerika sebagai bagian dari kultur radikal hak-hak sipil
(civil rights) dan kebebasan seksual (sexual liberation). Buku Betty Friedan yang berjudul
The Feminist Mystique (1963) laku keras. Setelah itu berkembang kelompok feminis yang
memperjuangkan nasib kaum perempuan memenuhi kebutuhan praktis, seperti pengasuhan anak (childcare), kesehatan, pendidikan, aborsi, dan sebagainya. Kemudian, gerakan itu merambat ke Eropa, Kanada, dan Australia yang selanjutnya kini telah menjadi gerakan global dan mengguncang Dunia Ketiga.
"Perhatikan! betapa bagusnya pertanyaan wanita ini." Beliau melanjutkan, "Wahai Asma'! sampaikan jawaban kami kepada seluruh wanita di belakangmu, yaitu apabila kalian bertanggung jawab dalam berumah tangga dan taat kepada suami, kalian dapatkan semua
pahala kaum pria itu." (Diterjemahkan secara bebas, HR Ibnu Abdil Bar)
Dalam Al-Qur'an, perempuan ditempatkan paling tidak dalam tiga posisi, yaitu:
1.
Perempuan sebagai pendamping laki-laki, karena mereka adalah manusia yang satu. Firman Allah swt,) ننوررككنفنتنين ممووقنلل تماينآنلن كنللذن يفل نكنإل ةةمنحورنون ةةدكنونمن موكرننيوبن لنعنجنون اهنيولنإل اونركرسوتنلل اجةاونزوأن موكرسلفرنوأن نومل موكرلن قنلنخن نوأن هلتلاينآن نوملون 21
(
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar-Ruum: 21).
) رريبلخن مريللعن هنلكنلا نكنإل موكراقنتوأن هللكنلا دننوعل موكرمنرنكوأن نكنإل اوفررناعنتنلل لنئلابنقنون ابةوعرشر موكراننلوعنجنونىثننوأرون رمكنذن نومل موكراننقولنخن انكنإل سرانكنلا اهنيكرأن اين 13
(
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan ...." (Al-Hujuraat: 13).
) ابةيقلرن موكريولنعن نناكن هنلكنلا نكنإل مناحنروأنلواون هلبل ننولرءناسنتن يذللكنا هنلكنلا اوقرتكناون ءةاسننلون ارةيثلكن الةاجنرل امنهرنومل ثكنبنون اهنجنووزن اهننومل قنلنخنون ةمدنحلاون سمفونن نومل موكرقنلنخن يذللكنا مركربكنرن اوقرتكنا سرانكنلا اهنيكرأن اين 1
(
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain ...." (An-Nisaa': 1).
) ننيرلكلاشكنلا ننمل نكنننوكرننلن احةللاصن اننتنيوتنآن نوئللن امنهربكنرن هنلكنلا اونعندن تولنقنثوأن امكنلنفن هلبل توركنمنفن افةيفلخن الةموحن تولنمنحن اهناشكنغنتن امكنلنفن اهنيولنإل ننكرسوينلل اهنجنووزن اهننومل لنعنجنونةمدنحلاون سمفونن نومل موكرقنلنخن يذللكنا ونهر 189 (
"Dialah yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia
menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya." (Al-A'raaf: 189).
) ننوررفركوين موهر هللكنلا ةلمنعونلبلون ننونرملؤوير للطلابنلوابلفنأن تلابنيكلطكنلا ننمل موكرقنزنرنون ةةدنفنحنونننينلبن موكرجلاونزوأن نومل موكرلن لنعنجنون اجةاونزوأن موكرسلفرنوأن نومل موكرلن لنعنجن هرلكنلاون 72
(
"Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak, dan cucu-cucu, dan memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"
(An-Nahl: 72).
1.
Keimanan perempuan sama dengan laki-laki, bahkan perempuan dapat dispensasi tidak shalat saat datang bulan/ haidh.) قليرلحنلوا براذنعن موهرلنون مننكنهنجن براذنعن موهرلنفن اوبروترين مولن مكنثر تلاننملؤومرلواون ننينلملؤومرلوا اونرتنفن ننيذللكنا نكنإل 10
(
"Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahanam
) انةيبلمر امةثوإلون انةاتنهوبر اولرمنتنحوا دلقنفن اوبرسنتنكوا امن رليوغنبل تلاننملؤومرلواون ننينلملؤومرلوا ننوذرؤوير ننيذللكناون 58
(
"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mu'min dan Mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata."
(Al-Ahzab: 58).
) موكراونثومنون موكربنلكنقنتنمر مرلنعوين هرلكنلاون تلاننملؤومرلواون ننينلملؤومرلوللون كنبلنوذنلل روفلغوتنسواون هرلكنلا الكنإل هنلنإل الن هرنكنأن مولنعوافن 19
(
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu'min, laki-laki dan
perempuan." (Muhammad: 19).
1.
Balasan di dunia dan akhirat antara laki-laki dan perempuan adalah sama.) بماسنحل رليوغنبل اهنيفل ننوقرزنروير ةننكنجنلوا ننولرخردوين كنئللنوأرفن نرملؤومر ونهرون ىثننوأر ووأن رمكنذن نومل احةللاصن لنملعن نومنون اهنلنثومل الكنإل ىزنجوير النفن ةةئنيكلسن لنملعن نومن 40
(
"Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga,
mereka diberi rizki di dalamnya tanpa hisab." (Al-Mu'min: 40).
Demikian pandangan Islam menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat. Sehingga, apa pun peranannya baik sebagai anak, remaja, dewasa, ibu rumah tangga, kaum
professional, dan lain-lain mereka itu terhormat sejak kecil hingga usia lanjut[10].
Nabi Muhammad saw. diutus Allah membawa Islam untuk menebarkan kasih sayang bagi semesta alam (rahmatan lil alamin) sebagaimana termaktub dalam surat
Al-Anbiya’/21:107, sbb.:
)ننيمللناعنلولل ةةمنحورن الكنإل كناننلوسنروأن امنون 107
(
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Secara historis, pada awal kehadiran Islam, budaya masyarakat Arab tempat kelahiran Nabi saw. penuh dengan kekerasan, ketidakadilan, dan diskriminatif. Pola kehidupan yang banyak didominasi sistem kabilah, pada gilirannya membuat masyarakat rawan konflik dan
perpecahan. Sehingga menjadi pemandangan lumrah, di mana yang kuat menindas yang lemah. Bahkan kaum perempuan, budak, dan anak-anak merupakan kelompok masyarakat lemah yang selalu terkalahkan dalam kehidupan sosial.
Islam datang memperbaiki tatanan di atas, memperlakukan manusia --laki-laki maupun perempuan-- dengan semangat keadilan, pembebasan, anti penindasan, dan anti diskriminasi. Nabi Muhammad saw sebagai pembawa syari’at Islam merupakan teladan bagi umatnya. Beliau merupakan figur suami, bapak, dan laki-laki yang memegang teguh prinsip keadilan dan anti kekerasan. Berdasarkan penuturan para istrinya, Nabi seumur hidupnya tidak pernah memukul keluarganya, baik isteri, anak, maupun pembatunya. Nabi juga tidak pernah
Perhatian Nabi Muhammad saw terhadap perempuan pada gilirannya membuat kaum perempuan bebas mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya. Pada masa Nabi saw telah muncul semacam komunitas yang menyuarakan aspirasi perempuan dengan juru bicara Asma’ bin Yazid. Dengan demikian menjadi jelas bahwa Islam menempatkan perempuan dalam posisi yang terhormat, tidak dipinggirkan dan didiskriminasikan[11].
Berikut ini dipaparkan beberapa prinsip kesetaraan gender dalam Islam, sbb.:
1.
Laki-Laki Dan Perempuan Sama-Sama Hamba AllahSalah satu tujuan penciptaan manusia, untuk menyembah Allah SWT., sebagaimana dinyatakan dalam surat az-Zariyat/51:56, sbb. :
)نلودربرعوينلل الكنإل سننوإللواون نكنجللوا ترقولنخن امنون 56
(
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Semua manusia mempunyai kesempatan sama untuk menjadi hamba ideal di mata Allah SWT., yaitu menjadi orang yang bertaqwa. Untuk mencapai derajat ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin maupun etnis. Dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah, laki-laki dan perempuan akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai kadar pengabdiannya, sebagaimana dinyatakan surat An-Nahl/16:97, sbb.:
)ننولرمنعوين اونراكن امن نلسنحوأنبل موهررنجوأن موهرنكنينزلجوننلنون ةةبنيكلطن ةةاينحن هرنكنينيلحونرلنفن نرملؤومر ونهرون ىثننوأر ووأن رمكنذن نومل احةللاصن لنملعن نومن 97
(
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
1.
Laki-Laki Dan Perempuan Sebagai Khalifah Di Muka BumiMaksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi di samping untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah, juga untuk menjadi khalifah di bumi,
sebagaimana dinyatakan dalam surat al-An’am/6:165, sbb.:
موكرلنعنجن يذللكنا ونهرون ضلروأنلوا فنئلالنخن
)مريحلرن رروفرغنلن هرنكنإلون بلاقنعللوا عريرلسن كنبكنرن نكنإل موكراتناءن امن يفل موكرونلربوينلل تماجنرندن ضمعوبن قنووفن موكرضنعوبن عنفنرنون 165
(
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kata khalifah dalam ayat Alquran surat al-An’am/6:165 ini tidak menunjuk pada salah satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu.
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian dari Tuhan. Sebelum anak manusia keluar dari rahim ibunya, terlebih dahulu harus menerima perjanjian dari Allah dan berikrar akan keberadaan-Nya sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-A’raf/7:172, sbb.:
ننيللفلاغن اذنهن نوعن انكنكر انكنإل ةلمناينقللوا منووين اولروقرتن نوأن انندوهلشن ىلنبن اولراقن موكربكلرنبل ترسولنأن موهلسلفرنوأن ىلنعن موهردنهنشوأنون موهرتنيكنركلذر موهلرلوهرظر نومل مندناءن ينلبن نومل كنبكررن ذنخنأن ذوإلون )
172 (
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"
Dengan demikian, sejak awal kejadian manusia, dalam Islam tidak dikenal sistem
diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.
1.
Laki-Laki Dan Perempuan Sama-Sama Berpotensi Meraih PrestasiPeluang meraih prestasi maksimum dimiliki setiap laki-laki maupun perempuan tanpa ada pembedaan. Islam menawarkan konsep kesetaraan gender yang ideal dengan memberi ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun karier profesional tidak harus dimonopoli salah satu jenis kelamin, sebagaimana dinyatakan dalam surat Ali-Imran/3:195, sbb.:
) ةيلا ... ضمعوبن نومل موكرضرعوبن ىثننوأر ووأن رمكنذن نومل موكرنومل لمملاعن لنمنعن عريضلأر الن ينكلأن موهربكررن موهرلن بناجنتنسوافن 195
(
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.
Namun dalam kenyataannya, di tengah-tengah masyarakat sekarang ini, konsep ideal tersebut masih membutuhkan tahapan dan sosialisasi karena terdapat beberapa kendala budaya yang tidak mudah diselesaikan[12].
1.
PENUTUPMeskipun Islam telah menawarkan kesetaran gender sebagaimana di kemukakan di atas, namun tidak dapat dipungkiri, realitas kehidupan sosial dewasa ini masih diwarnai
ketimpangan gender. Pemikiran masyarakat masih banyak dipengaruhi dengan pemahaman keagamaan yang tidak adil secara gender, yang mereka anggap sebagai “agama” itu sendiri. Untuk mengatasi hal ini, tidak ada cara lain kecuali menggali dan menemukan kembali semangat keadilan, rahmatan lil alamin, anti kekerasan, dan anti diskriminasi dalam sumber-sumber agama yang otentik. Sebab agama Islam tidak mungkin bertentangan dengan
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Fayumi, Badriyah, Jender dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002.
Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, Jakarta: MUI, 1999.
Murpratomo, A. Sulasikin, ”Gender dan Pembangun di Indonesia”, dalam Tuntunan Islam
Tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia Jakarta, 1999.
Noer, Zahara D., ”Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam”, dalam
Tuntunan Islam Tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 1999.
Umar, Nasaruddin, “Memahami Bahasa Agama tentang Perempuan” dalam Mimbar Agama & Budaya, Vol. XVIII, No. 2, 2001
Umar, Nasaruddin, ”Bias Jender dalam Penafsiran Al-Qur’an”, Pidato Pengukuhan Guru
Besar, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002.
www.Khairaummah.com
www.alislamu.com
http://www.duniaesai.com
http://www.wahidinstitute.org/indonesia/content/view/651/52/1/2/
[1]Badriyah Fayumi, Jender dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002), hal. 1.
[2]www.Khairaummah.com
[3]
[4]
www.alislamu.com; lihat juga Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 3.
[5]Majlis Ulama Indonesia, Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, (Jakarta: MUI, 1999), hal. 1.
[6]A. Sulasikin Murpratomo, ”Gender dan Pembangun di Indonesia”, dalam Tuntunan Islam
tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, (Jakarta: Majlis Ulama Indonesia Jakarta, 1999),
hal. 117.
[7]Zahara D. Noer, ”Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam”, dalam
Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, (Jakarta: Majlis Ulama
Indonesia, 1999), hal. 43.
[8] http://www.duniaesai.com
[9]Nasaruddin Umar, “Memahami Bahasa Agama tentang Perempuan” dalam Mimbar
Agama & Budaya, Vol. XVIII, No. 2, 2001, hal. 111
[10] www.alislamu.com
[11]Badriyah Fayumi, Jender..., hal. 5.
[12]Nasaruddin Umar, ”Bias Jender dalam Penafsiran Al-Qur’an”, Pidato Pengukuhan Guru