BAB II
Partisipasi Masyarakat Program Percepatan Pembangunan KelurahanBermartabat (P2KB)
Bab ini merupakan uraian teoritis mengenai jawaban atas pertanyaan penelitian yang dirumuskan pada bab pertama. Berkaitan dengan itu, dalam bab ini akan disajikan uraian teoritis mengenai partisipasi masyarakat kelurahan ciumbuleuit dalam melaksanakan program P2KB yang mana dalam program ini merupakan salah satu program pemerintah kota bandung untuk mengurangi kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat.
2.1 Partisispasi Masyarakat
Dalam melaksanakan pembangunan penting adanya partisipasi masyarakat dalam setiap program atau kegiatan yang diadakan oleh pemerintah. Terlebih jika program tersebut diadakan untuk memberdayakan masyarakat, yang mana mereka merupakan subjek yang melakukan perubahan sekaligus sebagai objek yang terkena dampak langsung dari perubahan tersebut.
Osborne dan Gaebler mengungkapkan ketika memasuki reinventing government yaitu prinsip “ community owned government: Empowering more than serving” yang menunjukan betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam administrasi publik. Pengertian ini juga menunjukan bahwa warga Negara bukan lagi diposisikan sebagai yang dikenai tindakan yang dikeluarkan pemerintah tetapi sebagi pemilik pemerintahan (owner of government) dan mampu bertindak secara bersama – sama mencapai sesuatu yang lebih baik. Kepentingan publik tidak lagi dipandang sebagai agresi kepentingan pribadi melainkan sebagai hasil dialog dan keterlibatan publik dalam mencari nilai bersama dan kepentingan bersama. (muluk, 2007:33).1
Partisipasi masyarakat dalam program pemerintahan dapat meningkatkan kemandirian yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam percepatan pembangunan. Masyarakat dapat berpartisispasi dalam tahapan perencanaan, implementasi dan juga
evaluasi program –program pembangunan.2 Dijelaskan oleh Juliantara, (2002: 90-91) dalam literature klasik selalu ditunjukan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi program pembangunan, tetapi makna substantive yang terkandung dalam sekuen – sekuen partisipasi adalah voice, akses dan control.3
Sedangkan menurut Soetrisno (1995:221) ada dua jenis definisi partisipasi yang beredar dalam masyarakat. Definisi pertama adalah definisi yang diberikan oleh para perencana pembangunan formal di Indonesia. Definisi partisipasi jenis ini mengartikan partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagi dukungan rakyat terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi diukur dengan kemampuan rakyat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan pemerintah. Definisi kedua partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.4
Dalam rumusan FAO yang dikutip oleh Mikkelsen (2001: 64) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melaksanakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar mereka memperoleh informasi mengenai konteks local dan dampak-dampak social yang ditimbulkan karena keberadaan proyek tersebut.5
2 Laksana, Nuring Septyasa. 2013. Bentuk – Bentuk Partisipasi Masyarakat Desa dalam Program Desa Siaga Di Desa Bandung Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1, (1), 56-66. 3 Purnamasari, Ira. 2008. Studi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Tesis Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Dipenogoro Semarang: Tidak diterbitkan.
4 Mulyono, Agus. 2008. Studi partisipasi masyarakat pada program desa mandiri pangan di desa Muntuk, Kabupaten Bantul. Tesis magister teknik pembangunan wilayah dan kota universitas diponegorp Semarang: tidak diterbitkan.
Dalam Wibisana (1989:41) partisipasi masyarakat sering diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanan program. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sedangkan partisipasi tidak langsung berupa keuangan, pemikiran dan material yang diperlukan.6
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan suatu kegiatan dimulai dari tingkat paling awal yaitu perencanaan hingga kegiatan tersebut selesai dan pemanfaatannya dirasakan bersama sama oleh masyarakat. Partisipasi sendiri tidak terbatas pada kegiatan fisik atau pemberian dana namun juga menjaga mengelola dan mempertahankan apa yang sudah masyarakat capai dari suatu kegiatan yang diselenggarakan.
Dalam hal ini Berkes membagi partisipasi masyarakat dalam Co-Management yang terdiri atas tujuh level. Adapun sebagai berikut:
a) Community control: kekuasaan didelegasikan kepada masyarakat untuk membuat keputusan dan menginformasikan keputusan tersebut kepada pemerintah.
b) Partnership: pemerintah dan masyarakat bersama-sama dalam pembuatan keputusan.
c) Advisory: masyarakat memberikan masukan nasihat kepada pemerintah dalam membuat keputusan, tetapi keputusan sepenuhnya ada pada pemerintah.
d) Communicative: pertukaran informasi dua arah; perhatian lokal direpresentasikan dalam perencanaan pengelolaan.
e) Cooperative: masyarakat termasuk dalam pengelolaan (tenaga).
f) Consultative: mekanisme dimana pemerintah berkonsultasi dengan para nelayan, tetapi seluruh keputusan dibuat oleh pemerintah.
g) Informative: masyarakat mendapatkan informasi bahwa keputusan pemerintah telah siap dibuat. Partisipasi menurut Soekanto (1993: 355) merupakan setiap proses identifikasi atau menjadi peserta, suatu proses komunikasi atau kegiatan berasama dalam suatu situasi sosial tertentu.
2.1.1 Bentuk Partisispasi Masyarakat
Bentuk partisipasi masyarakat dalam tahap pembangunan ada dalam beberapa bentuk. Menurut Keith Davis partisipasi masyarakat dapat berupa pikiran, tenaga, keahlian, barang dan uang. Sedangkan cara – cara yang digunakan untuk berpartisipasi bias berupa konsultasi, sumbangan spontanitas berupa uang dan barang, mendirikan proyek mandiri yang sifatnya berdikari dan dibiayai oleh masyarakat, kerja, aksi massa, mengadakan pembangunan di dalam keluarga dan membangun proyek masyarakat yang bersifat otonom.7
Sedangkan menurut Ericson (dalam slamet, 1994:89), bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas tiga tahap, yaitu:8
1. Partisipasi didalam tahap perencanaan
Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan
2. Partisipasi dalam tahap pelaksanaan
7 Surotinojo, Ibrahim. Partisipasi Masyarakat dalam Program Sanitasi oleh Masyarakat Di desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo, Gorontalo.1-15.
Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut
3. Partisipasi didalam tahap pemanfaatan
Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyeksetelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek yang telah dibangun.
2.1.2 Bentuk dan Jenis Partisipasi9
Ada berbagai macam bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Davis mengemukakan adanya beberapa bentuk dan jenis partisipasi, yaitu :
1. Bentuk partisipasi.
a. Sumbangan spontan dalam bentuk barang dan jasa ( Uang).
b. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan industri/instansi yang berada diluar lingkungan tertentu.
c. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai seluruhnya oleh komunitas (rapat desa).
d. Mengadakan pembangunan dikalangan sendiri.
2. Jenis-jenis partisipasi.
a. pikiran (phsychological participation).
b. Tenaga (phsycal participation).
c. Pikiran dan tenaga (phsychological and phsycal participation).
d. Barang (Matrial Participation).
e. Uang (money participation).
Partisipasi masyarakat sebagai suatu unsur pelaksana pembangunan harus bertanggung jawab dalam aktifitas pelaksanaan pembangunan dengan jalan mengerahkan dukungan tenaga, keterampilan, dana dan fasilitas bagi proyek-proyek pembangunan yang telah ditetapkan dan menciptakan suasana kerjasama dalam pembangunan.
Beaulieu (dalam Gundhi, 1999 : 24) menyebutkan bahwa partisipasi dalam pembangunan merupakan upaya yang penting, karena akan menghasilkan pembangunan yang sangat memuaskan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan bisa berjalan efektif dan berhasil dengan baik apabila masyarakat tersebut terlibat langsung dalam seluruh proses kegiatan yaitu :
1. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan
2. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
3. Prtisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dan pemeliharaan hasil
4. Partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi
5. Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan peluang kegiatan usaha.
Dengan demikian peran serta masyarakat kedepannya bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah, ataupun lembaga-lembaga non pemerintah tetapi haruslah merupakan tanggung jawab yang timbul dari kesadaran masyarakat itu sendiri.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat10
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Menurut Max Weber dan Zanden (1988), mengemukakan pandangan multidimensional tentang stratifikasi
masyarakat yang mengidentifikasi adanya 3 komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor internal
Untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan (Slamet,1994:97). Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi (Slamet, 1994:137-143).
Menurut Plumer (dalam Suryawan, 2004:27), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah: 1. Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan
mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi yang ada;
2. Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpunwak tunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi;
3. Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.
laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan;
5. Kepercayaan terhadap budaya tertentu. Masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan konsep-konsep yang ada.
b. Faktor-faktor Eksternal
Menurut Sunarti (dalam jurnal Tata Loka, 2003:9), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program.
2.1.4 Hambatan & Kendala Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan11
Kok dan Elderbloem dalam Nampila (2005) dalam Rustiningsih (2002) serta Hana (2003) menguraikan ada beberapa kendala dalam mewujudkan pembangunan partisipatif, yaitu :Hambatan struktural yang membuat iklim atau lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi, Hambatan internal masyarakat sendiri, Hambatan karena kurang terkuasainya metode dan teknik partisipasi. Apabila tidak ada kesepakatan masyarakat terhadap kebutuhan dalam cara mewujudkan kebutuhan tersebut, serta apabila kebutuhan tesebut tidak langsung mempengaruhi kebutuhan mendasar anggota masyarakat.
2.1.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan12
Korten, 1983 dalam Setiawan, (2005) menyebutkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kategori yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam komunitas yang berpengaruh dalam program partisipasi masyarakat. Sedangkan faktor eksternal
11 Kristianto, Arief Wahyu. PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR JALAN (Studi Kasus Pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik). 1-11.
adalah faktor yang berasal dari luar komunitas, dan ini akan meliputi dua aspek. menyangkut system social politik makro dimana komunitas tersebut berada.
2.1.6 Peningkatan Partisipasi Masyarakat dan Indikator Keberhasilan Partisipasi Masyarakat13
Rolalisasi (2008) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan melalui peningkatan modal sosial yang ada di masyarakat. Partisipasi masyarakat akan meningkat seiring meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap permukiman di sekitarnya serta meningkatnya keterlibatan dalam organisasi sosial. Indikator keberhasilan partisipasi masyarakat menurut Marschall (2006) dalam studinya di Tanzania bergantung pada representasi; komunikasi; peran fasilitator; dan Grass Root Need Assesment. Sedangkan menurut Asian and Pasific Development Centre tahun 1988 tercapai konsensus bahwa partisipasi masyarakat dapat dikatakan berhasil jika (Bamberger dan Shams (1989:72-73)):mampu meningkatkan kontrol masyarakat terhadap sumber daya, adanya penguatan kelembagaan, meningkatnya partisipasi secara politis.
2.1.7 Partisipasi tahap perencanaan
Dalam program P2KB tahap perencanaan dilakukan dengan mempersiapkan rencana jangka menengah atau disebut PJM-KB atau Perencanaan Jangka Menengah Kelurahan Bermartabat. PJM-KB merupakan rangkaian kegiatan perencanaan partisipatif berupa pertemuan warga yang dikoordinir oleh LPM Kelurahan dan pada pelaksanaannya dilakukan oleh Tim Perencanaan Partisipatif. PJM-KB merupakan alat pembelajaran yang memiliki beberapa substansi sebagai berikut :
a. Melalui perencanaan partisipatif P2KB diharapkan dapat memfasilitasi terselenggaranya bimbingan perencanaan partisipatif bagi LPM, Pokja P2KB, Relawan dan masyarakat peduli lainnya yang tergabung dalam Tim Perencanaan Partisipatif;
b. Proses pembelajaran masyarakat yang dimotori oleh LPM diharapkan mampu melakukan proses penyusunan program / kegiatan P2KB yang berorientasi pada 7 (Tujuh) Agenda Prioritas Pembangunan Kota Bandung;
c. Adanya keterlibatan seluruh komponen masyarakat di Kelurahan dalam penyusunan PJM-KB sehingga program yang disusun benar-benar mengakar, aspiratif, representatif dan dapat dipertanggungjawabkan;
d. Masyarakat yang dikoordinir oleh LPM, diharapkan mampu belajar merumuskan program / kegiatan P2KB dengan mengacu kepada Pemetaan Swadaya (PS) yaitu berbagai potensi dan permasalahan yang selanjutnya dituangkan kedalam Perencanaan Jangka Menengah Kelurahan Bermartabat (PJM-KB);
e. Masyarakat diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai universal kemanusiaan dalam penyusunan program / kegiatan P2KB.
2.1.8 Partisipasi tahap pelaksanaan
Pelaksanaan pembangunan juga memerlukan kerjasama dari berbagai pihak yang terlibat baik dari pemerintah maupun masyarakat. Dalam pelaksanaan pembangunan desa, Irwin T. Sander (dalam Supriatna, 1985 :38) mengemukakan unsur pelaksana pembangunan desa yaitu : (1). Local leaders (pemerintah desa), (2). Community organizers (pemuka masyarakat, pengurus LKMD,RT/RW, dan lain-lain), (3). Subject matters specialsts (kader pembangunan desa, Penyuluh teknis dan lain sebagainya), (4). Administrator (kepala wilayah ditingkat kecamatan sampai tingkat pusat), (5). Social partisicipation (partisipasi masyarakat).
Dari uraian diatas terlihat bahwa masyarakat tidak hanya dituntut untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan suatu rencana kegiatan pembangunan, tetapi juga dituntut untuk ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan tersebut sehingga pelaksanaan dari kegiatan program dapat sesuai dengan rencana yang telah tetapkan. Masyarakat sebagai sumber pembangunan selain sebagai target pembangunan juga sebagai sumber pelaksana pembangunan. Koentjoroningrat (1974 :80) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan lebih menekankan kepada kemauan sendiri secara sadar untuk melaksanakan aktivitas-ativitas pembangunan, disini semua potensi manusia (tenaga kasar dan trampil serta dana) diarahkan bagi pelaksanaan pembangunan baik melalui swadaya gotong royong maupun sumbangan sukarela.
jawab dalam aktivitas pelaksanaan pembangunan desa dengan jalan mengerahkan dukungan tenaga, keterampilan, dana serta fasilitas bagi program pembangunan yang telah ditetapkan dan menciptakan suasana kerjasama dengan pelaksana pembangunan lainnya. Pengerahan yang optimal dari potensi masyarakat bagi kepentingan pelaksanaan progam perlu digali, dipelihara dan dikembangkan sehingga mampu menciptakan suasana kemasyarakatan yang mendukung pembangunan serta terwujudnya aktivitas yang kondusif dalam pelaksanaannya.
2.2 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses perubahan struktur yang harus muncul dari masyarakat, dilakukan oleh masyarakat, dan hasilnya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Proses perubahan tersebut berlangsung secara alamiah dengan asumsi bahwa setiap anggota masyarakat sebagai pelaku-pelaku sosial yang ikut dalam proses perubahan tersebut.
Konsep Partisipasi masyarakat biasanya tidak lepas dari pemberdayaan masyarakat, karena unsur utama dari pemberdayaan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam program yang berkaitan dengan pembangunan lingkungannya. Pemberdayaan masyarakat sendiri merupakan salah satu bentuk pembangunan yang berlandaskan keikutsertaan masyarakat karena yang dibangun disini adalah masyarakat bukan lingkungannya.dengan dibangunnya masyrakat menjadi lebih dewasa dan mandiri maka dengan sendirinya lingkungan disekitar masyrakat akan terbangun.
Dalam Permendagri no 7 tahun 2007 disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat
merupakan suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Namun Karl Marx mengatakan pendapat yang berbeda terkait pemberdayaan masyarakat menurutnya, pemberdayaan masyarakat adalah proses perjuangan kaum
adalah bahwa pemberdayaan adalah penguatan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi masa depannya, penguatan masyarakat untuk dapat memperoleh faktor-faktor produksi, dan penguatan masyarakat untuk dapat menentukan pilihan masa depannya.14
2.2.1 Siklus Pemberdayaan
Dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat ada beberapa siklus yang harus dihadapi. Wilson menyatakan terdapat tujuh siklus untuk melaksanakan pemberdayaan tersebut. Tahap pertama yaitu keinginan dari masyarakat sendiri untuk berubah menjadi lebih baik. Pada tahap kedua, masyarakat diharapkan mampu melepaskan halangan-halangan atau factor-faktor yang bersifat resistensi terhadap kemajuan dalam dirinya dan komunitasnya. Pada tahap ketiga, masyarakat diharapkan sudah menerima kebebasan tambahan dan merasa memiliki tanggungjawab dalam mengembangkan dirinya dan komunitasnya. Tahap keempat lebih merupakan kelanjutan dari tahap ketiga yaitu upaya untuk mengembangkan peran dan batas tanggungjawab yang lebih luas, hal ini juga terkait dengan minat dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Pada tahap kelima ini hasil-hasil nyata dari pemberdayaan mulai kelihatan, dimana peningkatan rasa memiliki yang lebih besar menghasilkan keluaran kinerja yang lebih baik. Pada tahap keenam telah terjadi perubahan perilaku dan kesan terhadap dirinya, dimana keberhasilan dalam peningkatan kinerja mampu meningkatkan perasaan psikologis di atas posisi sebelumnya. Pada tahap ketujuh masyarakat yang telah berhasil dalam memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar gunamendapatkan hasil yang lebih baik. Siklus pemberdayaan ini menggambarkan proses mengenai upaya individu dan komunitas untuk mengikuti perjalanan kearah prestasi dan kepuasan individu dan pekerjaan yang lebih tinggi.
2.2.2 Proses Pemberdayaan
Wilson (1996) memaparkan empat tahapan dalam proses pemberdayaan sebagai berikut:
1. Awakening atau penyadaran, pada tahap ini masyarakat disadarkan akan kemampuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki serta rencana dan harapan akan kondisi mereka yang lebih baik dan efektif.
2. Understanding atau pemahaman, lebih jauh dari tahapan penyadaran masyarakat diberikan pemahaman dan persepsi baru mengenai diri mereka sendiri, aspirasi mereka dan keadaan umum lainnya. Proses pemahaman ini meliputi proses belajar untuk secara utuh menghargai pemberdayaan dan tentang apa yang dituntut dari mereka oleh komunitas.
3. Harnessing atau memanfaatkan, setelah masyarakat sadar dan mengerti mengenai pemberdayaan, saatnya mereka memutuskan untuk menggunakannya bagi kepentingan komunitasnya.