ABSTRACT
THE RESPONSE OF BRANCH CUTTINGS OF YELLOW BAMBOO (Bambusa vulgaris) TO GIVING INDOLE ACETIC ACID
By
YOSEPIN K. SIMANGUNSONG
Yellow bamboo is one of the bamboo species which used for industrial and house- hold materials, because it has a thick trunk outer layer, length of fiber, and
beautiful shape. The success of cuttings grown yellow bamboo branch was lack. To increase the success of the yellow bamboo branches grow cuttings need use growth regulators. Therefore, the research was conducted by giving indole acetic acid on yellow bamboo branch cuttings.
The objective of this research was to known the percentage of survival and growth of yellow bamboo branch cuttings by giving indole acetic acid and known the concentration of the indole acetic acid were the best influence on the percentage of survival and growth of yellow bamboo branch cuttings. The research was designed with complete randomized design (CRD) with five treatment, five experimental units, and five branch cuttings for each experimental unit.
Yellow bamboo branch cuttings growth by percentage of life parameters, number of shoots, shoot length, shoot diameter, and a significant number of leaves is known, whereas for root length parameter is not significant.
ABSTRAK
RESPON SETEK CABANG BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris) TERHADAP PEMBERIAN AIA
Oleh
YOSEPIN K. SIMANGUNSONG
Bambu kuning merupakan salah satu spesies bambu yang dapat digunakan untuk bahan industri dan peralatan rumah tangga, karena kulit batangnya yang tebal, seratnya yang panjang, dan bentuknya yang indah. Keberhasilan tumbuh setek cabang bambu kuning masih rendah, hal ini merupakan salah satu permasalahan dalam pembibitan bambu. Untuk meningkatkan keberhasilan tumbuh setek cabang bambu kuning perlu digunakan zat pengatur tumbuh (ZPT). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan memberikan asam indol asetat (AIA) pada setek cabang bambu kuning.
analisis ragam kemudian di uji lanjut dengan beda nyata jujur. Pertumbuhan setek cabang bambu kuning dengan parameter persentase hidup, jumlah tunas, panjang tunas, diameter tunas, dan jumlah daun diketahui signifikan, sedangkan untuk parameter panjang akar tidak signifikan.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bambu merupakan hasil hutan bukan kayu yang telah lama
dimanfaatkanolehmasyarakat. Tanaman bambu dapat tumbuh di daerah iklim
basahsampai kering. Bambu dapat dimanfaatkan olehmanusiadari akar
sampai daun (Departemen Kehutanan dan Perkebunan,1999).
Perkembangan kebutuhan manusia dan kemajuan teknologi menyebabkan
terjadipeningkatan penggunaan bambu untukberbagaikeperluan, misalnya
untukbahan bangunan, alat-alat rumah tangga, alat musik, bahan makanan
(sayuran), danuntukpembuatan kertas.Bambu kuning
merupakansalahsatuspesies bambu yang banyak digunakan untuk bahan baku
industri dan rumah tanggakarenadinding batangnya tebal, seratnya yang
panjang, dan bentuknya yang indah.
Untuk memenuhi ketersediaan bambu secaraberkelanjutanperlu dikembang-
kan budidaya bambu dengan cara perbanyakan generatif atau vegetatif.Setek
cabang merupakan salah satu perbanyakan secara vegetatif yang memiliki
beberapa kelebihan yaitu bahansetekmudah diperoleh, murah, waktu peng-
2 Bahanmedia penumbuhsetekcabang dapat memengaruhi
keberhasilansetek.Media tumbuh bibit yang baik adalah bahan yang mampu
mengikat air dan unsur hara, berdrainase dan beraerasi yang baik, mudah
didapat dan harganya murah (Ashari, 2005).
Keberhasilantumbuhsetekcabangbambukuningmasihrendah.Hal ini
merupakan salah satu permasalahan dalam pembibitan
bambu.Padapenelitiansebelumnyaperbanyakansetekcabangbambukuningtanpa
menggunakan ZPT, diketahuipersentasehidup
yangdihasilkanmasihrendahyaitu 60,66% (Yatullah, 2006).Percobaan
yangdilakukan Yatullah (2006) tersebut menggunakan media penumbuh setek
cabang bambu kuning yang hasilnya tidak berbeda nyata. Olehkarenaitu,
padapenelitianinimencoba
melakukanpembibitanbambukuningdenganmenggunakanAIA.Penggunaan
AIA yang diaplikasikanpadapangkalsetekdapatmemacupertumbuhanakar,
sehinggadiharapkanpersentasehidupsetekcabangbambukuningdanpertumbuha
nnyamenjadilebihbaik.
B. PerumusanMasalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
Di antara perlakuan AIA yang diaplikasikan pada pangkal setek cabang
bambu kuning (Bambusa vulgaris) dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm,
200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm, dapat dikemukakan beberapa rumusan
1. Berapa jumlah konsentrasi AIA yang paling baik untuk pertumbuhan setek
cabang bambukuning?
2. Bagaimana respon pertumbuhan setek cabang bambu kuning dengan pem-
berian AIA?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian setekcabangbambukuningdilakukandengantujuansebagaiberikut.
1. Mengetahui respon pertumbuhan setek cabang bambukuning
akibatpemberianAIA.
2. Mengetahui konsentrasi AIA yang pengaruhnya paling baikuntuk
pertumbuhan setekcabangbambukuning.
D.Kerangka Pemikiran
Perbanyakan tanaman bambu dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif,
secarageneratifdapatdilakukandenganmenyemaibiji.
Pembiakanbambusecarageneratifmemerlukanwaktu lama
terutamadalampengadaan benih, selainitu bambu jarang berbunga, berbuah,
dan berbiji. Pada beberapa jenisbambu, umumnyabambu berbunga
setelahumur 20--60 tahun.Perlu diketahuibahwatanamanbambuyang sedang
berbunga hingga buah dan bijinya masak fisiologis memerlukan waktu 6--7
bulan. Oleh karena itu, perbanyakantanaman
bambudengangeneratifjarangdilakukan.
Adapun perbanyakan bambu secara vegetatif dapat dilakukan dengan setek
4 bambu yang paling sering digunakan adalah setek rhizoma, setekbatang, setek
cabang.
Perbanyakan dengan setek rhizoma seringkali merusak rumpun bambu, bahan
perbanyakan yang digunakan berupa batang berupa potongan dari berbagai
pangkal batang yang masih segar dan yang mempunyai matatunas, akan tetapi
perbanyakandengan cara ini kurang efektif karena memerlukan waktu yang
cukup lama.
Bahan perbanyakan untuk setek cabang berupa organ tanaman yang tumbuh
di bagian pangkal batang yang merupakan sisa dari bahan perbanyakan setek
batang.Perbanyakan tanaman bambu dengan menggunakan setek cabang
lebih efektifkarena tidak merusak rumpun bambu, pembentukan rumpun lebih
cepat,pengerjaannya mudah, tidak membutuhkan waktu yang lama, bahan
setek dapat diperoleh dengan mudah dan dengan jumlah yang banyak
(DepartemenKehutanan dan Perkebunan, 1999).
AIA merupakansalahsatuzatpengaturtumbuh yang fungsiutamanyauntuk
memacu pembentukanakar.Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalahsenyawa
organik komplek alami yang disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Pemberian ZPT
akan efisien bila pemakaian ZPT padakonsentrasi yang
tepatsesuaikebutuhantanaman yang diteliti. Oleh karena itu,
penelitianinidilakukanmenggunakan ZPTAIAdengan konsentrasiyang
berbeda-bedauntuk meningkatkan persentase hidup dan pertumbuhan setek
E. Hipotesis
Hipotesis yang dikemukakandalampenelitianinisebagaiberikut.
1. Terdapat perbedaan yang nyatamengenairespon pertumbuhan setek
cabang bambukuning akibatpemberianAIA.
2. Konsentrasi AIA 200 ppmberpengaruhlebihbaikdibandingkankonsen-
trasi 0 ppm, 100 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm untuk pertumbuhan
setek cabang bambu kuning.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkandapat bermanfaat sebagai bahan informasi tentang
respon setek cabang bambu kuning terhadappemberian AIA. Perbanyakan
bambu kuning dengan setek cabang diharapkan dapat meningkatkan
perbanyakan bambu kuning dalam waktu yang relatif singkat, sehingga
pengelolaan tanaman bambu lebih baik lagi dan menjadi acuan untuk
penelitianselanjutnya,
sertasebagaireferensiuntukpengembanganteknologipembibitanbambukunings
III. METODE PENELITIAN
A.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Koleksi Lembaga Penelitian Hutan Palembang di Tanjung Agung, Kecamatan Tanjungan, Kabupaten Lampung Selatan. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Maretsampai dengan Juni 2012.
B.Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabang bambu kuning sebanyak 125 cabang, AIA dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm, tanah lapisan atas, Aquades, Furadan 3G, Dithane, air, NaOH. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, alat timbangan, polybag ukuran 15 cm x 25 cm, ember, ayakan dari bambu, golok, gunting setek, gembor, pengaris, pita meter, kaliper, lux meter, termohigrometer dan alat tulis.
C.Langkah-langkah Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Bahan setek diambil dari cabang jenis bambu kuning yang telah berumur 2--3 tahun dengan ciri-ciri seluruh cabang mengeluarkan ranting dan daun.Panjang ruas, diameter, dan posisi ruas dalam setek cabang diusahakan sama. Setelah semua cabang yang di-jadikan bahan setek terpilih, lalu dilakukan perendaman dengan AIA sesuai konsentrasi yang sudah ditentukan.Perendaman yang diaplikasikan pada pangkal bahan setek dilakukan selama 15 menit.
b. Persiapan Media Penumbuh Setek
Adapun persiapan dalam penelitian ini adalah dengan mengguna- kan media penumbuh setek berupa tanah lapisan atas. Tanah terlebih dahulu dipersiapkan seminggu sebelum bahan tanaman dipersiapkan. Tanah diayak, sehingga tanah yang dipergunakan sudah halus lalu diaksenisasi menggunakan Furadan3G
sebanyak 1sendok makan dan Dithane sebanyak ¾ sendok makan lalu diaduk rata. Setelah proses aksenisasi, tanah dibiarkan selama satu minggu. Tanah
dimasukkan dalam polybag berukuran15 cm x 25 cm.
c. Penyemaian setek
Setelah perendaman, semua setek cabang yang sudah diberi perlakuan
dimasukkan ke dalam polybag dengan posisi vertikal,ditata pada tempat yang sudah disiapkan seminggu sebelumnya dan sesuai dengan tata letak yang sudah ditentukan.Naungan yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa daun bambu, yang bertujuan untuk mengurangi intensitas cahaya matahari terhadap tanaman.
20
Pemeliharaan yang dilakukan terhadap setek bambu meliputi kegiatan penyiraman dan penyiangan. Penyiraman dilakukan satu kali sehari yaitu pagi atau sore hari, tetapi jika pada hari itu hujan maka penyiraman tidak dilakukan. Penyiraman dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman.
Penyiangan terhadap gulma dilakukan dengan cara mencabut gulma agar tempat di sekitar setek bersih dan setek dapat tumbuh dengan baik.
3. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Model matematik untuk Rancangan Acak Lengkap ini adalah sebagai berikut (Gasperzs, 1994).
Yij = µ + τi + εij
Ket: Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke-j i= perlakuan AIA dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 200
ppm, 300 ppm, dan 400 ppm. j= ulangan ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5 µ = nilai tengah umum
τi= pengaruh perlakuan ke-i
εijk= pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
5 x 5 x 5 = 125 buah. Untuk penomoran tata letak setiap unit percobaan pada tempat penelitian dilakukan dengan cara pengundian. Adapun tata letak setiap unit percobaandisajikan pada gambar 1 sebagai berikut.
Gambar 1. Tata letak setiap unit percobaan pada rancangan acak lengkap.
Keterangan: Yij= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = perlakuan AIA dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 200
ppm, 300 ppm, dan 400 ppm.
j = ulangan ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke- 5.
4. Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang diamati dalam penelitian meliputi sebagai berikut.
a. Persentase hidup setek cabang. Persentase hidup setek cabang dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persetase hidup =
b. Panjang tunas. Panjang tunas diukur mulai dari pangkal tunas sampai ujung tunas. Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali.
22
c. Jumlah tunas. Jumlah tunas dihitung seluruhnya dari setiap buku-buku batang yang menghasilkan tunas baru.Penghitungan jumlah tunas dilakukan sekali pada akhir penelitian.
d. Jumlah daun.Perhitungan jumlah daun dilakukan sekali pada akhir penelitian.
e. Diameter tunas. Pengukuran diameter tunas menggunakan kaliper pada akhir penelitian.
f. Panjang akar. Pengukuran panjang akar dilakukan sekali pada akhir penelitian dengan pengambilan5 sampel setek dari setiap perlakuan.
5. Tabulasi Data Awal Hasil Penelitian
Tabel 1. Bentuk tabulasi data hasil pengamatan pertumbuhan setek cabang bambu kuning
Ulangan Perlakuan konsentrasi AIA(ppm) Total Rata-rata
0 100 200 300 400
Keterangan: Yij = nilai pengamatan variabel pertumbuhan pada
perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Yi. = total nilai pengamatan variabel pertumbuhan
pada perlakuan ke-i
= rata-rata nilai pengamatan variabel pertumbuhan pada perlakuan ke-i
Y.j = total nilai pengamatan variabel pertumbuhan
pada ulangan ke-j
= rata-rata nilai pengamatan variabel pertumbuhan pada ulangan ke-j
i = perlakuan jumlah ruas 2, 3, dan 4 j = ulangan ke 1, 2, 3, 4, dan 5
6. Analisis Data
a. Homogenitas Ragam
Untuk menguji homogenitas ragam dilakukan dengan Uji Bartlett
a) Varians gabungan dari seluruh sampel (S2)
Si2P1 =
24
b) Harga satuan (B) B = (log
χ2
= (ln 10) {B – ( )} c) Faktor koreksi (K)
K= 1+
χ2
hitung terkoreksi =
χ2
tabel =χ2(1-α) (k-1)
Keterangan:S2= ragam gabungan Si2= ragam masing-masing perlakuan
χ
2= khi kuadrat (lihat tabel) t= banyaknya perlakuan
n= banyaknya ulangan Jika:
χ
2hitung
≥χ
2tabel maka ragam tidak homogen dan dilakukantransformasi data,χ
2hitung≤
χ
2tabel maka ragam homogen dan dilanjutkan dengan ujiF (analisissidikragam).
b. Analisis sidik ragam
FK =
JK total = – FK JK perlakuan = ∑ - FK
JK galat = JK total - JK perlakuan
Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam Tabel 2.
Tabel 2. Bentuk tabulasi analisis sidik ragam dengan Rancangan Acak Lengkap
Keterangan: JKP = jumlah kuadrat perlakuan JKG = jumlah kuadrat galat JKT = jumlah kuadrat total KTP = kudrat total perlakuan KTG = kuadrat total galat
t = perlakuan r = ulangan
Jika:
F hitung> F tabel, maka ada pengaruh nyata dari setiap perlakuan yang diuji,
F hitung< F tabel, maka tidak ada pengaruh nyata dari setiap perlakuan yang diuji.
c. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
26
BNJα = Qα (t; galat)
Keterangan: Q = nilai tabelQ pada taraf uji α t = perlakuan
II.TINJAUAN PUSTAKA
A.DeskripsiBambuKuning
Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat besar.Salah satu sumber daya alam yang telah dikenal dan dibudidayakan secara luas di Indonesia adalah bambu. Di Indonesia terdapat sekitar 125 jenis bambu termasuk yang masih tumbuh liar dan belum banyak dimanfaatkan. Di antaraberbagaijenisbambutersebut, baru sekitar 20 jenis saja yang dimanfaatkan dan dibudidayakan oleh masyarakat.Jenis-jenis bambu yang dimaksudantara lain bambu cendani, bambu apus, bambu ampel, bambuandong, bambu betung, bambu kuning, bambu hitam, bambu talang, bambu tutul, bambu cendani, bambu cangkoreng, bambu perling, bambu tamiang, bambu loleba, bambu batu, bambu belangke, bambu sian, bambu jepang, bambu gendang, bambu bali, dan bambu pagar (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Klasifikasi bambu kuningsecarataksonomiadalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1993).
Kingdom : Plantae
7 Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales Famili : Poaceae Genus : Bambusa
Spesies : Bambusa vulgaris Schard
Bambu tumbuh merumpun, memiliki batang yang bulat, berlubang dan be-ruas-ruas, percabangannya kompleks, setiap daun
bertangkai.Diameterbatangbambubervariasi 0,5--20 cm bergantung pada besarnyaukuran
diameterbatangbambudewasa. Besarnya ukuran diameter bambu dapat di- perkirakandaribesarnyadiameter rebung bambu (Dransfield and Widjaja, 1995).
Bambu kuning mempunyai ciri-ciri antara lain batangnyaberwarna kuning tinggi 10--20 m, diameter 4--10 cm, tebal batang 7--15 cm, panjang ruas 20--45 cm, tipe tumbuh batang termasuk tipe simpodial,tegakan tidak begitu rapat, dan penyebarannya terdapatdi daerah Asia Tropis.Secara morfologi, bagian-bagian tanaman bambu kuning dideskripsikanoleh Widjaja (2001), adalah sebagai berikut.
a. Akarrimpang
rimpang iniakan berkembang menjadi rebung yang kemudian memanjang danakhirnya menghasilkan buluh.
b. Rebungbambu
Rebungbambu tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal buluh yang keluar.Rebungbambukuning dapat dikonsumsi sebagai sayuran.Mengingatsifatpertumbuhannya yang
cepatsehinggadengan cepat pula rebung ini akan menjadi buluh
muda.Rebung bambukuningdapat dipanen 1 minggu setelah keluar dari permukaantanah. Dalam waktu 2 minggu buluh bambumuda dapat mencapai tinggi 4 m.
c. Buluhbambu
Buluh bambuberkembang dari rebungnya, buluh bambu tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu.Tinggi buluhbambumencapai 15 m atau20 m dengan garis tengah sebesar10 m. d. Pelepah buluhbambu
Pelepah buluh bambumerupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas. Pelepah buluhditutupi oleh bulu hitam yang berangsur-angsur menjadi gugur, pelepah buluhnya sendirinyajugamudah gugur. e. Percabanganbambu
9
B. Tempat Tumbuh
Tempat tumbuh yang disukai tanamanbambu adalah lahan yang terbuka dan terkena sinar matahari langsung.Suhu optimal untuk pertumbuhan bambu 8,8oC--36oC.Bambu lebih toleran dengan iklimtropis, di Indonesia bambu dapat tumbuh pada iklim tipe A, B, C, D dan E. Walaupun demikian,
semakin basah tipe iklimnya pertumbuhan bambu semakin baik, sebab bambu membutuhkan banyak air.Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan bambu minimal 1.020 mm/tahun (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
C. Pembibitan Bambu
Pembibitan tanaman bambu dapat dilakukan dengan beberapa caraper- banyakanyaitu perbanyakan dengan biji,perbanyakan dengan setek, perbanyakan dengan rhizoma, perbanyakan dengan kultur jaringan (DepartemenKehutanan dan Perkebunan, 1999).
Perbanyakan bambu dengan setek cabang dilakukan denganmenggunakan batang dan cabang bambu yang mepunyai buku-bukuyang merupakan sumber pertunasan dan akar.Cara pembibitan bambu dengan cara setek
selanjutnya setek disemai dengan cara ditancapkan sampai mata tunas tertutup tanah (Sutiyono dkk.,1992).
D. Manfaat Bambu
Tanaman bambu merupakan tanaman yang serba guna, mulai dari akar sampai dengandaunnya. Batangbambu yang kuat, keras, ringan, ukurannya beragan dan mudah dikerjakan membuat bambu banyak digunakan sebagai bahan bangunan, pagar, jembatan, alat angkutan/rakit, pipa saluran air, atap rumah, alat musik, dan peralatan rumah tangga.Rebungbambudapat dijadikan bahan makanankaleng dan telahdimanfaatkan sebagai makanan kaleng,obat lever atau hepatitis, sedangkandaunnya dapat dijadikan sebagai pembungkus makanan. Akarbambuyang kuat dapat dijadikan sebagai bahan kerajinan dan bahan pertanian sebagai Pestisida tanaman. Masih banyak lagi potensi bambu yangterpendam dan belum tergali, tentunya dibutuhkan suatu inovasi teknologi kedepan untuk dapat mewujudkan potensi tersebut (Widjaja, 1995).
E. Media PenumbuhSetek
Media penumbuh yang baik bagi pertumbuhan tanaman harus memiliki sifat fisik baik antara lain mempunyai kemampuan mengikat air yang
11 Cara memperbanyak tanaman sangat banyak ragamnya.Mulai dariyang sederhana sampai cara yang rumit. Tiap-tiapcaraperbanyakantanamanbambu, keberhasilantanamannyaada yang tinggidanada yang rendah. Hal tersebut sangat bergantung pada beberapa faktor, misalnya cara perbanyakan yang kita pilih, jenis tanaman, waktu perbanyakan, keterampilan pekerja, dan
sebagainya (Saefudin dan Rostiwati, 2009).
Perbanyakan tanaman bisa kita golongkan menjadi tiga golongan besar, yaitu perbanyakan secara generatif, vegetatif dan vegetatif-generatif.Perbanyak-an generatif sudah sangat umum kita jumpai, bahan yang digunakan untuk perbanyakan adalah biji. Biji-biji ini biasanya sengaja kita semaikan untuk dijadikan tanaman baru (Indriyanto, 2002).
Perbanyakan vegetatif adalah perbanyakan tanaman tanpa melibatkan proses perkawinan dan dengan cara ini sifat-sifat tanaman dapat dipertahankan. Bahan yang diperlukan untuk perbanyakan vegetatif ini adalah bagian-bagian tanaman, misalnya cabang, pucuk, daun, umbi, dan akar. Contoh perbanyak- an vegetatif ini adalah setek, cangkok, rundukan, dan kultur jaringan
(Darmawan dan Baharsyah, 1983).
Penelitian Suryadi (1996), menggunakan perbanyakan secara vegetatif dengan setek cabang bahwa bambu ampel dengan jumlah buku dua buah mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan setekcabang bambu tali dan bambu hitam.
G. ZPT (Zat Pengatur Tumbuh)
Zat pengaturtumbuhmerupakan senyawa organik yang akan memacu per-tumbuhan dan perkembangan tanaman. Ada tiga golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting yaitusitokinin,giberelin,dan auksin. Zat peng- aturtumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ (Abidin, 1985).
H. AIA (Asam Indol Asetat)
Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif seperti tunas, daun muda, dan buah, kemudian auksin menyebar luas dalam seluruh tubuh
tanaman. penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis. Auksin dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auksin tetapi mempunyai aktifitas lebih kecil dari AIA seperti Indol Aseto Nitril, Asam Indol Piruvat dan Indol Asetat Dehid (Heddy, 1996)
13 Hormonauksinadalahhormonpertumbuhanpadasemuajenistanaman.Contohdar ihormonauksin adalah AIA(Agustina,
1983).Auksinmerupakansalahsatuhormontanaman yang dapatmeregulasibanyak proses fisiologi, sepertipertumbuhan, pembelahandandiferensiasiselsertasintesa protein(Abidin, 1985).
Pemberian AIA bukanhanyabisamemberikandampak yang baikdalamperbanyakansuatutanaman,
tetapidapatjugaberdampakburukpadatanaman. Hal inibisaterjadijikaAIA digunakan dengan konsentrasi tinggi. Dampakburukdaripenggunaan AIA padakonsentrasi yangberlebihandankesalahandalampenggunaan AIA
adalahmenghambat pertumbuhan mata tunas danmenghambat perbesaran sel-sel akar (Dahlan,1994).
Auksin endogen merupakanhormon yang
diproduksisecaraalamiahdalamtanamanitusendiri.Auksin endogen iniberperanuntukmemelihara per-tumbuhankalus, suspensiselatau organ seperti meristem, tunasdanujungakar,
sertamengaturmorfogenesisterutamaberkonjugasidengansitokinin. Auksinjugamengontrol proses
variasikhusussepertipertumbuhanseldanpematangansel (Danoesastro, 1976).
Selain itu, peranan auksin di dalam pertumbuhan dan perkembangan
menekan pertumbuhan tunas lateral, penundaan penuaan daun, menghambat pematangan buah, menginduksi pengaturan buah dan pertumbuhan pada beberapa tanaman, dan merangsang pertumbuhan bagian bunga
(Dwijosuputro, 1990).
Penelitian yang menggunakan AIA yaitu penelitian tentang
kemampuanAzospirillum dalam mensintesis AIA, diketahui dari hasil penelitian ini AIA dapat memodifikasi perkembangan akar dan proses pertumbuhan tanaman inang (Gunarto, 1994).
I. Setek cabang
Setek adalahperbanyakantanamansecaravegetatif.Adapun organ tanaman yang dapatdijadikanbahansetekadalahakar, batang, daun dan tunas.Per-banyakan dengan setek ini dapat juga memperoleh tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya.Setek dengan kekuatannya sendiri akan menumbuhkan akar dan daun sampai menjadi tanaman sempurna dalamwaktu yang relatif singkat(Yasman dan Smits, 1988).
15 Pembibitandenganmenggunakan setekcabangadalahsebagai berikut
(Sutiyonodkk.,1999).
a. Untukpembuatan setekcabang, dipilihdaricabang yang menempelpadabatangindukyang berumurkira-kira 3 tahun.
b. Dari cabang yangdipotongtersebut, dipotongbagianujungsehingga di- perolehpanjang setekcabangkira-kira 75 cm.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1985. Dasar–dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Buku. Angkasa. Bandung. 33p.
Agustina, L. 1983. Nutrisi Tanaman. Buku. Rhineka cipta. Jakarta. 45p. Ashari, S. 2005. Hortikultura: Aspek Budidaya.Buku. Universitas Indonesia.
Jakarta. 485 p.
Aziz,S.A.1999. Studi pembiakan vegetatif bambu betung dan bambu ampel hijau dengan setek buluh dan kultur invitro. Disertasi.Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 189 p.
Berlian, V.A. dan E. Rahayu. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Buku. Penebar Swadaya. Jakarta. 89 p.
Dahlan, Z. 1994.Budidaya dan Pemanfaatan Bambu dari Universitas Sriwijaya. Buku. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari – LIPI.Bogor. 35p.
Danoesastro,H. 1976. Zat Pengatur Tumbuh dalam Pertanian. Buku. Yayasan Penelitian Fakultas Pertanian Gadjah Mada. Yogyakarta.210p.
Darmawan, J. dan J. Baharsyah. 1983. Dasar-dasar Fisiologi Tanaman. Buku. Suryandaru Utama. Semarang. 75p.
Deparetemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Buku. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. 23--27, 40--42 p.
Dransfield,S. dan E. A.Widjaja. 1995. Plant Resources of South East Asia No.7 Bamboos. Book. Prosea. Bogor.189 p.
Dwijosuputro, D. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Buku. Gramedia. Jakarta. 47 p.
Gunarto, L. 1994. Azospirillium Inoculation Study on Lowland Rice. Final Report ICRS.JIRCAS. 216p.
Hartman. 1990. Plant Propagation: Principles and Practices.Book. Sixth edition. Prentice Hall. Singapore. 206 p.
Hartman, H.T. dan D. E. Kester. 1960. Plant Propagation: Principles and Practices. Prentice-Hall, inc. Book. Sixth edition. Prentice hall. New Jersey. 303 p.
Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. Buku. Raja Grafindo Persada. 55 p. Indriyanto. 2002.Pengelolaan tanaman bambu. Makalah. Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.Bandar Lampung.21 p.
Kusumo, K. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Buku. Yasaguna. Bogor.27p. Rahayu, Y. T. 1996. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Buku. Yayasan Penelitian
Fakultas Pertanian Gadjah Mada. Yogyakarta.407p.
Rochiman, K. dan S. S. Harjadi. 1973. Perkembangbiakan vegetatif. Bahan Bacaan Pengantar Agronomi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 12 p.
Sastrapradya dan S. Soenarko. 1977. Beberapa Jenis Bambu. Buku. Proyek Sumber Daya Ekonomi. Lembaga Biologi Nasional–LIPI. Bogor. 96 p. Sastrosupadi. 2000.Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.
Buku.Kanisius.Malang.276 p.
Saefudin dan T. Rostiwati. 2009. Pemilihan Bahan Vegetatif untuk Penyediaan Bibit Bambu. Jurnal Tekno Hutan Tanaman. 3(1) : 23--28 p.
Setiyawan, A. 2000. Pengaruh pemberian pupuk kandang ayam pada
transplanting setek cabang 1 ruas dan 2 ruas bambu ampel hijau. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 48 p.
Soedarmadi dan Karim. 1959. Pengawetan Bambu di Indonesia. Buku. Rimba Indonesia. Bogor. 66--76 p.
Suradikusumah, E. 1989. Kimia Tumbuhan. Buku. Yayasan Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 305p.
tanaman bambu.Informasi Teknis No 35. Departemen Kehutanan. Bogor . 1--13 p.
Sutiyono, Hendromono, M.Wardani, dan I.Sukardi. 1999. Teknik budidaya tanaman bambu. Info Hutan 114. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan.Bogor.37 p.
Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Buku.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 477 p.
White. D.G. 1948. Bamboo culture and utilization in Puerto Rico. Buletin. Federal Experiment Station in Puerto Rico. USDA. Circular 29 Mayaguez. Puerto Rico.115 p.
Widjaja, E.A. 2001.Indonesian TraditionalKnowledge of Bamboo in the Modern Life.Article. Unesco. Hanoi. 75--88 p.
Widjaja, E.A. 1995. Jenis-jenis bambu endemik dan konservasinya di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bogor XV : 203--206.
Yasman, I dan W. T. M. Smits. 1988. Metode Pembuatan Setek
Dipterocarpaceae. Buku. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Jakarta. 107 p.