• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM SAFETY RIDING SATLANTAS POLRESTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM SAFETY RIDING SATLANTAS POLRESTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

THE IMPLEMENTATION OF SAFETY RIDING PROGRAM BY TRAFFIC POLICE UNIT BANDAR LAMPUNG 2014

By

LICA CHINTYA

The traffic unit of Bandar Lampung Police has the responsibility and important role in educative people in safety riding. Therefore traffic police unit Bandar Lampung implement safety riding program based on Law No. 22 of 2009 on Traffic and Transportation Section 203 paragraph 2. Traffic accidents that occurred in the area of Bandar Lampung is dominated by a motorcycle, it is according to data compiled by traffic police unit Bandar Lampung in 2014. Factors not orderly traffic become the most dominant of traffic accidents cause in Bandar Lampung area. This means that public awareness of Bandar Lampung city to orderly traffic is low. Therefore traffic police unit Bandar Lampung implement safety riding program. Safety riding program is a program that aims to increase awareness of orderly traffic.

(2)
(3)

IMPLEMENTASI PROGRAMSAFETY RIDINGSATLANTAS POLRESTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014

OLEH

LICA CHINTYA

Polresta Bandar Lampung dalam hal ini satuan lalu lintas mempunyai tanggung jawab dan peran penting dalam pendidikan masyarakat dalam bidang lalu lintas. Oleh karenanya satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung menyelenggarakan program safety riding sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 203 ayat 2 yaitu bahwa program nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di antaranya yaitu tentang Cara Berkendara dengan Selamat (Safety Riding)

Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di wilayah Bandar Lampung lebih didominasi oleh sepeda motor, hal ini sesuai dengan data yang dihimpun oleh pihak satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung pada tahun 2014. Faktor tidak tertib berlalu lintas menjadi penyebab kecelakaan paling dominan di wilayah Bandar Lampung. Artinya kesadaran masyarakat kota Bandar Lampung untuk tertib berlalu lintas masih rendah. Oleh karena itu satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung menerapkan program safety riding. Program safety riding adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi Program Safety Riding

Satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung. Teori yang digunakan dalam program Implementasi ini menggunakan model implementasi George Edward III dengan memfokuskan pada 4 indikator yaitu : Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tipe deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, studi dokumentasi dan observasi.

(4)

pada indikator SOP, satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung selaku pelaksana

program belum memiliki SOP tentang program safety riding. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah implementasi Program Safety Riding satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung ditinjau dengan menggunakan teori George Edward III bahwa dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Terlihat pada hasil dan pembahasan mengenai indikator sumber daya dan struktur birokrasi.

(5)
(6)

(SKRIPSI)

Oleh

LICA CHINTYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Gambar Bagan Struktur Organisasi Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar

Lampung ... 48

5.1 Gambar Penyuluhan Aparat Kepada Pelajar ... 62

5.2 Gambar Penyuluhan Kepada Komunitas Jama-Jama ... 63

5.3 Gambar Penyuluhan Kepada Mahasiswa ... 63

5.4 Gambar Aksi Polwan MemperagakanSafety Riding... 64

5.5 Gambar InstrukturSafety RidingMemberi Arahan... 64

5.6 Gambar Aparat Membagikan Brosur Tertib Lalu Lintas ... 65

5.7 Gambar Aparat Membagikan Majalah Lalu Lintas ... 65

5.8 Gambar Peragaan Gerakan Pelopor Keselamatan Lalu Lintas Oleh Petugas Kepolisian... 93

5.9 Gambar Peserta Mengikuti Gerakan Yang Dilakukan Oleh Peugas ... 96

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas ... 2

Tabel 1.2 Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Lampung Berdasarkan Faktor Pengemudi ... 3

Tabel 1.3 Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas ... 4

Tabel 1.4 Profesi Pelanggar Lalu Lintas Tahun 2014 ... 5

Tabel 3.1 Nama Informan ... 32

Tabel 3.2 Daftar Dokumen yang berkaitan dengan penelitian ... 35

Tabel 5.1 Data PelaksanaanSafety RidingTahun 2013 ... 66

Tabel 5.2 Data PelaksanaanSafety RidingTahun 2014 ... 67

Tabel 5.3 Daftar Komunitas Motor yang Terdaftar di IMI Lampung ... 69

Tabel 5.4 Daftar Nama Pelaksana Program Safety Riding Satlantas Polresta Bandar Lampung ... 84

Tabel 5.5 Sarana dan Prasarana ... 89

Tabel 5.6 Alut dan Alsus Dikmas Lantas ... 90

(9)
(10)
(11)

Kupersembahkan karya kecil ini untuk

Papaku tercinta Ali Rahman Mamaku tercinta Supiah, S.Pd.

Selalu menjadi sumber inspirasi di dalam kehidupanku

Selalu mendoakan dan mendukung segala aktivitasku hingga sekarang

Semua curahan kasih sayang yang kalian berikan takkan mampu aku

gantikan dengan apapun

Kakakku Ikhsan Surahman dan adik-adikku Riky Surahman, Rika Chintya, Feby Chintya dan Zaskia Salma Chintya

Kehadiran kalian menyempurnakan hidupku

Semoga kita bisa berhasil dan tetap menjadi kebanggaan orang tua

(12)

Penulis bernama lengkap Lica Chintya dilahirkan di Bandar

Lampung pada tanggal 11 Januari 1992, merupakan anak

kedua dari enam bersaudara pasangan Bapak Ali Rahman dan

Ibu Supiah, S.Pd. Penulis memiliki seorang kakak bernama

Ikhsan Surahman, dan empat orang adik bernama, Riky Surahman, Rika Chintya,

Feby Chintya dan Zaskia Salma Chintya.

Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Kartini 1 yang

diselesaikan pada tahun 1998, lalu lanjut ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Palapa

Tanjung Karang Pusat lulus pada tahun 2004, kemudian dilanjutkan di Sekolah

Menengah Pertama Negeri (SMPN) 9 Bandar Lampung lulus pada tahun 2007,

dan dilanjutkan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bandar Lampung

yang diselesaikan pada tahun 2010.

Penulis diterima menjadi mahasiswi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur

SNMPTN. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

(13)

DAFTAR ISI

2. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik ... 11

(14)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Deskripsi Implementasi Program Safety Riding Satlantas Polresta Bandar Lampung ... 61

B. Deskripsi Hasil Penelitian Pelaksanaan Program Safety Riding Satlantas Polresta Bandar Lampung ... 72

1. Komunikasi ... 72

(15)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 117 B. Saran... 119

DAFTAR PUSTAKA

(16)

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Program Safety Riding Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun 2014”. Penulisan skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan Ilmu

Admnistrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari keterbatasan kemampuan

dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga penulis membutuhkan bantuan dari

berbagai pihak, baik keluarga, dosen, maupun teman-teman. Oleh karena itu,

dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

setulusnya kepada :

1. Bapak Simon Sumanjoyo, S.A.N., M.PA selaku dosen pembimbing utama

yang telah memberi banyak dukungan, arahan, bimbingan, saran, serta

nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Fery Triatmojo, S.AN., M.PA selaku pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingan, arahan, masukan, serta semangat yang memotivasi

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Eko Budi Sulistio, S.Sos., M.AP selaku dosen penguji utama yang

telah memberikan kritik dan saran serta arahannya kepada penulis dalam

(17)

5. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu

Administrasi Negara.

7. Seluruh Dosen Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung.

8. Kedua orang tuaku tercinta Ali Rahman dan Supiah S.Pd. yang selalu

memberikan doa, dukungan dan motivasi kepada penulis.

9. Kakak dan adik-adikku tersayang Ikhsan Surahman, Riky Surahman, Rika

Chintya, Feby Chintya dan Zaskia Salma Chintya yang telah menjadi

motivasi dan semangat bagi penulis.

10. M. Iqbal Hermawan S.T seseorang yang spesial yang selalu mendampingi,

memberi support, dan doa kepada penulis.

11. Segenap responden dalam penelitian ini baik petugas kepolisian di Ditlantas

Polda Lampung, petugas kepolisian di Polresta Bandar Lampung, pegawai

RRI, staf Tunas Dwipa Matra dan staf Lautan Teduh Interniaga. Terima kasih

atas bantuan, dukungan, serta keramahan yang diberikan kepada penulis.

12. Teman-teman yang selalu memberikan motivasi, nasehat dan arahan (Bunga,

Gusti, Eci, Cita, Indah, Erisa, Thio, Triyadi, Pandu, Desmon, Astria, Rizka,

Hani, Tamy, Abdu, Satria, Enggi dan Fadri) dan teman-teman seperjuangan

akhir kuliah (Annisa, Rahma, Rana, Nurul, Datas, Uyung, Ali, Abil, Ardi,

(18)

menyelesaikan skripsi.

Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu

dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis sangat

berharap karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi penulis

sendiri.

Bandar lampung, 12 Februari 2015

Penulis,

(19)
(20)

A. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan masyarakat saat ini maka kebutuhan sarana dan

prasarana yang terkait dengan transportasi guna mendukung produktivitas di

berbagai bidang yang menggunakan sarana jalan raya semakin meningkat.

Menurut Adisasmita (2011 : 68) Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang

sangat pesat telah mengakibatkan berbagai kesulitan seperti, kemacetan,

pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat. Dengan jumlah

penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

kendaraan yang semakin pesat yang tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana

lalu lintas jalan yang memadai, maka akan semakin menambah kemacetan dan

kepadatan arus lalu lintas dan hal itu menyebabkan banyaknya

pelanggaran-pelanggaran masyarakat dalam berkendara di jalan raya.

Permasalahan-permasalahan lalu lintas seperti kemacetan, pelanggaran dan

kecelakaan lalu lintas terus berkembang. Pelanggaran lalu lintas dipandang

memberi kontribusi yang cukup besar pada kecelakaan lalu lintas. Karena kasus

(21)

lalu lintas oleh pengemudi. Lalu disebabkan oleh kondisi kendaraan, jalan dan

alam. Faktor penyebab kecelakaan lalu lintas jalan menurut kajian balitbang

Kementerian PU sebesar 67% karena human error (kesalahan manusia),

sedangkan sebesar 33% disebabkan oleh kondisi jalan, lingkungan, cuaca dan

kendaraan bermotor yang tidak layak jalan.

(http://www.menkokesra.go.id/content/rakor-dampak-kecelakaan-lalu-lintasdarat

-bagi-kesehatan-sosial-dan-ekonomi, diakses pada hari senin, 24 februari 2014, pukul 19:35)

Jumlah kecelakaan lalu lintas di Bandar Lampung dapat dilihat melalui tabel yang

tertera di bawah ini yaitu jumlah kecelakaan lalu lintas tahun 2013 dan 2014.

Tabel 1.1 Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas

No. TAHUN JUMLAH KORBAN KERUGIAN

1. 2013 302 77 105 307 Rp. 1.032.700.000

2. 2014 431 82 135 443 Rp. 1.664.750.000

Sumber : Unit Laka Lantas Polresta Bandar Lampung 2014

Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa jumlah kecelakaan lalu lintas yang

terjadi di Bandar Lampung belum dapat diminimalisir. Jumlah kecelakaan lalu

lintas pada tahun 2014 lebih banyak jika dibanding tahun 2013. Hal ini pun

berbanding lurus dengan peningkatan jumlah korban, baik korban meninggal

dunia, korban luka berat dan korban luka ringan. Kerugian material akibat

kecelakaan lalu lintas pun semakin besar jumlahnya.

Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di wilayah Bandar Lampung juga lebih

didominasi oleh sepeda motor, hal ini sesuai dengan data yang dihimpun oleh

(22)

lalu lintas yakni, pada tahun 2014 jumlah kecelakaan lalu lintas sepeda motor

adalah 525 kejadian, mobil penumpang 51 kejadian, mobil beban 20 kejadian, bus

2 kejadian dan kendaraan khusus 1 kejadian. Berdasarkan data tersebut terlihat

bahwa sepeda motor menempati urutan pertama kendaraan yang paling banyak

mengalami kecelakaan, selain itu jumlah korban meninggal dunia yang

diakibatkan karena kecelakaan sepeda motor jumlahnya sangat banyak jika

dibandingkan dengan kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan lain.

Tujuan Polri untuk menciptakan zero accident sepertinya belum terwujud karena

kecelakaan lalu lintas belum benar-benar dapat diminimalisir. Data kepolisian

menyebutkan, tingginya angka kematian yang merupakan akibat langsung dari

tingginya angka kecelakaan lalu lintas, mayoritas disebabkan oleh faktor manusia.

Bukan karena kurang memiliki keterampilan mengemudi, namun lebih karena

kurangnya etika atau moral berlalu lintas. Hal ini sesuai dengan data kepolisian

mengenai penyebab kecelakaan lalu lintas berdasarkan faktor pengemudi yaitu

sebagai berikut :

Tabel 1.2 Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Lampung Berdasarkan

Faktor Pengemudi tahun 2014

Lampung selatan 9 6 8 57 224 304

Lampung tengah 0 0 0 158 87 245

Lampung utara 1 3 2 89 97 192

(23)

Lampung barat 0 0 0 0 56 56

Way kanan 0 2 2 2 61 67

Tanggamus 0 0 1 86 194 281

Tulang bawang 5 19 1 42 28 95

JUMLAH 15 39 15 553 1106 1728

Sumber : Unit Laka Lantas Polda Lampung 2014

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa faktor tidak tertib berlalu lintas menjadi

penyebab kecelakaan paling dominan di wilayah Bandar Lampung. Artinya

kesadaran masyarakat kota Bandar Lampung untuk tertib berlalu lintas masih

rendah. Sedangkan untuk di wilayah lain selain karena kurangnya kesadaran tertib

berlalu lintas, berkendara dengan melebihi batas kecepatan juga menjadi faktor

yang dominan penyebab kecelakaan lalu lintas. Selain masih tingginya angka

kecelakaan lalu lintas, Kepolisian Resort Kota (Polresta) Bandar Lampung

mencatat, bahwa jumlah pelanggaran masih cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat

berdasarkan tabel yang tertera,

Tabel 1.3 Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas

Sumber : Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun 2014

Berdasarkan tabel tersebut, jumlah pelanggaran lalu lintas yang terjadi pada tahun

2014 masih cukup tinggi, namun jumlah pelanggaran lalu lintas pada tahun 2014

mengalami penurunan jika dibanding pada tahun 2013. Pada tahun 2014, yang

mengalami penurunan adalah pelanggaran non tilang atau pelanggaran yang hanya

mendapat teguran saja. Pelanggaran yang dikenakan tilang pada tahun 2014

NO TAHUN JUMLAH PELANGGARAN

TILANG TEGURAN JUMLAH

1 Tahun 2013 39.072 31.956 71.028

(24)

jumlahnya bertambah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pelanggaran

lalu lintas yang sering terjadi antara lain berkendara tidak memakai helm, tidak

menyalakan lampu sign sepeda motor di siang hari, menerobos lampu merah, dan

melanggar marka, berkendara secara ugal-ugalan dan melebihi batas kecepatan

serta berkendara tidak dilengkapi dengan SIM dan STNK. Sedangkan untuk

profesi pelanggar lalu lintas tahun 2014 adalah sebagai berikut,

Tabel. 1.4 Profesi Pelanggar Lalu Lintas Tahun 2014

Sumber : Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun 2014

Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa pelanggaran lalu lintas paling banyak

dilakukan oleh karyawan swasta dan pelajar baik yang dikenakan tilang atau pun

teguran saja. Memang jika dibanding tahun sebelumnya, pada tahun 2014 jumlah

pelanggaran lalu lintas sudah berkurang, namun tetap harus diperhatikan bahwa

jumlah pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar jumlahnya terbanyak

kedua setelah karyawan swasta. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada saat

penelitian, oleh Bapak Kompol Ruhyat selaku Kasi Laka Polda Lampung pada

tanggal 8 September 2014, mengatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh

pelajar diantaranya banyak yang berkendara tidak memiliki SIM, selain itu

banyak juga para pelajar yang sudah memiliki SIM namun berkendara tidak

dilengkapi dengan surat-surat kendaraan, tidak memakai helm, motor tidak

dilengkapi dengan kaca spion, dan tidak menyalakan lampu.

Profesi Pelanggar Lalu lintas Tahun 2014

No. Jenis

1 Tilang 40.389 120 22.180 4.656 9.026 1.677 2.730

2 Teguran 24.616 162 11.910 3234 6825 929 1556

(25)

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam bertata tertib lalu lintas di jalan bisa

menyebabkan timbulnya kecelakaan yang menyebabkan pengendara luka-luka,

cacat ataupun kematian. Kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas seharusnya

menjadi isu nasional karena jumlahnya yang masih tinggi. Inilah mengapa

menekan angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas harus menjadi perhatian.

Diperlukan kegiatan pengendalian lalu lintas secara menyeluruh dan terpadu,

tidak cukup hanya dengan penegakkan hukum semata, namun perlu melakukan

upaya yang ditunjang oleh seluruh komponen bangsa, adanya peran aktif dari

masyarakat dalam mewujudkan rasa kesadaran dan disiplin dalam melakukan

aktivitas di jalan raya. Hal ini sesuai dengan amanat pasal 258 Undang- Undang

No. 22 Tahun 2009, bahwa masyarakat wajib berperan serta dalam pemeliharaan

sarana dan prasarana, pengembangan disiplin dan etika berlalu lintas, dan

berpartisipasi dalam pemeliharaan keamanan, keselamatan dan kelancaran lalu

lintas dan angkutan jalan.

Mengingat banyaknya korban jiwa dan besarnya kerugian ekonomi dan sosial

yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas, maka pemerintah melalui kepolisian

bagian lalu lintas membangun budaya keselamatan jalan (road safety culture). Budaya dapat mempengaruhi bagaimana seseorang bersikap dan bertindak.

Budaya yang baik akan memberikan hasil optimal. Namun sebaliknya, budaya

yang tidak kondusif tidak akan memberikan hasil.

Undang - Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan

mengamanatkan bahwa peran dan fungsi polisi di bidang lalu lintas adalah

pendidikan masyarakat tentang lalu lintas, rekayasa lalu lintas, penegakkan

(26)

pusat K3I (Komando, Kendali, Koordinasi dan Informasi) lalu lintas. Fungsi dan

peran tersebut bertujuan untuk mewujudkan keamanan, keselamatan dan

ketertiban lalu lintas, meminimalisir korban fatalitas sebagai akibat terjadinya

kecelakaan lalu lintas, kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan peraturan lalu

lintas serta meningkatkan pelayanan masyarakat di bidang lalu lintas. Jadi, peran

polisi lalu lintas secara ideal adalah mewujudkan sistem pengoperasian jalan

dengan tingkat keamanan dan keselamatan yang tinggi, ketertiban, serta

kelancaran lalu lintas.

Selain melakukan penegakkan hukum atas masalah pelanggaran dan kecelakaan

lalu lintas, pihak kepolisian juga melakukan upaya preventif agar masalah

pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas sebisa mungkin tidak terjadi. Upaya

preventif yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk meminimalisir pelanggaran

dan kecelakaan lalu lintas antara lain dengan dilakukannya pendidikan

keselamatan lalu lintas. Karena pihak kepolisian yang bertanggung jawab untuk

memperbaiki perilaku pengguna jalan melalui pendidikan keselamatan berlalu

lintas. Salah satu program dalam pendidikan berlalu lintas adalah program safety

riding.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

angkutan jalan bagian 4 yang mengatur tentang tata cara berlalu lintas maka

Satlantas Polresta Bandar Lampung terus melakukan upaya – upaya dengan

melaksanakan program –progam secara berkesinambungan yang bertujuan untuk

menekan semaksimal mungkin terjadinya pelanggaran dan kecelakaan. Satlantas

Polresta Bandar Lampung melakukan kebijakan program safety riding dan

(27)

Angkutan Jalan kepada masyarakat. Pihak Satlantas Polresta Bandar Lampung

menerapkan kebijakan program safety riding berdasarkan Surat perintah Kapolda

Lampung Nomor : Sprin/ 932 /XI/ 2013 tanggal 29 November 2013 tentang

pelaksanaan Safety Riding. Program safety riding lebih memfokuskan pada

kendaraan bermotor roda dua karena kendaraan bermotor roda dua atau sepeda

motor adalah kendaraan yang jumlah pelanggaran dan kecelakaan lalu lintasnya

paling banyak jika dibandingkan dengan kendaraan lainnya.

Pelaksanaan kebijakan program safety ridingperlu mendapatkan perhatian karena

program safety riding adalah program nasional keselamatan lalu lintas yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas. Dilaksanakannya

program ini agar masalah pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas dapat

diminimalisir. Selain itu diharapkan masyarakat akan menjadi masyarakat yang

patuh terhadap tata tertib lalu lintas walaupun tidak ada petugas polisi yang

sedang berjaga. Perilaku pengendara yang tidak tertib diharapkan akan berubah

menjadi perilaku yang tertib ketika mereka sudah mendapatkan

penyuluhan-penyuluhan lalu lintas.

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat bagaimana kinerja pihak kepolisian

lalu lintas terutama unit dikyasa yaitu melalui implementasi programsafety riding

untuk membangun kesadaran pegendara kendaraan bermotor dalam tertib berlalu

lintas disamping permasalahan mengenai masih banyaknya pelanggaran dan

kecelakaan lalu lintas yang terjadi dikarenakan kesalahan manusia (human error)

(28)

B. Perumusan Masalah

Dengan melihat permasalahan pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang

akan diteliti pada penelitian ini adalah :

Bagaimanakah implementasi program safety riding Satlantas Polresta Bandar

Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi program safety riding yang dilakukan oleh Satlantas Polresta Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan

keilmuan administrasi negara terutama tentang kajian dalam bidang

implementasi kebijakan publik.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi institusi

kepolisian mengenai evaluasi pelaksanaan program safety riding.

Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

berkepentingan secara akademis terhadap informasi tentang program

(29)

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga

yang berwenang untuk memecahkan masalah atau mewujudkan tujuan yang

diinginkan masyarakat (Abidin, 2012 : 19). Menurut Eyestone dalam Winarno

(2012 : 20) definisi kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit pemerintah

dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Anderson dalam Winarno (2012 :

20), definisi dari kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai

maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi

suatu masalah atau suatu persoalan. Selain itu Harold Laswell dan Abraham

Kaplan dalam Nugroho (2011:93), mendefinisikannya sebagai suatu program

yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan

praktik-praktik tertentu (a projected of goals, values, and practices). Sedangkan menurut

Carl I. Friedrick dalam Nugroho (2011:93), mendefinisikannya sebagai

serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah

(30)

Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi

sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Selain itu menurut pandangan lain Thomas R. Dye dalam Nugroho (2011 :94),

mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang dikerjakan oleh pemerintah,

mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama

tampil berbeda. Sedangkan menurut David Easton dalam Nugroho (2011:93),

mendefinisikannya sebagai akibat aktivitas pemerintah (the impact of government activity).

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka

peneliti dapat menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan

yang dilakukan oleh seseorang atau lebih yang dibuat oleh pemerintah atau

lembaga yang berwenang untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan dapat

memecahkan suatu masalah.

2. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Purwanto (2012 : 64), paling tidak mengandung tiga

komponen dasar, yaitu: (1) tujuan yang hendak dicapai, (2) sasaran yang spesifik,

dan (3) cara mencapai sasaran tersebut. Cara mencapai sasaran inilah yang sering

disebut dengan implementasi, yang biasanya diterjemahkan ke dalam

program-program aksi dan proyek. Aktivitas implementasi terkandung di dalamnya

biasanya terdiri dari : siapa pelaksananya, besar dana dan sumbernya, siapa

kelompok sasarannya, bagaimana manajemen program atau proyeknya, dan

(31)

kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

lebih dan tidak kurang. Tujuan kebijakan pada hakekatnya adalah melakukan

intervensi. Oleh karenanya implementasi kebijakan sebenarnya adalah

tindakan(action)intervensi itu sendiri.

Beberapa konsep tentang implementasi kebijakan diungkapkan oleh para ahli

salah satunya yaitu Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012 : 148) menjelaskan

bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan

yang memeberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu

jenis keluaran yang nyata (tangible output). Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Winarno (2012 : 149), implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan

yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah

maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

Pengertian lain yaitu menurut Lester dan Steward dalam Winarno (2012 : 147),

implementasi kebijakan jika dipandang dari pengertian yang luas, merupakan

tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang.

Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan

undang-undang dimana sebagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja

bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan

kebijakan atau program-program. Sedangkan Winarno (2012 : 146) menyebutkan

bahwa implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses

kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar

(32)

Menurut pendapat Abidin (2012 : 145), implementasi kebijakan merupakan

langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa implementasi, suatu

kebijakan hanyalah merupakan sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam

kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, suatu program kebijakan harus

diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Selain

itu, Nugroho (2011 : 618) menjelaskan bahwa kejelasan makna dari implementasi

kebijakan adalah suatu cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.

Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada,

yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui

formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Berdasarkan beberapa konsep yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka

peneliti dapat menyimpulkan bahwa, implementasi kebijakan publik adalah suatu

langkah dalam tahap pelaksanaan sebuah kebijakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan yang menghasilkan sebuah dampak dari proses kebijakan

tersebut.

3. Model–Model Implementasi Kebijakan Publik

Model-model implementasi kebijakan publik menurut Nugroho (2011 : 627),

antara lain :

a. Model Van Meter dan Van Horn

Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear

dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa

(33)

implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan

sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel: aktivitas

implementasi dan komunikasi antarorganisasi, karakteristik agen

pelaksana/implementor, kondisi ekonomi-sosial-politik, dan kecenderungan

(disposition) pelaksana/implementor.

b. Model Mazmanian dan Sabatier

Model ini disebut model kerangka analisis implementasi (a framework for implementation analysis). Model ini mengklasifikasikan proses implementasi

kebijakan ke dalam tiga variabel. Variabel tersebut adalah variabel independen,

variabel intervening, dan variabel dependen.

c. Model Hogwood dan Gunn

Model ini mendasarkan pada konsep manajemen strategis yang mengarah pada

praktik manajemen yang sistematis dan tidak meninggalkan kaidah-kaidah pokok.

Kelemahannya, konsep ini secara tidak tegas menunjukkan nama yang bersifat

politis, strategis, dan teknis atau operasional.

d. Model Goggin, Bowman, dan Lester

Model ini bertujuan mengembangkan model implementasi kebijakan yang “lebih

ilmiah” dengen mengedapankan pendekatan “metode penelitian” dengan adanya

variabel independen, intervening, dan dependen, dan meletakkan faktor

(34)

e. Model Grindle

Model ini ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide

dasarnya adalah bahwa kebijakan ditransformasikan, maka implementasi

kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability

dari kebijakan tersebut.

f. Model Elmore, dkk

Model implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan publik yang mendorong

masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakan atau tetap

melibatkan pejabat pemerintah namun hanya di tataran rendah.

g. Model George C. Edward III

Model ini menegaskan bahwa masalah utama Administrasi Publik adalah lack of

attention to implementation (kurangnya perhatian dari implementasi). Dikatakannya, without effective implementation the decision of policymakers will

not be carried out successfully (tanpa implementasi yang efektif, pembuat kebijakan tidak akan berjalan lancar). Edward menyarankan untuk memerhatikan

empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif yaitu : komunikasi,

resources, disposition, dan struktur birokrasi.

h. Model Nakamura dan Smallwood

Model ini menautkan pembentukan kebijakan dalam implementasi kebijakan

(35)

praktisi kebijakan, yang justru mendekatkan ilmuwan kebijakan dan praktisi

kebijakan. Kedekatan ini menjadikan pengetahuan implementasi kebijakan

semakin mampu mengkontribusikan nilai bagi kehidupan bersama.

Konsekuensinya adalah pengetahuan implementasi kebijakan tidak lagi menjadi

monopoli para professor kebijakan publik, namun juga para praktisnya di

birokrasi dan lembaga Administrasi Publik lainnya.

i. Model Jaringan

Model ini memahami bahwa proses implementasi kebijakan adalah sebuah

complex of interaction processes di antara sejumlah aktor besar yang berada

dalam suatu jaringan (network) aktor-aktor yang independen, interaksi di antara para aktor dalam jaringan tersebutlah yang akan menentukan bagaimana

implementasi harus dilaksanakan, permasalahan-permasalahan yang harus

dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan menjadi bagian penting di

dalamnya.

4. Model Implementasi George C. Edward III

Dari penjelasan beberapa teori diatas mengenai implementasi kebijakan publik

maka pada penelitian ini peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan

George C. Edward III. Menurut Edward, studi implementasi kebijakan adalah

krusial bagi public administration (administrasi publik) dan public policy (kebijakan publik). Menurut Edward ada 4 (empat) faktor atau variabel krusial

(36)

a. Komunikasi

Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada

organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan

kebijakan, sikap, dan tanggap dari pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur

organisasi pelaksana kebijakan (Nugroho, 2011:636). Edward menyebutkan

terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur faktor komunikasi.

Indikator tersebut antara lain :

1. Transmisi

Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu

implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran

komunikasi adalah adanya salah pengertian, hal tersebut disebagiankan

karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan komunikasi,

sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan.

2. Kejelasan

Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan ( street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak

ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu

menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana

membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada

tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang

hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

3. Konsistensi

Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan komunikasi haruslah

(37)

perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan

kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

b. Sumber daya (Resources)

Hal ini berkenaan dengan ketersediaan sumber daya manusia menjalankan dengan

kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif.

Sumber daya yang penting menurut Edward dalam Agustino (2006:151) meliputi :

staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanalan

tugas-tugas mereka, informasi, wewenang, dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk

menerjemahkan usulan-usulan di atas kertas guna melaksanakan

pelayanan-pelayanan publik.

Sebagaimana yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, staf merupakan sumber

daya utama dalam implementasi kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam

implementasi, salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup

memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.

c. Disposisi (Disposition)

Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor yang penting dalam

pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu

kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus

mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan

untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.

Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini

(38)

sebagaimana yang diingini oleh pembuat kebijakan. Demikian pula sebaliknya,

apabila tingkah laku-tingkah laku atau perspektif-perspektif para pelaksana

berbeda dengan para pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu

kebijakan menjadi semakin sulit.

d. Struktur birokrasi

Edward dalam Nugroho (2011:636), menjelaskan bahwa struktur birokrasi

berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara

implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi

bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi

menjadi jauh dari efektif.

Menurut Edward dalam Agustino (2006:153), dua karakteristik yang dapat

mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah:

melakukan standar operating procedures (SOPs) dan pelaksanaan fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai

(atau pelaksana kebijakan/administrator/birokrat) untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (standar

minimum yang dibutuhkan warga).Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah

upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas

(39)

B. Tinjauan Tentang Lalu Lintas

1. Pengertian Lalu Lintas

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan pengertian lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang

lalu lintas jalan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lalu lintas

adalah perhubungan antara sebuah tempat dengan tempat yang lain.

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan

bahwa lalu lintas adalah sebuah pergerakan kendaraan menuju suatu tempat.

2. Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas menurut Pasal 1 angka 24 UU Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak

diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna

jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Berikut ini adalah macam-macam kecelakaan lalu lintas menurut Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu :

a. Kecelakaan lalu lintas ringan merupakan kecelakaan yang mengakibatkan

kerusakan kendaraan dan/atau barang.

b. Kecelakaan lalu lintas sedang merupakan kecelakaan yang mengakibatkan

luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

c. Kecelakaan lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan

(40)

3. Faktor–Faktor Kecelakaan Lalu lintas

Menurut Adler (dalam Adisasmita, 2011 : 67) faktor-faktor penyebab terjadinya

kecelakaan lalu lintas adalah :

a. Keadaan jalan raya umumnya kurang memuaskan, yaitu sempit dan

kualitasnya di bawah standar.

b. Jumlah kendaraan bermotor bertambah terus setiap tahunnya dengan laju

pertumbuhan yang sangat pesat, tidak sebanding dengan jalan raya yang

tersedia.

c. Banyaknya kendaraan yang berkecepatan lambat seperti dokar dan becak

seringkali menimbulkan terjadinya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.

d. Kedisiplinan, kesopanan, dan kesadaran berlalu lintas para pemakai jalan raya

masih kurang, sehingga kerap kali mengakibatkan kesemrawutan lalu lintas.

e. Sebagian pengaturan lalu lintas masih dirasakan belum mampu menjamin

kelancaran arus lalu lintas.

Sedangkan menurut Putranto ( 2013 : 164 ) faktor-faktor yang menyebabkan

kecelakaan lalu lintas adalah :

1. Faktor Manusia

Faktor manusia adalah faktor yang paling dominan jika terjadi peristiwa

kecelakaan lalu lintas. Banyak kondisi dimana pengemudi menjadi

penyebab kecelakaan seperti melanggar rambu lalu lintas baik disengaja

maupun tidak, memaksakan diri berkendara padahal kondisi tubuh tidak

(41)

2. Faktor Kendaraan

Faktor kendaraan juga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Misalnya

adalah pecah ban, rem blong, dan komponen mobil yang seharusnya

diganti tetapi tidak diganti sehingga komponen tersebut tidak berfungsi

sebagaimana seharusnya.

3. Faktor Jalan

Kecelakaan lalu lintas pun bisa dipengaruhi oleh faktor jalan. Seperti

permukaan jalan yang tidak rata, lampu jalanan yang kurang memadai,

pagar pengaman jalan, dan jalan yang berlubang.

4. Faktor Cuaca

Kondisi cuaca juga dapat menjadi penyebab kecelakaan, misalnya ketika

hujan maka jarak pengereman akan lebih jauh karena jalan licin terkena

guyuran hujan. Kabut juga dapat menggangu kita dalam ber-kendara

karena jarak pandang menjadi terbatas.

Selain pada faktor-faktor di atas kesadaran manusia dalam memahami dan

mematuhi peraturan lalu lintas adalah hal terbesar yang mempengaruhi terjadinya

pelanggaran dan berakibat kecelakaan lalu lintas. Hampir semua kejadian

kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas dan marka

jalan. Pelanggaran dapat terjadi karena memang sengaja melanggar atau

(42)

4. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Lalu Lintas

Bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi adalah :

1. Pelanggaran Kendaraan Roda Dua (R2)

Macam-macam pelanggaran kendaraan roda dua adalah :

a. Berkendara melebihi batas kecepatan

b. Berkendara tidak menggunakan helm

c. Berkendara tidak dilengkapi dengan kelengkapan kendaraan

d. Berkendara tidak dilengkapi dengan surat-surat

e. Berkendara dengan boncengan lebih dari 1 orang

f. Berkendara dengan tidak memperhatikan marka jalan

g. Berkendara tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas

h. Berkendara dengan melawan arus

2. Pelanggaran Kendaraan Roda Empat (R4)

Macam-macam pelanggaran kendaraan roda empat adalah :

a. Berkendara melebihi batas kecepatan

b. Berkendara tidak mengenakan sabuk pengaman (safety belt)

c. Berkendara tidak dilengkapi dengan kelengkapan kendaraan

d. Berkendara tidak dilengkapi dengan surat-surat

e. Berkendara dengan melebihi kapasitas muatan yang telah ditentukan

f. Berkendara tidak memperhatikan marka jalan

g. Berkendara tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas

(43)

C. Tinjauan Tentang ProgramSafety Riding

Penerapan Program Safety Riding ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Bab XI tentang

Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 203 Ayat 2

huruf a yang berbunyi: ”Untuk menjamin Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan rencana umum nasional

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, meliputi: a. Penyusunan program

nasional kegiatan Keselamatan dan Angkutan Jalan.” yang dimaksud dengan

“program nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” antara lain:

a. Polisi Mitra Kampus (Police Goes to Campus) b. Cara Berkendara dengan Selamat(Safety Riding) c. Forum Lalu Lintas(Traffic Board)

d. Kampanye Keselamatan Lalu Lintas

e. Taman Lalu Lintas

f. Sekolah Mengemudi

g. Kemitraan Global Keselamatan Lalu Lintas (Global Road Safety Partnership).

Adapun penjelasan dari pasal 203 Ayat 2 huruf a yaitu bahwa program nasional

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di antaranya yaitu tentang Cara

Berkendara dengan Selamat (Safety Riding). Berdasarkan hal tersebut, jadi jelas

bahwa penerapansafety rdingmerupakan program nasional yang harus didukung

(44)

Safety riding merupakan kegiatan cara selamat berkendaraan. Kegiatan ini

mencakup pada kegiatan pendidikan dan pelatihan mengemudi serta kiat-kiat cara

aman berkendaraan. Keterampilan dan keahlian berkenderaan yang dilatihkan

oleh polisi bekerjasama dengan sektor bisnis diharapkan mampu menurunkan

fatalitas kecelakaan lalu lintas. Kegiatan ini ditujukan kepada masyarakat mulai

dari tingkat pelajar, mahasiswa, pengemudi angkutan umum dan siapa saja yang

peduli terhadap masalah keselamatan berkendaraan. Tujuan dari program ini

adalah meningkatkan pengetahuan lalu lintas dan keterampilan mengendarai

kendaraan bermotor serta meningkatkan kesadaran berlalu lintas.

Safety riding adalah program di bidang pengaturan lalu lintas yang bertujuan supaya kenyamanan dan keselamatan berkendara selalu tetap terjaga. Program ini

merupakan yang pertama kali diterapkan di Indonesia, Surabaya mengawalinya

sebagai proyek percontohan pada tahun 2005 (Nurhadi dalam Hidayati 2011: 33).

Program Safety riding menurut Nurhadi (dalam Hidayati 2011: 33) merupakan

kelanjutan program 2003 dengan tertib lajur kiri untuk roda 2 dan angkutan

umum, tahun 2004 dengan tertib lajur kiri ditambah program helm dan klik sabuk

keselamatan.

Ketentuan-ketentuan programsafety riding:

1. Pengecekan kondisi kendaraan sebelum berkendara

2. Pengecekan kelengkapan surat-surat dan SIM

3. Berkendara dengan memakai helm

4. Menaaati peraturan lalu lintas seperti menyalakan lampu utama,

(45)

ProgramSafety Ridingdengan 9 skala prioritas sbb :

1. Menggunakan sabuk pengaman dan helm standar bagi pengendara sepeda

motor dan yang membonceng.

2. Menggunakan kaca spion lengkap.

3. Lampu kendaraan bermotor lengkap dan berfungsi baik.

4. Sepeda motor menyalakan lampu di siang hari.

5. Patuhi batas kecepatan (dalam kota 50 km/jam, luar kota 80 km/jam, daerah

pemukiman / keramaian 25 km/jam dan jalan bebas hambatan 100 km/jam).

6. Kurangi kecepatan pada saat mendekati persimpangan.

7. Sepeda motor, kendaraan berat dan kendaraan lambat menggunakan lajur kiri.

8. Patuhi dan disiplin terhadap ketentuan dan tata-cara berlalu-lintas saat :

Memasuki jalan utama, mendahului, membelok/memutar arah, penggunaan

lampu sign

9. Patuhi rambu-rambu, marka jalan dan peraturan lalu-lintas.

Adapun dasar dilaksanakannya program safety riding, mempunyai maksud untuk

memberikan pemahaman tentang cara berlalu lintas yang baik dan benar untuk

meningkatkan keselamatan di jalan baik keselamatan diri sendiri maupun

keselamatan orang lain dengan cakupan mendasar menurut Nurhadi (dalam

Hidayati 2011: 33) antara lain:

1). Banyak masyarakat yang mengerti rambu-rambu lalu lintas, namun tidak

semua dari mereka menyadari bahwa peraturan lalu lintas dibuat sebagai sarana

(46)

2). Kesadaran berlalu lintas masyarakat perlu ditingkatkan, karena dengan sadar

berlalu lintas masyarakat akan menaati peraturan baik ada petugas maupun tidak.

3). Program safety riding merupakan system pembelajaran berlalu lintas yang didalamnya terdapat aturan/himbauan yang langsung menyentuh pada konsep

yang mendasar berlalu lintas. Sehingga kualitas dan kuantitas masyarakat dalam

berlalu lintas semakin baik.

4). Dengan melengkapi kaca spion, lampu sein,lampu rem, menggunakan helm

standar, menyalakan lampu meski disiang hari dan menggunakan lajur kiri secara

tidak langsung antara pengendara satu dengan yang lain bisa berkomunikasi lewat

isyarat. Contoh apabila pengendara yang akan membelok menyalakan lampu sein,

maka pengendara yang dibelakangnya bisa membaca arah kendaraan.

5). Secara tidak langsung dengan program safety riding masyarakat bisa

memahami, mengerti dan selanjutnya menyadari serta menerapkan dalam

kehidupan sehari-hari cara berlalu lintas yang baik dan benar.

Selanjutnya program safety riding memiliki tujuan untuk menekan terjadinya kecelakaan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa berlalu

lintas bukan hanya berjalan dari satu tempat ke tempat lain namun hal yang paling

mendasar adalah faktor keamanan dan keselamatan diri sendiri dan orang lain

(47)

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan penelitian

kualitatif. Menurut Gulo (2000 : 19) tipe penelitian deskriptif didasarkan pada

pertanyaan dasar yaitu bagaimana. Selanjutnya, pendekatan penelitian kualitatif

menurut Ikbar (2012 : 175) merupakan suatu pendekatan penelitian yang

berlandaskan pada fenomenologi dan paradigma konstruktivisme dalam

megembangkan ilmu pengetahuan. Pengertian lain menurut Bogdan dan Taylor

(dalam Moleong, 2009 : 3) tentang metode penelitian kualitatif adalah suatu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tulisan

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan tipe penelitian

deskriptif karena teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan agar

peneliti mendapatkan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh terhadap

(48)

B. Fokus Penelitian

Moleong (2009 : 63) mengatakan bahwa fokus penelitian merupakan pedoman

untuk mengambil data apa saja yang relevan dengan permasalahan penelitian.

Fokus harus konsisten dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang ditetapkan

terlebih dahulu. Tujuan dari fokus penelitian adalah untuk membatasi studi

sehingga tidak melebar dan untuk menyaring informasi yang mengalir masuk

secara efektif. Oleh karena itu, peneliti memberikan pembatasan penelitian melalui

fokus penelitian. Fokus penelitian ini adalah : untuk mendeskripsikan dan

menganalisis implementasi program safety riding yang dilakukan oleh Satlantas Polresta Bandar Lampung dengan menggunakan teori implementasi kebijakan

publik George Edward III (1980. Indikator-indikator model tersebut adalah :

1. Komunikasi, indikatornya adalah :

a. Transmisi, penyampaian informasi penyuluhan safety riding kepada

sasaran program.

b. Kejelasan, kejelasan penyampaian informasi tentang program safety riding.

c. Konsistensi, konsistensi dalam melaksanakan program safety riding, yaitu tentang pelaksanaan penyuluhansafety riding.

2. Sumber Daya (Resources)

a. Staf, Apakah cukup jumlahnya untuk melaksanakan program safety

(49)

b. Informasi, apakah memadai untuk keperluan implementasi program

safety riding.

c. Wewenang, apakah kewenangan yang dimiliki implementor sudah

tepat untuk melaksanakan kebijakan programsafety riding.

d. Fasilitas yang digunakan dalam melaksanakan programsafety riding.

3. Disposisi (Disposition)

Sikap para pelaksana dalam menjalankan program safety riding di kota Bandar Lampung.

4. Struktur birokrasi

a. Standar Operation Procedure (SOP) yang digunakan dalam

menjalankan programsafety riding.

b. Fragmentasi Koordinasi antar penanggung jawab dan pelaksana

programsafety riding.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Bandar Lampung. Peneliti memilih

penilitian di daerah tersebut dikarenakan Bandar Lampung adalah pusat

pemerintahan Provinsi Lampung yang memiliki mobilitas tinggi dalam berbagai

(50)

bermotor yang sehingga memberikan kontribusi pada banyaknya pelanggaran dan

kecelakaan lalu lintas di kota Bandar Lampung. Selain itu, menurut data Laka

Lantas Polresta Bandar Lampung, pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas di

Bandar Lampung jumlahnya masih sangat tinggi.

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian

ini sumber data utama tersebut dicatat melalui catatan tertulis atau perekaman

audio atau record voice, dan pengambilan foto. Sedangkan, jenis data yang

digunakan yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data Primer adalah kata-kata dan tindakan informan serta peristiwa-peristiwa

tertentu yang berkaitan dengan fokus penelitian dan merupakan hasil

pengumpulan peneliti sendiri selama berada di lokasi penelitian. Data-data

primer ini merupakan inti analisis utama yang digunakan dalam kegiatan

analisis data. Data primer ini contohnya hasil wawancara yang diperoleh

peneliti selama proses pengumpulan data terhadap implementasi program

safety ridingyang dilakukan oleh Satlantas Polresta Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data-data tertulis yang digunakan sebagai informasi

(51)

data-data tertulis seperti laporan kegiatan dan surat-surat keputusan yang terkait

dengan implementasi program safety riding yang dilakukan oleh Satlantas Polresta Bandar Lampung.

E. Informan Penelitian

Menurut Moleong (2009 : 132) informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk

memberi informasi tentang sutu situasi dan kondisi latar penelitian. Seorang

informan adalah sumber data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam sebuah

penelitian.

Informan yang akan peneliti wawancarai adalah pihak-pihak yang terlibat dalam

program safety riding. Hal tersebut sesuai dengan tujuan peneliti yaitu ingin

mendapatkan data-data penelitian. Adapun informan yang menjadi sumber dalam

penelitian ini adalah :

Tabel 3.1 Daftar Nama Informan

No. Nama Jabatan Tanggal wawancara

1. Aiptu Budiono Kasubnit II Dikyasa Polresta Bandar Lampung

24 Oktober 2014

2. Aiptu Jonidi Kasubnit I Regident Polresta Bandar

4. Tri Munardi Staf Promosi PT. Tunas Dwipa Matra/

(52)

Koordinatorsafety

6. Fahriyal S.Sos. Kasubsi Programa 1 RRI

8. Ahmad Saputra Anggota Honda Beat Club Lampung

28 September 2014

9. Imam Dharma Setiawan Mahasiswa Unila 16 Januari 2015

10. Dimas Fajar Kasih Mahasiswa Unila 17 Januari 2015

11. Saniman Masyarakat 18 Januari 2015

12. Iwan Sudrajat Masyarakat 18 Januari 2015

Sumber : Data diolah peneliti tahun 2015

Pemilihan informan-informan tersebut sebagai nara sumber dikarenakan memiliki

sumber informasi yang akurat sesuai dengan data yang akan diteliti.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan penelitian, pengumpulan data sangat penting karena menjadi

dasar dalam penguasaan masalah atau materi penelitian dan ketepatan fokus

sesuai dengan masalah yang diteliti. Selain itu, data-data yang dikumpulkan juga

berguna untuk mendukung analisis penelitian sehingga mendapatkan kemantapan

dalam kesimpulan akhir. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

(53)

1. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan

responden. Komunikasi berjalan dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan

tatap muka, sehingga gerak dan responden merupakan pola media yang

melengkapi kata-kata secara variabel. Dalam penelitian ini, wawancara yang

digunakan ialah melakukan tanya jawab sesuai dengan masalah penelitian

kepada para informan dengan menggunakan panduan wawancara.

2. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan metode pengumpulan data dimana

peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama

penelitian. Observasi yang dilakukan ialah dengan terjun langsung ke lokasi

dan mengamati berbagai peristiwa yang kemudian dikumpulkan sehingga

menjadi sumber data yang dapat mendukung analisis penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa

pada waktu yang lalu. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini

ialah dari berbagai arsip-arsip yang dimiliki oleh Satlantas Polresta Bandar

Lampung tentang program safety riding, dari surat kabar, maupun buku-buku

atau literatur yang sesuai dengan bahasan penelitian. Adapun dokumen dalam

(54)

Tabel 3.2 Daftar Dokumen Yang Berkaitan Dengan Penelitian

No. Dokumen Substansi

1. Profil Polresta Bandar Lampung Gambaran umum Polresta Bandar Lampung

2. (SOP) Unit Dikyasa Sat Lantas Polresta Bandar Lampung

Berisi tentang tata cara dan prosedur teknis tugas dan fungsi pendidikan dan rekayasa lalu lintas

3. Progiat Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014

Berisi tentang program kerja/kegiatan Satlantas Polresta Bandar Lampung

4. MoU Satlantas Polresta Bandar Lampung dan RRI Bandar Lampung

5. Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Berisi tentang lalu lintas dan angkutan jalan

Sumber : Data diolah peneliti tahun 2014

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis

transkip-transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar peneliti

dapat menyajikan temuannya. Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan

(55)

tidak mungkin tanpa analisis untuk mengembangkan hipotesis dan teori

berdasaran data yang diperoleh (Ikbar, 2012 : 186)

Menurut Bogdan dalam Sugiyono (2012 : 244) analisis data dilakukan dengan

mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, meyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan yang akan diceritakan kepada orang lain. Adapun teknik analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Miles dan Huberman dalam

Sugiyono, 2012 : 243) :

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak

perlu. Dalam teknik reduksi data, peneliti merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, serta memfokuskan pada hal-hal penting dari berbagai sumber data

berupa hasil wawancara, serta dokumentasi yang dimiliki. Dengan demikian

data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, serta

mencarinya bila diperlukan. Reduksi data berlangsung secara terus-menerus

selama proses penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil

(56)

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan

dengan melihat penyajian-penyajian sehingga kita akan dapat memahami apa

yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Pada penelitian ini,

data-data akan disajikan dalam bentuk naratif, tabel dan gambar. Penyajian data-data

dilakukan dengan mendeskripsikan hasil temuan dalam wawancara terhadap

para informan serta menggunakan dokumen sebagai penunjang data.

3. Penarikan Kesimpulan

Menarik kesimpulan dimulai dengan mencari arti benda, mencatat

keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab

akibat dan proposisi. Peneliti menarik kesimpulan atas penelitian setelah

dilakukan verifikasi secara terus-menerus, sejak awal memasuki lapangan dan

selama proses penelitian berlangsung. Peneliti berusaha untuk menganalisa

dan mencari pola tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul,

hipotesis, dan sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang tentatif.

H. Teknik Keabsahan Data

Uji Keabsahan data dalam penelitian ini ditekankan pada uji validitas (kesahihan)

dan reliabilitas (keandalan). Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data

(57)

sejumlah kriteria tertentu. Menurut Sugiyono, untuk menguji keabsahan data

dalam penelitian kualitatif ada beberapa kriteria yang digunakan untuk memeriksa

keabsahan data, yaitu :

1) Derajat Kepercayaan (credibility)

Penerapan derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas

internal dan non kualitatif. Fungsi dari derajat kepercayaan yaitu : pertama,

penemuannya dapat dicapai; kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan

hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan

ganda yang sedang diteliti. Adapun untuk memeriksa derajat kepercayaan

(credibility) ini menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang lain diluar data

itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data

itu. Triangulasi dianggap sebagi cara terbaik untuk menghilangkan

perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu

mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai

pandangan. Dalam penelitian ini triangulasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu

dengan memeriksa temuan di lapangan dengan membandingkannya berbagai

sumber, metode, dan teori yang berhubungan dengan pembahasan.

2) Keteralihan (transferability)

Untuk melakukan keteralihan, peneliti mencari dan mengumpulkan data

kejadian empiris dalam konteks yang sama, peneliti mendeskripsikan atau

memaparkan data yang telah diperoleh, baik berupa hasil wawancara, hasil

(58)

secara rinci lalu peneliti membuat tabulasi data (terlampir) serta disajikan

oleh peneliti dalam hasil dan pembahasan.

3) Kebergantungan (dependability)

Kebergantungan merupakan subtitusi reliabilitas dalam penelitian

nonkualitatif. Reliabilitas merupakan syarat bagi validitas. Dalam penelitian

kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

terhadap keseluruhan proses penelitian. Dalam hal ini, peneliti melakukan

diskusi dengan dosen pembimbing atas data-data yang ditemukan di lapangan

selama proses penelitian berlangsung.

4) Kepastian (confirmability)

Dalam penelitian kualitatif uji kepastian mirip dengan uji kebergantungan,

sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji kepastian

(confirmability) berarti menguji hasil penelitian. Untuk menjamin kepastian bahwa penelitian ini objektif, peneliti berdiskusi dengan pembimbing dan

informan terhadap kebenaran data, dan melakukan penarikan kesimpulan dari

(59)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Polresta Bandar Lampung

Berdasarkan Keppres Nomor : 52 Tahun 1969 tanggal 17 Juni 1969 terjadi

Reorganisasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia dalam ketentuan itu

disebutkan bahwa Panglima Angkatan Kepolisian Republik Indonesia disingkat

Pangak dan sebutan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia disingkat

Mabak dan ditingkat Daerah yang semula disebut Komando Daerah Kepolisian

disingkat Kodak sedangkan Komando pelaksana terdapat Komando kewilayahan

disingkat Kowil Lampung dibawah Kodak VI Sumatera Bagian Selatan.

Kowil Lampung membawahi beberapa Kores, diantaranya adalah Koresta 611

Tanjung Karang Teluk betung yang dipimpin Kepala Kepolisian Resort Kota 611

Tanjung Karang Teluk Betung.

Tabel. 4.1 Daftar Nama Kepala Kepolisian Resort Kota 611 Tanjung Karang

Teluk Betung

No. Nama Tahun Menjabat

1. AKBP Drs. R. Siswoyo Tahun 1969-1976

2. Letkol Pol. Drs. M. Zachri Amin Tahun 1976-1978

(60)

4. Letkol Pol. Drs. Oetomo Tahun 1979-1980

5. Letkol Pol Drs. Soegiono Tahun 1980-1983

6. Letkol Pol. Drs. Agoes Salim Djamil Tahun 1983-1986

7. Letkol Pol. Drs. Sjacroedin ZP. Tahun 1986-1988

8. Letkol Pol. Drs. Purnomo Subagio Tahun 1988-1989

9. Letkol Pol. Drs. Edwin Ismail Tahun 1989-1990

10. Letkol Pol. Drs.Syawal Hariadi Tahun 1990-1991

11. Letkol Pol Drs. RM. Napitupulu Tahun 1991-1992

12. Letkol Pol. Drs. Paiman Tahun 1992-1994

13. Letkol Pol Drs.JMR .Sondakh Tahun 1994-1995

14. Letkol Pol Drs.S. Damanhuri Tahun 1995–1997

15. Letkol Pol. Drs.TMB. Bagan Siahaan Tahun 1997-2000

16. Supt. Drs.Tri Parnoyo Kartiko Maret 2000- Desember

2000

17. Kombes Pol. Drs. Bung Jono ,SH,MH Tahun 2000-2003

18. Kombes Pol. Drs. Imam Djauhari Tahun 2003-2005

19. Kombes Pol Drs. H.S. Maltha, SH.Msi Tahun 2005-2006

20. Kombes Pol. Drs. Endang Sunjaya, SH Tahun 2006- 2007

21. Kombes Drs. Syauqie Achmad Tahun 2007-2009

22. Kombes Pol. Drs. Agoes Dwi Listijono Tahun 2009-2010

23. Kombes Pol. Drs. Guntor Fartio Gaffar Tahun 2010

24. Kombes Pol. M. Nurocman, S.I.K Tahun 2010 sampai

sekarang

(61)

Pada tanggal 2 Oktober 1996 dengan Keputusan Panglima ABRI Nomor :

Kep /06/IX/1996 Polwil Lampung berubah menjadi Polda Lampung dengan status

PoldaTipe “ C “ yangdipimpin oleh :

1) Kolonel Pol. Drs. Didy Kusmayadi

2) Kolonel Pol. Drs. Gendro Budi Santoso

3) Brigjen Pol. Drs. Riswahyono

4) Brigjen Pol. Drs. Suprihadi Suhadi

5) Brigjen Pol. Drs. Primanto

6) Brigjen Pol. Drs. Sugiri, MSc. MM

7) Brigjen Pol. Drs.Rasyd Ridho, SH. MH.

8) Brigjen Pol. Drs. Suhardjiono Kamino, MBA

9) Brigjen Pol. Drs. Ferial Manaf, SH

10) Brigjen Pol. Drs. Edmon Ilyas

11) Brigjen Pol. Drs. Sulistio Ishak, SH., MH

12) Brigjen Pol. Drs. Jodi Roseto

13) Brigjen Pol. Drs. Heru Winarko

Dengan adanya perubahan Polwil Lampung menjadi Polda Lampung tentunya

Koresta 611 Tanjung Karang berubah menjadi Polresta Bandar Lampung dan

kepemimpinannya di bawah ini :

1. Dengan adanya Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Kep/05/X/2000 tanggal

10 Oktober 2000 Polresta Bandar Lampung berubah menjadi Poltabes

Bandar lampung dan dipimpin oleh Komisaris Besar Polisi Drs. Bung

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas
Tabel 1.2 Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Lampung Berdasarkan
Tabel 1.3 Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas
Tabel. 1.4 Profesi Pelanggar Lalu Lintas Tahun 2014
+4

Referensi

Dokumen terkait

yang di lakukan Kepolisian dalam Pemberantasan Minuman Keras di Polresta Bandar Lampung tujuan penelitian ini adalah dengan melihat seperti apakah peranan kepolisian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis yakni peranan Satlantas Polresta Bandar Lampung dalam pelaksanaan penegakan hukum meliputi penindakan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa upaya unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polresta Bandar Lampung dalam rangka

terhadap Rambu, Marka, Peraturan Lalu Lintas dan Safety Riding .. Penelitian ini akan diadakan di SMA Batik 2 Surakarta. SMA Batik

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pelaksanaan kampanye program Safety Riding oleh Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resort Bojonegoro, Sedangkan tujuan dari pelaksanaan

Selain perilaku safety riding ada juga variabel yang dapat berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas pada pengendara ojek online , seperti yang di teliti oleh

dilakukan oleh Mahawati, dkk (2013) dengan judul “Pola Interaksi Determinan Perilaku Safety Riding dalam Upaya Eliminasi Gangguan Kesehatan & Kecelakaan Lalu

Beberapa sasaran pokok yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan yang melintasi Jalan Sultan Agung Kota Bandar Lampung,