PEMERIKSAAN DEKSTROMETHORPHAN HBr DALAM
OBAT TRADISIONAL CINA SECARA KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
TUGAS AKHIR
OLEH:YULIA HASANAH NST
NIM 102410020
PROGRAM STUDI DIPLOMAIII
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Adapun judul tugas akhir ini adalah “Pemeriksaan Dekstromethorphan
HBr dalam Obat Tradisional Cina secara Kromatografi Lapis Tipis Dan
Spektrofotometri UV” .
Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis dalam menyusun Tugas Akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.
4. Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing akademik.
5. Bapak Drs. I Gde Nyoman Suwandi, Apt., MM., selaku Kepala Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Medan.
6. Ibu Lambok Oktavia SR. Emkes., Apt., selaku Koordinator Pembimbing PKL
(Praktek Kerja Lapangan) di Balai Besar POM Medan.
7. Seluruh Staf dan Karyawan Balai Besar POM yang telah membantu kami
8. Ayahanda Abdul Kholik Nasution, B.E., dan Ibunda Suryani Erni Lubis yang
telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga tugas akhir
ini dapat terselesaikan dengan baik, serta kepada saudara kandung penulis
abangda Anwar, Adik-adik tercinta Dina dan Zahra yang selalu membantu dan
memberikan semangatnya kepada penulis.
9. Devi, Anisa, Arahman, Dedek, Ika, Yola, Vitta, Ledang, Nita, Nofemi, Indri,
Herliana. Selaku sahabat-sahabat penulis yang telah banyak membantu dan
memberikan dukungan semangatnya kepada penulis.
10.Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang bersifat membangun.
Penulis juga berharap tugas akhir ini dapat membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu. Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-Nya
kepada kita semua.
Medan, April 2013 Penulis
Pemeriksaan Dekstromethorphan HBr dalam Obat Tradisional Cina Secara Kromatografi Lapis Tipis Dan Spektrofotometri Ultraviolet
Intisari
Penggunaan obat tradisional merupakan salah satu alternatif yang di tempuh oleh masyarakat dalam usaha untuk meningkatkan kesehatan. Usaha ini ditempuh dengan asumsi bahwa jamu relatif lebih murah, mudah didapat dan mempunyai efek samping yang kecil. Melihat hal tersebut tidak menutup kemungkinan adanya bahan kimia obat (BKO) yang sengaja ditambahkan kedalam jamu tersebut. Dekstromethorphan adalah derivat dari morfin sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang reflek batuk sama dengan kodein. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memeriksa adanya obat sintetik dekstromethorphan HBr dalam obat batuk tradisional cina. Isolasi dekstromethorphan HBr dari obat batuk tradisional cina dilakukan dengan menggunakan fase gerak yaitu: methanol-amonia25% (100:1,5). Dan baku pembanding berupa dekstromethorphan HBr.Kemudian filtrat yang dihasilkan dianalisis dengan cara kromatografi lapis tipis dan bercak noda baik pada sampel dan baku yang memiliki harga Rf sama kemudian di kerok,untuk dilanjutkan pemeriksaanya dengan cara spektrofotometri Ultraviolet, menggunakan etanol sebagai pelarut. Dari hasil pemeriksaan dengan cara kromatografi lapis tipis (KLT) diperoleh bercak kromatogram baik pada dekstromethorphan HBr (baku) dan sampel dengan harga Rf= 0,81. Sedangkan hasil pemeriksaan dengan cara spektrofotometri Ultraviolet diperoleh panjang gelombang dekstromethorphan HBr (baku) adalah 280,2 nm dan pada sampel adalah 280,6 nm. Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa obat batuk tradisional cina tidak memenuhi syarat karena mengandung bahan kimia obat (BKO) dekstromethorphan HBr.
HBr Dekstrometorphan examination in Traditional Chinese medicine In Thin Layer ChromatographyandUltravioletSpectrophotometry
Abstract
The use of traditional medicine is one of the alternatives in the travel by the public in an effort to improve health. The efforts taken by the assumption that the herbs are relatively cheap, easy to obtain and has little side effects. Seeing this did not rule out the existence of chemicals, drugs (BKO) who deliberately added to the herbs. Dekstrometorphan is a synthetic derivative of morphine which work by increasing the threshold of the central excitatory reflex cough with codeine. The purpose of this study was to examine the synthetic drugs dekstromethorphan HBr in traditional Chinese cough medicine. HBr dekstrometorphan isolation of traditional Chinese cough medicine is done by using the mobile phase: methanol-ammonia 25% (100:1,5). And a reference standard HBr.Kemudian dekstrometorphan filtrate was analyzed by thin layer chromatography and staining both the sample and the standard that has the same Rf price then scraped, for pemeriksaanya followed by ultraviolet spectrophotometry, using ethanol as a solvent. From the results of examination by thin-layer chromatography (TLC) chromatograms obtained either spot on dekstrometorphan HBr (raw) and sampled at a price of Rf = 0.81. While the results of the examination obtained by spectrophotometry Ultraviolet wavelengths dekstrometorphan HBr (raw) was 280.2 nm and 280.6 nm in the sample is. Based on the experiments that have been done, it can be concluded that the traditional Chinese cough medicine does not qualify because it contains chemicals, drugs (BKO) dekstromethorphan HBr.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penggunaan obat tradisional dimasyarakat memiliki kecendrungan untuk
kembali ke alam dengan memanfaatkan berbagai tanaman obat, karena obat
sintesis dirasakan terlalu mahal serta efek samping yang cukup besar sehingga
konsumsi obat tradisional cenderung semakin meningkat (Yuliarti, 2008).
Dewasa ini diketahui ada beberapa produsen jamu yang menambahkan zat
kimia sintesis dalam produk jamu mereka. Hal ini mungkin disebabkan karena
meningkatnya konsumen obat tradisional dan efeknya yang bereaksi cepat
didalam tubuh. (Soeparto, 1999).
Salah satu jamu yang beredar dipasaran yang ditambahkan BKO ialah jamu
obat batuk. Bahan kimia obat tersebut salah satunya adalah Dekstrometorphan
HBr. Dekstrometrophan HBr digunakan untuk meningkatkan ambang rangsang
refleks batuk. Efek samping dari dekstromethorphan HBr sendiri yaitu dapat
menyebabkan rasa ngantuk, pusing, nyeri kepala, dan gangguan lambung-usus.
Menyadari hal tersebut, bahwa kandungan bahan kimia obat dalam jamu dapat
membahayakan para konsumen, maka penulis ingin melakukan pemeriksaan
dekstromethorphan HBr dalam sediaan tablet obat tradisional cina secara
kromatografi lapis tipis dan spektrofotometri UV. Menurut Moffat (2004) baik
yang dapat digunkan untuk mengidentifikasi dekstromethorphan HBr, karena
metode ini paling mudah digunakan dan memberikan hasil yang baik pada
pemeriksaan secara kualitatif.
1.2Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
a. Untuk mengetahui apakah pada salah satu obat batuk tradisional cina yang
beredar dipasaran mengandung bahan kimia obat dekstromethorphan HBr.
b. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan bahan kimia obat dari obat batuk
tradisional cina.
1.2.2 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari pemeriksaan Dekstrometorphan HBr
dalam obat batuk Tradisional Cina secara kromatografi lapis tipis dan
spektrofotometri ultraviolet adalah, agar mengetahui bahwa pada salah satu jamu
obat batuk yang beredar di pasaran mengandung dekstrometorphan HBr sehingga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Depkes RI, 1994).
Obat tradisional telah diterima secara luas di negara berkembang dan di
negara maju. Di Republik Rakyat Cina penggunaan obat dan penyembuhan secara
tradisional telah dikenalkan berabad-abad yang lalu. Catatan historis tentang
pengobatan cina kuno telah dikenal semenjak Dynasty Shang sekitar 1800 tahun
sebelum masehi dan telah mempunyai pengalaman sampai sekarang, dan telah
memasuki pasar dunia, termasuk Indonesia (Suyono, 1996).
Obat tradisional cina / Traditional Chinse Medicine (TCM) memiliki akar
sejarah yang lebih tua, dan telah menjadi bagian dari budaya cina. TCM telah
cukup lama beredar dan digunakan oleh sebagian masyarkat Indonesia. Produk
TCM yang akan diedarkan di indonesia harus terdaftar dan memenuhi persyaratan
mutu dan keamanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di indonesia. Bahan
dasar TCM adalah menggunakan tanaman atau hewan yang telah dikeringkan
dengan sinar matahari secara langsung. TCM juga mengelompokkan simplisia
pengolahan, rasa, organ tubuh yng berhubungan dengan mekanisme kerja,
kontraindikasi dan dosis penggunaan (Yanfu, 2003).
Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat
tradisonal haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya, pengawasan menyeluruh
yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisioanl yang senantiasa memenuhi
persyaratan yang berlaku (Dirjen POM, 1940).
2.1.1 Penggolongan Obat Tradisional
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) obat bahan
alam yang lebih dikenal dengan obat tradisional dikelompokkan menjadi tiga
golongan yakni:
a. Jamu
Jamu adalah ramuan dari, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik
atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu sebagai warisan budaya bangsa harus
tetap dilestarikan dengan fokus utama pada aspek mutu dan keamanannya.
b. Obat Herbal Terstandar
Obat herbal tersetandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis, dan
bahan bakunya telah terstandarisasi. Obat herbal terstandar merupakan obat
tradisional yang biasanya disajikan dalam bentuk ekstrak.
c. Fitofarmaka
Fitofarmakan adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
percobaan dan telah melalui uji klinis pada manusia serta bahan baku produknya
telah distandarisasi (Wasito, 2011).
2.1.2 Bentuk Sediaan Obat Tradisional
Agar lebih mudah diterima dan digunakan oleh masyarakat maka dibuat
bentuk sediaan obat tradisional yang beragam untuk tujuan dan penggunaan yang
bermacam-macam. Antara lain sebagai berikut:
a. Sediaan Padat/Kering
Adapun jenis-jenis obat tradisional sediaan padat adalah: Tablet, serbuk,pil,
pastiles, kapsul, parem, pilis dan koyok.
b. Sediaan Semi Padat
Adapun jenis-jenis obat tradisional sediaan padat adalah: Dodol/jenang,
krim, salep.
c. Sediaan Cair
Adapun jenis-jenis sediaan cair adalah: Sirup, emulsi, suspensi, elikisir.
2.2 Batuk
2.2.1 Pengertian Batuk
Batuk adalah suatu refleks fisiologi pada keadaan sehat maupun sakit dan
dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab. Refleks batuk lazimnya diakibatkan
oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang terletak dibeberapa
bagian dari tenggorokan. Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang
bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari
2.2.2 Penyebab Batuk
Refleks batuk dapat timbul akibat radang (infeksi saluran pernafasan),
alergi(asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, debu), perubahan suhu yang
mendadak, dan rangsangan kimiawi (gas, bau). Penyebab lain dari batuk antara
lain peradangan pada paru-paru dan akibat dari suatu efek samping obat (Tan dan
Kirana, 1987).
2.2.3 Jenis-Jenis Batuk
1. Batuk produktif
Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan
zat-zat asing (kuman, debu dan sebagainya) dan dahak dari batang tenggorokan.
Maka, jenis batuk ini tidak boleh ditekan.
2. Batuk Non Produktif
Bersifat kering tanpa adanya dahak, batuk kering umumnya muncul
menjelang akhir gejala flu atau akibat iritasi debu dan rokok (Tan dan Kirana,
1987).
2.2.4 Pengobatan Batuk
Terapi batuk hendaknya dimulai dengan pemberian antibiotik terhadap
infeksi bakterial dari saluran pernafasan untuk mengetahui penyebab batuknya.
Kemudian dilakukan pertimbangan apakah perlu dilakukan terapi guna
2.3 Dekstromethorphan
Dekstromethorphan (d-3-metoksi-N-metilmorfinan) adalah derivat dari
morfin sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang
reflek batuk sama dengan kodein. Potensi antitusifnya lebih kurang sama dengan
kodein. Berbeda dengan kodein dan 1-metorfan, dekstromethorphan tidak
memiliki efek analgesik, efek sedatif, efek pada saluran cerna dan tidak
mendatangkan adiksi atau ketergantungan. Dekstromethorphan efektif untuk
mengontrol batuk patologik akut dan kronis. Dekstromethorphan juga memiliki
efek antiinflamasi ringan. Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang
pusat batuk di otak. Pada penyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek
stimulasi SSP (Munaf, 1994).
2.3.1 Struktur Dekstromethorphan HBr
Gambar I : Struktur Dekstromethorphan HBr
Nama Kimia : 3-Metoksi-17-Metil-9α, 13α, 14α,-Morfinan Hidrobromida
Rumus Empiris : C18H25NO.HBr.
Pemerian : Hablur hampir putih atau serbuk halus, bau lemah. Melebur
pada suhu lebih kurang 126o disertai penguraian.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan
kloroform, tidak larut dalam eter (Ditjen POM, 1995).
2.3.2 Efek Farmakologis
Dekstromethorphan HBr mempunyai efek antidepresan (penekan batuk) yakni
bekerja langsung pada pusat batuk di otak untuk menekan refleks batuk
(Harkness, 1989).
2.3.3 Metabolisme
Absorpsi peroral cepat, kadar puncak plasma dicapai pada waktu 30-60
menit setelah pemberian. Metabolisme terutama terjadi di hepar, dan metabolitnya
diekskresikan melalui ginjal.
2.3.4 Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan ringan dan terbatas pada rasa mengantuk,
termenung, pusing, nyeri kepala, dan gangguan pada lambung-usus.
2.3.5 Dosis
Dekstromethorphan tersedia dalam bentuk sirup, tablet berisi 10-20
mg/ml. Dosis dewasa 10-20 mg setiap 4-6 jam, maksimum 120 mg/hari.
Meninggikan dosis tidak akan membantu kuatnya efek yang diberikan, tetapi
dapat memperpanjang kerjanya sampai 10-12 jam, dan ini dapat dimanfaatkan
untuk mengontrol batuk malam hari. Dosis anak 1 mg/kg BB/hari dalam dosis
2.4 Pemeriksaan Dekstromethorphan HBr Dalam Obat Tradisional Cina Secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Ultraviolet
2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Salah satu cara untuk mengidentifikasi bahan kimia obat yang terdapat
dalam sediaan obat tradisional adalah dengan menggunakan kromatografi lapis
tipis dilanjutkan dengan spektrofotometri UV untuk melihat spektrumnya. Di
antara berbagai jenis kromatografi, kromatografi lapis tipis (KLT) yang paling
cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi (Sthal, 1985).
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih
murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga dengan
peralatan yang digunakan, menurut Rohman, 2007 ada beberapa keuntungan
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis yaitu:
a. KLT memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase
gerak.
b. Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembang
konvensional, 2 dimensi, dan pengembang bertingkat.
c. Proses KLT dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja
Keberhasilan munculnya profil senyawa target dipengaruhi oleh; ketetapan
sistem kromatografi yang digunakan yakni, fase diam, fase gerak, jenis pelarut
yang digunakan untuk melarutkan ekstrak kembali dan metode visualisasi yang
2.4.1.1 Komponen KLT
a. Fase diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KlT dalam shal efisiensinya dan resolusinya (Rohman, 2009).
Kebanyakan penjerap yang digunakan adalah silika gel, aluminium oksida,
kieselgur, selulosa poliamida dan lain-lain. Dapat dipastikan bahwa silika gel
paling banyak digunakan. Namun adahal yang perlu diperhatikan karena silika gel
mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap pemisahanya (Stahl,
1985).
b. Fase gerak
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut
yang bergeak didalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya
kapiler pada pengembang secara menaik (ascending) Sistem yang paling
sederhana ialah dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik karena daya
elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga
pemisahan dapat terjadi secara optimal.
c. Aplikasi (Penotolan) Sampel
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh
mungkin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis
lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan
ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan
bercak yang menyebar dan puncak ganda.
d. Deteksi Bercak
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak
bewarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia dengan cara
penyemprotan dengan menggunakan reaksi kimia sehingga bercak menjadi jelas.
Kadang-kadang lempeng dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi
pembentukan warna dan intensitas warna bercak. Cara fisika yang dapat
digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan fluoresensi sinar
ultraviolet. Lapisan tipis sering mengandung indikator fluoresensi yang
ditambahkan untuk membantu penampakan bercak bewarna pada lapisan yang
telah dikembangkan. Indikator fluoresensi ialah senyawa yang memancarkan sinar
tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang, biasanya sinar
ultraviolet. Indikator fluoresensi yang paling sering digunakan ialah sulfida
anorganik yang mampu memancarkan cahaya jika disinari pada 254 nm (Rohman,
2009).
2.4.2 Spektrofotometri
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi
untuk larutan sampel blanko dan suatu alat untuk mengukukur perbedaan absorbsi
antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkhar, 2008).
2.4.2.1 Spektrofotometri UV
Spektrofotometri UV adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet memiliki
energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat
energi yang lebih tinggi. Spektrofotometri UV biasanya digunakan untuk molekul
dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV mempunyai
bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa
didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk
pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa
ditentukan dengan mengukur panjang gelombang tertentu.
Spektrum ultraviolet dan cahaya tampak suatu zat pada umumnya tidak
mempunyai derajat spesifikasi yang tinggi. Tetapi, spektrum tersebut sesuai untuk
pemeriksaan kuantitatif dapat bermanfaat sebagai tambahan untuk identifikasi
(Ditjen POM, 1995).
Spektrofotometri UV dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan
sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Dasar dari spektrofotometri
ultraviolet adalah penyerapan molekuler elektronik dalam larutan. Sinar
ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar
tampak mempunyai panjang gelombang 400-800 nm. Jadi, spektrofotometer yang
atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis
dalam jangkauan panjang gelombang 200-800 nm.
2.4.2.2 Instrumen Spektrofotometer UV
Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang di serap oleh
atom atau molekul disebut spektrofotometer. Jenis spektrofotometer yang tersedia
berbeda-beda, tergantung pada cahaya yang digunkan, apakah berkas cahaya
tunggal atau berkas sampel dan pembanding secara terpisah, dan apakah
pengkurannya dilakuakan pada panjang gelombang tetap atau memindai spektrum
pada berbagai panjang gelombang (Cairns, 2008).
Adapun komponen-komponen dari spektrofotometri UV-Vis menurut
Khopkar (2007) antara lain:
a. Sumber cahaya: sebagai sumber cahaya atau lampu biasanya digunkan
lampu deuterium untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190-350
nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk
daerah visibel (pada panjang gelombang antara 350-900 nm).
b. Monokromator: digunakan untuk mendispersikan sinar
ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya
akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa
sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan
instrumen melewati spektrum.
c. Sel absorbsi: Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet
kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV
d. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap
cahaya pada berbagai panjang gelombang dengan menggunkan alat tabung
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Tempat Pengujian
Pengujian dekstromethorphan HBr dalam obat tradisional cina secara
kromatografi lapis tipis dan Spektrofotometri UV, dilakukan di Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang berada di jalan willem
Iskandar Pasar V Barat 1 No. 2 Medan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah lampu UV, syringe 100 dan 50u1, beker
gelas, gelas ukur, plat KLT silika GF 254 nm, pipet volum, chamber, spatula,
timbangan anlitik, kertas perkamen, kertas saring, vial, seperangkat
Spektrofotometri.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah jamu tradisional cina sediaan tablet.
3.3 Pereaksi Khusus
Adapun pereaksi yang digunkana antara lain adalah, natrium hidroksida
1N, etanol, metanol, amonia 25%.
3.4 Prosedur
3.4.1 Larutan Baku
Sebanyak 2 mg dekstromethorphan HBr BPFI ditimbang seksama,
dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan
3.4.2 Larutan sampel
- Sejumlah 20 tablet yang telah digerus halus, dimasukkan kedalam corong
pisah.
- Ditambahkan 20 ml air, dikocok sampai homogen.
- Ditambahkan dengan larutan NaOH 1N sampai pH 9.
- Diekstraksi 3 kali, setiap kalinya dengan larutan kloroform.
- Diambil ekstrak kloroform, dikumpulkan kedalam cawan penguap.
- Diuapkan di atas penangas air hingga hampir kering.
- Dilarutkan dengan 5ml etanol.
3.4.3 Identifikasi
Cara Kromatografi Lapis Tipis menggunakan:
Fase diam : Silika gel GF254
Fase gerak : Metanol:amonia 25% (100:1,5)
Penjenuhan : Kertas saring
Volume penotolan : Masing-masing larutan 50 µl
Jarang rambat : 15 cm
Penampak bercak : Cahaya ultraviolet 254 nm.
Prosedur :
- Ditotolkan larutan baku dan sampel secara terpisah masing-masing 50 µl
diatas plat KLT.
- Dimasukkan plat ke dalam chamber yang telah jenuh dengan fase gerak
metanol:amonia 25% (100:1,5).
- Diangkat dan keringkan.
- Diamati dengan cara visual, sinar UV 254 nm.
- Dihitung harga Rf.
Cara Spektrofotometri UV:
- Diamati bercak yang setara dengan baku dektromethorphan HBr.
- Ditandai senyawa yang mempunyai harga Rf dan warna yang sama
dengan baku dektromethorphan HBr.
- Dikerok bercak tersebut.
- Dilarutkan masing-masing hasil kerokan denagn 5 ml etanol.
- Disaring, diambil filtratnya.
- Dibuat panjang gelombang antara 200-300nm. Dengan cara yang sama
dilakukan spektrofotometri menggunakan larutan etanol sebagai pelarut.
3.5 Persyaratan
Berdasarkan keuputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 66/MENKES
/SK/VII/1994 menyatakan bahwa obat tradisional tidak boleh mengandung bahan
kimia obat (BKO).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil pemeriksaan Dekstromethorphan HBr dalam obat
tradisional Cina secara kromatografi lapis tipis dan spektrofotometri Ultraviolet
diperoleh hasil yang dapat dilihat dalam tabel 1 dan 2 dibawah ini:
Tabel 1. Harga Rf sampel dan baku secara Kromatografi Lapis Tipis dengan fase gerak Metanol:Amonia 25% (100:1,5)
Tabel 2. Spektrum UV dari sampel dan baku pada fase gerak Metanol:Amonia 25% (100:1,5)
Dilihat dari hasil pemeriksaan secara Kromatografi Lapis Tipis dengan
menggunakan fase gerak metanol:amonia 25% (100:1,5) menunjukkan sampel
positif mengandung Dekstromethorphan HBr karena harga Rf sampel dengan
Dekstromethorphan HBr (baku) sama yaitu dengan harga Rf= 0,81. Untuk
memperjelas hasil KLT bercak noda sampel dan baku dengan harga Rf tersebut
Spektrofotometri UV. Dimana dari hasil spektrum panjang gelombang baku
dektrometorphan HBr = 280,2 nm dan sampel = 280,6 nm.
Salah satu persyaratan dalam obat tradisional yang harus dipenuhi
berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 66/MENKES/SK/VII/1994
tentang persyaratan obat tradisional yaitu tidak boleh mengandung Bahan Kimia
Obat (BKO). Bahan tambahan yang biasa digunakan dapat dibedakan menjadi
bahan taambahan alami dan bahan tambahan kimia. Bahan tambahan kimia pada
umumnya bersifat racun karena itu perlu ada pembatasan penggunaan serta sejauh
mungkin agara dihindari (Wasito, 2011).
Bahan Kimia Obat yang ditambahkan kedalam obat tradisional umumnya
dimaksudkan untuk menghilangkan gejala sakit dengan segera (seperti pada pegal
linu); secara farmakologis menekan rangsang makan pada susunan syaraf pusat
(seperti pada obat-obat pelangsing); ataupun meningkatkan aliran darah ke corpus
kavernosum dengan segera (seperti pada obat-obat peningkat stamina pria).
Umumnya, BKO yang digunakan adalah obat keras (daftar G) yang sebagian
besar menimbulkan efek samping ringan sampai berat seperti iritasi saluran
pencernaan, kerusakan hati/ginjal, gangguan penglihatan, atau gangguan ritmik
irama jantung. Pada efek samping ringan, gangguan/kerusakan yang terjadi dapat
bersifat sementara atau reversible. Pada efek samping berat, bisa terjadi
gangguan/kerusakan permanen pada jaringan/organ sampai kematian.
Dekstromethorphan HBr merupakan obat yang digunakan untuk
melonggarkan saluran pernafasan, dan dapat berkhasiat menekan batuk yang sama
sedatif, semeblit, atau adiktif. Dekstrometorphan HBr juga memiliki efek
pengurangan sekret dan inflamasi ringan. Mekanisme kerjanya berdasarkan
peningkatan ambang pusat batuk di otak.
Berdasarkan hal tersebut, banyak para produsen yang menyalahgunakan
obat kimia ini dengan menambahkannya dalam jamu obat batuk tradisional. Hal
ini mungkin saja disebabkan kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya
mengkonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol baik dosis maupun cara
penggunaanya. Padahal penggunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Jamu Obat Batuk Tradisional Cina mengandung Bahan Kimia Obat
(BKO) berupa dekstromethorphan HBr.
b. Jamu Obat Batuk Tradisional Cina yang telah diperiksa baik secara
kromatografi lapis tipis dan spektrofotometri tidak memenuhi syarat
karena mengandung bahan kimia obat.
5.2 Saran
Sebaiknya pada pemeriksaan dektromethorphan HBr tidak hanya terfokus
pada satu pengujian saja, melainkan persyaratan lain seperti kadar air, angka
lempeng total, angka khamir, mikroba patogen sampai dengan wadah dan
persyaratan etiket juga, untuk mencegah peredaran jamu-jamu yang tidak
memiliki izin edar, nomor registrasi, sampai dengan yang sudah melewati tanggal
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 211.
Anonim. (2008). Obat Tadisional. www. Wikipedia.com. Tanggal akses 10 Mei 2012.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. Hal. 224-250.
Chang, Joseph. 1999. Scientific Evaluation of Traditional Chinese Medicine Under DSHEA (The Dietary Supplement Healthand Education Act): A Conundrum. The Journal of Al;ternative and Complentary Medicine Volume 5, Number 2 pp 181- 189.
Dachriyanus. (2004). Analisi Stuktur Organik. Padang: Andalas Univesity Press. Hal. 1.
Depkes RI. (1994). Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta: Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: DEPKES RI. Hal. 665-666, 1061.
Donald, C. (2008) Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: ECG. Hal. 155 -156
Egon, Stahl. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 3-17
Halim, D. (1996). Batuk. Jakarta: Universitas Trisakti. Hal. 10.
Harkness, R. (1989). Interaksi Obat. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 77-78.
Khopkar, S.M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia press. Hal. 225-226.
Moffat, A.C., Osselton, M.D., dan Widdop, B. (2005). Clarke's Analysis of Drugs and Poisons. Edisi Ketiga. London: Pharmaceutical Press. Electronic Version.
Munaf, S. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Palembang: EGC. Hal. 235, 236, 239, 240.
Saifudin, A. (2011). Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 27,28,.
Sastrohamidjojo, Hardjono. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal. 29.
Suyono. H. (1996). Obat Tradisional Jamu Di Indonesia. Surabaya: Universitas Air langga. Hal. 15, 26.
Tan, H.T., dan Kirana, R. (1978). Obat-obat penting. Jakarta: Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Hal. 619-623.
Yanfu, Zuo. 2007. Science Of Chinese Materia Medica: Publishing House of Shanghai University of Traditional Chinese Medecine.
Yuliarti, N. (2008). Tips Cerdas Mengkonsumsi Jamu. Yogyakarta: Banyu Media. Hal. 1 - 5.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data dan Perhitungan
a. Data sampel
suspensa vhal 17,85%, platycodon glaucus Bge
10,72%, mentha aevensis L 10,72%, Lophatreum
Elatum zoll 7,14%, Schizonepeta multifida briq
7,14%, Glycine max merril 8,93%, Arcitium
lappa L 10,72%, Giycryrrhiza uralensis fisch
8,93%.
Khasiat : Dapat mengobati batuk, demam, sakit kepala, dan
nyeri tenggorokan.
b. Perhitungan Harga Rf
Lampiran 2. Hasil kromatogram identifikasi Dekstrometorphan HBr dalam Obat Tradisional Cina pada Fase gerak: metanol:amonia 25% (100:1,5)
Lampiran 4.
Gambar 2. Seperangkat alat spektrofotometri UV-Vis