• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETERKAITAN PENGELUARAN PEMERINTAH, PDRB TERHADAP PAD DI KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KETERKAITAN PENGELUARAN PEMERINTAH, PDRB TERHADAP PAD DI KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh ISMAIL HASAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS KETERKAITAN PENGELUARAN PEMERINTAH, PDRB TERHADAP PAD DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh ISMAIL HASAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana hubungan masing-masing variabel independen yaitu Pengeluaran Pemerintah, Produk Domestik Regional Bruto terhadap variabel dependent yaitu Pendapatan Asli Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah di Kota Bandar Lampung.Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Alat analisis kualitatif yaitu mencari masalah dengan menggunakan teori-teori pendukung yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengukur apakah Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Regional Bruto memiliki pengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah, dengan menggunakan teori-teori dan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang dipakai adalah data runtun waktu (time series) selama periode 1993-2010. Model dalam penelitian ini diestimasi dengan alat analisis regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil analisis penelitian ini menunjukan bahwa kapasitas Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandar Lampung dan Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandar Lampung.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Kerangka pemikiran ... 14

F. Hipotesis penelitian ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Desentralisasi Fiskal ... 19

B. Sumber-sumber Pendapatan Daerah ... 20

C. Peranan Pemerintah ... 21

D. Pendapatan asli daerah ... 22

1. Konsep Pajak Daerah ... 22

(7)

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan ... 42

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah ... 43

E. Hubungan Pengeluaran Pemerintah terhadap PAD ... 45

F. Hubungann PDRB Terhadap PAD... 49

1.Konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 51

2. Landasan Teori PDRB ... 53

G. Teori Konsumsi Keynes ... 54

H. Penelitian-penelitian terdahulu ... 57

III. METODE PENELITIAN ... 60

A. Daerah Penelitian dan definisi operasional variabel ... 61

B. Jenis dan Sumber Data ... 61

C. Metode Pengumpulan Data ... 61

D. Metode Analisis ... 62

E. Pengujian Model Asumsi Klasik ... 63

1. Uji Normalitas ... 63

2. Uji Multikolinieritas ... 64

3. Uji Heteroskedasitas ... 65

4. Uji Autokorelasi ... 65

F. Pengujian Hipotesis ... 66

G. Koefisien Determinasi ... 68

IV. PEMBAHASAN DAN ANALISIS ... 69

A. Gambaran umum daerah penelitian ... 69

1. Keadaan Geografis Bandar Lampung ... 69

2. Keadaan Perekonomian ... 70

3. Analisis Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah ... 74

(8)

b. Penerimaan Pajak Daerah ... 75

c. Penerimaan Retribusi Daerah ... 77

4. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 79

B. Hasil dan pembahasan ... 81

a. Uji Asumsi Klasik ... 81

b. Uji Normalitas ... 81

c. Multikolinearitas ... 82

d. Heterokedastisitas ... 83

e. Autokorelasi ... 84

a. Uji Hipotesis ... 85

b. Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (Uji F) ... 85

1. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji t) ... 86

2. Estimasi Ordinary Least Square (OLS) ... 87

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

1. Kesimpulan ... 90

2. Saran ... 91

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut (Sumitro,1995) Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat, kualitas, serta kesejahteraan segenap lapisan masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan harus dipandang sebagai suatu rangkaian proses pertumbuhan yang berjalan secara berkesinambungan untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Pembangunan daerah yang dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, mandiri dan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan daerah lain yang lebih maju dan sekaligus secara agregat meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara secara adil dan merata. Pemberian otonomi kepada daerah akan menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan peran nyata dan kemandirian daerah dalam upaya meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.

Dengan diberlakukannya UU.No.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU no.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan, yang diperbarui dengan UU no.32 tahun2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU.No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, maka pemerintah dalam

(10)

menentukan arah pembangunan di daerahnya. Hal ini diharapkan dapat lebih meningkatkan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya dan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mendukung terselenggaranya Otonomi Daerah yang optimal maka

diberlakukanlah perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perimbangan keuangan ini diatur dalam UU No 33 Tahun 2004.

Desentralisasi fiscal yang di atur dalam UU Nomor 33 tahun 2004 terdiri dari tiga macam, yaitu Pajak Daerah (Tax Assignment), Dana Bagi Hasil (Revenue

Sharing) dan Dana Alokasi Umum serta Dana Alokasi Khusus. Dengan

desentralisasi fiskal ini, pemerintah daerah diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan daerahnya sehingga Pemerintah Daerah mandiri dalam pengelolaan keuangannya dan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Kemandirian ini dapat di capai dengan mengoptimalkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang bersumber dari Pajak daerah, Retribusi, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain lain PAD yang sah, seperti di atur dalam UU No. 33 Tahun 2004 pasal 6.

(11)

relatif kecil. Adanya Dana Perimbangan melalui DAU ini ternyata justru menjadi ketergantungan.

Salah satu ukuran kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi adalah dengan melihat besarnya nilai PAD yang dapat dicapai oleh daerah tersebut. Dengan PAD yang relatif kecil akan sulit bagi daerah tersebut untuk

melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri, tanpa didukung oleh pihak lain (dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Propinsi). Padahal dalam pelaksanaan otonomi ini, daerah dituntut untuk mampu membiayai dirinya sendiri.

Kota Bandar Lampung diharapkan dapat menjadi salah satu kota mandiri yang dapat mensejahterakan masyarakatnya serta dapat menjalankan rumah tangga pemerintahnya secara mandiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjadikan Kota Bandar Lampung sebagai kota yang mandiri adalah dengan mengelola keuangan daerah secara baik dan benar.

Dilihat dari perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Kota Bandar

Lampung tidak jauh berbeda dengan kabupaten-kabupaten lainnya yaitu proporsi terbesar untuk pemasukan Pendapatan Asli Daerah yaitu dari sektor pajak,

(12)

Grafik 1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar lampung Tahun 1993 – 2010 (dalam ribuan rupiah)

Sumber : BPS kota Bandar Lampung tahun 1993 – 2010 data diolah

Dari grafik diatas memperlihatkan pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD) kota Bandar Lampung selama kurun waktu 1993 – 2010 mengalami

fluktuasi.diketahui bahwa perekonomian Bandar Lampung mengalami gejolak yang cukup berarti setelah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997. Sebagai akibatnya, perekonomian di Bandar Lampung harus mengalami penurunan yang signifikan dalam pendapatan asli daerah dari 14.380.297 menjadi 12.748.166 di tahun 1998. Setelah tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 gejolak krisis ekonomi sudah mulai pulih sehingga PAD kota Bandar Lampung mengalami kenaikan yang positif signifikan yaitu menjadi 23.696.669 pada tahun 2001 sampai tahun 2005 menjadi 46.513.716.Pada tahun 2006 mengalami fluktuasi kembali sebesar 46.137.25 dan pada tahun 2007 sampai tahun 2010 mengalami kenaikan yang relatif stabil. Dan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar

(13)

86.692.399 hal ini terjadi tidak lepas dari upaya pemerintah daerah kota Bandar Lampung dalam menggali potensi penerimaan asli daerah lainnya

Tabel 1. Proporsi Penerimaan Asli Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 1993 – 2010 (dalam ribuan rupiah)

TAHUN PD RD BUMD PLL

1993 2.796.156 3.392.007 24.001 187.214 1994 3.684.249 3.547.947 61.544 297.500 1995 5.275.861 4.470.209 66.051 330.034 1996 6.261.951 6.166.617 92.740 318.212 1997 7.478.808 6.146.426 54.086 700.977 1998 7.537.996 4.552.829 43.200 614.141 1999 8.442.520 5.083.059 67.600 229.814 2000 8.230.739 4.772.979 170.400 190.727 2001 14.296.530 8.412.866 260.000 727.473 2002 19.689.071 9.814.868 643.804 1.441.541 2003 22.406.753 10.292.418 867.725 1.944.902 2004 22.304.069 10.498.677 1.871.142 2.015.688 2005 27.251.900 14.658.338 2.646.478 1.957.000 2006 26.975.594 11.088.122 2.196.130 5.877.414 2007 30.399.694 12.533.405 2.149.979 - 2008 42.841.375 14.414.768 2.509.144 7.869.232 2009 47.635.294 15. 849.094 3.087.055 4.460.819 2010 56.627.115 21.911.782 3.449.399 4.704.104 Rata-rata 20.007.538 8.926.901 1.125.582 1.992.164 Sumber : BPS kota Bandar Lampung tahun 1993 – 2010

Keterangan :

PD = pajak daerah RD = retribusi daerah, BUMD = bagian laba usaha milik daerah, PLL = pendapatan lain - lain yang sah.

(14)

daerah mengalami fluktuasi tiap periodenya dengan rata-rata 1.125.582. sedangkan untuk pendapatan lain-lain yang sah mengalami fluktuasi dan peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 4.704.103,83 dengan rata-rata

1.992.164.Adapun jumlah pengeluaran pemerintah di Kota bandar Lampung tahun 1993-2010 dapat dilihat pada grafik 2 berikut :

Grafik 2 Pengeluaran Pemerintah Kota bandar lampung Tahun 1993 – 2010 (dalam ribuan rupiah)

Sumber : BPS kota Bandar Lampung tahun 1993 – 2010 data diolah

Dari grafik diatas dapat kita lihat jumlah seluruh pengeluaran pemerintah daerah kota Bandar Lampung setiap tahunnya rata-rata mengalami kenaikan. Kenaikan pengeluaran dikarenakan besarnya anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur seperti : sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dll. Selain itu, pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi,

meningkatnya pendapatan perkapita dan taraf hidup masyarakat merupakan salah 0

100,000,000 200,000,000 300,000,000 400,000,000 500,000,000 600,000,000 700,000,000 800,000,000 900,000,000 1,000,000,000

1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

(15)

satu faktor yang menyebabkan pengeluaran pemerintah yang semakin tinggi. Dilain pihak sumber penerimaan yang terbatas harus diusahakan untuk menutupi kebutuhan tersebut. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah tersebut

(16)

Tabel 2 Presentase Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pengeluaran Pemerintah Di Kota Bandar Lampung Tahun 1993-1994 (dalam ribuan rupiah)

Tahun PAD P.Pemerintah Presentase

1993 6.399.428 25.167.319 25.43 % 1994 7.591.240 27.912.470 27.20 % 1995 10.142.155 33.086.861 30.65 % 1996 12.839.516 39.598.561 32.42 % 1997 14.380.297 45.829.060 31.38 % 1998 12.748.166 52.938.284 24.08 % 1999 13.822.933 71.043.555 19.46 % 2000 13.364.845 65.444.842 20.42 % 2001 23.696.669 178.501.413 13.28 % 2002 31.586.284 229.501.413 13.76 % 2003 35.511.798 260.029.856 13.66 % 2004 36.689.576 299.772.444 12.24 % 2005 46.513.716 316.486.106 14.70 % 2006 46.137.259 445.720.321 10.35 % 2007 45.083.078 713.563.811 6.32 % 2008 67.661.519 811.767.637 8.34 % 2009 70.432.263 803.095.631 8.77 % 2010 86.692.399 928.170.641 9.34 % rata-rata 32.294.063 297.090.568 17.88 % Sumber : BPS kota Bandar Lampung tahun 1993 – 2010 data diolah

(17)

retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah dan Pendapatan lain-lain untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya.

Grafik 3 PDRB Kota Bandar Lampung Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993-2010 (dalam jutaan rupiah )

Sumber : BPS kota Bandar Lampung tahun 1993 – 2010 data diolah

Dilihat dari grafik diatas dapat dilihat nilai PDRB kota Bandar Lampung 1993-2010 atas dasar harga konstan setiap tahunnya rata-rata mengalami kenaikan hanya pada tahun 1998 sampai tahun 1999 mengalami penurunan sebesar 1.641.380 yg diakibatkan krisis ekonomi moneter yg melanda.dan mengalami kenaikan terus menerus setiap tahunnya sampai pada tahun 2010 yaitu sebesar 6.540.321. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan restoran dan hotel, angkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan dan jasa-jasa selalu mengalami peningkatan. Jadi dengan meningkatnya PDRB maka akan menambah

(18)

penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai program-programpembangunan. Selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitasnya

Tabel 3 Presentase Pendapatan Asli Daerah Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Di Kota Bandar Lampung Tahun 1993-1994

(dalam ribuan rupiah)

Tahun PAD PDRB Presentase

1993 6.399.428 1.328.535.000 0.48 %

1994 7.591.240 1.444.271.000 0.53 % 1995 10.142.155 1.574.762.000 0.64 % 1996 12.839.516 1.720.658.000 0.75 % 1997 14.380.297 1.856.508.000 0.77 % 1998 12.748.166 1.584.900.000 0.80 % 1999 13.822.933 1.641.380.000 0.84 % 2000 13.364.845 3.615.027.000 0.37 % 2001 23.696.669 3.692.641.000 0.64 % 2002 31.586.284 3.853.114.000 0.82 % 2003 35.511.798 4.229.428.000 0.84 % 2004 36.689.576 4.554.824.000 0.81 % 2005 46.513.716 4.763.166.000 0.98 % 2006 46.137.259 5.079.046.000 0.91 % 2007 45.083.078 5.426.158.000 0.83 % 2008 67.661.519 5.802.308.000 1.17 % 2009 70.432.263 6.151.068.000 1.15 % 2010 86.692.399 6.540.321.000 1.33 %

Rata-rata 32.294.063 3.603.228.611 0.81 %

Sumber : BPS kota Bandar Lampung tahun 1993 – 2010 data diolah Dari tabel presentase Pendapatan Asli Daerah terhadap Produk Domestik

(19)

peningkatan kembali sebesar 0,64 % sampai pada tahun 2005 yaitu sebesar 0,98 % ,pada tahun 2006 mengalami penurunan kembali sampai tahun 2007 yaitu sebesar0,83 % , mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 1,17 % dan turun pada tahun 2009 yaitu sebesar 1,15 % dan peningkatan kembali pada tahun 2010 yaitu sebesar 1,33 % yang menjadi presentase terbesar dari setiap tahunnya.

Keberhasilan pembangunan perkonomian dari suatu wilayah dan kinerjanya dapat diamati melalui beberapa indikator makro. Indikator makro tersebut dapat

dianalisis melalui PDRB yang dapat didefinisikan sebagai penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah/daerah tersebut dalam periode tertentu. Jadi PDRB adalah nilai tambah yang pengukurannya berdasarkan adanya aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang diukur dengan besaran dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan juga sebagai indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah dalam suatu periode tertentu. Data PDRB juga dapat menggambarkan kemampuan daerah mengelola sumberdaya pembangunan yang dimilikinya, oleh karena itu besaran PDRB setiap daerah bervariasi sesuai dengan potensi yang dimiliki dan faktor produksi masing-masing daerah (Sukirno,1978)

Kota Bandar Lampung sebagai daerah otonom mempunyai tanggung jawab memberdayakan potensi daerah menurut prakarsa sendiri berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat dalam rangka menciptakan pemerintahan yang baik (good

(20)

diperlukan kerjasama yang terorganisir dalam semua elemen masyarakat. Salah satu cara untuk mencapai apa yang dicita-citakan itu adalah dengan melaksanakan pengelolaan keuangan daerah dengan baik dan benar, baik mengenai pendapatan maupun belanja daerah

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah selalu diikuti dengan jumlah Dana

Perimbangan yang selalu meningkat. Namun Peningkatan penerimaan PAD setiap tahun anggaran tersebut tidak berarti apabila masih ada dari sektor PAD yang belum dapat terealisasi dengan baik. yaitu sektor Retribusi Daerah yang masih sangat minim.

B.Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang terfokus pada masalah Pendapatan Asli Daerah(PAD), maka pertanyaan penelitian ini adalah:

1.1Bagaimana pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Asli Daerah di kota Bandar Lampung pada tahun 1993 - 2010 ?

1.2Bagaimana pengaruh PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah di kota Bandar Lampung pada tahun 1993 - 2010 ?

(21)

C.Tujuan penelitian

1.1Untuk mengetahui pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Asli Daerah di kota Bandar Lampung pada tahun 1993-2010.

1.2Untuk mengetahui pengaruh PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah di kota Bandar Lampung pada tahun 1993-2010.

2. Menganalisis pengaruh antara masing-masing variabel Pengeluaran Pemerintah dan PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandar Lampung pada tahun 1993-2010.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi aspek keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dansumber pemikiran guna menambahkhasanah pengetahuan di bidang ilmu pemerintahan daerah khususnya menyangkut kajiankebijakan keuangan daerah.

(22)

untuk peningkatan peranan PAD dalam rangkapelaksanaan otonomi daerah

3. Sebagai bahan untuk melakukan evaluasi variabel ekonomi makro Kota Bandar Lampung

E. kerangka pemikiran

Pengeluaran pemerintah yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, pembangunan infrastruktur dan sarana yang ada di daerah sehingga akan berdampak pada meningkatnya pendapatan asli daerah sekaligus peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Disamping itu

dengan tersedianya sarana prasarana yang memadai dari pemerintah daerah, maka masyarakat dapat melakukan aktifitas secara aman dan nyaman dimana akan berpengaruh salam melaksanakan otonomi daerah. Dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik para investor untuk membuka lapangan usaha disegala sektor PDRB, sehingga akan berdampak pada menigkatnya pendapatan asli daerah.

(23)

F. Hipotesis penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diduga pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandar Lampung Tahun 1993-2010

2. Diduga besarnya PDRB berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandar Lampung Tahun 1993-2010

3. Diduga antara masing-masing variabel Pengeluaran Pemerintah dan PDRB berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandar Lampung Tahun 1993-2010

Pengeluaran

pemerintah

Produk

domestik

regional bruto

PAD

- Pajak daerah

- Retribusi daerah

- Hasil pengelolaan

kekayaan daerah

yang dipisah

- Lain – lain PAD

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri

terutamaberkaitan dengan pemerintahan umum maupun pembangunan, yang sebelumnya diuruspemerintahan pusat. Untuk itu, selain diperlukan kemampuan keuangan, diperlukan juga adanya sumber daya manusia berkualitas, sumber daya alam, modal, dan teknologi (Rudini, 1995:48 dalam Silalahi, et al, 1995).

Tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan otonomi daerah. Sumber daya manusia yang dibutuhkan tersebutantara lain adalah (Silalahi, et al, 1995:12) :

1. Mempunyai wadah, perilaku, kualitas, tujuan dan kegiatan yang dilandasi dengankeahlian dan ketrampilan tertentu.

2. Kreatif dalam arti mempunyai jiwa inovatif, serta mampu mengantisipasi tantangan maupun perkembangan, termasuk di dalamnya mempunyai etos kerja yang tinggi.

3. Mampu sebagai penggerak swadaya masyarakat yang mempunyai rasa

solidaritasosial yang tinggi, peka terhadap dinamika masyarakat, mampu kerja sama, danmempunyai orientasi berpikir people centered orientation.

(25)

program operasionalpemerintah daerah sesuai dengan rambu-rambu pengertian program urusan yangditetapkan.

Dengan diberlakukannya UU.No.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU no.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan, yang diperbarui dengan UU no.32 tahun2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU.No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, maka pemerintah dalam

melaksanakan pembangunan didaerahnya mempunyai wewenang untuk menentukan arah pembangunan di daerahnya. Hal ini diharapkan dapat lebih meningkatkan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya dan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 lebih bernuansa desentralistik, yang mana daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom dan sekaligus wilayah administrasi, yang melaksanakan kewenangan adalah pemerintah pusat yang didelegasikan kepada gubenur (Bratakusumah, 2004: 2). Adapun pengertian otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi rakyat (Suparmoko, 2002: 18)

(26)

Salah satu argumen dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah pemerintah daerah harus memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Kapasitas keuangan pemerintah daerah akan menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya (Suwandi,2000)

Disisi lain kemampuan keuangan pemerintah daerah masih sangat tergantung pada penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, dalam rangka desentralisasi kepada setiap daerah dituntut untuk dapat membiayai diri melalui sumber-sumber keuangan yang dikuasainya. Peran pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat daerah (Halim,2001)

Dalam prinsip kebijakan perimbangan keuangan dalam UU No. 33 Tahun 2004 pasal 2 dijelaskan bahwa perimbangan keuangan antara pemerintah dan

(27)

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 perubahan dari UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 ayat (10) adalah pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

Sehingga pada pasal 1 ayat 1 UU No.28 tahun 2009, Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

A. Desentralisasi Fiskal

Tiga variasi desentralisasi fiskal dalam kaitannya dengan derajat kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan di daerah yaitu (Bird dan Vaillanccourt, 2000:4dalam Y Sri Susilo, 2002) :

(28)

2. Delegasi yang berhubungan dengan situasi, yaitu daerah bertindak sebagai perwakilan pemerintah untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah.

3. Devolusi atau pelimpahan yang berhubungan dengan suatu situasi yang bukan sajaimplementasi tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan,berada di daerah.

B. Sumber-sumber Pendapatan Daerah

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dijelaskan untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber kuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah serta antar propinsi dan kabupaten atau kota yang merupakan peasyarat sistem pemerintah daerah.

PAD merupakan suatu pendapatan yang digali murni dari masing-masing daerah, sebagai sumber kuangan daerah yang digunakan untuk membiayai pengadaan pembelian dan pemerliharaan sarana dan prasarana pembangunan daerah yang tercermin dalam anggaran pembangunan.

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 5 penerimaan daerah dalam

(29)

daerah, dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

C. Peranan Pemerintah

Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan manifestasi dari pemerintahan seluruh wilayah negara. Untuk itu segala aspek menyangkut konfigurasi kegiatan dan karakter yang berkembang, akan mewarnai penyelenggaraan pemerintahan secara nasional. Peranan dan kedudukan pemerintahan daerah sangat strategis, dan sangat menetukan secara nasional, sehingga paradigma baru pemerintahan yang berbasis daerah akan berimplikasi pada bergesernya tugas dan fungsi pemerintah pusat lebih banyak ke arah penyelenggaraan fungsi pengarah dan mendelegasikan sebagian besar kegiatan di daerah dengan memberi kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya kepada daerah, sehingga persepsi lama yang sering didengar menyangkut egoisme sektoral akan terhapus. Propinsi yang berkedudukan sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagai wilayah administrasi akan melaksanakan kewenangan pemerintah pusat yang didelegasikan kepada

(30)

selaku wakil pemerintah melakukan hubungan pembinaan dan pengawasan terhadap daerah Kabupaten dan Kota (I Kaloh, 2002:55).

D. Pendapatan asli daerah

Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari sumber-sumber

pendapatan asli daerah itu sendiri. Sutrisno (1984: 200) pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah.

1. Konsep Pajak Daerah

Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah restribusi daerah. Para ahli perpajakan memberikan pengertian atau definisi berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian mempunyai arti/tujuan yang sama. Beberapa definisi mengenai pajak sebagai berikut (Munawir, 1990: 2) :

(31)

untuk membiayai public investment.

b) Menurut Soemaamidjaja, pajak ialah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

c) Menurut Djajadiningrat, pajak ialah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara

kesejahteraan umum.

Didalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 ayat (6) adalah pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

(32)

Salah satu kelemahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan PAD adalah

kelemahan dalam hal pengukuran penilaian atas pungutan daerah. Oleh karena itu, untuk mendukung upaya peningkatan PAD perlu diadakan pengukuran/penilaian sumber-sumber PAD agar dapat di pungut secara berkesinambungan. Beberapa indikator yang biasa digunakan untuk menilai pajak (Devas, 1989) adalah :

a) Hasil (Yield)

Memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan besarnya hasil itu, dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk, dsb, juga perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut.

b) Keadilan (Equity)

Dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan tidak sewenang-wenang. Pajak harus adil secara horisontal, yang berarti beban pajak haruslah sama antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama. Pajak harus adil secara vertikal, yang berarti beban pajak harus lebih banyak di tanggung oleh kelompok yang memiliki sumber daya yang lebih besar, dan pajak haruslah adil dari suatu daerah ke daerah lain kecuali memang suatu daerah mampu memberikan fasilitas pelayanan sosial yang lebih tinggi.

c) Daya guna ekonomi (economic efficiency)

(33)

d) Kemampuan melaksanakan (ability to implement)

Suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, dari sudut kemauan politik dan kemauan administratif.

e) Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as a local revenue source)

Ini berarti, haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan, dan tempat pemungutan pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir objek pajak. Pajak tidak mudah dihindari dengan cara memindahkan objek pajak dari suatu daerah ke daerah lain. Pajak daerah hendaknya tidak mempertajam

perbedaan-perbedaan antar daerah dari segi potensi ekonomi masing-masing, dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih

besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah.

Dalam UU. No.28 tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang pajak dan retribusi daerah menetapkan bahwa :

1. Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(34)

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;

6. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau Bupati bagi Daerah kabupaten atau walikota bagi Daerah Kota.

7. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan Daerah dan/atau retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

8. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dan/atau daerah kabupaten/kota dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

(35)

10.Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

11.Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

12.Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

13.Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

(36)

perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

15.Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor.

16.Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor.

17.Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

18.Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat.

19.Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.

20.Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

21.Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

22.Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. 23.Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan

dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

(37)

25.Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran

26.Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.

27.Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.

28.Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

29.Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

30.Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.

31.Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

(38)

33.Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

34.Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah permukaan tanah.

35.Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

36.Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.

37.Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

38.Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.

39.Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaam dan/atau laut.

(39)

41.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

42.Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.

43.Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.

44.Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak. 45.Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai degan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

46.Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.

47.Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

(40)

49.Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya. 50.Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD,

adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

51.Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

52.Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain kekas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

53.Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.

(41)

55.Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah yang masih harus dibayar. 56.Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya

disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

57.Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

58.Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

59.Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

(42)

Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.

61.Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

62.Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 63.Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur

untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

64.Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

(43)

66.Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

67.Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

68.Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

69.Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

70.Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

(44)

72.Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

73.Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

74.Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

75.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.

76.Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

(45)

a. Pajak propinsi terdiri dari:

1) Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau

penguasaan kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, serta pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan permukaan.

2) Pajak bea balik nama kendaraan bermotor adalah pajak atas kepemilikankendaraan bermotor.

3) Pajak bahan bahan bakar kendaraan bermotor adalah pajak atas bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan kendaraan di air.

4) Pajak air permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

5) Pajak rokok adalah pajak atas cukai yang diterapkan oleh pemerintahan terhadap rokok.

b. Pajak kabupaten/kota terdiri dari :

1) Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya diberikan kemudahan dan kenyamanan termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.

2) Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran.

(46)

5) Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.

6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

7) Pajak mineral bukan bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan.

8) Pajak parkir adalah pajak atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelnggara tempat parkir.

9) Pajak air tanah adalah pajak atas nilai perolehan air tanah.

10) Pajak sarang burung walet adalah pajak atas pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

11) Pajak bumi dan bangunan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan kecuali kawasan yang digunakan kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

12) Pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Relatif rendahnya

(47)

2. Konsep Retribusi Daerah

Retribusi Daerah merupakan penerimaan yang dominan bagi suatu daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Selain itu Sutrisno Prawirohardjo (1984:202) mengemukakan bahwa retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah baik langsung

maupun tidak langsung. Selanjutnya R. Sodargo (1980 : 62) juga berpendapat bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah.

Dari beberapa definisi tentang retribusi di atas maka dapat dikemukakan beberapa ciri yang melekat pada pengertian retribusi yaitu: Pertama; Retribusi dipungut oleh negara dalam hal ini bahwa semua pendapatan daerah pungutan pendapatan daerah dari publik, Kedua; Dalam pemungutannya terdapat paksaan secara ekonomis.dan Ketiga ; Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan jasa-jasa yang disiapkan negara.

(48)

sebagai salah satu pendapatan daerah.dan Kedua; Dalam pungutannya retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk. dan Ketiga; Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau mengenyam jasa yang disediakan daerah.Dalam konteks retribusi kita dapat melihat bahwa nampak tidak adanya pekerjaan untuk menjadi wajib bayar, karena setiap individu yang tergolong wajib bayar adalah atas kehendak sendiri tanpa paksaan memperoleh atau menikmati secara langsung pelayanan tersebut.

Jenis-jenis retribusi daerah menurut UU No. 28 tahun 2009 adalah: a) Retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan

pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh barang pribadi atau badan. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah :

1) Retribusi pelayanan kesehatan

2) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

3) Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan Akte catatan sipil 4) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat 5) Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum

6) Retribusi pelayanan pasar

7) Retribusi pengujian kendaraan bermotor

8) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 9) Retribusi biaya cetak peta

10) Retribusi pengujian kapal perikanan

11) Retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus 12) Restribusi limbah cair

(49)

14) Restribusi pelayanan pendidikan

15) Restribusi pengendalian menara telekomunikasi

b) Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi pelayanan dengan menggunakan atau memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal, dan/atau pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta. Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah :

1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah 2) Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan 3) Retribusi tempat pelanggan

4) Retribusi terminal

5) Retribusi tempat parkir khusus

6) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa 7) Retribusi penyedotan kakus

8) Retribusi rumah potong hewan 9) Retribusi pelayanan pelabuhan kapal 10) Retribusi tempat rekreasi dan olahraga 11) Retribusi pengolahan limbah cair 12) Retribusi penyeberangan di air

13) Retribusi penjualan produksi usaha daerah

(50)

pengawasan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis retribusi perijinan tertentu adalah :

1) Retribusi ijin mendirikan bangunan

2) Retribusi ijin tempat penjualan minuman beralkohol 3) Retribusi ijin gangguan

4) Retribusi ijin trayek

5) Restribusi ijin usaha perikanan

3. Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

Untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan rumah tangga daerah yang relatif cukup besar, maka kepada daerah juga diberikan sumber-sumber pendapatan berupa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sesuai dengan UU No.32 Tahun 2004. Pengelolaan kekayaan daerah tersebut berasal dari perusahaan daerah yang didirikan berdasarkan Undang-Undang yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Perusahaan daerah dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu :Pertama; Perusahaan asli daerah yaitu perusahaan daerah yang didirikan oleh daerah itu sendiri. Dan Kedua; Perusahaan daerah yang berasal dari pemerintah

(51)

pembangunan daerah dengan memberikan jasa kepada masyarakat dan memberikan dukungan bagi ekonomi daerah.

Menurut Tjahya Supriatna (1993 : 194) bahwa hasil perusahaan daerah terdiri atas Pertama; Bagi perusahaan daerah dengan modal seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan (tanpa modal dari luar), hasil usaha daerah berupa dana pembangunan daerah bagian untuk anggaran belanja yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. dan Kedua; Bagi perusahaan daerah dengan modal sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan (dengan tambahan modal dari luar), hasil perusahaan daerah berupa dana pembangunan dan bagian untuk anggaran daerah yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

(52)

dengan “Lain-lain PAD yang sah” antara lain penerimaan daerah diluar pajak dan retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan asset daerah.

Sumber PAD yang sah adalah dinas-dinas daerah serta pendapatan-pendapatan lainnya yang diperoleh secara sah oleh pemerintah daerah. Penerimaan lain-lain sebagai sumber PAD dalam APBD mencakup berbagai jenis penerimaan dari hasil penjualan alat-alat dan bahan sisa, penerimaan dari sewa, bunga pinjaman bank dan giro, dan penerimaan denda yang dipikul kontraktor.

Menurut Kaho, sekalipun dinas-dinas daerah fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan terhadap masyarakat tanpa perlu memperhitungkan untung-rugi, tapi dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan dan bertindak sebagai organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan jasa dengan imbalan sebagai sumber pendapatan daerah (Kaho,1991:170).

Dibalik tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat dalam pelaksanaan otonomidaerah, Widayat (1994:31) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnyapenerimaan PAD antara lain adalah :

1. Banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar, tetapi digali oleh instansi yanglebih tinggi, misalnya pajak kendaraan bermotor (PKB), dan pajak bumi dan bangunan(PBB);

2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan keuntungan kepadaPemerintah Daerah;

3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan pungutan lainnya;

(53)

5. Biaya pungut yang masih tinggi;

6. Banyak Peraturan Daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan; 7. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah

E. Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan PAD

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila

pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan. biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersenut. Dalam teori makro mengenai perkembangan pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat

digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu (Guritno, 1994;169):

1. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Model inl dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah

terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meingkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut,Rostow mengatakan bahwa

(54)

pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas social seperti halnya, program

kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya.

2 .Hukum Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintahpun akan meningkat. Wagner menerangkan mengapa peran pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Wagner

mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemrintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut:

Pk PP1 < Pk PP2< Pk PPn PPK1 PPK2 PPKn

PPP : pengeluaran pemerintah perkapita

PPK: pendapatan perkapita, yaitu GDP/jumlah penduduk 1,2,...n : jangka waktu (tahun)

(55)

Pengeluaran Pemerintah

Kurva

perkembangan pengeluaran pemerintah

[image:55.595.146.494.105.320.2]

Waktu (tahun) Grafik 4 pertumbuhan pengeluaran pemerintah menurut wagner

3.Teori Peacock dan Wiseman

Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah

senantiasaberusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut.

(56)

pengeluaran Wagner, solow musgrave pemerintah

Peacock & wisemen

[image:56.595.113.498.107.306.2]

Waktu(tahun)

Grafik 5 perkembangan pengeluaran pemerintah Peacock dan Wisemen

Peacock dan Wiseman melihat pajak membatasi pengeluaran pemerintah. Ketika ekonomi dan pendapatan bertambah, penghasilan dari pajak akan meningkat, sehingga pengeluaran publik bertambah sesuai GNP. Pada waktu normal, trend pengeluaran publik dan tingkat pajak yang diinginkan masyarakat. Dalam periode kekacauan sosial, trend pengeluaran publik tergantung. Dalam periode ini,

terjadinya perang dan bencana sosial yang akan meningkatkan pengeluaran publik. Untuk menandai peningkatan pengeluaran publik, pemerintah terpaksa menaikkan pajak. Kenaikan pajak ini diterima oleh masyarakat pada saat krisis.

Menurut Peacock dan Wiseman, ini adalah “efek pemindahan”, pengeluaran

(57)

asal. Perang tidak dibiayai oleh pajak. Negara memimpin uang dan membayar hutang setelah perang berakhir.

Dalam pelaksanaan pembangunan daerah merupakan program yang memerlukan keterlibatan segenap unsur satu lapisan masyarakat. Peran pemerintah dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung, termasuk anggaran belanja dalam rangka terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan. Pengeluaran tersebut sebagian digunakan untuk administrasi pembangunan dan sebagian lain untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi (Sadono Sukirno 1994:151). Dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, maka aliran penerimaan pemerintahmelalui PAD juga meningkat.

F. Hubungan PDRB denganPAD

(58)

1. Cara Produksi

Nilai seluruh produksi diperoleh dari menjumlahkan nilai-nilai hasil produksi yang dihasilkan oleh berbagal industri yang ada dalam perekonomian. Hasil perhitungannya disebut PDRB. Unit-unit produksi tersebut sebelum tahun 1993 dikelompokkan dalam 11 lapangan usaha, sesudah tahun 1993 dikelompikkan menjadi 9 lapangan usaha, yaitu: pertanian; pertambangan dan galian; industri pengolahan; listrik gas dan air bersih; bangunan/konstruksi; perdagangan; rumah makan dan jasa akomodasi; angkutan dan komunikasi; lembaga keuangan; sewa bangunan dan jasa perusahaan; jasa-jasa.

2. Cara pengeluaran

Nilai seluruh produksi diperoleh dari penjumlahan pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan rumah-rumah tangga dan perusahaan-perusahaan, pemerintah dan luar negeri atas produk barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu daerah, seperti: a. Pengeluaran konsumen rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari hutang.

b. Konsumen pemerintah.

c. Pembentukan modal tertentu domestik bruto d. Perubahan stok

e. Ekspor neto

3. Cara pendapatan

(59)

pendapatan dari sumber alam, tenaga kerja, modal yang ditawarkan dan keahlian kepemimpinan.

Hubungan antara PAD dengan PDRB merupakan hubungan secara fungsional, karena PDRB merupakan fungsidari PAD. Dengan meningkatnya PDRB maka akan menambah penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai program-program pembangunan. Selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitasnya.

1. Konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut (Gatot Dwi Adiatmojo,2003) dalam “Pembangunan Berkelanjutan dengan Optimasi Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Membangun Perekonomian dengan Basis Pertanian di Kabupaten Musi Banyuasin”

menjelaskan pengertian PDRB adalah suatu indikator untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral, sehingga dapat dilihat penyebab pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut.

(60)

ketiga;Regional, artinya perhitungan nilai produksi yang dihasilkan hanya oleh penduduk tanpa memperhatikan apakah faktor produksi yang digunakan berada dalam wilayah domestik atau bukan, dan Keempat; Bruto, maksudnya adalah perhitungan nilai produksi kotor karena masih mengandung biaya penyusutan.

Berdasarkan empat pengertian istilah di atas, maka arti PDRB adalah sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara tersebut dalam satu tahun. PDRB dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu Pendapatan Domestik Regional Bruto dan Pengeluaran Domestik Regional Bruto. Dalam teori ekonomi dinyatakan bahwa jumlah nilai produksi merupakan jumlah pendapatan yang sekaligus juga jumlah pengeluaran. Pertama;PDRB dari sisi pendapatan artinya jumlah pendapatan ini merupakan komponen-komponen nilai tambah yaitu; upah/gaji, sewa tanah, dan keuntungan usaha, dan Kedua; PDRB dari sisi pengeluaran merupakan jumlah seluruh pengeluaran baik oleh rumah tangga, pemerintah maupun lembaga (non profit) termasuk pengeluaran yang merupakan pembentukan.

(61)

2. Landasan Teori PDRB

Berkaitan dengan pajak daerah yang memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi, Musgrave (1991) menyatakan bahwa ada tiga dasar basis pemungutan pajak pusat dan daerah. Dasar basis pemungutan pajak tersebut meliputi pajak daerah maupun pajak pusat yang berbasis pendapatan dan perusahaan (income and corporate), konsumsi (comsumption), dan kekayaan (wealth). Berdasarkan pendapat Fisher tersebut, maka pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame serta pajak penerangan jalan dikategorikan pajak daerah yang berbasis konsumsi. Senada dengan pendapat tersebut Devas dkk.(1989) mengemukakan bahwa pajak penerangan jalan adalah konsumsi listrik masyarakat.

(62)

berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi apabila penerimaan negara digunakan untuk membiayai pendidikan, transportasi publik dan keamanan publik.

G. Teori Konsumsi Keynes

Menurut John Maynard Keynes, jumlah konsumsi saat ini (current disposable income) berhubungan langsung dengan pendapatannya. Hubungan antara kedua variabel tersebut dapat dijelaskan melalui fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi menggambarkan tingkat konsumsi pada berbagai tingkat pendapatan.

C = a +bY => FUNGSI KONSUMSI

Keterangan : C = konsumsi seluruh rumah tangga (agregat)

a = konsumsi otonom, yaitu besarnya konsumsi ketika pendapatan nol (merupakan konstanta)

b = marginal propensity to consume (MPC) Y = pendapatan disposable

Dalam hal ini, pendapatan (Y) yang dimaksud oleh Keynes adalah : Pendapatan riil/nyata (yang menggunakan tingkat harga konstan), bukan

(63)

b adalah marginal propensity to consume (MPC) atau kecenderungan mengonsumsi marginal, yaitu berapa konsumsi bertambah bila pendapatan bertambah. Dan secara matematis dapat dirumus :

MPC = perubahan C dibagi dengan perubahan Y atau MPC = C/Y

Dalam kurva konsumsi, MPC menunjukkan kemiringan/kecondongan (slope) kurva konsumsi. Marginal propensity to save (MPS) adalah berapa tabungan bertambah karena bertambahnya pendapatan.

MPC = perubahan S dibagi dengan perubahan Y atau MPC = S/Y Dimana : S = tabungan dan Y = pendapatan.

Dalam kurva tabungan, MPS menunjukkan kemiringan/kecondongan (slope) kurva tabungan.

MPC + MPS = 1. berarti MPS = 1 - MPC

Tidak semua pendapatan digunakan untuk konsumsi, melainkan sebagian ditabung (S).

Y = C + S C = a + bY Y = a + bY + S S = -a + Y - bY S = -a + (1-b)Y

Karena : 1-b = MPS, maka S = -a + MPS(Y) atau

(64)

dimana : s = MPS = 1-MPC = 1-b

1. Faktor - Faktor Penentu Tingkat Konsumsi

a). Pendapatan rumah tangga (Household income), semakin besar pendapatan, semakin besar pula pengeluaran untuk konsumsi.

b). Kekayaan rumah tangga (Household wealth), semakin besar kekayaan, tingkat konsumsi juga akan menjadi semakin tinggi. Kekayaan misalnya berupa saham, deposito berjangka, dan kendaraan bermotor.

c). Prakiran masa depan (Household expectations), bila masyarakat

memperkirakan harga barang-barang akan mengalami kenaikan, maka mereka akan lebih banyak membeli/belanja barang-barang.

d). Tingkat bunga (Interest rate), bila tingkat bunga tabungan tinggi/naik, maka masyarakat merasa lebih untung jika uangnya ditabung daripada dibelanjakan. berarti antara tingkat bunga dengan tingkat konsumsi memepunyai korelasi negatif.

e). Pajak (Taxation), pengenaan pajak akan menurunkan pendapatan disposable yang diterima masyarakat, akibatnya akan menurunkan konsumsinya.

Jumlah dan Konsunsi penduduk, jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi. Sedangkan komposisi penduduk yang didominasi penduduk usia produktif/usia kerja (15-64 tahun) akan memperbesar tingkat konsumsi.

(65)

lebih modern. Contohnya adalah berubahnya kebiasaan oranng Indonesia berbelanja dari pasar tradisional ke pasar swalayan (super market).

H. Penelitian-penelitian terdahulu

Abdullah & Haliim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah berupa pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis.

1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendaptan Asli Daerah (PAD) di Makasar tahun 1999-2009

Berdasarkan pembahasan bab terdahulu dan setelah melakukan uji empirik mengenai hubungan antara variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)di Kota Makassar selama periode pengamatan mulai tahun 1999 sampai tahun 2009 yang dikutip oleh Indra Rindu Datuk, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkembangan Realisasi pendapatan asli daerah makassar yang terus mengalami peningkatan karna sebagian besar realisasi penerimaan pajak daerah mencapai target yang telah ditetapkan. dan sistem pengelolaan komponen PAD sudah berjalan secara optimal

(66)

berpengaruh positif dan signifikan sebesar 0.351% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar. Sedangkan PDRB berpengaruh positif dan signifikan sebesar 1.077% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Makassar

3. Melihat pembangunan ekonomi kota Makassar telah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan karna diimbangi dengan belanja Pemerintah daerah dalam meningkatkan infrastruktur dan prasarana , ditiap tahun pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan dalam membangun sarana dan prasarana seperti pembangunan jalan tol, mall, sarana hiburan dan lain-lain sehingga mendorong penunjang pendapatan Asli Daerah

2. Analisis tingkat kemandirian Fiskal Kota bandar Lampung Tahun 2008 – 2010

Delfiana Sinaga (2012) Tingkat kemandirian fiskal Kota Bandar Lampung sejak tahun 2008-2010 sangat rendah (bersifat instruktif) disebabkan oleh Peranan Pemerintah Pusat lebih dominan daripada kemandirian Pemerintah Daerah. Kota Bandar Lampung diketahui belum mampu sepenuhnya dalam melaksanakan otonomi daerah secara finansial, walaupun Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar Lampung tersebut selalu meningkat sejak tahun 2008-2010, namun peningkatan Pendapatan Asli Daerah tersebut tidak diimbangi dengan menurunnya bantuan dari Pemerintah Pusat (Dana Perimbangan). Biaya yang dikeluarkan untuk

(67)

menanggulangi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD tersebut, dibutuhkan dana/bantuan dari Pemerintah Pusat.

3. Analisis Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah Sebelum dan Sesudah Kebijakan Otonomi Daerah

Yanuar Frediyanto (2010) mengemukakan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, ada perbedaan penerimaan daerah yang signifikan antara sebelum dengan sesudah otonomi daerah, kecuali rasio PAD. Hasil tersebut menunjukkan bahwa setelah otonomi daerah, pemerintah daerah berusaha untuk meningkatkan penerimaan PAD melalui peningkatan penerimaan pajak dan retribusi. Meski demikian, peningkatan penerimaan PAD tidak secara otomatis meningkatkan kontribusi PAD dalam APBD. Secara umum ada perbedaan

(68)

III. METODE PENELITIAN

A. Daerah Penelitian dan definisi operasional variabel

Penelitian ini dilaksanakandi di Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung. Pemilihan Kota Bandar Lampung sebagai daerah penelitian dikarenakan untuk memudahkan pengumpulan data selain itu Banda

Gambar

Grafik 1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar lampung                  Tahun 1993 – 2010 (dalam ribuan rupiah)
Tabel 1. Proporsi Penerimaan Asli Daerah Kota Bandar Lampung             Tahun 1993 – 2010 (dalam ribuan rupiah)
Grafik 2 Pengeluaran Pemerintah Kota bandar lampung                 Tahun 1993 – 2010 (dalam ribuan rupiah)
Tabel 2  Presentase Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pengeluaran       Pemerintah Di Kota Bandar Lampung Tahun 1993-1994                 (dalam ribuan rupiah)
+5

Referensi

Dokumen terkait

57 Total regulatory adjustments to Tier 2 capital Jumlah faktor pengurang ( regulatory adjustment ) Modal Pelengkap -. 58 Tier 2 capital (T2) Jumlah Modal Pelengkap (T2) setelah

Stomatitis yang diduga sebagai denture stomatitis, yaitu stomatitis yang terdapat pada jaringan mukosa di bawah basis gigi tiruan yang digunakan responden yang

Grafik 4.1 Hasil pengamatan aktivitas guru dalam meningkatkan kreatifitas anak melalui kegiatan menggambar pada

Komponen ini memiliki peranan penting karena komponen ini salah satu pendukung agar unit excavator bisa beroprasi berjalan atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain,

Penobatan pegawai atau tim yang berprestasi didapat dari analisis prestasi kerja dan informasi tentang produktivitas individu atau kelompok yang telah dilakukan dengan baik,

Dengan demikian, mikrooganisme tanah bermanfaat yaitu bakteri pelarut fosfat dan bakteri penambat nitrogen non-simbiotik yang ditemukan pada rizosfer tanaman umbi di bawah

Faktor fisik bisa berupa: terlalu banyak mengonsumsi alkohol, karena alkohol dikenal meningkatkan nafsu tetapi menurunkan kemampuan untuk berhubungan badan, penyakit diabetes

Metode BCM (bermain, cerita dan menyanyi) dalam pembelajaran menghafalkan doa harian anak di RA Muslimat NU Miftahul Huda Karangmalang Gebog Kudus juga dapat