• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE EFFECT OF HYDRATION-DEHYDRATION AND NPK FERTILIZER SUPPLEMENTARY ON VIABILITY OF SEED SOYBEAN (Glycine max [L.] Merr.) ANJASMORO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "THE EFFECT OF HYDRATION-DEHYDRATION AND NPK FERTILIZER SUPPLEMENTARY ON VIABILITY OF SEED SOYBEAN (Glycine max [L.] Merr.) ANJASMORO"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

THE EFFECT OF HYDRATION-DEHYDRATION AND NPK FERTILIZER SUPPLEMENTARY ON VIABILITY OF SEED SOYBEAN (Glycine max [L.] Merr.)

ANJASMORO By

Teddy Adhitia(1), Yayuk Nurmiaty (2), Niar Nurmauli (2) ABSTRACT

Hydration dehydration is one of the seed treatments to improve seed viability which has suffered setbacks. Supplementary fertilization during flowering is one of the agronomic efforts in seed production for viability (germination and early vigor high).

This research aims to determine: 1) Determine the effect invigorasi by means of hydration-dehydration on seed sources that have been saved 8 months in influencing the viability of soybean seed varieties Ajasmoro. 2) Determine the effect of increasing doses of NPK fertilizer Supplementary during flowering are given on the plants from seed sources in invigorize by means of hydration-dehydration on seed viability of soybean varieties produce Anjasmoro. 3) To Know the plantsthat seed source response to hydration-dehydration in invigorize to increasing doses of NPK Supplementary at the time of flowering in soybean varieties anjasmoro produce seed viability. This research was conducted in the Laboratory of Plant Breeding and Seed Technology Faculty of Agriculture, Lampung University in August to October 2009. The design of treatment trials in the field follow the pattern of the factorial (3 X 3); each treatment combination was replicated 3 times. The first factor is how the hydration-dehydration of control (H0), sticking (H1), and immersion (H2). The second factor is a supplementary dose of NPK fertilizer at the time of flowering of dosages of 0 kg / ha (P0), 75 kg / ha (P1), 100kg/ha (P2). The similarities range between treatments were tested with Bartlett test and subsequent tests used Tukey test model. Results obtained data were analyzed by F test planned and continued separation of the median value of the ratio of orthogonal level 0.05 and 0.01. The results showed that (1) hydration-dehydration treatment did not affect seed viability based on the simultaneity variable germinate and seedling dry weight of normal, (2) Provision of supplementary doses of NPK fertilizer did not affect seed viability response on simultaneity variable germinate and seedling dry weight of normal, (3 ) Without supplementary fertilizer, hydration-dehydration (sticking) is better in producing germination, germination speed, and length of germination than soaking while supplementary NPK fertilizer when given at doses 75-100 kg / ha in the way of hydration-dehydration (immersion) is better in producing germination, speed of germination, and seedling length than is moistened.

(2)

PENGARUH HIDRASI-DEHIDRASI DAN PUPUK NPK SUSULAN PADA VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.)

VARIETAS ANJASMORO Oleh

Teddy Adhitia(1), Yayuk Nurmiaty (2), Niar Nurmauli (2) ABSTRAK

Hidrasi dehidrasi adalah salah satu perlakuan benih untuk memperbaiki viabilitas benih yang telah mengalami kemunduran. Pemupukan susulan pada saat berbunga merupakan salah satu upaya agronomik dalam produksi benih untuk mendapatkan viabilitas (daya berkecambah dan vigor awal yang tinggi).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Mengetahui pengaruh invigorasi dengancara hidrasi-dehidrasi pada benih sumber yang telah disimpan 8 bulan dalam mempengaruhi viabilitas benih kedelai varietas Ajasmoro yang dihasilkan. 2) Mengetahui pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK susulan saat berbunga yang diberikan pada tanaman dari benih sumber yang diinvigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro. 3) Mengetahui respons tanaman yang benih sumbernya diinvigorasi dengan hidrasi-dehidrasi terhadap peningkatan dosis NPK susulan pada saat berbunga dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2009. Rancangan perlakuan mengikuti percobaan di lapang yaitu pola faktorial (3 X 3); setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Faktor pertama adalah cara hidrasi-dehidrasi yaitu kontrol (H0), pelembaban (H1), dan perendaman (H2). Faktor kedua adalah dosis pemupukan NPK susulan pada saat berbunga yaitu dosis pupuk 0 kg/ha (P0), 75 kg/ha (P1), 100kg/ha (P2). Kesamaan ragam antarperlakuan diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan model diuji dengan uji Tukey. Hasil data yang didapat akan dianalisis dengan uji F terencana dan dilanjutkan pemisahan nilai tengah dengan perbandingan ortogonal pada taraf 0,05 dan 0,01.

Hasil penelitan menunjukkan bahwa (1) Perlakuan hidrasi-dehidrasi tidak mempengaruhi viabilitas benih berdasarkan variabel keserempakan berkecambah dan bobot kering kecambah normal; (2) Pemberian dosis pupuk NPK susulan tidak mempengaruhi tanggapan viabilitas benih pada variabel keserempakan berkecambah dan bobot kering kecambah normal; (3) Tanpa pupuk susulan, hidrasi-dehidrasi (pelembaban) lebih baik dalam menghasilkan daya berkecambah, kecepatan berkecambah, dan panjang berkecambah daripada perendaman sedangkan bila diberi pupuk NPK susulan pada dosis 75-100 kg/ha cara hidrasi-dehidrasi pada (perendaman) lebih baik dalam menghasilkan daya berkecambah, kecepatan berkecambah, dan panjang kecambah daripada yang dilembabkan.

(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan hidrasi tidak berpengaruh pada semua

variabel pengamatan.

2. Pemberian dosis pupuk NPK susulan tidak mempengaruhi tanggapan pada semua variabel pengamatan,

3. Terjadi interaksi antara perlakuan hidrasi-dehidrasi dengan pemberian dosis pupuk NPK susulan pada variabel daya berkecambah, kecepatan berkecambah, dan panjang kecambah normal, walaupun pemberian dosis pupuk tidak meningkatkan viabilitas benih.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebagai berikut: Sebaiknya pengujian disarankan penambahan variabel pengamatan untuk lebih dapat

mendeteksi penyebab terjadinya deteriorasi seperti DHL guna mengetahui tingkat

(4)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merr.) memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi sebagai sumber protein pada berbagai bahan makanan yang berbahan baku kedelai, seperti tempe, tahu, kecap, tauco, dan toge. Untuk bahan industri, dari biji kedelai dapat dibuat menjadi tepung kedelai maupun diambil minyaknya. Tepung kedelai dapat langsung digunakan untuk bahan makanan seperti: susu, vetsin, dan kue-kue. Minyak kedelai diolah untuk dijadikan margarin dan minyak goreng. Peranan kedelai dalam industri bukan makanan antara lain diolah

menjadi kertas, tinta cetak, bahan plastik, dan kosmetik (Suprapto,1999).

Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 dengan luas areal tanam 600 ribu hektar naik 31% dari tahun 2008. Namun demikian kenaikan itu belum

separuhnya memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga saat ini Indonesia masih mengimpor sekitar 1 juta ton kedelai dari Amerika maupun Brazil

(Murkan, 2008).

(5)

dengan luas tanam sekitar 1.050.000 hektar, luas panen 997.500 hektar dan produktivitas rata-rata 15,04 ku/ha.

Rendahnya produksi kedelai nasional beberapa tahun terakhir ini antara lain disebabkan oleh belum optimalnya budidaya kedelai sehingga produksi di tingkat petani hanya mencapai sekitar 1,3 ton/ha, sedangkan potensi produksi dari

varietas unggul yang dimiliki Indonesia saat ini dapat mencapai 2,0—2,5 ton/ha (Murkan, 2008).

Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah kemunduran benih yang cepat selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang memadai dan tepat pada waktunya sering menjadi kendala karena daya simpan yang rendah. Sementara itu, pengadaan benih bermutu tinggi merupakan unsur penting dalam upaya peningkatan produksi tanaman. Pengadaan benih sering dilakukan beberapa waktu sebelum musim tanam sehingga benih harus disimpan dengan baik agar mempunyai daya tumbuh yang tinggi saat ditanam kembali. Kemunduran benih kedelai selama penyimpanan lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan benih tanaman lain dengan kehilangan vigor benih yang cepat yang ditunjukkan penurunan perkecambahan benih. Benih yang

mempunyai vigor rendah menyebabkan pemunculan bibit di lapangan rendah, terutama dalam kondisi tanah yang kurang ideal. Penurunan vigor benih dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan (Egli dan Tekrony, 1996 dalam

(6)

Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Copeland dan Donald, 2001).

Salah satu cara untuk memperbaiki kondisi benih yang telah mundur (deteorated) adalah dengan metode invigorasi yang dapat memperbaiki kondisi benih yang telah menurun viabilitasnya. Invigorasi yaitu perlakuan fisik, fisiologis, dan biokimia untuk mengoptimalkan viabilitas benih sehingga benih mampu tumbuh cepat dan serempak pada kondisi yang seragam (Basu dan Rudrapal, 1982). Invigorasi didefinisikan sebagai suatu perlakuan pendahuluan pada benih melalui pengontrolan imbibisi air oleh potensial air yang rendah dari media imbibisi. Selama invigorasi terjadi perbaikan fisiologi dan biokimia yang berhubungan dengan peningkatan kecepatan tumbuh, peningkatan keserempakan

perkecambahan, dan peningkatan potensial perkecambahan (Khan, 1992). Prinsip dasar perlakuan invigorasi adalah mempertahankan benih dalam keadaan hidrasi sebagian selama periode tertentu sehingga perkecambahan seluruhnya tertunda. Selama proses invigorasi proses imbibisi air diatur oleh potensial osmotik larutan, sehingga mencegah munculnya radikula. Invigorasi diharapkan dapat

memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan kecambah saat tanam.

(7)

dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal. Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan

conditioning. Menurut Khan (1992) presoaking adalah perendaman benih dalam

sejumlah air pada suhu rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu fisiologi dan biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan, perbaikan serta peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media imbibisi potensial air yang rendah (larutan atau media padatan lembab) dengan mengatur hidrasi dan penghentian perkecambahan.

Kemunduran benih (deteriorated) dapat dicirikan sebgai berikut:

1. Gejala Fisiologis: perubahan warna benih, mundurnnya perkecambahan, mundurnya toleransi terhadap penyimpanan, sangat peka terhadap radiasi, mundurnya pertumbuhan kecambah, mundurnya daya kevigoran (kekuatan tumbuh), meningkatnya jumlah kecambah abnormal

2. Gejala Biokhemis: perubahan dalam respirasi, perubahan enzim, perubahan pada membrane sel/ dinding sel, perubahan laju sintesis, perubahan persediaan makanan, kerusakan kromosom.

(8)

invigorasi menggunakan cara hidrasi-dehidrasi yang diterapkan pada benih sumber yang telah mengalami penyimpanan selama 8 bulan pada viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat meningkatkan viabilitas benih. Hasil penelitian Nuryanti (1996) memperlihatkan perlakuan hidrasi-dehidrasi pada benih padi menghasilkan peningkatan daya berkecambah sebesar 5% dan kecepatan berkecambah sebesar 7,789% per hari pada status daya berkecambah 90,7%, 81,3%, dan 50,7%. Selain itu juga menurut penelitian Erawan (1996) bahwa pada benih jagung dengan tingkat viabilitas tinggi (DB = 98,7%) dan rendah (DB = 36,0%), perlakuan hidrasi-dehidrasi tidak berpengaruh; perlakuan hidrasi-dehidrasi hanya berpengaruh pada tingkat

viabilitas sedang (DB = 58,7%).

Hasil penelitian Basu et al. (1978) menunjukkan bahwa perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada benih yute dapat meningkatkan penampilan di lapang, di samping itu produksi serat per tanaman lebih tinggi pada benih yang diperlakukan dengan cara direndam-dikeringkan. Hadiana (1996) menyatakan bahwa perlakuan

presoaking atau conditioning secara nyata efektif meningkatkan viabilitas dan

(9)

Berdasarkan latar belakang yang ada penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi pada benih sumber yang telah disimpan 8 bulan dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Ajasmoro.

2. Bagaimana pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK susulan saat berbunga yang diberikan pada tanaman dari benih sumber yang diinvigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas

Anjasmoro.

3. Bagaimana respons tanaman yang benih sumbernya diinvigorasi dengan hidrasi-dehidrasi terhadap peningkatan dari NPK susulan pada saat berbunga dalam viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1) Mengetahui pengaruh invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi pada benih sumber yang telah disimpan 8 bulan dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Ajasmoro.

2) Mengetahui pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK susulan saat berbunga yang diberikan pada tanaman dari benih sumber yang diinvigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas

(10)

3). Mengetahui respons tanaman yang benih sumbernya diinvigorasi dengan hidrasi-dehidrasi terhadap peningkatan dari NPK susulan pada saat berbunga dalam viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.

1.3 Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut:

Secara fisiologis, perkecambahan benih adalah dimulainya lagi proses metabolisme yang tertunda serta berlangsungnya transkripsi genom.

Secara biokimia, perkecambahan merupakan diferensiasi lanjutan dari lintasan oksidatif dan lintasan sintetik serta perbaikan lintasan biokimia khusus dari pertumbuhan dan perkembangan vegetatif (Khan, 1992). Proses perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah susunan kimiawi benih yang berhubungan dengan daya hidup benih. Perlakuan benih secara fisiologis untuk memperbaiki

perkecambahan benih melalui imbibisi air secara terkontrol telah menjadi dasar dalam invigorasibenih. Saat ini perlakuan invigorasi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi mutu benih yang rendah yaitu dengan cara memperlakukan benih sebelum tanam untuk mengaktifkan kegiatan metabolisme benih sehingga benih siap memasuki fase perkecambahan.

(11)

menguntungkan. Invigorasi dimulai saat benih berhidrasi pada medium imbibisi yang berpotensial air rendah. Biasanya dilakukan pada suhu 15-20oC.

Setelah keseimbangan air tercapai selanjutnya kandungan air dalam benih dipertahankan (Khan, 1992)

Air masuk ke dalam benih melalui proses imbibisi yang merupakan proses fisik dan imbibisi air oleh benih sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia benih, permeabilitas kulit benih dan jumlah air yang tersedia, baik air dalam bentuk cairan maupun uap air disekitar benih (Sadjad, 1975).

Fungsi air pada perkecambahan benih menurut Sumarno dan Widiyati (1985): 1. Air yang diserap oleh benih berguna untuk melunakkan kulit benih dan

menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm, sehingga menyebabkan kulit benih menjadi pecah.

2 . Air memberi fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam benih .

Dinding sel yang berimbibisi bersifat permeabe1 sehingga gas dapat masuk ke dalam sel secara difusi. Pasokan oksigen meningkat apabila kulit benih menyerap air sehingga mengaktifkan pernafasan .

3. Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan fungsinya. Bila protoplasma mengandung air maka sel-sel hidup akan melaksanakan proses-proses kehidupan termasuk pencernaan, asimilasi dan tumbuh.

(12)

Akibat penyerapan air selama proses imbibisi terjadi pertambahan volume dan bobot basah benih. Pertambahan volume benih tersebut sangat cepat pada awal proses imbibisi dan semakin lama pertambahannya semakin lambat

(Leopold, 1983).

Pertambahan bobot basah benih selama imbibisi sangat cepat pada awalnya, kemudian konstan dan selanjutnya cepat kembali. Bewley dan Black (1985) membagi proses imbibisi menjadi tiga fase, yaitu fase pertama yang ditunjukkan dengan pengambilan air yang cepat, fase kedua ditunjukkan dengan

pembengkakkan setelah air mencapai bagian yang lebih dalam sampai radikel muncul, dan fase ketiga ditunjukkan dengan pengambilan air di bagian-bagian kulit benih yang lembab. Pada fase kedua boleh dikatakan pengambilan air hampir tidak ada.

Larson (1968), pada awal perkecambahan baik benih berkulit atau tanpa kulit akan menyeraip air, tetapi yang tanpa kulit menyerap air lebih banyak dengan kecepatan yang lebih tinggi, terutama pada empat jam pertama setelah imbibisi. Namun setelah berimbibisi selama 12 jam, kedua benih tersebut akan menyerap air dalam jumlah yang sama.

Kecepatan laju imbibisi juga akan meningkat jika kulit benih mengalami

(13)

Peningkatan laju imbibisi akan menurunkan daya tumbuh benih tergantung dari tingkat kerusakan kulit benihnya. Pada benih dengan kerusakan kulit ringan penurunan daya tumbuhnya lebih kecil dari pada benih dengan kerusakan kulit benih yang hebih berat. Penurunan kemampuan tumbuh ini disebabkan karena terjadi kerusakan membran sel akibat masuknya air terlalu cepat ke dalam benih. Membran sel dapat menjadi rusak karena terjadi gangguan terhadap intergritasnya, yaitu pada proses imbibisi normal membran yang terdiri dari protein dan fosfolipid yang membentuk pores heksagonal pada benih kering berubah menjadi dua lapis lamelar pada benih yang telah berimbibisi

(Sadjad, 1975).

Lapisan membran tersebut berupa gel yang terbentuk akibat hidrasi koloid-koloid hidrofil dan memiliki suatu tegangan tertentu karena hubungan timbal balik antara air dan polimer kulit.(Sadjad, 1975).

Integritas membran yang terganggu akan mengakibatkan kebocoran larutan bahan-bahan yang ada dari dalam benih secara difusi ke air perendaman atau media tumbuhnya (Larson, 1968; Powell dan Matthews, 1981; Bewley dan

(14)

mengimbibisi air, sedangkan pada benih berkulit proses imbibisinya terhambat oleh kulit benih. Bahan-bahan yang terlarut ke dalam air perendaman adalah karbohidrat dan protein. Karbohidrat yang ditemukan adalah glukosa, fruktosa, raffinosa, sukrosa dan maltosa, dan protein yang terlarut mencakup 12 macam asam amino; alanin, arginin, asparagin, asam aspartat , sistein, glutamin, asam glutamat, glisin, histidin, dan isoleusin (Larson, 1968) .

Kebocoran larutan dari dalam benih menyebabkan berkurangnya proses

anabolisme yang akhirnya mengakibatkan pengurangan penyaluran makanan dari kotiledon ke poros embrio (Powell dan Mathews, 1979) dan sel-sel dibagian permukaan kotiledon menjadi mati (Oliveira at al., 1984). Semakin cepat masuknya air ke dalam benih sel-sel kotiledon yang mati semakin meluas ke bagian yang lebih dalam, dalam ha1 ini kondisi kulit benih sangat menentukan laju masuknya air (Tully, Musgrave dan Leopold, 1981).

Selain dapat menurunkan daya tumbuh, kebocoran larutan dari dalam benih juga akan menyebabkan benih mudah terinfeksi cendawan, karena pada bagian tersebut tersedia bahan makanan bagi inokulum cendawan untuk hidup dan berkembang. Kemampuan hidup cendawan semakin meningkat karena pada bagian yang mengalami kebocoran larutan, sel-sel jaringannya menjadi mati, yang akhirnya menyebabkan benih tidak mampu tumbuh dan akhirnya mati (Powell dan Mathews , 1980).

(15)

lemak dalam benih (increase in fatty acid), laju perkecambahan rendah (slower

germination rate), laju pertumbuhan kecambah lambat (slower rate of growth

development), berkurangnya daya tahan menghadapi tekanan lingkungan,

kecambah tidak mampu muncul di lahan, banyak kecambah abnormal.

Benih yang telah mengalami kebocoran akan mengalami penurunan jumlah benih yang tumbuh. Jumlah benih yang tumbuh disebabkan oleh rendahnya daya berkecambah benih. Menurut toruan (1985) menyatakan bahwa benih dengan tingkat kebocoran tinggi akan menghalami kehilangan zat metabolit yang

menyebabkan rendahnya daya berkecambah. Dengan begitu produksi benih akan berkurang.

Untuk menghasilkan benih yang bervigor prima salah satu upayanya dilakukan dengan pemupukan NPK susulan. Benih bermutu dengan vigor prima dapat dihasilkan melalui produksi dengan perlakuan-perlakuan agronomis tertentu (dalam hal ini pemupukan susulan) agar pada masa pembangunan benih (periode 1), tanaman dapat berproduksi optimal dan kandungan cadangan makanan yang juga maksimal.

(16)

cepat dan mencapai pertumbuhan maksimal untuk mendapatkan unsur hara di tanah (Kaspar, 1987).

Menurut Suprapto (2001) menyatakan bahwa 1) Nitrogen berguna untuk

pembentukan biji atau benih kedelai; 2) Penggunaan fosfat terbesar dimulai pada masa pembentukan polong yang berfungsi untuk mempercepat masa panen dan menambah kandungan nutrisi biji atau benih kedelai, dan; 3) Kalium berfungsi untuk merangsang pembentukan protein dan merangsang pembentukan biji kedelai.

Kemunduran benih (deteriorasi) adalah turunnya kualitas, sifat atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor atau jeleknya pertanaman dan hasil; kejadian ini merupakan proses degenerasi yang tidak dapat balik dari kualitas suatu benih setelah mencapai kualitas yang maksimum (Suseno, 1975). Proses deteriorasi tidak dapat dicegah atau dihindarkan, melainkan yang dapat dilakukan hanyalah mengurangi kecepatannya. Selain itu, protein dalam benih memiliki sifat paling higroskopis dibandingkan dengan kandungan bahan organik yang lain sehingga hal ini menjadi penyebab rendahnya daya simpan benih kedelai.

Kandungan protein dalam kedelai sangat tinggi (Mugnisjah, 1995), kedelai

(17)

Berbagai cara dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih sebelum tanam yaitu osmoconditioning, priming, moisturizing, hardening,

humidification, solid matrix priming, matriconditioning dan hydropriming.

Namun demikian cara yang umum digunakan adalah osmoconditioning

(conditioning yang menggunakanlarutan osmotik seperti PEG, KNO3, KH2PO4,

NaCl, dan manitol) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat lembab, seperti Micro-Cel E, Vermikulit, juga telah dipelajari beberapa media alternatif antara lain abu gosok dan serbuk gergaji). Perlakuan invigorasi benih telah banyak diteliti dan telah umum diketahui memberikan pengaruh positif pada berbagai perubahan fisiologis dan biokimia di dalam benih. Beberapa hasil penelitian antara lain: menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dapat mengurangi luka imbibisi pada benih buncis yang menua sebagai akibat dari peningkatan integritas membran

(Ptasznik dan Khan, 1993); meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai (Yunitasari dan Ilyas, 1994); kacang panjang (Shalahuddin dan Ilyas, 1994; Ilyas dan Suartini, 1997); mempercepat perkecambahan dan keserempakan tumbuh benih cabai dan meningkatkan vigor benih yang bermutu rendah (Ilyas, 1996; Ilyas et al., 2002)).

1.4 Kerangka Pemikiran

(18)

Perlakuan invigorasi umumnya dilakukan pada benih-benih yang telah mengalami kemunduran viabilitas oleh gejala. Biasanya kemunduran benih terjadi karena telah melalui masa penyimpanan, sehingga terjadi penurunan viabilitas dan vigor benih. Invigorasi salah satu perlakuan fisik, fisiologis, dan biokimia untuk mengoptimalkan viabilitas benih yang dapat diukur dari kecepatan tumbuh pada lingkungan sub-optimal, atau keserempakan tumbuhnya.

Proses invigorasi dapat dilakukan dengan cara perendaman, pelembaban, dan meletakkan benih pada tempat yang jenuh dengan uap air. Proses invigorasi menyebabkan benih berimbibisi yang akan mengaktifkan enzimatik pada metabolisme di dalam benih sehingga viabilitas benih akan menjadi optimal kembali.

(19)

Benih yang telah diinvigorasi menggunakan larutan osmotik dapat memperbaiki proses fisiologi dan biokimia sehingga benih akan tumbuh lebih cepat dan seragam.

Benih hasil invigorasi akan tumbuh normal atau bertambahnya daya tumbuh benih. Hal ini sesuai dengan penelitian Sutariati (2002) menyatakan bahwa pada tanaman cabai dengan perlakuan invigorasi pada tingkat vigor benih yang berbeda mampu meningkatkan vigor, daya berkecambah dan kecepatan perkecambahan. Pengaruh perlakuan invigorasi secara nyata nampak lebih efektif pada benih yang memiliki tingkat vigor sedang, sementara pada vigor tinggi, pengaruh perlakuan invigorasi secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Perlakuan invigorasi pada benih yang berviabilitas sedang atau yang telah terdeteriorasi diharapkan dapat meningkatkan sintesis RNA dan protein, pembentukan poliribosom, meningkatkan jumlah total RNA dan protein, serta meningkatkan beberapa enzim seperti asam fosfatase dan esterase.

Apabila invigorasi dilakukan pada benih yang berviabilitas rendah diharapkan dapat mengembalikan nilai viabilitas awal benih sehingga benih mampu tumbuh pada kondisi stres atau mempunyai daya simpan lebih lama.

(20)

tanaman kedelai membutuhkan banyak unsur hara untuk menjamin tersedianya asimilat pada saat pengisian polong. Pada masa pembungaan akar tanaman akan tumbuh secara cepat dan mencapai pertumbuhan maksimal untuk mendapatkan unsur hara di tanah.

Pada masa pembungaan akar tanaman akan tumbuh secara cepat dan mencapai pertumbuhan maksimal untuk mendapatkan unsur hara di tanah. Semakin meningkatnya pupuk NPK yang diberikan pada tanaman kedelai, maka laju serapan unsur hara akan meningkat sehingga mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman. Hasil sintesis antara lain dalam bentuk pati, protein, dan lipid. Pada periode ini dibutuhkan banyak unsur hara untuk pengisian benih.

Dengan penambahan pupuk pada saat tanaman berbunga maka unsur hara yang tersedia bagi tanaman lebih banyak sehingga tanaman dapat menyerap unsur hara yang dibutuhkan lebih banyak. Pemupukan susulan dalam jumlah yang

mencukupi dapat memaksimalkan pengisian biji bagi tanaman.

(21)

dihasilkan akan lebih banyak. Asmilat tersebut digunakan untuk mensintesis molekul organik seperti asam amino, asam nukleat, pati dan lipid.

Hasil sintesis yang ditranslokasikan ke dalam benih akan menigkatkan ukuran benih sehingga ukuran benih semakin besar dan cadangan makanan benih semakin banyak. Bobot kering hipokotil benih akan meningkat dan kecambah normal kuat akan lebih banyak seiring dengan cadangan makanan benih yang meningkat dan cukup tersedia bagi benih untuk berkecambah. Dengan cadangan makanan yang banyak maka benih akan memiliki cukup energi untuk

berkecambah sehingga viabilitas benih akan meningkat ditandai dengan persentase daya kecambah tinggi yang mempengaruhi persen keserempakan kecambah benih yang juga tinggi. Produk asimilat ini dimanfaatkan oleh tanaman dalam proses pembelahan sel di seluruh jaringan tanaman, penambahan ukuran sel, jumlah sel, dan penggantian sel-sel yang rusak.

1.5 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

1. Invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dapat meningkatkan viabilitas kedelai Varietas Anjasmoro

2. Pemberian pupuk NPK susulan dapat meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro

Referensi

Dokumen terkait

Abstract We examined behaviour management problems as predictors of psychotropic medication, use of psychiatric consultation and in-patient admission in a group of 66 adults

Tingkat kematangan baik kematangan inti dan sitoplasma oosit dipengaruhi oleh maturation promoting factor (MPF) dan mitogen activating protein kinase. 8 perkembangan

The study has shown that remote sensing and GIS can be successfully used in carrying out site suitability analysis for targeted dissemination of salt-tolerant

Senyawa yang tidak mencapai aturan oktet, yaitu senyawa yang atom pusatnya mempunyai elektron valensi kurang dari 4, sehingga setelah semua elektron

pembelajaran melalui metode bercerita dengan gambar seri yang dilakukan oleh guru. Taman Kanak-kanak (TK), selain itu penelitian ini juga untuk mengetahui

Kompetensi guru Fikih dalam pemanfaatan media pembelajaran untuk.. meningkatkan minat belajar peserta didik di MTsN

[r]

mencapai budaya perubahan, maka akan lebih baik mengaitkan evaluasi kinerja dengan imbalan kerja (rewards) dalam pelaksanaan pengembangan SDM (Adie E. Tujuan pengembangan