ASPEK BIOLOGI IKAN ULUBATU (Barbichthys laevis) DARI WAY TULANG BAWANG
Oleh
INDAH OCTARISTA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN
Pada
Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas lampung
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ASPEK BIOLOGI IKAN ULUBATU (Barbichtys laevis) DARI WAY TULANG BAWANG
Oleh
INDAH OCTARISTA
Ulubatu (Barbichthys laevis) adalah salah satu ikan family Cyprinidae yang ditemukan di Way Tulang Bawang. Penangkapan ikan yang tak terkendali di Way Tulang Bawang diperkirakan menyebabkan jumlah ulubatu semakin menurun setiap tahunnya. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan data biologi perikanan berupa morfologi dan morfometri, nisbah kelamin, hubungan panjang dan berat, analisis isi lambung, faktor kondisi serta habitat alamiah ulubatu yang berasal dari Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang sebagai data domestikasi ulubatu. Penelitan ini dilaksanakan pada April sampai September 2013 pada 4 stasiun di Way Tulang Bawang dan 1 stasiun di Rawa Bawang. Ulubatu memiliki bentuk tubuh pipih (compressed) dengan pola pertumbuhan allometrik positif dari Way Tulang Bawang dan allometrik negatif dari Rawa Bawang. Ulubatu termasuk fitoplanktivor dengan Synedra dan Pinnularia sebagai jenis fitoplankton terbanyak yang dikonsumsi melalui analisis isi lambung. Faktor kondisi Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang berpengaruh terhadap pertumbuhan ulubatu.
DAFTAR ISI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 10
3.2 Alat dan Bahan ... 10
3.3 Prosedur Penelitian ... 11
3.3.1 Penelitian Lapangan ... 11
3.3.2 Penelitian Laboratorium... 12
3.4 Parameter yang Diamati ... 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Total Jumlah Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 17
4.2 Identfikasi Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 19
4.2.1 Morfologi ... 19
4.2.1.1 Bentuk dan Warna ... 19
4.2.1.2 Jenis Sisik Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 20
4.2.1.3 Bentuk Operculum Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 21
4.2.1.4 Perbedaan Kelamin Jantan dan Betina Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 22
4.2.2 Morfometri ... 22
4.3 Biologi Perikanan ... 24
4.3.1 Nisbah Kelamin ... 24
4.3.2 Hubungan Panjang dan Berat ... 26
4.3.3 Kajian Isi Lambung ... 28
4.4 Faktor Kondisi ... 31
4.5 Kondisi Lingkungan dan Kualitas Air ... 32
4.6 Hasil Penelitian ... 34
V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 37
5.2 Saran ... 38
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Tulang Bawang memiliki dua sungai besar yaitu Way Tulang Bawang dan Way
Mesuji, selain dua sungai besar tersebut terdapat juga sungai-sungai lainnya
seperti Way Pidada, Way Kanan, Way Kiri. Sebagai sungai yang besar Way
Tulang Bawang merupakan pusat perekonomian di daerah Tulang Bawang. Way
Tulang Bawang sebagai sumber daya air yang ada di Kabupaten Tulang Bawang,
disamping dipergunakan untuk budidaya perikanan, juga dijadikan sumber
penting bagi pengairan di daerah pertanian, serta dijadikan prasarana transportasi
maupun pariwisata. Menurut data dari BPS Kabupaten Tulang Bawang (2012)
Way Tulang Bawang memiliki panjang sungai 14.423 km2.
Way Tulang Bawang sebagai sumber daya perikanan memiliki banyak spesies
ikan yang hidup di dalamnya dan 91% spesies tersebut merupakan keluarga
cyprinidae yang juga merupakan ikan konsumsi yang disukai masyarakat (Yudha,
2011). Banyaknya masyarakat yang menyukai ikan kelompok ini menyebabkan
penangkapannya menjadi meningkat. Hal ini diperkirakan penyebabkan
kerusakan habitat ikan dan berkurangnya keluarga cyprinidae di Way Tulang
Bawang dari tahun ke tahun.
Salah satu keluarga cyprinidae yang cukup banyak ditemukan di Way Tulang
Bawang adalah ulubatu (Barbichthys laevis ). Daerah penyebaran ulubatu meliputi
2 Sumatera, Kalimantan, Jawa (Weber and Beaufort 1916; Robert 1989), lembah
sungai Mekong yang melintasi negara-negara Laos, Thailand, Cambodia dan
Vietnam, serta lembah sungai Chao Phraya di Thailand (Huckstorf and Freyhof
2011).
1.2Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan data biologi perikanan berupa
morfologi dan morfometri, nisbah kelamin, hubungan panjang dan berat, analisis
isi lambung, faktor kondisi serta kondisi lingkungan ulubatu yang berasal dari
Way Tulang Bawang. Data biologi perikanan hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai data dasar untuk konservasi dan budidaya.
1.3Kerangka pikir
Way Tulang Bawang merupakan aliran sungai yang besar dan saat ini masih
terdapat kegiatan perikanan tangkap oleh nelayan tradisional yang
menggantungkan perekonomiannya dari sungai ini. Banyaknya ikan yang hidup di
Way Tulang Bawang membuat permintaan ikan lokal meningkat dan para nelayan
yang mulanya menangkap menggunakan alat tangkap sederhana berupa jaring
kini tidak sedikit yang beralih ke alat tangkap kimia dan listrik. Hal ini justru
membuat populasi ikan berkurang, karena tidak hanya menangkap banyak ikan
alat tangkap tersebut juga telah mengurangi makanan dan juga merusak habitat
alami mereka. Penggunaan alat tangkap berbahaya secara terus menerus maka
akan mengurangi stok ikan di Way Tulang Bawang dan menyababkan
Ikan lokal keluarga Cyprinidae di Way Tulang Bawang yang masih ditemukan
adalah ulubatu. Menurut Weber and Beaufort (1916) Lampung merupakan salah
satu daerah penyebaran ulubatu di Sumatera. Namun apabila tidak segera
dilakukan pembudidayaan lebih lanjut maka ulubatu juga akan semakin berkurang
jumlahnya.
Upaya yang ditempuh untuk meningkatkan produksi dan menghindari kepunahan
adalah dengan pembudidayaan. Persyaratan teknis budidaya ikan diawali dengan
proses domestikasi yang selanjutnya diikuti dengan peningkatan efesiensi sistem
budidaya (Yani, 1994), akan tetapi sebelum melakukan domestikasi diperlukan
data dasar berupa data biologi perikanan yang meliputi identifikasi morfologi dan
morfometri, nisbah kelamin, hubungan panjang dan berat, kajian isi lambung,
faktor kondisi serta kondisi lingkungan. Perlunya mengungkap informasi
mengenai biologi, ekologi dan pengembangbiakan dalam upaya domestikasi,
maka dalam penelitian ini biologi perikanan ulubatu yang akan menjadi parameter
4 Gambar 1. Kerangka pemikiran
1.4Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa data biologi
perikanan ulubatu untuk kepentingan konservasi yaitu pelestarian dan
perlindungan serta budidaya.
Ulubatu (Barbichthys laevis)
Jumlahnya berkurang di setiap musim Ikan konsumsi yang diminati
Masih kurangnya studi tentang ulubatu
Studi biologi perikanan ulubatu
~ Identifiikasi ~ Kajian isi lanbung ~ Nisbah kelamin ~ Kondisi lingkungan ~ Hubungan berat dan
panjang
Data dasar untuk konservasi dan budidaya
Way Tulang Bawang (Cakat Nyinyik, Ujung Gunung, Rawa
Bungur dan Pagar Dewa)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Ulubatu (Barbichthys laevis)
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Barbichthys
Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)
Gambar 2. Ulubatu (Barbichthys laevis) dari Way Tulang Bawang
Genus Barbichthys hanya memiliki satu spesies, yaitu Barbichthys laevis (Weber
and Beaufort 1916; Robert 1989; Kottelat et al., 1993). Menurut Waber and
Beaufort (1916) ulubatu memliki banyak nama daerah sesuai dengan lokasi
ulubatu ditemukan. Nama-namanya adalah ikan mandulah, pantaulu (Indragiri,
Riau), bentulu, mentulu (Jambi), bakong dan barakong (Sungai Bo, Jombang),
6 Ulubatu mempunyai bentuk tubuh yang memanjang, warna punggung gelap dan
bagian ventralnya berwarna keperakan. Sirip punggung berjar-jari keras dan
terletak di muka atau bertepatan dengan sirip perut. Ulubatu memiliki pelebaran
tulang bawah mata yang hampir menutupi seluruh pipi. Ulubatu dapat mencapai
panjang total 350 mm (Weber and Beaufort, 1916; Kottelat et al., 1993). Di
pertengahan sirip punggung terdapat garis hitam; demikian pula di bagian atas dan
bawah sirip ekor terdapat garis hitam (Robert 1989; Kottelat et al., 1993). Pita
hitam yang melintang di pertengahan sirip punggung mungkin menghilang pada
spesimen yang besar (Kottelat et al., 1993).
Daerah penyebaran ulubatu meliputi Asia Tenggara yang meliputi Thailand,
Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, walaupun salah satu daerah
penyebaran ulubatu di Kalimantan terdapat di Sungai Barito (Weber and Beaufort,
1916; Roberts 1989).
Ulubatu termasuk ikan bertulang sejati, yang biasanya mempunyai sepasang
ovarium yang merupakan organ yang memanjang dan kompak yang terdapat dii
dalam rongga perut, yang berisi oogonium, oosit dengan sel-sel folikel yang
mengitarinya, jaringan penunjang atau stroma, jaringan pembuluh darah dan
syaraf (Yani, 1994). Menurut Halls (2010), ulubatu tergolong ikan yang
melakukan pemijahan di dataran banjir dan pada saat musim kemarau terdapat di
sungai utama. Makanannya adalah alga dan fitoplankton. Ahmad and Othman
(2010) menyatakan bahwa ulubatu dengan ukuran 120-200 mm telah
2.2Biologi Perikanan
Biologi perikanan adalah studi mengenai ikan sebagai sumberdaya yang dapat
dipanen oleh manusia. Biasanya pengertian istilah biologi perikanan ditujukan
kepada pengertian fisiologi, reproduksi, pertumbuhan, kebiasaan makanan,
tingkah laku, dan sebagainya. Menurut Lisna (2011) mengatakan bahwa usaha
budidaya sangat penting dilakukan karena perairan umum sebagai habitat alami
ikan mudah terganggu dan terpengaruh oleh aktifitas manusia yang menyebabkan
tekanan ekologis.
2.3Hubungan Panjang dan Berat
Hubungan pola pertumbuhan ikan dapat dilihat melalui hubungan panjang berat
dengan suatu bentuk eksponensial. Hubungan panjang berat menurut Effendie
(2002) diumuskan dengan W = aLb, yang mana a dan b adalah konstanta yang
didapatkan dari perhitungan regresi. Sedangkan W adalah berat total (gram) dan L
(mm) adalah panjang total. Apabila b lebih kecil dari 3 artinya pertumbuhan
panjang lebih cepat daripada pertumbuhan beratnya (allometrik negatif),
sebaliknya apabila b lebih besar dari 3 artinya pertumbuhan panjang lebih lambat
daripada pertumbuhan beratnya (allometrik positif). Sedangkan apabila nilai b
sama dengan 3 maka pertumbuhan panjang dan berat seimbang (isometrik).
2.4Faktor Kondisi
Salah satu derivat penting dari pertumbuhan ialah faktor kondisi. Menurut
Effendie (2002) faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat
dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Salah satu faktor
8 mencapai puncaknya sebelum pemijahan. Menurut Febianto (2007) menyatakan
bahwa faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dalam
bentuk angka.
2.5Kajian Isi lambung
Makanan merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan makhluk
hidup. Menurut Susilowati (2000) untuk merangsang pertumbuhan optimal
diperlukan jumlah dan mutu makanan dalam keadaan cukup serta sesuai dengan
kondisi perairan.
2.6Way Tulang Bawang
Way Tulang Bawang merupakan salah satu sungai besar yang terletak di Provinsi
Lampung dengan panjang 136 km dan anak-anak sungainya mengalir di bagian
tengah dan selatan wilayah Kabupaten Tulang Bawang hingga bermuara di laut
Jawa. Menurut hasil penelitian Noor et al.,(1994), ditemukan 88 spesies ikan dari
24 famili dari Way Tulang Bawang, ini membuktikan bahwa Way Tulang
Bawang memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar. Selain itu Way
Tulang Bawang juga berperan penting dalam menunjang kehidupan penduduk
yang tinggal disekitarnya. Way Tulang Bawang dimanfaatkan untuk keperluan
sehari-hari, irigasi pertanian, industri dan sebagai tempat mencari nafkah dengan
menjadi nelayan.
Rawa banjiran adalah bagian dari perairan umum yang dicirikan tergenang atau
kering pada waktu tertentu akibat adanya dinamika tinggi air yang berhubungan
dengan sungai sekitarnya dan musim penghujan. Rawa banjiran merupakan suatu
curah hujan. Menurut Mustakim (2008) daerah rawa banjiran merupakan salah
satu tipe ekosistem yang produktif bagi perikanan air tawar karena adanya
kelompok ikan yang beruaya pada musim penghujan untuk memijah, mencari
makan dan dan pembesaran anak-anak ikan.
Way Tulang Bawang juga memiliki Rawa Bawang yang merupakan rawa banjiran
yang volume airnya akan meningkat ketika curah hujan tinggi. Beberapa jenis
ikan secara periodik beruaya dari rawa ke sungai atau sebaliknya. Pada waktu air
sungai meluap menggenangi rawa di sekitarnya, beberapa jenis ikan melakukan
10 III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari April hingga September
2013. Pengambilan sampel dilakukan di sepanjang Way Tulang Bawang dengan 4
titik yang berbeda yaitu Cakat Nyinyik (Selatan 4° 26’26,7” ; Timur 105°
15’59,3”), Ujung Gunung (Selatan 4° 27’28,7” ; Timur 105° 15’23,8”), Rawa
Bungur (Selatan 4° 28’7,2” ; Timur 105° 14’29,6”) dan Pagar Dewa (Selatan 4°
26’55,6” ; Timur 105° 13’21”) serta pengambilan sampel dari Rawa Bawang
(frekuensi pengambilan sampel ikan sebulan sekali).
Gambar 3.Lokasi-lokasi pengambilan sampel
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah jangka sorong digital, alat
bedah, alat tulis, mikroskop binokular, alat tangkap ikan (jaring insang dan sero),
Bahan yang akan digunakan adalah sampel ulubatu yang didapat dari Way Tulang
Bawang dan Rawa Bawang
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penelitian Lapangan
1. Jaring yang digunakan pada Way Tulang Bawang berupa jaring insang
dengan kerapatan mata jaring 0,5 inch; 1 inch; 1,5 inch dan 2 inch
sepanjang 40 meter. Jaring di letakkan pada setiap stasiun penangkapan
dengan posisi sejajar aliran arus sungai agar jaring tidak tersangkut oleh
sampah yang terbawa arus sungai, sedangkan pada Rawa Bawang
menggunakan sero yang diletakkan menetap pada pangkal mulut rawa
dengan panjang 10 meter dan lebar 1,5 meter, serta kerapatan mata jaring
sero 1 inch.
Gambar 4. Jaring insang (gill net) dan sero (surrounding net) yang digunakan pada pengambilan sampel (Informasidanteknologiperikanan.blogspot.com)
2. Pengambilan sampel di sepanjang Way Tulang Bawang dengan 4 titik
yang berbeda dan 1 stasiun di Rawa Bawang.
3. Pembedahan ikan untuk mengambil usus, kemudian sampel dimasukkan
12 3.3.2 Penelitian Laboratorium
1. Penomoran sampel.
2. Pengamatan sampel usus ikan untuk mengetahui kebiasaan makan ikan.
Kemudian dilakukan identifikasi dari hasil pengamatan untuk mengetahui
ikan ini tergolong dalam herbivora, karnivora atau omnivora.
3. Pencatatan hasil pengamatan.
3.4Parameter Yang Diamati
3.4.1 Identifikasi 3.4.1.1Morfologi
Mengidentifikasi dengan cara pengamatan bagian tubuh ikan.
3.4.1.2Morfometri
Mengidentifikasi dengan cara mengukur morfologi ikan menggunakan alat ukur
jangka sorong.
Tabel 1. Parameter pengamatan morfologi dan morfometri
No. Parameter Morfologi Parameter Morfometri
1. 2. 3.
Bentuk tubuh Warna tubuh Bentuk opercullum
Panjang total Panjang baku Tinggi badan
3.4.2 Biologi Perikanan 3.4.2.1Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin diukur dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan ikan
betina yang di dapat dari hasil tangkapan untuk mengetahui waktu mereka
B = jumlah betina (Alikodra, 1990).
Keseragaman sebaran nisbah kelamin dianalisis dengan uji “Chi –Square”
X2 =
frekuensi ikan betina dibagi dua (Ernawati, 2009).
3.4.2.2Hubungan Panjang dan Berat
Dilakukan dengan mengukur panjang dan berat. Hubungan atara panjang dan
berat ikan dapat dirumuskan sebagai berikut :
W =
cL
nKeterangan : W : berat ikan
L : panjang ikan
14 Metode yang digunakan dalam pengamatan analisa hubungan panjang berat
adalah :
1. Data panjang dan berat ikan yang didapatkan kemudian dan diurutkan data
tersebut dari yang terkecil sampai yang terbesar.
2. Selisih dari nilai terendah dan tertinggi dari panjang dan berat masing-masing
ikan yang diukur dicari dan dibuat logaritmanya.
3. Dari perbedaan panjang dan berat ikan yang didapat, ditentukan banyaknya
kelas yang dikehendaki (berkisar 10-20 kelas).
4. Harga tengah logaritma untuk masing-masing kelas ditentukan dengan cara
penambahkan logaritma harga terendah dengan ½ kali harga pada logaritma
dari tiap-tiap kelas.
5. Setelah nilai dari masing-masing kelas didapat, dibuat tabel pengelompokkan
ikan ke dalam kelas masing-masing untuk mencari nilai nX, nY, ∑XY dan
lain-lain.
6. Hasil dari perhitungan kemudian dibuat dalam grafik yang menyatakan
hubungan antara hubungan log tengah panjang dan log berat ikan empiris dan
harapan. Untuk didapatkan hubungan yang sebenarnya dari hubungan panjang
berat tersebut, maka angka-angka tersebut dirubah dalam bentuk antilognya.
7. Diambil kesimpulan dari hasil perhitungan dan grafik.
3.4.2.3Kajian Isi Lambung
Metode yang digunakan dalam pengamatan kajian isi lambung adalah :
1. Sampel usus dibersihkan menggunakan akuades.
2. Isi usus dikerik dan dipisahkan dari dinding usus.
4. Isi usus yang telah diencerkan kemudian diambil menggunakan pipet tetes
dan dimasukkan ke dalam dimasukkan kedalam sedgwick rafter.
5. Pengamatan menggunakan sedgwick rafter dibagi menjadi 5 titik lapang
pandang yang diamati dibawah mikroskop.
Dari hasil pengamatan dicatat jenis dan jumlah plankton yang ditemukan disetiap
titik lapang pandang dengan menggunakan buku identifikasi.
Analisis kajian isi lambung juga menggunakan metode frekuensi kejadian dengan
cara mencatat keberadaan suatu organisme pada setiap ikan. Metode ini tidak bisa
memperlihatkan kuantitas makanan yang dimakan sehingga metode ini hanya
dipakai ntuk melihat makanan secara fisik saja (Effendie, 2002).
FK = 100% I
Ni
Keterangan : FK = Frekuensi kejadian
Ni = Jumlah lambung berisi makanan ke-i
I = Jumlah lambung yang berisi makanan.
3.5Faktor Kondisi
Berdasarkan Effendie (2002), nilai faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus :
Kn = b
aL W
Keterangan :
Kn : faktor kondisi relatif
W : bobot ikan (gram)
L : panjang total ikan (mm)
16 3.6Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan yang diamati terbagi menjadi 2, yaitu parameter fisika dan
kimia. Parameter yang diamati tersaji pada tabel di bawah ini :
Tabel 2. Parameter fisika dan kimia kualitas air di Way Tulang Bawang
No. Parameter Alat ukur
Current meter dengan pengukuran in situ.
Pada penelitian ini data biologi perikanan berupa identifikasi morfologi dan
morfometri, nisbah kelamin, hubungan panjang dan berat, faktor kondisi, analisis
isi lambung dan kondis lingkungan ulubatu akan dianalisis secara deskriptif
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian aspek biologi ikan ulubatu (Barbichthys
laevis) dari Way Tulang Bawang ini adalah :
1. Ulubatu memiliki bentuk tubuh compressed yaitu pipih memanjang dengan
ukuran tinggi badan lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran lebar badan.
Ulubatu memiliki warna tubuh putih keperakan yang merupakan ciri khas
warna dari ikan yang berada di alam dengan jenis sisik ctenoid yang memiliki
ctenii (gerigi kecil) pada bagian posterior sisik.
2. Ulubatu memiliki tiga tulang pipi pada opercullumnya yang terlihat seperti
lempengan yang berlapis. Ulubatu memiliki bentuk mulut yang unik yaitu
bagian rahang atas lebih memanjang dibandingkan dengan bagian mulut
rahang bawah.
3. Pola nisbah kelamin ulubatu dari Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang
tidak mengikuti pola 1 : 1 dikarenakan selama penelitian bukan merupakan
waktu ulubatu untuk memijah.
4. Berdasarkan pengamatan hubungan panjang dan berat, ulubatu memiliki jenis
pertumbuhan allometrik negatif dimana pertumbuhan panjang lebih dominan
daripada pertumbuhan beratnya.
5. Pinnularia merupakan fitoplankton yang jumlahnya paling banyak di makan
38 sedangkan Synedra merupakan fitoplankton yang jumlahnya paling banyak di
makan oleh ulubatu dari Rawa Bawang dengan nilai frekuensi kejadian 12%.
6. Nilai faktor kondisi pada ulubatu dari Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang
berpengaruh terhadap pertumbuhan ulubatu.
5.2. Saran
Saran yang diberikan adalah diperlukan penambahan waktu dalam pengamblan
sampel di lapangan sebanyak dua kali dalam sebulan untuk mendapatkan data
yang lebih akurat dan diharapkan adanya penelitian lanjutan tentang domestikasi
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A.K., Othman, M.S. 2010. Heavy metal concentration in sediments and fishes from Lake Chini, Pahang, Malaysia. J. Biol Sci 10(2):93-100.
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.
Bagenal, T.B. and E. Braum, 1968. Egg and Early Life History, dalam W.E. Ricker ed. Methods for Assessment of Fish Production in Fresh Water. Blackwell Scientific Publication, p 159-181.
Bond, C.E. 1979.Bology of fishes. W.B. Saunders Company,Philadelphina. 514p.
BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2010. Tulang Bawang Dalam Angka 2010. Badan Statistik Tulang Bawang.
Effendie, M.I. 2002.Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
Elvyra, R. 2009. Kajian keragaman genetik dan biologi reproduksi ikan lais di sungai Kampar Riau. Disertasi Program Studi Biologi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ernawati, Y., Mukhlis, K.M., Ayu, Y.P.N. 2009. Biologi reproduksi kan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di rawa banjiran Sungai Mahakam, Kalimantan Tmur. Jurnal Ikhtiologi Indonesia, Volume 9 No. 2 Desember 2009, hlm 113-127.
Febianto, S. 2007. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Pasir (Cynoglossus lingua Hamilton-Buchanan 1822) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Skripsi Manajemen Sumbedaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Froese, R., Pauly, D. 2012. Barbichthys laevis(Valenciennes, 1842). http://www. fishbase.org/Summary/SpeciesSummary.php?ID=7993&genusname=Barb ichthys&speciesname=laevis. [22 Maret 2013].
Halls, A. 2010.Estimation of Annual Yield of Fish by Guild in the Lower Mekong Basin. Vientiane: Aqua Sulis Ltd. hlm 15.
Huckstorf, V, Freyhof J. 2011. Barbichthys laevis.IUCN Red List of Threatened Species. http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/181277/0. [22 Maret 2013].
Iqbaal, B.A. 2008. Ikhtiologi Ikan dan aspek kehidupannya. Yayasan Citra Emulsi. Makassar.
Kottelat, M., Whitten, A.J., Kartikasari, S.N., Wirjoatmodjo, S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi.Jakarta: Periplus Editions. hlm 48.
Lisna. 2011. Biologi Reproduksi Ikan Seluang (Rasbora aargyrotaenia Blkr) di Sungai Kumpeh Jambi. Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. hlm 34-37
Makmur, S. Raharjo, M.F. dan Sukimin, S. 2003. Biologi Reproduksi Ikan Gabus (Channa Striata Bloch) di Daerah Banjiran Sungai Musi Sumatera Selatan.Jurnal Ikhtologi Indonesia, Volume 3, nomor 2. Hlm 57-62.
Mustakim, M. 2008. Kajian Kebiasaan Makanan dan Kaitannya Dengan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) Pada Habitat Yang Berbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.Thesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Nagahama, Y. 1983. The functionalmorfology of teleost gonads, p. 223-275. N Hoar, W.S., D.J. Randall, E.M. Donaldson, (Ed). Fish Physiology. Vol. IX. part A, endorine tissues and hormones. Academic press, New York.
Nikolsky, G.V. 1963. Theory of Fish Population Dynamic . as the Biological Background of Rational Exploitation and the Management of Fishery Resources, translated by Bradley. Oliver and Boyd, 323 pp.
Noor, Y.R.., Giesen, E., Hanafia, W. dan Silvius, M.J. 1994. Reconnaissance survey of the western Tulang Bawang swamps, Lampung, Sumatera. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation and Asian Wetland Bureau–Indonesia. Jakarta.
Rahmatul, J.M. 2001. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Ikan Belanak (Mugil dussumieri) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Skripsi Manajemen Sumbedaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Robert, T.R. 1989. The Freshwater Fish of Western Borneo (Kalimantan Barat, Indonesia).San Francisco. California. p 29-30.
Rumajar, T.P. 2001. Pendekatan Sistem Untuk Pengembangan Usaha Perikanan Ikan Karang Dengan Alat Tangkap Bubu di Perairan Tanjung Manimbaya Kab. Donggala, Sulawesi Tengah. Tesis Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. hlm 29-32
Saanin, H. 1968.Kunci Indentifikasi Ikan. Bina Cipta Jakarta. 520 halaman.
Sofia, S.L. M.F.Raharjo. dan Subardja S.D. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Pelangi (Glossolepis insicus Waber 1907) di Danau Sentani. Jurnal Ikhtologi Indonesia, Volume 9, nomor 1. Hlm 49-61.
Susilowati, R. 2000.Aspek Biologi Reproduksi, Makanan, dan Pola Pertumbuhan Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis bleker.) di Perairan Teluk Labuan, Jawa Barat. Skripsi Manajemen Sumbedaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Weber, M., de Beaufort, F.F. 1916.The Fishes of the Indo-Asutralian Archipelago III. Ostariophysi: II Cyprinoidea, Apodes, Synbranchi. Leiden. EJ Brill. hlm 207-208.
Yani, A. 1994. Pola reproduksi ikan bentulu (Barbiclithys laevis) di Sungai Indragiri, Riau (Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana IPB. Bogor). hlm 1-115.