PENGARUH DEFISIT AIR TANAH TERSEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN
TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine Max. (L) MerrilI) PADA FASE VEGETATIF
Oleh
IMAM SUPANGAT
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
ABSTRAK
PENGARUH DEFISIT AIR TANAH TERSEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN
TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine Max. (L) MerrilI) PADA FASE VEGETATIF
Oleh
IMAM SUPANGAT
Secara umum pertumbuhan tanaman kedelai dipengarui oleh air, tanah, iklim, varietas, hama,
dan lain sebagainya. Petani lokal pada umumnya menanam kedelai pada musim kemarau
sehingga ketersediaan air sangat terbatas dan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman
kedelai. Karena itu penelitian tentang efesiensi air seperti irigasi defisit perlu dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh defisit air tanah tersedia terhadap
pertumbuhan 3 varietas kedelai (Glycine Max (L) Merill) pada fase vegetatif. Penelitian ini
menggunakan rancangan faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan 2 faktor. Faktor
pertama yaitu defisit air tanah tersedia (P) yang terdiri dari empat taraf perlakuan defisit air
tanah tersedia (ATT), yaitu P1 (0-20%), P2 (20-40%), P3 (40-60%), dan P4 (60-80%) dari air
tanah tersedia, dan faktor kedua yaitu varietas kedelai (V) yang terdiri dari tiga varietas yaitu V1
(Willis), V2 (Kaba), dan V3 (Tanggamus). Semua perlakuan dilakukan tiga kali pengulangan.
Pengukuran irigasi dilakukan dengan metode gravimetrik. Perlakuan defisit air tanah tersedia
bagi tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kedelai pada fase vegetatif varietas
Willis (V1), varietas Kaba (V2) dan varietas Tanggamus (V3). Pada penelitian ini, diketahui
batang tanaman tertinggi yaitu varietas Willis (59.33 cm) pada perlakuan P2 (20-40%). Jumlah
varietas Willis (685.17 cm2) pada perlakuan P2 (20-40%). Kebutuhan total air tertinggi yaitu
varietas Kaba pada perlakuan P2 (6509.67 mm3), diikuti varietas Willis (6376.33 mm3) pada P1
dan varietas Tanggamus (6351.33 mm3) pada perlakuan P3.
xi DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……….………… xi
DAFTAR TABEL ………...……….. Xiii DAFTAR GAMBAR ……… Xiv I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ……….….. 1
1.2 Tujuan Penelitian ……….…... 2
1.3 Hipotesis ……….…… 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kebutuhan dan Produksi Kedelai di Indonesia... 4
2.2Morfologi Tanaman Kedelai ... 5
2.3Stadia Pertumbuhan Tanaman Kedelai ... 10
2.4Lingkungan Tumbuh Tanaman Kedelai ... 11
2.5Varietas Kedelai ... 11
2.6Kebutuhan Air Tanaman ... 12
xii III. METODE PENELITIAN
3.1Waktu dan Tempat ……… 18
3.2Alat dan Bahan ... 18
3.3Metode Penelitian ... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman ……… 22
4.2 Jumlah Daun ………. 32
4.3 Indeks Luas Daun ……….. 37
4.4 Evapotranspirasi ……… 44
4.5 Kebutuhan air ……….... 48
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 52
5.2Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
LAMPIRAN ... 57
Tabel ……… 57
1 I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan kedelai di Indonesia sangat besar hampir semua masyarakat Indonesia pernah
mengkonsumsi makanan berbahan dasar kedelai, mulai dari tahu, tempe, kecap hingga susu
kedelai.
Rata-rata kebutuhan kedelai di dalam negri setiap tahun adalah 2.300.000 ton. Untuk memenuhi
kebutuhan kedelai tersebut, produksi dalam negeri tahun 2010, baru mampu memenuhi 907.031
ton (41,22 %) dari kebutuhan sedangkan tahun 2011 baru mencapai 870.068 atau 37,85 % dari
total kebutuhan, sedangkan kekurangannya berasal dari impor. Besarnya impor tersebut,
menyebabkan kehilangan devisa negara yang cukup besar dan sangat rentan terhadap Ketahanan
Pangan Nasional (Deptan, 2012).
Kondisi iklim yang tidak menentu serta ketersediaan air yang terbatas merupakan salah satu
kendala dalam budidaya tanaman kedelai dilahan pertanian. Hal ini menyebebkan produksi
kedalai yang tidak maksimal karena kedelai merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap
kekeringan.
Menanggapai masalah tersebut perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan produksi dan
kualitas kedelai lokal. Secara umum pertumbuhan tanaman kedelai dipengarui oleh : air, tanah,
iklim, varietas, hama, dan lain sebagainya. Petani lokal pada umumnya menanam kedelai pada
musim kemarau sehingga ketersediaan air sangat terbatas dan sangat berpengaruh pada
2 Susanti (2011) menjelaskan air adalah komponen utama dalam tanaman hijau, dimana air
merupakan salah satu unsur alamiah utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan karena air
berfungsi untuk menjamin kelangsungan proses fisiologis dan biologi tanaman. Ketersediaan air
yang cukup bagi tanaman dapat membantu akar dalam penyerapan unsur hara karena unsur hara
yang dapat diserap oleh tanaman adalah unsur hara yang larut dalam larutan tanah yaitu dalam
bentuk ion-ion (kation maupun anion). Dengan penyerapan unsur hara yang cukup tentunya
pasokan bahan baku dalam proses fotosintesis akan tersedia bagi tanaman, sehingga assimilat
yang dihasilkan dapat digunakan dalam pengembangan batang, daun dan sistem perakaran
tanaman.
Rosadi (2006) berdasarkan penelitianya menjelaskan bahwa irigasi defisit selama fase vegetatif
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Selain itu tanaman yang telah
tercekam pada fase vegetatif tetap tercekam sampai ahir pertumbuhan sekalipun pada fase
generatif air diberikan secara penuh.
Karena itu perlu diketahui pengaruh defisit air tanah tersedia terhadap pertumbuhan dan
kebutuhan air tanaman beberapa varietas kedelai pada fase vegetatif.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh defisit air tanah tersedia terhadap
pertumbuhan 3 varietas kedelai (Glycine Ma .(L) Merill) pada fase vegetatif.
1.3. Hipotesis
Pada defisit air tanah tersedia dan varietas kedelai tertentu akan diperoleh pertumbuhan vegetatif
3 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebutuhan dan Produksi Kedelai di Indonesia
Rata-rata kebutuhan kedelai di dalam negri setiap tahun adalah 2.300.000 ton. Untuk memenuhi
kebutuhan kedelai tersebut, produksi dalam negeri tahun 2010, baru mampu memenuhi 907.031
ton (41,22 %) dari kebutuhan sedangkan tahun 2011 baru mencapai 870.068 atau 37,85 % dari
total kebutuhan, sedangkan kekurangannya berasal dari impor. Besarnya impor tersebut,
menyebabkan kehilangan devisa negara yang cukup besar dan sangat rentan terhadap ketahanan
pangan nasional.
Rendahnya produksi kedelai di dalam negeri antara lain disebabkan masih rendahnya
produktivitas di tingkat petani, rata-rata hanya mencapai 13,78 ku/ha pada tahun 2011,
sedangkan potensi produksi beberapa varietas unggul dapat mencapai 20,00– 35,00 ku/ha, hal ini
karena belum diterapkannya teknologi spesifik lokasi, selain itu harga kedelai di tingkat petani
yang berfluktuatif dan cenderung rendah merupakan penyebab utama berkurangnya minat petani
4 2.2. Morfologi Tanaman Kedelai
Irwan (2006), menjelaskan tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan
merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya
yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal.
1. Akar
Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar
tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri
dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari
hipokotil.
Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder
(serabut) yang tumbuh dari akar tunggang.Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar
adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi
karena cekamantertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi.
Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dankimia tanah, jenis
tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara,serta ketersediaan air di dalam tanah.
Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi
yang optimal, namun demikian, umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman
lapisan tanah olahan yang tidak terlalu dalam, sekitar 30-50cm. Sementara akar serabut
dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar20-30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh
di dekat ujung akar tunggang, sekitar 3-4 hari setelah berkecambah dan akan semakin
bertambah banyak dengan pembentukan akar-akar muda yang lain.
5 Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal akar
sampai kotiledon. Hopikotil dan dua keeping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil
akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada diatas
kotiledon tersebut dinamakan epikotil.
Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan
indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga
pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang
tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe
indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun
tanaman sudah mulai berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil persilangan yang
mempunyai tipe batang mirip keduanya sehingga dikategorikan sebagai semi-determinate
atau semiindeterminate.
Jumlah buku pada batang tanaman dipengaruhi oleh tipe tumbuh batang dan periode
panjang penyinaran pada siang hari. Pada kondisi normal, jumlah buku berkisar 15-30
buah. Jumlah buku batang indeterminate umumnya lebih banyak dibandingkan batang
determinate.
Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari varietas dan
kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa
menjadi sedikit bila penanaman dirapatkan dari 250.000 tanaman/hektar menjadi 500.000
tanaman/hektar. Jumlah batang tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah
biji yang diproduksi. Artinya, walaupun jumlah cabang banyak, belumtentu produksi
kedelai juga banyak.
6 Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang
tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun
bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa pertumbuhan.
Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua
bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan
mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji. Umumnya, daerah yang
mempunyai tingkat kesuburan tanah tinggi sangat cocok untuk varietas kedelai yang
mempunyai bentuk daun lebar. Daun mempunyai stomata, berjumlah antara 190-320
buah/m2.
Umumnya, daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. Panjang
bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025 mm. Kepadatan bulu bervariasi, tergantung
varietas, tetapi biasanya antara 3-20 buah/mm2. Jumlah bulu pada varietas berbulu lebat,
dapat mencapai 3-4 kali lipat dari varietas yang berbulu normal. Contoh varietas yang
berbulu lebat yaitu IAC 100, sedangkan varietas yang berbulu jarang yaitu Wilis, Dieng,
Anjasmoro, dan Mahameru.
Lebat-tipisnya bulu pada daun kedelai berkait dengan tingkat toleransi varietas kedelai
terhadap serangan jenis hama tertentu. Hama penggerek polong ternyata sangat jarang
menyerang varietas kedelai yang berbulu lebat. Oleh karena itu, para peneliti pemulia
tanaman kedelai cenderung menekankan pada pembentukan varietas yang tahan hama harus
mempunyai bulu di daun, polong, maupun batang tanaman kedelai.
4. Bunga
Tanaman kacang-kacangan, termasuk tanaman kedelai, mempunyai dua stadia tumbuh,
7 berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif mulai dari pembentukan
bunga sampai pemasakan biji. Tanaman kedelai di Indonesia yang mempunyai panjang hari
rata-rata sekitar 12 jam dan suhu udara yang tinggi (>30° C), sebagian besar mulai berbunga
pada umur antara 5-7 minggu. Tanaman kedelai termasuk peka terhadap perbedaan panjang
hari, khususnya saat pembentukan bunga. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu.
Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah
bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung
kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya
pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi.
Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan
kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih
banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga.
Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi
polong disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi
polong, hanya berkisar 20-80%. Jumlah bunga yang rontok tidak dapat membentuk polong
yang cukup besar. Rontoknya bunga ini dapat terjadi pada setiap posisi buku pada 1-10 hari
setelah mulai terbentuk bunga.
Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah
subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada tipe
batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate.
Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu.
8 Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama.
Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak
tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap
tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan
pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan
bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode
pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi
kuning kecoklatan pada saat masak.
Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai
ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan
besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat,
agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur.
Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit
biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih.
Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses
pembentukan biji. Warna kulit biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau
kombinasi campuran dari warna-warna tersebut.
Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji
kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air
berkisar 12-13%.
9 Pengetahuan tentang stadia pertumbuhan tanaman kedelai sangat penting, terutama bagi para
pengguna aspek produksi kedelai. Hal ini terkait dengan jenis keputusan yang akan diambil
untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal dengan tingkat produksi yang maksimal dari
tanaman kedelai, misalnya waktu pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit,
serta penentuan waktu panen.
1. Stadia Pertumbuhan Vegetatif
Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman mulai muncul kepermukaan tanah
sampai saat mulai berbunga. Stadia perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon,
sedangkan penandaan stadia pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang
10 2. Stadia Pertumbuhan reproduktif
Stadia pertumbuhan reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga
sampai pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji.
2.4. Lingkungan Tumbuh Tanaman Kedelai
Di Indonesia kedelai ditanam pada lahan sawah (setelah panen padi) dan pada lahan kering
(terutama pada lahan kering yang tidak masam). Di Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera ada
juga kedelai ditanam pada lahan pasang surut/lebak yaitu pada musim kemarau. Sampai saat ini
penyebaran kedelai di Indonesia masih terluas di pulau Jawa. Di Jawa kedelai ditanam sebagian
besar dilahan sawah.
Lahan yang sesuai untuk tanaman kedelai adalah lahan tidak masam/pH diatas 5,0, tekstur
lempung dan kandungan bahan organik tinggi sampai sedang. Kandungan hara tanah (N, P2O5,
K2O, Ca, Mg) yang cocok atau sesuai adalah tinggi sampai sedang. Curah hujan 1.000 – 2.500
mm/tahun dan temperatur 20 – 35 C (Deptan, 2012).
2.5. Varietas Kedelai
Sampai dengan tahun 2009 telah dilepas sebanyak kurang lebih 80 varietas kedelai. Berdasarkan
umurnya varietas kedelai dibagi ke dalam 3 jenis yaitu varietas berumur genjah (<80 hari), umur
sedang (80-89 hari) dan umur dalam (>90 hari), sedangkan berdasarkan warna bijinya kedelai
dibagi menjadi biji kuning dan biji hitam. Pemilihan varietas kedelai disesuaikan dengan lokasi
(spesifik lokasi). Untuk mendapatkan hasil yang tinggi, disarankan agar menggunakan varietas
unggul yang bermutu.
11 varietas
tanggamus wilis kaba
Hasilrata-rata
Sumber : pustaka.litbang.deptan (2008)
2.6. Kebutuhan Air Tanaman
Air yang dapat diserap oleh tanaman tergantung dari yang tersedia didalam tanah. Air yang
tersedia ini berada dalam kisaran kapasitas lapang dan titik layu permanen. Jumlah air yang
berada dalam kisaran tersebut sangat beragam, tergantung kadar bahan organik, tekstur dan tipe
lempung suatu tanah (Susanti, 2011).
Kebutuhan air tanaman (Crop Water Requirement, CWR) adalah air yang digunakan oleh
tanaman untuk memenuhi evapotranspirasi (ET), dan proses metabolisme. Karena air yang
digunakan pada proses metabolisme ini kurang dari 1 %, maka CWR atau disebut juga
Consumptive Use (CU) dianggap sama dengan ET. Kebutuhan air untuk tanaman adalah jumlah
total ET dari awal sampai akhir pertumbuhan. Kebutuhan air ini antara lain dipengaruhi oleh
jenis dan umur tanaman, radiasi surya dan curah hujan (Rosadi dkk, 2013b).
Menurut Islami dan Utomo (1995) dalam budidaya tanaman dilapangan, kehilangan air dari
12 sebagai evaporasi. Di lapangan proses transpirasi dan evaporasi terjadi secara bersamaan dan
sulit dipisahkan satu dengan lainya. Oleh karena itu kehilangan air lewat kedua proses ini pada
umumnya dijadikan satu dan disebut “evapotranspirasi (ET)”. Dengan demikian
evapotranspirasi merupakan jumlah air yang diperlukan oleh tanaman.
Pada umumnya kebutuhan air tanaman kedelai adalah sekitar 350-450 mm selama pertumbuhan
kedelai. Pada saat perkecambahan kebutuhan air merupakan faktor yang sangat penting untuk
keberlangsungan pertumbuhan kedelai selanjutnya. Pada masa pembungaan dan pengisian
polong kebutuhan air adalah paling besar. Kedelai sebenarnya adalah tanaman yang toleran
terhadap cekaman, kedelai masih dapat berproduksi bila cekaman tidak melebihi batas maksimal
50% kapasitas lapang (Flatian, 2012).
Pemberian air diberikan berdasarkan kriteria penjadwalan, salah satu penetapan kriteria
penjadwalan adalah dengan menggunakan pemilihan waktu dan kriteria kedalaman.
Berdasarkan pemilihan waktu, penjadwalan pemberian air pada tanaman dibgi menjadi lima
13 1. Fixed Interval
Air diberikan pada jarak waktu tertentu. Air diberikan secara bebas pada daerah perakaran.
Hal ini dilakukan untuk mempermudah pekerjaan/kesederhanaan dalam pemberian air.
2. Allowable Depletion Amount
Irigasi diberikan ketika jumlah air dibawah keadaan kapasitas lapang, yakni dengan
mengosongkan daerah perakaran. Irigasi ini sangat cocok untuk wilayah yang memiliki
sistem frekwensi pengairan yang tinggi.
3. Alloable Daily Stress
Irigasi diberikan ketika mengantisipasi penurunan evapotranspirasi actual (Eta) berada
dibawah kecepatan evapotranspirasi potensial. Irigasi ini baik jika dilakukan ketika
persediaan air terbatas.
4. Alloable Daily Yield Reduction
Irigasi diberikan ketika respon hasil yang sebenarnya (Y aktual) mengalami penurunan
dibawah fraksi hasil maksimum. Untuk memperkirakan perbandingan harian dari
Yact/Ymax ditetapkan dengan perbandingan Eta/Etc dan factor tanggapan hasil.
5. Alloable Fraction Of Readily Available Water (RAW)
Irigasi diberikan ketika penipisan air tanah secara relatif pada air tanah segera tersedia
mengalami penurunan pada level atau tingkatan yang ditentukan. Diantara penjadwalan yang
lain, hal ini sangat optimal dimana sampai pada 100% RAW irigasi selalu terjamin ketika
kondisi kelembapan tanah terjadi kejenuhan.
Sedangkan jika dilihat dari kriteria kedalaman, dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Beackt to Field Capacity
14 2. Fixed Depth
Yakni mengantisipasi jumlah air yang digunakan.
(Raes, dkk. 1987)
2.7. Defisit Air Tanah Tersedia
Kelebihan dan kekurangan air dimedia tumbuh kedelai akan mempengaruhi pertumbuhan dan
hasil kedelai. Periode kritis kedelai terhadap air dapat ditentukan dengan menghadapkan
tanaman pada kekeringan atau genangan sejak awal pertumbuhan sampai pertumbuhan akhir
(Yuliana, 2011).
Jika suatu titik dimana penipisan Air Tanah Tersedia (ATT) mencapai maksimum (maximum
Allowable Deficieny) disebut kandungan air tanah kritis (өc). Pada kondisi ini Evapotranspirasi
aktual (ETa) masih sama dengan ETm, namun apabila penipisan ATT melewati Titik kritis ini,
maka, ETa < ETm dan akibatnya tanaman mengalami cekaman air (water stress). Apabila
cekaman air ini terjadi maka tanaman akan menghentikan pertumbuhanya, dan ini bisa dilihat
dari penampilan tanaman tersebut (Rosadi, dkk. 2005a).
Penipisan kandungan air tanah tersedia bagi tanaman mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman kedelai (Suparni, 2010). Beberapa hal yang menyebabkan cekaman air pada tanaman
yaitu karena ketersediaan air dalam media tidak cukup, transpirasi yang berlebihan atau kedua
factor tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat
mengalami cekaman air. Hal ini terjadi jika kecepatan absorbs tidak dapat mengimbangi
kehilangan air melalui proses transpirasi. (Islami dan Utomo, 1995).
Pada hasil penelitinya Susanti (2011) menjelaskan pengaruh tingkat air tersedia terhadap tinggi
15 umur 4 mst (minggu setelah tanam), masing-masing perlakuan memperoleh jumlah air yang
sama dan menghasilkan tanaman dengan tinggi yang tidak berbeda. Tinggi tanaman pada
pengamatan 4 dan 6 mst tidak berbeda nyata karena pada awal pertumbuhannya tanaman
memperoleh air dan unsur dalam jumlah yang cukup. Air adalah komponen utama dalam
tanaman hijau, dimana air merupakan salah satu unsur alamiah utama yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan karena air berfungsi untuk menjamin kelangsungan proses fisiologis dan biologi
tanaman. Dengan ketersediaan air yang cukup bagi tanaman dapat membantu akar dalam
penyerapan unsur hara karena unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman adalah unsur hara
yang larut dalam larutan tanah yaitu dalam bentuk ion-ion (kation maupun anion). Dengan
penyerapan unsur hara yang cukup tentunya pasokan bahan baku dalam proses fotosintesis akan
tersedia bagi tanaman, sehingga assimilat yang dihasilkan dapat digunakan dalam pengembangan
batang, daun dan sistem perakaran tanaman. Hal inilah yang memacu pengamatan tinggi
tanaman pada umur 4 dan 6 mst tidak berbeda nyata.
Menurut Allen dkk, (1998) total air tanah tersedia pada zona perakaran dapat dihitung dengan
rumus :
TAW = 1000 (θfc-θwp)Zr
Dimana :
TAW : Total air tanah tersedia pada zona perakaran (mm)
θfc : Kandungan air tanah pada saat kapasitas lapang (m3 m-3)
θwp : Kandungan air tanah pada saat titik layu permanen (m3 m-3)
16 III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Percobaan berlangsung pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : timbangan, oven, cawan, mistar, kalkulator,
gelas ukur. Bahan yang digunakan adalah : tanah, insektisida, benih varietas Tanggamus, benih
varietas Kaba, benih varietas Wilis, dan air.
3.3. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan
faktor pertama yaitu defisit air tanah tersedia (P) yang terdiri dari empat taraf perlakuan
defisit air tanah tersedia (ATT), yaitu P1 (0-20%), P2 (20-40%), P3 (40-60%), dan P4
(60-80%) dari air tanah tersedia, dan faktor kedua yaitu varietas kedelai (V) yang terdiri dari tiga
varietas yaitu V1 (Wilis), V2 (Kaba), dan V3 (Tanggamus). Untuk setiap perlakuan
dilakukan penimbangan setiap hari, kemudian diberi irigasi sesuai dengan jumlah air yang
17 2. PelaksanaanPenelitian
a. Persiapan
Tanah yang digunakan adalah tanah pertanian yang diambil dari Lampung tengah.
Persiapan media tanam dilakukan sebelum tanam dengan cara sebagai berikut : tanah
dijemur hingga kering udara, kemudian dimasukkan kedalam ember dengan berat
masing-masing tanah pada ember sebanyak 7 kg. Pada saat yang sama diambil sampel untuk
mengetahui kadar air tanah. Kemudian berdasarkan hasil data fisika (PF) dari laboratorium
tersebut dilakukan pengondisian perlakuan yaitu menyiram ember berisi tanah sesuai
dengan tingkat defisitnya.
b. Penanaman Kedelai
Penanaman kedelai dilakukan dalam ember, setiap ember ditanami 5 biji kedelai sesuai
dengan varietas yang telah ditentukan. Setelah tanaman tumbuh dipilih dua tanaman
terbaik.
c. Pemeliharaan
Pemberian air dilakukan setiap hari dengan volume sesuai dengan perlakuan. Pengendalian
hama dan penyakit menggunakan insektisida.
d. Pengamatan
Variabel-variabel yang diamati meliputi :
Tinggi tanama (cm)
Jumlah daun rata-rata (helai)
Evapotranspirasi harian (mm)
Indek sluas daun (cm2)
18 e. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, dilanjutkan dengan uji Beda
19 Gambar 1. Diagram alir penelitian
Pemeliharaan dan Pengambilan data
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah daun rata-rata (helai)
Kadar air tanah harian (mm/hari)
Indeks luas daun (cm2)
Mulai
Persiapan media tanam
Penjemuran tanah
Pengapuran
penimbangan
Analisis sifatfisik tanah
dan kadar air tanah
Pengondisian perlakuan sesuai dengan tingkat defisitnya
Penanaman
Analisis data
51 V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan :
1. Perlakuan defisit air tanah tersedia bagi tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman kedelai pada fase vegetatif varietas Willis (V1), varietas Kaba (V2) dan varietas
Tanggamus (V3).
2. Dari data pengamatan sampai minggu ke-6 dari 3 varietas tanaman kedelai diketahui
batang tanaman tertinggi yaitu varietas Willis (59.33 cm) pada perlakuan P2. Jumlah
daun terbanyak Varietas Kaba (26.67 helai) pada perlakuan P1, dan indeks luas daun
varietas Willis (685.17 cm2) pada perlakuan P2.
3. Kebutuhan total air tertinggi yaitu varietas Kaba pada perlakuan P2 (6509.67 mm3),
diikuti varietas Willis (6376.33 mm3) pada P1 dan varietas Tanggamus (6351.33 mm3)
pada perlakuan P3.
4. Secara umum dari hasil penelitian ini, ketiga varietas kedelai dapat tumbuh normal atau
52
5.2. Saran
1. Untuk penelitian tentang pengaruh defisit air tanah tersedia terhadap pertumbuhan tanaman
sebaiknya pada minggu pertama irigasi diberikan secara penuh sampai FC dikarenakan
pada awal pertumbuhan kondisi tanaman sangat rentan.
2. Budidaya tanaman kedelai pada lahan dengan kondisi air tanah yang cukup bisa
menggunakan varietas Kaba (V2) namun jika kondisi air terbatas sebaiknya menggunakan
53 DAFTAR PUSTAKA
Allen, RG. Pereira, L. Raes, D. dan Smit, M. (1998) Crop Evapotranspiration - Guidelines for Computing Crop Water Requirements - FAO Irrigation and Drainage Paper 56. FAO - Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. 321 hlm.
Balai Penelitian Tanah. 2013. Hasil Analisis Fisika Tanah. Labolatorium Ilmu Tanah. Bogor.
Darman, M. Arsyad, M. Muchlis, A. Heru, K. dan Purwantoro. 2011. Deskripsi Varietas Kedelai Tanggamus. 01 mei 2013
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/deskripsi-varietas-kedelai-tanggamus.
Departeman Pertanian. 2008. Deskripsi varietas Unggul kedelai. 18 April 2013 http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/deskripsi_kedelai.pdf
Departeman Pertanian. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Tanaman Kedelai. 18 April 2013
http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_upload/isi_pedoman_teknis_kedelai_2012.pdf
Irwan, A, W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai(Glycine max L.).Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor. 43 pp.
Islami, T. dan H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah Air dan Tanaman.IKIP Semarang Perss. Semarang.
Raes, D. Harman, L. Paul, V.A. Mathias, V. dan Martin S. 1987. IRSIS (Irigation Scheduling Information System) Volume I-Manual. Developed Ad The Katholieke Universitied Leuvan (Belgiun). Pp 117 hlm.
Rosadi, B. Afandi, M. Senge, K. Ito, J. T. Adomoko. 2005. Critical Water Content and Water Stress Coefficiont Of Soybean (Glycine Max (L) Merr) Under Deficit Irrigation. Article Paddy Water Environ Hal 219-223.
54 Rosadi, B. Ridwan, Z. Nugroho, H. dan Omi I. 2006. Pengaruh Defisit Evapotranspirasi Dalam
Regulated Deficit Irigation (RDI) Pada Kedelai (Glycine Max L. merr). Jurnal Keteknikan Pertanian VOL. 20.
Suparni. 2010. Pengaruh Penipisan Air Tanah Tersedia Terhadap Pertumbuhan dan HAsil Pada Tiga Farietas Kedelai (Glycine Max L. Merril). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 119 pp.
56 Lampiran 1. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada
minggu 1.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
57 Lampiran 1. (Lanjutan)
58 Lampiran 2. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada
minggu 2.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4
Jk perlakuan 27,10
JKv 17,67
Jkp 8,07
59 Lampiran 2. (Lanjutan)
60 Lampiran 3. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada
minggu 3.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 76,23
JKv 28,75
Jkp 37,14
61 Lampiran 3. (Lanjutan)
62 Lampiran 4. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada
minggu 4.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 424,89
JKv 88,07
Jkp 231,44
63 Lampiran 4. (Lanjutan)
64 Lampiran 5. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada
minggu 5.
perlakuan Ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 860,47
JKv 407,60
Jkp 315,47
65 Lampiran 5. (Lanjutan)
66 Lampiran 6. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada
minggu 6.
perlakuan Ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
67 Lampiran 6. (Lanjutan)
68 Lampiran 7. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)
pada minggu 1.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
69 Lampiran 8. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)
pada minggu 2.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas PerlakuanIrigasi Total
P1 P2 P3 P4
Jk perlakuan 10,97
JKv 0,39
Jkp 4,08
70 Lampiran 8. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 11 10,97 1,00 1,24 2,22 3,09
V 2 0,39 0,19 0,24 3,4 5,61
P 3 4,08 1,36 1,69 3,01 4,72
VP 6 6,50 1,08 1,34 2,51 3,67
G, Percobaan 24 19,33 0,81
Total 46 41,28
BNT 0,05 BNT 0,01
71 Lampiran 9. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)
pada minggu 3.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4
Jk perlakuan 36,00
JKv 1,50
Jkp 7,56
72 Lampiran 9. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 11 36,00 3,27 1,27 2,22 3,09
V 2 1,50 0,75 0,29 3,4 5,61
P 3 7,56 2,52 0,97 3,01 4,72
VP 6 26,94 4,49 1,74 2,51 3,67
G. Percobaan 24 62,00 2,58 Total 46 134,00
BNT 0,05 BNT 0,01
73 Lampiran 10. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)
pada minggu 4.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas PerlakuanIrigasi Total
P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 62,58
JKv 7,68
Jkp 39,80
74 Lampiran 10. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
Perlakuan Jumlah daun
75 Lampiran 11. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)
pada minggu 5.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 135,24
JKv 10,60
Jkp 42,19
76 Lampiran 11. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 11 135,24 12,29 2,13 2,22 3,09
V 2 10,60 5,30 0,92 3,4 5,61
P 3 42,19 14,06 2,43 3,01 4,72
VP 6 82,46 13,74 2,38 2,51 3,67
G, Percobaan 24 138,83 5,78 Total 46 409,32
BNT 0,05 BNT 0,01
77 Lampiran 12. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)
pada minggu 6.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
78 Lampiran 12. (Lanjutan)
79 Lampiran 13. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm2)
pada minggu 1.
perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4
Jk perlakuan 39,80
JKv 29,70
Jkp 3,55
80 Lampiran 13. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
Perlakuan Luas daun
81 Lampiran 14. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm) pada
minggu 2.
Perlakuan ulangan total rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4
Jk perlakuan 94,82
JKv 37,36
Jkp 32,26
82 Lampiran 14. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
Perlakuan Luas daun
83 Lampiran 15. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm2) pada
minggu 3.
Perlakuan Ulangan Ttal Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 15089,96
JKv 5175,99
Jkp 5636,17
84 Lampiran 15. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 11 15089,96 1371,81 0,78 2,22 3,09
V 2 5175,99 2588,00 1,46 3,4 5,61
P 3 5636,17 1878,72 1,06 3,01 4,72
VP 6 4277,80 712,97 0,40 2,51 3,67
G. Percobaan 24 42446,37 1768,60
Total 46 72626,30
85 Lampiran 16. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm2) pada
minggu 4,
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Total 14234,19 4931,76
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4
V1 1149,06 1440,46 1200,19 1002,65 4792,36 V2 1236,20 1529,61 1154 968,50 4888,32 V3 1134,41 1059,58 1971,58 949,03 5114,61s total 3519,68 4029,65 4325,77 2920,19 14795,29
FK 6080574,86
Jk total 731567,66 Jk perlakuan 311449,33
JKv 4562,96
Jkp 126764,44
86 Lampiran 16. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 11 311449,33 28313,58 1,62 2,22 3,09
V 2 4562,96 2281,48 0,13 3,4 5,61
P 3 126764,44 42254,81 2,41 3,01 4,72
VP 6 180121,93 30020,32 1,71 2,51 3,67
G. Percobaan 24 420118,33 17504,93 Total 46 1043017,00
87 Lampiran 17. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm2) pada
minggu 5.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Total 20962,07 7419,48
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4
V1 1942,83 2055,32 1892,90 1962,47 7853,53 V2 1595,32 2757,02 1584,65 1460,65 7397,64 V3 1862,35 1642,04 2019,11 1483,75 7007,25 total 5400,515 6454,38 5496,66 4906,87 22258,44
FK 13762164,68
Jk total 871451,09 Jk perlakuan 460222,50
JKv 29900,83
Jkp 139538,85
88 Lampiran 17. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel G. Percobaan 24 411228,59 17134,52
Total 46 1331673,59
BNT 0,05 BNT 0,01 237,27 330,25
Perlakuan Luas daun
89 Lampiran 18. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm2) pada
minggu 6.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
90 Lampiran 18. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel G. Percobaan 24 1127437,54 46976,56
91 Lampiran 19. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap evapotranspirasi (mm) pada
minggu 1.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
92 Lampiran 20. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap evapotranspirasi (mm) pada
minggu 2.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
93 Lampiran 21. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap evapotranspirasi (mm) pada
minggu 3.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
94 Lampiran 21. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 11 141,98 12,91 1,18 2,22 3,09
V 2 21,44 10,72 0,98 3,4 5,61
P 3 86,52 28,84 2,63 3,01 4,72
VP 6 34,01 5,67 0,52 2,51 3,67
G. Percobaan 24 263,56 10,98
Total 46 547,51
BNT 0,05 BNT 0,01
95 Lampiran 22. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT tersedia terhadap evapotranspirasi
(mm) pada minggu 4.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
96 Lampiran 22. (Lanjutan)
97 Lampiran 23. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap evapotranspirasi (mm) pada
minggu 5.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
98 Lampiran 23. (Lanjutan)
99 Lampiran 24. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap evapotranspirasi (mm) pada
minggu 6.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
100 Lampiran 24. (Lanjutan)
101 Lampiran 25. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm) pada
minggu 1.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4
Jk total 133275,00 Jk perlakuan 55075,00
JKv 4200,00
Jkp 5630,56
102 Lampiran 25. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 11 55075,00 5006,82 1,54 2,22 3,09
V 2 4200,00 2100,00 0,64 3,4 5,61
P 3 5630,56 1876,85 0,58 3,01 4,72
VP 6 45244,44 7540,74 2,31 2,51 3,67
G. Percobaan 24 78200,00 3258,33
Total 46 188350,00
BNT 0,05 BNT 0,01
103 Lampiran 26. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm) pada
minggu 2.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 12497,22
JKv 5,56
Jkp 4275,00
104 Lampiran 26. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 11 12497,22 1136,11 0,97 2,22 3,09
V 2 5,56 2,78 0,00 3,4 5,61
P 3 4275,00 1425,00 1,22 3,01 4,72
VP 6 8216,67 1369,44 1,17 2,51 3,67
G, Percobaan 24 28000,00 1166,67
Total 46 52994,44
105 Lampiran 27. Analisis sidik ragam pengar uh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm) pada
minggu 3.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4
Jk total 243422,22 Jk perlakuan 85222,22
JKv 12872,22
Jkp 51933,33
106 Lampiran 27. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 11 85222,22 7747,47 1,18 2,22 3,09
V 2 12872,22 6436,11 0,98 3,4 5,61
P 3 51933,33 17311,11 2,63 3,01 4,72
VP 6 20416,67 3402,78 0,52 2,51 3,67
G. Percobaan 24 158200,00 6591,67
Total 46 328644,44
107 Lampiran 28. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm)
padaminggu 4.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas PerlakuanIrigasi Total
P1 P2 P3 P4
Jk total 527990,00 Jk perlakuan 271648,00
JKv 13611,50
Jkp 171031,33
108 Lampiran 28. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
109 Lampiran 29. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm) pada
minggu 5.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 1793,33
JKv 1676,67
Jkp 1943,33
110 Lampiran 29. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
111 Lampiran 30. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm) pada
minggu 6.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4
Jk total 1590187,22 Jk perlakuan 1046251,89
JKv 148972,06
Jkp 754890,78
112 Lampiran 30. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel
113 Lampiran 31. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap total irigasi rata-rata (mm)
pada 3 varietas kedelai.
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3
Total 220691 74282,00
Varietas Perlakuan Irigasi Total
P1 P2 P3 P4
Jk total 5840465,00 Jk perlakuan 3294796,33
JKv 190153,17
Jkp 2364821,89
114 Lampiran 31. (Lanjutan)
SK Db JK KT F hit F Tabel G. Percobaan 24 2545668,67 106069,53
115 Lampiran 32. Kebutuan air rata-rata mingguan (mm) pada 3 varietas kedelai
,
KebutuHan Air Rata-Rata Mingguan (Mm)
perlakuan 1 2 3 4 5 total
116 Lampiran 33. Hasil analisis kadar air tanah tersedia pada contoh tanah kring udara (gram) yang
digunakan dalam penelitian.
Ulangan Berat Basah
(gram) Berat kering (gram)
1 50,1475 49,8336
2 50,4869 46,6743
3 49,2868 47,243
kadar air tanah dihitung dengan rumus :
KAT = BB – BK/BK x 100%
KAT = 49,9737 – 47,9169 / 47,9169 x 100
KAT = 4,2924
Keterangan : BB = berat tanah kering udara
117 Lampiran 34. Dokumentasi kegiatan penelitian
118 2. Pengambilan Data
119 3. Perkembangan tanaman
Minggu ke-2 Minggu ke-1
Minggu ke-4 Minggu ke-3