• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DEFISIT AIR TANAH TERSEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine Max. (L) MerrilI) PADA FASE VEGETATIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH DEFISIT AIR TANAH TERSEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine Max. (L) MerrilI) PADA FASE VEGETATIF"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DEFISIT AIR TANAH TERSEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN

TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine Max. (L) MerrilI) PADA FASE VEGETATIF

Oleh

IMAM SUPANGAT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH DEFISIT AIR TANAH TERSEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN

TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine Max. (L) MerrilI) PADA FASE VEGETATIF

Oleh

IMAM SUPANGAT

Secara umum pertumbuhan tanaman kedelai dipengarui oleh air, tanah, iklim, varietas, hama,

dan lain sebagainya. Petani lokal pada umumnya menanam kedelai pada musim kemarau

sehingga ketersediaan air sangat terbatas dan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman

kedelai. Karena itu penelitian tentang efesiensi air seperti irigasi defisit perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh defisit air tanah tersedia terhadap

pertumbuhan 3 varietas kedelai (Glycine Max (L) Merill) pada fase vegetatif. Penelitian ini

menggunakan rancangan faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan 2 faktor. Faktor

pertama yaitu defisit air tanah tersedia (P) yang terdiri dari empat taraf perlakuan defisit air

tanah tersedia (ATT), yaitu P1 (0-20%), P2 (20-40%), P3 (40-60%), dan P4 (60-80%) dari air

tanah tersedia, dan faktor kedua yaitu varietas kedelai (V) yang terdiri dari tiga varietas yaitu V1

(Willis), V2 (Kaba), dan V3 (Tanggamus). Semua perlakuan dilakukan tiga kali pengulangan.

Pengukuran irigasi dilakukan dengan metode gravimetrik. Perlakuan defisit air tanah tersedia

bagi tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kedelai pada fase vegetatif varietas

Willis (V1), varietas Kaba (V2) dan varietas Tanggamus (V3). Pada penelitian ini, diketahui

batang tanaman tertinggi yaitu varietas Willis (59.33 cm) pada perlakuan P2 (20-40%). Jumlah

(3)

varietas Willis (685.17 cm2) pada perlakuan P2 (20-40%). Kebutuhan total air tertinggi yaitu

varietas Kaba pada perlakuan P2 (6509.67 mm3), diikuti varietas Willis (6376.33 mm3) pada P1

dan varietas Tanggamus (6351.33 mm3) pada perlakuan P3.

(4)
(5)
(6)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……….………… xi

DAFTAR TABEL ………...……….. Xiii DAFTAR GAMBAR ……… Xiv I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ……….….. 1

1.2 Tujuan Penelitian ……….... 2

1.3 Hipotesis ……….…… 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kebutuhan dan Produksi Kedelai di Indonesia... 4

2.2Morfologi Tanaman Kedelai ... 5

2.3Stadia Pertumbuhan Tanaman Kedelai ... 10

2.4Lingkungan Tumbuh Tanaman Kedelai ... 11

2.5Varietas Kedelai ... 11

2.6Kebutuhan Air Tanaman ... 12

(7)

xii III. METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat ……… 18

3.2Alat dan Bahan ... 18

3.3Metode Penelitian ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman ……… 22

4.2 Jumlah Daun ………. 32

4.3 Indeks Luas Daun ……….. 37

4.4 Evapotranspirasi ……… 44

4.5 Kebutuhan air ……….... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 52

5.2Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 57

Tabel ……… 57

(8)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan kedelai di Indonesia sangat besar hampir semua masyarakat Indonesia pernah

mengkonsumsi makanan berbahan dasar kedelai, mulai dari tahu, tempe, kecap hingga susu

kedelai.

Rata-rata kebutuhan kedelai di dalam negri setiap tahun adalah 2.300.000 ton. Untuk memenuhi

kebutuhan kedelai tersebut, produksi dalam negeri tahun 2010, baru mampu memenuhi 907.031

ton (41,22 %) dari kebutuhan sedangkan tahun 2011 baru mencapai 870.068 atau 37,85 % dari

total kebutuhan, sedangkan kekurangannya berasal dari impor. Besarnya impor tersebut,

menyebabkan kehilangan devisa negara yang cukup besar dan sangat rentan terhadap Ketahanan

Pangan Nasional (Deptan, 2012).

Kondisi iklim yang tidak menentu serta ketersediaan air yang terbatas merupakan salah satu

kendala dalam budidaya tanaman kedelai dilahan pertanian. Hal ini menyebebkan produksi

kedalai yang tidak maksimal karena kedelai merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap

kekeringan.

Menanggapai masalah tersebut perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan produksi dan

kualitas kedelai lokal. Secara umum pertumbuhan tanaman kedelai dipengarui oleh : air, tanah,

iklim, varietas, hama, dan lain sebagainya. Petani lokal pada umumnya menanam kedelai pada

musim kemarau sehingga ketersediaan air sangat terbatas dan sangat berpengaruh pada

(9)

2 Susanti (2011) menjelaskan air adalah komponen utama dalam tanaman hijau, dimana air

merupakan salah satu unsur alamiah utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan karena air

berfungsi untuk menjamin kelangsungan proses fisiologis dan biologi tanaman. Ketersediaan air

yang cukup bagi tanaman dapat membantu akar dalam penyerapan unsur hara karena unsur hara

yang dapat diserap oleh tanaman adalah unsur hara yang larut dalam larutan tanah yaitu dalam

bentuk ion-ion (kation maupun anion). Dengan penyerapan unsur hara yang cukup tentunya

pasokan bahan baku dalam proses fotosintesis akan tersedia bagi tanaman, sehingga assimilat

yang dihasilkan dapat digunakan dalam pengembangan batang, daun dan sistem perakaran

tanaman.

Rosadi (2006) berdasarkan penelitianya menjelaskan bahwa irigasi defisit selama fase vegetatif

mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Selain itu tanaman yang telah

tercekam pada fase vegetatif tetap tercekam sampai ahir pertumbuhan sekalipun pada fase

generatif air diberikan secara penuh.

Karena itu perlu diketahui pengaruh defisit air tanah tersedia terhadap pertumbuhan dan

kebutuhan air tanaman beberapa varietas kedelai pada fase vegetatif.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh defisit air tanah tersedia terhadap

pertumbuhan 3 varietas kedelai (Glycine Ma .(L) Merill) pada fase vegetatif.

1.3. Hipotesis

Pada defisit air tanah tersedia dan varietas kedelai tertentu akan diperoleh pertumbuhan vegetatif

(10)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebutuhan dan Produksi Kedelai di Indonesia

Rata-rata kebutuhan kedelai di dalam negri setiap tahun adalah 2.300.000 ton. Untuk memenuhi

kebutuhan kedelai tersebut, produksi dalam negeri tahun 2010, baru mampu memenuhi 907.031

ton (41,22 %) dari kebutuhan sedangkan tahun 2011 baru mencapai 870.068 atau 37,85 % dari

total kebutuhan, sedangkan kekurangannya berasal dari impor. Besarnya impor tersebut,

menyebabkan kehilangan devisa negara yang cukup besar dan sangat rentan terhadap ketahanan

pangan nasional.

Rendahnya produksi kedelai di dalam negeri antara lain disebabkan masih rendahnya

produktivitas di tingkat petani, rata-rata hanya mencapai 13,78 ku/ha pada tahun 2011,

sedangkan potensi produksi beberapa varietas unggul dapat mencapai 20,00– 35,00 ku/ha, hal ini

karena belum diterapkannya teknologi spesifik lokasi, selain itu harga kedelai di tingkat petani

yang berfluktuatif dan cenderung rendah merupakan penyebab utama berkurangnya minat petani

(11)

4 2.2. Morfologi Tanaman Kedelai

Irwan (2006), menjelaskan tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan

merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya

yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal.

1. Akar

Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar

tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri

dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari

hipokotil.

Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder

(serabut) yang tumbuh dari akar tunggang.Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar

adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi

karena cekamantertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi.

Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dankimia tanah, jenis

tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara,serta ketersediaan air di dalam tanah.

Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi

yang optimal, namun demikian, umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman

lapisan tanah olahan yang tidak terlalu dalam, sekitar 30-50cm. Sementara akar serabut

dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar20-30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh

di dekat ujung akar tunggang, sekitar 3-4 hari setelah berkecambah dan akan semakin

bertambah banyak dengan pembentukan akar-akar muda yang lain.

(12)

5 Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal akar

sampai kotiledon. Hopikotil dan dua keeping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil

akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada diatas

kotiledon tersebut dinamakan epikotil.

Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan

indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga

pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang

tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe

indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun

tanaman sudah mulai berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil persilangan yang

mempunyai tipe batang mirip keduanya sehingga dikategorikan sebagai semi-determinate

atau semiindeterminate.

Jumlah buku pada batang tanaman dipengaruhi oleh tipe tumbuh batang dan periode

panjang penyinaran pada siang hari. Pada kondisi normal, jumlah buku berkisar 15-30

buah. Jumlah buku batang indeterminate umumnya lebih banyak dibandingkan batang

determinate.

Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari varietas dan

kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa

menjadi sedikit bila penanaman dirapatkan dari 250.000 tanaman/hektar menjadi 500.000

tanaman/hektar. Jumlah batang tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah

biji yang diproduksi. Artinya, walaupun jumlah cabang banyak, belumtentu produksi

kedelai juga banyak.

(13)

6 Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang

tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun

bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa pertumbuhan.

Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua

bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan

mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji. Umumnya, daerah yang

mempunyai tingkat kesuburan tanah tinggi sangat cocok untuk varietas kedelai yang

mempunyai bentuk daun lebar. Daun mempunyai stomata, berjumlah antara 190-320

buah/m2.

Umumnya, daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. Panjang

bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025 mm. Kepadatan bulu bervariasi, tergantung

varietas, tetapi biasanya antara 3-20 buah/mm2. Jumlah bulu pada varietas berbulu lebat,

dapat mencapai 3-4 kali lipat dari varietas yang berbulu normal. Contoh varietas yang

berbulu lebat yaitu IAC 100, sedangkan varietas yang berbulu jarang yaitu Wilis, Dieng,

Anjasmoro, dan Mahameru.

Lebat-tipisnya bulu pada daun kedelai berkait dengan tingkat toleransi varietas kedelai

terhadap serangan jenis hama tertentu. Hama penggerek polong ternyata sangat jarang

menyerang varietas kedelai yang berbulu lebat. Oleh karena itu, para peneliti pemulia

tanaman kedelai cenderung menekankan pada pembentukan varietas yang tahan hama harus

mempunyai bulu di daun, polong, maupun batang tanaman kedelai.

4. Bunga

Tanaman kacang-kacangan, termasuk tanaman kedelai, mempunyai dua stadia tumbuh,

(14)

7 berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif mulai dari pembentukan

bunga sampai pemasakan biji. Tanaman kedelai di Indonesia yang mempunyai panjang hari

rata-rata sekitar 12 jam dan suhu udara yang tinggi (>30° C), sebagian besar mulai berbunga

pada umur antara 5-7 minggu. Tanaman kedelai termasuk peka terhadap perbedaan panjang

hari, khususnya saat pembentukan bunga. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu.

Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah

bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung

kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya

pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi.

Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan

kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih

banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga.

Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi

polong disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi

polong, hanya berkisar 20-80%. Jumlah bunga yang rontok tidak dapat membentuk polong

yang cukup besar. Rontoknya bunga ini dapat terjadi pada setiap posisi buku pada 1-10 hari

setelah mulai terbentuk bunga.

Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah

subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada tipe

batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate.

Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu.

(15)

8 Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama.

Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak

tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap

tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan

pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan

bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode

pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi

kuning kecoklatan pada saat masak.

Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai

ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan

besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat,

agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur.

Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit

biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih.

Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses

pembentukan biji. Warna kulit biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau

kombinasi campuran dari warna-warna tersebut.

Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji

kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air

berkisar 12-13%.

(16)

9 Pengetahuan tentang stadia pertumbuhan tanaman kedelai sangat penting, terutama bagi para

pengguna aspek produksi kedelai. Hal ini terkait dengan jenis keputusan yang akan diambil

untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal dengan tingkat produksi yang maksimal dari

tanaman kedelai, misalnya waktu pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit,

serta penentuan waktu panen.

1. Stadia Pertumbuhan Vegetatif

Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman mulai muncul kepermukaan tanah

sampai saat mulai berbunga. Stadia perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon,

sedangkan penandaan stadia pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang

(17)

10 2. Stadia Pertumbuhan reproduktif

Stadia pertumbuhan reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga

sampai pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji.

2.4. Lingkungan Tumbuh Tanaman Kedelai

Di Indonesia kedelai ditanam pada lahan sawah (setelah panen padi) dan pada lahan kering

(terutama pada lahan kering yang tidak masam). Di Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera ada

juga kedelai ditanam pada lahan pasang surut/lebak yaitu pada musim kemarau. Sampai saat ini

penyebaran kedelai di Indonesia masih terluas di pulau Jawa. Di Jawa kedelai ditanam sebagian

besar dilahan sawah.

Lahan yang sesuai untuk tanaman kedelai adalah lahan tidak masam/pH diatas 5,0, tekstur

lempung dan kandungan bahan organik tinggi sampai sedang. Kandungan hara tanah (N, P2O5,

K2O, Ca, Mg) yang cocok atau sesuai adalah tinggi sampai sedang. Curah hujan 1.000 – 2.500

mm/tahun dan temperatur 20 – 35 C (Deptan, 2012).

2.5. Varietas Kedelai

Sampai dengan tahun 2009 telah dilepas sebanyak kurang lebih 80 varietas kedelai. Berdasarkan

umurnya varietas kedelai dibagi ke dalam 3 jenis yaitu varietas berumur genjah (<80 hari), umur

sedang (80-89 hari) dan umur dalam (>90 hari), sedangkan berdasarkan warna bijinya kedelai

dibagi menjadi biji kuning dan biji hitam. Pemilihan varietas kedelai disesuaikan dengan lokasi

(spesifik lokasi). Untuk mendapatkan hasil yang tinggi, disarankan agar menggunakan varietas

unggul yang bermutu.

(18)

11 varietas

tanggamus wilis kaba

Hasilrata-rata

Sumber : pustaka.litbang.deptan (2008)

2.6. Kebutuhan Air Tanaman

Air yang dapat diserap oleh tanaman tergantung dari yang tersedia didalam tanah. Air yang

tersedia ini berada dalam kisaran kapasitas lapang dan titik layu permanen. Jumlah air yang

berada dalam kisaran tersebut sangat beragam, tergantung kadar bahan organik, tekstur dan tipe

lempung suatu tanah (Susanti, 2011).

Kebutuhan air tanaman (Crop Water Requirement, CWR) adalah air yang digunakan oleh

tanaman untuk memenuhi evapotranspirasi (ET), dan proses metabolisme. Karena air yang

digunakan pada proses metabolisme ini kurang dari 1 %, maka CWR atau disebut juga

Consumptive Use (CU) dianggap sama dengan ET. Kebutuhan air untuk tanaman adalah jumlah

total ET dari awal sampai akhir pertumbuhan. Kebutuhan air ini antara lain dipengaruhi oleh

jenis dan umur tanaman, radiasi surya dan curah hujan (Rosadi dkk, 2013b).

Menurut Islami dan Utomo (1995) dalam budidaya tanaman dilapangan, kehilangan air dari

(19)

12 sebagai evaporasi. Di lapangan proses transpirasi dan evaporasi terjadi secara bersamaan dan

sulit dipisahkan satu dengan lainya. Oleh karena itu kehilangan air lewat kedua proses ini pada

umumnya dijadikan satu dan disebut “evapotranspirasi (ET)”. Dengan demikian

evapotranspirasi merupakan jumlah air yang diperlukan oleh tanaman.

Pada umumnya kebutuhan air tanaman kedelai adalah sekitar 350-450 mm selama pertumbuhan

kedelai. Pada saat perkecambahan kebutuhan air merupakan faktor yang sangat penting untuk

keberlangsungan pertumbuhan kedelai selanjutnya. Pada masa pembungaan dan pengisian

polong kebutuhan air adalah paling besar. Kedelai sebenarnya adalah tanaman yang toleran

terhadap cekaman, kedelai masih dapat berproduksi bila cekaman tidak melebihi batas maksimal

50% kapasitas lapang (Flatian, 2012).

Pemberian air diberikan berdasarkan kriteria penjadwalan, salah satu penetapan kriteria

penjadwalan adalah dengan menggunakan pemilihan waktu dan kriteria kedalaman.

Berdasarkan pemilihan waktu, penjadwalan pemberian air pada tanaman dibgi menjadi lima

(20)

13 1. Fixed Interval

Air diberikan pada jarak waktu tertentu. Air diberikan secara bebas pada daerah perakaran.

Hal ini dilakukan untuk mempermudah pekerjaan/kesederhanaan dalam pemberian air.

2. Allowable Depletion Amount

Irigasi diberikan ketika jumlah air dibawah keadaan kapasitas lapang, yakni dengan

mengosongkan daerah perakaran. Irigasi ini sangat cocok untuk wilayah yang memiliki

sistem frekwensi pengairan yang tinggi.

3. Alloable Daily Stress

Irigasi diberikan ketika mengantisipasi penurunan evapotranspirasi actual (Eta) berada

dibawah kecepatan evapotranspirasi potensial. Irigasi ini baik jika dilakukan ketika

persediaan air terbatas.

4. Alloable Daily Yield Reduction

Irigasi diberikan ketika respon hasil yang sebenarnya (Y aktual) mengalami penurunan

dibawah fraksi hasil maksimum. Untuk memperkirakan perbandingan harian dari

Yact/Ymax ditetapkan dengan perbandingan Eta/Etc dan factor tanggapan hasil.

5. Alloable Fraction Of Readily Available Water (RAW)

Irigasi diberikan ketika penipisan air tanah secara relatif pada air tanah segera tersedia

mengalami penurunan pada level atau tingkatan yang ditentukan. Diantara penjadwalan yang

lain, hal ini sangat optimal dimana sampai pada 100% RAW irigasi selalu terjamin ketika

kondisi kelembapan tanah terjadi kejenuhan.

Sedangkan jika dilihat dari kriteria kedalaman, dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Beackt to Field Capacity

(21)

14 2. Fixed Depth

Yakni mengantisipasi jumlah air yang digunakan.

(Raes, dkk. 1987)

2.7. Defisit Air Tanah Tersedia

Kelebihan dan kekurangan air dimedia tumbuh kedelai akan mempengaruhi pertumbuhan dan

hasil kedelai. Periode kritis kedelai terhadap air dapat ditentukan dengan menghadapkan

tanaman pada kekeringan atau genangan sejak awal pertumbuhan sampai pertumbuhan akhir

(Yuliana, 2011).

Jika suatu titik dimana penipisan Air Tanah Tersedia (ATT) mencapai maksimum (maximum

Allowable Deficieny) disebut kandungan air tanah kritis (өc). Pada kondisi ini Evapotranspirasi

aktual (ETa) masih sama dengan ETm, namun apabila penipisan ATT melewati Titik kritis ini,

maka, ETa < ETm dan akibatnya tanaman mengalami cekaman air (water stress). Apabila

cekaman air ini terjadi maka tanaman akan menghentikan pertumbuhanya, dan ini bisa dilihat

dari penampilan tanaman tersebut (Rosadi, dkk. 2005a).

Penipisan kandungan air tanah tersedia bagi tanaman mempengaruhi pertumbuhan dan produksi

tanaman kedelai (Suparni, 2010). Beberapa hal yang menyebabkan cekaman air pada tanaman

yaitu karena ketersediaan air dalam media tidak cukup, transpirasi yang berlebihan atau kedua

factor tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat

mengalami cekaman air. Hal ini terjadi jika kecepatan absorbs tidak dapat mengimbangi

kehilangan air melalui proses transpirasi. (Islami dan Utomo, 1995).

Pada hasil penelitinya Susanti (2011) menjelaskan pengaruh tingkat air tersedia terhadap tinggi

(22)

15 umur 4 mst (minggu setelah tanam), masing-masing perlakuan memperoleh jumlah air yang

sama dan menghasilkan tanaman dengan tinggi yang tidak berbeda. Tinggi tanaman pada

pengamatan 4 dan 6 mst tidak berbeda nyata karena pada awal pertumbuhannya tanaman

memperoleh air dan unsur dalam jumlah yang cukup. Air adalah komponen utama dalam

tanaman hijau, dimana air merupakan salah satu unsur alamiah utama yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan karena air berfungsi untuk menjamin kelangsungan proses fisiologis dan biologi

tanaman. Dengan ketersediaan air yang cukup bagi tanaman dapat membantu akar dalam

penyerapan unsur hara karena unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman adalah unsur hara

yang larut dalam larutan tanah yaitu dalam bentuk ion-ion (kation maupun anion). Dengan

penyerapan unsur hara yang cukup tentunya pasokan bahan baku dalam proses fotosintesis akan

tersedia bagi tanaman, sehingga assimilat yang dihasilkan dapat digunakan dalam pengembangan

batang, daun dan sistem perakaran tanaman. Hal inilah yang memacu pengamatan tinggi

tanaman pada umur 4 dan 6 mst tidak berbeda nyata.

Menurut Allen dkk, (1998) total air tanah tersedia pada zona perakaran dapat dihitung dengan

rumus :

TAW = 1000 (θfc-θwp)Zr

Dimana :

TAW : Total air tanah tersedia pada zona perakaran (mm)

θfc : Kandungan air tanah pada saat kapasitas lapang (m3 m-3)

θwp : Kandungan air tanah pada saat titik layu permanen (m3 m-3)

(23)

16 III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas

Lampung. Percobaan berlangsung pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : timbangan, oven, cawan, mistar, kalkulator,

gelas ukur. Bahan yang digunakan adalah : tanah, insektisida, benih varietas Tanggamus, benih

varietas Kaba, benih varietas Wilis, dan air.

3.3. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan

faktor pertama yaitu defisit air tanah tersedia (P) yang terdiri dari empat taraf perlakuan

defisit air tanah tersedia (ATT), yaitu P1 (0-20%), P2 (20-40%), P3 (40-60%), dan P4

(60-80%) dari air tanah tersedia, dan faktor kedua yaitu varietas kedelai (V) yang terdiri dari tiga

varietas yaitu V1 (Wilis), V2 (Kaba), dan V3 (Tanggamus). Untuk setiap perlakuan

dilakukan penimbangan setiap hari, kemudian diberi irigasi sesuai dengan jumlah air yang

(24)

17 2. PelaksanaanPenelitian

a. Persiapan

Tanah yang digunakan adalah tanah pertanian yang diambil dari Lampung tengah.

Persiapan media tanam dilakukan sebelum tanam dengan cara sebagai berikut : tanah

dijemur hingga kering udara, kemudian dimasukkan kedalam ember dengan berat

masing-masing tanah pada ember sebanyak 7 kg. Pada saat yang sama diambil sampel untuk

mengetahui kadar air tanah. Kemudian berdasarkan hasil data fisika (PF) dari laboratorium

tersebut dilakukan pengondisian perlakuan yaitu menyiram ember berisi tanah sesuai

dengan tingkat defisitnya.

b. Penanaman Kedelai

Penanaman kedelai dilakukan dalam ember, setiap ember ditanami 5 biji kedelai sesuai

dengan varietas yang telah ditentukan. Setelah tanaman tumbuh dipilih dua tanaman

terbaik.

c. Pemeliharaan

Pemberian air dilakukan setiap hari dengan volume sesuai dengan perlakuan. Pengendalian

hama dan penyakit menggunakan insektisida.

d. Pengamatan

Variabel-variabel yang diamati meliputi :

 Tinggi tanama (cm)

 Jumlah daun rata-rata (helai)

 Evapotranspirasi harian (mm)

 Indek sluas daun (cm2)

(25)

18 e. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, dilanjutkan dengan uji Beda

(26)

19 Gambar 1. Diagram alir penelitian

Pemeliharaan dan Pengambilan data

 Tinggi tanaman (cm)

 Jumlah daun rata-rata (helai)

 Kadar air tanah harian (mm/hari)

 Indeks luas daun (cm2)

Mulai

Persiapan media tanam

 Penjemuran tanah

 Pengapuran

 penimbangan

Analisis sifatfisik tanah

dan kadar air tanah

Pengondisian perlakuan sesuai dengan tingkat defisitnya

Penanaman

Analisis data

(27)

51 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan :

1. Perlakuan defisit air tanah tersedia bagi tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman kedelai pada fase vegetatif varietas Willis (V1), varietas Kaba (V2) dan varietas

Tanggamus (V3).

2. Dari data pengamatan sampai minggu ke-6 dari 3 varietas tanaman kedelai diketahui

batang tanaman tertinggi yaitu varietas Willis (59.33 cm) pada perlakuan P2. Jumlah

daun terbanyak Varietas Kaba (26.67 helai) pada perlakuan P1, dan indeks luas daun

varietas Willis (685.17 cm2) pada perlakuan P2.

3. Kebutuhan total air tertinggi yaitu varietas Kaba pada perlakuan P2 (6509.67 mm3),

diikuti varietas Willis (6376.33 mm3) pada P1 dan varietas Tanggamus (6351.33 mm3)

pada perlakuan P3.

4. Secara umum dari hasil penelitian ini, ketiga varietas kedelai dapat tumbuh normal atau

(28)

52

5.2. Saran

1. Untuk penelitian tentang pengaruh defisit air tanah tersedia terhadap pertumbuhan tanaman

sebaiknya pada minggu pertama irigasi diberikan secara penuh sampai FC dikarenakan

pada awal pertumbuhan kondisi tanaman sangat rentan.

2. Budidaya tanaman kedelai pada lahan dengan kondisi air tanah yang cukup bisa

menggunakan varietas Kaba (V2) namun jika kondisi air terbatas sebaiknya menggunakan

(29)

53 DAFTAR PUSTAKA

Allen, RG. Pereira, L. Raes, D. dan Smit, M. (1998) Crop Evapotranspiration - Guidelines for Computing Crop Water Requirements - FAO Irrigation and Drainage Paper 56. FAO - Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. 321 hlm.

Balai Penelitian Tanah. 2013. Hasil Analisis Fisika Tanah. Labolatorium Ilmu Tanah. Bogor.

Darman, M. Arsyad, M. Muchlis, A. Heru, K. dan Purwantoro. 2011. Deskripsi Varietas Kedelai Tanggamus. 01 mei 2013

http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/deskripsi-varietas-kedelai-tanggamus.

Departeman Pertanian. 2008. Deskripsi varietas Unggul kedelai. 18 April 2013 http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/deskripsi_kedelai.pdf

Departeman Pertanian. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Tanaman Kedelai. 18 April 2013

http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_upload/isi_pedoman_teknis_kedelai_2012.pdf

Irwan, A, W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai(Glycine max L.).Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor. 43 pp.

Islami, T. dan H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah Air dan Tanaman.IKIP Semarang Perss. Semarang.

Raes, D. Harman, L. Paul, V.A. Mathias, V. dan Martin S. 1987. IRSIS (Irigation Scheduling Information System) Volume I-Manual. Developed Ad The Katholieke Universitied Leuvan (Belgiun). Pp 117 hlm.

Rosadi, B. Afandi, M. Senge, K. Ito, J. T. Adomoko. 2005. Critical Water Content and Water Stress Coefficiont Of Soybean (Glycine Max (L) Merr) Under Deficit Irrigation. Article Paddy Water Environ Hal 219-223.

(30)

54 Rosadi, B. Ridwan, Z. Nugroho, H. dan Omi I. 2006. Pengaruh Defisit Evapotranspirasi Dalam

Regulated Deficit Irigation (RDI) Pada Kedelai (Glycine Max L. merr). Jurnal Keteknikan Pertanian VOL. 20.

Suparni. 2010. Pengaruh Penipisan Air Tanah Tersedia Terhadap Pertumbuhan dan HAsil Pada Tiga Farietas Kedelai (Glycine Max L. Merril). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 119 pp.

(31)
(32)

56 Lampiran 1. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada

minggu 1.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(33)

57 Lampiran 1. (Lanjutan)

(34)

58 Lampiran 2. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada

minggu 2.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4

Jk perlakuan 27,10

JKv 17,67

Jkp 8,07

(35)

59 Lampiran 2. (Lanjutan)

(36)

60 Lampiran 3. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada

minggu 3.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 76,23

JKv 28,75

Jkp 37,14

(37)

61 Lampiran 3. (Lanjutan)

(38)

62 Lampiran 4. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada

minggu 4.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 424,89

JKv 88,07

Jkp 231,44

(39)

63 Lampiran 4. (Lanjutan)

(40)

64 Lampiran 5. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada

minggu 5.

perlakuan Ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 860,47

JKv 407,60

Jkp 315,47

(41)

65 Lampiran 5. (Lanjutan)

(42)

66 Lampiran 6. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap tinggi tanaman (cm) pada

minggu 6.

perlakuan Ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(43)

67 Lampiran 6. (Lanjutan)

(44)

68 Lampiran 7. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)

pada minggu 1.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(45)

69 Lampiran 8. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)

pada minggu 2.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas PerlakuanIrigasi Total

P1 P2 P3 P4

Jk perlakuan 10,97

JKv 0,39

Jkp 4,08

(46)

70 Lampiran 8. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

0,05 0,01

Perlakuan 11 10,97 1,00 1,24 2,22 3,09

V 2 0,39 0,19 0,24 3,4 5,61

P 3 4,08 1,36 1,69 3,01 4,72

VP 6 6,50 1,08 1,34 2,51 3,67

G, Percobaan 24 19,33 0,81

Total 46 41,28

BNT 0,05 BNT 0,01

(47)

71 Lampiran 9. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)

pada minggu 3.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4

Jk perlakuan 36,00

JKv 1,50

Jkp 7,56

(48)

72 Lampiran 9. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

0,05 0,01

Perlakuan 11 36,00 3,27 1,27 2,22 3,09

V 2 1,50 0,75 0,29 3,4 5,61

P 3 7,56 2,52 0,97 3,01 4,72

VP 6 26,94 4,49 1,74 2,51 3,67

G. Percobaan 24 62,00 2,58 Total 46 134,00

BNT 0,05 BNT 0,01

(49)

73 Lampiran 10. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)

pada minggu 4.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas PerlakuanIrigasi Total

P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 62,58

JKv 7,68

Jkp 39,80

(50)

74 Lampiran 10. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

Perlakuan Jumlah daun

(51)

75 Lampiran 11. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)

pada minggu 5.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 135,24

JKv 10,60

Jkp 42,19

(52)

76 Lampiran 11. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

0,05 0,01 Perlakuan 11 135,24 12,29 2,13 2,22 3,09

V 2 10,60 5,30 0,92 3,4 5,61

P 3 42,19 14,06 2,43 3,01 4,72

VP 6 82,46 13,74 2,38 2,51 3,67

G, Percobaan 24 138,83 5,78 Total 46 409,32

BNT 0,05 BNT 0,01

(53)

77 Lampiran 12. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap jumlah daun rata-rata (helai)

pada minggu 6.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(54)

78 Lampiran 12. (Lanjutan)

(55)

79 Lampiran 13. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm2)

pada minggu 1.

perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4

Jk perlakuan 39,80

JKv 29,70

Jkp 3,55

(56)

80 Lampiran 13. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

Perlakuan Luas daun

(57)

81 Lampiran 14. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm) pada

minggu 2.

Perlakuan ulangan total rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4

Jk perlakuan 94,82

JKv 37,36

Jkp 32,26

(58)

82 Lampiran 14. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

Perlakuan Luas daun

(59)

83 Lampiran 15. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm2) pada

minggu 3.

Perlakuan Ulangan Ttal Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 15089,96

JKv 5175,99

Jkp 5636,17

(60)

84 Lampiran 15. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

0,05 0,01 Perlakuan 11 15089,96 1371,81 0,78 2,22 3,09

V 2 5175,99 2588,00 1,46 3,4 5,61

P 3 5636,17 1878,72 1,06 3,01 4,72

VP 6 4277,80 712,97 0,40 2,51 3,67

G. Percobaan 24 42446,37 1768,60

Total 46 72626,30

(61)

85 Lampiran 16. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm2) pada

minggu 4,

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Total 14234,19 4931,76

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4

V1 1149,06 1440,46 1200,19 1002,65 4792,36 V2 1236,20 1529,61 1154 968,50 4888,32 V3 1134,41 1059,58 1971,58 949,03 5114,61s total 3519,68 4029,65 4325,77 2920,19 14795,29

FK 6080574,86

Jk total 731567,66 Jk perlakuan 311449,33

JKv 4562,96

Jkp 126764,44

(62)

86 Lampiran 16. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

0,05 0,01 Perlakuan 11 311449,33 28313,58 1,62 2,22 3,09

V 2 4562,96 2281,48 0,13 3,4 5,61

P 3 126764,44 42254,81 2,41 3,01 4,72

VP 6 180121,93 30020,32 1,71 2,51 3,67

G. Percobaan 24 420118,33 17504,93 Total 46 1043017,00

(63)

87 Lampiran 17. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm2) pada

minggu 5.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Total 20962,07 7419,48

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4

V1 1942,83 2055,32 1892,90 1962,47 7853,53 V2 1595,32 2757,02 1584,65 1460,65 7397,64 V3 1862,35 1642,04 2019,11 1483,75 7007,25 total 5400,515 6454,38 5496,66 4906,87 22258,44

FK 13762164,68

Jk total 871451,09 Jk perlakuan 460222,50

JKv 29900,83

Jkp 139538,85

(64)

88 Lampiran 17. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel G. Percobaan 24 411228,59 17134,52

Total 46 1331673,59

BNT 0,05 BNT 0,01 237,27 330,25

Perlakuan Luas daun

(65)

89 Lampiran 18. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap indeks luas daun (cm2) pada

minggu 6.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(66)

90 Lampiran 18. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel G. Percobaan 24 1127437,54 46976,56

(67)

91 Lampiran 19. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap evapotranspirasi (mm) pada

minggu 1.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(68)

92 Lampiran 20. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap evapotranspirasi (mm) pada

minggu 2.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(69)

93 Lampiran 21. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap evapotranspirasi (mm) pada

minggu 3.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(70)

94 Lampiran 21. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

0,05 0,01 Perlakuan 11 141,98 12,91 1,18 2,22 3,09

V 2 21,44 10,72 0,98 3,4 5,61

P 3 86,52 28,84 2,63 3,01 4,72

VP 6 34,01 5,67 0,52 2,51 3,67

G. Percobaan 24 263,56 10,98

Total 46 547,51

BNT 0,05 BNT 0,01

(71)

95 Lampiran 22. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT tersedia terhadap evapotranspirasi

(mm) pada minggu 4.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(72)

96 Lampiran 22. (Lanjutan)

(73)

97 Lampiran 23. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap evapotranspirasi (mm) pada

minggu 5.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(74)

98 Lampiran 23. (Lanjutan)

(75)

99 Lampiran 24. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap evapotranspirasi (mm) pada

minggu 6.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

(76)

100 Lampiran 24. (Lanjutan)

(77)

101 Lampiran 25. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm) pada

minggu 1.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4

Jk total 133275,00 Jk perlakuan 55075,00

JKv 4200,00

Jkp 5630,56

(78)

102 Lampiran 25. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

0,05 0,01 Perlakuan 11 55075,00 5006,82 1,54 2,22 3,09

V 2 4200,00 2100,00 0,64 3,4 5,61

P 3 5630,56 1876,85 0,58 3,01 4,72

VP 6 45244,44 7540,74 2,31 2,51 3,67

G. Percobaan 24 78200,00 3258,33

Total 46 188350,00

BNT 0,05 BNT 0,01

(79)

103 Lampiran 26. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm) pada

minggu 2.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 12497,22

JKv 5,56

Jkp 4275,00

(80)

104 Lampiran 26. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

0,05 0,01 Perlakuan 11 12497,22 1136,11 0,97 2,22 3,09

V 2 5,56 2,78 0,00 3,4 5,61

P 3 4275,00 1425,00 1,22 3,01 4,72

VP 6 8216,67 1369,44 1,17 2,51 3,67

G, Percobaan 24 28000,00 1166,67

Total 46 52994,44

(81)

105 Lampiran 27. Analisis sidik ragam pengar uh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm) pada

minggu 3.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4

Jk total 243422,22 Jk perlakuan 85222,22

JKv 12872,22

Jkp 51933,33

(82)

106 Lampiran 27. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

0,05 0,01 Perlakuan 11 85222,22 7747,47 1,18 2,22 3,09

V 2 12872,22 6436,11 0,98 3,4 5,61

P 3 51933,33 17311,11 2,63 3,01 4,72

VP 6 20416,67 3402,78 0,52 2,51 3,67

G. Percobaan 24 158200,00 6591,67

Total 46 328644,44

(83)

107 Lampiran 28. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm)

padaminggu 4.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas PerlakuanIrigasi Total

P1 P2 P3 P4

Jk total 527990,00 Jk perlakuan 271648,00

JKv 13611,50

Jkp 171031,33

(84)

108 Lampiran 28. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

(85)

109 Lampiran 29. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm) pada

minggu 5.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4 Jk perlakuan 1793,33

JKv 1676,67

Jkp 1943,33

(86)

110 Lampiran 29. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

(87)

111 Lampiran 30. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap kebutuhan air (mm) pada

minggu 6.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4

Jk total 1590187,22 Jk perlakuan 1046251,89

JKv 148972,06

Jkp 754890,78

(88)

112 Lampiran 30. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel

(89)

113 Lampiran 31. Analisis sidik ragam pengaruh defisit ATT terhadap total irigasi rata-rata (mm)

pada 3 varietas kedelai.

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

Total 220691 74282,00

Varietas Perlakuan Irigasi Total

P1 P2 P3 P4

Jk total 5840465,00 Jk perlakuan 3294796,33

JKv 190153,17

Jkp 2364821,89

(90)

114 Lampiran 31. (Lanjutan)

SK Db JK KT F hit F Tabel G. Percobaan 24 2545668,67 106069,53

(91)

115 Lampiran 32. Kebutuan air rata-rata mingguan (mm) pada 3 varietas kedelai

,

KebutuHan Air Rata-Rata Mingguan (Mm)

perlakuan 1 2 3 4 5 total

(92)

116 Lampiran 33. Hasil analisis kadar air tanah tersedia pada contoh tanah kring udara (gram) yang

digunakan dalam penelitian.

Ulangan Berat Basah

(gram) Berat kering (gram)

1 50,1475 49,8336

2 50,4869 46,6743

3 49,2868 47,243

kadar air tanah dihitung dengan rumus :

KAT = BB – BK/BK x 100%

KAT = 49,9737 – 47,9169 / 47,9169 x 100

KAT = 4,2924

Keterangan : BB = berat tanah kering udara

(93)

117 Lampiran 34. Dokumentasi kegiatan penelitian

(94)

118 2. Pengambilan Data

(95)

119 3. Perkembangan tanaman

Minggu ke-2 Minggu ke-1

Minggu ke-4 Minggu ke-3

Gambar

Gambar 1.  Diagram alir penelitian
Tabel

Referensi

Dokumen terkait

perulangan periodiknya dalam menekan multiple , kedua metode filtering yang memisahkan reflektor primer dan multiple dalam domain tertentu, baik itu domain F-K, Tau-P dan

Penelitian ini bertujuan mengkaji hubungan panjang bobot, pertumbuhan, faktor kondisi, dan nisbah kelamin ikan brek ( Barbonymus balleroides ) pada habitat yang

H0 = Tidak terdapat aktivitas hepatoprotektif dari pemberian ekstrak kurma ruthab ( Phoenix dactylifera ) terhadap sayatan histologi hepar mencit ( Mus musculus )

Berdasarkan hasil analisis peneliti dilapangan, dari penelitian yang berjudul (Strategi da’i dalam mengajarkan Al-Qur’an di desa Doda Kec. Lore tengah Kab. Pelaksanaan nya

Berdasarkan dari hasil analisa yang sudah dilakukan maka didapatkan perbandingan gaya-gaya dalam, kolom persegi mempunyai gaya dalam yang lebih besar dibandingkan

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berfokus pada Desa yang berada di Kabupaten Batang dikarenakan masih rentang pembangunan yang di

Kebijakan Bank Indonesia dalam rangka pemulihan ekonomi nasional dari Covid-19 yang meliputi: (i) penurunan suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR)

Wakil Direktur Bidang Akademik, yang selanjutnya disebut Wakil Direktur I merupakan Dosen yang diberi tugas tambahan membantu Direktur dalam memimpin pelaksanaan