ABSTRAK
ANALISIS TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN ISTRI TERHADAP SUAMI DALAM PERSPEKTIF
KRIMINOLOGI
Oleh
ERIK BARCELLONA
Sekarang ini kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak hanya dilakukan oleh suami terhadap istri, tetapi istri terhadap suami. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Sehingga kekerasan dalam rumah tangga harus segera dihilangkan atau dihapuskan. Adapun permasalahan yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah perspektif krimininologi tindak pidana KDRT yang dilakukan istri terhadap suami, apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana KDRT yang dilakukan istri terhadap suami dalam perspektif kriminologi dan penerapan hukum terhadap pelaku KDRT yang dilakukan istri terhadap suami.
Penelitian ini dilakuka menggunakan pendekatan masalah melalui pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris dan pendekatan kriminologi dengan data primer dan data sekunder dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan dilapangan.
Berdasarkan kesimpulan tersebut perlu ditingkatkan sosialisasi tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, para penegak hukum sebaiknya bersikap tegas dalam memberikan sanksi kepada pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Perlu adanya layanan dari pemerintah terhadap para korban kekerasan dengan mendirikan rumah aman dan pelayanan kesehatan bagi korbannya. Sebaiknya setiap pasangan dalam rumah tangga harus mengerti tentang keagamaan serta mengikuti adat istiadat dalam kehidupan mereka. Setiap pasangan harusnya memiliki latar belakang pendidikan yang baik dan bersikap saling terbuka antar pasangannya.
ANALISIS TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN ISTRI TERHADAP SUAMI DALAM PERSPEKTIF
KRIMINOLOGI Oleh
ERIK BARCELLONA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Peneliti dilahirkan di Desa Gunung Batin Udik, Lampung
Tengah pada tanggal 11 Agustus 1992 dan merupakan anak
pertama dari 3 (tiga) bersaudara dari pasangan Bapak Yeri
Indawan dan Ibu Sulasmik.
Pendidikan yang telah diselesaikan adalah Taman Kanak-kanak Astra Ksetra,
Tulang Bawang diselesaikan pada tahun 1998. Sekolah Dasar Negeri II Astra
Ksetra, Tulang Bawang lulus pada tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama
Negeri 3 Bandar Agung, Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2007,
lalu peneliti melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Yayasan Pembina Unila
Bandar Lampung yang lulus pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 peneliti terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Hukum Universitas
Lampung melalui jalur Ujian Mandiri Lokal. Peneliti Mengikuti Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di Desa Labuhan Ratu VI Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten
Lampung Timur, Propinsi Lampung pada 17 januari – 26 Februari tahun 2013. Selanjutnya peneliti melakukan penelitian pada Polresta Bandar Lampung dan
MOTO
“Hidup Cuma Sekali Hiduplah Yang Berarti”
(DEDE SUNANDAR)
“Jika Anda Tidak Mengerjakan Pahala Sebaiknya Anda Tidak Melakukan Dosa” (ERIK BARCELLONA)
“Kepuasan Terletak Pada Usaha, Bukan Pada Hasil. Berusaha Dengan Keras Adalah Kemenangan Yang Hakiki”
(Gandhi)
“Jangan Minta Pulang Kita Ini Bujang”
PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan kesempatan sehingga
dapat ku selesaikan sebuah karya ilmiah ini dan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang selalu kita harapkan Syafaatnya di hari akhir kelak. Aku
persembahkan karya ini kepada:
Untuk kedua orang tua yang aku hormati dan aku hargai, Emak dan Bapak yang
selalu mencintai, menyayangi, mendo’akan dan mendidikku:
YERI INDAWAN
SULASMIK
Serta untuk adik-adikku yang senantiasa memberikan dukungan kepada ku
dengan kasih sayang yang tulus, serta seluruh keluarga yang melengkapi
hari-hariku:
ERISA TIRTA KURNIA
ERIN TRI LATIFAH
Untuk sahabat dan teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan
dan motivasi serta menemaniku dalam suka dan duka dalam mencapai
SANWACANA
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatu
Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT,
Rabb seluruh alam yang telah memberikan Rahmat dan Taufik serta Hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Tanpa adanya
kemudahan yang diberikan takkan mungkin dapat terlaksana, oleh karenanya
hamba senantiasa bersyukur atas segala yang diberikan. Sholawat serta salam
semoga Allah limpahkan kepada sebaik-baik contoh dan tauladan Nabi paling
Agung Nabi Muhammad SAW, Beliau yang telah memberikan perubahan kepada
dunia dari zaman kebodohan kepada zaman yang penuh pencerahan.
Dalam penulisan ini tidak terlepas dari adanya bantuan, partisipasi dari berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H selaku ketua Bagian Hukum Pidana.
banyak memberi bimbimgan dan arahan dengan penuh kesabaran kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H selaku pembimbing II yang telah
memberikan banyak bantuan, masukkan dan saran dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H selaku pembahas I yang telah banyak
memberikan kritikan dan saran yang sangat berharga kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H selaku pembahas II yang telah
banyak memberikan kritikan dan saran yang sangat membangun kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa
disebutkan satu persatu namanya, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan
dan diajarkan dengan ikhlas.
9. Seluruh staf baik di bagian Hukum Pidana Mba Sri, Mba Yanti, Babe.
Maupun di bagian Akademik dan Kemahasiswaan yang tidak kalah
pentingnya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
10. Orang tua terhormat dan terkasih, bapak Yeri Indawan dan emak Sulasmik
11. Saudari-saudari ku, Erisa Tirta Kurnia dan Erin Tri Latifah yang telah
banyak memberikan semangat serta doa untuk kelancaran dalam pengerjaan
skripsi ini.
12. Guru-guru ku selama menduduki bangku Taman kanak-kanak, Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Penulis
ucapkan terimakasih atas ilmu yang telah diberikan.
13. Pihak penyidik unit PPA dari Polresta Bandar Lampung yang telah
memberikan informasi dan bantuannya selama penulis melakukan riset
dalam penulisan skripsi ini.
14. Direktur ekskutif LSM DAMAR beserta staf jajarannya yang telah
memberikan informasi dan bantuannya selama penulis melakukan riset
dalam penulisan skripsi ini.
15. Teman-teman sekaligus keluarga baru, pengalaman baru di Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Moch, Hadi, Mario, Anggew, Sinta, Andria, Sahara, Eva, dan
Riska Serta Bapak Karyanto dan seluruh keluarga yang telah menerima
kami di kediamannya. Bapak Prayitno selaku Kepala Desa Labuhan Ratu VI
beserta istri dan keluarga.
16. Sahabat - sahabat terbaikku Aldy Fernanda, Ade Putra Ramadhani,
17. Teman-teman seangkatan yang selalu hadir, selalu memberi cerita
menyenangkan dan moment tak terlupakan selama perkuliahan di Fakultas
Hukum Universitas Lampung: Novan, Ario, Anggi, Sarwo, Ridho, Alfin,
Amek, Sudi, Ijal, Icat, Dicky, Silva, Vinda, Itqoh, Dimas, Alhuda, Sandi,
Willy, Kamal serta yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya penulis
ucapkan terimakasih.
18. Saudara, teman, rekan yang lain dan tidak bisa disebutkan satu persatu yang
saya yakin berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan ikut berpartisipasi,
membantu dalam penulisan skripsi ini penulis ucapkan terimakasih.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat,
bangsa, dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang
membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun
akan selalu diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih semoga Allah
SWT memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua serta semoga tali
silahtuhrahmi diantara kita tetap erat dan kita dipertemukan kembali dalam
keridhoan-Nya. Aamiin Allahuma Ya Rabbil’alamin.
Bandar Lampung, April 2014
Penulis
iv DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7
1. Tujuan Penelitian ... 7
2. Kegunaan Penelitian... 7
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7
1. Kerangka Teori... 7
2. Konseptual ... 9
E. Sistematika Penulisan ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Jenis Tindak Pidana dan Tindak Pidana KDRT ... 13
1. Pengertian Tindak Pidana ... 13
2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga ... 15
B. Kekerasan dalam Rumah Tangga... 17
1. Pengertian Rumah Tangga ... 17
2. Ruang Lingkup Rumah Tangga ... 19
3. Jenis-jenis Kekerasan dalam Rumah Tangga ... 20
4. Sanksi Pidana dalam Kekerasan Rumah Tangga ... 23
C. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan ... 24
1. Faktor Intern ... 25
2. Faktor Ekstern ... 27
v
B. Sumber dan jenis Data ... 35
C. Penentuan Populasi dan Sampel... 36
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36
E. Analisis Data ... 37
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik responden ... 39
B. Kronologis Kasus ... 40
C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana KDRT yang Dilakukan Istri terhadap Suami dalam Perspektif Kriminologi ... 41
D. Perspektif Krimininologi Tindak Pidana KDRT yang Dilakukan Istri terhadap Suami ... 48
E. Penerapan Hukum terhadap Pelaku KDRT Istri terhadap Suami ... 54
V. PENUTUP A. Simpulan ... 60
B. Saran ... 61
1.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya.
didalam sebuah keluarga inilah yang disebut dengan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).
Kekerasan yang terdapat di dalam rumah tangga pada umumnya meliputi berbagai
bentuk seperti kekerasan fisik, ekonomi, psikis, termasuk pemerkosaan,
pemukulan terhadap istri,suami,anak dan keluarga lain yang berada dalam
keluarga tersebut. Kekerasan dalam rumah tangga ini umumnya paling sulit untuk
diungkapkan, karena selain di anggap sebagai urusan internal suatu rumah tangga,
juga ada kecenderungan masyarakat menyalahkan korbannya.
Rencana Aksi Nasional Pengahapusan Kekerasan terhadap Perempuan melalui
Kepres RI No.129 tahun 1998 ini hanya mengatur tentang kekerasan yang
dilakukan terhadap perempuan sebagai korban saja, sehingga pada tahun 2004
dikeluarkan Undang-Undang No.23 tahun 2004 yang berisikan tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (disingkat UU KDRT) yang
mengatur tidak hanya isteri atau perempuan yang menjadi korban, melainkan
suami dan anakpun termasuk didalamnya. Bukan bearti korban tindak pidana
KDRT adalah porsinya hanya untuk perempuan dan lebih lanjut tidak bearti
perempuan tidak bisa menjadi pelaku tindak pidana KDRT. Bahwa perempuan
(yang hendak dilindungi UU PKDRT) bisa menjadi pelaku tindak pidana KDRT
terlihat dari :1
a. Asas penghapusan KDRT yakni Nondiskriminasi (Pasal 3 huruf c UU
PKDRT)
1
b. Cara perumusan tindak pidana KDRT (tersebut dalam Bab VIII UU
PKDRT), yaitu dengan awalan kata : “Setiap orang”. Dari perumusan ini
dapat diambil kesimpulan , bahwa yang dimaksudkan dengan “setiap
orang” baik dalam jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
c. Dilihat dari perumusan tentang korban KDRT, yakni orang yang
mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan meliputi:
1. Suami,isteri, dan anak
2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga; dan/atau
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut.
Artinya isteri (perempuan) bisa menjadi pelaku tindak pidana KDRT
dengan korban suami, anak, keluarga atau pembantunya.
d. Adanya penunjukan langsung dalam rumusan Pasal 44 Ayat (4), Pasal 45
Ayat (2), Pasal 53 dengan adanya frasa “dilakukan oleh suami terhadap
isteri atau sebaliknya.
Berdasarkan hal tersebut “isteri atau perempuan” dapat menjadi subjek/pelaku
tindak pidana KDRT dan karenanya “suami atau laki-laki” menurut UU ini dapat
juga menjadi korban dari tindak pidana KDRT. Ketentuan ini harus dibaca dan
diterapkan secara berimbang, jangan sampai apabila pelaku KDRT adalah
laki-laki yang diterapkan adalah pasal-pasal tindak pidana dalam UU PKDRT,
psaal-pasal dalam UU PKDRT misalnya hanya menerapkan psaal-pasal dalam KUHP, hal
yang sama juga terjadi jika pelakunya adalah anak (laki-laki). KDRT secara
khusus sering menimpa kaum perempuan, dengan suami sebagai pelakunya
menerima konsekuensi hukumannya terhadap tindak pidana tersebut. Dalam hal
KDRT yang dilakukan istri terhadap suami, tidak menutup kemungkinan
menerima dampak atau konsekuensi hukumannya jika perempuan sebagai pelaku
kekerasan, dengan ketentuan dalam UU PKDRT dalam Pasal 44, Pasal 45, Pasal
46, Pasal 47, Pasal 48 dan Pasal 49 atau dilihat dari unsur “penganiayaan” yang di
atur dalam KUHP Pasal 351.
Kejahatan terhadap lingkup rumah tangga sebenarnya merupakan kejahatan yang
cukup serius dalam hal ancaman pidananya. Ancaman pidanan yang tinggi
tersebut diterapkan karena akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan tersebut
menimbulkan penderitaan yang berkepanjangan serta kerugian psikologis yang
mendalam.
Pada kenyataan tindakan secara fisik dan ancaman psikologis serta penelantaran
rumah tangga seringkali terjadi dalam kehidupan masyarakat, sehingga diperlukan
perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah
tangga. Untuk itulah pembaharuan terhadap masalah ini dipandang perlu untuk
segera dilaksanakan. Berdasarkan pemikiran tersebut maka terbitlah peraturan
perundang-undangan yang secara khusus mengatur tindak pidana kekerasan
dalam rumah tangga, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, ini terkait dengan beberapa
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut Mitra
Kalyana, aktifis perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga adalah
perubahan fisik, lingkungan dan kata-kata yang terjadi ditempat dimana seseorang
seharusnya bisa merasa aman yaitu rumah.2
Undang-Undang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini mengatur
antara lain ihwal pencegahan dan perlindungan serta pemulihan terhadap korban
kekerasan dalm rumah tangga, juga mengatur secara spesifik kekerasan yang
terjadi dalam rumah tangga dengan unsur-unsur tindak pidana yang berbeda
dengan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam KUHP. Selain itu, UU
PKDRT juga mengatur ihwal kewajiban bagi aparat penegak hukum, tenaga
kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, atau pembimbing rohani untuk
melindungi korban agar mereka lebih sensitive dan responsive terhadap
kepentingan rumah tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan
kerukunan rumah tangga. 3
Berdasarka fakta kasus yang terdapat dalam berita di internet kasus yang dialami
pasangan Nursulis Prihati (35) Ahmad Abdullah (38), dimana Ahmad Abdullah
menjadi korban KDRT, yakni dipukul dan dicakar oleh istrinya.4Pertengkaran
antara Nurkulis dan Abdulllah terjadi pada Minggu (21/04/2013) sekitar pukul
20.00 di kediaman mereka yang terletak di Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta
Selatan.
2
Mitra Kalyana. Menghadapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Komunikasi dan Informasi Perempuan. 1999. Jakarta. Hlm 24
3Ibid
. Hlm 4
4
Kekerasan ini berawal dengan percekcokan kemudian si isteri marah lalu
memukul, mencakar, dan mendorong suaminnya hingga menyebabkan luka-luka,
kata staf Humas Polresta Jakarta Selatan, Aiptu Broto Suwarno, Senin siang.
Abdullah mengalami luka memar di bagian pipi, bibir, dan hidung. Kemudian, dia
melaporkan isterinya ke polisi. Untuk sementara, Nursulis pulang ke rumah
orangtuanya yang berada di Jatiasih, Bekasi.
Berdasarkan kajian kriminologi, memiliki makna studi ilmiah tentang sifat,
tingkat, penyebab, dan pengendalian perilaku kriminal baik yang terdapat dalam
diri idividu maupun dalam kehidupan social, budaya, politik, dan ekonomi5.
Disini Penulis ingin menggali tentang sebab-sebab dan akibat dari terjadinya
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang dilakukan Isteri Terhadap Suami.
Berdasarkan uraian di atas saya sebagai penulis, akan menulis skripsi saya yang
berjudul “Analisis Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga yang
Dilakukan Istri Terhadap Suami dalam Perspektif Kriminologi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana KDRT yang
dilakukan istri terhadap suami dalam perspektif kriminologi?
b. Perspektif krimininologi tindak pidana KDRT yang dilakukan istri terhadap
suami?
5
c. Bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku KDRT yang dilakukan istri
terhadap suami?
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui faktor penyebab serta akibat yang ditimbulkan dari
kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh istri terhadap suami.
b. Untuk mengetahui perspektif kriminologi terhadap tindak pidana KDRT yang
dilakukan istri terhadap suami.
c. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap pelaku KDRT yang dilakukan
istri terhadap suami.
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara teoritis, kegunaan penulis skripsi ini diharapkan dapat menambah
bahan kepustakaan ilmu pengetahuan hukum serta untuk mengembangkan
ilmu hukum yang penulis dapatkan, khususnya ilmu pidana dan kriminologi.
b. Secara praktis, diharapkan penulis ini dapat memberikan informasi dan
menyumbangkan pemikiran kepada aparat penegak hukum dalam
menyelesaikan masalah KDRT.
D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori
Menurut Soerjono Soekanto, kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang
bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang
dianggap relevan oleh peneliti.6
Dalam masalah kejahatan maka teori yang bertujuan mengenai faktor sebab
timbulnya (faktor etiologi) secara umum dibagi tiga, yaitu :
a. Teori yang menggunakan pendekatan biologis
Yaitu pendekatan yang digunakan dalam kriminologi untuk menjelaskan
sebab musabab atau sumber kejahatan berdasarkan fakta-fakta dari proses
biologis.7
b. Teori yang menggunakan pendekatan psikologis
Yaitu pendekatan yang digunakan kriminologi dalam menjelaskan sebab
musabab atau sumber kejahatan berdasarkan masalah-masalah kepribadian
dan tekanan-tekanan kejiwaan yang dapat mendorong seseorang berbuat
kejahatan.8
c. Teori yang menggunakan pendekatan sosiologi
Yaitu pendekatan yang digunakan kriminologi dalam menjelaskan
faktor-faktor sebab musabab dan sumber timbulnya kejahatan berdasarkan interaksi
sosial, proses-proses sosial, struktur-struktur social dalam masyarakat
termasuk unsur-unsur kebudayaan.9
Disini penyebab terjadinya tindak pidana atau kekerasan dapat dilakukan pelaku
dari berbagai jenis dorongan atau motivasi seperti dijelaskan dalam Kamus Pintar
Bahasa Indonesia , bahwa terdapat dua jenis motivasi yaitu motivasi intrinsik dan
6
ekstrinsik. Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah dorongan atau
keinginan pada diri sendiri yang tidak perlu disertai perangsang dari luar,
sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan dari luar diri seseorang.10 Dalam
penyelesain atau penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana KDRT, akan
dilihat dari tindak pidana KDRT menurut Pasal 44 sampai Pasal 50 dalam UU
No.23 Tahun 2004 tentang UU PKDRT dan tindak pidana kekerasan atau
penganiayaan menurut Pasal 351 KUHP. Penerapan atau penjatuhan hukuman
terhadap pelaku menurut Sudarto dalam kebijakan hukum pidana terbagi menjadi
2 (dua) :
1. Kebijakan secara penal (hukum pidana)
Kebijakan hukum pidana melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat
“represif” (penindasan/pemberantasan/penumpasan) setelah kejahatan tersebut
terjadi. Menurut Sudarto yang dimaksud dengan upaya represif adalah segala
tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan
atau tindak pidana, termasuk upaya represif yaitu penyelidikan, penyidikan,
penuntutan sampai dilakukannya pidana.11
Penegakan hukum pidana pada hakikatnya merupakan penegakan kebijakan
melalui beberapa tahapan, yaitu:
a. Tahap Formulasi
Yaitu tahapan penegakan hukum “in abstracta” oleh pembuatan undang-undang,
tahap ini pula disebut sebagai tahap kebijakan legislatif.
b. Tahap Aplikasi
10Kamus Pintar Bahasa Indonesia
. Citra Aditya Bakti, Bandung. 1996. Hlm 775
11
Yaitu penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari
kepolisian sampai dengan pengadilan, tahap ini dapat pula disebut dengan tahap
kebijakan.
c. Tahap Eksekusi
Yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat-aparat
pelaksanaan hukum pidana, tahap ini dapat pula disebut dengan tahap kebijakan
eksekutif atau administratif.12
2. Kebijakan non penal (diluar jalur hukum)
Kebijakan hukum pidana melalui jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat
“preventif” (pencegahan/penangkalan/pengendalian) yang dilakukan sebelum
kejahatan tersebut terjadi. Sarana non penal biasa disebut sebagai upaya preventif,
yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga kemungkinan akan terjadinya
kejahatan. Non penal merupakan upaya pencegahan, penangkalan, dan
pengendalian sebelum kejahatan terjadi maka sasaran utamanya adalah mengenai
faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu
antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial secara
langsung atau tidak langsung menimbulkan kejahatan.
Usaha-usaha non penal penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka
mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan
kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral dan agama. Meningkatkan
usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja, kegiatan patroli dan pengawasan
12
lainnya secara kontinu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya. Usaha-usaha non
penal memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Dengan demikian, dilihat dari
politik kriminil keseluruhan kegiatan preventif yang non penal itu sebenarnya
mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci diintesifkan
dan diefektifkan.
Kegagalan dalam mengarap posisi strategis ini justru akan berakibat sangat fatal
bagi usaha penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu suatu kebijakan kriminal
harus dapat mengintegrasikan dan mengharmonisasikan seluruh kegiatan
preventif yang non penal itu kedalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur.
Tujuan utama dari sarana non penal adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial
tertentu. Penggunaan sarana non penal adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan
yaitu meliputi bidang yang sangat luas sekal di seluruh sektor kebijakan sosial.13
2. Konseptual
Menurut Soerjono Soekanto, kerangka konseptual adalah kerangka yang
menggambarkan antara konsep-konsep khusus yang merupakan arti-arti yang
berkaitan dengan istilah yang digunakan dalam penulisan atau penelitian.14
Berdasarkan definisi di atas maka penelitian akan melakukan analisis
pokok-pokok bahasan dalam penelitian inii dan memberikan batasan pengertian yang
berhubungan dengan judul, yaitu: “Analisis Tindak Pidana KDRT Yang
Dilakukan Isteri Terhadap Suami Dalam Perspektif Kriminologi”.
Adapun batasan pengertian dari istilah yang digunakan adalah sebagai berikut:
13
Arief Barda nawawi.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung.PT.Citra Aditya Bakti. 2002. hlm 42
14
a. Analisis adalah memecah atau menguraikan suatu keadaan atau masalah
kedalam beberapa bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut untuk
dihubungkan dengan keseluruhan atau dibandingkan dengan yang lain.15
b. Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu
yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana.16
c. Perspektif kriminologi adalah sebuah ilmu yang salah satu tugasnya
mencandrakan dan menganalisis kriminalitas khususnya kejahatan kekerasan
sebagai gejala sosial, melihat bentuk kejahatan dengan menggunakan
kekerasan yang menjadi subjek penelitian tersebut, merupakan suatu bentuk
dari perilaku menyimpang (deviant behaviour).17
d. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap sesseorang
terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaann, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.18
E. Sistematika Penulisan
I. PENDAHULUAN
15
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.1997. Hlm 276
16
Moeljatno. Kitab Undang-Undang Hukum Pudana. Bumi Aksara. 2007. Jakarta. Hlm. 6
17
Yesmil Anwar & Adang. Kriminologi. PT Refika Aditama.2013. Bandung. Hlm. 420
18
Merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, permasalahan
dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan
kerangka konseptual, serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep kajian yang berhubungan
dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai refrensi atau bahan
pustaka terdiri dari pengertian dan jenis tindak pidana, rumah tangga dan
ruang lingkup rumah tangga dan kekerasan dalam rumah tangga.
III. METODE PENELITIAN
Berisi metode yang digunakan dalam penelitian , terdiri dari Pendekatan
Masalah, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data serta
Analisis Data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Merupakan pembahsan tentang berbagai hal yang menjadi permasalahan
dalam skripsi ini, yang menjelaskan tentang analisis tindak pidana KDRT
yang dilakukan isteri terhadap suami dalam perspektif kriminologi.
V. PENUTUP
Merupakan bab yang berisi kesimpulan secara ringkas dari hasil penelitian
dan pembahasan serta memuat tentang saran penulis dengan pembahasan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis
normatif) yang berhubungan dengan perbuatan yang melanggar hukum pidana.
Banyak pengertian tindak pidana seperti yang dijelaskan oleh beberapa ahli
sebagai berikut:
Menurut Vos, tindak pidana adalah salah kelakuan yang diancam oleh peraturan
perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan
ancaman pidana.17
Menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan
kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.18
Menurut Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya
dikenakan hukuman pidana.19
17
Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. 2007. Bandar Lampung. Hlm 81
18Ibid
. Hlm 81
19Ibid
Menurut Pompe mendefinisikan tindak pidana menurut teori adalah suatu
pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan sipelanggar dan
diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan
kesejahteraan umum sedangkan menurut hukum positif adalah suatu kejadian
yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat
dihukum.20
Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki unsur
dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu :
a. Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk ke dalamnya
yaitu segala sesuatu yang terkandung dihatinya.
b. Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang ada
hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaan-keadaan
mana tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.21
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui tindak pidana adalah
perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur
kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana
penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminnya kepentingan umum.
20Ibid
. Hlm 81
21
2. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Menurut Moeljatno, jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu,
antara lain sebagai berikut:22
a. Menurut Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain
kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam
Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran”
itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku
ke II dan Buku III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem
hukum pidana di dalam PerUndang-Undangan secara keseluruhan.
b. Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu
adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 351 KUHP yaitu
tentang penganiayaan. Tindak pidana materil inti larangannya adalah pada
menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan
akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana.
c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana
sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 310 KUHP (penghinaan) yaitu sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seorang, Pasal 322 KUHP (membuka rahasia)
yaitu dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
22Ibid
jabatan atau pencariannya.Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 360 Ayat 2 KUHP yang
menyebabkan orang lain luka-luka.
d. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan
aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya
diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya
Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan penipuan (Pasal 378 KUHP).Tindak pidana
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil
atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa
perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP.
2. Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya
berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau
tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan
tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui
bayinya sehingga bayi tersebut meninggal.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana
terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana
formil dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak
sengaja serta tindak pidana aktif dan tindak pidana pasif.
Klasifikasi tindak pidana menurut system KUHP dibagi menjadi dua bagian,
overtredigen yang diatur dalam Buku III KUHP. Pembagian perbedaan kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas perbedaan prinsipil, yaitu :
a. kejahatan adalah rechtsdelict, artinya perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan keadilan. Pertentangan ini terlepas perbuatan itu diancam pidana
dalam suatu Perundang-undangan atau tidak. Jadi, perbuatan itu benar-benar
dirasakan masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan.
b. Pelanggaran adalah wetsdelict, artinya perbuatan-perbuatan yang didasari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena undang-undang
menyebutkan sebagai delik. 23
Dua macam cara menentukan perbedaan antara golongan tindak pidana kejahatan
dan pelanggaran, yaitu :
1. Meneliti dari sifat pembentuk undang-undang.
2. Meneliti sifat-sifat yang berbeda antara tindak-tindak pidana yang termuat
dalam Buku II KUHP di satu pihak dan tindak-tindak pidana yang termuat
dalam Buku III KUHP di pihak lain.
B. Kekerasan dalam Rumah Tangga 1. Pengertian Rumah Tangga
Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, menyatakan bahwa keutuhan dan
kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, dan damai merupakan dambaan
setiap orang dlam rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan
23
tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga,
terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup
rumah tangga terebut.
Menurut Departemen Kesehatan RI, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
di tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.24Rumah
tangga adalah pangkal tindakan ekonomi, segala kegiatan dalam rumah tangga
lebih dipusatkan pada pemuasan kebutuhan anggota keluarga, baik kebutuhan saat
ini maupun kebutuhan masa depan. Dengan kata lain, rumah tangga bertindak
menurut prinsip ekonomi.25
Menurut Rika Saraswati, dan kerukunan rumah tangga dapat tergantung jika
kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirinya dapat
terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidaksamaan atau
ketidkadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumh tangga terebut.
Pengertian rumah tangga adalah sekelompok orang yang tinggal dalam satu rumah
atau mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan mengurus
kebutuhan sehari-hari bersama menjadi satu.
Menurut Purniati, rumah tangga dapat diartikan sebagai semua orang yang tinggal
bersama di satu tempat kediaman. Rumah Tangga adalah suatu unit sosial yang ahli/#ixzz2inQNNp1S. Diakses Tanggal 19 Oktober 2013. Pukul 19:26
25
Menurut Ensiklopedia Nasional jilid ke-14, yang dimaksud dengan “rumah”
adalah tempat tinggal atau bangunan untuk tinggal manusia. Kata ini melingkup
segala bentuk tempat tinggal manusia dari istana smpai pondok yang paling
sederhana. Sementara rumah tangga memiliki pengertian tempat tinggal beserta
penghuninya dan apa-apa yang ada didalamnya.26
2. Ruang Lingkup Rumah Tangga
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
disebutkan:
anatar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak
menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak
pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.29
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang yang
dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan atau
26
http://islamposting.wordpress.com/2012/03/11/pengertian-dan-konsekuensi-rumah-tangga-islami. Diakses Tanggal 13 November 2013. Pukul 19:47
27
http://artikata.com/arti-352152-suami.html. Diakses Tanggal 13 November 2013. Pukul 10:07
28Ibid
.
29
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut.
B.Orang yang bekerja dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu
selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.
Dalam Rancangan Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga
yang diusulkan oleh DPR-RI, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
lingkup rumah tangga adalah:
a. Pasangan atau mantan pasangan di dalam maupun diluar perkawinan.
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarrga karena darah,
perkawinan, adopsi dan hubungan adat dan atau agama.
c. Orang yang bekerja membantu kehidupan kehidupan rumah tangga orang
lain yang menetap atau tidak disebuah rumah tang.
d. Orang yang masih tinggal dan atau pernah tinggal bersama.
Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui bahwa ruang lingkup rumah tangga terdiri
dari suami, istri dan anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga, orang yang bekerja membantu rumah tangga dan
menetap dalam rumah tangga tersebut.
3. Jenis-jenis Kekerasan dalam Rumah Tangga
Dalam Undang-Undang PKDRT, istilah “tindak pidana” juga digunakan untuk
menyebut perbuatan yang melanggar larangan undang-undang tersebut, meskipun
kurang dikenal, karena istilah yang memasyarakat untuk menyebut hal tersebut
adalah “kekerasan dalam rumah tangga” (KDRT), hal ini terutama karena judul
UU PKDRT juga mencantumkan frasa “tindak pidana” di depan “kekerasan
dalam rumah tangga”, jadi terlihat UU PKDRT penekanannya pada “penghapusan
KDRT secara umum” bukan semata penghapusan pada “tindak pidana KDRT
-nya”.30
Pengertian tindak pidana KDRT terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dalam UU
PKDRT yang penyebutannya adalah “kekerasan dalam rumah tangga” adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya keseng-saraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumah tangganya. Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga,
menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, meliputi:
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat (Pasal 6).
30
b. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan/attau penderitaan
psikis berat pada seseorang (Pasal 6)
c. Kekerasan Seksual, meliputi :
1) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga terebut.
2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam ingkup rumah
tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu
(Pasal 8).
d. Penelantaran Rumah Tangga, meliputi:
1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
2) Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar sehingga korban berada di bawah
kendali orang tersebut (Pasal 9)
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk kekerasan dalam
rumah tangga terdiri dari fisik, kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan
4. Sanksi Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga
Segala sesuatu perbuatan yang menyalahi aturan maka akan ada sanksi yang
mengikutinya, demikian pula jika suatu tindakan atau perbuatan tersebut adalah
tindak pidana maka sanksi yang akan mengikutinya adalah sanksi pidana. Sanksi
pidana kekerasan dalam rumah tangga dijelaskan dalam Pasal 44 Ayat
(1)Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga adalah:
“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dengan atau denda paling
banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Dalam tataran normatif empirik, bagaimana cara untuk mewujudkan
keseimbangan antara menindak pelaku kekrasan dalam rumah tangga disatu sis
dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera disisi lain.
UU PKDRT terlihat mengimplementasikan “keseimbangan” tersebut dengan
membuat rumusan tindak pidana ringan jika yang melakukannya adalah suami
terhadap atau sebaliknya yakni terdapat dalam :
o Pasal 44 Ayat (4) UU PKDRT, dimana jika terjadi Kekerasan fisik yang
dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan maka hal ini dijadikan alas an untuk
penganiayaan yang dilakukan oleh isteri terhadap atau sebliknya
merupakan pemidanaan berat.
o Pasal 45 Ayat (2) UU PKDRT, “ Dalam hal kekerasan psikis dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak mennimbulan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, maka hal ini dijadikan untuk
meringankan tindak pidana tersebut.
Maksud UU PKDRT ini tentunya agar kalaupun terjadi pemidanaan, pidana yang
dijatuhkan akan cenderung ringan sehingga akhirnya diharapkan perkawinan
pelaku dan korban tidak akan pecah.
C. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan
Kriminologi termasuk matakuliah atau cabang ilmu yang baru. Berbeda dengan
Hukum Pidana yang muncul begitu manusia bermasyarakat. Kriminologi baru
berkembang tahun 1850 bersama-sama sosiologi, antropologi dan psikologi,
cabang-cabang ilmu yang mempelajari gejala atau tingkah laku manusia dalam
masyarakat. Harus diingat pula manusia adalah makhluk yang paling berkembang
di antara makhluk lain.31
Menurut Moeljatno kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan
dan kelakuan buruk dan tantang orangnya yang tersangkut pada kejahtan dan
kelakuan buruk itu. Dengan kejahatan yang dimaksud pula pelanggaran, artinya
31
perbuatan menurut Undang-Undang diancam dengan pidana, dan kriminalitas
meliputi kejahatan dan kelakuan buruk.32
Kriminologi menurut Soedjono Dirdjosisworo adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari sebab, akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan sebagai gejala
manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan.
Tegasnya, kriminologi merupakan sarana untuk mengetahui sebab-sebab
kejahatan dan akibatnya, mempelajari cara-cara mencegah kemungkinan
timbulnya kejahatan.33
Dalam bukunya, Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa merumuskan studi
kriminologi meliputi34:
a. Perbuatan yang disebut kejahatan
b. Pelaku kejahatan
c. Reaksi masyarakat yang ditujukan, baik terhadap perbuatan maupun terhadap
pelakunya.
Menurut Abdul Syani35, faktor-faktor yang dapat menimbulkan tindakan
kejahatan pada umumnya dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor yang bersumber
dari dalam individu (intern) dan faktor yang bersumber dari luar diri individu itu
sendiri (ekstern). Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor Intern
Faktor intern dibagi menjadi dua yaitu:
32
Moeljatno. Kriminologi Cet Kedua. Bina Aksara. 1986. Jakarta. Hlm 3
33
Indah Sri Utari. Aliran Dan Teori Dalam Kriminologi. 2012. Thafa Media. Yogyakarta. Hlm 4
34
Topo Santoso dan Eva Achjani. Kriminologi. Rajagrafindo Persada. Jakarta. 2006
35
a) Sifat khusus ini adalah keadaan psikologis diri individu.
Masalah kepribadian sering dapat menimbulkan kelakuan yang menyimpang,
terlebih jika seseorang (individu) dapat dikategorikan tertekan perasaannya. Orang
yang tertekan perasaanya mempunyai kecenderungan untuk melakukan
penyimpangan, dan penyimpangan ini mungkin terhadap sistem sosial ataupun
terhadap pola-pola kebudayaan. Terhadap beberapa sifat khusus yang dapat
menimbulkan kejahatan, yaitu antara lain:
i. Sakit jiwa : orang yang tertekan sakit jiwa mempunyai kecenderungan untuk
bersikap antisosial. Sakit jiwa ini biasanya disebabkan oleh adanya konflik
mental yang berlebihan, atau mungkin juga karena pernah melakukan
perbuatan yang dirasakan dosa besar dan berat, sehingga ia menjadi sakit
jiwa. Oleh karena seseorang sakit jiwa, maka ia mempunyai kecenderungan
untuk melakukan penyimpangan berupa tindakan kejahatan dalam
ketidaksadarannya.
ii. Daya Emosional : masalah emosional erat hubungannya dengan masalah
sosial yang dapat mendorong seseorang untuk berbuat menyimpang.
Penyimpangan ini dapat mengarah kepada suatu perbuatan kriminal jika
orang tersebut tidak mampu untuk mencapai keseimbangan antara emosinya
dengan kehendak oraang lain.
iii. Rendahnya Mental : rendahnya mental ada hubungannya dengan daya
intelegensia. Seseorang mempunyai daya intelegensia yang tajam dan dapat
menilai realitas, maka semakin mudah ia untuk dapat menyesuaikan diri
intelegensia rendah, sehingga ia kecenderungan rendah pula mentalnya,
sehingga ia merasa tidak sanggup untuk berbuat sesuatu, takut salah, dan
tidak mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat.
iv. Anomi : secara psikologis, kepribadian manusia itu sifatnya dinamis, yang
ditandai dengan adanya kehendak, berorganisasi, berbudaya, dan
sebagainya. Sebagai ukuran orang akan menjadi anomi (kebingungan)
adalah dikala ia berhadapan dengan situasi yang baru, ketika harus
menyesuaikan diri dengan cara-cara yang baru pula, orang yang sedang
dalam keadaan anomi sedikit banyak mempunyai kecenderungan untuk
melakukan tindak kejahatan. Maka anomi dapat dianggap sebagai salah satu
penyebab timbulnya kriminalitas.
b) Sifat umum dalam diri individu
Dapat dikategorikan atas beberapa macam, yaitu:
1. Umur : sejak kecil hingga dewasa, manusia selalu mengalami
perubahan-perubahan didalam jasmani dan rohaninya. Perubahan-perubahan-perubahan tersebut
dapat menyebabkan tiap-tiap masa manusia dapat berbuat kejahatan, hanya
ada perbedaan dalam tingkat kejahatan, sesuai dengan perkembangan alam
pikiran serta keadan-keadaan lain yang ada disekitar individu itu pada
masanya.
2. Seks : hal ini berhubungan dengan keadaan fisik. Fisik laki-laki lebih kuat
daripada wanita, maka kemungkinan untuk berbuat jahat lebih banyak
3. Pendidikan Individu : hal ini mempengaruhi keadaan jiwa, tingkah laku
terutama intelegensinya.
4. Masalah Rekreasi : walaupun kelihatannya tidak penting, hal ini mempunyai
hubungannya dengan kejahatan, sebab sangat kurangnya rekreasi dapat pula
menimbulkan kejahatan-kejahatan didalam masyarakat.
2. Faktor Ekstern
Faktor-faktor berpokok pangkal pada lingkungan diluar dari diri manusia
(ekstern), terutama hal-hal yang mempunyai hubungan dengan timbulnya
kriminalitas. Pengaruh faktor-faktor luar inilah yang menentukan bagi seseorang
untuk mengarah kepada perbuatan jahat lain :36
a) Faktor Ekonomi
Penjelasan bahwa faktor-faktor ekonomi itu dapat mengakibatkan timbulnya
kriminalitas yaitu:
i. Perubahan Harga : keadaan-keadaan ekonomi dan kriminalitas mempunyai
hubungan langsung, terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik orang
lain, atau katakanlah mengenai pencurian. Dalam hal ini, jika suatu saat
terjadi perubahan harga (cenderung naik), maka terhadap kecenderungan
angka kejahatan akan semakin meningkat.
ii. Pengangguran : rendahnya tingkat ekonomi disebabkan karena sempitnya
lapangan kerja, pertambahan penduduk, dan lain-lainnya, sehingga dapat
menyebabkan semakin banyaknya penganguran. Pengangguran dapat
36Ibid
dikatakan sebagai penyebab timbulnya kejahatan, yang kesemuanya itu
dilatarbelakangi oleh kondisi buruk faktor ekonomi.
iii. Urbanisasi : Negara yang sedang berkembang banyak terjadi
perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat. Salah satu perubahan-perubahan itu adalah
urbanisasi. Urbanisasi dilakukan oleh banyak penduduk, terutama di
Indonesia dimaksudkan untuk memperbaiki nasib atau mengubah
penghidupannya agar lebih baik daripada sebelumnya. Bayangan semacam
ini tampaknya tidak semudah apa yang dikatakan orang, tetapi ternyata
mereka yang telah turut dalam arus urbanisasi, tidak sedikit yang mengalami
kegagalan frutassi, dan sebagainya, yang kesemuanya itu banyak
menimbulkan hal-hal yang negatif.
b) Faktor Agama
Florence Greenhoe Robins dalam bukunya, Education Sociology37: “Agama
merupakan salah satu social control yang utama melalui organisasinya/organisasi
keamanan, agama itu sendiri dapat menentukan tingkah laku manusia sesuai
dengan nil-nilai kegamannya”. Sebaliknya, jika agama itu tidak berfungsi bagi
manusia, artinya hanya sekedar lambing saja, maka ia tidak akan bearti sama skali
bahkan iman manusia menjadi lemah dan dengan mudah dapat melakukan hal-hal
yang buruk karena sosial kontrolnya tadi tidak kuat.
37Ibid
c) Faktor Bacaan
Bacaan-bacaan yang buruk, porno, kriminal merupakan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya kriminalitas. Bacaan-bacaan demikian lebih besar daya
tarinya atau pengaruhnya daripadda bacaan-bacaan yang menceritakan kejujuran,
ilmu pengetahuan, dan kebenaran, sehingga cenderung dpat memberikan
dorongan terhadap perbuatn-perbuatn yang melanggar atau kejahatan.
d) Faktor Film
Film tidak kalah penting pengaruhnya terhadap timbulnya kriminalitas daripada
faktor bacaan. Seperti yang dikatakan oleh Sudjito Sostrodiharjo, jika seseorang
menonton film gondok-gondokan, maka setelah keluar dari bioskop dia bersikap
seperti pahlawan gondokan tersebut. Tambah lagi, menurut Cyril Burt dalam
bukunya The Young Delinguent, terlebih jika seseorang mentalnya terbelakang dan lemah ingatan yang meniru adegan-adegan dari film itu, dan yang ditiru
bukan bukan perbuatannya, tetapi juga karena dorongan jhatnya memang sudah
ada padanya. Akhirnya Cyril Burt menyimpulkan bahwa film bearti dengan
peranannya sebagai pengganti bentuk-bentuk hiburan yang lebih berbahaya.38
Mengacu pada penjelasan di atas, adapula beberapa faktor penyebab terjadinya
kekerasan yang dijelaskan oleh beberapa ahli seperti Ibnu Fauzy yang
menerangkan bahwa terdapat faktor keinginan, yaitusuatu kemauan yang sangat
kuat yang mendorong si pelaku untuk melakukan sebuah kejahatan. Misalnya
seseorang yang setelah menonton suatu adegan atau peristiwa yang secara tidak
langsung telah menimbulkan hasrat yang begitu kuat dalam dirinya untuk meniru
38Ibid.
adegan tersebut39dan L. Moeljatno menjelaskan juga faktor penyebab terjadinya
kekerasan dipengaruhi oleh faktor alkohol, faktor ini juga dianggap penting dalam
mengakibatkan kriminalitas seperti: pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan
dengan kekerasan, pengemisan, bagi kejahatan seks dan penimbulan kebakaran,
walaupun alkohol merupakan faktor yang kuat, masih juga merupakan tanda
Tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.40
Dijelaskan dalam buku Wahyu Muljono, bahwa sumber-sumber kejahatan
sebagian besar disebabkan oleh: kemiskinan, kekayaan yang tidak merata,
peperangan, manusia dan pemberontakan. Buku ini juga mengatakan kalu
pencegahan terhadap kejahatan lebih baik daripada penghukuman. Apalagi di saat
ini hukuman sangat berat dan tidak adil atau dikatakan tidak sesuai dengan
kejahatan yang dilakukan masyarakat. Hal-hal inilah yang kemudian memicu
adanya penentangan-penentangan. Munculah ilmu kriminologi yang semakin
lama semakin berkembang.41
D. Kekerasan dalam Rumah Tangga Dilihat dari Kriminologi
Dalam KDRT, perspektif kriminologi sebagai sebuah ilmu yang salah satu
tugasnya mencandrakan dan menganalisis kriminalitas khususnya kejahatan
kekerasan sebagai gejala sosial, melihat bentuk kejahatan dengan menggunakan
kekerasan yang menjadi subjek penelitian tersebut, merupakan suatu bentuk dari
perilaku menyimpang (deviant behaviour). Perilaku menyimpang ini biasanya diartikan sebagai setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan
39
Ibnu Bauzy. Ketika Nafsu Berbicara. Cendika Sentra Muslim. 2004. Jakarta. Hlm 54
40
L. Moeljatno. Kriminlogi. PT Bina Aksara. 1986. Jakarta. Hlm. 101
41
kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
Penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan norma dan penyimpangan ini
terjadi apabila seseorang atau sebuah kelompok tidak memenuhi patokan baku
dalam masyarakat.42
Kekerasan dalam pandangan hukum tidak memandang pelakunya adalah seorang
wanita atau pria tetap harus di kenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Dalam pandangan kriminologi dilihat dari sebab-sebab terjadinya
kekerasan tersebut, kemudian dilihat dari keadaan yang mendorong dari dalam
diri pelaku sehingga pelaku dapat melakukan kekerasan tersebut, serta reaksi
masyarakat terhadap kekerasan yang terjadi di sekitarnya.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilakukan istri terhadap suami dalam
kasus yang dilampirkan oleh penulis disebabkan oleh faktor ekonomi seperti yang
sudah dijelaskan dalam buku Abdul Syani “sosiologi kriminalitas” bahwa faktor
ekonomi juga termasuk kedalam penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga, sebab istri melakukan kekerasan tersebut adalah suami yang tidak
memiliki pekerjaan atau pengangguran, sehingga mengakibatkan rendahnya
tingkat ekonomi dalam keluarga mereka. Akibat rendahnya tingkat perekonomian
ini maka dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari akan sulit, sehingga
inilah yang menjadi akar permasalahan istri melakukan kekerasan tersebut
terhadap suaminya.
Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam perspektif hukum dan kriminologi.Secara
terminologi KDRT adalah setiap perbuatan yang berakibat timbulnya
42
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan seseorang secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.
Kalau dilihat dari sasaran serta bentuk dari KDRT paling banyak menimpa kaum
perempuan walaupun ada korban itu dari kaum laki-laki tapi kalau dilihat dari
persentasenya jauh lebih banyak dari kaum laki-laki. Kekerasan ini dampaknya
dapat berupa kesengsaraan dan penderitaan para korbannya, baik secara fisik,
psikis, ataupun ekonomi dan penelantaran ekonomi. Yang tidak kalah banyak juga
berupa kekerasan seksual.
KDRT itu merupakan masalah yang universal bagi umat manusia, artinya KDRT
itu dapat terjadi pada berbagai kalangan masyarakat, dan pelakunya sama sekali
tidak dibedakan oleh status serta stratifikasi sosial ekonomi tertentu, tingkat usia,
maupun profesi yang ditekuni. Disini permasalahan KDRT dapat menimpa pada
siapa saja baik pelakunya sebagai pegawai, dokter atau polisi sekalipun.
KDRT mencakup secara luas kajian didalamnya termasuk juga Hak Asasi
Manusia (HAM), dimana kekerasan dalam rumah tangga juga telah memasuki
ranah HAM dimana kita ketahui bahwa didalam rumah tangga terdapat
manusia-manusia didalamnya yang harus diberi kebebasan-kebebasan tertentu untuk
kedalam Undang-undang No 39 Tahun 1999 mempunyai asas-asas sebagai
berikut:43
1. setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang
sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
2. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapatkan kepastian hukum dan perlakuan yang
sama didepan hukum.
3. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia tanpa diskriminasi.
43
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelititan ini adalah
menggunakan pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris dan pendekatan
kriminologi. Untuk itu diperlukan penelitian yang merupakan suatu rencana
pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada
peraturan perundang-undangan, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan
dengan penulisan pada penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan
menganalisa, dan menelaah berbagai peraturan perundang-undangan serta
dokumen yang erat hubungnnya dengan masalah yang akan diteliti yaitu tinjauan
kriminologis terhadap tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh isteri terrhadap
suami.42
Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh
data primer yang digunakan dengan wawancara dengan responden yaitu petugas
yang berwenang dengan masalah yang akan diteliti yaitu tinjauan kriminologis
terhadap tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh isteri terrhadap suami.
42
Pendekatan kriminologi terbagi menjadi dua43:
a. Pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan cara melakukan
observasidan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan.
b. Pendekatan kasualitas adalah pendekatan sebab akibat.
c. Pendekatan normatif, kriminologi dikatakan sebagai idiografic discipline, karena kriminologi mempelajari fakta-fakta, sebab akibat dan
kemungkinan-kemungkinan dalam kasus yang sifatnya individual.
B. Sumber Data dan Jenis Data
Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan
penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan pihakPenyidik Reskrim
Polresta Bandar Lampung dan Dosen Hukum Pidana Universitas Lampung untuk
mendapatkan gambaran mengenai permasalahan yang diteliti.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, data
sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur, dan
perundang-undangan.44 Jenis data sekunder dalam skripsi ini dari bahan hukum
43
Yesmil Anwar &Adang. Kriminologi. PT Refika Aditama.2013. Bandung. Hlm. 38
44Ibid
primer yang diperoleh dalam studi dokumen, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier, yang diperoleh melalui studi literatur, yaitu :
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat, seperti berikut :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
b. Bahan sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan hukum
yang dapat membantu pemahaman dalam menganalisa serta memehami
permasalahan, seperti teori atau pendapat para ahli dalam buku-buku
hukum, dokumen atau makalah yang terkait dengan penelitian.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder, yang terdiri dari kamus,
artikel atau berita serta berbagai keterangan media masa sebagai pelengkap
C. Penentuan Narasumber
Narasumber adalah orang yang memberi atau mengetahui secara jelas untuk
menjadi sumber informasi yang valid. Dalam penelitian skripsi ini yang dijadikan
narasumber adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan terjadinya tindak pidana
KDRT yang dilakukan istri terhadap suami, Penyidik Reskrim Polresta Bandar
Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila.
1. Penyidik Reskrim Polresta Bandar Lampung :1 (satu) orang
3. LSM DAMAR di Bandar Lampung :1 (satu) orang
Jumlah :3 (tiga) orang
D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara :
a. Studi pustaka (library research), yaitu melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan menguntip dari buku-buku literature serta
melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pokok bahasan.
b. Studi lapangan (field research) yang dilakukan melalui wawancara (interview) adalah sebagai usaha mengumpulkan data dengan cara mengajukan Tanya jawab dengan responden penelitian.
2. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
a. Seleksi Data, yaitu melakukan pemeriksaan pada data yang terkumpul
untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai
dengan permasalahan yang diteliti.
b. Klasifikasi Data, yaitu menempatkan data menurut
kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang