• Tidak ada hasil yang ditemukan

Assessment Struktur Atas Gedung Timbul Jaya Plasa Kota Madiun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Assessment Struktur Atas Gedung Timbul Jaya Plasa Kota Madiun"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

i

AKIBAT ALIH FUNGSI

(Upperstructural Assessment of Timbul Jaya Plaza Building in Madiun City due to Change of Usage)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Magister Teknik

Disusun Oleh :

Rosyid Kholilur Rohman

NIM. S 940907008

MAGISTER TEKNIK SIPIL

KONSENTRASI

TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

ii

ASSESSMENT STRUKTUR ATAS

GEDUNG TIMBUL JAYA PLAZA KOTA MADIUN

AKIBAT ALIH FUNGSI

DISUSUN OLEH :

Rosyid Kholilur Rohman

NIM. S 940907008

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Jabatan

Nama

Tanda

Tangan

Tanggal

Pembimbing I :

Pembimbing II :

SA Kristiawan, ST, MSc(Eng), PhD

Ir. Mukahar, MSCE

……….

……….

……….

……….

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil

(3)

iii

TESIS

Disusun Oleh :

ROSYID KHOLILUR ROHMAN

S 940907008

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Tesis Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta pada 29 Januari 2009

Nama Tanda Tangan Tanggal

1. Kusno Adi Sambowo, ST, PhD ________________ ______________

2. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS ________________ ______________

3. SA Kristiawan, ST, MSc(Eng), PhD ________________ ______________

4. Ir. Mukahar, MSCE ________________ ______________

. 131 693 685

NIP. 132 163 509

Mengetahui,

Direktur Program Pascasarjana UNS

Disahkan,

Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil

Prof. Drs. Suranto, MSc, PhD NIP. 131 472 192

(4)

iv Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Rosyid Kholilur Rohman

NIM : S 940907008

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang telah saya serahkan ini benar-benar merupakan karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Bila di kemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta, Januari 2009 Yang Membuat Pernyataan

(5)

v Rosyid Kholilur Rohman, 2009

Assessment Struktur Atas Gedung Timbul Jaya Plasa Kota Madiun, Tesis Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Gedung Timbul Jaya Plaza yang terletak di Jalan Pahlawan Madiun, sebelumnya merupakan milik Bank Harapan Sentosa (BHS). Gedung ini mengalami alih fungsi dari bank menjadi plaza. Perkuatan struktur telah dilakukan, namun masih diperlukan assessment untuk mengetahui kekuatannya.

Penelitian difokuskan pada evaluasi kekuatan plat, balok dan kolom dengan mengacu pada SNI 2847 2002, penerapan beban gempa berdasar SNI 1726 2002, dan evaluasi kinerja struktur dengan pushover analysis.

Hasil pengujian lapangan menunjukkan mutu beton fc 35 MPa dan mutu baja 390 MPa. Hasil analisis menunjukkan struktur plat cukup kuat setelah adanya perkuatan struktur dengan balok Castella, struktur balok dan kolom cukup kuat. Hasil evaluasi kinerja struktur menunjukkan kinerja batas layan dan ultimate memenuhi syarat SNI 1726 2002. Hasil analisis pushover menunjukkan bahwa gedung yang ditinjau termasuk dalam level kinerja Damage Control.

(6)

vi Rosyid Kholilur Rohman, 2009

Upperstructural Assessment of Timbul Jaya Plaza Building in Madiun City due to Change of Usage, Thesis, Civil Engineering Department, Sebelas Maret University

Timbul Jaya Plaza building that located at Pahlawan street in Madiun city was belong to Bank Harapan Sentosa (BHS). This building usage changed from office to plaza. Structural building was strengthened but structural assessment must be done to know the strength.

This research focused to evaluation of plate strength, beam and column based on SNI 2847 2002, earthquake load application based on SNI 1726 2002, and performance evaluation of structure by pushover analysis.

Field observation result show quality of conrete fc’ 35 MPa and steel fy 390 MPa. Analysis result indicated that plate structure was strong enough after strengthening by castilized beam, beam and column structure were strong enough either. Structural performance evaluation result indicated that ultimate and serve boundary performance fulfill SNI 1726 2002 condition. Pushover analysis result indicated that observed building beeing categorized in Damage Control performance level.

(7)

vii

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.

Tesis ini akan berusaha membahas tentang assessment struktur atas bangunan gedung akibat alih fungsi, sehingga dapat menjadi second opinion terhadap struktur yang telah ada dan menjamin keamanan pengguna bangunan .

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan menempuh pendidikan Strata 2 (S2) di Magister Teknik Sipil UNS Surakarta, sehingga tesis ini menjadi evaluasi akhir pendidikan seorang mahasiswa.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Suranto, MSc, PhD selaku Direktur Program Pascasarjana UNS 2. Bapak Ir. Mukahar, MSCE selaku Dekan Fakultas Teknik dan dosen pembimbing 3. Ibu Prof.Dr. Ir. Sobriah, MS selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil 4. Bapak SA Kristiawan, ST, MSc (Eng), PhD selaku dosen pembimbing

5. Seluruh dosen dan karyawan Teknik Sipil UNS Surakarta 6. Keluarga, teman-teman dan seluruh pihak yang telah membantu.

Penulis berusaha menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Sumbangan saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam memberikan kesempurnaan penyusunan tesis ini.

(8)

viii

Halaman Persetujuan ……….……….. Halaman Pengesahan ... Surat Pernyataan ... Abstraksi ... Kata Pengantar ... Daftar Isi ... Daftar Tabel ... Daftar Gambar ... Daftar Lampiran ...

ii iii iv v vii viii xii xiii xv BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II

1.1 Latar Belakang... ... 1.2 Rumusan Masalah ... 1.3 Batasan Masalah ... ... 1.4 Tujuan ……. ... 1.5 Manfaat ... …... ... TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Tinjauan Pustaka ... ... 2.2 Evaluasi Kekuatan Struktur Yang Telah Berdiri ... 2.2.1 Umum ... ... 2.2.2 Uji Beban Langsung ... 2.3 Ketentuan Mengenai Kekuatan dan Kemampuan Layan ... 2.3.1. Kuat Rencana ...

(9)

ix

2.4.1. Gempa Rencana dan Kategori Gedung ... 2.4.2. Struktur Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan ... 2.4.3. Daktilitas Struktur Bangunan ... 2.4.4. Kinerja Struktur Bangunan ... 2.4.4.1.Kinerja Batas Layan ... 2.4.4.2.Kinerja Batas Ultimate ... 2.5. Analisis Beban Dorong (Static Pushover Analysis)... 2.5.1. Capacity Spectrum Method ... 2.5.1.1.Acceleration Displacement Response Spectrum (ADRS)... 2.5.1.2. Kurva Kapasitas (Capacity Curve) ...

2.5.1.3. Demand Spectrum ...

2.5.2. Titik Kinerja (Performance Point) .... ... 2.6. Perkembangan Peraturan Perencanaan Gedung di Indonesia ... 2.6.1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung 2.6.2. Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung 2.7. Analisis Kapasitas Komponen Struktur ... 2.7.1. Kapasitas Lentur Balok ... 2.7.2. Kolom ... 2.7.3. Geser ... 2.8. Metode dan Material Perkuatan ... 2.9. Balok Castella ...

(10)

x

3.2. Evaluasi kekuatan struktur berdasar SNI 2847 2002 dan SNI 1726 2002

3.2.1 Evaluasi Kekuatan Pelat ... 3.2.2. Pembebanan ... 3.2.3. Analisis Struktur ... 3.2.4 Evaluasi Kekuatan Balok ... 3.2.5 Evaluasi Kekuatan Kolom ... 3.3. Analisis Perkuatan dengan Balok Anak WF Castella ... 3.4. Evalusi struktur dengan Pushover Analysis ... 3.5. Diagram Alir Penelitian ...

49 49 49 51 51 51 52 52 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

4. 1. Umum ... 4. 2. Data Lapangan... ... 4.2.1. Mutu Beton ... 4.2.2. Mutu Baja ... 4.2.3. Hasil Uji beban Langsung ... 4. 3. Evaluasi Struktur Plat ... 4. 4. Analisis Pembebanan ... 4. 5. Analisis Struktur ... 4. 6. Evaluasi Kekuatan ... 4.9.1. Evaluasi kekuatan Balok ... 4.9.2. Evaluasi Kekuatan Kolom ... 4. 7. Evaluasi Perkuatan Struktur ...

(11)

xi

4.8.1.1 Kinerja Batas Layan ... 4.8.1.2 Kinerja Batas Ultimate ... 4.8.2. Analisis Pushover ... 4.8.2.1 Prosedur Analysis Pushover ... 4.8.2.2 Hasil dan Pembahasan ...

73 74 75 75 81 BAB V PENUTUP ...

5.1. Kesimpulan ... 5.2. Saran ...

90 90 90 Daftar Pustaka

(12)

xii Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9 2.10 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10

Faktor Reduksi Kekuatan untuk Desain ... Faktor Reduksi Kekuatan untuk Evaluasi ... Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan Parameter daktilitas struktur gedung

Nilai minimum SRA dan SRV Tipe perilaku struktur

Perbandingan Kombinasi Beban menurut SNI 2847 baru dan lama Perbandingan Faktor Reduksi Kekuatan qmenurut SNI 2847 2002 dan SNI 1992

Perbandingan Rumus Beban Gempa Statik Ekivalen SNI baru dan lama

Tegangan geser ijin untuk berbagai sudut pemotongan ... Data Hammer Test ………. Perhitungan momen plat lantai ground ………... Distribusi Gaya Gempa Horisontal ……… Perhitungan Momen Ultimate Balok ……… Perhitungan Geser Ultimate Balok ……… Analisis ∆s akibat gempa arah x ………. Analisis ∆s akibat gempa arah y ………. Analisis∆m akibat gempa arah x ……… Analisis ∆m akibat gempa arah y ……….. Evaluasi kinerja struktur sesuai ATC 40 ………

(13)

xiii Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 2.2. 2.3 2.4 2.5 2.6 3.1. 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.5 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16

Format standar menjadi format ADRS ... Proses konversi ke bentuk capacity spectrum ... Spektrum respon yang dalam format tradisional dan ADRS ... Performance Point ... ... Distribusi Tegangan dan Regangan Penampang Tulangan Tunggal Flow Chart Penelitian ………. Peta Wilayah Gempa Indonesia ... Permodelan struktur gedung Timbul Jaya Plaza Madiun ... Diagram Interaksi Kolom ... Kontur Tegangan Balok Castella ... Input sendi default-PMM dan M3 ... Input ”GRAV” case ... Input ”PUSH2” case ... Hasil running analisis pushover ...

Damped response spectrum ………

Hasil transformasi kurva kapasitas ke spektrum kapasitas Hasil plot demand spectrum dengan nilai damping

Hasil penggabungan demand spectrum dengan capacity spectrum

Kurva kapasitas (pushover curve)

Spektrum kapasitas (capacity spectrum)

Titik kinerja (performance point)

Terbentuknya sendi plastis pada step-1 pushover analysis

(14)

xiv

(15)

xv Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran Lampiran

A

B

C

D

E F

Perhitungan Berat Bangunan Perhitungan Beban Gempa

Perhitungan Waktu Getar Alami Fundamental Perhitungan Pusat Massa

Perhitungan Pusat Kekakuan

Perhitungan Evaluasi Kekuatan Plat

Perhitungan Kapasitas Plat Bila Dilakukan Shotcrete Perhitungan Kapasitas Balok

Perhitungan Momen Kapasitas Balok Perhitungan Kapasitas Geser Balok

Perhitungan Evaluasi Momen Kapasitas Balok Perhitungan Evaluasi Kapasitas Geser Balok Perhitungan Balok Castella

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring tuntutan kebutuhan manusia yang terus berkembang maka diperlukan infrastruktur penunjang yang memadai. Salah satu infrastruktur tersebut adalah gedung. Dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur gedung tersebut, tidak selamanya pembangunan gedung yang baru sebagai pilihan yang tepat. Efisiensi pemanfaatan gedung yang sudah ada dapat menjadi pilihan, diantaranya dengan mengalihfungsikan bangunan yang sudah ada untuk digunakan dengan fungsi yang baru.

Gedung Timbul Jaya Plaza yang terletak di Jalan Pahlawan Madiun, sebelumnya merupakan milik Bank Harapan Sentosa (BHS). Gedung ini ketika baru dibeli tidak bisa langsung digunakan karena akan diadakan perubahan fungsi. Sebelumnya berfungsi untuk kantor bank kemudian beralih fungsi menjadi plaza.

(17)

Selain adanya perubahan beban gravitasi, terdapat juga perubahan beban gempa. Hal ini perlu ditinjau mengingat gedung ini ketika dibangun mengacu pada Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung SKBI 1987. Sesuai dengan perkembangan maka saat ini telah diberlakukan SNI 03 1726 2002 tentang Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Gedung.

Analisis ulang terhadap struktur pada studi kasus ini dititikberatkan pada kemampuan elemen struktur pelat, balok, dan kolom setempat akibat perubahan pembebanannnya. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah kondisi elemen struktur yang terpasang saat ini masih cukup mampu untuk menerima beban-beban yang bekerja pada saat seperti sekarang ini. Simulasi pembebanan yang bekerja pada struktur gedung ini meliputi beban-beban mati, beban hidup, dan gempa.

Assessment terhadap struktur Timbul Jaya Plaza ini sebenarnya sudah dilakukan. Uji Beban Langsung dan Hammer Test dilakukan oleh Tim Laboratorium Beton dan Konstruksi Universitas Kristen Petra Surabaya. Dari Uji Beban Langsung tersebut diketahui beban maksimum yang mampu dipikul 320 kg/m2 dan dari hammer test didapat kuat tekan karakteristiknya 360 kg/cm2. Perhitungan struktur telah dilakukan oleh Sungkono Kristanto. Namun, di dalam analisisnya tidak dilakukan analisis beban gempa sesuai SNI 03 1726 2002.

(18)

1.2. Rumusan Masalah

Mencermati hal-hal dalam latar belakang di atas maka permasalahan dalam penyusunan tesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Bagaimana kekuatan struktur Gedung Timbul Jaya Plaza setelah diadakan perkuatan pada pelat lantainya dengan penambahan balok anak ditinjau dari segi perubahan fungsi bangunan dan perubahan peraturan gempa?

1.3. Batasan Masalah

Dalam penyusunan tesis ini akan dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut :

1. Peraturan struktur beton mengacu pada SNI 03 – 2847 – 2002 2. Peraturan gempa mengacu pada SNI 03-1726 - 2002

3. Peraturan pembebanan mengacu pada Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1989

4. Tidak melakukan analisis ekonomi 5. Tidak melakukan analisis struktur bawah

Lingkup pembahasan dalam penyususunan tesis ini adalah : 1. Evaluasi struktur berdasarkan SNI 2847 2002 dan SNI 17262002

a. Analisis Kekuatan Pelat Existing

b. Analisis Pembebanan berdasarkan perubahan fungsi dan peraturan yang berlaku

c. Analisis Struktur

(19)

e. Analisis Kekuatan Balok dan Kolom

f. Analisis perkuatan dengan penambahan balok anak WF Castella 2. Evalusi kinerja struktur berdasarkan pushover analysis

1.4. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan tesis ini adalah mengetahui kekuatan struktur Gedung Timbul Jaya Plasa setelah diadaan perkuatan dengan penambahan balok anak

1.4. Manfaat

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Tinjauan Pustaka

Pemanfaatan gedung yang telah ada dapat dijadikan pilihan terhadap semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan prasarana gedung. Alih fungsi bangunan gedung adalah salah satu pemecahan terhadap masalah tersebut.

Gedung kantor pusat Kaltim Industrial Estate (KIE) yang baru di daerah Kebon Sirih Jakarta merupakan contoh alih fungsi bangunan. Sebagaimana dimuat dalam Majalah Proyeksi edisi April 2005 , gedung tersebut sebelumnya merupakan milik PT Siemens. Gedung KIE tersebut ketika baru dibeli tidak bisa langsung digunakan karena akan diadakan penambahan lantai. Sebelumnya terdiri dari 4 lantai plus atap dak beton, diubah menjadi 6 lantai dengan penutup atap gelombang berbobot ringan dari bahan polycarbonat.

Karena itu perlu dilakukan beberapa tahapan analisis, seperti yang dilakukan PT Gistama Investama terhadap gedung KIE yang baru. Seperti diuraikan Anwar Santoso, Senior Engineer Gistama, tahapan itu adalah analisa dalam keadaan existing, dengan beban gempa rencana. Setelah itu analisa dalam keadaan di-upgrade juga dengan beban rencana gempa. Baru kemudian analisis setelah dilakukan perkuatan struktur.

(21)

Dari hasil pengamatan lapangan terhadap gedung KIE dan test ultrasonik, existing mutu beton yang ada cukup rendah, berkisar di K 175 (175 kg/cm2). Besi tulangan masih menggunakan baja polos dengan mutu baja U 24. Selimut beton sudah banyak terkikis dan banyak terdapat rongga (honey comb) pada beton. Adanya berat tambahan screed setebal 10 cm.

Setelah melakukan analisis dalam keadaan struktur diupgrade, didapatkan hasil bahwa gedung masih bisa digunakan jika yang bekerja hanya beban statik tanpa adanya beban gempa. Tetapi ketika diberi beban dinamik berupa gempa, banyak terjadi keruntuhan pada kolomya. Ini karena besarnya gaya lateral yang tidak mampu ditahan kolom, sehingga bangunan menjadi tidak layak digunakan. Gaya geser yang terjadi pada lantai atas semakin membesar, baik terhadap arah melintang maupun membujur.

Upaya pengurangan beban dan perkuatan struktur akhirnya dilakukan. Pembuangan raised floor (penebalan lantai) tidak berguna dapat mengurangi beban. Raised floor setebal kira-kira 10 cm di setiap lantai, terdapat di dua lantai bangunan. Penghematan beban beton setebal 0,20 m dikali berat beton per m3 (2400 kgf/m3) memungkinkan penambahan satu tingkat bangunan lagi di atas gedung ini. Kemudian dilakukan analisa ulang dengan beban rencana yang akan dipikul gedung (termasuk gaya gempa dan kombinasinya) seperti analisis sebelumnya.

(22)

yang bersangkutan. Pada keadaan service dengan beban gempa tanpa perkuatan, ternyata banyak kolom-kolom yang rasionya melebihi 1. Ini berarti kapasitas kolom tersebut terlampaui. Kesimpulannya, bangunan belum layak digunakan.

Upgrade bangunan pun dilakukan. Lengan momen pada kolom ditambahkan agar kapasitasnya bertambah. Caranya dengan menambahkan tulangan untuk menahan kelebihan beban lateral. Hasilnya terdapat peningkatan momen pada kolom dari 225 KN m sebelumnya menjadi 350 KN m.

Namun dalam pelaksanaan, ada banyak hal dan kendala yang perlu diantisipasi, seperti sulitnya pengecoran pada beton yang cukup tipis. Mau tidak mau, harus dilakukan dengan menggunan bahan beton encer/ cair. Diberikan tambahan additive bonding pada selimut beton kolom yang dikelupas dengan tujuan memberikan daya lekat antara beton lama dengan beton baru.

(23)

Tarigan (2007) dalam makalahnya yang berjudul ”Kajian Struktur Bangunan Di Kota Medan Terhadap Gaya Gempa Di Masa Yang Akan Datang” melakukan kajian bangunan tower 8 lantai yang disimulasikan dengan pembebanan gempa dengan SKBI 1987 dan SNI 1726 2002. Dari hasil kajian tersebut diketahui untuk masa yang akan datang gaya gempa yang dapat terjadi di Medan adalah 5 kali lebih besar dari sebelum tahun 1987 dan 1,67 kali lebih besar dari tahun 2002. Kelihatannya jika diikuti amplitudo gempa pada tahun 2007, maka struktur bangunan yang telah berdiri di Medan dengan perhitungan sebelum tahun 2007 (masih mengikuti Peta Gempa tahun 1987 dan 2002) kurang aman terhadap gempa.

Agus, dkk (2006) melakukan kajian mengenai ketahanan struktur bangunan yang didesain dengan SKBI 1987 dibandingkan dengan SNI 1726 2002 di kota Padang. Dari hasil kajian tersebut diketahui displacement struktur yang dihitung dengan SKBI 1987 hanya 7% dibanding dengan perhitungan menggunakan SNI 1726 2002. Ada perbedaan yang cukup signifikan pada gaya aksial ( 83,93 % pada balok), gaya geser (271,16% pada kolom), dan momen (289,34 % pada kolom). Penulangan yang disyaratkan meningkat 3,04 % pada balok.

2. 2. Evaluasi Kekuatan Struktur Yang telah Berdiri

2.2.1. Umum

(24)

hasil pengukuran tersebut dianggap sudah memadai. Data yang diperlukan harus ditentukan sesuai dengan Butir 22.2. SNI 2847 2002. Bila pengaruh defisiensi kekuatan struktur tidak diketahui dengan baik atau bila dimensi struktur serta sifat bahan yang dibutuhkan untuk tujuan analisis tidak memungkinkan untuk diukur nilainya, maka uji beban harus dilakukan bila struktur tersebut diinginkan untuk tetap berfungsi. Bila keraguan terhadap keamanan struktur atau bagian struktur adalah terkait dengan penurunan kinerja struktur sebagai fungsi waktu, dan bila respon struktur selama uji beban ternyata masih memenuhi kriteria penerimaan, maka struktur atau bagian dari struktur tersebut boleh tetap digunakan untuk jangka waktu tertentu. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan jika dianggap perlu oleh konsultan penilai.

2.2.2. Uji Beban Langsung

Perencanaan dan pelaksanaan uji-beban serta besarnya intensitas beban uji harus mengikuti ketentuan berikut:

(25)

2) Beban uji total, termasuk beban mati yang sudah ada pada struktur, tidak boleh kurang daripada 0,85(1,4D +1,7L). Pengurangan nilai L diizinkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Pedoman

Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung).

3) Uji-beban tidak boleh dilakukan terhadap struktur atau bagian struktur yang berumur kurang dari 56 hari. Namun, bila pemilik struktur bangunan, pemborong dan seluruh pihak yang terlibat menyetujui, maka uji beban tersebut boleh dilakukan pada umur yang lebih awal. Prosedur pembebanan dan pengukuran respon struktur harus memenuhi ketentuan berikut:

1) Bacaan nilai awal untuk setiap respon struktur yang diukur (seperti: lendutan, rotasi, regangan, slip, lebar retak) harus diperoleh dalam waktu tidak lebih dari satu jam sebelum pengaplikasian tahapan beban pertama. Pengukuran harus dilakukan pada lokasi dimana respon maksimum diharapkan akan terjadi. Pengukuran tambahan harus dilakukan bila diperlukan.

2) Beban uji harus diaplikasikan dalam tidak kurang dari empat tahapan peningkatan beban yang sama.

(26)

4) Rangkaian pengukuran respon struktur harus dilakukan pada setiap saat setelah tahapan pembebanan diaplikasikan, dan pada saat beban total telah diaplikasikan pada struktur selama tidak kurang dari 24 jam. 5) Beban uji total harus segera dilepaskan setelah seluruh pengukuran

respon yang didefinisikan di atas telah dilakukan.

6) Rangkaian pengukuran akhir harus dilakukan pada 24 jam setelah beban uji dilepaskan.

Syarat penerimaan uji beban langsung sesuai SNI 2847 2002 adalah sebagai berikut :

1) Bagian struktur yang diuji beban tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda kegagalan/keruntuhan. Retak-belah dan pecah pada bagian beton yang tertekan dapat dianggap sebagai indikasi kegagalan/keruntuhan. 2) Lendutan maksimum terukur harus memenuhi salah satu dari kondisi

berikut:

Lendutan maksimum terukur: maks t2 / 20.000 h ……….. ..(2.1)

Lendutan permanen terukur: r,maks maks / 4 ...(2.2) Bila lendutan maksimum dan lendutan permanen yang terukur tidak memenuhi persamaan 2.1 dan 2.2, maka uji-beban dapat diulang.

Uji-beban-ulang tidak boleh dilakukan lebih awal dari 72 jam setelah pelepasan beban-uji yang pertama. Bagian dari struktur yang diuji ulang dianggap memenuhi persyaratan bila lendutan permanen memenuhi kondisi berikut:

(27)

dimana f,maks adalah lendutan maksimum yang diukur selama uji-beban kedua relatif terhadap posisi struktur pada saat awal uji-beban kedua. 3) Komponen struktur yang diuji-beban tidak boleh memperlihatkan

retakan yang menunjukkan terjadinya awal dari keruntuhan geser. 4) Pada daerah komponen struktur yang tidak dipasangi tulangan

transversal (geser), timbulnya retak struktur yang membentuk sudut terhadap sumbu longitudinal dan mempunyai proyeksi horizontal yang lebih panjang dari tinggi penampang di titik tengah retakan, harus dievaluasi lebih lanjut.

5) Pada daerah penjangkaran dan sambungan lewatan, timbulnya sekumpulan retak pendek miring atau datar di sepanjang sumbu tulangan, harus dievaluasi lebih lanjut.

Untuk menjamin keamanan uji beban langsung, ketentuan yang harus dipenuhi 1) Uji beban harus dilaksanakan sedemikian rupa hingga keamanan jiwa

dan konstruksi selama pengujian berlangsung dapat terjamin.

2) Tindakan pengamanan yang diambil tidak boleh mengganggu jalannya uji beban atau mempengaruhi hasil pengujian tersebut.

2.3. Ketentuan Mengenai Kekuatan dan Kemampuan Layan

(28)

2.3.1. Kuat Rencana

Kuat rencana suatu komponen struktur menurut SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 11.3 (1) adalah hasil kali kuat nominal dengan suatu faktor reduksi kekuatan .

Nilai  merupakan angka keamanan yang memperhitungkan penyimpangan

terhadap kuat bahan, pengerjaan, ukuran dan pelaksanaan. Menurut SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 11.3 (2) faktor reduksi kekuatan untuk desain sebagaimana tabel berikut.

Tabel 2.1. Faktor Reduksi Kekuatan untuk Desain

Beban Yang Bekerja 

lentur, tanpa beban aksial 0,8

tarik aksial, dan tarik aksial dengan lentur 0,8 tekan aksial dan tekan aksial dengan lentur :

komponen dengan tulangan spiral komponen lain

0,70 0,65

geser dan/atau puntir 0,75

Sumber : SNI 2847 2002

(29)

Tabel 2.2. Faktor Reduksi Kekuatan untuk Evaluasi

Beban Yang Bekerja 

lentur, tanpa beban aksial 0,9

tarik aksial, dan tarik aksial dengan lentur 0,9 tekan aksial dan tekan aksial dengan lentur :

komponen dengan tulangan spiral komponen lain

0,80 0,75

geser dan/atau puntir 0,80

tumpuan pada beton 0,75

Sumber : SNI 2847 2002

2.3.2. Kuat Perlu

Kuat perlu U pada suatu komponen struktur adalah kekuatan yang terjadi akibat beban dikalikan dengan faktor beban. Faktor beban tersebut merupakan angka keamanan yang memperhitungkan kelebihan beban akibat penggunaan fungsi bangunan. Menurut SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 11.2 kuat perlu U dan faktor beban adalah :

1) Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan

U = 1,4 D... (2.4)

(30)

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) ... (2.5)

2) Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu:

U = 1,2 D + 0,5 L + 1,6W + 0,5 (A atau R) ... (2.6)

di mana kombinasi beban harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup

L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, dan

U = 0,9 D + 1,6W ... ... (2.7)

3) Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa (E) harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:

U = 1,2 D + 1,0L 1,0E ...(2.8)

atau

U = 0,9 D 1,0E ...(2.9)

(31)

2.4. Ketentuan Perancangan Bangunan Tahan Gempa Untuk Gedung

Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Gedung SNI 1726 2002 mengatur mengenai perancangan ketahanan gempa untuk gedung.

2.4.1. Gempa rencana dan kategori gedung

Akibat pengaruh Gempa Rencana, struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung 50 tahun.

Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan I menurut persamaan :

I = I1 I2 (2.10)

di mana I1 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung, sedangkan I2 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut. Faktor-faktor

(32)
[image:32.612.133.515.117.446.2]

Tabel 2.3. Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan

Faktor Keutamaan Kategori gedung

I1 I2 I

Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran

1,0 1,0 1,0

Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi.

1,4 1,0 1,4

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.

1,6 1,0 1,6

Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5

Catatan :

Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya diterbitkan sebelum berlakunya Standar ini maka Faktor Keutamaam, I, dapat dikalikan 80%.

2.4.2 Struktur gedung beraturan dan tidak beraturan

Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut :

(33)

- Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.

- Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.

- Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal denah struktur gedung secara keseluruhan.

- Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.

(34)

- Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini.

- Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut.

- Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.

Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh Gempa Rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statik ekuivalen, sehingga menurut Standar ini analisisnya dapat dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen.

(35)

2.4.3 Daktilitas struktur bangunan

Faktor daktilitas struktur gedung  adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan m dan simpangan struktur gedung pada saat

terjadinya pelelehan pertama y, yaitu :

m y m 0

,

1  

   

 (2.11)

Dalam persamaan (2.11)  = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur

gedung yang berperilaku elastik penuh, sedangkan m adalah nilai faktor daktilitas

maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur gedung yang bersangkutan.

Apabila Ve adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana yang dapat diserap oleh struktur gedung elastik penuh dalam kondisi di ambang keruntuhan dan Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama di dalam struktur gedung, maka dengan asumsi bahwa struktur gedung daktail dan struktur gedung elastik penuh akibat pengaruh Gempa Rencana menunjukkan simpangan maksimum m yang sama dalam kondisi di ambang keruntuhan, maka berlaku hubungan sebagai berikut :

 e

y

V

V (2.12)

(36)

Apabila Vn adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung, maka berlaku hubungan sebagai berikut :

R V f V V e 1 y

n   (2.13)

di mana f1 adalah faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam struktur gedung dan nilainya ditetapkan sebesar :

6 , 1

f1  (2.14)

dan R disebut faktor reduksi gempa menurut persamaan :

m 1 R f R 6 ,

[image:36.612.133.463.439.660.2]

1     (2.15)

Tabel 2.4. Parameter daktilitas struktur gedung

Taraf Kinerja Struktur Gedung  R

Elastik penuh 1,0 1,6

1,5 2,4 2,0 3,2 2,5 4,0 3,0 4,8 3,5 5,6 4,0 6,4 4,5 7,2 Daktail parsial 5,0 8,0

Daktail penuh 5,3 8,5

(37)

Dalam persamaan di atas R = 1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk struktur gedung yang berperilaku elastik penuh, sedangkan Rm adalah faktor reduksi gempa maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur yang bersangkutan.

2.4.4. Kinerja Struktur Gedung

2.4.4.1. Kinerja Batas Layan

Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh Gempa Nominal yang telah dibagi Faktor Skala.

Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung

tidak boleh melampaui R 0,03

kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm,

bergantung yang mana yang nilainya terkecil.

2.4.4.2. Kinerja Batas Ultimit

(38)

menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur antar-gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela delatasi). Simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali  sebagai berikut :

- untuk struktur gedung beraturan :

 = 0,7 R (2.16)

- untuk struktur gedung tidak beraturan :

Skala Faktor

R 7 , 0

 (2.17)

di mana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut dan Faktor Skala adalah seperti yang ditetapkan :

1 . 8 , 0

 

Vt Vi Skala

Faktor (2.18)

(39)

2.5. Analisis Beban Dorong Statik (Static Push Over Analysis)

[image:39.612.188.450.342.482.2]

Analisis beban dorong statik (static push over analysis) adaah suatu cara analisis statik dua dimensi atau tiga dimensi linier dan non-linier, di mana pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur gedung dianggap sebagai beban-beban statik yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk elasto-plastis yang besar sampai mencapai kondisi di ambang keruntuhan.

Gambar 2.1. Kurva Kapasitas

Dari hasil analisis pushover akan didapatkan kurva kapasitas yang menunjukkan hubungan antara gaya geser dasar terhadap peralihan, yang memperlihatkan perubahan perilaku struktur dari linear menjadi non-linear, berupa penurunan kekakuan yang diindikasikan dengan penurunan kemiringan kurva akibat terbentuknya sendi plastis pada balok dan kolom. Analisis beban dorong ini dilakukan secara terpisah untuk masing-masing arah sumbu lemah dan kuat gedung (Christiawan, 2007)

atap

V

G

a

y

a

g

e

se

r

d

a

sa

r,

V

(

k

g

)

(40)

Menurut Lumantarna (2007), kurva kapasitas yang didapatkan dari analisis pushover menggambarkan kekuatan struktur yang besarnya sangat tergantung dari kemampuan momen-deformasi dari masing-masing komponen struktur. Cara termudah untuk membuat kurva ini adalah dengan mendorong struktur secara bertahap dan mencatat hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan atap akibat beban lateral yang dikerjakan pada struktur dengan pola pembebanan tertentu (Gambar 2.1). Pola pembebanan umumnya berupa respon ragam-1 struktur (atau bisa juga berupa beban statik ekivalen) berdasarkan asumsi bahwa ragam struktur yang dominan adalah ragam-1. Hal ini berlaku untuk bangunan yang memiliki periode fundamental struktur yang relatif kecil. Untuk bangunan yang lebih fleksibel dengan periode struktur yang lebih besar, perencana sebaiknya memperhitungkan pengaruh ragam yang lebih tinggi .

Tujuan analisis pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi serta memperoleh informasi bagian mana saja yang kritis. Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus untuk pendetailannya. Cukup banyak studi yang menunjukkan bahwa analisis statik pushover dapat memberikan hasil yang mencukupi untuk bangunan regular dan tidak tinggi.

Menurut Dewobroto (2006) analisis pushover dapat digunakan sebagai alat bantu perencanaan tahan gempa, asalkan menyesuaikan dengan keterbatasan yang ada. Keterbatasan-keterbatasan tersebut adalah :

(41)

siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisis pushover adalah statik monotonik

b. pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisis adalah sangat penting

c. Untuk membuat model analisis nonlinear akan lebih rumit dibanding dengan analisis linear. Model tersebut harus memperhitungkan karakteristik inelastik beban deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek P-.

Menurut ATC 40 1997, terdapat 2 metode untuk menentukan demand, yaitu : a. Capacity Spectrum Method

 Merupakan metode iterative yang bertujuan untuk menentukan lokasi

titik performance struktur dengan kapasitas yang ada dan demand yang diminta.

 Lokasi performance point harus memenuhi 2 kriteria, yaitu :

- Berada pada kurva spektrum kapasitas.

- Berada pada kurva demand spectral yang telah direduksi dari keadaan elastis (damping 5%).

 Ada 3 macam prosedur yang dapat dipilih, yaitu, yaitu :

- Prosedur A:

(42)

- Prosedur B :

Penyederhanaan bilinier pada kurva kapasitas sehingga cara ini relatif sedikit iterasinya tetapi kurang jelas jika dibandingkan prosedur A.

- Prosedur C :

Cara grafis sehingga paling tepat untuk penyelesaian manual tanpa spreadsheet tetapi paling tidak jelas diantara ke 3 prosedur yang ada.

b. Displacement Coefficient Method.

Metode dengan proses numerik langsung dalam menghitung displacement demand sehingga tidak perlu mengkonversi kurva kapasitas ke dalam koordinat spectral.

Prosedur analisis pushover cukup sederhana yaitu memberikan beban statis arah lateral pada suatu struktur. Beban kemudian ditingkatkan secara bertahap (incremental) sampai struktur mencapai target perpindahan (displacement) tertentu. Dari hasil analisa diambil nilai-nilai perpindahan di puncak struktur (roof displacement) dan daya geser dasar (base shear) yang kemudian dipetakan sebagai kurva kapasitas dari struktur tersebut.

(43)

Prosedur perhitungan dengan analisis pushover berdasarkan ATC 40 (1997) adalah sebagai berikut :

1. Dibuat model analitik struktur yang akan dianaliis secara 2 dimensi atau 3 dimensi,

2. Ditentukan suatu kriteria kinerja (performance), seperti batas ijin simpangan pada lantai atap pada titik sendi tertentu

3. Struktur dibebani dengan gaya gravitasi sesuai beban rencana

4. Struktur kemudian juga dibebani dengan beban gempa statis ekivalen yang ditambahkan secara berangsur-angsur. Pola pembebanan ditentukan sesuai peraturan yang berlaku

5. Ditentukan titik kontrol untuk memantau perpindahan khususnya pada respon puncak struktur.

6. Selanjutnya struktur didorong (push) dengan pola pembebanan, yang telah ditentukan sebelumnya secara bertahap (incremental) sampai mencapai batas ijin simpangan atau mencapai keruntuhan yang direncanakan

7. Digambarkan kurva hubungan gaya geser dasar (base shear) vs perpindahan terkontrol (controlled displacement). Kurva inilah yang disebut kurva kapasitas, dari sini dapat dilihat kejadian-kejadian untuk kriteria performance yang berbeda.

2.5.1 CAPACITY SPECTRUM METHOD

(44)

pushover karena dalam aplikasinya, digunakan analisis beban dorong statis nonlinier (nonlinear static pushover analysis), dimana struktur didorong secara bertahap hingga beberapa komponen struktur mengalami leleh dan berdeformasi inelastis. Hubungan antara perpindahan lateral lantai atap dan gaya geser dasar digambarkan dalam suatu kurva yang menggambarkan kapasitas struktur dan dinamakan kurva kapasitas (capacity curve). Untuk mengetahui perilaku struktur yang ditinjau terhadap intensitas gempa yang diberikan, kurva kapasitas ini kemudian dibandingkan dengan tuntutan (demand) kinerja yang berupa response spectrum berbagai intensitas (periode ulang) gempa.

Capacity spectrum method menyajikan secara grafis dua buah grafik yang disebut spektrum, yaitu spektrum kapasitas (capacity spectrum) yang menggambarkan kapasitas struktur berupa hubungan gaya dorong total (base shear) dan perpindahan lateral struktur (biasanya ditetapkan di puncak bangunan), dan spektrum demand yang menggambarkan besarnya demand (tuntutan kinerja) akibat gempa dengan periode ulang tertentu

(45)

dalam spektral kecepatan, Sa, dan Periode, T, menjadi format spektral percepatan, Sa, dan spektral perpindahan, Sd. Format yang baru ini disebut Acceleration-Displacemet Response Spectra (ADRS). Kurva kapasitas yang merupakan produk dari pushover dinyatakan dalam satuan gaya (kg) dan perpindahan (m), sedangkan demand spectrum memiliki satuan percepatan (m/detik2) dan perpindahan (m). Satuan dari kedua kurva tersebut perlu diubah dalam format yang sama, yaitu spektral percepatan, Sa, dan spektral perpindahan, Sd, agar dapat ditampilkan dalam satu tampilan..

Penyajian secara grafis dapat memberikan gambaran yang jelas bagaimana sebuah bangunan merespon beban gempa. Perencana dapat membuat berbagai skenario kekuatan struktur (dengan cara mengganti kekakuan dari beberapa komponen struktur) dan melihat kinerjanya akibat beberapa level demand yang dikehendaki secara cepat dalam satu grafik. Titik kinerja merupakan perpotongan antara spektrum kapasitas dan spektrum demand. Dengan demikian titik kinerja merupakan representasi dari dua kondisi, yaitu:

1) karena terletak pada spektrum kapasitas, merupakan representasi kekuatan struktur pada suatu nilai perpindahan tertentu,

2) karena terletak pada kurva demand, menunjukkan bahwa kekuatan struktur dapat memenuhi demand beban yang diberikan.

(46)

2.5.1.1.Acceleration-Displacement Response Spectrum (ADRS)

[image:46.612.200.447.295.649.2]

Format ADRS merupakan konversi sederhana dari kurva hubungan gaya geser dasar dengan perpindahan lateral titik kontrol dengan menggunakan properti dinamis sistem dan hasilnya disebut sebagai kurva kapasitas struktur. Format ADRS ini adalah gabungan antara acceleration displacement response spectrum dimana absis merupakan acceleration (Sa) dan ordinat merupakan displacement (Sd) sedangkan periode T adalah garis miring dari pusat sumbu. Format standar menjadi format ADRS disajikan pada Gambar.2.2.

(47)

Konversi kurva hasil analisis pushover ke dalam format ADRS tersebut menggunakan persamaan sebagai berikut:

Modal participation factor mode 1:

            

  n i i n i i g w g w PF 1 2 1 1 1 1 1 1 ) . ( .   ...(2.19)

Modal mass coefficient mode 1:

                  

   n i i n i n i i g w g w g w 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 ) . ( .    ...(2.20) Spectrum acceleration: 1 W V

Sa  ...(2.21)

Spectrum displacement:

1 , 1. roof

roof a PF S  

 ...(2.22)

dengan:

PFi = modal participation factor untuk mode pertama αi = modal mass coefficient untuk mode pertama

Sa = spectral acceleration Sd = spectral displacement

(48)

V = gaya geser

W = beban mati bangunan ditambah beban hidup ∆roof = roof displacement

2.5.1.2. Kurva Kapasitas (Capacity Curve)

Fokus dari penyederhanaan analisis nonlinier adalah kurva kapasitas (pushover curve). Kurva tersebut menampilkan hubungan antara gaya geser dasar (base shear) versus perpindahan titik acuan pada atap (roof displacement). Pada metode spektrum kapasitas, kurva pushover dengan modifikasi tertentu diubah menjadi spektrum kapasitas (capacity spectrum). Proses konversi ke bentuk spektrum kapasitas disajikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Proses konversi Capacity curveke bentuk capacity spectrum atap V G a y a g e se r d a sa r, V ( k N )

Perpindahan atap, atap (m)

S p ec tr a l A cc , S a

(49)

2.5.1.3. Demand Spectrum

Demand spectrum merupakan hasil dari response spectrum dalam bentuk ADRS yang dimodifikasi dengan memasukkan pengaruh effective damping yang terjadi akibat terbentuknya sendi plastis.

Demand spectrum didapatkan dari spektrum respons elastis yang pada umumnya dinyatakan dalam satuan percepatan, Sa (m/detik2) dan periode struktur, T (detik). Sama halnya dengan kurva kapasitas, spektrum respons ini juga perlu diubah dalam format ADRS menjadi spektrum demand. Gambar 2.4.menunjukkan spektrum yang sama yang ditampilkan dalam format tradisional (Sa dan T) dan format ADRS (Sa dan Sd). Pada format ADRS, periode struktur yang sama merupakan garis lurus radial dari titik nol. Hubungan antara Sa, Sd, dan T, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

a d S S

T 2 (2.23)

a

d S

T

S )2

2 (

[image:49.612.136.475.411.654.2]

 (2.24)

Gambar 2.4. Spektrum respon yang dalam format tradisional dan ADRS

T1T2 T3

T1 T2 T3 S p e k tr a l p e r c e p a tan , Sa (m /d et 2 ) Spektrum tradisional (Sa vs T)

Spektrum ADRS (Sa vs Sd)

Periode, T (detik)

S p e k tr a l p e r c e p a tan , Sa (m /d et 2 )

(50)

Pada gambar 2.4 terlihat bahwa hasil grafik response spektrum dalam format standar harus diubah terlebih dahulu menjadi grafik response spektrum dalam format ADRS. Kemudian dalam mendapatkan kurva kebutuhan (demand spektrum), respons spektrum dalam format ADRS ini direduksi dengan suatu konstanta. Untuk respons spektrum dengan percepatan yang konstan direduksi dengan SRA, sedangkan respon spektrum dengan kecepatan yang konstan direduksi dengan SRv dimana

             12 , 2 5 . ) . . ( 7 , 63 ln . 68 , 0 21 , 3 dpi api api dy dpi ay K

SRA (2.25)

             65 , 1 5 . ) . . ( 7 , 63 ln . 41 , 0 31 , 2 dpi api api dy dpi ay K

SRv (2.26)

atau dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana :

        12 , 2 ln . 68 , 0 21 , 3 eff

SRA  (2.27)

        65 , 1 ln . 41 , 0 31 , 2 eff

SRv  (2.28)

Nilai SRA dan SRv tersebut harus lebih besar dari table 2.5, sedang tipe-tipe perilaku struktur dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.5. Nilai Minimum SRAdan SRV

Tipe Perilaku struktur SRA SRV

A 0,33 0,5

B 0,44 0,56

(51)

Tabel 2.6. Tipe Perilaku Struktur

Shaking Duration Essentially New Building

Average Existing Building

Poor Existing Building

Short A B C

Long B C C

Sumber : ATC 40 1997

2.5.2. Titik Kinerja (Performance Point)

Titik kinerja adalah suatu titik dimana kapasitas struktur sesuai demand dari gaya gempa. Kinerja (performance) suatu struktur bangunan dapat diketahui berdasarkan lokasi titik-titik kinerja struktur tersebut. Performance point diperoleh dengan melakukan plot demand spectrum dengan nilai damping 5% sesuai dengan kondisi tanah dan wilayah gempa, kemudian menggabungkan demand spectrum dengan capacity spectrum sehingga diperoleh titik perpotongan antara capacity spectrum dengan demand spectrum (Gambar 2.5).

Gambar 2.5.Performance Point

S

d

S

a

Capacity spectrum Demand spectrum

(52)

Setelah performance pointdiperoleh, dapat diketahui nilai simpangan antar tingkat dan posisi sendi plastis untuk berbagai periode ulang gempa. Selain itu dapat ditentukan tingkat kinerja struktur dari simpangan antar tingkat berbagai periode ulang gempa. Analisis statik non-linear pushover dilakukan dengan bantuan program analisis struktur ETABS versi 9.0.

2.6. Perkembangan Peraturan Perencanaan Gedung di Indonesia

2.6.1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung

Kombinasi Beban Ketentuan disain gempa SNI 2847 memakai dasar disain kekuatan batas dan bukan disain tingkat layan (elastis). Perbandingan antara kombinasi beban SNI 2847 2002 dan 1992 dapat dilihat di tabel 2.7. dan sedang reduksi kekuatan pada tabel 2.8.

Tabel 2.7. Perbandingan Kombinasi Beban menurut SNI 2847 baru dan lama

SNI 2847 2002 SNI 2847 1992

1,4 D

1,2 D +1,6 L +0.5 (A atauR)

1,2 D +1,0 L + 1,6 W +0.5 (A atauR) 0,9 D + 1,6 W

1,2 D + 1,0 L + 1,0 E 0,9 D+ 1,0 E

1,2 D + 1,6 L

0,75 (1,2 D + 1,6 L + 1,6 W) 0,9 D + 1,3 W

1,05 (D+L+E ) 0,9 (D +E )

(53)

Tabel 2.8. Faktor Reduksi Kekuatan menurut SNI 2847 2002 dan SNI 1992

Beban Yang Bekerja SNI 2002 SNI 1992

lentur, tanpa beban aksial 0,8 0,8

tarik aksial, dan tarik aksial dengan lentur 0,8 0,8 tekan aksial dan tekan aksial dengan lentur :

komponen dengan tulangan spiral komponen lain

0,70 0,65

0,70 0,65

geser dan/atau puntir 0,75 0,6

2.6.2. Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung

Rumus perhitungan gaya geser nominal (V) menurut SNI 1726 2002 berbeda dengan SKBI 1987 seperti diperlihatkan di Tabel 2.7 dibawah ini.

Tabel 2.9. Rumus Beban Gempa Statik Ekivalen SNI baru dan SKBI 1987

SNI 1726 2002 SKBI 1987

V = (C1 I Wt )/R V = C I K Wt

C1: Faktor respons gempa I : Faktor keutamaan R : Fakto reduksi gempa W : Berat total Bangunan

(54)

2.7. Analisis Kapasitas Komponen Struktur

2.7.1 Kapasitas Lentur Balok

Analisis penampang beton bertulangan tunggal yaitu dengan tulangan tarik saja didasarkan pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.6. Distribusi Tegangan dan Regangan Penampang Tulangan Tunggal

Dari gambar 2.6 tersebut ditentukan resultan gaya dalam tarik baja T adalah

T = As. fy (2.29)

dengan: As = luas tulangan tarik , fy = tegangan tarik baja Resultan gaya dalam tekan beton C adalah

C = 0,85 fc' .a .b (2.30)

Dengan :

a = tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen ; b = lebar penampang

fc' = tegangan tekan beton

Jarak antara resultan gaya-gaya dalam dan merupakan lengan momen, sebesar z = d-a/2

d = tinggi efektif ( jarak serat teratas terhadap tulangan )

(55)

Mn = T. z = As.fy (d - a/2) (2.31)

2.6.2. Kolom

Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan.

Pada umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas, bersifat mendadak. Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi dari pada komponen struktur lainnya.

Karena penggunaan di dalam praktek umumnya kolom tidak hanya bertugas menahan beban aksial vertikal, sehingga definisi kolom diperluas dengan mencangkup juga tugasnya menahan kombinasi beban aksial dan lentur.

Dengan kata lain kolom harus diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu.

SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 12.9 (1) memberikan batasan untuk rasio penulangan longitudinal komponen struktur tekan non komposit antara 0,01 sampai 0,08.

Untuk menghitung kapasitas penampang kolom dapat digunakan suatu pendekatan empiris, yaitu :

a. Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tekan

(56)

b. Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tarik

Pn = 0,85.fc.b.d

                      d d m d e h d e

h 2 !

1 2 2 2 2 2 (2.33) c. Untuk kolom berpenampang bulat dengan hancur tekan

Pn =

0,8 0,67

1,18

. 6 , 9 0 , 1 3 2    Ds h e h f Ag Ds e f

As y c

(2.34)

d. Untuk kolom berpenampang bulat dengan hancur tarik

Pn = 0,85.fc.

         h Ds m h e h g 50 , 2 38 , 0 85 , 0 2

2 

-       

0,85 0,38 h

e

(2.35)

dimana : h = diameter penampang

s

D = diameter lingkaran tulangan terjauh dari sumbu

e = eksentrisitas terhadap pusat plastis penampang

g  = g st A A = bruto penulangan luas total penulangan luas m = c y f f 85 , 0

Banyak kolom menerima lentur biaksial, yaitu lentur terhadap dua sumbu. Tiang jembatan hampir selalu menerima lentur biaksial.

(57)

Po Pny Pnx Pn

1 1 1 1

 

 (2.36)

dimana

Pn = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas yang ditinjau pada kedua sumbu

Pnx = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas ex

Pny = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas ey

Po = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas 0

2.6.2. Geser

Dasar pemikiran perencanaan penulangan geser adalah usaha menyediakan sejumlah tulangan baja untuk menahan gaya tarik arah tegak lurus terhadap retak tarik diagonal sedemikian rupa sehingga mampu mencegah bukaan retak lebih lanjut. Berdasarkan atas pemikiran tersebut, penulangan geser dapat dilakukan dalam bebrapa cara, seperti :

Sengkang vertikal

Jaringan kawat baja las yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial

Batang tulangan miring diagonal yang dapat dilakukan dengan cara

membengkok batang tulangan pokok balok ditempat – tempat yang diperlukan

(58)

d b f Vc c w

       6 (2.37)

atau yang lebih rinci

7

120 b d

M d V f V w u u w c c          (2.38)

dimana : Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

c

f = kuat tekan beton

w

b = lebar badan balok atau diameter penampang bulat

d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal w  = d b A w s u

V = gaya geser terfaktor pada penampang

u

M = momen terfaktor pada penampang

Untuk komponen struktur yang menerima gaya aksial kapasitas kemampuan beton untuk menahan gaya geser adalah

d b f

Vc c w

       6

14AgNu(2.39)

Apabila gaya geser yang bekerja vu lebih besar dari kapasitas geser beton vc

maka diperlukan penulangan geser untuk memperkuatnya. Dasar perencanaan tulangan geser adalah :

u n v v  

(59)

sehingga : vuvcvs

(2.40)

dimana : vu= gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau

n

v = kuat geser nominal

c

v = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

s

v = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser

 = faktor reduksi

Untuk sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 13.5 (6) memberikan ketentuan :

s d f A vsv y

(2.41)

dengan Av adalah luas tulangan geser yang berada dalam rentang jarak s.

2.8. Metode dan Material Perkuatan

Dalam pemilihan metode perkuatan, harus diperhatikan beberapa hal yaitu kapasitas struktur, lingkungan dimana struktur berada, peralatan yang tersedia, kemampuan tenaga pelaksana serta batasan-batasan dari pemilik seperti

keterbatasan ruang kerja, kemudahan pelaksanaan, waktu pelaksanaan dan biaya perkuatan.

Metode perkuatan yang umumnya dilakukan adalah :

(60)

Tujuannya adalah memperkecil gaya-gaya dalam yang terjadi, tetapi harus dianalisa ulang akibat dari perpendekan bentang ini yang menyebabkan perubahan dari gaya-gaya dalam tersebut.

Umumnya dilakukan dengan menambah balok atau kolom baik dari beton maupun dari baja.

- Memperbesar dimensi daripada konstruksi beton.

Umumnya digunakan beton sebagai material untuk memperbesar dimensi struktur. Dengan adanya admixture beton generasi baru, dimungkinkan untuk menghasilkan beton yang dapat memadat sendiri (self compacting concrete). Akibat dari penambahan dimensi tersebut, maka harus diperhatikan bahwa secara keseluruhan beban dari bangunan tersebut bertambah, sehingga harus dilakukan analisa secara menyeluruh dari struktur atas sampai pondasi.

- Menambah plat baja.

Tujuan dari penambahan ini adalah untuk menambah kekuatan pada bagian tarik dari struktur bangunan.

(61)

- Melakukan external prestressing.

Dengan metode ini, kapasitas struktur ditingkatkan dengan melakukan prestress di luar struktur, bukan didalam seperti pada struktur baru.

Yang perlu diperhatikan adalah penempatan anchor head, sehingga tidak menyebabkan perlemahan pada struktur yang ada.

Material yang umumnya digunakan adalah baja prestress, tetapi pada saat ini sudah mulai digunakan bahan dari FRP (Fibre Reinforced Polymer).

- Menggunakan FRP (Fibre Reinforced Polymer)

Prinsip daripada penambahan FRP sama seperti penambahan plat baja, yaitu menambah kekuatan di bagian tarik dari struktur.

Tipe FRP yang sering dipakai pada perkuatan struktur adalah dari bahan carbon, aramid dan glass. Bentuk FRP yang sering digunakan pada perkuatan struktur adalah Plate / Composite dan Fabric / Wrap

Bentuk plate lebih efektif dan efisien untuk perkuatan lentur baik pada balok maupun plat serta pada dinding; sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan

kapasitas beban axial dan geser pada kolom.

2.9. Balok Castella

(62)

tinggi dari profil I tanpa bukaan, tinggi balok maksimumnya bisa meningkat sampai dua kali asalnya. Implementasi pada gedung akan mereduksi ketinggian ceiling terhadap lantai dan akan mereduksi ketinggian gedung secara keseluruhan.

Profil Castella ini dibuat dengan menggunakan suatu profil baja yang dipotong secara simetris arah zigzag sepanjang garis tengah profil. Pemotongan dimulai dari arah mendatar pada bagian bawah dengan panjang tertentu, kemudian naik dengan sudut dan ketinggian tertentu, kembali memotong secara mendatar, turun lagi dengan sudut dan ketinggian tertentu, kembali dengan pemotongan mendatar dengan panjang yang sama. Pemotongan dilakukan secara terus menerus sampai didapatkan panjang tertentu yang diinginkan. Selanjutnya sisi potongan terluar ditemukan dan disatukan dengan teknik pengelasan. Secara umum sudut yang digunakan minimum 45o dan maksimum 70o.

Menurut Blodget (1985), rumus tegangan lentur izin Castella didasarkan pada AISC Sec. 1.5.1.4.5 sebagai berikut :

y tw

h

Cc

 1 10,484 0.6 2 2                 (2.42) dimana :

h = tinggi profil

E = Modulus elastisitas baja = 2.106 kg/cm2 tw = tebal web

(63)
[image:63.612.133.513.112.220.2]

Tabel 2.10. Tegangan geser ijin untuk berbagai sudut pemotongan

Sudut Pemotongan ()  Tegangan geser izin ()

45 45 0,8225

55 35 0,7745

60 30 0,7106

65 25 0,6332

Sumber : Suharjanto, 2005

(64)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan berupa data sekunder dan diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun. Data yang diperoleh berupa :

- Data gambar - Data Hammer Test - Data Uji Beban Langsung - Foto Lapangan

3.2. Evaluasi kekuatan struktur berdasar SNI 2847 2002 dan SNI 1726 2002

3.2.1 Evaluasi Kekuatan Pelat

Adapun langkah-langkah dalam melakukan evalusi kekuatan pelat lantai : 1. Mengidentifikasi data penampang dan mutu material plat

2. Menentukan beban-beban yang terjadi 3. Menghitung momen yang bekerja pada plat 4. Menghitung momen kapasitas plat

5. Membandingkan momen kapasitas plat dengan momen akibat beban 3.2.2. Pembebanan

(65)

Beban –beban yang bekerja antara lain :

1. Beban Mati

Beban mati terdiri dari berat sendiri struktur yaitu pelat, balok, kolom dan dinding.

2. Beban Hidup

Beban hidup untuk ground/hypermarket 400 kg/m2 Beban hidup lantai 2 sampai 4 untuk pertokoan 250 kg/m2

Beban hidup untuk atap 100 kg/m2

3. Beban Gempa

Beban gempa dihitung dengan analisis static equivalent. Rumus gaya gempa horizontal menurut SNI 1726 2002 :

V = C I Wt/R (3.1)

dimana :

C adalah nilai koefisien gempa dasar (C),didasarkan pada penentuan wilayah gempa dan klasifikasi tanah

I adalah faktor keutamaan, didapat dari tabel 1 SNI 1726 2002 Wt adalah berat total bangunan

R adalah faktor reduksi gempa, didapat dari tabel 2 SNI 1726 2002 Distribusi gaya gempa horisontal didapat dengan rumus :

Fi = V

hi Wi

hi Wi

. .

(3.2)

(66)

3.2.3. Analisis Struktur

Analisis struktur dilakukan dengan menggunakan program bantu ETABS 9.0

3.2.4. Evaluasi Kekuatan Balok

Adapun langkah-langkah dalam melakukan evalusi kekuatan balok : 1. Mengidentifikasi data penampang dan mutu material balok

2. Menghitung momen dan gaya lintang (hasil output ETABS)

3. Menghitung momen kapasitas balok dan geser maksimum yang mampu dipikul balok

4. Membandingkan momen dan kapasitas geser balok dengan momen dan gaya lintang akibat beban

3.2.5. Evaluasi Kekuatan Kolom

Adapun langkah-langkah dalam melakukan evalusi kekuatan kolom adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi data penampang dan mutu material kolom

2. Menghitung gaya aksial, momen dan gaya lintang kolom (hasil output ETABS) 3. Menghitung gaya aksial maksimum, momen dan geser maksimum yang mampu

dipikul kolom.

(67)

3.3 Analisis Perkuatan dengan menggunakan balok anak WF Castella

Evaluasi kekuatan balok anak WF Castella dilakukan dengan program bantu analisis struktur SAP2000.

3.4. Evalusi struktur dengan Pushover Analysis

Tahapan analisis beban dorong adalah sebagai berikut :

a. Menentukan tipe dan besar beban yang yang terdiri dari 2 macam beban. Pembebanan pertama, beban mati dan hidup (gravitasi) pada struktur seperti biasa dengan awal kondisi saat pembebanan saat struktur masih dalam keadaan elastis. Sedangkan pembebanan kedua berupa pembebanan arah lateral, dengan awal kondisi pembebanan dimulai pada kondisi akhir pembebanan gravitasi sebelumnya.

b. Meningkatkan pembebanan lateral secara berangsur-angsur sehingga akan terbentuk sendi-sendi plastis pada lokasi yang telah ditetapkan sebelumnya secara bertahap, sampai pada akhirnya struktur mencapai keruntuhan.

c. Untuk setiap tahap beban, gaya dalam dan deformasi dihitung dan direkam. Gaya dan deformasi untuk semua tahapan beban sebelumnya akan terakumulasi untuk menghasilkan gaya dan deformasi total dari semua komponen.

(68)

3.5. Diagram Alir Penelitian

[image:68.612.142.474.168.614.2]

Untuk memudahkan dalam langkah-langkah yag dilakukan dalam penelitian ini maka dibuat flow chart sebagai berikut.

Gambar 3.1. Flow Chart Penelitian Mulai

P

Gambar

Tabel  2.3. Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan
Tabel 2.4.  Parameter daktilitas struktur gedung
Gambar 2.1. Kurva Kapasitas
Gambar 2.2.. Format standar menjadi format ADRS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam karya musik “Hore” komposer menggunakan akord mayor bertujuan untuk menciptakan suasana yang gembira dan ceria, akord minor sebagai altrasi berfungsi untuk

Di dalam penelitian ini mengkaji tentang Implementasi Kebijakan Pemerintah tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa di Desa Telaga Paca Dan Wangongira, mengacu pada

Dalam  kaitannya  dengan  pemeliharaan  ulat  sutera,  ada  beberapa  hal  yang  perlu 

Berdasarkan beberapa definisi keaktifan belajar tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa keaktifan belajar siswa adalah segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non

SDM yang jelek, dana yang tidak tersedia dan tidak ada persetujuan dari anggota merupakan kelemahan yang berakibat tidak dapat menangkap peluang berupa sarana dan

Jadi dari pendapat tersebut dapat kita simpulkan make a match merupakan cara belajar dengan mencari pasang yang cocok dengan kartu yang dipegang, karena

Penelitian akan berfokus pada bagaimana Tempo.co mengkonstruksi pemberitaan tentang tewasnya taruna STIP pada berita dengan judul ‘ Taruna STIP Tewas Dihajar Senior,

Filosofi pendidikan integralistik humanis yang digagas oleh Romo Mangun tidak hanya tinggal sebagai ide, melainkan konkrit dijalankan dalam Sekolah Mangunan yang terus