• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi, Nilai Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan Penerimaan Pembudidaya Melalui Penambahan Nilai Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ukuran Besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi, Nilai Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan Penerimaan Pembudidaya Melalui Penambahan Nilai Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ukuran Besar"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI, NILAI PRODUKSI LELE BUDIDAYA DAN

PENINGKATAN PENERIMAAN PEMBUDIDAYA MELALUI

PENAMBAHAN NILAI PADA IKAN LELE DUMBO

(Clarias

gariepinus)

UKURAN BESAR

DIMAS BUDIMAN

BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi, Nilai Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan Penerimaan Pembudidaya Melalui Penambahan Nilai Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ukuran Besar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Dimas Budiman

(3)

ABSTRAK

DIMAS BUDIMAN. Produksi, Nilai Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan Penerimaan Pembudidaya Melalui Penambahan Nilai Pada Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) Ukuran Besar. Dibimbing oleh YANI HADIROSEYANI dan IIS DIATIN.

Produksi ikan lele tinggi namun pembudidaya belum menikmati hasil yang maksimal. Hasil yang diperoleh dari setiap kegiatan pemanenan ikan lele selalu tidak menghasilkan 100% ukuran panen yang dikehendaki pasar (6-10 ekor/kg). Budidaya lele menghasilkan berbagai ukuran panen, dari ukuran kecil, ukuran pasar dan ukuran besar, yang berbeda untuk target pasarnya. Hal ini yang membuat pendapatan pembudidaya rendah karena harga jual ikan lele ukuran besar lebih murah dari harga ikan ukuran pasar. Untuk meningkatkan pendapatan pembudidaya, ikan lele ukuran besar dapat ditingkatkan dalam bentuk produk

fillet. Nilai tambah adalah salah satu solusi untuk meningkatkan harga yang rendah dari produk tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung produksi dan nilai produksi budidaya lele, keragaman ukuran lele produksi budidaya berdasarkan permintaan pasar dan peningkatan nilai tambah (value added) ikan lele besar dengan kegiatan pascapanen berupa filleting dan peluang peningkatan pendapatan pembudidaya dari penjualan fillet lele.

Secara analisis usaha, kegiatan usaha pembesaran ikan lele tetap untung sebesar Rp 1.349.017.667. Akan tetapi jika pembudidaya melakukan perbaikan pada kegiatan panennya dengan kegiatan filleting pada ukuran besar, maka secara analisis finansial usaha budidaya lele akan memberikan tambahan nilai uang sebesar Rp 469.047.976. Analisis usaha menunjukan bahwa perlakuan tersebut dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp 1.818.065.643, R/C rasio 1,1 per tahun dibandingkan sebelum diberi nilai tambah yaitu 1,2 per tahun dan payback period selama satu tahun, lebih cepat tiga bulan daripada sebelum diberi nilai tambah, yaitu selama 1,3 tahun.

Kata kunci: Ikan lele dumbo, Produksi, Nilai Tambah

ABSTRACT

DIMAS BUDIMAN. Production, The Value of Production and Increase The Farmers Income Through Added Value of Large-Size Catfish (Clarias gariepinus). Supervised by YANI HADIROSEYANI and IIS DIATIN.

(4)

farming, variation size of the aquaculture catfish based on market’s demand and value added increasing of large-sized catfish with post-harvest treatment such as filleting and increasing probability of the farmer’s wages through catfish fillet selling.

Benefit that farmers got by selling the whole fish product of larged-sized catfish was Rp 1.349.017.667. But when they switched it to the fillet product, based on the financial analysis, the added value that farmer’s earned was Rp 469.047.976. Furthermore, this added value gave Rp 1.818.065.643 benefit, 1,2 R/C ratio per year and one year payback period, which is three months faster then before added value was given (1 year 3 months).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

PRODUKSI,

NILAI PRODUKSI LELE BUDIDAYA

DAN PENINGKATAN PENERIMAAN PEMBUDIDAYA

MELALUI PENAMBAHAN NILAI PADA IKAN LELE

DUMBO

(Clarias gariepinus)

UKURAN BESAR

DIMAS BUDIMAN

BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

JudulSkripsi : Produksi, Nilai Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan

Penerimaan Pembudidaya Melalui Penambahan Nilai Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ukuran Besar

Nama : Dimas Budiman NIM : C14070084

Disetujui oleh

Ir. Yani Hadiroseyani, MM Pembimbing I

Ir. Iis Diatin, MM Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Sukenda Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini telah diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai Juni 2011 dengan judul Produksi, Nilai Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan Penerimaan Pembudidaya Melalui Penambahan Nilai Pada Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) Ukuran Besar.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Yani Hadiroseyani MM dan Ibu Ir Iis Diatin MM selaku pembimbing. Di samping itu, penulis sampaikan kepada Bapak Aken, Owner CV. JBL (Jumbo Bintang Lestari) yang telah menyediakan tempat untuk melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda Ilas Maya,Kakak Aji Eko Nugroho dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, seluruh staf dosen Departemen BDP yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan mengenai akuakultur hingga saat ini dan teman-teman BDP 44 atas semangat dan dukungannya

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013

Dimas Budiman

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN……….. vii

PENDAHULUAN………... 1

Latar Belakang………... 1

Perumusan Masalah……… 3

Tujuan Penelitian……… 4

Manfaat Penelitian……….. 4

METODE………. 4

Waktu dan Tempat………. 4

Jenis dan Sumber Data………... 4

Pengolahan dan Perhitungan Data………. 5

Metode Produksi Lele………... 5

Metode FilletIkan………. 7

Nilai Produksi dan Analisis Keuntungan Usaha………... 7

Analisis Nilai Tambah……….. 9

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 10

HASIL……….. 10

Produksi dan Nilai Produksi………... 10

Keragaman Ukuran Panen Lele………... 12

Analisis Nilai Tambah……… 13

Analisis Keuntungan……….. 14

PEMBAHASAN……….. 15

KESIMPULAN DAN SARAN………. 18

KESIMPULAN……… 18

SARAN……… 19

DAFTAR PUSTAKA……… 19

(9)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi pemberian pakan yang digunakan……….. 6

2 Analisis perhitungan nilai tambah metode Hayami……… 10

3 Rataan hasil panen per kolam per siklus……… 11

4 Analisis keuntungan dan tanpa nilai tambah……….. 12

5 Biomassa panen ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari per kolam …. 13 6 Ukuran ikan dan fillet ikan lele per ekor……… 13

7 Rata-rata perhitungan nilai tambah fillet untuk 1 tahun………. 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Biaya investasi budidaya lele dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun………. 21

2 Biaya tetap budidaya lele dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun……….. 21

3 Biaya variabel budidaya lele dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun……….. 21

4 Biaya investasi dengan nilai tambah dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun….. 22

5 Biaya tetap dengan nilai tambah dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun………. 22

6 Biaya variabel dengan nilai tambah dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun……... 23

7 Rataan hasil panen dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun………..23

8 Total penerimaan tanpa nilai tambah untuk 1 tahun……….. 23

9 Total penerimaan dengan nilai tambah untuk 1 tahun……… 23

10 Hasil fillet ikan lele ukuran besar………. 24

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berkembangnya budidaya ikan lele Clarias sp. telah menggerakan ekonomi kerakyatan. Lele dijadikan pilihan karena daya toleransi kualitas air yang baik karena memiliki organ pernafasan tambahan berupa arborescent organ, tahan terhadap berbagai macam penyakit dan dapat diproduksi secara masal (besar). Oleh karena itu selain sebagai sumber protein, ikan lele merupakan alternatif usaha untuk meningkatkan penghasilan masyarakat. Produksi ikan lele mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tercatat produksi ikan lele pada tahun 2008 sebesar 114.371 ton, menjadi 144.755 ton pada tahun 2009, naik menjadi 242.811 ton pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 produksi lele hidup untuk konsumsi sebesar 340.674 ton (KKP 2011). Oleh karena itu pada tahun ini KKP menjadikan ikan lele sebagai salah satu komoditas air tawar yang menjadi andalan dalam rangka program peningkatan produksi perikanan.

Budidaya lele saat ini banyak terdapat di propinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki prospek yang baik untuk produksi ikan, hal ini dikarenakan daerah Jawa Barat memiliki curah hujan yang cukup tinggi sehingga dapat memicu ikan untuk berkembang biak dengan baik. Produksi ikan lele untuk daerah Jawa Barat juga mengalami peningkatan. Tercatat pada tahun 2008 produksi lele di Jawa Barat sebesar 31.687 ton, naik menjadi 48.044 ton pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 naik menjadi 91.041 ton (KKP 2011). Salah satu daerah yang diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan budidaya ikan lele adalah Kabupaten Bogor.

Upaya untuk meningkatkan produksi lele diantaranya dengan merekayasa benih lele unggul seperti lele dumbo, lele sangkuriang dan lele phyton yang memiliki kemampuan tumbuh lebih cepat dan daya tahan terhadap lingkungan yang baik (Sunarma 2004), sehingga pembudidayaan lele tidak memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran pasar. Namun biomassa panen tidak mencerminkan keberhasilan produksi karena ternyata ukuran ikan lele akan menentukan harga jualnya. Pasar saat ini menginginkan lele ukuran tertentu dengan kecenderungan semakin besar ukuran ikan lele, harga jualnya semakin murah. Pada tahun 2011 harga jual ikan lele ukuran 6-10 ekor/kg (disebut ukuran konsumsi) pada tingkat pembudidaya dijual dengan harga Rp 11.500,-/kg1. Ukuran ini tidak menjadi kendala dalam penjualannya, baik harga maupun tingkat permintaan. Kendala utama yang muncul adalah pada ikan lele yang bobotnya mencapai 3-5 ekor/kg (disebut ukuran besar) yang memiliki harga jual lebih rendah, yaitu Rp 9.500,-/kg.

1

(11)

Dalam satu siklus produksi, pembudidaya lele mendapatkan hasil panen yang dikelompokkan ke dalam tiga ukuran, yaitu ukuran konsumsi (6-10 ekor/kg), ukuran besar (3-5 ekor/kg) dan ukuran kecil (>11 ekor/kg). Lele ukuran besar dapat mencapai 10% dari total biomasa produksi. Menurut Anonim (2008) jumlah lele ukuran besar ini juga cukup melimpah, bisa mencapai 10% dalam tiap siklus produksinya dan total kerugian pun akan di tanggung oleh para pembudidaya yang membuat pendapatan bagi pembudidaya tidak maksimal. Hal ini dapat mengakibatkan pendapatan para pembudidaya tidak maksimal karena harga jual ikan lele ukuran besar lebih rendah dibandingkan ikan lele ukuran konsumsi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pendapatan pembudidaya adalah dengan memberikan nilai tambah pada lele ukuran besar agar nilai jual lebih tinggi. Nilai tambah tersebut diantaranya adalah menjual lele besar dalam bentuk fillet, seperti yang telah dilakukan oleh pembudidaya di Afrika. Penjualan ikan lele di Uganda (Afrika) juga menghasilkan berbagai ukuran panen dan ukuran ikan lele yang besar dijual sebagai bahan baku untuk pengolahan makanan lanjutan, sehingga penerimaan tidak dari penjualan utuh saja, tetapi dari penjualan fillet dan hasil sampingnya. Ikan lain yang telah dijual dalam bentuk

fillet diantaranya ikan salmon (Norwegia), ikan nila, dll (Isyagi et al. 2009). Produksi fillet ikan dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan harga jual. Disamping itu, produk sampingan berupa tulang, kepala dan jeroan dapat diolah menjadi suatu produk yang lebih bermanfaat, seperti tepung ikan sebagai bahan tambahan dalam pakan ternak maupun pakan ikan.

Pendekatan industri pada ikan lele budidaya memiliki pohon industri seperti tercantum pada Gambar 1 (Anonim 2011), dimana sebagai bahan baku industri olahan lele diharapkan dapat memiliki peluang pasar yang luas dan berkelanjutan. Pohon industri adalah sebuah turunan dari hasil produksi yang menimbulkan variasi produk dan dapat memberikan manfaat ekonomi. Menurut anonim (2011), pohon industri merupakan informasi berbasis pengetahuan hasil penelusuran informasi yang disusun untuk memberikan gambaran jenis-jenis produk yang dapat dibuat dari suatu komoditas. Gambar 1 memperlihatkan hubungan keterkaitan industri ikan lele baik ke belakang maupun ke depan. Gambar tersebut memberikan gambaran umum bagaimana manfaat dan peningkatan nilai tambah yang seharusnya dapat diperoleh dari usaha ikan lele dari hulu hingga ke hilir. Sehingga dapat dijadikan bingkai untuk analisis tentang manfaat dan peningkatan nilai tambah. Analisis dilakukan dengan memperlakukan kegiatan ini sebagai kegiatan yang dapat menjadi solusi untuk dijalankan. Adakalanya pembudidaya menjual seluruh produksinya tetapi pendapatan tidak maksimal karena harga jual dari ikan lele ukuran besar lebih rendah dari ikan lele ukuran konsumsi dan pasarnya terbatas. Padahal ukuran ikan lele yang besar sangat potensial untuk dijadikan produk olahan siap saji. Penjualan fillet lele belum ada secara kontinyu sehingga permintaannya tergantung pesanan dari konsumen, jika ada permintaan harganya dapat mencapai 5 kali lipat dari harga ikan lele konsumsi2.

2

(12)

Gambar 1. Pohon Industri ikan lele (Anonim 2011)

Perumusan Masalah

Produksi lele umumnya menghasilkan tiga ukuran panen, yaitu ukuran konsumsi, besar dan kecil. Produksi ikan lele di Indonesia meningkat setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2008 sebesar 114.371 ton menjadi 340.674 ton pada tahun 2011 (KKP 2011). Tetapi peningkatan produksi tersebut tidak dibarengi dengan hasil panennya karena ukuran panen yang dikehendaki oleh pasar adalah ukuran konsumsi dan dengan peningkatan produksi tersebut juga mengakibatkan jumlah ikan lele ukuran besar menjadi tinggi. Persentase hasil panen tersebut adalah ukuran konsumsi 70%, ukuran besar 10% dan ukuran kecil 20% (Anonim 2008). Permasalahannya adalah ikan berukuran besar harga jualnya rendah, sehingga perbedaan harga jual antara ikan lele ukuran konsumsi dan ukuran besar akan mengakibatkan pendapatan pembudidaya menjadi tidak maksimal.

(13)

meminimumkan resiko tidak terserapnya ikan lele besar oleh pasar. Dengan merestukturisasi ikan lele utuh ke dalam bentuk daging diharapkan memberi kemudahan bagi konsumen sehingga meningkatkan preferensi untuk mengkonsumsi daging lele.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung produksi dan nilai produksi budidaya lele, keragaman ukuran lele produksi budidaya berdasarkan permintaan pasar dan peningkatan nilai tambah (value added) ikan lele besardengan kegiatan pascapanen berupa filleting dan peluang peningkatan pendapatan pembudidaya dari penjualan fillet lele.

Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah memberikan alternatif solusi bagi para pembudidaya ikan lele dalam mengatasi permasalahan hasil panen yang kurang menguntungkan akibat harga jual rendah terutama pada ukuran besar. Kegiatan pascapanen berupa filleting pada ukuran besar diharapkan dapat meningkatkan pendapatan serta dapat membuka lapangan pekerjaan baru dari kegiatan filleting tersebut.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada perusahaan pembesaran lele di CV. Jumbo Bintang Lestari. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan budidaya ikan lele konsumsi yang cukup besar yaitu memiliki 80 kolam produksi dengan volume produksi mencapai 950 ton per tahun.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011 di CV. Jumbo Bintang Lestari, Desa Cibinong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Jenis dan Sumber Data

(14)

primer didapat melalui pengamatan secara langsung di lapangan (CV. Jumbo Bintang Lestari) dengan cara mengikuti secara langsung kegiatan yang dilakukan pembudidaya dan wawancara. Data primer meliputi data fasilitas produksi, volume produksi, ukuran ikan dan persentase jumlah panen dari masing-masing ukuran panen.

Data sekunder diperlukan sebagai penunjang data primer yang telah didapatkan. Data sekunder diperoleh melalui informasi dari instansi dan lembaga terkait seperti Kementrian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan Perikanan Bogor, Badan Pusat Statistik, serta berbagai literatur dan referensi yang terkait dengan penelitian.

Pengolahan dan Perhitungan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu kalkulator dan software komputer Microsoft Excel 2010. Data yang sudah terkumpul diolah dengan bantuan komputer dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengelompokkan dan mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah dalam melakukan analisa data.

Metode Produksi Lele

Produksi ikan lele ukuran konsumsi di CV JBL adalah menggunakan kolam tanah dengan ukuran 16 m x 7,5 m x 1,7 m sebanyak 80 unit. Sebelum penebaran benih ikan, dilakukan persiapan kolam pembesaran, meliputi perbaikan pematang, pengolahan tanah dan pengisian air. Pematang berupa tumpukan karung yang diisi tanah kemudian dipadatkan. Pembentukan pematang bertujuan agar ikan lele tidak melubangi tanah dan mencegah rusaknya pematang. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara mengangkat lumpur dan sisa pakan yang terdapat di dasar kolam ke pematang dan membalikan tanah dasar. Air yang digunakan merupakan air tadah hujan dan dari lima unit sumur bor yang tersebar di beberapa titik di sekitar kolam budidaya. Apabila musim hujan maka air yang digunakan berasal dari air hujan, namun bila musim kemarau maka digunakan air yang berasal dari sumur bor. Kolam pemeliharaan dibiarkan ditumbuhi tanaman eceng gondok, tanaman ini berfungsi untuk mengurangi amonia yang tinggi akibat tidak adanya pergantian air dan mengurangi fluktuasi suhu.

Benih ikan lele yang ditebar berukuran 12-13 cm dengan padat penebaran 120 ekor/m3. Benih berasal dari daerah Kampung Lele Desa Babakan, Bogor. Sebelum ditebar ke kolam pemeliharaaan, benih yang baru tiba dimasukkan ke dalam kolam sortir terlebih dahulu selama sehari. Benih diangkut menggunakan drum plastik dari kolam sortir ke kolam pemeliharaan selanjutnya benih ditebar di kolam pemeliharaan. Penebaran benih dilakukan pada pagi hari.

(15)

Tabel 1. Komposisi pemberian pakan yang digunakan.

Sumber : CV Jumbo Bintang Lestari, 2011.

Ikan yang baru dimasukkan ke kolam tidak diberi pakan selama 1-2 hari karena ikan masih stress dan dibiarkan memakan pakan alami yang ada di kolam. Setelah itu ikan diberi pakan yang direndam air selama 5-10 menit, hal ini dimaksudkan agar pakan menjadi lembek dan dengan mudah dapat ditelan oleh ikan. Jumlah air yang digunakan yaitu 250 ml air untuk 1 kg pakan selama 4 hari setelah ikan tidak diberi pakan. Jika pakan diberikan langsung tanpa ada proses tersebut maka ikan lele akan memuntahkan pakan sehingga menyebabkan ikan menjadi stres selain itu pakan yang dimuntahkan akan mencemari air pemeliharaan. Setelah ikan dapat beradaptasi dengan pakan, nafsu makan ikan menjadi tinggi sehingga porsi makan ikan lele meningkat.

Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara pemberian obat berupa antibiotik dan vitamin C (ascorbic acid) ketika nafsu makan ikan berkurang, pemberian dilakukan dengan cara dilarutkan ke dalam air, dosis yang digunakan yaitu 1 gram/kg pakan diberikan pada 4 hari diawal pemeliharaan. Setiap 1 kg pakan dicampur dengan 250 ml air selanjutnya pakan direndam selama 5-10 menit, setelah itu pakan dapat diberikan ke ikan lele.

Pemanenan dilakukan setelah sebagian besar bobot rata-rata ikan mencapai ukuran konsumsi (6-10 ekor/kg) dengan waktu pemeliharaan selama 2 bulan. Sehari sebelum pemanenan ikan tidak diberi pakan atau dipuasakan, hal ini bertujuan untuk mencegah penurunan kualitas air selama pengangkutan akibat kotoran ikan. Pada saat pemuasaan, ikan akan beradaptasi dengan kondisi pakan terbatas sehingga akan meminimalkan penggunaan energi dengan menurunkan laju metabolisme dan konsumsi oksigen (Santoso et al. 2006). Panen dilakukan pada saat pagi atau sore hari. Kolam pemeliharaan disurutkan menggunakan pompa selama 2-3 jam, air bekas pemeliharaan dibuang ke saluran air. Sambil menunggu kolam surut, dilakukan juga pemanenan dengan menggunakan jaring, hal ini bertujuan untuk menghemat waktu. Setelah kolam surut, ikan lele akan berkumpul di sudut kolam yang rendah atau di kamalir. Pemanenan dapat dilakukan dengan menyerok ikan dan kemudian dimasukkan ke dalam drum plastik untuk kemudian diangkut ke wadah penyortiran.

Wadah penyortiran berupa terpal yang pinggirnya dibatasi dengan kayu atau paralon 2 inci, ikan disortir dan dimasukkan ke kolam penampungan sementara berdasarkan ukurannya yaitu ukuran konsumsi ( 6-10 ekor/kg), ukuran besar (3-5 ekor/kg) dan ukuran kecil (>11 ekor/kg). Setelah disortir berdasarkan ukurannya ikan kemudian diserok dan ditimbang bobotnya, kemudian ikan dimasukkan ke dalam drum plastik dan siap untuk ditransportasikan.

(16)

perlakuan filleting untuk memberikan solusi bagi pembudidaya agar pendapatannya menjadi maksimal.

Metode Fillet Ikan

Fillet ikan adalah bagian daging ikan yang diperoleh dengan penyayatan ikan utuh sepanjang tulang belakang dimulai dari belakang kepala hingga mendekati bagian ekor (Peterson 2007). Prinsip dasarnya adalah daging ikan diambil, dibersihkan dari bahan-bahan yang tidak diinginkan (tulang, sisik, kulit, dan lain-lain), dicuci dan dibekukan.

Dalam mengolah fillet perlu daging ikan yang bermutu tinggi, sehingga proses yang dilakukan harus disertai dengan upaya mempertahankan mutu daging ikan tetap tinggi. Penggunaan suhu rendah dan kebersihan yang ketat merupakan persyaratan utama, baik selama proses filleting, pencucian dan pengemasan. Kualitas fillet dipengaruhi oleh kualitas bahan baku dan proses produksi (Martha 2006).

Nilai Produksi dan Analisis Keuntungan Usaha

Keuntungan usaha dapat dianalisis dengan mengurangi nilai penerimaan dari penjualan produk dengan nilai pembiayaan usaha. Pembiayaan usaha terdiri dari investasi dan biaya produksi. Biaya operasional terdiri dari dua komponen, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak berpengaruh terhadap perkembangan jumlah produksi atau penjualan dalam satu tahun. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi kepada perkembangan produksi atau penjualan setiap tahun.

Penerimaan

Menurut Soekartawi (1995), Penerimaan adalah perkalian antara output yang dihasilkan dengan harga jual. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :

TR = Q x P Keterangan :

TR = Penerimaan total (total revenue).

Q = Jumlah produk yang dihasilkan (quantity). P = Harga (price).

Semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin tinggi harga per unit produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima oleh produsen semakin kecil. Penerimaan total yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan bersih yang merupakan keuntungan yang diperoleh produsen.

Keuntungan (profit)

Menurut Martin et al. (1991), keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

(17)

Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)

R/C rasio menunjukan besarnya perbandingan antara penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan. Nilai R/C diperoleh dengan menggunakan rumus (Rahardi et al. 1998):

Suatu usaha dikatakan menguntungkan secara ekonomis dari usaha lain bila resiko output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. R/C rasio atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu (Soekartawi et al. 1995).

Payback Period (PP)

Payback Period adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui lamanya waktu pengembalian modal. Menurut Martin et al. (1991), nilai PP dihitung dengan menggunakan rumus:

Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi merupakan nilai atau biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi 1 unit produk (Rahardi et al. 1998). HPP dihitung dengan menggunakan rumus:

Analisis Break Event Point (BEP)

Break Event Point merupakan suatu nilai hasil penjualan output produksi tepat sama dengan biaya produksi. Pada kondisi BEP ini suatu kegiatan usaha mengalami impas. Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi (Husnan 1998). Selain itu BEP dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP terdiri atas:

a)

BEP penerimaan, menunjukkan bahwa produksi dikatakan impas jika memperoleh penerimaan sebesar nominal tertentu. BEP penerimaan dihitung menggunakan rumus:

BEPp =

b) BEP unit, menunjukkan bahwa produksi dikatakan impas jika telah

melakukan penjualan sebesar jumlah ikan (ekor) tertentu. BEP unit dihitung menggunakan rumus:

BEPu =

(18)

Analisis Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan dalam suatu proses produksi. Menurut Hayami et al. (1987) definisi dari nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.

Nilai tambah dapat dihitung dengan 2 cara yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran (Hayami et al. 1987). Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem tersebut.

Di sisi lain, khususnya pembudidaya yang dengan segala keterbatasan yang dimiliki kurang memperhatikan aspek pengolahan hasil. Hasil pertanian sering ditemui yang langsung dijual karena ingin mendapatkan uang kontan untuk keperluan yang mendesak. Karena kebutuhan yang mendesak ini, maka kegiatan panen yang dilakukan juga menjadi kurang sempurna dan akibatnya nilai tambah hasil pertanian tersebut menjadi rendah (Soekartawi 1991). Dalam hal ini, analisis nilai tambah digunakan pada proses pengolahan ikan lele ukuran besar menjadi

fillet.

Menjual hasil pertaniannya secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu juga akan menghilangkan kesempatan orang lain yang ingin bekerja pada kegiatan pengolahan. Sebaliknya bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap (Soekartawi 1991). Melalui analisis nilai tambah, maka dapat dianalisa faktor dari proses produksi yang menghasilkan atau menaikan nilai tambah dan sebaliknya. Penelitian ini menggunakan metode Hayami dalam menganalisisnya. Adapun analisis nilai tambah dapat terlihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Target pasar untuk produk fillet lele biasanya dijadikan untuk industri pengolahan makanan berbahan dasar daging ikan lele tersebut. Fillet lele yang ada di pasaran harga jualnya berkisar antara Rp 35.000 – Rp 45.000/kg. Konsumsi

fillet untuk konsumen rumah tangga tidaklah populer di Indonesia dikarenakan harga fillet yang relatif lebih mahal dibandingkan harga ikan konsumsi. Sebagai perbandingan, harga ikan lele segar dipasaran berkisar diantara Rp 15.000 – Rp 17.000 per kg, sedangkan harga fillet lele adalah Rp 40.000/kg. Sedangkan untuk industri pengolahan makanan, fillet mempunyai beberapa kelebihan, yaitu biaya penyimpanan, distribusi dan transportasi yang lebih murah karena fillet

merupakan bagian ikan yang bermanfaat saja, serta menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih mudah.

(19)

Tabel 2. Analisis perhitungan nilai tambah metode Hayami.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini meliputi produksi dan nilai produksi. Perolehan ini digunakan sebagai acuan dalam analisis finansial/ekonomi usaha pembesaran lele. Berdasarkan proses pembudidayaan lele dalam penelitian

ini diketahui rataan hasil seperti yang tersaji sebagai berikut (Tabel 3). Data produksi merupakan hasil dari pengamatan yang dilakukan selama 1 siklus dan rataan dari 15 kolam yang masing-masing kolam berukuran 16 m x 7,5 m x 1,7 m. Analisis usaha pada usaha pembesaran ikan lele meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis Payback Period

(20)

Tabel 3. Rataan hasil panen per kolam per siklus.

Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu kesatuan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki baik sebagian maupun seluruhnya yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat dimasa depan (Soekartawi 1995). Usaha pembesaran ikan lele tersebut membutuhkan biaya sebesar Rp 9.065.542.333 dengan total penerimaan Rp 10.414.560.000 sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 1.349.017.667. Nilai R/C menunjukan angka 1,1 yang artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan pada usaha pembesaran ikan lele ini akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,1. Analisis

payback period (PP) bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat investasi yang ditanamkan pada usaha pembesaran ikan lele ini dapat kembali. Pada usaha pembesaran ini nilai PP menunjukan angka 1,3 tahun yang artinya bahwa modal yang dikeluarkan dapat kembali dalam 1,3 tahun.

(21)

Tabel 4. Analisis keuntungan tanpa dan dengan nilai tambah.

No Uraian Tanpa Nilai Tambah Dengan Nilai Tambah

1 Biaya Investasi 1.733.840.000 1.814.340.000

2 Biaya Tetap 176.374.333 191.019.333

3 Biaya Variabel 8.889.168.000 9.087.168.000

Total Biaya 9.065.542.333 9.278.187.333

4 Penjualan :

a. Konsumsi (Kg) 8.335.200.000 8.335.200.000

b. Besar (Kg) 1.491.120.000 -

c. Fillet ukuran besar (Kg) - 2.120.843.520

d. Kecil (Kg) 588.240.000 588.240.000

e. Produk Sampingan (Kg) - 51.969.456

5 Total Penerimaan 10.414.560.000 11.096.252.976

6 Keuntungan 1.349.017.667 1.818.065.643

7 R/C ratio 1,1 1,2

8 BEP (Rp) 1.204.189.531 1.055.007.066

9 BEP (Kg)

a. BEP ikan lele konsumsi 15.338 16.612

b. BEP ikan lele besar 18.577 -

c. BEP fillet ikan lele besar - 4.776

d. BEP ikan kecil 18.595 20.140

10 PP 1,3 1

11 HPP 9.607 9.832

Biaya yang dikeluarkan setelah adanya peningkatan nilai tambah sebesar Rp 9.278.187.333 dengan total penerimaan Rp 11.096.252.976 sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 1.818.065.643. Nilai R/C rasio setelah adanya filleting

menunjukan angka 1,2 yang artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan pada usaha pembesaran ikan lele ini akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,2. Analisis Payback Period (PP) pada usaha pembesaran yang diberi nilai tambah menunjukan angka 1 tahun yang artinya bahwa modal yang dikeluarkan dapat kembali dalam 1 tahun. Nilai BEP penerimaan untuk usaha pembesaran ikan lele yang diberi nilai tambah sebesar Rp 1.055.007.066. BEP unit yang diberi nilai tambah ini dibagi menjadi 3, yaitu BEP ukuran konsumsi, BEP daging fillet

ukuran besar dan BEP ukuran kecil berturut turut sebanyak 16.612 kg, 4.776 kg dan 20.140 kg.

Keragaman Ukuran Panen Lele

(22)

Jumlah panen tersebut selalu terdiri dari tiga ukuran, yaitu ukuran konsumsi, besar dan kecil dengan proporsi yang bermacam-macam. Rataan persentase jumlah ikan ukuran konsumsi adalah 76±5,33, ukuran besar 17±5,08 dan ukuran kecil 7±3,17. Pembudidayaan lele ini berlangsung dengan laju konversi pakan (FCR) 1,14 dan kelangsungan hidup (SR) sebesar 64,9±9,3%.

Tabel 5. Biomassa panen ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari per kolam No

Kolam Biomassa

Biomassa per ukuran (Kg) Persentase (%)

FCR SR (Survival

Rate)

Konsumsi Besar Kecil Konsumsi Besar Kecil

1 2.133 1.820 205 108 85,3 9,6 5,1 1,03 72,5

Analisis nilai tambah merupakan pertambahan nilai pada suatu produk setelah dilakukan proses pengolahan lebih lanjut. Analisis nilai tambah akan memberikan informasi mengenai faktor-faktor dari proses produksi yang menghasilkan atau meningkatkan nilai tambah. Nilai tambah yang diberikan adalah dengan kegiatan filleting pada ikan lele ukuran besar yang memberikan hasil seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Ukuran ikan dan fillet ikan lele per ekor

Parameter Nilai

Berat ikan (g) 283,13±33

Berat fillet (g) 95,65±16

Rendemen (%) 33,78±2,33

Produk samping (g) 185,91±20

Keterangan : Data diambil dari rata-rata 30 ekor ikan.

(23)

Untuk melihat besarnya nilai tambah yang diciptakan, maka dilakukan analisis nilai tambah metode hayami. Rata-rata perhitungan nilai tambah metode hayami pengolahan ikan lele besar menjadi daging fillet lele dapat dilihat pada Tabel 7. Perhitungan analisis nilai tambah ini menggunakan asumsi 1 tahun terdapat 6 siklus dimana proses fillet dilakukan sebanyak 6 kali.

Tabel 7. Rata-rata perhitungan nilai tambah fillet untuk 1 tahun.

No Keterangan Perhitungan

5 Koefisien tenaga kerja 0,0004

6 Harga output (Rp/Kg) 40.000

12 a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/Kg) 25,23

b. Bagian tenaga kerja (%) 63

13 a. Keuntungan (Rp/Kg) 3.986,75

b. Tingkat keuntungan (%) 99,37

Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14 Marjin (Rp/Kg) 4.012

a. Pendapatan tenaga kerja (%) 0,63

b. Sumbangan input lain (%) -

c. Keuntungan perusahaan (%) 99,37

Analisis Keuntungan

Analisis keuntungan dihitung dalam jangka waktu satu tahun. Asumsi biaya yang digunakan dilihat berdasarkan kebutuhan biaya tambahan yang dibutuhkan. Asumsi yang digunakan untuk budidaya adalah sebagai berikut :

a. Data produksi dihitung dari 80 unit kolam dengan siklus produksi 6 kali per tahun.

b. Harga faktor produksi dianggap tetap selama siklus produksi.

c. Harga jual ikan ukuran konsumsi (6-10 ekor/kg) sebesar Rp 11.500/kg, ukuran besar (3-5 ekor/kg) sebesar Rp 9.500/kg dan ukuran kecil (ukuran >11 ekor/kg) sebesar Rp 9.500/kg, harga jual fillet lele sebesar Rp 40.000/kg dan harga jual produk sampingan sebesar Rp 500/kg.

(24)

e. Berdasarkan penentuan jumlah kapasitas produksi dari ikan lele ukuran besar, maka jumlah input yang dibutuhkan adalah 156.960 kg per tahun setara dengan 26.160 kg per siklus. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Martha (2006), bahwa 6 kg ikan dapat diproses menjadi fillet oleh 1 orang dengan waktu 1 jam. Pada penelitian ini untuk 26.160 kg dapat diselesaikan dalam waktu 4.360 jam. Karena tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga manusia yang setiap harinya bekerja selama 8 jam, maka 1 orang dapat menyelesaikan fillet selama 545 hari. Agar menghemat waktu maka tenaga kerja yang digunakan sebanyak 50 orang. Sehingga waktu yang dapat diselesaikan dalam 1 siklus produksi adalah 11 hari.

f. Tenaga kerja untuk teknis budidaya dari 8 orang menjadi 5 orang dengan tujuan untuk efisiensi sumberdaya manusia.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa produksi lele selalu menghasilkan ukuran produk akhir yang berbeda. Berdasarkan kelompok ukuran, dihasilkan tiga kelompok yaitu lele konsumsi dengan proporsi tertinggi dengan 76%, lele besar 17% dan lele kecil 7%. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2012), hasil produksi terdapat 3 ukuran panen yaitu daging sebanyak 73,01%, besar sebanyak 10,72%, dan kecil sebanyak 13,72%. Menurut Anonim (2008) jumlah lele ukuran besar ini juga cukup melimpah, bisa mencapai 10% dalam tiap siklus produksinya dan total kerugian pun akan di tanggung oleh para pembudidaya yang membuat pendapatan bagi pembudidaya tidak maksimal. Pada setiap siklus produksi, keseragaman ikan lele tidak tercapai dikarenakan pakan yang tersedia jumlahnya tidak mencukupi. Menurut Anonim (2011), apabila makanan yang tersedia jumlahnya kurang, maka akan terdapat ikan yang tidak mendapatkan cukup makanan dikarenakan ikan tersebut kalah dalam persaingan mendapatkan makanan, akibatnya beberapa ikan pertumbuhannya menjadi terhambat. Salah satu cara menghadapi hal tersebut adalah dengan menambah pakan dan melakukan pemisahan ukuran (grading). Pada dasarnya grading perlu dilakukan agar tercapai tingkat keseragaman ukuran sekaligus untuk mencegah kanibalisme karena ikan lele tergolong ikan yang bersifat kanibal sehingga jika tidak diseleksi dan dipisahkan ruang pemeliharaannya maka lele berukuran lebih besar akan memangsa lele yang berukuran lebih kecil.

(25)

pergantian air (stagnan water) hingga akhir pemeliharaan. Hal tersebut menunjukan bahwa dengan adanya sistem air yang mengalir maka dapat menciptakan kondisi perairan yang lebih baik, sehingga dapat mempertahankan tingginya derajat kelangsungan hidup.

Nilai FCR pada produksi lele tidak selalu tetap. Nilai FCR yang melebihi nilai standar yang terjadi di CV Jumbo Bintang Lestari ini bisa diakibatkan karena manajemen penyimpanan pakan yang kurang terkontrol dengan baik. Kisaran FCR yaitu 1,00 sampai dengan 1,34. Adapun standar FCR yang digunakan di CV Jumbo Bintang Lestari yaitu 1. Artinya, untuk menghasilkan satu kilogram daging ikan kultur maka pakan yang dibutuhkan adalah sebanyak 1 kilogram sehingga dapat dikatakan kualitas pakan telah sesuai dengan harapan perusahaan. Ditinjau dari segi teknis budidaya, nilai FCR terkait dengan parameter keberhasilan pengelolaan pakan lele. Sedangkan secara finansial, nilai FCR akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh pada satu siklus budidaya karena pakan merupakan penyumbang biaya terbesar pada suatu usaha budidaya lele. Dalam suatu budidaya bila nilai FCR tinggi maka kualitas pakan rendah karena diperlukan jumlah pakan yang banyak untuk pemenuhan kebutuhan ikan sehingga biaya operasional yang dikeluarkan menjadi besar. Pemberian pakan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ikan. Pemberian pakan yang terlalu sedikit menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat bahkan mengalami defisiensi nutrisi. Hal ini didukung oleh Goddard (1996), yang menyatakan bahwa pemberian pakan sekenyangnya kepada ikan akan menghasilkan pertumbuhan yang maksimal, namun FCR akan tinggi.

Potensi pembiayaan pada pembesaran ikan lele ini membutuhkan biaya yang besar dan penerimaan yang dapat menutupi pengeluaran untuk biaya yang dikeluarkan. Penerimaan sebelum adanya nilai tambah ini didapat dari seluruh hasil produksi dijual langsung, padahal harga dari ikan lele ukuran besar lebih rendah dari ikan lele ukuran konsumsi. Kenaikan penerimaan ini berasal dari harga jual fillet ikan lele ukuran besar lebih tinggi yaitu sebesar Rp 40.000. Persentase kenaikan penerimaan sebelum diberi nilai tambah dengan yang sudah diberi nilai tambah sebesar 6,5%. Biaya yang dikeluarkan ini sebelum adanya nilai tambah filleting pada ikan lele ukuran besar. Setelah adanya peningkatan nilai tambah pada ikan lele ukuran besar, persentase kenaikan biaya sebelum diberi nilai tambah dengan yang sudah diberi nilai tambah sebesar 2,3%, karena penambahan biaya sebesar Rp 212.645.000. Persentase keuntungan dari sebelum diberi nilai tambah dengan yang sudah diberi nilai tambah sebesar 36,4%. Penambahan keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp 469.047.976. Hal ini disebabkan total produksi ikan lele ukuran besar sebesar 160.426 kg seluruhnya (100%) diberi perlakuan filleting menghasilkan daging sebanyak 53.021 kg dan dapat terjual dengan harga yang lebih tinggi sebesar Rp 40.000/kg.

(26)

besar sebagai diversifikasi produk karena volume produksi ikan lele yang besar dan pasar dari ikan lele tersebut dapat diekspor dalam bentuk fillet, lele asap dan lele beku, sehingga dapat meningkatkan pendapatan pembudidaya.

Penambahan keuntungan ini bukan dihasilkan oleh daging fillet saja, tetapi dari hasil penjualan produk sampingan berupa tulang, kepala dan jeroan sebesar 103.939 kg yang dapat dijual dengan harga sebesar Rp 500/kg. Apabila produk sampingan ini tidak dimanfaatkan maka akan menjadi masalah bagi lingkungan. Salah satu manfaatnya adalah sebagai tepung ikan untuk pakan. Menurut Suryaningrum (2010), dalam pengolahan ikan lele dihasilkan limbah berupa kepala, tulang dan jeroan yang jumlahnya mencapai 65 – 70 % dari berat ikan utuh. Namun penyediaan pakan sering menjadi kendala disebabkan harganya yang tinggi (mencapai 70 % dari biaya produksi). Oleh karena itu pembudidaya dapat menekan biaya produksi untuk kelangsungan budidayanya dengan membuat pakan sendiri dari proses pengolahan tepung ikan dari produk sampingan ikan lele dengan mempertimbangkan kandungan nutrisi bahan, ketersediaan, kontinuitas dan harga.

Nilai R/C yang lebih dari satu menunjukan bahwa suatu usaha layak untuk dijalankan. Jika dilihat dari perbandingan antara R/C rasio sebelum dan sesudah diberi perlakuan filleting pada ikan lele ukuran besar dapat disimpulkan bahwa keuntungan yang didapat pembudidaya menjadi belum maksimal sebelum program filleting. Jika dilihat dari R/C rasio sebelum diberi perlakuan filleting

yaitu sebesar 1,1. Sedangkan dari R/C rasio setelah adanya peningkatan nilai tambah pada ikan lele ukuran besar sebesar 1,2, artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total hanya akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,2 satuan keuntungan. Dengan penambahan keuntungan, maka dapat dikatakan bahwa usaha untuk meningkatkan nilai tambah pada ikan lele ukuran besar berupa

filleting layak untuk dikerjakan.

Pengerjaan dari kegiatan filleting ini terdapat penambahan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi. Penambahan tenaga kerja ini menjadikan biaya meningkat. Pengerjaan dari kegiatan filleting ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Berdasarkan penelitian ini, waktu yang dibutuhkan untuk memfillet ikan lele sebanyak 5 kg adalah 5 jam. Hal ini dikarenakan pengerjaannya dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Silva et al. (2009) di Uganda, bahwa kegiatan filleting dapat dikerjakan oleh dua orang dan dapat mengerjakan 12 – 14 ikan per menit. Kegiatan filleting ini sudah berkembang di Uganda, ditunjukan dengan pengerjaan filleting ini dapat diselsaikan dalam waktu 1 menit untuk 1 orang dan sudah menggunakan mesin

fillet yang dapat memproses 60 ikan per menit.

(27)

Oleh sebab itu perlu dilakukan perbaikan sisi teknis dalam usaha budidaya pembesaran ikan lele di CV JBL. Dari hasil analisis ekonomi yang diperoleh dalam penelitian ini, perlu dilakukan perbaikan, diantaranya adalah perbaikan manajemen pakan, perbaikan manajemen kualitas air dan perbaikan kegiatan panen yang akan berpengaruh terhadap output budidaya yang diperoleh. Perbaikan optimalisasi penggunaan input produksi dari sisi pakan dapat dilakukan dengan penambahan pakan limbah hasil pemotongan hewan ternak untuk mengatasi pengeluaran biaya yang tinggi. Menurut penelitian Nugroho (2012), teknologi penggunaan pakan pengganti berupa limbah rumah pemotongan ayam (RPA) secara hasil teknis dan ekonomis lebih baik dibandingkan dengan teknologi penggunaan sepenuhnya pakan komersil. Teknologi pakan pengganti limbah RPA memiliki SR 90,68%, dibandingkan dengan SR yang diberi pakan full pelet yaitu 71%, memiliki keuntungan sebesar Rp 38.197.140, R/C Ratio 1,24, payback period 0,4 tahun dan harga pokok produksi 8.651 rupiah. Sedangkan teknologi sepenuhnya pakan komersil memiliki keuntungan Rp 13.116.474, R/C Ratio 1,07,

payback period 1,5 tahun dan HPP 10.163 rupiah. Sedangkan untuk perbaikan manajemen kualitas air dapat dilakukan dengan menggunakan sistem air mengalir (resirkulasi) atau dengan memberi kincir di setiap kolam pemeliharaaan yang berguna untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan meningkatkan oksigen di perairan tersebut.

Perbaikan yang dilakukan dari kegiatan panen menurut penelitian ini adalah dengan filleting pada ukuran besar untuk meningkatkan pendapatan bagi pembudidaya dan meminimalkan resiko tidak terserapnya ikan lele besar oleh pasar. Menurut penelitian Guntur (2011), pendapatan pada usaha budidaya ikan lele sebelum adanya kegiatan filleting pada ukuran besar minus Rp 1.337.000 artinya pendapatan pembudidaya sebesar minus Rp 1.337.000 per hektar per musim tanam. Sedangkan pendapatan budidaya ikan lele setelah adanya kegiatan

filleting pada ukuran besar adalah Rp 3.709.600 artinya pendapatan pembudidaya meningkat sebesar Rp 3.709.600 per hektar per musim tanam.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

(28)

SARAN

Kegiatan pascapanen berupa filleting pada lele ukuran besar dari hasil budidaya dapat dilakukan oleh pembudidaya untuk meningkatkan pendapatan pembudidaya. Perlu adanya penelitian untuk solusi penanganan produk sampingan

filleting berupa tulang, kepala dan jeroan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Solusi Bagi Si Bongsor. [internet]. [diunduh 2011 Des 28]. http://trobos.com/cgi/7500/1119.

Anonim. 2011. Panduan Usaha dan Pohon Industri. [internet]. [diunduh 2012 Februari 10]. www. pdii.lipi.go.id.

Effendi. 2002. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Goddard S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. New York:

Chapman and Hall.

Guntur. 2011. Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor : CGPRT Centre.

Husnan, S., 1998.Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan. BPFE, Yogyakarta. Isyagi et al. 2009. Manual for the Commercial Pond Production of the African

Catfish in Uganda

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka. Jakarta : Pusat Data Statistik dan Informasi.

Martha R. 2006. Analisis Kelayakan Industri Fillet Ikan Patin Beku (Pangasius hypophthalmus) Di Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

(29)

Nugroho A. 2012. Evaluasi Teknologi Budidaya yang Memanfaatkan Limbah Rumah Pemotongan Ayam pada Pembesaran Ikan Lele Dumbo Clarias sp.

[Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Peterson J. 2007. Cooking : Fish. London:Ten Speed Press.

Rahardi, F., Kristiawati, Nazarudin, 1998.Agribisnis Perikanan. PenebarSwadaya, Jakarta.

Santoso et al. 2006. Fenomena Pertumbuhan Compensatory dan Kualitas Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) pada Kondisi Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro [Skripsi].

Silva et al. 2001. Processing Channel Catfish. Southern Regional Aquaculture Center. United States Department of Agricultured.

Soekartawi. 1991. Agribisnis :TeoridanAplikasinya. Jakarta, Rajawali. _________. 1995. AnalisisUsahatani. UI-Press, Jakarta.

Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang (Clarias sp.). Departemen Kelautan dan Perikanan. Bandung. 13 halaman.

Suryaningrum, D. 2010. Penelitian Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Lele Dumbo Clarias gariepinus Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan dan Budidaya Perikanan.Balai Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

(30)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Biaya investasi budidaya lele dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun.

No Uraian Jumlah Satuan

Lampiran 2. Biaya tetap budidaya lele dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun.

No Uraian Jumlah Satuan

Lampiran 3. Biaya variabel budidaya lele dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun.

(31)

Lampiran 4. Biaya investasi dengan nilai tambah dalam luas area 3 ha untuk 1

(32)

Lampiran 6. Biaya variabel dengan nilai tambah dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun.

No Uraian Jumlah Satuan

Harga Satuan

(Rp) Jumlah Total (Rp)

1 Benih lele ukuran 12-13 cm 11,040,000 Ekor 300 3,312,000,000

2 Pakan komersil 907,200 Kg 6,000 5,443,200,000

3 Bahan bakar 2,400 Liter 4,500 10,800,000

4 Biaya panen 943,680 Kg 100 94,368,000

5 Obat dan vitamin 960 Saset 30,000 28,800,000

6 Upah Fillet 156,960 Kg 198,000,000

9,087,168,000

Lampiran 7. Rataan hasil panen dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun.

No Uraian Satuan Jumlah Panen

1 Konsumsi Kg 724.800

2 Besar Kg 156.960

3 Kecil Kg 61.920

Total 943.680

Lampiran 8. Total penerimaan tanpa nilai tambah untuk 1 tahun

No Penerimaan Jumlah (Kg) Harga (Rp) Total (Rp)

1 Konsumsi 724,800 11,500 8,335,200,000

2 Besar 156,960 9,500 1,491,120,000

3 Kecil 61,920 9,500 588,240,000

Total 943,680 10,414,560,000

Lampiran 9. Total penerimaan dengan nilai tambah untuk 1 tahun

No Penerimaan Jumlah (Kg) Harga (Rp) Total (Rp)

1 Konsumsi 724,800 11,500 8,335,200,000

2 Fillet ukuran besar 53,021 40,000 2,120,843,520

3 Produk sampingan 103,939 500 51,969,456

4 Kecil 61,920 9,500 588,240,000

(33)

Lampiran 10. Hasil fillet ikan lele ukuran besar.

No BT (gram) D (gram) T (gram)

1 290.05 100.1 185.07

2 216.32 73.39 142.73

3 295.5 110.18 183.47

4 293.8 100.2 189.36

5 250.35 80 169.22

6 300.5 110.36 190.12

7 266.06 83.17 179.95

8 289.84 90.51 194.33

9 258.2 82.5 174.6

10 254.6 81.3 171.3

11 300.1 100.2 199.9

12 300.33 101.5 196.8

13 224.6 75.75 146.85

14 260.32 83.2 174.17

15 225.3 76.6 147.7

16 290 96.6 189.4

17 265.8 84.9 176.8

18 302.4 98.6 203.2

19 320.4 110.6 209.8

20 312.35 106.5 205.8

21 245.6 78.46 167.14

22 305.6 105.68 199.92

23 230.8 73.4 157.4

24 302.1 102.5 196.6

25 309.4 105.8 199.6

26 320.6 100.48 220.12

27 320.8 111.4 209.4

28 285.16 89.86 195.3

29 343.34 147.47 195.87

30 313.6 108.19 205.41

Keterangan :

Gambar

Gambar 1. Pohon Industri ikan lele (Anonim 2011)
Tabel 2. Analisis perhitungan nilai tambah metode Hayami.
Tabel 3. Rataan hasil panen per kolam per siklus.
Tabel 4. Analisis keuntungan tanpa dan dengan nilai tambah.
+3

Referensi

Dokumen terkait

hydrophila dengan penambahan adjuvant aluminium hidroksida dapat meningkatkan respons imun lele dumbo dalam skala lapang maka perlu dilakukan uji lapang penggunaan vaksin