• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Buting Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Buting Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Wisnugroho Agung Pribadi. Effectiveness of Purwoceng (Pimpinella alpina) Etanol Extract to Increment the Weight of Pregnant Female Rat at 0 – 13 Days of Gestation. Under direction of ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and HERA MAHESHWARI.

Purwoceng (Pimpinella alpina) is one of plants that used to raise the libido in man and usually called “Java Viagra”. The former research mentioned that this plant contain substances that could increase testosterone production in male. The administration of purwoceng was purposed to increase the weight of pregnant female rat at 0-13 days gestation. There were two groups, the control group and the given purwoceng ethanol extract group. The dosage of purwoceng that given was 25 mg / 300 gram body weight. The result showed that there was no different on body weight between them, but purwoceng tended to raise the weight of pregnant female rat. This plant especially the root, contains flavonoid that has known as estrogenic substance and also a few steroid that used as precursor for testosterone production. Most of testosterone in female is converted into estrogen. Estrogen can cause the increment of body weight because it affects the proliferation of cell. Therefore purwoceng as estrogenic plant could also have the same effect.

(2)

Wisnugroho Agung Pribadi. Efektifitas Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) Terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Buting Pada Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and HERA MAHESHWARI.

Purwoceng (Pimpinella alpina) merupakan salah satu tanaman yang digunakan untuk meningkatkan libido pada pria dan biasanya disebut "Viagra Jawa". Penelitian terdahulu disebutkan bahwa tanaman ini mengandung zat yang dapat meningkatkan produksi testosteron pada laki-laki. Pemberian purwoceng bertujuan untuk meningkatkan bobot badan tikus betina bunting pada usia kebuntingan 0-13 hari. Terdapat dua kelompok, kelompok kontrol dan kelompok purwoceng diberikan ekstrak etanol. Dosis purwoceng yang diberikan adalah 25 mg / 300 gram berat badan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada berat badan antara kelompok kontrol dan perlakuan, tetapi purwoceng cenderung meningkatkan berat badan tikus betina bunting. Tanaman ini terutama akarnya, mengandung flavonoid yang dikenal sebagai substansi estrogenik dan juga beberapa steroid yang digunakan sebagai prekursor produksi testosteron. Sebagian besar testosteron pada wanita diubah menjadi estrogen. Estrogen dapat menyebabkan pertambahan bobot badan karena mempengaruhi proliferasi sel, oleh karena itu purwoceng sebagai tanaman estrogenik juga bisa memiliki efek yang sama.

(3)

EFEKTIFITAS EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina) TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN TIKUS BETINA BUNTING PADA UMUR

KEBUNTINGAN 0 – 13 HARI

WISNUGROHO AGUNG PRIBADI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Efektifitas Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) Terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Bunting Pada Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

(5)

ABSTRACT

Wisnugroho Agung Pribadi. Effectiveness of Purwoceng (Pimpinella alpina) Etanol Extract to Increment the Weight of Pregnant Female Rat at 0 – 13 Days of Gestation. Under direction of ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and HERA MAHESHWARI.

Purwoceng (Pimpinella alpina) is one of plants that used to raise the libido in man and usually called “Java Viagra”. The former research mentioned that this plant contain substances that could increase testosterone production in male. The administration of purwoceng was purposed to increase the weight of pregnant female rat at 0-13 days gestation. There were two groups, the control group and the given purwoceng ethanol extract group. The dosage of purwoceng that given was 25 mg / 300 gram body weight. The result showed that there was no different on body weight between them, but purwoceng tended to raise the weight of pregnant female rat. This plant especially the root, contains flavonoid that has known as estrogenic substance and also a few steroid that used as precursor for testosterone production. Most of testosterone in female is converted into estrogen. Estrogen can cause the increment of body weight because it affects the proliferation of cell. Therefore purwoceng as estrogenic plant could also have the same effect.

(6)

Wisnugroho Agung Pribadi. Efektifitas Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) Terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Buting Pada Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and HERA MAHESHWARI.

Purwoceng (Pimpinella alpina) merupakan salah satu tanaman yang digunakan untuk meningkatkan libido pada pria dan biasanya disebut "Viagra Jawa". Penelitian terdahulu disebutkan bahwa tanaman ini mengandung zat yang dapat meningkatkan produksi testosteron pada laki-laki. Pemberian purwoceng bertujuan untuk meningkatkan bobot badan tikus betina bunting pada usia kebuntingan 0-13 hari. Terdapat dua kelompok, kelompok kontrol dan kelompok purwoceng diberikan ekstrak etanol. Dosis purwoceng yang diberikan adalah 25 mg / 300 gram berat badan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada berat badan antara kelompok kontrol dan perlakuan, tetapi purwoceng cenderung meningkatkan berat badan tikus betina bunting. Tanaman ini terutama akarnya, mengandung flavonoid yang dikenal sebagai substansi estrogenik dan juga beberapa steroid yang digunakan sebagai prekursor produksi testosteron. Sebagian besar testosteron pada wanita diubah menjadi estrogen. Estrogen dapat menyebabkan pertambahan bobot badan karena mempengaruhi proliferasi sel, oleh karena itu purwoceng sebagai tanaman estrogenik juga bisa memiliki efek yang sama.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

KEBUNTINGAN 0 – 13 HARI

WISNUGROHO AGUNG PRIBADI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Efektifitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Buting Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari

Nama : Wisnugroho Agung Pribadi

NRP : B04070109

Program Studi : Kedokteran Hewan

Disetujui,

Dr. drh. Aryani Sismin S, M.Sc, AIF Pembimbing I

Dr. drh. Hera Maheshwari, M.Sc.AIF Pembimbing II

Diketahui,

drh. Agus Setiyono, MS., Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

(10)

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul Efektifitas Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) Terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Buting Pada Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat, penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc dan Dr. drh Hera Maheshwari, M.Sc atas bimbingan, arahan, motivasi, waktu, pemikiran, dan kesabaran selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Drs. Pudji Achmadi, MS yang telah memberikan kesempatan untuk bergabung dalam penelitian ini serta staf Laboratorium Fisiologi FKH IPB, ibu Sri, Ibu Ida, dan Bapak Edi atas bantuan dan kerja sama selama penelitian.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Sri Mulyani (Ibu), Suwartoyo (Ayah) dan Winedar Kuncaraningtyas (kakak) atas doa, motivasi, dan dorongan yang luar biasa dan tidak henti-hentinya kepada penulis. Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Gelatin plus atas bantuan baik moril maupun materi, teman-teman satu tim penelitian (Meta, Divo, Junto, Sandra, dan M. Sofyan) atas kerja sama dan dukungan selama penelitian, orang-orang terdekat yang selalu berbagi keceriaan (Patricia, Theodora, Ari, Cholil, Cupi, Vin, Rilan, Vai, Gama, Topa, Ridwan, Ijot, Otri). Teman-teman Gianuzzi, keluarga besar AA CREW (bang Roni, bang Aan, Bang Bono, Ikitot, Anjar, Galuh Mutdaman Toharmat, Faris, Tile, Hadi Bagol, Sendy, Lele, Bunshin ) atas pengalaman dan pembelajaran yang sangat berharga bagi penulis, serta semua pihak yang baik sengaja maupun tidak sengaja membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Wisnugroho Agung Pribadi, dilahirkan di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 9 September 1989 dari ayah Suwartoyo dan ibu Sri Mulyani. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

(12)

Halaman

2.1 Sejarah Tanaman Purwoceng... 4

2.2 Morfologi dan Klasifikasi Purwoceng ... 4

2.3 Kandungan Bahan Aktif dan Khasiat... 6

(13)

ii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 17

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 24

Simpulan... 24

Saran... 24

DAFTAR PUSTAKA... 25

(14)

Halaman

1 Purwoceng ... 4

2 Struktur Esterogen ... 12

3 Bagan Penelitian ... 16

(15)

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji fitokimia akar Purwoceng... 7 2 Rata-rata bobot badan tikus yang telah diberi ekstrak etanol akar

(16)

tubuh induk harus dijaga sedemikian rupa agar tidak mengalami penyimpangan dan mempengaruhi anak yang berada dalam uterus. Kondisi fisiologis betina yang bunting dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti hormon, lingkungan, makanan yang dikonsumsi serta genetik. Pada masa kehamilan, plasenta membentuk hormon yaitu

dan

yang penting untuk berlangsungnya kehamilan normal (Guyton dan Hall 1997).

(17)

2

Penambahan bobot badan selama kebuntingan erat kaitannya dengan sekresi hormon reproduksi. Estrogen merupakan salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya pertambahan bobot badan. Saat ini banyak dilakukan penelitian mengenai obat herbal yang dapat mempengaruhi kinerja hormon reproduksi, salah satunya adalah purwoceng. Taufiqurrachman (2006) membuktikan bahwa purwoceng dapat meningkatkan kadar testosteron pada tikus jantan. Pada jantan testosteron diubah menjadi estradiol dalam jumlah sedikit. Testosteron pada jantan berfungsi untuk perkembangan kelamin sekunder jantan. Berbeda dengan jantan testosteron pada betina akan diubah sebagian besar menjadi estrogen oleh enzim aromatase. Estrogen berperan dalam perkembangan kelamin sekunder betina dan kebuntingan (Guyton dan Hall 1997). Purwoceng diduga memiliki efek seperti estrogen sehingga besar kemungkinan dapat menaikan bobot badan induk dan bobot anak.

(18)

ekstrak purwoceng mampu meningkatkan kadar hormone testosteron dan (LH) tikus jantan secara nyata (Taufiqurrachman dan Wibowo 2006).

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh purwoceng yang bersifat androgenik pada tikus betina bunting strain terhadap pertambahan bobot badan induk selama 13 hari kebuntingan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perkembangan bobot badan tikus betina strain yang telah diberikan purwoceng selama 13 hari dimulai dari sejak awal kebuntingan.

Hipotesis dari penelitian ini adalah purwoceng dapat mempengaruhi bobot badan induk tikus strain selama pencekokan purwoceng (

) selama 13 hari diawali dari sejak awal kebuntingan.

!

(19)

" # $

# % & ' (

Purwoceng ( Kds) merupakan tanaman obat.Seluruh

bagian tanaman purwoceng dapat digunakan sebagai obat tradisional,

terutama akar. Purwoceng banyak tumbuh secara liar di kawasan Dieng pada

ketinggian 2.000-3.000 m dpl. Potensi tanaman purwoceng cukup besar, tetapi

masih terkendala oleh langkanya penyediaan benih dan keterbatasan lahan yang

sesuai untuk tanaman tersebut (Yuhono 2004). Sampai saat ini yang dikenal

sebagai daerah pengembangannya hanya di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah,

dengan luas areal yang terbatas dan termasuk ke dalam 24 tumbuhan langka di

Jawa (Pusat Konservasi Tumbuhan 2007).

! ) $ ! ' (

Morfologi tanaman Purwoceng( ):

(20)

Klasifikasi Purwoceng(Rahardjo dan Darwati 2006).

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Famili : Apiaceae/ Umbelliflorae

Suku : Umbelliferae

Genus : Pimpinella

Jenis : Molk, sinonim KDS

Ciri- ciri dari tanaman purwoceng adalah:

1. Daun

Daunnya merupakan daun majemuk berpasangan berhadapan, berbentuk

jaunting dengan panjang ± 3cm dan lebar 2,5 cm, bentuk anak daun membulat dengan

tepi bergerigi, ujung daun tumpul, pangkal daun bertoreh, tangkai daun dengan

panjang ± 5 cm berwarna coklat kehijauan, warna permukaan atas daun hijau dan

permukaan bawah hijau keputihan (Rahardjo dan Darwati 2006).

2. Batang

Batang merupakan batang semu, berbentuk bulat, lunak dan warnanya hijau

pucat.

3. Bunga

Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk payung, tangkainya

silindris, panjangnya ± 2 cm, kelopak bunga berbentuk tabung berwarna hijau. Mulai

berbunga antara bulan ke- 5 sampai bulan ke -6 dan dapat dipanen pada umur 7 – 8

bulan (Yuhono.2004).

4. Biji

Bijinya berbentuk lonjong kecil, berwarna coklat. Biji yang sudah masak

berwarna hitam, berukuran sangat kecil dengan berat sekitar 0,52 gr per 1.000 butir

biji (Rahardjo dan Darwati 2006)

5. Akar/rimpang

Akarnya merupakan akar tunggang yang membesar membentuk struktur

(21)

6

berwarna putih(Rahardjo dan Darwati 2006).

$ ) % ! ' ( ) $% *

Tanaman Purwoceng ( Kds) merupakan tanaman obat

karena hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Bagian akar dari tanaman

ini mempunyai sifat diuretika dan digunakan sebagai afrosidiak (Heyne 1987), yaitu

khasiat suatu obat yang dapat meningkatkan atau menambah stamina. Pada

umumnya tumbuhan atau tanaman yang berkhasiat sebagai afrosidiak

mengandung senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan

senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh serta memperlancar

peredaran darah. Di Indonesia tumbuhan atau tanaman obat yang digunakan

sebagai afrosidiak lebih banyak hanya berdasarkan kepercayaan dan pengalaman

(Hernani dan Yuliani 1991).

Penelitian yang mempelajari fitokimia purwoceng sudah cukup banyak. Akar purwoceng mengandung bergapten, isobergapten, dan sphondin yang semuanya termasuk ke dalam kelompok furanokumarin. Dalam akar purwoceng mengandung senyawa kumarin, saponin, sterol, alkaloid, dan beberapa macam senyawa gula (Darwati dan Roostika 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Suzery (2004) menunjukkan adanya senyawa stigmasterol dalam akar purwoceng berdasarkan data spektroskopi dengan UV-Vis, FTIR, dan GC-MS. Hernani dan Rostiana (2004) melaporkan pula adanya senyawa kimia yang teridentifikasi secara kualitatif, yaitu bergapten, marmesin, 4- hidroksi kumarin, umbeliferon, dan psoralen.

(22)

Tabel 1. Hasil uji fitokimia akar Purwoceng Sumber : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2011).

! )

Tumbuhan obat digolongkan sebagai afrodisiak karena mengandung berbagai komponen kimia seperti turunan steroid, saponin, alkaloid, tannin, dan senyawa lain yang mampu melancarkan peredaran darah, menimbulkan efek stimulan baik secara hormonal dan non hormonal sehingga dapat meningkatkan stamina tubuh. Tumbuhan afrodisiak pada umumnya menunjukkan efek peningkatan sirkulasi darah pada genetalia pria dan meningkatkan aktivitas hormon androgenik. Hal ini akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh sehingga secara tidak langsung akan memperbaiki fungsi organ (Gunawan 2002).

(23)

8

+ & &

Tikus putih ( ) terutama galur Sprague- Dawley (SD) merupakan jenis tikus yang banyak digunakan sebagai hewan model. Penelitian ini menggunakan tikus putih karena memiliki sifat-sifat yang khas yaitu ukuran tubuhnya kecil sehingga memudahkan penanganan dan pemeliharaan, mudah berkembang biak, jumlah anaknya cukup banyak dan siklus reproduksinya cepat (Malole dan Pramono 1989). Galur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sparague- Dawley karena galur ini memiliki pertumbuhan yang cepat, temperamen baik, kemampuan laktasi yang tinggi (Baker . 1980) serta mempunyai siklus reproduksi yang cepat (Ballenger 2000). Periode kebuntingan tikus 21-23 hari dengan jumlah anak rata-rata 6-12 ekor setiap kelahiran, bobot lahir 5-6 gram dengan kondisi tubuh tidak berambut, mata dan telinga tertutup, tidak mempunyai gigi dan tikus sangat aktif. Pada saat umur 2 hari, tubuh berwarna kemerah-merahan, kemudian pada hari ke-4 rambut mulai terlihat. Setelah berumur 10 hari tubuh sudah tertutup rambut, pada saat umur 13 hari mata dan telinga terbuka. Anak tikus disapih pada usia 21 hari (Veterinary Library 1996).

(24)

Bobot badan tikus betina dewasa sekitar 250 – 300 gr dan bobot badan tikus jantan dewasa 450 – 520 gr, mulai dikawinkan umur 65 – 110 hari untuk jantan dan betina. Tikus yang baru lahir memiliki bobot lahir antara 5 – 6 gr (Harkness dan Wagner 1989). Klasifikasi Tikus putih ( ) menurut Jasin (1984) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Classis : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus

Spesies : L.

, - )

Proses reproduksi meliputi periode pematangan, dewasa kelamin, perkawinan, kebuntingan, kelahiran, dan laktasi. Penelitian ini menggunakan tikus bunting. Kebuntingan meliputi periode perkawinan, fertilisasi, implantasi, dan plasentasi.

, '

(25)

10

, .

Fertilisasi merupakan peristiwa bersatunya sel telur (ovum) dengan sel spermatozoa. Fertilisasi umumnya terjadi di bagian kaudal ampula atau sepertiga atas tuba Fallopii (Sukra 1989). Pada tikus, fertilisasi terjadi di ampula dari oviduk (Baker 1980). Setelah terjadi fertilisasi terbentuk embrio yang akan membelah (mitosis) sampai embrio membentuk morula kemudian embrio akan memasuki uterus. Selama waktu yang tidak panjang, morula akan mengambang di rongga uterus dan berubah menjadi blastosis (Baker 1980), tahap ini biasa disebut tahap blastula (Sukra 1989). Dalam masa peralihannya menjadi blastosis, morula memasuki uterus dan proses ini disebabkan oleh relaksasi otot yang dikendalikan estrogen dan progesteron (Hunter 1995).

Pertumbuhan setelah tahap blastula adalah tahap gastrulasi yakni proses pembentukan tiga daun kecambah yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm. Tahap gastrulasi erat kaitannya dengan pembentukan susunan saraf dan penjelmaan bentuk primitif dari embrio. Tahap ini merupakan periode kritis perkembangan mahluk hidup (Sukra 1989). Setelah proses fertilisasi terjadi selanjutnya adalah proses implantasi.

, &

Satyaningtijas (2001) melaporkan bahwa implantasi tikus terjadi pada hari ke 5 kebuntingan yang ditunjukan dengan adanya peningkatan kadar RNA. Proses implantasi merupakan interaksi yang kompleks antara embrio trofoblast dan jaringan maternal uterus dengan perubahan yang terus-menerus. Implantasi pada tikus terjadi pada hari ke-5 dan ke-6 masa kebuntingan dan selesai pada hari ke-7. Sedangkan masa praimplantasi berlangsung mulai hari ke-0 kebuntingan yaitu saat ditemukannya sperma pada saat ulas vagina hingga hari ke-4 kebuntingan. Proses implantasi umumnya sempurna setelah dua hari lamanya (Baker 1980).

(26)

sehingga terjadi kegagalan implantasi dan aborsi (Arkaraviehien dan Kendle 1990) sehingga dibutuhkan keseimbangan kadar estrogen dan progesteron. Pada siklus ovulasi normal, estrogen mempengaruhi proliferasi endometrium.

,

Masa plasentasi adalah masa ketika plasenta sudah terbentuk yang didefinisikan sebagai masa terbentuknya zona yang berbatasan dan memiliki vaskularisasi yang tinggi yang menghubungkan antara induk dan embrio (Hunter 1995). Pada tikus plasentasi dimulai pada hari ke-9 dan ke-10. Terdapat dua plasenta pada tikus yaitu korio-alantois dan kuning telur yang berfungsi sebagai organ pertukaran dari embrio ke induk dan sebaliknya. Korio-alantois berfungsi untuk transport kalsium, sementara kuning telur berfungsi untuk transpor besi, transport pasif imun dari ibu ke anak dan difusi protein (Baker . 1980). Tiga fungsi utama plasenta, yaitu sebagai pengangkutan, penyimpanan dan biosintesa sari makanan dari induk untuk anak (Toelihere 1985).

/ . $ 0

Kebuntingan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam siklus reproduksi karena menyangkut pemeliharaan calon anak mulai dari zygot sampai dilahirkan serta pertumbuhan dan perkembangan (Manalu 1996). Proses terjadinya keberhasilan kebuntingan memerlukan kehadiran hormon reproduksi yang secara langsung dan tidak langsung berpartisipasi dalam proses reproduksi (Guyton dan Hall 1997). Hormon reproduksi primer berpengaruh langsung terhadap ovulasi, fertilisasi, pengangkutan sel telur, implantasi, kebuntingan, kelahiran, dan laktasi. Sebagai contoh adalah FSH yang berfungsi untuk mensekresi estrogen yang akan digunakan mempertahankan sistem saluran kelamin betina dan terjadinya proliferasi sel. Sewaktu terjadi kebuntingan ketika sekresi estrogen bertambah maka akan terjadi pertambahan bobot badan (Hardjoprajonto 1995).

(27)

12

organisme yang memungkinkan terjadinya reproduksi. Pada umumnya kelompok hormon ini mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme seperti tiroksin, kortikoid adrenal dan insulin sehingga kebuntingan terjadi secara normal. Hormon-hormon tersebut mempertahankan keadaan metabolik individual yang akan mempengaruhi hormon-hormon reproduksi primer (Toelihere 1985).Pengaturan hormon kebuntingan diatur oleh hormon steroid yang berasal dari ovarium.dan sangat berperan dalam fungsi reproduksi adalah estrogen dan progesteron (Re 1995).

Estrogen merupakan hormon yang diproduksi oleh ovarium dan plasenta yang berfungsi merangsang perkembangan organ kelamin wanita, payudara dan berbagai sifat kelamin sekunder (Guyton dan Hall 1997). Estrogen merupakan hormon yang menimbulkan estrus atau berahi pada hewan betina (Toelihere 1985). Estrogen memiliki struktur kimia berdasarkan pada inti steroid, yang mirip kolesterol dan sebagian besar berasal dari kolesterol itu sendiri (Guyton dan Hall 1997). Menurut Ellizar (1983) estrogen memiliki inti steroid

dengan |3| cincin dan satu cincin .

Gambar 2. Struktur estrogen (Johnson dan Everitt 1984)

(28)

nitrogen meningkat (Hardjoprajonto 1995). Estrogen berfungsi dalam merangsang pertumbuhan uterus dengan meningkatkan massa endometrium dan miometrium, merangsang kontraktilitas uterus, merangsang pertumbuhan epithelium vagina, merangsang estrus pada hewan betina, merangsang perkembangan duktus kelenjar ambing dan mempengaruhi perkembangan alat kelamin sekunder (Toelihere 1985). Menurut Guyton dan Hall (1997) estrogen mempengaruhi perkembangan fetus dan akan mengontrol pertumbuhan fetus serta differensiasi jaringan (Fowden 1995)

Pada kehamilan, estrogen dalam jumlah yang sangat besar juga disekresi oleh plasenta. Tiga estrogen yang ada dalam jumlah bermakna di dalam plasma wanita yaitu -estradiol, estron, dan estriol. Estrogen utama yang disekresi oleh ovarium adalah -estradiol. Sellman (1996) mengatakan bahwa kelebihan estrogen akan menyebabkan percepatan proses penuaan, alergi, penurunan kelamin, depresi, kelelahan, osteoporosis, kanker rahim, disfungsi tiroid, dan pembentukan jaringan ikat pada uterus.

Progesteron merupakan hormon steroid yang berasal dari kolesterol. Selama proses sintesis steroid seks, progesteron disintesis terlebih dahulu dan sebagian besar akan diubah menjadi estrogen (Guyton dan Hall 1997). Hormon ini berfungsi untuk mempertahankan kebuntingan dengan menciptakan lingkungan endometrial yang sesuai untuk kelanjutan hidup dan perkembangan embrio (Toelihere 1985). Pada fase luteal akan terjadi peningkatan rasio antara progesteron dan estrogen (Johnson dan Everitt 1984).

(29)

1

2 ) &

Penelitian ini berlangsung mulai 20 September 2010 sampai 20 Maret 2011 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pengamatan pertambahan bobot badan dilakukan di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

% )

Hewan yang digunakan adalah tikus putih ( ) galur

(SD) yang terdiri dari tikus betina paritas kedua bunting 10 ekor dengan bobot badan berkisar antara 150 – 200 gram. Bahan yang diperlukan adalah larutan NaCl Fisiologis 0,9%, kit akuades, dan akar purwoceng.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat kandang tikus, kamera digital, alat bedah, Erlenmeyer, gelas ukur, corong, blender, gelas objek dan gelas penutup, wadah porselen, timbangan, mikroskop, pompa vakum,

(Buchi Rotavapor R-205), chiller, spoit 1ml dan sonde lambung.

)

' (

(30)

24 jam, setiap 2 jam sekali diaduk agar homogen. Kemudian disaring menggunakan kain saring. Hasil ekstrak disimpan di dalam Erlenmeyer sedangkan ampas direndam kembali dalam 3,5 etanol 70% selama 24 jam, setiap 2 jam diaduk. Setelah itu larutan disaring dan ekstraknya disatukan dengan hasil ekstrak yang pertama dalam erlenmeyer ukuran 5 liter. Kemudian dilakukan proses evaporasi agar zat pelarut terpisah dengan menggunakan rotary evaporator (rotavapor) Buchi dengan suhu 48˚C dan kecepatan putaran per menit (rpm) sebesar 60 rpm, selanjutnya ekstrak kering didapat dengan menggunakan alat pengering beku (freeze drying). Ekstrak kering disimpan di dalam botol kaca steril dan dilarutkan kembali dengan akuades sesuai dosis saat perlakuan terhadap hewan coba. Jumlah ekstrak kering yang didapatkan dari 350 gram simplisia adalah sejumlah 95 gram. Ekstrak kering ini kemudian dibuat dalam larutan stok sebesar 5% yaitu 5 gram dalam 100 cc akuades.

' (

Penentuan dosis ekstrak purwoceng pada tikus didasarkan pada penelitian terdahulu (Taufiqurrahman 1999) yaitu sebesar 25 mg/ml untuk bobot badan tikus sebesar 300 gram atau 83.25 mg/kg bobot badan. Penelitian ini menggunakan larutan stok yang mengandung 50 mg/ml ekstrak purwoceng sehingga jumlah ekstrak purwoceng yang dicekokan pada tikus yang memiliki bobot 300 gram adalah sebanyak 0.5 ml.

' )

Tikus percobaan diadaptasikan selama 1 minggu dalam kandang kolektif agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk mendapatkan tikus betina bunting dilakukan perkawinan secara alamiah dengan mencampurkan pejantan dan betina dalam satu kandang. Perkawinan ditandai dengan adanya sperma dalam ulasan vagina dan biasanya dapat dipastikan tikus tersebut bunting kemudian hari tersebut tercatat sebagai hari pertama kebuntingan (H1).

(31)

Kelompok A

Tikus jantan dewasa kelamin + Tikus betina varietas 2

. Penggantian sekam dan pencucian kandang plast

'

tikus bunting : 10 ekor tikus betina akan digun ibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

bunting sebanyak 5 ekor yang tidak diberi perlakuan s bunting sebanyak 5 ekor yang dicekok purwoceng

13 hari.

masing-masing kelompok akan ditimbang selam dilihat perubahan pertambahan bobot badan untu

kelompok.

Gambar 3. Bagan Penelitian

idapat yakni bobot badan tikus pada setiap perlakuan k gunakan Analisis Sidik Ragam (Steel dan Torrie 1993

(32)

Pengaruh pemberi pertambahan bobot bada dapat dilihat pada Tabe perbedaan yang nyata ( diberikan purwoceng c dibandingkan dengan tiku

Tabel 2. Rata-rata bobot b selama 13 hari

Gambar

mberian ekstrak etanol purwoceng (

badan tikus betina bunting pada umur kebuntinga abel 2. Meskipun data yang dihasilkan tidak yata (p > 0,05) namun jika dilihat dalam grafik, eng cenderung lebih cepat pertambahan bobo n tikus kontrol. Penambahan bobot badan diamati 2 h

obot badan tikus yang telah diberi ekstrak etanol akar

mbar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

) terhadap ntingan 0-13 hari tidak menunjukan rafik, tikus yang bobot badannya ati 2 hari sekali.

(33)

18

Balitro (2011) menyebutkan melalui uji fitokimia pada purwoceng didapatkan zat-zat antara lain alkaloid, tanin, flavonoid, triterfenoid, steroid dan glikosida. Penelitian Taufiqqurrachman (1999) juga telah membuktikan bahwa pemberian ekstrak purwoceng pada tikus jantan tersebut meningkatkan kadar testosteron karena di dalam purwoceng terdapat salah satu bahan aktif yakni berupa steroid. Zat tersebut menjadi pemicu peningkatan hormon testosteron pada tikus. Flavonoid yang dikandung oleh purwoceng merupakan suatu senyawa yang bersifat estrogenik (Baraas dan Juffri 1997), yang mampu berfungsi seperti estrogen dalam tubuh yang akan meningkatkan efek estrogen. Dalam hal ini berarti purwoceng memiliki 2 bahan aktif yang berpengaruh seperti estrogen di dalam tubuh yakni flavonoid dan steroid. Flavonoid yang bersifat estrogenik dapat menduduki reseptor estrogen yang berada di dalam tubuh dan menimbulkan efek seperti estrogen. Sedangkan steroid merupakan prekursor hormon testosteron, yang kemudian diubah menjadi estrogen. Jika dibandingkan ke duanya, flavonoid lebih berpengaruh lebih besar dibandingkan steroid karena dalam hasil pengujiannya menunjukan positif kuat, sedangkan steroid positif lemah.

Pada sistem hormon reproduksi tikus betina, testosteron diubah menjadi estrogen dalam rantai pembentukannya. Hampir semua testosteron dan progesteron akan diubah menjadi estrogen oleh sel - sel granulose pada ovarium. Selama fase luteal lebih banyak progesteron yang dibentuk, jumlah ini berperan pada sekresi progesteron yang banyak pada waktu tersebut. Testosteron yang disekresikan oleh ovarium adalah sekitar seperlimabelas dari testoteron yang disekresikan oleh testis (Guyton dan Hall 1997).

(34)

selanjutnya melakukan aromatisasi membentuk estron dan estradiol 17 β (Cunningham dan Klein 2007).

Kolesterol adalah prekursor estrogen yang umum pada transport dan metabolisme estrogen. Aktivitas enzim 17β hidroksidehidrogenase akan mengkonversi androstenedion menjadi testoteron yang mana bukan merupakan produksi terbesar yang dihasilkan dari ovarium. Biosintesis pembentukan estrogen dari testosteron dapat terjadi ketika terjadi oksidasi pada C19 dan kemudian pada C19

terjadi pula pembuangan gugusan metil (CH3) - nya (demethylisasi) dan kemudian

sebagai tahap akhir terjadi aromatisasi pada cincin A sehingga menghasilkan estradiol-17 (Djosoebagio 1990). Estradiol juga meningkat sampai mencapai jumlah yang cukup banyak dari androstenedion melalui estone. Androgen bebas dikonversi di perifer untuk menjadi bebas, misalnya di kulit dan sel adiposa (Jacob dan Baziad 1994).

(35)

20

Estrogen menimbulkan terjadinya proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin dan jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi. Pertambahan bobot badan dapat disebabkan oleh bertambah besarnya ovarium, tuba fallopii, uterus, dan vagina yang semakin membesar. Genitalia eksterna juga membesar, dengan deposisi lemak pada mons pubis dan labia mayora dan disertai pembesaran labia minora. Estrogen mengubah epitel vagina dari tipe kuboid menjadi bertingkat. Estrogen juga menyebabkan proliferasi yang nyata terhadap stroma endometrium dan sangat meningkatkan perkembangan kelenjar endometrium yang nantinya akan dimanfaatkan untuk membantu memberi nutrisi pada ovum yang berimplantasi. Estrogen juga berpengaruh pada mukosa yang membatasi tuba fallopii yakni menyebabkan kelenjar berproliferasi serta menyebabkan jumlah sel-sel epitel bersilia yang membatasi tuba fallopii bertambah banyak (Guyton dan Hall 1997).

Aksi lain estrogen adalah menyebabkan terjadinya penggabungan awal dari epifisis dengan batang tulang dari tulang panjang. Kedua osteoklas dan osteoblas mengekspresikan reseptor estrogen dan merupakan target langsung untuk estrogen, tetapi keseluruhan, estrogen diklasifikasikan sebagai agen-agen antiresoptif. (Guyton dan Hall 1997). Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti:Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin (Waters 1999).

(36)

interleukin-6 dan interleukin-1 mRNA juga tinggi. Defisiensi estrogen dikenal untuk mengakselerasikan pengeroposan tulang dan meningkatkan suseptibilitas untuk fraktur. Terapi estrogen mengurangi pengeroposan tulang dan mereduksi risiko fraktur pada wanita-wanita dengan osteoporosis dan selanjutnya tanpa kondisi ini untuk lamanya terapi (Gruber 2002).

Estrogen selain penting dalam berbagai aspek pertumbuhan, perkembangan, dan membedakan morfologi alat kelamin jantan dan betina (karakter kelamin primer) juga penting untuk perkembangan dan tingkah laku seksual dan reproduksi (karakter kelamin sekunder), dan dapat merangsang pertumbuhan jaringan tubuh. Jika dibandingkan dengan hormon androgen yang lebih berperan menunjang pertumbuhan secara umum, khususnya dalam pembentukan protein, hormon estrogen lebih berpotensi pada kebanyakan hewan bertulang belakang (Guyton dan Hall 1997).

(37)

22

estrogen hampir seluruhnya merupakan organ khusus seperti uterus, kelenjar mamae, tulang rangka dan daerah-daerah tubuh yang berlemak (Guyton dan Hall 1997).

Purwoceng dalam penelitian ini diberikan dalam 13 hari yaitu saat masa praplasentasi, menurut Widyastuti (2006) pada masa tersebut adalah masa pembentukan organ yaitu pada hari ke 7 sampai dengan hari ke 17, sehingga ekstrak etanol purwoceng yang diberikan membantu organogenesis terkait dengan fungsi estrogen dalam meningkatkan proliferasi sel. Bobot badan induk akan dipengaruhi oleh bobot anak (fetus) dan lingkungan uterusnya. Pada awal kebuntingan estrogen berperan dalam penebalan dinding endometrium atau fase proliferasi uterus. Penambahan purwoceng yang diduga mempunyai efek estrogenik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan uterus secara langsung dan secara tidak langsung akan mempengaruhi bobot induk. Pengaruh estrogenik dapat timbul karena adanya reseptor estrogen yang dapat berpasangan dengan flavonoid. Flavonoid termasuk dalam golongan fitoestrogen, yang merupakan suatu substrat dari tanaman yang memiliki aktivitas biologi yang sama dengan estrogen endogen (Glover dan Assinder 2006). Menurut Jefferson . (2002), fitoestrogen memiliki banyak kesamaan pada dua gugus –OH dan mempunyai gugus fenol serta jarak antara gugus hidroksil yang sama dengan inti estrogen endogen sehingga dapat berikatan dengan reseptor estrogen di tulang (Dewell . 2002). Menurut Dewell

(38)
(39)

3

#

#

-+ # &

Ekstral etanol akar purwoceng dengan dosis 83.25mg/kg bobot badan mampu menaikan bobot badan tikus betina bunting.

+ #

(40)

Anwar NS. 2001. Manfaat obat tradisional sebagai afrodisiak serta dampak positifnya untuk menjaga stamina. Makalah pada Seminar Setengah Hari ”Menguak Manfaat Herbal bagi Vitalitas Seksual ”Jakarta,13 Oktober 2001. 8p.

Arkaraviehien WK, Kendle E.1990. ! "

63 – 90.

Baker DEJ, Lindsey JR, Weisborth SH. 1980. # $ : % & '. London: Academic Press Inc.

[Balittro] Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2011. Hasil uji fitokimia dari akar purwoceng. Bogor: Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.

Ballenger L. 2000. Rattus novegicus [terhubung berkala]. Error! Hyperlink reference not valid. April 2011]

Baraas F, Juffri M. 1997. % ( % ) *. Jakarta:#

$ & ++ .

Cunningham JG, Klein BG. 2007. # * ) " & . Ed ke-4. London: WB Saunders Company. Dewell A, Hollenbeck CB, Bruce B. 2002.

Darwati I, Roostika I. 2006. Status Penelitian Purwoceng ( Molk.) di Indonesia. , - " 12(1):9-15.

Dewell A, Hollenbeck CB, Bruce B. 2002. The effects of soy-derived phytoestrogens on serum lipids and lipoproteins in moderately hypercholesterolemic postmenopausal women. . / 0 87: 118-121.

Djojosoebagio, Soewondo. 1990 1 ( / ) & ++. Bogor : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Insitut Pertanian Bogor.

Ellizar.1983.Estrogen dan Preparat-Preparat Aplikatifnya.Skripsi.FKH-IPB.Bogor

(41)

26

Glover A, Assinder SJ. 2006. Acute exposure of adult male rats to dietary phytoestrogen reduces fecundity and alters epididymal steroid hormon receptor expression. . / 189: 565-573

Gruber CJ, Tschugguei W, Schneebeger C, Huber JC. 2002. Production and action of estrogens. N Engl J Med 346: 340-50

Gunawan D. 2002. # ) ( + . Ed ke-3.

Ed ke-3. Philadelphia: Lea & Febriger.

Hernani, Rostiana O. 2004. Analisis kimia akar purwoceng ( ). Di

dalam: + , /* " .

1 1 ( , " ) . 2 ) 34 35

. '664 Yogyakarta: Ditjen Hortikultura, Departemen Pertanian.

Hernani dan Yuliani S. 1991. 7 " )

(42)

Johnson MH, Everitt BJ. 1984. / . Ed ke-2. London and Beccles: William Clowes Limited.

Knight, C. H and M. Peaker. 1982. Development of the mammary gland. . 1 65:521-536.

Kohn, D.F dan S.W. Barthold. 1984. , " $ % 0 New York: Academic Press. Inc.

Manalu W, Sumaryadi MY. 1995. Hubungan antara konsentrasi progesteron dan estradiol dalam serum induk selama kebuntingan dengan total masa fetus pada

akhir kebuntingan. Di dalam: - # )

) ( ) 8 Bogor,

25-26 Januari 1995 Bogor: Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm 57-62

Malole MBM, Pramono CSU. 1989. 8 8

$ Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Manalu W. 1996. Hubungan antara Peningkatan Konsentrasi Estradiol dan Progesteron dalam Serum Induk dengan Perkembangan Fetus dan Kelenjar Susu selama Kebuntingan pada Tikus. , " 5: 26-36.

Manalu, W., M.Y. Sumaryadi dan N. Kusumorini. 1995. The efects of fetal number on maternal serum progesterone and estradiol of ewe during pregnancy. Bull. Anim. Sci. Special Edition: 237-241.

Meiyanto, Handayani S, Jenie RI. 2008. Ekstrak Etanolik Kacang Panjang (& (L) Savi ex Hassk) meningkatkan proliferasi sel epitel payudara.

0 1 + 9 191-197.

(43)

28

Re G, Badino P, Novelli A, Di Renzo GF, Severino L, Ferone MR. 1995. Distribution of cytosolic oestrogen and progesteron receptors in the genital tract of the mare. & 59:214-218.

Rostiana O, Rahardjo M, Rizal M. 2006. Pengembangan teknologi budidaya purwoceng dan mimba mendukung penyiapan bahan obat alami secara berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Tumbuhan Obat Indonesia, XXVIII.Bogor. p.7-17.

Satyaningtijas AS. 2001. Efektivitas Pemberian Estradiol dan Progesteron pada Kinerja Reproduksi Tikus Bunting. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sellman, S. 1996. Hormone Heresy. Extracted from Nexus Magazine. Vol. III 5th/ . August-september.

Steel RD, Torrie JH. 1993. ). Sumantri B, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari:

" .

Sugiastuti, S. dan H. Rahmawati. 2006. Isolasi dan identifikasi senyawa organik fraksi semipolar herba purwoceng < Molk=. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Tumbuhan Obat Indonesia XXVIII. Bogor. pp.255-261.

Sukra Y, Rahardja L, Juwita I. 1989. / + Bogor: Depdikbud – Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.

Suzery M, Cahyono B, Ngadiwiyana, Nurhanawati H. 2004. Senyawa stigmasterol dari Molk. (Purwoceng). 39(1): 39-41.

Taufiqurrachman. 1999. Pengaruh Ekstrak Molk. (purwoceng) Dan Akar / " Jack. (pasak bumi) Terhadap Peningkatan Kadar Testosteron, LH dan FSH Serta Perbedaan Peningkatannya Pada Tikus Jantan Sprague Dawley. Semarang : Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Taufiqurrachman and S. Wibowo. 2006. Effect of purwoceng (Pimpinella alpina) extract in stimulating testosterone, Luteinizing hormone (LH) and Follicle Stimulating Hormone (FSH) in Sprague Dawley male rats. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Tumbuhan Obat Indonesia, XXVIII.Bogor. pp 45-54.

Taya K, Greenwald GG. 1981. In vivo and in vitro Ovarian Steroidogenesis in pregnant rats. , 25:683-691.

(44)

Waters KM, Rickard DJ, Gebhart JB . Po-tential roles of estrogen reseptor-a and -b in the regulation of human oteoblast functions and gene expression. The menopause at the millenium. The Proceding of the 9 th International Menopause Society World Congress on Menopause. 1999 October 17-21; Yokohama, Japan.

Widowati D, Faridah. 2006. Isolasi dan identifikasi senyawa kimia dalam fraksi non-polar dari tanaman purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk). Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Tumbuhan Obat Indonesia XXVIII. Bogor. pp.255-261.

Widyastuti N. 2006. Efek Teratogenik Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Galur Wistar. Skripsi. FMIPA-UNS. Surakarta.

Veterinary Library. 1996. The Laboratory Rat [terhubung berkala]. http://www.animalz.cohz/library/s,allpet/rat.html [11 Juli 2011].

Yuhono JT 2004. Usaha Tani Purwoceng ( 0olkenb), potensi, peluang dan masalah pengembangannya. , #

(45)
(46)

-1 4' * 13 5 - 6

Source DF SS MS F P Perlakuan 1 23,8 23,8 0,80 0,389 Error 12 358,2 29,8

Total 13 382,0

S = 5,464 R-Sq = 6,23% R-Sq(adj) = 0,00%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+--- Kontrol 7 195,54 5,61 (---*---)

Purwoceng 7 198,15 5,31 (---*---) ---+---+---+---+--- 192,0 195,0 198,0 201,0

Pooled StDev = 5,46

Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Perlakuan

Individual confidence level = 95,00%

Perlakuan = Kontrol subtracted from:

(47)

Masa kebuntingan merupakan masa yang penting bagi induk hewan untuk memiliki kondisi yang prima agar menghasilkan anak yang sehat. Kondisi fisiologis tubuh induk harus dijaga sedemikian rupa agar tidak mengalami penyimpangan dan mempengaruhi anak yang berada dalam uterus. Kondisi fisiologis betina yang bunting dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti hormon, lingkungan, makanan yang dikonsumsi serta genetik. Pada masa kehamilan, plasenta membentuk hormon yaitu

dan

yang penting untuk berlangsungnya kehamilan normal (Guyton dan Hall 1997).

(48)

Penambahan bobot badan selama kebuntingan erat kaitannya dengan sekresi hormon reproduksi. Estrogen merupakan salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya pertambahan bobot badan. Saat ini banyak dilakukan penelitian mengenai obat herbal yang dapat mempengaruhi kinerja hormon reproduksi, salah satunya adalah purwoceng. Taufiqurrachman (2006) membuktikan bahwa purwoceng dapat meningkatkan kadar testosteron pada tikus jantan. Pada jantan testosteron diubah menjadi estradiol dalam jumlah sedikit. Testosteron pada jantan berfungsi untuk perkembangan kelamin sekunder jantan. Berbeda dengan jantan testosteron pada betina akan diubah sebagian besar menjadi estrogen oleh enzim aromatase. Estrogen berperan dalam perkembangan kelamin sekunder betina dan kebuntingan (Guyton dan Hall 1997). Purwoceng diduga memiliki efek seperti estrogen sehingga besar kemungkinan dapat menaikan bobot badan induk dan bobot anak.

(49)

3

ekstrak purwoceng mampu meningkatkan kadar hormone testosteron dan (LH) tikus jantan secara nyata (Taufiqurrachman dan Wibowo 2006).

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh purwoceng yang bersifat androgenik pada tikus betina bunting strain terhadap pertambahan bobot badan induk selama 13 hari kebuntingan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perkembangan bobot badan tikus betina strain yang telah diberikan purwoceng selama 13 hari dimulai dari sejak awal kebuntingan.

Hipotesis dari penelitian ini adalah purwoceng dapat mempengaruhi bobot badan induk tikus strain selama pencekokan purwoceng (

) selama 13 hari diawali dari sejak awal kebuntingan.

!

(50)

# % & ' (

Purwoceng ( Kds) merupakan tanaman obat.Seluruh

bagian tanaman purwoceng dapat digunakan sebagai obat tradisional,

terutama akar. Purwoceng banyak tumbuh secara liar di kawasan Dieng pada

ketinggian 2.000-3.000 m dpl. Potensi tanaman purwoceng cukup besar, tetapi

masih terkendala oleh langkanya penyediaan benih dan keterbatasan lahan yang

sesuai untuk tanaman tersebut (Yuhono 2004). Sampai saat ini yang dikenal

sebagai daerah pengembangannya hanya di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah,

dengan luas areal yang terbatas dan termasuk ke dalam 24 tumbuhan langka di

Jawa (Pusat Konservasi Tumbuhan 2007).

! ) $ ! ' (

Morfologi tanaman Purwoceng( ):

(51)

5

Klasifikasi Purwoceng(Rahardjo dan Darwati 2006).

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Famili : Apiaceae/ Umbelliflorae

Suku : Umbelliferae

Genus : Pimpinella

Jenis : Molk, sinonim KDS

Ciri- ciri dari tanaman purwoceng adalah:

1. Daun

Daunnya merupakan daun majemuk berpasangan berhadapan, berbentuk

jaunting dengan panjang ± 3cm dan lebar 2,5 cm, bentuk anak daun membulat dengan

tepi bergerigi, ujung daun tumpul, pangkal daun bertoreh, tangkai daun dengan

panjang ± 5 cm berwarna coklat kehijauan, warna permukaan atas daun hijau dan

permukaan bawah hijau keputihan (Rahardjo dan Darwati 2006).

2. Batang

Batang merupakan batang semu, berbentuk bulat, lunak dan warnanya hijau

pucat.

3. Bunga

Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk payung, tangkainya

silindris, panjangnya ± 2 cm, kelopak bunga berbentuk tabung berwarna hijau. Mulai

berbunga antara bulan ke- 5 sampai bulan ke -6 dan dapat dipanen pada umur 7 – 8

bulan (Yuhono.2004).

4. Biji

Bijinya berbentuk lonjong kecil, berwarna coklat. Biji yang sudah masak

berwarna hitam, berukuran sangat kecil dengan berat sekitar 0,52 gr per 1.000 butir

biji (Rahardjo dan Darwati 2006)

5. Akar/rimpang

Akarnya merupakan akar tunggang yang membesar membentuk struktur

(52)

berwarna putih(Rahardjo dan Darwati 2006).

$ ) % ! ' ( ) $% *

Tanaman Purwoceng ( Kds) merupakan tanaman obat

karena hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Bagian akar dari tanaman

ini mempunyai sifat diuretika dan digunakan sebagai afrosidiak (Heyne 1987), yaitu

khasiat suatu obat yang dapat meningkatkan atau menambah stamina. Pada

umumnya tumbuhan atau tanaman yang berkhasiat sebagai afrosidiak

mengandung senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan

senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh serta memperlancar

peredaran darah. Di Indonesia tumbuhan atau tanaman obat yang digunakan

sebagai afrosidiak lebih banyak hanya berdasarkan kepercayaan dan pengalaman

(Hernani dan Yuliani 1991).

Penelitian yang mempelajari fitokimia purwoceng sudah cukup banyak. Akar purwoceng mengandung bergapten, isobergapten, dan sphondin yang semuanya termasuk ke dalam kelompok furanokumarin. Dalam akar purwoceng mengandung senyawa kumarin, saponin, sterol, alkaloid, dan beberapa macam senyawa gula (Darwati dan Roostika 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Suzery (2004) menunjukkan adanya senyawa stigmasterol dalam akar purwoceng berdasarkan data spektroskopi dengan UV-Vis, FTIR, dan GC-MS. Hernani dan Rostiana (2004) melaporkan pula adanya senyawa kimia yang teridentifikasi secara kualitatif, yaitu bergapten, marmesin, 4- hidroksi kumarin, umbeliferon, dan psoralen.

(53)

7

Tabel 1. Hasil uji fitokimia akar Purwoceng

Uji fitokimia Hasil Pengujian Sumber : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2011).

! )

Tumbuhan obat digolongkan sebagai afrodisiak karena mengandung berbagai komponen kimia seperti turunan steroid, saponin, alkaloid, tannin, dan senyawa lain yang mampu melancarkan peredaran darah, menimbulkan efek stimulan baik secara hormonal dan non hormonal sehingga dapat meningkatkan stamina tubuh. Tumbuhan afrodisiak pada umumnya menunjukkan efek peningkatan sirkulasi darah pada genetalia pria dan meningkatkan aktivitas hormon androgenik. Hal ini akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh sehingga secara tidak langsung akan memperbaiki fungsi organ (Gunawan 2002).

(54)

+ & &

Tikus putih ( ) terutama galur Sprague- Dawley (SD) merupakan jenis tikus yang banyak digunakan sebagai hewan model. Penelitian ini menggunakan tikus putih karena memiliki sifat-sifat yang khas yaitu ukuran tubuhnya kecil sehingga memudahkan penanganan dan pemeliharaan, mudah berkembang biak, jumlah anaknya cukup banyak dan siklus reproduksinya cepat (Malole dan Pramono 1989). Galur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sparague- Dawley karena galur ini memiliki pertumbuhan yang cepat, temperamen baik, kemampuan laktasi yang tinggi (Baker . 1980) serta mempunyai siklus reproduksi yang cepat (Ballenger 2000). Periode kebuntingan tikus 21-23 hari dengan jumlah anak rata-rata 6-12 ekor setiap kelahiran, bobot lahir 5-6 gram dengan kondisi tubuh tidak berambut, mata dan telinga tertutup, tidak mempunyai gigi dan tikus sangat aktif. Pada saat umur 2 hari, tubuh berwarna kemerah-merahan, kemudian pada hari ke-4 rambut mulai terlihat. Setelah berumur 10 hari tubuh sudah tertutup rambut, pada saat umur 13 hari mata dan telinga terbuka. Anak tikus disapih pada usia 21 hari (Veterinary Library 1996).

(55)

9

Bobot badan tikus betina dewasa sekitar 250 – 300 gr dan bobot badan tikus jantan dewasa 450 – 520 gr, mulai dikawinkan umur 65 – 110 hari untuk jantan dan betina. Tikus yang baru lahir memiliki bobot lahir antara 5 – 6 gr (Harkness dan

Proses reproduksi meliputi periode pematangan, dewasa kelamin, perkawinan, kebuntingan, kelahiran, dan laktasi. Penelitian ini menggunakan tikus bunting. Kebuntingan meliputi periode perkawinan, fertilisasi, implantasi, dan plasentasi.

, '

(56)

, .

Fertilisasi merupakan peristiwa bersatunya sel telur (ovum) dengan sel spermatozoa. Fertilisasi umumnya terjadi di bagian kaudal ampula atau sepertiga atas tuba Fallopii (Sukra 1989). Pada tikus, fertilisasi terjadi di ampula dari oviduk (Baker 1980). Setelah terjadi fertilisasi terbentuk embrio yang akan membelah (mitosis) sampai embrio membentuk morula kemudian embrio akan memasuki uterus. Selama waktu yang tidak panjang, morula akan mengambang di rongga uterus dan berubah menjadi blastosis (Baker 1980), tahap ini biasa disebut tahap blastula (Sukra 1989). Dalam masa peralihannya menjadi blastosis, morula memasuki uterus dan proses ini disebabkan oleh relaksasi otot yang dikendalikan estrogen dan progesteron (Hunter 1995).

Pertumbuhan setelah tahap blastula adalah tahap gastrulasi yakni proses pembentukan tiga daun kecambah yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm. Tahap gastrulasi erat kaitannya dengan pembentukan susunan saraf dan penjelmaan bentuk primitif dari embrio. Tahap ini merupakan periode kritis perkembangan mahluk hidup (Sukra 1989). Setelah proses fertilisasi terjadi selanjutnya adalah proses implantasi.

, &

Satyaningtijas (2001) melaporkan bahwa implantasi tikus terjadi pada hari ke 5 kebuntingan yang ditunjukan dengan adanya peningkatan kadar RNA. Proses implantasi merupakan interaksi yang kompleks antara embrio trofoblast dan jaringan maternal uterus dengan perubahan yang terus-menerus. Implantasi pada tikus terjadi pada hari ke-5 dan ke-6 masa kebuntingan dan selesai pada hari ke-7. Sedangkan masa praimplantasi berlangsung mulai hari ke-0 kebuntingan yaitu saat ditemukannya sperma pada saat ulas vagina hingga hari ke-4 kebuntingan. Proses implantasi umumnya sempurna setelah dua hari lamanya (Baker 1980).

(57)

11

sehingga terjadi kegagalan implantasi dan aborsi (Arkaraviehien dan Kendle 1990) sehingga dibutuhkan keseimbangan kadar estrogen dan progesteron. Pada siklus ovulasi normal, estrogen mempengaruhi proliferasi endometrium.

,

Masa plasentasi adalah masa ketika plasenta sudah terbentuk yang didefinisikan sebagai masa terbentuknya zona yang berbatasan dan memiliki vaskularisasi yang tinggi yang menghubungkan antara induk dan embrio (Hunter 1995). Pada tikus plasentasi dimulai pada hari ke-9 dan ke-10. Terdapat dua plasenta pada tikus yaitu korio-alantois dan kuning telur yang berfungsi sebagai organ pertukaran dari embrio ke induk dan sebaliknya. Korio-alantois berfungsi untuk transport kalsium, sementara kuning telur berfungsi untuk transpor besi, transport pasif imun dari ibu ke anak dan difusi protein (Baker . 1980). Tiga fungsi utama plasenta, yaitu sebagai pengangkutan, penyimpanan dan biosintesa sari makanan dari induk untuk anak (Toelihere 1985).

/ . $ 0

Kebuntingan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam siklus reproduksi karena menyangkut pemeliharaan calon anak mulai dari zygot sampai dilahirkan serta pertumbuhan dan perkembangan (Manalu 1996). Proses terjadinya keberhasilan kebuntingan memerlukan kehadiran hormon reproduksi yang secara langsung dan tidak langsung berpartisipasi dalam proses reproduksi (Guyton dan Hall 1997). Hormon reproduksi primer berpengaruh langsung terhadap ovulasi, fertilisasi, pengangkutan sel telur, implantasi, kebuntingan, kelahiran, dan laktasi. Sebagai contoh adalah FSH yang berfungsi untuk mensekresi estrogen yang akan digunakan mempertahankan sistem saluran kelamin betina dan terjadinya proliferasi sel. Sewaktu terjadi kebuntingan ketika sekresi estrogen bertambah maka akan terjadi pertambahan bobot badan (Hardjoprajonto 1995).

(58)

organisme yang memungkinkan terjadinya reproduksi. Pada umumnya kelompok hormon ini mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme seperti tiroksin, kortikoid adrenal dan insulin sehingga kebuntingan terjadi secara normal. Hormon-hormon tersebut mempertahankan keadaan metabolik individual yang akan mempengaruhi hormon-hormon reproduksi primer (Toelihere 1985).Pengaturan hormon kebuntingan diatur oleh hormon steroid yang berasal dari ovarium.dan sangat berperan dalam fungsi reproduksi adalah estrogen dan progesteron (Re 1995).

Estrogen merupakan hormon yang diproduksi oleh ovarium dan plasenta yang berfungsi merangsang perkembangan organ kelamin wanita, payudara dan berbagai sifat kelamin sekunder (Guyton dan Hall 1997). Estrogen merupakan hormon yang menimbulkan estrus atau berahi pada hewan betina (Toelihere 1985). Estrogen memiliki struktur kimia berdasarkan pada inti steroid, yang mirip kolesterol dan sebagian besar berasal dari kolesterol itu sendiri (Guyton dan Hall 1997). Menurut Ellizar (1983) estrogen memiliki inti steroid

dengan |3| cincin dan satu cincin .

Gambar 2. Struktur estrogen (Johnson dan Everitt 1984)

(59)

13

nitrogen meningkat (Hardjoprajonto 1995). Estrogen berfungsi dalam merangsang pertumbuhan uterus dengan meningkatkan massa endometrium dan miometrium, merangsang kontraktilitas uterus, merangsang pertumbuhan epithelium vagina, merangsang estrus pada hewan betina, merangsang perkembangan duktus kelenjar ambing dan mempengaruhi perkembangan alat kelamin sekunder (Toelihere 1985). Menurut Guyton dan Hall (1997) estrogen mempengaruhi perkembangan fetus dan akan mengontrol pertumbuhan fetus serta differensiasi jaringan (Fowden 1995)

Pada kehamilan, estrogen dalam jumlah yang sangat besar juga disekresi oleh plasenta. Tiga estrogen yang ada dalam jumlah bermakna di dalam plasma wanita yaitu -estradiol, estron, dan estriol. Estrogen utama yang disekresi oleh ovarium adalah -estradiol. Sellman (1996) mengatakan bahwa kelebihan estrogen akan menyebabkan percepatan proses penuaan, alergi, penurunan kelamin, depresi, kelelahan, osteoporosis, kanker rahim, disfungsi tiroid, dan pembentukan jaringan ikat pada uterus.

Progesteron merupakan hormon steroid yang berasal dari kolesterol. Selama proses sintesis steroid seks, progesteron disintesis terlebih dahulu dan sebagian besar akan diubah menjadi estrogen (Guyton dan Hall 1997). Hormon ini berfungsi untuk mempertahankan kebuntingan dengan menciptakan lingkungan endometrial yang sesuai untuk kelanjutan hidup dan perkembangan embrio (Toelihere 1985). Pada fase luteal akan terjadi peningkatan rasio antara progesteron dan estrogen (Johnson dan Everitt 1984).

(60)

Penelitian ini berlangsung mulai 20 September 2010 sampai 20 Maret 2011 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pengamatan pertambahan bobot badan dilakukan di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

% )

Hewan yang digunakan adalah tikus putih ( ) galur

(SD) yang terdiri dari tikus betina paritas kedua bunting 10 ekor dengan bobot badan berkisar antara 150 – 200 gram. Bahan yang diperlukan adalah larutan NaCl Fisiologis 0,9%, kit akuades, dan akar purwoceng.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat kandang tikus, kamera digital, alat bedah, Erlenmeyer, gelas ukur, corong, blender, gelas objek dan gelas penutup, wadah porselen, timbangan, mikroskop, pompa vakum,

(Buchi Rotavapor R-205), chiller, spoit 1ml dan sonde lambung.

)

' (

(61)

15

24 jam, setiap 2 jam sekali diaduk agar homogen. Kemudian disaring menggunakan kain saring. Hasil ekstrak disimpan di dalam Erlenmeyer sedangkan ampas direndam kembali dalam 3,5 etanol 70% selama 24 jam, setiap 2 jam diaduk. Setelah itu larutan disaring dan ekstraknya disatukan dengan hasil ekstrak yang pertama dalam erlenmeyer ukuran 5 liter. Kemudian dilakukan proses evaporasi agar zat pelarut terpisah dengan menggunakan rotary evaporator (rotavapor) Buchi dengan suhu 48˚C dan kecepatan putaran per menit (rpm) sebesar 60 rpm, selanjutnya ekstrak kering didapat dengan menggunakan alat pengering beku (freeze drying). Ekstrak kering disimpan di dalam botol kaca steril dan dilarutkan kembali dengan akuades sesuai dosis saat perlakuan terhadap hewan coba. Jumlah ekstrak kering yang didapatkan dari 350 gram simplisia adalah sejumlah 95 gram. Ekstrak kering ini kemudian dibuat dalam larutan stok sebesar 5% yaitu 5 gram dalam 100 cc akuades.

' (

Penentuan dosis ekstrak purwoceng pada tikus didasarkan pada penelitian terdahulu (Taufiqurrahman 1999) yaitu sebesar 25 mg/ml untuk bobot badan tikus sebesar 300 gram atau 83.25 mg/kg bobot badan. Penelitian ini menggunakan larutan stok yang mengandung 50 mg/ml ekstrak purwoceng sehingga jumlah ekstrak purwoceng yang dicekokan pada tikus yang memiliki bobot 300 gram adalah sebanyak 0.5 ml.

' )

Tikus percobaan diadaptasikan selama 1 minggu dalam kandang kolektif agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk mendapatkan tikus betina bunting dilakukan perkawinan secara alamiah dengan mencampurkan pejantan dan betina dalam satu kandang. Perkawinan ditandai dengan adanya sperma dalam ulasan vagina dan biasanya dapat dipastikan tikus tersebut bunting kemudian hari tersebut tercatat sebagai hari pertama kebuntingan (H1).

(62)

Kelompok A

Tikus jantan dewasa kelamin + Tikus betina varietas 2

. Penggantian sekam dan pencucian kandang plast

'

tikus bunting : 10 ekor tikus betina akan digun ibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

bunting sebanyak 5 ekor yang tidak diberi perlakuan s bunting sebanyak 5 ekor yang dicekok purwoceng

13 hari.

masing-masing kelompok akan ditimbang selam dilihat perubahan pertambahan bobot badan untu

kelompok.

Gambar 3. Bagan Penelitian

idapat yakni bobot badan tikus pada setiap perlakuan k gunakan Analisis Sidik Ragam (Steel dan Torrie 1993

(63)

Pengaruh pemberi pertambahan bobot bada dapat dilihat pada Tabe perbedaan yang nyata ( diberikan purwoceng c dibandingkan dengan tiku

Tabel 2. Rata-rata bobot b selama 13 hari

Gambar

3

# #

mberian ekstrak etanol purwoceng (

badan tikus betina bunting pada umur kebuntinga abel 2. Meskipun data yang dihasilkan tidak yata (p > 0,05) namun jika dilihat dalam grafik, eng cenderung lebih cepat pertambahan bobo n tikus kontrol. Penambahan bobot badan diamati 2 h

obot badan tikus yang telah diberi ekstrak etanol akar

mbar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

) terhadap ntingan 0-13 hari tidak menunjukan rafik, tikus yang bobot badannya ati 2 hari sekali.

(64)

Balitro (2011) menyebutkan melalui uji fitokimia pada purwoceng didapatkan zat-zat antara lain alkaloid, tanin, flavonoid, triterfenoid, steroid dan glikosida. Penelitian Taufiqqurrachman (1999) juga telah membuktikan bahwa pemberian ekstrak purwoceng pada tikus jantan tersebut meningkatkan kadar testosteron karena di dalam purwoceng terdapat salah satu bahan aktif yakni berupa steroid. Zat tersebut menjadi pemicu peningkatan hormon testosteron pada tikus. Flavonoid yang dikandung oleh purwoceng merupakan suatu senyawa yang bersifat estrogenik (Baraas dan Juffri 1997), yang mampu berfungsi seperti estrogen dalam tubuh yang akan meningkatkan efek estrogen. Dalam hal ini berarti purwoceng memiliki 2 bahan aktif yang berpengaruh seperti estrogen di dalam tubuh yakni flavonoid dan steroid. Flavonoid yang bersifat estrogenik dapat menduduki reseptor estrogen yang berada di dalam tubuh dan menimbulkan efek seperti estrogen. Sedangkan steroid merupakan prekursor hormon testosteron, yang kemudian diubah menjadi estrogen. Jika dibandingkan ke duanya, flavonoid lebih berpengaruh lebih besar dibandingkan steroid karena dalam hasil pengujiannya menunjukan positif kuat, sedangkan steroid positif lemah.

Pada sistem hormon reproduksi tikus betina, testosteron diubah menjadi estrogen dalam rantai pembentukannya. Hampir semua testosteron dan progesteron akan diubah menjadi estrogen oleh sel - sel granulose pada ovarium. Selama fase luteal lebih banyak progesteron yang dibentuk, jumlah ini berperan pada sekresi progesteron yang banyak pada waktu tersebut. Testosteron yang disekresikan oleh ovarium adalah sekitar seperlimabelas dari testoteron yang disekresikan oleh testis (Guyton dan Hall 1997).

(65)

19

selanjutnya melakukan aromatisasi membentuk estron dan estradiol 17 β (Cunningham dan Klein 2007).

Kolesterol adalah prekursor estrogen yang umum pada transport dan metabolisme estrogen. Aktivitas enzim 17β hidroksidehidrogenase akan mengkonversi androstenedion menjadi testoteron yang mana bukan merupakan produksi terbesar yang dihasilkan dari ovarium. Biosintesis pembentukan estrogen dari testosteron dapat terjadi ketika terjadi oksidasi pada C19 dan kemudian pada C19

terjadi pula pembuangan gugusan metil (CH3) - nya (demethylisasi) dan kemudian

sebagai tahap akhir terjadi aromatisasi pada cincin A sehingga menghasilkan estradiol-17 (Djosoebagio 1990). Estradiol juga meningkat sampai mencapai jumlah yang cukup banyak dari androstenedion melalui estone. Androgen bebas dikonversi di perifer untuk menjadi bebas, misalnya di kulit dan sel adiposa (Jacob dan Baziad 1994).

Gambar

Gambar 1.  Purwoceng (Darwati dan Roostika 2006). a = tanaman, b = bunga
Gambar 1.  Purwoceng (Darwati dan Roostika 2006). a = tanaman, b = bunga

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan tugas akhir adalah terciptanya sistem informasi pengelolaan administrasi cafe dan billiard secara cepat, tepat dan efisien dalam membantu operasional Side Pocket

Operator mesin yang merasa puas dengan gaji atau upahnya (pay), dimana operator menilai bahwa jumlah gaji atau upah yang diberikan perusahaan sesuai dengan kinerja yang ia

[r]

Keabsahan Data siswa kelas V SD Negeri Soneyan 03 mengenai motivasi belajar sangat rendah dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan triangulasi sumber dari peneliti yaitu

PERAN MOTIVASI KERJA DALAM MEMEDIASI PENGARUH PRAKTIK KERJA INDUSTRI DAN PRESTASI AKADEMIK TERHADAP KESIAPAN KERJA STUDI KASUS PADA SISWA KELAS XI AKUNTANSI DI SMK PALEBON

Maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah (1) Guru seni musik dapat menggunakan media iringan MIDI dalam proses pembelajaran vokal untuk meningkatkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap remaja tentang keamanan makanan jajanan antara sebelum dan sesudah pendidikan dengan media

CEO transformational leadership and the new product development process: The mediating roles of organizational learning and innovation culture.. Seen Yu Ng, Garib Singh SK.,