• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Keragaman Iklim terhadap Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland (Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Keragaman Iklim terhadap Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland (Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KERAGAMAN IKLIM

TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND

(Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole)

RINI JULIYANI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Keragaman Iklim terhadap Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland (Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RINI JULIYANI. Pengaruh Keragaman Iklim terhadap Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland (Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole). Dibimbing oleh AKHMAD FAQIH dan BAGUS PRIYO PURWANTO.

(5)

ABSTRACT

RINI JULIYANI. The Influence of Climate Variability on Milk Production of Fries Holland Dairy Cow (Case Study: UPTD BPT SP & HMT Cikole). Supervised by AKHMAD FAQIH and BAGUS PRIYO PURWANTO.

Rainfall variability during dry and rainy season affect variation in milk production at UPTD BPT SP & HMT Cikole in Lembang, West Java. Milk production rate during the dry season is higher compared to the rainy season. This is due to the quality of food consumed by the cows during the dry season is better than the rainy season. Analysis between rainfall data and milk production using linear regression analysis produces a relatively strong relationship shown by determination coefficient equal to 0,919, showing that the rainfall variability explains more than 90% of milk production. Distribution and variability of rainfall in Indonesia is influenced by El Nino Southern Oscillation (ENSO) and Indian Ocean Dipole (IOD) event, where both phenomena can be identified by using Ocean Nino Index (ONI) and Dipole Mode Index (DMI), respectively. Compared to DMI, ONI has a stronger relationship withrainfall and milk production at UPTD BPT SP & HMT Cikole, Lembang. ONI can be used to predict milk production in the rainy season and the dry season with a time lag of three months. The prediction model for milk production in the dry season is developed by using milk production data in JJA and rainfall data in MAM. For the rainy season, the prediction model uses pair of milk production data in DJF and rainfall data in SON.The relationship between seasonal ONI and milk production indicate a quadratic pattern, with a coefficient of determination around 92.8% and 34.3% in the rainy and dry season, respectively.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

PENGARUH KERAGAMAN IKLIM

TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND

(Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole)

RINI JULIYANI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Pengaruh Keragaman Iklim terhadap Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland (Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole) Nama : Rini Juliyani

NIM : G24090073

Disetujui oleh

Dr Akhmad Faqih Pembimbing I

Dr Bagus Priyo Purwanto Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul PENGARUH KERAGAMAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND (STUDI KASUS: UPTD BPT SP & HMT CIKOLE). Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa melimpahkan doa, nasihat, kasih sayang dan motivasi kepada penulis. Terima kasih juga buat kakak tersayang Nursani dan Heriyawati yang telah memberi penulis semangat dalam penyelesaian karya tulis ini, serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1 Bapak Akhmad Faqih selaku dosen pembimbing pertama dan Bapak Bagus Priyo Purwanto selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan, saran, dan arahannya selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi hingga tahap akhir,

2 Ibu Rini Hidayati, selaku ketua Departemen GFM dan seluruh dosen yang telah memberikan ilmu selama perkuliahan,

3 Bapak Bupati Kabupaten Fakfak dan Bapak Ketua Dinas Pendidikan Fakfak atas beasiswa yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor,

4 Bapak Aziz dan seluruh staf departemen GFM yang telah banyak membantu penulis dalam administrasi selama perkuliahan,

5 Teman-teman seperjuangan GFM 46 atas kenangan indah yang diciptakan bersama selama kuliah di GFM,

6 Alpan, Rikson, Ekha, dan Risna, atas waktu, doa, bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis,

7 Kawan satu bimbingan Eko dan Wengky yang mau mendengarkan curahan hati dari penulis dan memberikan masukan,

8 Pra-univ 08: Syela, Hera, Saleh, Ida, Nurrmi, Wiwi, Ardi, kak Syarief atas bantuan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis,

9 Fasco: Ade Seni, Ulfa, Mawan, kak Risman, kak Agus, kak Idhyn yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di Bandung,

10 Semua pihak yang turut serta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 6

Tempat dan Waktu Penelitian 6

Data dan Peralatan 6

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Daerah Penelitian tahun 2002-2011 8

Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland 9

Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Susu 11

Pengaruh Faktor Pengendali Iklim terhadap Keragaman Curah Hujan 12 Keterkaitan antara ONI, Curah Hujan, dan Produksi Susu 13

Pemodelan Produksi Susu dengan Menggunakan ONI 16

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

(13)

DAFTAR TABEL

1 Produksi Susu Rata-rata Tahun 2002-2011 10

DAFTAR GAMBAR

1 Sapi Perah Fries Holland 2

2 Rumput gajah 4

3 Ilustrasi mekanisme fenomena IOD yang menghasilkan nilai DMI

positif dan negatif 5

4 Fenomena El Nino dan La Nina 5

5 Grafik suhu udara rata-rata bulanan daerah Lembang tahun 2002-2011 8 6 Grafik kelembaban udara rata-rata bulanan daerah Lembang tahun

2002-2011 9

7 Hubungan curah hujan dan kelembaban rata-rata bulanan daerah

Lembang tahun 2002-2011 9

8 Grafik produksi susu rata-rata bulanan tahun 2002-2011 10 9 Grafik jumlah produksi susu sapi perah tahun 2002-2011 11 10 Hubungan antara curah hujan dan produksi susu di UPTD BPT Sapi

Perah & HMT Cikole Lembang tahun 2002-2011 11 11 Hubungan DMI dan curah hujan anomali tahun 2002-2011 12 12 Hubungan DMI dan produksi susu anomali tahun 2002-2011 13 13 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (tengah), dan curah hujan

(bawah) daerah Lembang tahun El Nino 2006 dan 2007 14 14 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (tengah), dan curah hujan

(bawah) daerah Lembang tahun La Nina 2010 dan 201 15 15 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (tengah), dan curah hujan

(bawah) daerah Lembang tahun La Nina 2003 dan 2004 16 16 Hubungan indeks ONI pada bulan MAM, AMJ, MJJ, JJA dengan

produksi susu rata-rata bulan JJA musim kemarau 17 17 Hubungan indeks ONI bulan SON, OND, NDJ, DJF dengan produksi

susu rata-rata bulan DJF musim hujan 18

18 Hubungan produksi susu rata-rata pendugaan dengan produksi susu rata-rata observasi musim kemarau (a) dan musim hujan (b) tahun

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan yang merupakan sumber protein hewani yang sangat penting bagi tubuh manusia, karena mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap dan seimbang. Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.

Konsumsi susu nasional Indonesia sampai saat ini belum dapat dipenuhi melalui produksi dalam negeri. Produksi susu lokal masih sangat rendah hanya mampu memasok sekitar 30 % dari permintaan, sehingga 70 % kebutuhan susu dalam negeri masih bergantung dari susu impor (Balitnak 2012). Faktor utama penyebab ketidakmampuan produksi susu nasional dalam memenuhi permintaan konsumsi susu nasional adalah karena kemampuan produksi susu yang rendah, harga jual susu yang tidak memadai, dan biaya produksi yang relatif tinggi serta lambannya perkembangan agribisnis sapi perah. Oleh karena itu pengembangan agribisnis sapi perah dipandang perlu dipacu agar produksi susu dapat memenuhi kebutuhan susu nasional.

Indonesia merupakan wilayah kepulauan di sekitar ekuator yang diapit oleh Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Kedua Samudera tersebut memiliki peranan yang penting dalam pembentukan iklim di wilayah Indonesia. Adanya penyimpangan iklim seperti fenomena ENSO (El Nino Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole ) menyebabkan terjadi keragaman penerimaan hujan di Indonesia. Musim hujan dan kemarau di Indonesia secara langsung berpengaruh pada produktivitas hasil pertanian. Pola musim hujan dan musim kemarau sangat penting untuk menetapkan waktu perolehan bahan makanan yang berkualitas tinggi, jumlah, dan cadangan makanan.

UPTD Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT SP & HMT) Cikole Lembang merupakan instansi negara yang didirikan untuk meningkatkan produksi susu di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Lokasi UPTD ini memiliki kondisi suhu udara yang sesuai bagi kehidupan sapi perah Fries Holland. Pengembangan sapi perah di UPTD BPT SP & HMT ini dilakukan melalui perbaikan genetik sapi perah, pengembangan bibit, perbaikan tata laksana pemeliharaan, dan perbaikan tata laksana pemberian pakan.

(15)

2

Tujuan Penelitian

1 Menganalisis pengaruh keragaman unsur iklim curah hujan terhadap produksi susu sapi perah Fries Holland

2 Membuat model prediksi produksi susu dengan menggunakan Ocean Nino Index (ONI)

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Perah Fries Holland

Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua provinsi yang ada di Belanda. Sapi Fries Holland berwarna hitam dan putih (Blakely dan Bade 1994). Sapi Fries Holland merupakan tipe perah yang memiliki produksi tertinggi dibandingkan dengan sapi perah yang lain (Sudono et al 2003).

Berikut ini taksonomi sapi perah Friesian Holland (Tyler dan Ensminger 2006):

Kingdom : Animalia

Divisi : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Genus : Bos

Spesies : Bos Taurus

(16)

3 Produktivitas Sapi Fries Holland

Produktivitas sapi perah di Indonesia tergolong rendah jika dibandingkan dengan produktivitas sapi perah iklim sedang, kemampuan menghasilkan susu berkisar 3000-3900 liter per-masa laktasi. Akan tetapi di daerah beriklim sedang produksinya lebih dari 6000 liter per-masa laktasi (Dwiyanto et al 2001).

Masa laktasi pada sapi perah yaitu selang waktu antara dimulainya proses produksi dan sekresi air susu oleh induk sapi perah, yakni setelah beranak sampai proses produksi dan sekresi air susu tersebut berhenti yakni saat sapi memasuki masa kering atau dikeringkan (Sudono et al 2003). Lamanya masa laktasi ini bervariasi antar sapi dan tergantung pada banyak faktor yang mempengaruhinya seperti umur sapi, kondisi tubuh saat beranak, lamanya masa kering sebelumnya, penyakit, pemberian pakan serta manajemen (Moran 2005).

Kemampuan produksi sapi perah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu warisan dari tetua (genetik) dan faktor lingkungan (Tyler dan Ensminger 2006). Peningkatan produksi susu tidak hanya tergantung kepada kualitas genetiknya secara independent tetapi yang lebih penting adalah seberapa besar potensi genetik yang dibawanya dapat ditampilkan melalui manipulasi faktor lingkungan. Pengaruh musim di Indonesia berhubungan dengan ketersediaan pakan hijauan terhadap produksi susu. Sapi FH menunjukkan penampilan produksi terbaik apabila ditempatkan pada suhu lingkungan 18.3 0C dengan kelembaban 55 %

(Yani dan Purwanto 2006).

Pengaruh Curah Hujan terhadap Hijauan Pakan Sapi Perah

Hujan merupakan peristiwa jatuhnya butiran air dari atmosfer ke permukaan

bumi. Curah hujan ini memiliki keragaman yang besar menurut ruang dan waktu.

Menurut ruang adalah sangat dipengaruhi oleh letak geografi, topografi, ketinggian tempat, arah angin dan letak lintang, sedangkan menurut waktu dipandang dalam hubungannya dengan hujan (hujan tahunan, musiman,bulanan atau jangka waktu yang lebih pendek).

Jenis hijauan yang umum digunakan sebagai pakan sapi perah di daerah Asia Tenggara menurut Moran (2005) adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum). Rumput Gajah atau disebut juga rumput napier, merupakan salah satu jenis hijauan pakan ternak yang berkualitas dan disukai sapi.

Berikut ini adalah taksonomi rumput gajah (Anggadiredja dan Achmad 2006):

(17)

4

Gambar 2 Rumput gajah (Sumber: Anggadiredja dan Achmad 2006) Pertumbuhan rumput gajah sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Pada saat musim hujan rumput gajah akan mengalami laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan musim kemarau. Hijauan yang tumbuh di daerah yang curah hujan lebih tinggi umumnya akan mempunyai kadar air yang lebih tinggi sehingga dapat menurunkan bahan kering. Panjang hari dan temperatur juga memiliki pengaruh pada kualitas hijauan. Hari yang panjang dan temperatur yang hangat akan memacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan laju pembentukan serat oleh tanaman sehingga nilai nutrisinya menjadi berkurang. Penurunan nilai nutrisi terhadap pakan yang dikonsumsi sapi perah disebabkan oleh semakin bertambahnya persentase serat kasar dan kecerrnaannya yang semakin rendah (Williamson dan Payne 1993).

Faktor Keragaman Curah Hujan di Indonesia

Wilayah Indonesia mengalami variasi dalam skala musiman yang dikenal sebagai musim hujan dan musim kemarau. Variasi musim ini dibedakan berdasarkan dari jumlah curah hujan. Selain itu Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga interaksi antara atmosfer dan laut sangat mempengaruhi keragaman hujan di Indonesia, seperti kejadian (El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan kejadian IOD (Indian Osean Dipole).

IOD merupakan perbedaan antara suhu muka laut di kawasan barat Samudera Hindia dengan suhu permukaan laut di kawasan timur Samudera Hindia (Saji et al 1999). Kemunculan IOD sebagai fenomena hasil interaksi atmosfer dan laut di Samudera Hindia Tropis ditandai dengan anomali suhu permukaan laut.

Aktivitasnya IOD diidentifikasi berdasarkan suatu indeks yang disebut Dipole Mode Index (DMI). Dipole Mode dibagi menjadi dua fase yakni Dipole Mode Positif dan Dipole Mode Negatif. Dalam kaitan dengan pola curah hujan di Benua Maritim Indonesia (BMI), maka DMI positif berhubungan dengan intensitas curah hujan yang berkurang di bagian barat BMI. Sebaliknya, DMI negatif berhubungan dengan intensitas curah hujan yang bertambah di bagian barat BMI. Mekanisme fenomena IOD (Indian Ocean Dipole) secara skematis di sajikan dalam Gambar 3. IOD Positif adalah fase dingin laut Pantai Barat Sumatera, sehingga konveksi melemah, sebaliknya IOD negatif adalah fase panas laut pantai barat Sumatera, sehingga konveksi menguat.

(18)

5

Gambar 3 Ilustrasi mekanisme fenomena IOD yang menghasilkan nilai DMI positif dan negatif (sumber: http://www.jamstec.go.jp/)

ENSO merupakan pola berulang dari variabilitas iklim di bagian timur samudera Pasifik yang ditandai dengan anomali temperatur permukaan laut (penghangatan permukaan laut menggambarkan kejadian El Nino sedangkan pendinginan permukaan laut menggambarkan kejadian La Nina) dan anomali Sea level pressure (Southern Oscillation) (Meyers et al 2007).

El Nino merupakan keadaan peningkatan suhu permukaan lautan (sea surface temperature) dari suhu normalnya di Pasifik ekuator timur. La Nina adalah kejadian berkebalikan dari El Nino yakni penurunan suhu permukaan lautan di kawasan ekuator Samudera Pasifik dari suhu normalnya Ketika terjadi El Nino maupun La Nina, keduanya berasosiasi dengan Southern Oscillation, sehingga fenomena ini dikenal sebagai ENSO. Southern Oscillation merupakan sistem imbangan tekanan udara yang ditunjukkan oleh tinggi rendahnya tekanan udara di Indonesia (Pasifik Ekuator barat) dan Pasifik Ekuator timur serta kuat atau

lemahnya Sirkulasi Walker (Prabowo 2002).

Kondisi ENSO baik pada fase El Nino maupun La Nina dapat ditentukan berdasarkan nilai ONI (Ocenic Nino Index). Fase hangat terjadi apabila anomali suhu permukaan laut selama lima bulan berturut-turut atau lebih besar +0.5 0C, sedangkan fase dingin terjadi jika anomali suhu permukaan laut kurang dari -0.5 0

C (GG Weather 2013).

(19)

6

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juli 2013 bertempat di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor Dramaga.

Data dan Peralatan Data Produksi Susu

Data produksi susu yang digunakan pada penelitian ini adalah data produksi susu bulanan di UPTD BPT SP & HMT Cikole selama 10 tahun yaitu dari tahun 2002 sampai dengan 2011, dengan jumlah sapi sebanyak 40 ekor sapi. Data Iklim

Data iklim yang digunakan dalam penelitian yaitu data iklim bulanan suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan lama penyinaran daerah Lembang dengan selang pengamatan yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 tahun yaitu dari tahun 2002 sampai dengan 2011. Data diambil dari BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Jakarta.

DMI

Data bulanan IOD yang diperoleh dari indeks DMI tahun 2002-2011, yang dapat diakses dari http://jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/saji/dmi.html. Nilai ini merupakan hasil perhitungan selisih anomali suhu permukaan laut pada Samudera Hindia bagian Barat dengan Samudera Hindia bagian Timur (Saji et al 1999). ONI

Kondisi ENSO baik pada fase El Nino maupun La Nina dapat ditentukan berdasarkan kondisi Ocenic Nino Index (ONI). ONI merupakan indeks rata-rata tiga bulan dari anomali suhu permukaan laut di Pasifik khatulistiwa (wilayah Nino-34). Data ONI yang digunakan yaitu data bulanan ONI dari tahun 2002

hingga 2011 yang dapat diakses melalui

http://cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_monitoring/ensotuff/ensoyears.shtml. Nilai ini merupakan hasil perhitungan rata-rata pertiga bulan pengamatan dari nilai Nino-34. Perhitungan rata-rata suhu permukaan laut di Wilayah Nino-34 sangat penting dalam menentukan perubahan pola curah hujan tropis dan pola suhu di seluruh dunia. Alasan menggunakan ONI dalam pemodelan prediksi produksi susu dibandingkan dengan indeks lainnya karena produksi susu yang digunakan untuk prediksi merupakan rata-rata produksi tiga bulan.

Peralatan

(20)

7 Prosedur Analisis Data

Analisis Data Iklim dengan Data Produksi Susu

Analisis data iklim dapat dilakukan dengan menghitung rataan data bulanan curah hujan, suhu udara, kelembaban, dan lama penyinaran, kemudian diplotkan pada grafik. Hal ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi iklim daerah Lembang. Sedangkan untuk analisis data produksi susu dilakukan dengan menghitung rata-rata produksi susu dengan satuan liter/ekor/hari dan liter/ekor/bulan serta memplotkan data bulanan produksi susu rata-rata dan Jumlah produksi susu dari tahun 2002 hingga 2011. Data produksi susu yang digunakan dalam analisis dengan data iklim yaitu data produksi susu dengan satuan liter/ekor/bulan. Hal ini disebabkan karena data iklim curah hujan yang digunakan dalam analisis merupakan data bulanan. Analisis data dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana dan analisis kuadratik sederhana dengan model umum sebagai berikut:

Regresi Linier: Y = a + bxi

Dimana: Y = Peubah tak bebas (produksi susu), x = Peubah bebas (Curah hujan), a = Intersep dan b = Kemiringan. hujan rata-rata, menghitung simpangan baku curah hujan dan menghitung anomali terstandarisasi dengan anomali dibagi simpangan baku .

Simpangan Baku = √ nilainya sama dan tidak terjadi ketimpangan. Setelah itu analisisnya dengan mencari nilai korelasi antara DMI terhadap curah hujan dan produksi susu.

Analisis Data ONI

(21)

8

keempat data ONI tersebut yang dijadikan model persamaan prediksi musim kemarau yakni persamaan yang memiliki koefisien determinasi paling tinggi. Analisis untuk musim hujan sama seperti musim kemarau yakni diambil produksi susu terendah 3 bulan rata-rata yakni bulan Desember, Januari, Februari (DJF) dengan data ONI bulan bulan September, Oktober, November (SON), Oktober, November, Desember (OND), November, Desember, Januari (NDJ), dan Desember, Januari, februari (DJF). Dari keempat data ONI tersebut diambil untuk dijadikan model persamaan prediksi musim hujan yakni persamaan yang memiliki koefisien determinasi paling tinggi. Dari persamaan yang dihasilkan dari kedua musim tersebut akan dijadikan model prediksi untuk menduga produksi susu rata-rata selama 10 tahun pada musim hujan dan musim kemarau, serta membandingkan produksi susu observasi dengan produksi susu prediksi musim hujan dan musim kemarau dengan mencari nilai korelasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Daerah Penelitian Tahun 2002-2011

UPTD Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP & HMT) Cikole Lembang yang berada dibawah pengelolaan Dinas Perternakan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu balai yang dinilai cukup berhasil dan berpotensi dalam pengembangan ternak sapi. Lokasi UPTD BPT-SP & HMT terletak di jalan raya Tangkuban perahu Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang memiliki jarak 22 km di sebelah Utara Kota Bandung dan 4 km dari Ibukota Kecamatan Lembang. Berada pada ketinggian 1200 m diatas permukaan laut dengan posisi koordinat 6°47'15" Lintang Selatan dan 107°39'11" Bujur Timur. Berdasarkan kondisi geografis dan topografinya, Lembang merupakan dataran tinggi dan berpotensi memiliki suhu udara yang relatif dingin hingga sedang.

Daerah Lembang memiliki suhu udara rata-rata 20.0 0C dan kelembaban udara rata-rata 85 %. Pada Gambar 5 dan Gambar 6 terlihat pada bulan April hingga Agustus terjadi penurunan suhu udara diikuti dengan penurunan kelembaban udara.

(22)

9

Gambar 6 Grafik kelembaban udara rata-rata daerah bulanan Lembang tahun 2002- 2011

Jumlah curah hujan rata-rata tahunan daerah Lembang sebesar 1927 mm, dengan tipe pola curah hujan monsunal (Gambar 7). Curah hujan dengan pola monsunal memiliki jumlah curah hujan minimum pada pertengahan tahun (bulan Juni, Juli, agustus). Hal ini menyebabkan rata-rata bulanan lama penyinaran di daerah Lembang hanya berkisar 56 %. Angka ini menggambarkan jumlah jam lama penyinaran dalam total panjang hari di daerah Lembang. Grafik curah hujan dan lama penyinaran berbanding terbalik, saat hujan tinggi maka lama penyinaran rendah begitupun sebaliknya. Pola curah hujan dan lama penyinaran disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Hubungan curah hujan dan lama penyinaran rata-rata bulanan daerah Lembang tahun 2002-2011

Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland

Produksi susu di Indonesia tergolong rendah. Nilai produksi susu sapi perah di Indonesia yaitu apabila menghasilkan 15-20 liter per ekor per hari (Hartutik 2006). Rata-rata produksi susu di UPTD BPT-SP & HMT Cikole Lembang sebesar 17.75 liter/ekor/hari. Angka ini bisa dikategorikan ideal karena berada dikisaran 15-20 liter/ekor/hari. Adapun rata-rata produksi susu tahun 2002-2011 dapat disajikan pada Tabel 1.

(23)

10

Dapat dilihat pada Gambar 8 rata-rata produksi susu bulanan di UPTD BPT SP & HMT Cikole. Pada bulan Januari produksi susu sebesar 527 liter/ekor/bulan dan pada bulan Februari terjadi penurunan produksi, sehingga produksi bulan Februari hanya sebesar 504 liter/ekor/bulan. Terjadi peningkatan produksi susu dari bulan Februari hingga bulan September. Produksi susu bulan Juni hingga bulan September merupakan produksi susu tertinggi dengan jumlah produksi berkisar 573 hingga 582 liter/ekor/bulan dan pada bulan Oktober hingga bulan Desember terjadi penurunan produksi, sehingga produksi susu hanya berkisar 500 hingga 545 liter/ekor/bulan.

Rata-rata jumlah produksi susu di UPTD BPT SP & HMT Cikole pada tahun 2002 hingga 2011 sebesar 6478 liter/ekor/tahun (Gambar 9). Produksi susu tertinggi pada tahun 2006 dengan jumlah produksi susu sebesar 6672 liter/ekor/tahun dan produksi susu terendah pada tahun 2010 dengan jumlah produksi sebesar 5953 liter/ekor/tahun.

(24)

11

Gambar 9 Grafik Jumlah produksi susu sapi perah tahun 2002-2011 Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Susu

Pola penyebaran dan tinggi curah hujan di UPTD BPT-SP & HMT Cikole Lembang ini secara agronomis sangat menguntungkan bagi persediaan makanan ternak. Namun kenyataan produksi susu di BPT-SP & HMT Cikole pada musim hujan lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau (Gambar 10). Saat jumlah curah hujan berkisar 100 sampai 300 mm jumlah produksi susu berkisar 500 liter/ekor/bulan sebaliknya saat jumlah curah hujan 400 sampai 500 mm jumlah produksi susu hanya berkisar 400 liter/ekor/bulan. Hal ini disebabkan karena hijauan yang tumbuh di daerah yang curah hujan lebih tinggi umumnya mempunyai kadar air yang lebih tinggi, sehingga kadar bahan kering rendah. Dimana bahan kering memiliki kandungan protein, lemak, karbohidrat (serat kasar), mineral dan vitamin yang penting bagi sapi (Williamson dan Payne 1993). Hijauan yang tumbuh pada musim kering memiliki kadar serat yang lebih rendah namun mengandung protein kasar dan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan pada musim hujan, sehingga kualitas pakan yang dikonsumsi sapi Fries Holland di UPTD BPT SP & HMT Cikole pada musim kemarau lebih baik dibandingkan musim hujan yang berdampak pada produksi susu. Selain kualitas pakan, suhu udara dan kelembaban udara juga mempengaruhi produksi susu sapi perah di Cikole. Pada musim kemarau suhu udara dan kelembaban udara daerah Lembang lebih rendah dibandingkan pada musim hujan sehingga menciptakan kondisi yang lebih nyaman bagi sapi perah.

(25)

12

Curah hujan berpengaruh nyata terhadap produksi susu di BPT-SP & HMT Cikole. Koefisien determinasi atau R-Square untuk data curah hujan dan produksi susu sebesar 0.919. Angka ini menginterpretasikan bahwa 91.9 % keragaman dari produksi susu di pengaruhi keragaman curah hujan.

Tingginya curah hujan di daerah Lembang juga dapat menimbulkan beberapa hal yang merugikan selain penurunan produksi susu seperti laju penuaan tanaman hijauan yang cepat sehingga penurunan kualitas hijauan akan lebih mudah terjadi dan terjadinya pencucian lahan secara terus menerus yang dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan tanah. Selain itu, curah hujan yang tinggi juga berhubungan erat dengan udara yang lembab. Kelembaban udara yang tinggi akan menimbulkan kondisi yang tidak nyaman bagi sapi perah dan akan berdampak pada penurunan produksi susu.

Kebutuhan pokok dan produksi susu sapi perah dapat dipenuhi selain dengan pemberian hijauan rumput gajah sebagai makanan pokoknya, juga dengan penambahan konsentrat. Hartutik (2006) menjelaskan bahwa konsentrat berguna untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas susu sapi perah. Jenis konsentrat yang digunakan di BPTSP & HMT Cikole, merupakan campuran pakan dari pabrik makanan ternak. Pemberian konsentrat dalam ransum dapat ditekan, apabila kualitas hijauan dapat ditingkatkan, sehingga pemberian konsentrat di BPT-SP & HMT Cikole dapat ditekan pada saat bulan kering. Konsentrat menyediakan sumber energi yang mudah dicerna, namun harganya lebih mahal dibandingkan dengan hijauan (Tyler dan Ensminger 2006).

Pengaruh Faktor Pengendali Iklim terhadap Keragaman Curah Hujan Penyimpangan iklim seperti fenomena ENSO (El Nino Southern Oscillation) dan Indian Ocean Dipole (IOD) menyebabkan terjadinya keragaman penerimaan hujan di Indonesia. Jika dilihat grafik curah hujan daerah Lembang dan DMI (Gambar 11), curah hujan dan DMI memiliki korelasi negatif dengan nilai korelasi sebesar -0.384 dan P-value 0.00. Nilai korelasi yang diperoleh menunjukan korelasi yang relatif kecil antara curah hujan dan DMI sehingga fluktuasi curah hujan dan DMI kurang memiliki pola keterkaitan yang kuat, namun berdasarkan P-value yang diperoleh menunjukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara DMI dan curah hujan. Saat nilai DMI besar (DMI positif) maka curah hujan di daerah Lembang akan menurun dan sebaliknya jika nilai DMI kecil (DMI negatif) maka curah hujan di Daerah Lembang meningkat.

(26)

13 Fenomena IOD memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap produksi susu di UPTD BPT-SP & HMT Cikole Lembang dengan korelasi 0.315 dan P-value 0.00. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh hubungan antara DMI dan produksi susu memiliki korelasi yang kecil, namun berdasarkan P-value yang diperoleh menunjukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara DMI dan curah hujan. Pada saat nilai DMI kecil (negatif), dampak yang ditimbulkan curah hujan di daerah Lembang akan mengalami peningkatan dari rata-rata dan menyebabkan penurunan jumlah produksi susu dan sebaliknya saat nilai DMI besar (positif) maka curah hujan di daerah Lembang akan mengalami penurunan dari rata-rata yang menyebabkan jumlah produksi susu meningkat (Gambar 12).

Gambar 12 Hubungan DMI dan produksi susu anomali tahun 2002-2011 Keterkaitan antara ONI, Curah Hujan, dan Produksi Susu

ONI merupakan indeks yang digunakan untuk menentukan fenomena El Nino, La Nina dan normal dengan data per tiga bulan pengamatan. Dari data ONI yang ada dapat dikelompokan tahun-tahun El Nino, La Nina dan tahun normal. Fase El Nino terjadi apabila anomali suhu permukaan laut selama lima bulan berturut-turut sebesar +0.5 0C, sedangkan fase La Nina terjadi jika anomali suhu permukaan laut sebesar -0.5 0C dan fase normal terjadi pada rentang -0.5 0C hingga +0.5 0C (GG Weather 2013).

(27)

14

Gambar 13 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (tengah) dan curah hujan (bawah) daerah Lembang tahun El Nino 2006 dan 2007

(28)

15

Gambar 14 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (bawah) dan curah hujan (bawah) daerah Lembang tahun La Nina 2010 dan 2011

(29)

16

Gambar 15 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (tengah), dan curah hujan (bawah) daerah Lembang tahun normal 2003 dan 2004

Pemodelan Produksi Susu dengan Menggunakan ONI

(30)

17

Gambar 16 Hubungan indeks ONI pada bulan MAM, AMJ, MJJ, JJA dengan produksi susu rata-rata bulan JJA musim kemarau

(31)

18

Gambar 17 Pola hubungan indeks ONI pada bulan SON, OND, NDJ, DJF dengan produksi susu rata-rata bulan DJF musim hujan

(32)

19

(a) (b)

Gambar 18 Hubungan produksi susu rata-rata pendugaan dengan produksi susu rata-rata observasi musim kemarau (a) dan musim hujan (b) tahun 2002- 2011

Persamaan yang didapatkan dari produksi susu rata-rata bulan JJA dengan ONI bulan MAM pada musim kemarau dapat digunakan untuk menduga produksi susu rata pada pada tahun berikutnya. Begitupun dengan produksi susu rata-rata bulan DJF dengan ONI bulan SON pada musim hujan dapat digunakan untuk menduga produksi susu rata-rata pada tahun berikutnya. Berdasarkan Gambar 18 (a) hubungan produksi susu rata-rata pendugaan dengan observasi tidak jauh berbeda, hal ini disebabkan karena model persamaan yang digunakaan untuk prediksi cukup baik dengan korelasi sebesar 0.97, nilai korelasi menunjukan hubungan yang sangat kuat antara produksi susu rata-rata pendugaan dengan observasi, pada Gambar 18 (b) menghasilkan nilai korelasi sebesar 0.59. nilai korelasi tersebut menunjukan hubungan yang kurang antara produksi susu rata-rata pendugaan dengan observasi. Adapun data ONI dan data produksi susu observasi dan prediksi musim hujan dan musim kemarau selam 10 tahun dari tahun 2002-2011 ( lampiran 1).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Curah hujan memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi susu di UPTD BPT SP & HMT Cikole Lembang. Pada saat musim kemarau mengalami peningkatan produksi susu dan sebaliknya saat musim hujan terjadi penurunan produksi susu. Variabel DMI dan kondisi El Nino dan La Nina kurang memiliki pola keterkaitan yang kuat terhadap curah hujan dan produksi susu di UPTD BPT SP & HMT Cikole Lembang.

(33)

20

Saran

Pada musim hujan perlu adanya penambahan konsentrat agar ransum dapat memenuhi kebutuhan sapi perah dan untuk model prediksi produksi susu dengan ONI perlu menggunakan selang data yang lebih panjang.

DAFTAR PUSTAKA

[GGWeather] Golden Gate Weather Services. 2013. El Nino and La Nina years and intensities based on Oceanic Nino Index (ONI) [Internet]. [diunduh 2013 15 Juni]. Tersedia pada http://ggweather.com/enso/oni/htm.

Anggadiredja, Achmad S. 2006. Rumput Laut Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penerbit. Swadaya. Informasi Dunia Pertanian. Cetakan I, Jakarta.

Balitnak. 2012. Partisipasi Balitnak pada Peringatan Hari Susu Nusantara 2012 di

Lembang Bandung. Balai Penelitian Ternak.

http://balitnak.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com=content&task= view&id=523&Itemid=1 [ 1 Maret 2013]

Blakely J, Bade D H. 1994. Ilmu peternakan terjemahan. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dematawewa C M B, Pearson R E, dan Van Raden P M. 2007. Modeling extended lactations of Holstein. J. dairy Sci. 90: 3924-3936.

Dwiyanto, Anggaraeni K, Sugiarti T, Nurhasanah, Setyanto H, dan Praharani L.. 2001. Pengkajian sistem budidaya sapi perah untuk meningkatkan produktivitas. Prosiding Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor.

Ensminger M E H, Tyler D. 2006. Dairy Cattle Science. Edisi Keempat. Uppei Saddle River, New Jersey.

Hartutik. 2006. Strategi Manajemen Pakan untuk Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah. Pertemuan Ilmiah. Jurusan Nutrisi Makanan Ternak, Universitas Brawijaya Malang.

Meyers G P, McIntosh L, Pigot, and Pook. M 2007. The Years of El Nino, La Nina and Interaction with the Tropical Indian Ocean. Journal of Climate, 20.2872-2880.

Moran J. 2005. Tropical Dairy Farming.Feeding Management for Small Holder Dairy Fafming in the Humid Tropics. Landlink Press.

Pangestu M Y, Subagyo P, Yuwonol, dan Rustomo B. 2000. Heat tolerance and Productivity of local and Imported Friesien Holstein Cows in Indonesia.Asian-Aus. Anim. Sci. 13 Supplement July 2000 A: 505-508. Prabowo M. 2002. Kapan Hujan Turun ? Dampak Osilasi Selatan di Indonesia.

Brisbane: Publishing Services.

Saji N H, Goswami B N, Vinachandran P N, dan Yamagata T. 1999. A Dipole Mode in the Tropical Indian Ocean. Nature.401:360-363.

(34)

21 Williamson G, Payne W J A. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: SGN D. Darmadja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Yani A, Purwanto B. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya. Jurnal Media Peternakan Vol. 29 No 1. halaman 36.

Lampiran 1 Produksi observasi dan pendugaan tahun 2002-2011

(35)

22

Penulis dilahirkan di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat pada tanggal 02 Juni 1990 pasangan Bapak La Koso dan Ibu Wa Raija. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Madrasah Ibtidayah Negeri Fakfak pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama pada SLTP N 2 Fakfak pada tahun 2005. Pendidikan menengah atas penulis, diselesaikan di SMA N 2 Fakfak pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Kabupaten Fakfak tahun 2008. Setelah melewati tingkat pra-universitas dan Tingkat Persiapan Bersama (TPB), pada tahun 2010 penulis berhasil diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam kegiatan sebagai Pengurus Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO) periode 2010-2011. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan luar kampus yaitu penulis merupakan Kadiv Humas Omda Fasco (Fakfak Student Community ) periode 2009-2011 dan sekertaris Omda IMAPA (Ikatan Mahasiswa Papua) periode 2011-2013.

Gambar

Gambar 2  Rumput gajah (Sumber: Anggadiredja dan Achmad 2006)
Gambar 3  Ilustrasi mekanisme fenomena IOD yang menghasilkan nilai DMI
Gambar 7  Hubungan curah hujan dan lama penyinaran rata-rata bulanan daerah
Gambar 13 pada awal tahun 2005 penurunan indeks ONI menyebabkan terjadi
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Efek Ekstrak Daun Singkong (Manihot utilissima) Terhadap Ekspresi COX-2 Pada Monosit yang Dipapar LPS E.coli.. Efek Penggunaan Siwak Pada Gigi

Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Aylin et al tentang kontrol asma dan kualitas hidup yaitu rerata skor Tes Kontrol Asma adalah 20 yang berarti tingkat kontrol

Dari hasil berinteraksi dengan petani yang kami, kami mengetahui ada beberapa masalah yang umumnya terjadi pada petani, misalnya tentang mahalnya harga benih dan

Persentase soal yang berada pada masing-masing level dan deskriptor mathematical literacy assessment taxonomy pada buku siswa matematika kelas VII kurikulum 2013

Jadi, level organisasi menunjukkan bahwa berita tentang kabut asap yang dikritik dalam Pojok Atan Sengat karena tujuan dari dibentuknya pojok tersebut adalah

Sistem Good Corporate Governance (GCG) di dalam sebuah perusahaan ditujukan untuk mengawasi dan menjamin berjalannya sistem governance dengan semestinya, mekanisme GCG pun

kalangan, mulai dari anak – anak, remaja dan dewasa dengan konsep pesta ulang. tahun yang