• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan fungsi sebaran dan fungsi kepekatan peluang waktu tunggu proses poisson periodik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan fungsi sebaran dan fungsi kepekatan peluang waktu tunggu proses poisson periodik"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

NADIROH. Pendugaan Fungsi Sebaran dan Fungsi Kepekatan Peluang Waktu Tunggu Proses Poisson Periodik. Dibimbing oleh I WAYAN MANGKU dan RETNO BUDIARTI.

Pada tulisan ini dibahas pendugaan fungsi sebaran dan fungsi kepekatan peluang waktu tunggu suatu proses Poisson periodik. Diasumsikan bahwa periode � dari proses tersebut diketahui, sedangkan fungsi intensitasnya tidak diketahui. Proses Poisson dalam karya ilmiah ini diasumsikan diamati pada interval 0, . Misalkan ( ) menyatakan waktu tunggu kejadian ke- sejak awal

pengamatan dari proses Poisson periodik yang dikaji. Masalah utama dalam karya ilmiah ini adalah membuktikan kekonsistenan dari penduga fungsi sebaran � ( ) dan penduga fungsi

kepekatan peluang dari waktu tunggu ( ) jika panjang interval pengamatan proses menuju tak hingga. Kemudian, dikaji juga pendekatan asimtotik untuk ragam penduga bagi � ( ) dan

(2)

ABSTRACT

NADIROH. Estimation of Distribution Function and Probability Density Function of Waiting Time of Periodic Poisson Process. Supervised by I WAYAN MANGKU and RETNO BUDIARTI.

This manuscript is concerned with estimation of distribution and probability density function of the waiting time of a periodic Poisson process. It is assumed, that the period � of this process is known, but the intensity function is unknown. It is also assumed, that the Poisson process is observed in the interval 0, . Let ( ) denotes the waiting time of -th event since the beginning

of observation of the Periodic Poisson Process being discussed. The main problem is to prove the consistency of the estimator of the distribution function � ( ) and the probability density function

of the waiting time ( ) as the length of observation interval of the process goes to infinity.

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dimodelkan dengan proses stokastik. Model ini menggunakan aturan peluang untuk menggambarkan perilaku suatu sistem yang tidak diketahui dengan pasti di masa yang akan datang. Contoh dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dimodelkan dengan proses stokastik yaitu proses kedatangan pelanggan ke pusat servis (bank, kantor pos, supermarket, dan sebagainya) dan proses masuknya pesan sms atau panggilan telepon pada handphone.

Proses stokastik dibedakan menjadi dua yaitu proses stokastik dengan waktu diskret dan proses stokastik dengan waktu kontinu. Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik dengan waktu kontinu adalah proses Poisson periodik. Proses Poisson periodik adalah proses Poisson dengan fungsi intensitas berupa fungsi periodik. Proses Poisson periodik dapat digunakan untuk memodelkan proses kedatangan pelanggan ke bank dengan periode satu hari. Waktu kedatangan dari kejadian ke- disebut juga dengan waktu tunggu sampai kejadian ke- terjadi. Dengan kata lain, waktu tunggu kejadian ke- dari suatu proses Poisson periodik merupakan waktu antara titik mulainya pengamatan yaitu 0 dengan waktu kejadian ke- dari proses Poisson periodik.

Karena banyaknya penerapan proses Poisson periodik khususnya pada proses kedatangan, sehingga diperlukan penduga bagi fungsi sebaran dan fungsi kepekatan peluang waktu tunggu suatu proses Poisson

periodik. Pada karya ilmiah ini dipelajari sifat-sifat statistik seperti aproksimasi asimtotik untuk nilai harapan dan ragam (variance) yang digunakan untuk menunjukkan bahwa penduga bagi fungsi sebaran dan fungsi kepekatan peluang yang dihasilkan adalah konsisten dan untuk menentukan sebaran asimtotik dari penduga yang dikaji. Dalam tulisan ini juga diberikan contoh penyusunan penduga yang menggunakan data bangkitan dengan pemrograman R. Materi karya ilmiah ini diambil dari Helmers dan Mangku (2011).

Tujuan

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk:

i) Mengonstruksi ulang penyusunan penduga fungsi sebaran dan fungsi kepekatan peluang waktu tunggu proses Poisson periodik.

ii) Mengonstruksi ulang pembuktian kekonsistenan bagi penduga fungsi sebaran dan fungsi kepekatan peluang waktu tunggu proses Poisson periodik. iii)Mengonstruksi ulang pembuktian

pendekatan asimtotik bagi ragam penduga fungsi sebaran waktu tunggu proses Poisson periodik.

iv) Mengonstruksi ulang pembuktian sebaran asimtotik bagi penduga fungsi sebaran waktu tunggu proses Poisson periodik. v) Melakukan simulasi komputer untuk

(4)

2

LANDASAN TEORI

Ruang Contoh, Kejadian, dan Peluang Percobaan acak adalah suatu percobaan yang dapat diulang dalam kondisi yang sama, yang hasilnya tidak dapat diprediksi secara tepat tetapi dapat diketahui semua kemungkinan hasil yang muncul.

Definisi 1 (Ruang contoh)

Ruang contoh adalah himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan acak, dan dinotasikan dengan Ω.

(Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 2 (Kejadian)

Kejadian adalah suatu himpunan bagian dari ruang contoh Ω.

(Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 3 (Kejadian lepas)

Kejadian dan disebut saling lepas jika irisan dari keduanya adalah himpunan kosong ∅ .

(Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 4 (Medan-�)

Medan-� adalah suatu himpunan ℱ yang anggotanya terdiri atas himpunan bagian ruang contoh Ω, yang memenuhi syarat berikut:

i) ∅ ℱ.

ii) Jika 1, 2,… ℱ, maka ∞=1 ℱ.

iii)Jika ℱ, maka ℱ.

(Hogg et al. 2005) Definisi 5 (Ukuran peluang)

Ukuran peluang � pada (∅,ℱ) adalah fungsi � ∶ ℱ 0,1 yang memenuhi: i) � ∅ = 0 , � Ω = 1.

ii) Jika 1, 2,… adalah himpunan lepas yang

merupakan anggota dari ℱ, yaitu: ∩ =∅,

untuk setiap , dengan ≠ , maka � ∞=1 = � ∞i=1 .

(Grimmett & Stirzaker 1992)

Pasangan Ω,ℱ,� disebut ruang peluang. Definisi 6 (Kejadian saling bebas)

Kejadian dan dikatakan saling bebas jika:

� ∩ =� � .

Secara umum, himpunan kejadian ; dikatakan saling bebas jika:

�(⋂∞ ) =∏ �( ) untuk setiap himpunan bagian dari .

(Grimmett & Stirzaker 1992)

Peubah Acak dan Fungsi Sebaran Definisi 7 (Peubah acak)

Misalkan Ω adalah ruang contoh dari suatu percobaan acak. Fungsi � yang terdefinisi pada Ω yang memetakan setiap unsur � Ω

ke satu dan hanya satu bilangan real � =

disebut peubah acak. Ruang dari � adalah himpunan bagian bilangan real �= { ∶ =�(�),� Ω}.

(Hogg etal. 2005) Peubah acak dinotasikan dengan huruf kapital, misalkan , , . Sedangkan nilai peubah acak dinotasikan dengan huruf kecil seperti , , . Setiap peubah acak memiliki fungsi sebaran.

Definisi 8 (Fungsi sebaran)

Misalkan � adalah peubah acak dengan ruang �. Misalkan kejadian = (−∞, ]⊂ �, maka peluang dari kejadian adalah

� =� .

Fungsi � disebut fungsi sebaran dari peubah acak .

(Hogg etal. 2005) Definisi 9 (Peubah acak diskret)

Peubah acak � dikatakan diskret jika semua himpunan nilai dari peubah acak tersebut merupakan himpunan tercacah.

(Hogg etal. 2005) Definisi 10 (Fungsi massa peluang)

Fungsi massa peluang dari peubah acak diskret adalah fungsi ∶ ℝ ⟶[0,1] yang diberikan oleh

=� = .

(Hogg et al. 2005) Definisi 11 (Peubah acak kontinu)

(5)

� = ( ) −

ℝ, dengan ∶ ℝ ⟶ 0,∞ adalah fungsi yang terintegralkan lokal. Fungsi disebut fungsi kepekatan peluang bagi peubah acak . (Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 12 (Peubah acak Poisson)

Suatu peubah acak disebut peubah acak Poisson dengan parameter , > 0 jika fungsi massa peluangnya diberikan oleh

= − ! untuk = 0,1,…

(Ross 2007)

Lema 1 (Jumlah peubah acak Poisson) Misalkan dan adalah peubah acak yang saling bebas dan memiliki sebaran Poisson dengan parameter berturut-turut 1

dan 2. Maka + memiliki sebaran Poisson

dengan parameter 1+ 2.

(Taylor & Karlin 1984)

Bukti: lihat Taylor & Karlin 1984.

Momen, Nilai Harapan, dan Ragam Definisi 13 (Nilai harapan)

1. Jika adalah peubah acak diskret dengan fungsi massa peluang , maka nilai harapan dari dinotasikan dengan � adalah

� =

asalkan jumlah di atas konvergen mutlak. 2. Jika adalah peubah acak kontinu dengan

fungsi kepekatan peluang , maka nilai harapan dari adalah

� = ( )

asalkan integral di atas konvergen mutlak. (Hogg et al. 2005) Definisi 14 (Ragam)

Misalkan adalah peubah acak diskret dengan fungsi massa peluang ( ) dan nilai harapan � . Ragam dari dinotasikan dengan ( ) atau �2 adalah

�2 =( − � )2

= − � 2 .

(Hogg et al. 2005)

Definisi 15 (Fungsi pembangkit momen) Misalkan adalah peubah acak sehingga untuk > 0, nilai harapan dari terdefinisi pada − < < . Fungsi pembangkit momen dari dinyatakan =� , untuk − < < .

(Hogg et al. 2005) Definisi 16 (Fungsi indikator)

Misalkan adalah suatu kejadian. Fungsi indikator dari adalah suatu fungsi ∶Ω ⟶ 0,1 , yang diberikan oleh:

(�) = 1, jika � . 0, jika � .

(Grimmett & Stirzaker 1992)

Nilai harapan dari fungsi indikator adalah sebagai berikut:

� = 1.� + 0.� =� .

Kekonvergenan Peubah Acak

Terdapat beberapa cara untuk menginterpretasikan pernyataan kekonvergenan barisan peubah acak, ⟶ untuk ⟶.

Definisi 17 (Konvergen dalam peluang) Misalkan 1, 2,… adalah barisan peubah

acak pada suatu ruang peluang Ω,ℱ,� . Barisan peubah acak dikatakan konvergen dalam peluang ke , dinotasikan , jika untuk setiap �> 0 berlaku P − >� ⟶0, untuk ⟶.

(Grimmett & Stirzaker 1992)

Lema 2 (Sifat kekonvergenan dalam peluang)

Misalkan konvergen dalam peluang ke dan konvergen dalam peluang ke maka konvergen dalam peluang ke , dinotasikan dengan

.

(Hogg etal. 2005) Bukti: lihat Hogg et al. 2005.

Definisi 18 (Konvergen dalam sebaran) Misalkan 1, 2,…, adalah peubah acak

pada suatu ruang peluang Ω,ℱ,� . Suatu barisan peubah acak dikatakan konvergen dalam sebaran ke peubah acak , ditulis

, untuk ⟶, jika

(6)

4

semua titik dimana fungsi sebaran � = P( ) adalah kontinu.

(Grimmett & Stirzaker 1992)

Penduga dan Sifat-Sifatnya Definisi 19 (Statistik)

Statistik adalah suatu fungsi dari satu atau lebih peubah acak yang tidak tergantung pada satu atau beberapa parameter yang nilainya tidak diketahui.

(Hogg et al. 2005) Definisi 20 (Penduga)

Misalkan 1, 2,…, adalah contoh

acak. Suatu statistik ( 1, 2,…, ) yang

digunakan untuk menduga fungsi parameter (�) dilambangkan dengan � , disebut penduga bagi (�). Bilamana nilai

1= 1, 2= 2,…, = , maka nilai

( 1, 2,…, ) disebut sebagai dugaan (estimate) bagi (�).

(Hogg et al. 2005) Definisi 21 (Penduga tak bias)

(i) Suatu penduga yang nilai harapannya sama dengan parameter � , yaitu � 1, 2,…, = (�) disebut

penduga tak bias bagi (�).

(ii)Jika lim 1, 2,…, = (�) maka ( 1, 2,…, ) disebut penduga

tak bias asimtotik bagi (�).

(Hogg et al. 2005) Definisi 22 (Penduga konsisten)

Suatu penduga yang konvergen dalam peluang ke parameter (�) disebut penduga konsisten bagi (�).

(Hogg et al. 2005) Definisi 23 (MSE suatu penduga)

Mean Square Error (MSE) dari suatu penduga untuk parameter � adalah fungsi dari � yang didefinisikan oleh ( − �)2.

Dengan kata lain MSE adalah nilai harapan kuadrat dari selisih antara penduga dan parameter �, yang dapat dihitung sebagai berikut:

�� − � 2= + �� − � 2 = + (bias(� ))2

dengan bias =� − � .

(Casella & Berger 1990)

Proses Stokastik

Definisi 24 (Proses stokastik)

Proses stokastik = , adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh Ω ke suatu ruang state.

(Ross 2007)

Jadi untuk setiap pada himpunan indeks , ( ) adalah suatu peubah acak. Kita sering menginterpretasikan sebagai waktu dan sebagai state (keadaan) dari proses pada waktu .

Suatu proses stokastik disebut proses stokastik dengan waktu diskret jika himpunan indeks adalah himpunan tercacah. Sedangkan suatu proses stokastik disebut proses stokastik dengan waktu kontinu jika adalah suatu interval.

Definisi 25 (Inkremen bebas)

Suatu proses stokatik dengan waktu kontinu { , disebut memiliki inkremen bebas jika untuk semua

0< 1<⋯< , peubah acak 1 − 0 , 2 − 1 ,…, − −1

adalah bebas.

(Ross 2007)

Dengan kata lain, suatu proses stokastik dengan waktu kontinu disebut memiliki inkremen bebas jika proses berubahnya nilai pada interval waktu yang tidak tumpang tindih (tidak overlap) adalah bebas.

Definisi 26 (Inkremen stasioner)

Suatu proses stokastik dengan waktu kontinu = { , } disebut memiliki inkremen stasioner jika + − ( ) memiliki sebaran yang sama untuk semua nilai .

(Ross 2007)

(7)

Proses Poisson

Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik dengan waktu kontinu adalah proses Poisson. Pada proses ini, kecuali dinyatakan secara khusus, dianggap bahwa himpunan indeks adalah interval bilangan real tak negatif yaitu 0, .

Definisi 27 (Proses pencacahan)

Suatu proses stokastik , 0 disebut proses pencacahan jika ( ) menyatakan banyaknya kejadian yang telah terjadi sampai waktu . Dari definisi tersebut, maka suatu proses pencacahan ( ) harus memenuhi syarat-syarat berikut:

i) ( ) 0untuk semua 0, . ii) Nilai ( )adalah integer.

iii)Jika < maka , , 0,.

iv)Untuk < maka − ( ) sama dengan banyaknya kejadian yang terjadi pada interval , .

(Ross 2007)

Definisi 28 (Proses Poisson)

Suatu proses pencacahan , 0 disebut proses Poisson dengan laju , > 0, jika dipenuhi tiga syarat berikut:

i) 0 = 0.

ii) Proses tersebut memiliki inkremen bebas. iii)Banyaknya kejadian pada sembarang

interval waktu dengan panjang memiliki sebaran (distribusi) Poisson dengan nilai harapan . Jadi untuk semua , > 0,

� + − = =ℯ − ( )

! , = 0,1,…

(Ross 2007)

Dari syarat (iii) dapat dilihat bahwa proses Poisson memiliki inkremen stasioner. Dari syarat ini juga dapat diperoleh bahwa

� = . Definisi 29 (Intensitas lokal)

Intensitas lokal dari suatu proses Poisson tak homogen dengan fungsi intensitas pada titik �ℝ adalah , yaitu nilai fungsi di .

(Cressie 1993)

Definisi 30 (Fungsi periodik)

Suatu fungsi disebut periodik jika berlaku + � = ( ) untuk semua ℝ dan ℤ. Konstanta terkecil � yang memenuhi persamaan di atas disebut periode fungsi tersebut.

(Browder 1996)

Definisi 31 (Proses Poisson periodik) Proses Poisson periodik adalah suatu proses Poisson tak homogen yang fungsi intensitasnya adalah fungsi periodik.

(Mangku 2001)

Definisi 32 (Intensitas global)

Misalkan 0, adalah proses Poisson pada interval 0, . Intensitas global � dari proses Poisson ini didefinisikan sebagai

lim ∞

� 0, jika limit di atas ada.

(Cressie 1993)

Lema 3 (Eksistensi intensitas global) Jika [0, ] adalah proses Poisson periodik dengan fungsi intensitas , maka

lim ∞

� 0,

pada Definisi 32 ada dan nilainya sama dengan

�=1

� . �

0

Bukti: lihat Lampiran 1.

Beberapa Definisi dan Lema Teknis Definisi 33 (Fungsi terintegralkan lokal)

Fungsi intensitas disebut terintegralkan lokal jika untuk sembarang himpunan Borel terbatas kita peroleh

=∫ ( ) <∞.

(Dudley 1989)

Definisi 34 (�(. ) dan (. ))

Simbol-simbol (. ) dan (. ) merupakan cara untuk membandingkan besarnya dua fungsi ( ) dan ( ) dengan menuju suatu limit .

i) Notasi = , ,

menyatakan bahwa ( )

( ) terbatas, untuk

(8)

6

ii) Notasi = , , menyatakan bahwa ( )

( ) 0, untuk

.

(Serfling 1980)

Definisi 35 (Titik Lebesque)

Kita katakan adalah titik Lebesque dari jika berlaku

lim ∞

1

2 + − ( ) = 0. (Wheeden & Zygmund 1977)

Lema 4 (Teorema deret Taylor)

Deret Taylor dari fungsi f di (atau di sekitar atau berpusat di ) memenuhi persamaan

   

( )

0

( 2) (1)

1 2

( ) ( )

!

( )

( ) ...

1! 2!

n

n

n

f a

f x x a

n

f a

f a

f a x a x a

 

 

     

(Stewart 1999)

Lema 5 (Formula Young dari Teorema Taylor)

Misalkan g memiliki turunan ke- yang berhingga pada suatu titik , maka

 

 

 

   

1

, !

k n

n k

k

g x

g y g x y x o y x

k

 

  

untuk .

(Serfling 1980)

Bukti: lihat Serfling 1980. Lema 6 (Teorema Limit Pusat)

Misalkan 1, 2,…. , adalah barisan

peubah acak bebas dari suatu sebaran yang masing-masing memiliki nilai harapan dan ragam tak nol �2. Jika

= 1 −

maka konvergen ke sebaran normal baku, dinotasikan � (0,1) untuk

∞.

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perumusan Penduga

Misalkan adalah suatu proses Poisson dengan fungsi intensitas yang merupakan fungsi periodik dan terintegralkan lokal yang diamati pada suatu interval 0, . Pembahasan ini hanya untuk kasus periode � yang diketahui. Karena periodik, dengan periode � yang diketahui, maka + � = ( ) untuk semua ℝ dan ℤ.

Misalkan � menyatakan waktu tunggu kejadian ke- dari proses Poisson � sejak awal pengamatan (waktu 0). Andaikan terdapat suatu realisasi tunggal � � dari proses Poisson periodik � yang diamati pada interval [0, ].

Untuk setiap bilangan real > 0, dan untuk setiap bilangan bulat positif , fungsi sebaran dari ( ) dapat dinyatakan sebagai

� =� ( )

=� ( ) = 1− � ( ) <

= 1− � = 0 +� = 1 +⋯ +�( = −1) = 1− −Λ( )+ −Λ( )Λ +

+ −Λ( ) Λ −1

−1 !

= 1− −Λ( ) 1 +Λ +⋯+ Λ −1

−1 ! (1) dengan Λ =∫ 0 .

Misalkan = − �

� dimana untuk setiap bilangan real , menunjukkan bilangan bulat terbesar yang kurang dari atau sama dengan . Maka, untuk setiap > 0 didapatkan =�

� + dengan

0 < <�. Dimisalkan �=�−1∫0� ( ) merupakan intensitas global dari . Maka untuk setiap > 0 dapat dituliskan

Λ =��

� +Λ . (2) Dari persamaan (1) dan (2), model peluang

( )adalah semiparametrik, dengan bagian

nonparametrik diberikan oleh fungsi Λ =∫ ,

0 0 < <�, dimana

bagian parametrik diberikan oleh � (dengan periode � yang diketahui).

Misalkan � ( ), ( ) merupakan penduga

bagi � ( )( ) dengan menggunakan data

amatan � ∩ 0, , yaitu suatu proses

Poisson yang diamati pada [0, ], diberikan oleh

      

 

1

, ( )

ˆ ˆ ˆ

1 ...

1 !

( )

ˆ 1

m n n

n

m

z

Z n

z z

m z

F e

    

 

 

 

 

(3) dengan

Λ =� �

� +Λ (4) dimana,

� = 0,� � � � ,

(5)

Λ = 1

� �, + �

�−1 =0

(6) dan =

� .

Fungsi kepekatan peluang dari � ( ) diberikan oleh

= �

= ( ) −Λ( ) Λ

−1

−1 !

(7) dengan ( ) tidak diketahui, tetapi

( ) dapat diduga dengan

, = ( ) −Λ ( ) Λ −1

−1 ! (8) dimana untuk setiap > 0, ( ) diberikan oleh

 

0

ˆ

1

,

0,

2

k

n n n

n

z N

n

h

s k

h s k

h

n

 

 

 

  

(9) ( ) merupakan penduga fungsi intensitas dari dimana merupakan barisan bilangan real positif yang konvergen ke 0, yaitu 0 jika ∞.

Kekonsistenan bagi ( ), dan ,

Teorema 1 (Kekonsistenan bagi � �( ), )

Misalkan fungsi intensitas adalah periodik (dengan periode �) dan terintegralkan lokal. Untuk setiap > 0 dan untuk setiap bilangan bulat positif , berlaku

,

� ( )

(10)

8

jika ∞. Bukti:

Teorema 1 akan dibuktikan setelah bukti Lema 7, Lema 8, Lema 9, dan Teorema 2.

Teorema 2 (Pendekatan asimtotik bagi ragam ( ), )

Misalkan fungsi intensitas adalah periodik (dengan periode �) dan terintegralkan lokal. Untuk setiap > 0 dan untuk setiap bilangan bulat positif

( )

 

2 1

Λ( )

,

Λ ( ) 1

( )

( 1)!

ˆ m

m z

Z n

F e z q z

Var z o

m nn

 

   

 

 

    

 

(11)

jika ∞ . Dimana

= �

2

��+ 1 + 2 � Λ .

Bukti:

Untuk membuktikan Teorema 2 diperlukan tiga Lema berikut.

Lema 7 (Ketakbiasan bagi )

Misalkan fungsi intensitas adalah periodik (dengan periode �) dan terintegralkan lokal. Untuk setiap > 0, maka

�Λ =Λ .

(12)

Bukti:

Perhatikan bahwa

Λ +Λ =∫0 +∫ � =

0

=��,

(13) sehingga untuk setiap > 0 , Λ dapat dituliskan bahwa

Λ =�� � +Λ

= Λ +Λ � +Λ = 1 + � Λ + � Λ .

(14) Suatu penduga bagi Λ diberikan oleh

Λ = 1

� + �,�+ � .

�−1 =0

(15) Perlu diperhatikan bahwa peubah acak Λ dan Λ saling bebas dan Λ + Λ =� �. Oleh karena itu, untuk setiap > 0, Λ dapat dituliskan sebagai berikut

Λ = 1 +

� Λ + � Λ . (16) Nilai harapan dari Λ dapat dihitung sebagai berikut

�Λ = 1

� � �, + �

�−1 =0

= 1

� ( )

+� �

�−1 =0

= 1

� 0 ( ) �−1

=0

= 1

� �Λ = Λ .

(17) Nilai harapan dari Λ dapat dihitung sebagai berikut

�Λ = 1

� � + �,�+ �

�−1 =0

= 1

� ( )

�+�

+ � �−1

=0

= 1

� ( ) �

�−1 =0

= 1

� �Λ = Λ .

(18) Dengan menggunakan persamaan (17) dan (18), nilai harapan dari Λ dapat dihitung sebagai berikut

�Λ = 1 + � �Λ + � �Λ = 1 + � Λ + � Λ = Λ( ).

Jadi Lema 7 terbukti.

Lema 8 (Kekonvergenan ragam bagi ) Misalkan fungsi intensitas adalah periodik (dengan periode �) dan terintegralkan lokal. Untuk setiap > 0, maka

Λ ( ) = ( ) � .

(19) Catatan: karena 0 Λ ��, maka persamaan (19) untuk setiap > 0 dapat dituliskan dalam bentuk:

Λ ( ) = −1 ,

(11)

Bukti:

Karena peubah acak Λ dan Λ saling bebas, maka dari persamaan (16) diperoleh

Λ = 1 + �

2

Λ +

2

Λ .

(21) Untuk 0 � dan pasangan bilangan integer , , dengan ≠ , maka �, + � dan �, + � adalah saling bebas, sehingga diperoleh ragam dari peubah acak Λ adalah

Λ

= 1 �2

�−1 =0

�, + �

= 1

�2 � �, + �

�−1 =0

= 1

�2 ( )

+�

�−1 =0

= 1

�2 0 ( ) �−1

=0

= 1

�2 �Λ = 1

� Λ .

(22) Selanjutnya untuk ragam dari peubah acak Λ dapat dihitung sebagai berikut

Λ

= 1

�2 + �,�+ �

�−1 =0

= 1

�2 � + �,�+ �

�−1 =0

= 1

�2 ( ) �+�

+ � �−1

=0

= 1

�2 ( ) �

�−1 =0

= 1

�2 �Λ = 1

�Λ .

(23) Dengan mensubstitusi persamaan (22) dan (23) ke dalam persamaan (21) diperoleh

Λ = 1 + �

2

Λ +

2

Λ = 1 + �

2 1

� Λ + �

2 1

�Λ =

1 + �

2

Λ + �

2

Λ

� .

Kemudian dari persamaan (13), diperoleh Λ =�� − Λ , sehingga

1 + �

2

Λ + �

2

Λ = 1 +

2

Λ + �

2

�� − Λ = 1 + �

2

Λ + �

2

�� − � 2Λ =Λ + 2 � Λ + �

2

�� = �

2

��+ 1 + 2 � Λ = ( ).

(24) Jadi persamaan (21) dapat dituliskan

Λ = ( ) � jika ∞, maka Lema 8 terbukti. Lema 9 (Sebaran asimtotik bagi )

Misalkan fungsi intensitas adalah periodik (dengan periode �) dan terintegralkan lokal. Untuk setiap > 0, maka

( ) Λ − Λ( )

0,1

(25) jika ∞.

Bukti:

Perhatikan bahwa � Λ − Λ

= 1 + � Λ + � Λ − � 1 + � Λ + � Λ = 1 + � Λ − Λ

+ � Λ − Λ = 1 + �

1

� �, + �

�−1 =0

(12)

10

+ � 1

� + �,�+ �

�−1 =0

− Λ

= 1 + � Λ Λ �, + �

�−1

=0 − �Λ

� + � Λ ( )

Λc( )

+ �,�+ �

�−1

=0 − �Λ

� = Λ 1 + �

�, + �

�−1

=0 − �Λ

�Λ + Λ

+ �,�+ �

�−1

=0 − �Λ

�Λ

. (26) Karena �=0−1 �, + � adalah peubah acak Poisson dengan nilai harapan

�Λ ∞, jika ∞ maka

 

 

 

1 0 0 Λ 1 , Λ , d n r r k r

N k z k n z

n z Normal

                     

jika ∞. Selanjutnya dengan mengalikan unsur Λ 1 +

, maka sebaran di atas menjadi

Λ 1 + �

 

 

1 0 , n r r k r

N k z k n z

n z                      

0,Λ 1 + �

2

(27) jika ∞.

Karena �=0−1 + �,�+ � adalah peubah acak Poisson dengan nilai harapan

�Λ ∞, jika ∞ maka

 

 

 

1 0 , Λ Λ 0,1 n c r r k c r d

N z k k n z

n orma z N l                        

jika ∞. Selanjutnya dengan mengalikan unsur Λ

� , maka sebaran di atas

menjadi Λ

 

 

0 1 , Λ Λ c r r k c r n

N z k k n z

n z                       

0,Λ �

2

(28) jika ∞.

Dengan mensubstitusikan persamaan (27) dan (28) ke dalam persamaan (26), maka

� Λ − Λ

0, 1 + �

2 Λ + � 2 Λ . Karena 1 + � 2 Λ + � 2 Λ = ( ), sehingga � Λ − Λ 0, � Λ − Λ ( ) 0, 1),

jika ∞. Jadi Lema 9 terbukti. Bukti Teorema 2:

Pertama perhatikan bahwa � ( ), ( )

dapat dituliskan

� ( ), ( ) = 1− −Λ ( ) 1 +Λ +⋯

+Λ ( ) −1

−1 ! � , = 1− Λ ( ) .

(29) Dimana untuk setiap > 0

 

1 2 ...

1

.

2! 1 !

m w

m

w w

f w e w

m

  

     

 

Dengan menggunakan Formula Young dari Teorema Taylor, maka

 

 

 

   

 

   

2 " Λ Λ Λ Λ Λ ... ˆ ˆ 2! ˆ

m n m m n

n m

f z f z f z z z

z z f z           (30) Karena � , = Λ

(13)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2 , 2 2 2 Λ Λ Λ 2! ˆ ˆ Λ Λ Λ Λ , ... ˆ 2! ˆ ˆ

m m n

Z n n m m m n n

Var z f z Var z

z z

f z Var

f z f z

z z

Cov z z

F  

                            (31) Perhatikan bahwa ′ =− − −1

−1 !

yang secara tidak langsung menyatakan

′ Λ 2=

−Λ Λ −1

−1 !

2

. (32) Dengan menggunakan persamaan (32) dan Lema 8, maka ruas pertama pada persamaan (31) menjadi

( )

1 2

2 ˆ ( ) ( )

( ) ( ) .

1 !

m z

m n

e z q z

f z Var z

m n

                   

Untuk melengkapi bukti dari Teorema 2, harus dibuktikan bahwa ruas kedua dan seterusnya pada persamaan (31) harus menjadi

2 1 ( ) 2

( ) 1 1

( ) 1 ! m z m e z

o f z o

m n n

                      

  (33)

sehingga � ,

= ′ Λ 2 Λ

+ ′ Λ 2 1 jika ∞. Untuk membuktikan bahwa ruas kedua dan seterusnya akan menjadi ′ Λ 2 1 , perhatikan ruas kedua dari persamaan (31), dimana

1 2

( )

( 1)! ( 2)!

1

( ) 1

m m

w w

m

m

w w

f w e e

m m m f w w                

sehingga, ruas kedua dari persamaan (31) dapat dituliskan

 

 

 

 

 

 

 

 

2 2 4 2 2 2 4 2 2 2 2 ˆ ˆ 1 ˆ

( ) 1

1 1 ( ) Λ Λ 2 1 1 ( ! Λ Λ ) Λ n m m m n n m m z z f z m f w w m Var

f z z z

z z

f w O

w n

f w o

n                                            E E

jika ∞, dengan asumsi = untuk ∞. Dengan mengunakan cara yang sama ruas lainnya dari persamaan (31) dapat dituliskan dalam persamaan (33), karena faktanya bahwa untuk setiap bilangan bulat positif , turunan ke- dari dapat dituliskan

( )

= ′ −1 , jika ∞. Kemudian � ,

dapat dituliskan � ,

= ′ Λ 2 Λ + ′ Λ 2 1

= ′ Λ 2 Λ + 1

=

−Λ Λ −1

−1 !

2

( ) � +

1 . Jadi Teorema 2 terbukti.

Bukti Teorema 1:

Berdasarkan persamaan (1) dan (3), maka persamaan (10) dapat dituliskan

   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 1 1 1 , ˆ ˆ ˆ ˆ 1 ... 1 ! ˆ ˆ 1 ... 1 !

1 1 ( ) ...

1 !

1 ( ) ...

1 !

ˆ

( )

1

.

m n n m m m n n m m n n

Z n Z

z z z z z z m z z m z z m z z m

F

z

F

z

(14)

12

Kemudian disisipkan persamaan di bawah ini ke dalam persamaan (34)

 

 

1

ˆ

1 ( ) ...

1 ! .

m

n z z

z m e              

Sehingga persamaan (34) dapat dituliskan

   

 

 

 

 

 

1 1 1 ˆ ˆ

1 ( ) ... 1 !

ˆ ˆ

( ) ...

1 ! 1 ! .

n m m m n n n z z z z z m z z z z m m e e e                                          (35) Perhatikan ruas pertama dari persamaan (35) yaitu:    

 

1 ˆ

1 ( ) ...

1 !

m n

z z z

z m

e

e

        

(36) dengan menggunakan deret Taylor dan Lema 9 persamaan (36) dapat dituliskan dalam bentuk

   

 

 

 

 

2

ˆ ˆ 1 1 ˆ .. 2! . n n

nz z

z z

z z

e

       

     (37)    

ˆ

 

ˆ    

1

n n

z z z z z

e e e 

e

   

  

 

 

1/2 1/2 ˆ = ( ) ...

=

=

z n z p p

e z z

e

O

n

O

n

      

(38) jika ∞.

Karena

untuk setiap 1, sehingga

   

 

1 ˆ ( )

1 ( ) ...

1 ! 1 1 . m n z z p p z z z m e e O n O n

e

                        

Jadi ruas pertama dari persamaan (35) menghasilkan −1/2 , jika ∞. Untuk ruas kedua dari persamaan (35), pertama perhatikan bahwa ˆ ( )

1

n z

e  dengan peluang 1. Untuk setiap 1

l

−1, maka

 

ˆ

 

1

 

 

ˆ ! ! ! l l l l n n z z z z

ll l

 

   

kemudian disisipkan

 

1 ˆ

 

ˆ

 

1

 

... l

l

n n

zz zz

      sehingga

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 1 1 1 1 1 2

1 1 2

1 ˆ

!

1 ˆ ˆ

... !

ˆ ˆ ... ˆ

1 ˆ ˆ

... ! ˆ ˆ ... ˆ l l n l l l n n

l l l

n n n

l

l l

n n

l l l

n n n

z z

l

z z z z z

l

z z z z z

z z z z z

l

z z z z z

                                                

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 ˆ ! ˆ ... ˆ 1 ˆ ! ˆ ... ˆ

1 ˆ ˆ

max ,

!

1 ˆ ˆ

. ! 1 n l l l n n n l l l n n l l n n l l n n z z l

z z z z

z z

l

z z z z

z z l z z

l

z z z z

l                                              

Faktanya Λ − Λ = −

1

2 , jadi hasil

dari ruas kedua pada persamaan (35) tidak akan melebihi      

 

 

 

 

1 1 1 1 1 1 ˆ

1 / 2 1 / 2

1 / 2

ˆ ˆ

1 ! 1 !

n

l l

m n m

n l l z z p p p z z z z l l

O n e O n e

O n                         

jika ∞.

Dengan mensubstitusikan hasil dari perhitungan ruas pertama dan kedua ke dalam persamaan (35), didapatkan

   

 

   

 

 

 

 

 

1 ˆ , ˆ 1 1

1 ( ) ...

1 ! 1 1 1 . ˆ ( ) ˆ ˆ ( ) ...

1 ! 1 !

n m m n m z z p p p

Z n Z

z n

n

m m

z

e e z

m

O O

n n

O n

F z F z

e z z z z m m                                                         

Jadi Teorema 1 terbukti.

 

1 ( )

1 ( ) ... (1)

1 !

m

z

z

z e O

(15)

Teorema 3 (Kekonsistenan bagi , ) Misalkan fungsi intensitas adalah periodik (dengan periode �) dan terintegralkan lokal. Jika 0 , ln ∞, maka untuk setiap > 0 dan untuk setiap bilangan bulat positif berlaku

 

 

( ), ˆ

( )

m p Z Zm n

f

z



f

z

(39) jika ∞, asalkan adalah titik Lebesque dari .

Bukti:

Untuk membuktikan Teorema 3 diperlukan Lema 10.

Lema 10 (Kekonsistenan bagi )

Misalkan fungsi intensitas adalah periodik dan terintegralkan lokal. Jika bandwidth 0 dan ∞ untuk ∞, maka

( ) ( )

(40) untuk ∞, asalkan adalah titik Lebesque dari .

Bukti:

Untuk membuktikan Lema 10, cukup dibuktikan:

(i) � ( ) ( ), jika ∞.

(41)

 

 

0

1

ˆ , 0,

2

n n n

k n

s N s k h s k h n

n h

 

    E E

 

 

0 0, 1 2 n n

s k h

k n s k h

x I d

h x n x

n          

misalkan = −( + �),

 

 

    

  

 

0 1 2 1 2 1 2 1 2 1 0, 1 1 1 1 2 . 1 2 n n n n n n n n n n n n h

k h n

h n h h n h h n h h h

n h n h

y s k n

n O

O n

y s I dy

n h

y s dy

n h

y s dy h

y s s s dy

h

y s s dy s d

O n O y h n h                                                             

 

karena adalah titik Lebesque dari , maka kita dapat

 

 

 

ˆ 1 .

n s s o

E

untuk ∞.

(ii) ( ) 0, jika ∞.

(42)

 

 

 

 

2 2 2 0 2 2 2 0 ˆ 1 , 0, 4 1 , 0, 4 n n n k n n n k n Var s

Var N s k h s k h n

n h

N s k h s k h n

n h                

E

 

   

 

0 , 0, 2 2 1 2 1 0, 2 n n k n n n n n

N s k h s k h n

nh nh s o nh s o nh nh                      

E

jika ∞.

Berdasarkan (i) dan (ii) dihasilkan

, untuk ∞. Jadi Lema 10 terbukti. Bukti Teorema 3:

Berdasarkan persamaan (7) dan (8) maka persamaan (39) dapat dituliskan

 

 

 

 

 

 

 

 

1 ˆ 1 ( ), ˆ ˆ 1 ! ˆ . 1 !

( )

m

n m n z n Z Z m z m n z z e m f z z z e m

z

f

           

(43) Kemudian disisipkan persamaan di bawah ini ke dalam persamaan (43)

 

 

 

1 ˆ ˆ 1 ! n m z n z z e m      sehingga

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 1 ˆ ˆ 1 ˆ 1 ˆ ˆ ˆ

1 ! 1 !

ˆ

1 ! 1 !

n n n m m n z z n n m z n m z z z

z e z e

m m z z e m z z e m                      

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 1 ˆ ˆ 1 ˆ ˆ

1 ! 1 !

ˆ . 1 ! n n m m n z n z n m z z z z e m m

z e z e z

(16)

14

Perhatikan ruas pertama pada persamaan (44) yaitu

 

 

 

 

1 1 ˆ ˆ ˆ

1 ! 1 ! .

m m n z n z z z e m m                

Untuk setiap > 0, −Λ = (1) jika ∞. Dan juga karena untuk setiap bilangan bulat positif , Λ

−1

−1! = (1)

dan Λ

−1

−1! = (1) untuk ∞. Sehingga

ruas pertama pada persamaaan (44) menghasilkan (1) untuk ∞. Kemudian untuk ruas kedua pada persamaan (44) yaitu

 

 

 

 

ˆ

 

1 ˆ . 1 ! nz n m z

z e z e z

m              

Berdasarkan Lema 10 dan faktanya bahwa = − adalah fungsi yang kontinu, kita dapat untuk setiap > 0,

−Λ −Λ , jika ∞. Karena untuk setiap bilangan bulat positif , maka Λ

−1

−1! = (1) jika

∞. Jadi pada ruas kedua menghasilkan (1) untuk ∞.

Berdasarkan hasil ruas pertama dan kedua pada persamaan (44),

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 1 ˆ ˆ 1 ( ), ˆ ˆ

1 ! 1 !

ˆ

ˆ

1 !

(1) (1)

(1).

( )

m

n n m m n z n z n Z Z m z p p p m n z z z e m m z e f z z z e m o o o

z

f

                                   

Jadi Teorema 3 terbukti.

Sebaran Asimtotik bagi ( ),

Teorema 4 (Sebaran asimtotik)

Misalkan fungsi intensitas adalah periodik dan terintegralkan lokal. Untuk setiap > 0 dan untuk setiap bilangan bulat positif maka

 

 

( ) ( )

 

( ) 1 ,

1 !

ˆ

( )

( )

0,1

( )

m m

z

d

m Z n Z

m

n e

F

z

F

z

N

z

q z

   

(45) jika ∞.

Dimana (0,1) menyatakan peubah acak normal baku dengan ( ),

= �

2

��+ 1 + 2 � Λ .

Bukti:

Untuk membuktikan persamaan (45) kita menggunakan Lema 9. Dimana

 

 

 

 

   

( ) 1 , 1 ! ( ) ( )

ˆ

1

ˆ

( )

m z

m Z n Zm

n p

z

m n e

z q z

z F

F

n

z

z

O

q z

n

      

 

(46) jika ∞ . Selanjutnya pada persamaan (46), untuk bilangan bulat positif yang diberikan, harus dibuktikan

 

 

 

 

( 1) ( 1)

, ! ( ) ˆ ( ) ( ) 1 ˆ ( ) z

m Zm n Zm

n p

m n e

z q z

F z F z

n

z z O

q z n

                (47) jika ∞. Dari persamaan (47) kita dapat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

 

 

 

 

 

1

( 1) ( 1)

1 ˆ ˆ ˆ , , 1 1 ˆ ! !

1 ( ) ...

! ˆ ˆ 1 ... ! ˆ ! ! ˆ ( ) ˆ ( ) m m n n n m m m n m m m m m z n z n n z z z z

Z n Z

Z n Z

m m z z m m z e z z e z z z e e m m e e

F z F z

F z F z

                                                   (48) Kemudian disisipkan persamaan di bawah ini

 

 

ˆ ! n m z z e m   sehingga    

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

, ˆ ˆ ˆ ˆ ( ) ! ˆ ! ! ! m m

n n n

m

z

Z n Z

m

m m

n

z z z

z

F z F z e

m

z

z z

e e e

m m m

(17)

Maka persamaan (47) dapat dituliskan

(50) jika ∞.

Berdasarkan persamaan (46), ruas pertama dari persamaan (50) dapat dituliskan

 

 

 ,  

 

! ( ) ˆ ( ) z

m Zm n Zm

m n e

z q z

F z F z

 

 

 

( )

ˆn

 

 

p 1

m n

z z O

z q z n

  

    

  

(51) jika ∞.

Untuk ruas kedua dari persamaan (50) dapat dituliskan  

 

   

 

         

ˆ ˆ ˆ ! ( ) ( ) ( ) ! 1 z m z n n z z m z z z z n

m n e

z q z

n e q z n q z z e e m e e e                                    

 

 

( ) ( ) ˆ ( ) ... 1 1 1 ˆ ( ) n n p n q z n q z z z

z z O

n                   (52) jika ∞.

Untuk ruas ketiga dari persamaan (50) dapat dituliskan  

 

 

 

 

 

     

 

 

ˆ ˆ ˆ ! ! ! ( ) ˆ ( ) n n m m z n z m z z n m m m z z

m n e e

m m

z q z n

e z z

z q z

                       kemudian disisipkan

 

ˆ

1

 

ˆ

   

1

...

m m

n z z n z z

 

     

ke dalam Λ n( ) − Λ dan dengan

menggunakan deret Taylor, persamaan di atas menjadi

 

 

 

 

   

 

 

 

   

 

 

 

 

 

 

   

 

 

 

1 1 1 1

1 2 1

1 1 2 ( ) ˆ ˆ .. ˆ ˆ .. ˆ ( ) ˆ ˆ ˆ .. ˆ .. ˆ 1 1 1 1 m

m m m

n n n

m

m m

n n

m

m m m

n n n

m m m n n p p n z q z

z z z z z

z z z z z

n z q z

z z z z z

z z z z z

O n O n                                                                       

 

   

 

 

 

 

1 2 1

( )

1 ˆ

1

ˆ ˆ ...

m p n

m m m

n n

n

z q z

O z z

n

z z z z

                      

 

   

 

 

 

 

 

 

   

 

 

 

 

 

   

1 2 1

1 1 2 ( ) ( ) ( ) 1 ˆ 1 ˆ ˆ ... 1 ˆ 1 ˆ ˆ ... 1 1 ˆ 1 1 1 p n

m m m

n n m p n m m n n n p p n

z q z

n

z q z

n

z q z

O z z

n

z z z z

z

O z z

n

z z

z z

z z O

n O                                                                             

 

   

1 ( ) ... 1 1 ˆ m n p n

z q z

n m

z z O

n                               (53) jika ∞.

Dengan mensubstitusikan persamaan (51), (52) dan (53) ke dalam persamaan (50) diperoleh

 

 

 

 

 

 

 

 

 

( ) 1 ˆ ( ) 1 ˆ ( ) 1 ˆ ( ) 1 ˆ ( ) . n p n p n p n p n q z m n

z z O

z q z n

n

z z O

q z n

m n

z z O

z q z n

z z O

n                                              

(18)

16

Hasil Simulasi

Di sini akan diperlihatkan cara penentuan penduga untuk fungsi sebaran waktu tunggu kejadian pertama dan kedua dengan menggunakan data bangkitan dengan fungsi intensitas

 

2

exp cos s .

s

  

 

 

Data dibangkitkan pada interval 0, , untuk �= 5, dengan = 10�, = 50�, = 100 dan = 200�. Kemudian dengan menggunakan pemrograman R dapat diperoleh gambar grafik fungsi sebaran dan penduganya untuk waktu tunggu kejadian pertama yaitu ketika = 1 dan kejadian kedua ketika = 2 sebagai berikut:

Gambar 1

Grafik � ( )( ) dan � ( ), ( ), ketika = 1

pada (0,10), dengan = 10� dan grid 0.05.

Gambar 2

Grafik � ( )( ) dan � ( ), ( ), ketika = 1

pada (0,10), dengan = 50� dan grid 0.05.

Gambar 3

Grafik � ( )( ) dan � ( ), ( ), ketika = 1

pada (0,10), dengan = 100� dan grid 0.05.

Gambar 4

Grafik � dan � , , ketika = 1

pada (0,10), dengan = 200� dan grid 0.05.

0 2 4 6 8 10

0

.0

0

.2

0

.4

0

.6

0

.8

1

.0

z

F

u

n

g

si

S

e

b

a

ra

n

0 2 4 6 8 10

0

.0

0

.2

0

.4

0

.6

0

.8

1

.0

z

F

u

n

g

si

S

e

b

a

ra

n

0 2 4 6 8 10

0

.0

0

.2

0

.4

0

Referensi

Dokumen terkait

Bila aplikasi Tinder semakin populer dan semakin banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, maka tidak menutup kemungkinan bahwa praktik hook-up akan semakin

Analisis data dilakukan secara deskriptif meliputi pola penyakit dan pola peresepan (jenis dan golongan antibiotika, rute pemakaian, bentuk sediaan, aturan

Berdasarkan tabel di atas hasil uji t untuk variabel profitabilitas yang diproyeksikan oleh Return On Asset (ROA) mempunyai signifikasi 0,058, yang berarti lebih besar

Dalam melaksanakan upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), perlu diadakan analisis potensi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan peningkatan terhadap Bagi Hasil

Penelitian dalam pendidikan tentang guru yang terkait dengan PCK guru masih jarang dilakukan, padahal penelitian tentang bagaimana guru mengatur dan membuat konsep

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari kondisi optimum reaksi asetalisasi gliserol aseton menggunakan katalis Basolite F300 dengan cara memvariasikan beberapa parameter

Artinya : “Ketika kami telah menerangkan bahwasanya al-Qur’an adalah pokok pangkal yang harus kepadanya kita kembali dalam menentukan hukum, maka kami

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan mengenai perimbangan keuangan, superioritas pemerintah pusat masih sangat kental ditandai dengan