• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Produksi Belut Monopterus albus pada Media Budidaya yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Produksi Belut Monopterus albus pada Media Budidaya yang Berbeda"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA PRODUKSI BELUT Monopterus albus PADA MEDIA

BUDIDAYA YANG BERBEDA

BRILIAN PUTRA PERDANA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kinerja Produksi Belut Monopterus albus pada Media Budidaya yang Berbeda” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

BRILIAN PUTRA PERDANA. Kinerja Produksi Belut Monopterus albus pada Media Budidaya yang Berbeda. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan YANI HADIROSEYANI.

Belut Monopterus albus merupakan komoditas ikan air tawar Indonesia yang habitat alaminya di lumpur sawah. Budidaya belut menggunakan media lumpur selama ini belum memberikan hasil yang memuaskan, tidak efesien dan susahnya pengamatan terhadap belut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja produksi budidaya belut Monopterus albus pada budidaya di kolam terpal dengan media yang berbeda, yaitu media lumpur, media air jernih, dan media air jernih dengan tanaman air kapu-kapu Pistia stratiotes. Penelitian dilakukan di Kolam Percobaan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Benih belut yang digunakan berukuran 23,26±0,40 cm/ekor dan 9,35±0,42 g/ekor, dipelihara dengan padat penebaran 30e/0,25 m2 dengan ketinggian air 7 cm dan sistem air mengalir. Benih dipelihara selama 30 hari dan diberi pakan cacing tanah dengan jumlah 5% dari biomassa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan media mempengaruhi kelangsungan hidup antara media air jernih (11,11±7,7%) dengan media lumpur (31,11±1,92%) dan media dengan tanaman kapu-kapu (25,55±6,94%), tetapi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan harian dan laju pertumbuhan bobot mutlak benih belut. Berdasarkan kadar glukosa, belut pada media lumpur mengalami penurunan kadar glukosa cenderung paling banyak yaitu 28,78 mg/dL dari 58,78±10,79 mg/dL menjadi 30±4,71 mg/dL. Kandungan kualitas nutrisi belut relatif sama walaupun pada akhir perlakuan secara umum menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kadar protein dan lemak, kecuali pada perlakuan lumpur terjadi kenaikan protein 15,84%. Pemakaian media subtrat lumpur dan media air jernih dengan tanaman air kapu-kapu memberikan hasil yang terbaik.

Kata kunci : air jernih, belut, kelangsungan hidup, media budidaya, pertumbuhan

ABSTRACT

BRILIAN PUTRA PERDANA Production Performance of eel Monopterus albus in Different Aquaculture System. Supervised by TATAG BUDIARDI and YANI HADIROSEYANI.

Rice field eel Monopterus albus is live naturally in mud medium, however rice field culture in this medium is ineffecient and difficult to observe the animal. This research was conducted to determine the best production performance of

Monopterus albus on different aquaculture system, i.e aquaculture mud medium,

(5)

30 individu/0,25 m2 and reared for 30 days. During the rearing period, the fish was fed using with earthworm at a level of 5% biomass once a day. The result indicated that different medium significantly affected fish survival, i.e. clear water system (11.11±7.7%) with mud medium (31.11±1.92%) and clear water with aquatic plants (25.55±6.94%), but did not affect specific growth rate, daily weight gain and length. According to blood glucose level, fish on mud medium showed a decreased level of 28,78 mg/dL from 58,78±10,79 mg/dL to 30±4,71 mg/dL.Proximate analyses showed that protein and lipid levels were decreasing except for fish that reared in mud medium. In conclusion, rice field eel culture with mud substrate and clear water with aquatic plants resulted in the best production performance

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

KINERJA PRODUKSI BELUT Monopterus albus PADA MEDIA

BUDIDAYA YANG BERBEDA

BRILIAN PUTRA PERDANA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kinerja Produksi Belut Monopterus albus pada Media Budidaya yang Berbeda

Nama : Brilian Putra Perdana

NIM : C14080036

Disetujui oleh

Dr Ir Tatag Budiardi, MSi Pembimbing I

Ir Yani Hadiroseyani, MM Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah kinerja produksi, dengan judul Kinerja Produksi Belut Monopterus albus pada Media Budidaya yang Berbeda di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Tatag Budiardi MSi dan Ibu Ir Yani Hadiroseyani MM selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian maupun penyusunan skripsi, serta Ibu Yuni Puji Hastuti SPi MSi yang telah banyak memberi saran.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak atas segala doa dan kasih sayang kepada kedua orang tua, ayahanda Sofran Nurozi , ibunda Lenda Hasrini, adikku Mutiara Annisa, Muhammad Ilham dan juga kepada Nora Putri Sari yang saya sayangi. Selain itu, ucapan terima kasih kepada M Raziansyah, rekan-rekan BDP angkatan 45, SISTEK 45, teman-teman LKI, Nutrisi, Reproduksi, Genetik, lingkungan, serta sobat KOTAK2 ikan atas bantuan dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 2

METODE... 2

Waktu dan Tempat... 2

Rancangan Percobaan... 2

Prosedur Percobaan... 2

Prosedur Analisis Data... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN... 5

Hasil... 5

Pembahasan... 9

KESIMPULAN DAN SARAN... 11

Kesimpulan... 11

Saran... 11

DAFTAR PUSTAKA... 11

LAMPIRAN... 13

(12)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi proksimat benih belut Monopterus albus dalam 100 g bobot basah pada perlakuan A, L, dan K di awal dan akhir masa

pemeliharaan... 8

2. Nilai kualitas air masing-masing perlakuan A, L dan K selama pemeliharaan benih belut Monopterus albus... 9

DAFTAR GAMBAR

1. Penyusunan media pemeliharaan, (a) subtrat lumpur (b) media air jernih (c) media air jernih dengan tanaman air kapu-kapu... 3

2. Derajat kelangsungan hidup benih belut Monopterus albus yang dipelihara hingga hari ke-30 pada perlakuan A (Air), L (lumpur), K (Kapu-kapu)... 6

3. Pertumbuhan panjang mutlak benih belut Monopterus albus yang dipelihara hingga hari ke-30 pada perlakuan A (Air), L (lumpur), K (Kapu-kapu)... 6

4. Laju pertumbuhan harian benih belut Monopterus albus yang dipelihara hingga hari ke-30 pada perlakuan A (Air), L (lumpur), K (Kapu-kapu)... 7

5. Laju pertumbuhan bobot mutlak benih belut Monopterus albus yang dipelihara hingga hari ke-30 pada perlakuan A (Air), L (lumpur), K (Kapu-kapu)... 7

6. Kadar glukosa darah benih belut hari ke-0 dan hari ke-30 pada perlakuan A (Air), L (lumpur), K (Kapu-kapu)... 8

DAFTAR LAMPIRAN

1. Perbedaan warna tubuh benih belut... 13

2. Skema penyusunan wadah... 13

3. Derajat kelangsungan hidup benih belut (%)... 13

4. Pertumbuhan panjang mutlak benih belut (cm)... 14

5. Laju pertumbuhan harian benih belut (%)... 14

6. Laju pertumbuhan bobot mutlak benih belut (g/hari)... 15

7. Kadar glukosa darah benih belut (mg/dL)... 15

8. Kualitas air selama masa pemeliharaan... 16

(13)
(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belut Monopterus albus merupakan salah satu komoditas ikan air tawar asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dengan harga pasar mencapai Rp 40.000-65.000/kg dan memiliki kandungan protein dan gizi yang cukup tinggi. Menurut Astawan (2008) dalam 100 g daging belut mengandung energi 303 kkal, protein 18,4 %, zat besi 20 mg, vitamin A 1.600 SI, vitamin D sepuluh kali dari daging, asam lemak omega 3, serta fosfor dua kali dari daging dan telur. Belut di habitat aslinya hidup di sawah, rawa atau tempat yang berlumpur. Dari tahun ke tahun, permintaan akan belut baik dari pasar domestik ataupun mancanegara menunjukkan peningkatan.

Menurut WPI (2010) potensi pasar lokal belut saat ini masih tergolong besar. Pasar dalam negeri seperti Jakarta membutuhkan 20 ton per hari sedangkan Yogyakarta membutuhkan sebanyak 30 ton per hari untuk memenuhi 150 industri rumah tangga, sementara untuk daerah lain permintaan mencapai ratusan kilo per hari. Permintaan pasar lokal juga diiringi oleh tingginya permintaan dari pasar internasional. Hal itu terbukti dari semakin meningkatnya nilai ekspor belut. Berdasarkan data KKP tahun 2010, ekspor belut Indonesia ditujukan ke beberapa negara seperti China, Hongkong, Jepang, Singapura, Taiwan, Korea, Thailand. Pada tahun 2007 volume ekspor sebanyak 2.189 ton, tahun 2008 volume ekspor sekitar 2.676 ton, dan sampai akhir tahun 2009 sebanyak 4.744 ton meningkat sekitar 77,2 % dibandingkan tahun 2008.

Permintaan belut yang terus meningkat dikhawatirkan dapat mengurangi populasi belut di alam, karena belut yang ada di pasaran merupakan belut hasil tangkapan. Selain itu, penangkapan belut hanya dapat dilakukan pada musim hujan sehingga suplai belut tidak dapat dilakukan secara kontinyu. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan budidaya belut, walaupun sampai saat ini budidaya belut belum memuaskan karena masih banyak terjadi kegagalan dalam usahanya. Budidaya belut yang telah dilakukan masih menggunakan campuran lumpur dengan bahan organik lainnya sebagai media alami belut (Warintek 2005). Akan tetapi, budidaya belut dengan menggunakan media seperti ini memiliki beberapa kendala dalam pelaksanaannya, seperti persiapan wadah dengan dasar tanah lumpur yang memerlukan berbagai bahan campuran, dan waktu yang diperlukan untuk persiapan wadah yang cukup lama, pemanenan yang kurang efesien sehingga untuk memulai pemeliharaan selanjutnya memerlukan waktu kembali, serta susahnya memantau perkembangan dan kelangsungan belut selama pemeliharaan. Karena budidaya yang tidak terkontrol, upaya intensifikasi budidaya belut sulit dilakukan sehingga produksi belut relatif sulit diprediksi.

(16)

2

terhadap lingkungan budidaya dan terhadap semua aspek pengolahan yang digunakan untuk pertumbuhan/perkembangan (FAO 2008). Belut sebelum diharapkan mampu untuk berkembang biak pada media tanpa lumpur, terlebih dahulu perlu dikaji bagaimana kinerja produksi belut pada media tanpa lumpur ini, seperti derajat kelangsungan hidup dan pertumbuhannya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja produksi budidaya belut pada budidaya di kolam terpal dengan media yang berbeda, yaitu media lumpur media air jernih dan media air jernih dengan tanaman air kapu-kapu.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Januari 2013 di Kolam Percobaan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, masing-masing diulang sebanyak 3 kali, yaitu budidaya dalam kolam terpal dengan media lumpur, media air jernih, dan media air jernih dengan tanaman air kapu-kapu Pistia stratiotes (Lampiran 1). Sistem pengairan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem air mengalir dengan debit air 0,5L/menit.

Prosedur Percobaan

Persiapan Wadah Budidaya

(17)

3

Gambar 1 Penyusunan media pemeliharaan, (a) subtrat lumpur (b) media air jernih (c) media air jernih dengan tanaman air kapu-kapu

Pemeliharaan Belut

Setelah wadah pemeliharaan siap, kemudian benih belut dengan bobot rata-rata 9,35±0,42 g/ekor yang berasal dari penjual benih KBU Baitul Ilmi Sentul dimasukkan ke dalam masing-masing dengan padat penebaran 30 e/0,25 m2. Belut dipelihara selama 30 hari dengan pemberian pakan berupa cacing tanah dengan jumlah pakan 5% dari biomassa yang diberikan satu kali sekali yaitu pada sore hari. Pengambilan contoh dilakukan setiap 10 hari.

Parameter Pengamatan

Parameter yang diamati selama penelitian meliputi kelangsungan hidup, panjang, bobot, kondisi belut, glukosa darah dan analisis proksimat pada awal dan akhir penelitian, serta kualitas air (oksigen terlarut/DO, pH, nitrit, amonia, total amonia nitrogen, suhu).

1) Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (SR) dihitung dengan rumus Goddard (1996): SR = (Nt / No ) x 100%

keterangan :

SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor) 2) Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan rumus Effendie (1979): Pm = Lt – Lo

Keterangan :

(18)

4

3) Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan rumus Zonneveld et al. (1991) :

[√ ]

Keterangan :

SGR = Laju pertumbuhan bobot harian (%) t = Periode pengamatan (hari)

Wi = Bobot rata-rata individu ikan waktu ke-i (g/ekor) Wo = Bobot rata-rata individu ikan waktu ke-0 (g/ekor) 4) Laju Pertumbuhan Bobot Mutlak

Laju pertumbuhan bobot mutlak dihitung melalui rumus Goddard (1996) :

Laju pertumbuhan bobot mutlak= Wt – Wo

t

Keterangan:

Wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) Wo = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) t = Waktu pemeliharaan (hari)

5) Glukosa Darah

Kadar glukosa darah diamati pada hari ke-0 dan hari ke-30 (Lampiran 8). Menurut Wedemeyer dan Yasutake (1977) hasil pengukuran glukosa darah dihitung berdasarkan persamaan berikut :

Glukosa (mg/dl) = Au x Cs

As

Keterangan :

Au = Absorbansi sampel Cs = Konsentrasi standar As = Absorbansi standar

6) Kandungan Nutrisi Benih Belut

Analisis proksimat diamati pada hari ke-0 dan hari ke-30 dengan metode Kjehdal (Takeuchi 1988), meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat berdasarkan persamaan berikut :

(19)

5 Kadar protein (%) = [ {0,0007* x (Vb-Vs) x F x 6,25**x 20}/ S] x 100%

Keterangan :

Vs = M1 0,05 N titran NaOH untuk sampel Vb = M1 titran NaOH untuk blanko

F = faktor koreksi dari 0,05 larutan NaOH S = bobot sampel (g)

Kadar karbohidrat (%bb) = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak) %

Kadar karbohidrat (%bk) = x kadar karbohidrat (%bb)

Prosedur Analisis Data

Data diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010. Sementara itu, analisis data kinerja pertumbuhan dilakukan dengan analisis statistik menggunakan SPSS 17.0 yang meliputi analisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%, digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan terhadap kinerja pertumbuhan benih belut (Monopterus

albus.). Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan

yang akan diuji menggunakan uji Beda Nyata Jujur atau Duncan. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Derajat Kelangsungan Hidup

Berdasarkan hasil pengamatan, derajat kelangsungan hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan L, sedangkan nilai terendah diperoleh pada perlakuan A. Perlakuan L dan K tidak berbeda nyata (P> 0,05) namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan A (P< 0,05) (Gambar 2 dan Lampiran 4).

B – A a

(20)

6

Gambar 2 Derajat kelangsungan hidup benih belut

Monopterus albus yang dipelihara hingga hari

ke-30 pada perlakuan A (Air), L (lumpur), K (Kapu-kapu)

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Berdasarkan hasil pengamatan, pertumbuhan panjang mutlak perlakuan A, L, dan K tidak berbeda nyata (P> 0,05) (Gambar 3 dan Lampiran 5).

Gambar 3 Pertumbuhan panjang mutlak benih belut

Monopterus albus yang dipelihara hingga hari

ke-30 pada perlakuan A (Air), L (lumpur), K (Kapu-kapu)

Laju Pertumbuhan Harian

Berdasarkan hasil pengamatan, laju pertumbuhan harian perlakuan A, L, dan K tidak berbeda nyata (P> 0,05) (Gambar 4 dan Lampiran 6).

(21)

7

Gambar 4 Laju pertumbuhan harian benih belut Monopterus

albus yang dipelihara hingga hari ke-30 pada

perlakuan A (Air), L (lumpur), K (Kapu-kapu) Laju Pertumbuhan Bobot Mutlak

Berdasarkan hasil pengamatan, laju pertumbuhan bobot mutlak perlakuan A, L, dan K tidak berbeda nyata (P> 0,05) (Gambar 5 dan Lampiran 7).

Gambar 5 Laju pertumbuhan bobot mutlak benih belut

Monopterus albus yang dipelihara hingga hari

ke-30 pada perlakuan A (Air), L (lumpur), K (Kapu-kapu)

Kadar Glukosa Darah

Berdasarkan hasil pengamatan kadar glukosa darah benih belut pada awal dan akhir pemeliharaan. Kadar glukosa darah benih belut pada awal pemeliharaan yaitu sebesar 58,78±10,79 mg/dL. Pada akhir perlakuan kadar glukosa perlakuan A, L dan K berturut-turut sebesar 42,34±0,47 mg/dL, 30±4,71 mg/dL dan 43±12,73 mg/dL. Berdasarkan data tersebut terlihat nilai kadar glukosa cenderung menurun hingga akhir pemeliharaan dengan kadar glukosa cenderung tinggi yaitu pada perlakuan K sedangkan kadar glukosa cenderung rendah yaitu pada

0,068±0,02 0,071±0,02 0,062± 0,03

(22)

8

Gambar 6 Kadar glukosa darah benih belut hari ke-0 dan hari ke-30 pada perlakuan A (Air), L (lumpur), K (Kapu-kapu)

Kandungan Nutrisi Benih Belut

Berdasarkan hasil pengamatan kandungan nutrisi benih belut pada awal dan akhir masa pemeliharaan, kandungan protein pada perlakuan L (15,84%) relatif lebih tinggi daripada perlakuan lainnya, yang juga mengalami peningkatan dari awal pemeliharaan (15,17%). Kandungan protein pada perlakuan A (13,99%) relatif paling rendah. Kandungan lemak pada perlakuan K (1,60%) relatif lebih tinggi daripada lainnya, sedangkan kandungan lemak relatif paling rendah yaitu perlakuan A (1,25%). Kandungan lemak tersebut mengalami penurunan dari awal pemeliharaan (2,71%). Komposisi proksimat benih belut pada awal dan akhir masa pemeliharaan tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi proksimat benih belut Monopterus albus dalam 100g bobot basah pada perlakuan A, L, dan K di awal dan akhir masa pemeliharaan Komposisi

58,78±10,79 58,78±10,79 58,78±10,79

(23)

9 Tabel 2 Nilai kualitas air masing-masing perlakuan A, L dan K selama

pemeliharaan benih belut Monopterus albus

Parameter

(mg/L) 0,135-0,200 0,200-1,047 0,200-1,267 0,200-0,933

0,5-5,0 ( Boyd 1982) Amonia

(mg/L) 0,002-0,005 0,002-0,012 0,002-0,052 0,001-0,015

<0,02 (Wedemeyer

1996) a

Kisaran optimal untuk budidaya secara umum Pembahasan

Kelangsungan hidup benih belut selama pemeliharaan pada setiap perlakuan memiliki derajat kelangsungan hidup yang masih rendah yaitu dibawah 50%. Pada perlakuan A hal ini diduga karena media air jernih belum nyaman bagi belut yang dapat mengakibatkan belut mengalami stres, karena pada habitat aslinya belut hidup di media lumpur. Habitat belut adalah sawah dan parit-parit sawah, ikan belut sawah hidup di tanah lumpur atau tanah-tanah (Handojo 1986). Belut pada perlakuan L relatif tidak mengalami stres. Hal ini diperlihatkan oleh kadar glukosa belut pada perlakuan L paling banyak mengalami penurunan pada akhir pemeliharaan. Porchase et al. (2009) menyatakan bahwa respons stres pada ikan dicerminkan oleh peningkatan glukosa darah. Derajat kelangsungan hidup perlakuan L masih tergolong kecil untuk budidaya. Hal ini diduga karena ketinggian lumpur yang hanya 5 cm. Belut sawah hidup di tanah lumpur atau tanah-tanah becek sampai kedalaman lebih kurang 10 cm (Handojo 1986). Pada perlakuan K derajat kelangsungan hidup tidak berbeda nyata dengan perlakuan L walaupun kadar glukosa pada perlakuan K masih cenderung lebih tinggi. Hal ini diduga karena tanaman air kapu-kapu menjadi tempat sembunyi bagi belut menggantikan lumpur. Pada perlakuan A, derajat kelangsungan hidup yang paling rendah diduga karena tidak adanya tempat sembunyi bagi belut yang membuat belut mudah mengalami stres, yang ditunjukkan dengan kadar glukosa yang masih tinggi.

(24)

10

adalah 3 bulan, periode II dari 2 g ke 20 g/ ekor adalah 7 sampai 8 bulan pemeliharaan dan periode III dari 25 g ke ± 190 g per individu adalah 6 bulan (Khanh dan Ngan. 2010).

Glukosa darah merupakan suatu parameter yang dapat menggambarkan respons fisiologis pada hewan pada saat mempertahankan homeostasis pada suatu perubahan yang terjadi (Bratawidjaya 2006). Porchase et al. (2009) menyatakan bahwa respon stress pada ikan dicerminkan oleh peningkatan glukosa darah. Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa kandungan glukosa benih belut pada semua perlakuan pada hari ke-30 cenderung menurun. Hal ini diduga bahwa tingkat stres benih belut pada hari ke-30 juga cenderung menurun yang diikuti dengan penurunan kematian benih belut pada akhir pemeliharaan (Lampiran 10). Tingkat stres belut yang cenderung tinggi pada awal pemeliharaan mengakibatkan belut lebih rentan terhadap penyakit. Hal ini ditunjukkan dengan adanya hemoragi pada belut yang mati. Kandungan glukosa relatif rendah pada perlakuan L diduga akibat media yang digunakan selama masa pemeliharaan mendekati lingkungan alami belut. Stres pada belut selama pemeliharaan juga dapat dilihat dari perbedaan warna belut, yaitu belut pada perlakuan L berwarna coklat sedangkan pada perlakuan A dan K yaitu berwarna hitam (Lampiran 2 ). Hal ini sesuai dengan Xu et al. (2005) yang menyatakan bahwa stres dapat ditandai oleh perubahan warna tubuh ikan yang menjadi lebih gelap. Belut pada perlakuan K dan A mengalami stres karena perubahan lingkungan dari media lumpur ke air jernih. Hal ini sesuai dengan Barton dan Iwama (1999) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab stres adalah terjadinya perubahan lingkungan.

Selama pemeliharaan terlihat adanya perbedaan perilaku pada belut antar perlakuan. Pada perlakuan L, belut menunjukkan perilaku yang sama seperti di habitat aslinya dengan membuat lubang-lubang di lumpur. Pada perlakuan A, belut mengumpul pada bagian-bagian sudut wadah atau tepi wadah. Pada perlakuan K yang memakai tanaman air kapu-kapu, belut menunjukkan perilaku menggantung pada tanaman air. Hal ini sesuai dengan Sunarma (2009) yang menyatakan pada beragam bahan pelindung, belut menunjukkan perilaku komunal dan pada tanaman air, belut berkumpul di satu titik dan menyembulkan kepala ke permukaan dan menggantung pada tangkai daun di permukaan air.

(25)

11 Berdasarkan hasil yang didapatkan, nilai kualitas air masih berada pada konsentrasi yang layak untuk media pemeliharaan. Meskipun oksigen terlarut pada penelitian termasuk rendah untuk ikan tetapi oksigen terlarut ini masih dalam batas toleransi belut karena belut memiliki alat pernafasan tambahan berupa kulit tipis berlendir dalam rongga mulutnya yang dapat mengambil oksigen secara langsung dari udara. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Alit (2009), kandungan oksigen rendah pada perairan dapat diatasi oleh belut sawah karena belut sawah mempunyai alat pernafasan tambahan berupa kulit-kulit tipis yang berlendir dalam rongga mulut yang dapat memperoleh oksigen secara langsung dari udara. Tingginya nilai amonia pada perlakuan L diduga karena aktifitas bakteri nitrifikasi yang menurun. Secara biologis amonia hilang akibat proses perubahan bentuk (imobilisasi) amonia ke dalam biomassa dan oksidasi amonia menjadi nitrat (Subagiyo et al. 2002).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perbedaan media pada budidaya belut mempengaruhi derajat kelangsungan hidup, tetapi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang mutlak, laju perumbuhan harian dan laju pertumbuhan bobot mutlak benih belut. Pemakaian media subtrat lumpur dan media air jernih dengan tanaman air kapu-kapu memberikan hasil yang terbaik dengan derajat kelangsungan hidup tertinggi.

Saran

Disarankan pada penelitian selanjutnya agar digunakan ukuran benih belut yang lebih besar dengan jumlah padat tebar yang lebih tinggi dan dilakukan aklimatisasi lingkungan yang lebih lama terhadap benih belut sebelum perlakuan.

DAFTAR PUSTAKA

Alit IG. 2009. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Pertambahan Berat dan Panjang Badan Belut Sawah (Monopterus albus). Jurnal Biologi XIII(1) : 25-28.

Astawan IM. 2008. Si licin Belut Kuatkan Tulang [internet]. [diacu 2013 Maret 14]. Tersedia dari http://nasional.kompas.com/read/2008/11/07/10453394/si. licin.belut.kuatkan.tulang.

Barton BA, Iwama GK. 1999. Plasma Cortisol Levels of Fingerling Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss) at Rest and Subjected to Handling, Confinement, Transport, Stocking. Can I. Fisf.Aquat.Sci,37:805-811.

Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier scientific publishing company. Amsterdam-Oxford. New York.

(26)

12

Bratawijaya KG. 2006. Immunologi Dasar. Edisi 7. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 572 hal.

Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hal. FAO. 2008. Aquaculture Development : 3. Genetic Resource Managemen. FAO Technical Guidelines of Responsible Fisheries. No 5, suppl. 3. Rome. FAO. 125 halaman.

Goddard S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall. New York. 194 hal

Handojo DD. 1986. Usaha Budidaya Belut Sawah. Jakarta : Penerbit CV. Simplex. 36 hal Reliable indicator of Fish. American Journal of Aquatic Sciences. Vol. 4. No. 2, 157-178p.

Subagiyo, Azizah R, & Supriyantini E. 2002. Bioremediasi Amonia dalam Media Kultur Larva Udang Menggunakan Kombinasi Acclimated Konsortia dan Sukrosa [laporan penelitian]. Pusat Kajian Pesisir dan Laut Tropis, Universitas Diponegoro.

Sunarma A. 2009. Budidaya Belut di Air Bersih [internet]. [diacu 2013 Maret 10]. Tersedia dari http://www.sunarma.net/20/08/09/swamp-eel-in-clear-water budidaya-belut-di-air-bersih.

Takeuchi T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutrition. p. 179 – 229. In Watanabe T. Fish Nutrition and Mariculture JICA Textbook the General Aquaculture Course. Tokyo: Kanagawa International Fisheries Training Center.

[Warintek]. 2005. Budidaya Ikan Belut (Synbrancus) [internet]. [diacu 2013 Maret 14]. Tersedia dari http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=3& doc=3 a1.

Wedemeyer, GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture System. Chapman and Hall. New York.

Wedemeyer GA. Yasutake W. T. 1978. Prevention and Treatment of Nitrite Toxicity in Juvenile Steelhead Trout Salmo Gradneri J. Fish Board, Canada 35:822-827

[WPI] Warta Pasar Ikan. 2010. Belut dan Sidat Permintaannya Semakin Meningkat [internet]. [diacu 2013 Maret 20]. Tersedia dari http://www.wpi.kkp. go.id/?p=650.

Xu JY, Miao XW, Liu Y, Cui SR. 2005. Behavioral Response of Tilapia

(Oreochromis niloticus) to Acute Ammonia Stress Monitored by Computer

Vision. J. Zhejiang Univ. Sci. B., 6(8):812-816.

(27)

13

LAMPIRAN

Lampiran 1 Perbedaan warna tubuh benih belut

A L K

Keterangan :

A = Benih belut pada media air jernih L = Benih belut pada media lumpur

K = Benih belut pada media air jenih dengan tanaman air kapu-kapu Lampiran 2 Skema penyusunan wadah

Keterangan :

P1 = Budidaya dalam kolam terpal substrat lumpur

P2 = Budidaya dalam kolam terpal tanpa substrat (media air jernih) P3 = Budidaya dalam kolam terpal tanpa substrat dengan tanaman air

kapu-kapu U = Ulangan

= Saluran air keluar = Saluran air masuk

Lampiran 3 Derajat kelangsungan hidup benih belut (%)

Ulangan Perlakuan

A L K

1 6,67 33,33 23,33

2 20,00 30,00 33,33

3 6,67 30,00 20,00

(28)

14

ANOVA derajat kelangsungan hidup benih belut

Sumber Keragaman JK db KT F P

Perlakuan 639,257 2 319,628 8,634 0,017

Galat 222,111 6 37,019

Total 861,368 8

Uji lanjut Duncan derajat kelangsungan hidup benih belut Perlakuan Ulangan Subset for alpha = 0.05

1 2

A 3 11,1133

K 3 25,5533

L 3 31,1100

Sig. 1,000 3,06

Lampiran 4 Pertumbuhan panjang mutlak benih belut (cm)

Ulangan Perlakuan

ANOVA pertumbuhan panjang mutlak benih belut

Sumber Keragaman JK db KT F P

Perlakuan 0,397 2 0,199 1,079 0,408

Galat 0,920 5 0,184

Total 1,317 7

Lampiran 5 Laju pertumbuhan harian benih belut (%)

Ulangan Perlakuan ANOVA laju pertumbuhan harian benih belut

Sumber Keragaman JK db KT F P

Perlakuan 0,043 2 0,022 0,542 0,612

Galat 0,200 5 0,040

(29)

15 Lampiran 6 Laju pertumbuhan bobot mutlak benih belut (g/hari)

Ulangan Perlakuan

A L K

1 - 0,047 0,092

2 0,085 0,080 0,038

3 0,050 0,086 0,056

rata-rata 0,068 0,071 0,062

ANOVA laju pertumbuhan bobot mutlak benih belut

Sumber Keragaman JK db KT F P

Perlakuan 0,000 2 0,000 0,102 0,905

Galat 0,003 5 0,001

Total 0,003 7

Lampiran 7 Kadar glukosa darah benih belut (mg/dL)

Perlakuan Ulangan Glukosa (mg/dl) darah Hari ke-

0 30

Air (A) 1 58,78 42,00

2 58,78 42,67

rata-rata 58,78 42,34

Lumpur (L)

1 58,78 26,67

2 58,78 33,33

rata-rata 58,78 30,00

Kapu-Kapu (K) 1 58,78 52,00

2 58,78 34,00

(30)

16

Lampiran 8 Kualitas air selama masa pemeliharaan

Parameter Asal Sampel Masa Pemeliharaan

Hari ke - 0 Hari ke - 15 Hari ke - 30

Lampiran 9 Kematian selama pemeliharaan

Hari Air (A) Lumpur (L) Kapu-kapu (K)

A1 A2 A3 L1 L2 L3 K1 K2 K3

H 10 12 8 8 13 8 11 8 8 12

H 20 14 9 16 7 7 9 13 10 7

(31)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkalan Balai 27 Januari 1991 sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Sofran Nurozi dan Ibu Lenda Hasrini. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SD Negri 4 Pangkalan Balai tahun 2002, SMP Negri 1 Banyuasin III tahun 2005, SMA Negeri 2 Banyuasin III tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Gambar

Gambar 2 Derajat kelangsungan hidup benih belut
Gambar 4 Laju pertumbuhan harian benih belut Monopterus
Gambar 6  Kadar glukosa darah benih belut hari ke-0  dan

Referensi

Dokumen terkait

1. Aspek Silabus dengan rata – rata skor 3 menunjukkan bahwa guru telah menyiapkan silabus sebagai bahan penting dalam penulisan kisi– kisi tes. Aspek RPP dengan rata – rata

Beberapa kelebihan dari penggunaan teknik kultur jaringan dibandingkan dengan cara konvensional ialah (1) faktor perbanyakan tinggi, (2) tidak tergantung pada musim karena

Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor : 57 /KPTS/KPU-Prov-010/Tahun 2016 Tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

Dewasa ini upacara dan Seloko Adat semakin digalakkan, bahkan di bumi Tanah Pilih Pusako Betuah Kota Jambi, kegiatan tersebut menjadi himbauan Pemerintah Kota

Melihat dari data di atas bahwa cakupan imunisasi sudah melebihi dari sasaran bayi yang mendapat imunisasi dasar tetapi masih ada masyarakat yang mempunyai

 Siswa dapat membaca huruf, kata dan kalimat dengan suara nyaring dan lafal yang benar.  Siswa dapat menjiplak, menebalkan, menyalin huruf, kata dan kalimat dengan bentuk

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,001 (lebih kecil dari nilai alpha = 0,050) yang berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang

Hasil analisis diperoleh besarnya t hitung adalah -4,125 dengan df 62. Skor rata-rata pretest kelompok kontrol sebesar 63,96 sedangkan skor rata-rata posttest kelompok