• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan Cagar Alam Menjadi Kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan Cagar Alam Menjadi Kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PER

STATU

TA

RSEPSI M

US KAW

AMAN H

DEP

IN

MASYAR

WASAN CA

HUTAN R

AI

ARTEME

FAKUL

NSTITUT

RAKAT T

AGAR A

RAYA PA

IDA RIK

EN MAN

LTAS KE

T PERTA

2012

TERHADA

LAM ME

ANCORAN

KASARI

NAJEMEN

EHUTAN

ANIAN BO

2

AP PERU

ENJADI K

N MAS D

N HUTAN

NAN

OGOR

UBAHAN

KAWASA

DEPOK

N

(2)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN

STATUS KAWASAN CAGAR ALAM MENJADI KAWASAN

TAMAN HUTAN RAYA PANCORAN MAS DEPOK

AIDA RIKASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

AIDA RIKASARI. Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan Cagar Alam Menjadi Kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok di bawah bimbingan Hardjanto.

Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Cagar Alam yang merupakan status awal kawasan membuat fungsi kawasan ini seolah-olah tidak terkelola. Padahal saat ini fungsinya telah diubah menjadi Taman Hutan Raya, dimana kawasan ini bisa digunakan untuk kepentingan wisata sesuai pembagian blok pengelolaannya. Penelitian ini bertujuan untuk memahami persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan Cagar Alam menjadi kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2012 dengan pemilihan responden menggunakan metode

purposive sampling. Responden yang diambil, yaitu: laki-laki 26 responden dan perempuan 26 responden di Kelurahan Pancoran Mas, Depok. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dianalisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman

dengan SPSS 16.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan Cagar Alam menjadi kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas ada pada kategori tinggi. Dilihat dari presentase jumlah responden laki-laki dan perempuan, tingkat persepsi keduanya sama. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat, antara lain faktor internal dan faktor-faktor sosio-psikologis. Faktor-faktor-faktor internal, seperti: umur, pendidikan, jarak, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan tidak berkorelasi dengan persepsi, sedangkan faktor internal pekerjaan mempengaruhi persepsi dengan korelasi sangat lemah. Faktor-faktor sosio-psikologis, seperti: motivasi, pengetahuan, partisipasi, dan sikap dapat mempengaruhi persepsi berdasarkan pertanyaan yang diajukan dalam bentuk wawancara terstruktur dan dianalisis secara deskriptif. Hasil yang diperoleh, yaitu: responden laki-laki dan perempuan memiliki motivasi yang besar untuk menjaga kelestarian Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok. Pengetahuan responden laki-laki dan perempuan tentang sejarah lengkap terbentuknya Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok sangat rendah karena selama ini belum adanya penyuluhan dari pihak pengelola, yaitu: BLH (Badan Lingkungan Hidup). Partisipasi responden laki-laki dan perempuan cukup tinggi untuk bersama-sama ikut dalam kegiatan pelestarian Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok, seperti: kegiatan kerja bakti setiap sebulan sekali. Sikap responden laki-laki dan perempuan sangat terbuka menyikapi adanya pihak pengelola untuk mengelola Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok agar ke depannya bisa melakukan pengawasan yang intensif.

(4)

SUMMARY

AIDA RIKASARI. Public Perception toward the Status Change from a Natural Reserve Area to Grand Forest Park of Pancoran Mas in Depok. Under the Supervision of Hardjanto.

Grand Forest Park is a nature conservation area for the purpose of collecting natural and or artificial plants of native and or non-native types, which is used for the benefits of research, science, education, culture, tourism and recreation. Natural Reserve in its initial state did not seem to have its functions well-managed. However, its functions have been changed to a Grand Forest Park, and this region can be used for tourism based on the division blocks of management. This study was aimed to understand the public perception of the status change from Natural Reserve to the Grand Forest Park of Pancoran Mas in Depok and identify factors that affect the public perception. The study was conducted from April to May 2012 by taking respondents using a purposive sampling method. Respondents consisted of 26 males and 26 females from the Village of Pancoran Mas, Depok. Factors that influenced perceptions were analyzed by using the

Spearman Rank correlation with SPSS 16.0.

The study results indicated that the people’s perception toward the status change from the Nature Reserve to the Grand Forest Park of Pancoran Mas was of high category. In terms of the percentage of male and female respondents, both had the same level of perception. The factors that affected public perceptions were, among others, internal factors and sosio-psychological factors. The internal factors such as age, education, distance, number of family dependents and income did not correlate with the perception, while the internal factor of jobs affected perception with a very weak correlation. Sosio-psychological factors such as motivation, knowledge, participation, and attitudes could affect the perception based on the questions that were given in the form of structured interviews and analyzed descriptively. The preserve the Grand Forest Park of Pancoran Mas, Depok. Male and female respondents had a very limited knowledge about the complete history of the formation of Grand Forest Park Pancoran Mas Depok because there has been no socialization from the management, namely: BLH (Environment Agency). The participation of male and female respondents was quite high, that is, together participating in the conservation of the Grand Forest Park of Pancoran Mas Depok, such as in voluntary community service activities once a month. Male and female respondents had a very open attitude to the presence of those managing the Grand Forest Park of Pancoran Mas Depok so that in future an intensive supervision could be carried out.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan Cagar Alam Menjadi Kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok adalah benar-benar hasil kerja saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

Aida Rikasari

(6)

Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan Cagar Alam Menjadi Kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok

Nama Mahasiswa : Aida Rikasari Nomor Pokok : E14070084

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS NIP 19550606 198103 1 008

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan Cagar Alam Menjadi Kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Pancoran Mas, Depok pada bulan April sampai Mei 2012. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, motivasi, kesabaran dan waktu dalam penyusunan skripsi, Papa tercinta Yoyon Sonjaya dan Mama tercinta Yani, dan adikku tercinta Dhea Rahmasari yang telah memberikan dukungan spirit maupun materi, nasihat dan doa.

Adapun penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Depok beserta jajarannya yang telah memberikan data dan informasi serta bantuan yang sangat berguna bagi penulis, Bapak Jani, Bapak Jaeni dan Ibu Esty atas segala bantuan dalam pengambilan data dan informasi selama melakukan penelitian, Sahabat-sahabat terdekat Vivi Selviana, Eri Septyawardani, Martha Rubby Hapsari, dan Tantri Janiatri atas dukungan, nasehat dan kebersamaannya, Rekan-rekan seperjuangan di MNH 44 atas rasa kekeluargaan yang tinggi dan teman-teman yang telah bersedia penulis ajak untuk berdiskusi mengenai penelitian ini, dan Seluruh pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan dunia pendidikan, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 13 Juli 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Yoyon Sonjaya dan Ibu Yani. Jenjang pendidikan yang dilalui, yaitu: TK Gunung Jati (1994-1995), SD Islamic Village Tangerang (1995-2001), SMP Negeri 12 Bogor (2001-2004) dan SMA Negeri 5 Bogor (2004-2007). Pada tahun 2007 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan SMA, kemudian melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun pertama penulis mengikuti Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan pada tahun kedua penulis masuk di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Kemudian semester 6 penulis mengambil bidang keahlian kebijakan hutan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, yaitu: Anggota AGRIASWARA tahun 2007-2008. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kampus, yaitu: Panitia Temu Manajer 2009. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang dan Sancang Barat tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) tahun 2010, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Banyumas Barat Unit I Jawa Tengah pada tahun 2011.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 4

I.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Taman Hutan Raya ... 5

2.2 Persepsi ... 8

2.3 Motivasi ... 11

2.4 Pengetahuan ... 13

2.5 Partisipasi ... 14

2.6 Sikap ... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 19

3.1 Kerangka Pemikiran ... 19

3.2 Lokasi Penelitian ... 21

3.3 Bahan dan Alat ... 21

3.4 Metode Pengambilan Data ... 21

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.6 Metode Penarikan Contoh ... 22

3.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 22

3.7.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan ... 22

3.7.2 Pengolahan Data Karakteristik Responden ... 24

3.7.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 25

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27

4.1 Kondisi Geografis ... 27

4.1.1 Taman Hutan Raya Pancoran Mas ... 27

4.1.2 Kelurahan Pancoran Mas Depok ... 27

(10)

4.2.1 Topografi ... 27

4.2.2 Iklim ... 28

4.2.3 Geologi dan Tanah ... 28

4.2.4 Hidrologi ... 28

4.3 Potensi Hayati ... 29

4.3.1 Flora ... 29

4.3.2 Fauna ... 30

4.4 Kondisi Demografi ... 31

4.4.1 Kependudukan ... 31

4.4.2 Tingkat Pendidikan ... 31

4.4.3 Tingkat Pendapatan ... 32

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

5.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan ... 33

5.2 Mengidentifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan ... 36

5.3 Karakteristik Internal Masyarakat ... 37

5.3.1 Umur Responden ... 37

5.3.2 Tingkat Pendidikan Responden ... 38

5.3.3 Pekerjaan Pokok Responden ... 39

5.3.4 Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Tahura ... 40

5.3.5 Jumlah Tanggungan Responden ... 41

5.3.6 Pendapatan Responden ... 41

5.4 Hubungan Faktor-Faktor Internal Dengan Persepsi Masyarakat ... 42

5.5 Hubungan Faktor-Faktor Sosio-Psikologis Dengan Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan...44

5.5.1 Motivasi ... 44

5.5.2 Pengetahuan ... 46

5.4.3 Partisipasi ... 48

5.4.4 Sikap ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 53

(11)

DAFTAR TABEL

 

No           Halaman

1. Tingkatan persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan

berdasarkan rataan nilai terboboti...23

2. Pengolahan data karakteristik responden...25 

3. Tingkatan keeratan hubungan antar variable...26

4. Nilai dari pertanyaan persepsi responden terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok...34

5. Tingkatan persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok...35

6. Distribusi responden berdasarkan umur...37

7. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan...38

8. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan pokok...39

9. Distribusi responden berdasarkan jarak tempat tinggal ke lokasi Tahura...40

10. Distribusi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga...41

11. Distribusi responden berdasarkan pendapatan responden...42

12. Hubungan faktor internal dengan persepsi masyarakat menggunakan uji spearman...43

13. Motivasi masyarakat terhadap kawasan...45

14. Pengetahuan masyarakat terhadap kawasan...47

15. Partisipasi masyarakat terhadap kawasan...49

(12)

DAFTAR GAMBAR

 

No Halaman

1. Alur kerangka pemikiran...20

2. Pohon Meranti...30

3. Tumbuhan Bawah...30

       

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

 

 

No Halaman

1. Kuisioner penelitian persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Taman Hutan Raya Pancoran

Mas Depok...61

2. Hasil print out spss korelasi rank spearman untuk faktor internal pada seluruh responden di Kelurahan Pancoran Mas Depok...65

3. Data pengkodean responden laki-laki...67

4. Data pengkodean responden perempuan...68

5. Peta situasi 1 kawasan hutan Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok...70

6. Peta situasi 2 kawasan hutan Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok...71

7. Foto-foto lokasi penelitian...72

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 276/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 kawasan Cagar Alam Pancoran Mas Depok diubah fungsinya menjadi kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Pancoran Mas Depok dan dikelola oleh pemerintah pusat, pada waktu itu adalah Departemen Kehutanan dan Perkebunan yang kemudian pengelolaannya diserahkan kepada Pemda Provinsi Jawa Barat dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah kota Depok (sesuai Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999). Badan Lingkungan Hidup Kota Depok merupakan institusi di bawah Pemerintah Daerah Kota Depok yang mempunyai tugas dan kewenangan dalam pengelolaan kawasan Tahura Pancoran Mas Depok. Sesuai dengan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 107/Menhut-II/2003 bahwa kawasan konservasi yang berfungsi sebagai Tahura pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi untuk lintas kabupaten, dan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk kawasan Tahura yang berada dalam wilayah satu kabupaten/kota. Tahura Pancoran Mas Depok memiliki luas sebesar + 6 Ha. Setelah dilakukan pengukuran dan penataan batas pada bulan Desember 2009 bahwa luas kawasan Tahura Pancoran Mas Depok adalah 71.559 m2. Saat ini potensi yang ada di dalamnya belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Prospek potensi utama yang dapat dikembangkan di kawasan ini adalah sesuai dengan fungsinya yaitu untuk kegitan wisata, pendidikan, penelitian, dan koleksi tumbuhan baik asli maupun introduksi. Masyarakat memiliki persepsi terhadap kehadiran Tahura saat ini adalah dengan mengetahui manfaat Tahura sebagai sumber air dan sebagai penyejuk kota (Badan Lingkungan Hidup Kota Depok 2010).

(15)

harga 700 ringgit dan status tanah ini adalah tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Setelah Chastelein meninggal pada tanggal 28 Juni 1714 tanah tersebut dihibahkan kepada pemerintah Hindia Belanda, selanjutnya kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 7 tanggal 13 Mei 1926 (Staat Blad No. 245). Kawasan ini merupakan kawasan cagar alam pertama yang ditetapkan dan kemudian menjadi cikal bakal ditunjuknya kawasan cagar alam yang lain. Pada tanggal 4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia memberikan ganti rugi sebesar Rp 229.261,26 sehingga seluruh tanah partikelir Depok menjadi hak milik pemerintah Indonesia kecuali hak-hak eigendom dan beberapa bangunan seperti Gereja, Sekolah, Pastoran, Balai Pertemuan, dan Pemakaman seluas 0,8621 Ha. Sejak itu pula kawasan Cagar Alam Pancoran Mas Depok dikelola oleh Pemerintah Indonesia. Awalnya pengawasan Cagar Alam Pancoran Mas Depok berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bogor. Adanya perubahan ketentuan membuat pengelolaan Cagar Alam Pancoran Mas Depok berpindah dan dilimpahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Beberapa tahun kemudian pengelolaan diserahkan kepada Pemda Tingkat I Jawa Barat dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah Kabupaten Bogor yang kemudian diserahkan lagi kepada Pemda DKI Jakarta (Badan Lingkungan Hidup Kota Depok 2010).

Cagar Alam memiliki luas sebesar + 6 Ha. Salah satu hal yang nampaknya kawasan ini seolah-olah tidak terkelola adalah status awalnya yang merupakan fungsi cagar alam. Cagar alam adalah kawasan konservasi yang mempunyai tingkat yang paling tinggi untuk tidak dijamah, sehingga kesan tersebut masih tersirat hingga kini. Padahal saat ini fungsinya telah diubah menjadi Tahura, dimana kawasan ini bisa digunakan untuk kepentingan wisata sesuai pembagian blok pengelolaannya (Badan Lingkungan Hidup Kota Depok 2010).

1.2 Rumusan Masalah

(16)

berawal dari sejarah cagar alam yang berubah status menjadi Tahura Pancoran Mas Depok. Pemahaman dan pengetahuan yang baik pada masyarakat tentang sejarah Tahura akan membuat persepsi di masyarakat menjadi positif dengan kehadiran Tahura Pancoran Mas. Saat ini, Tahura Pancoran Mas Depok memiliki potensi yang belum digali lebih dalam, seperti: kondisi Tahura Pancoran Mas yang kurang baik dan masyarakat yang belum peduli dengan adanya Tahura Pancoran Mas. Oleh karena itu diperlukan analisis yang benar untuk mengungkap adanya persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok.

Adapun hal yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan adanya perubahan persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi Tahura Pancoran Mas Depok agar berdampak positif terhadap kehadiran dan kelestarian Tahura. Faktor internal dan faktor sosio-psikologis digunakan untuk menganalisis lebih jauh adanya perubahan persepsi tersebut. Masyarakat dalam hal ini digolongkan menjadi 2, yaitu: laki-laki dan perempuan yang nantinya akan di wawancara secara mendalam untuk memberikan tanggapan-tanggapan dari pertanyaan yang diajukan pada kuisioner.

Faktor-faktor internal dapat dianalisis dari karakteristik masyarakat, seperti: umur, pendidikan, pekerjaan, jarak tempat tinggal ke lokasi Tahura, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan. Hubungan karakteristik masyarakat dengan persepsi dapat diketahui dengan analisis Rank Spearman. Responden yang mengetahui sedikitnya sejarah tentang terbentuknya Tahura Pancoran Mas sangat membantu dalam meneliti persepsi masyarakat. Sebaliknya, responden yang tidak mengetahui sama sekali sejarah tentang terbentuknya Tahura Pancoran Mas akan membuat penelitian ini menjadi beragam dengan tanggapan tersebut. Beragamnya tanggapan responden dinilai sebagai hal yang wajar dan perlu analisis yang lebih dalam lagi untuk mengetahui alasan-alasannya.

(17)

partisipasi dan sikap. Hasil dari jawaban responden akan menunjukkan hal yang berkaitan dengan persepsi menjadi negatif atau positif dengan keberadaan Tahura Pancoran Mas ini. Persepsi positif yang akan dicapai dari penelitian ini akan mengubah pandangan dan perilaku masyarakat dalam ikut menjaga dan mengelola tahura. Hal ini perlu, agar Tahura terpelihara dengan baik dan dimanfaatkan secara maksimal fungsinya.

Dengan demikian, penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi yang lengkap dalam hal persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok. Pihak-pihak yang terkait terhadap pengelolaan tahura, yaitu: Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Depok dapat segera mengambil tindakan yang akurat dan intensif dalam mengelola Tahura Pancoran Mas Depok kedepannya.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memahami persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan Cagar Alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan Cagar Alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok.

I.4 Manfaat Penelitian

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taman Hutan Raya

Tahura sebagaimana dalam UU No. 5 Tahun 1990 adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Tahura (Grand Forest Park) merupakan bentuk pelestarian alam terkombinasi, antara pelestarian eks-situ dan in-situ. Sehingga sebuah Tahura dapat ditetapkan baik dari hutan alam maupun hutan buatan. Namun demikian, fungsi yang jelas sebuah hutan raya adalah sebagai ‘etalase’ keanekaragaman hayati, tempat penelitian, tempat penangkaran jenis, serta juga sebagai tempat wisata. Fungsi Tahura sebagai ‘etalase’ keanekaragaman hayati dan tempat penyelamatan jenis tumbuhan tertentu, yang mulai langka, terancam hampir mirip dengan Kebun Raya. Namun berbeda dengan Kebun Raya yang bisa mengkoleksi tumbuhan besar (sekitar 80%) haruslah tanaman lokal (bioregion) dimana Tahura tersebut berada dan sisanya boleh diisi dengan tanaman dari

bioregion lain (Alamendah 2011).

Indonesia memiliki sedikitnya 22 kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan Tahura. Adapun beberapa kawasan Tahura (Alamendah 2011), antara lain:

1. Tahura Ir. Djuanda; Jawa Barat. Berlokasi di Bandung dengan luas 590 ha. Penetapannya berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 3 Tahun 1995, 14 Januari 1995.

2. Tahura Bukit Barisan; Sumatera Utara. Terdapat di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat dengan luas 51.600 ha. Ditetapkan berdasarkan kepres RI Nomor 48 Tahun 1988, 29 November 1988.

(19)

4. Tahura R. Suryo; Jawa Timur. Kawasannya meliputi Gunung Arjuno dan Cagar Alam Lalijiwo di Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Malang, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pasuruan dan Kota Batu dengan luas 27.868,30 ha. Ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 80/Kpts-II/2001, 19 Mei 2001.

5. Tahura Ngurah Rai; Bali. Lokasinya di kabupaten Badung dengan luas 1.392 ha. Ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 067/Kpts-II/1988, 15 Februari 1988.

6. Tahura Dr. Moh. Hatta; Sumatera Barat. Berlokasi di Padang dengan area seluas 12.100 ha. Penetapannya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 193/Kpts-II/1993, 27 Maret 1993.

Setiap Tahura memiliki sejarah yang berbeda-beda, antara lain:

1. Tahura Ir. H. Djuanda, Bandung awalnya berstatus sebagai hutan lindung (Komplek Hutan Gunung Pulosari) yang batas-batasnya ditentukan pada tahun 1922. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 secara otomatis status kawasan hutan negara dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Djawatan Kehutanan.

(20)

(Kebun Raya Bogor) , dengan menanam koleksi tanaman dari Bogor (Kawasan Pelestarian Alam Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 2010).

2. Tahura Bukit Barisan merupakan Tahura ketiga di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 48 Tahun 1988 tanggal 29 November 1988. Pembangunan Tahura ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan fungsi dan peranan hutan. Tahura Bukit Barisan adalah unit pengelolaan yang berintikan kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi dengan luas seluruhnya 51.600 Ha. Sebagian besar merupakan hutan lindung berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi Hutan Lindung Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan Lindung Sinabung. Bagian lain kawasan Tahura ini terdiri dari CA/TW. Sibolangit, SM. Langkat Selatan TW. Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit (Dephut 2012).

3. Kawasan Hutan Arjuno Lalijiwo ditetapkan sebagai Tahura R. Soeryo berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan 80/Kpts-II/2001 tanggal 19 Mei 2001 dengan luas 25.000 Ha. Sedangkan pembangunannya ditetapkan berdasarkan keputusan Presiden No. 29 Tahun 1992 tanggal 20 Juni 1992. Peresmian Tahura R. Soeryo dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan Pekan Penghijauan Nasional di Propinsi Sulawesi Utara pada tanggal 19 Desember 1992. Tahura R. Soeryo secara administrasi pemerintahan terletak di Desa Tulungrejo, Kecamatan Batu, Kabupaten Derah Tingkat II Malang, Propinsi Jawa Timur, sedangkan secara geografis Tahura R. Soeryo terletak pada 1120 32’ 00" Bujur Timur dan 700 44' 30" Lintang Selatan. Pengelolaan kawasan berada pada Resort KSDA Lalijiwo Barat, Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jatim I, Balai KSDA IV, Kanwil Departemen Kehutanan Propinsi Jawa Timur (Dephut 2012).

(21)

Tahura Ngurah Rai terletak pada 1150 9’ 11” Bujur Timur dan 510 48’ 49” Lintang Selatan. Pengelolaan kawasan berada pada Sub Seksi KSDA Badung, Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali, Kanwil Departemen Kehutanan Propinsi Bali (Dephut 2012).

5. Tahura Dr. Moh. Hatta, Sumatera Barat ditetapkan berdasarkan Keppres 193/Kpts-II/1993 tanggal 27 Maret 1993 dengan luas sebesar 240 Ha dan berlokasi di Desa Ladang Padi dikiri kanan jalan Padang-Solok, Kodya Padang. Potensi flora di dalamnya, antara lain: (1) Pemandangannya yang indah, bentangan alam yang merupakan kesatuan lembah, bukit dan dataran daerah perkotaan, pantai dan lautnya yang biru dengan pulau-pulau didalamnya, (2) Arboretumnya sebagai koleksi jenis-jenis flora dari berbagai altitude berkisar antara 300-1000 m diatas permukaan laut, dan (3) Jenis tumbuhan langka Rafflesia gaduttensis dan anggrek alam. Adapun potensi satwa, antara lain: tapir, jenis-jenis kera, siamang, harimau, rusa dan berbagai jenis burung (Dephut 2012).

2.2 Persepsi

Pada Suranto (2011) menyatakan bahwa persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi atau menafsirkan informasi yang tertangkap oleh alat indera. Persepsi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari seseorang (partner komunikasi), yang berupa pesan verbal maupun nonverbal. Persepsi memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan komunikasi, artinya kecermatan dalam mempersepsi stimuli inderawi mengantarkan kepada keberhasilan komunikasi. Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila kita katakan, bahwa persepsi adalah inti komunikasi.

(22)

Persepsi, seperi juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor lainnya yang sangat mempengaruhi persepsi yakni perhatian. Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain. Faktor perhatian terbagi menjadi dua, yaitu: Faktor Eksternal Penarik Perhatian dan Faktor Internal Penaruh Perhatian (Rahmat 2004).

1. Faktor Eksternal Penarik Perhatian

Apa yang kita perhatikan ditentukan oleh faktor-faktor situasional dan personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain: gerakan, intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan.

2. Faktor Internal Penaruh Perhatian

Ada kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, kita mendengar apa yang ingin kita dengar, Perbedaan pendapat ini timbul dari faktor-faktor internal dalam diri kita, antara lain: faktor-faktor biologis, faktor-faktor sosiopsikologis, motif sosiogenetis, sikap, kebiasaan, dan kemauan dapat mempengaruhi apa yang kita perhatikan.

Adapun menurut Baron dan Byrne (2004) persepsi sosial (social perception) adalah suatu proses (tepatnya, proses-proses) yang kita gunakan untuk mencoba memahami orang lain. Karena orang lain memiliki peran penting dalam usaha untuk mencoba mengerti perilaku orang lain, apa yang mereka sukai sebagai individu, mengapa mereka bertingkah laku (atau tidak bertingkah laku) tertentu dalam suatu situasi dan bagaimana perilaku mereka nanti dalam situasi berbeda.

Perbedaan persepsi diri laki-laki dan perempuan, yaitu: laki-laki dan perempuan sering kali menunjukkan tingkah laku yang berbeda atau sikap yang berbeda, perhatian terutama ditunjukkan pada penampilan wanita daripada pria. Dalam banyak contoh, penjelasannya dapat secara biologis, budaya, atau kombinasi dari keduanya (Baron dan Byrne 2004).

(23)

Persepsi merupakan proses penggunaan pikiran secara aktif. Persepsi masing-masing orang terhadap suatu obyek yang sama tidak selalu sama. Ada yang dapat memiliki persepsi yang tepat dan ada yang keliru. Kekeliruan persepsi dapat diperbaiki dengan memberikan pengertian yang benar terhadap obyek persepsi. Menurut Syuryawati (1993) persepsi adalah proses penginderaan, penyusunan, dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan kepadanya, sehingga seseorang dapat mengenali, memahami, dan menilai makna rangsangan yang diterimanya sesuai keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada, sehingga ia dapat menentukan tindakannya. Persepsi merupakan proses aktif penggunaan pikiran sehingga menimbulkan tanggapan, bahkan dapat membentuk sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu.

Persepsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Zulfarina (2003) persepsi bukan hanya dipengaruhi oleh karakteristik pengalaman masa silam, tetapi karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status kependudukan berhubungan dengan persepsi responden, karena persepsi merupakan proses pengamatan serapan yang berasal dari kemampuan kognisi orang tersebut.

Di dalam penjelasannya Zaden (1984) dalam Harahap (2004) menyatakan bahwa persepsi adalah proses pengumpulan dan penafsiran informasi. Persepsi merujuk kepada beberapa proses dimana kita menjadi tahu dan berfikir beberapa hal, berupa karakteristik, kualitas dan pernyataan diri. Kita membentuk pandangan kita mengenai beberapa hal tersebut untuk menetapkan dan membuat perkiraan serta mengatur pandangan kita mengenai masyarakat berdasarkan informasi.

(24)

memenuhi prefensi imajinasi ideal seseorang atau sekelompok orang. Pandangan ini menyempurnakan pandangan sebelumnya yang mengartikan kualitas lingkungan hanya dari aspek fisik, biologis dan kimia saja.

2.3 Motivasi

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu (Adi 1994 dalam Uno 2007).

Beberapa hasil penelitian yang menjelaskan tentang motivasi, antara lain: menurut Ngadimin (1998) individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi dan bukan suatu benda mati yang bergerak hanya bila ada daya dari luar yang mendorongnya, melainkan makhluk yang mempunyai daya-daya dalam dirinya untuk bergerak. Daya yang terdapat pada manusia untuk melakukan sesuatu tindakan dikenal dengan motivasi. Adapun menurut Manubowo (2003) motivasi sebagai suatu kondisi dalam diri individu tidak dapat diamati secara langsung, yang dapat diamati adalah tingkah laku yang didorong oleh motif-motif tertentu serta mewujudkan adanya motif itu.

(25)

Yang Maha Esa, untuk merealisasikan norma-norma sesuai agamanya (Gerungan 1996 dalam Uno 2007).

Pada penjelasannya Zainun (1989) menyatakan bahwa motivasi dapat ditafsirkan dan diartikan berbeda oleh setiap orang sesuai tempat dan keadaan daripada masing-masing orang itu. Salah satu di antara penggunaan istilah dan konsep motivasi ini adalah untuk menggambarkan hubungan antara harapan dengan tujuan. Setiap orang dan organisasi ingin dapat mencapai sesuatu atau beberapa tujuan dalam kegiatan-kegiatannya. Satu tujuan biasanya ditampilkan oleh berbagai tanggapan yang ditentukan lebih lanjut oleh banyak faktor. Tidaklah mudah untuk memperoleh jawaban pertanyaan: “Apa sebenarnya yang merupakan tujuan seseorang”. Keanggotaannya pada sesuatu organisasi banyak menentukan motivasi dan tingkah laku perncarian atas pencapaian tujuan.

Di dalam bukunya Hersey dan Blanchard (1982) menyatakan bahwa orang-orang tidak hanya berbeda dalam kemampuan mereka melakukan sesuatu tetapi juga dalam kemauan mereka atau motivasi mereka melakukan hal itu. Motivasi orang-orang bergantung pada kuat lemahnya motif. Motif adakalanya diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan, gerak hati dalam diri seseorang. Motif diarahkan pada tujuan, yang mungkin berada pada alam sadar atau mungkin juga pada alam bawah sadar.

(26)

di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa depan. Sedangkan faktor luar dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, yaitu: lingkungan, kegiatan penyuluhan atau faktor-faktor yang sangat kompleks.

2.4 Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu baik melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, media masa maupun lingkungan (Notoatmodjo 2003 dalam Purba 2011).

Menurut Garnadi (2004) pengetahuan atau dalam bahasa Inggris knowledge

merupakan segala perbuatan manusia untuk memahami sesuatu obyek tertentu. Pengetahuan dapat berupa barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik lewat indera maupun lewat akal.

Adapun proses untuk mendapatkan pengetahuan menurut Idris (1982)

dalam Sembiring (1995) mengemukakan bahwa pengetahuan seseorang dapat berasal dari beberapa macam proses belajar, secara garis besarnya, yaitu:

a. Pendidikan formal, yaitu: pendidikan di sekolah, yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan terbagi dalam waktu-waktu tertentu, yang berlangsung dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi.

b. Pendidikan non-formal, yaitu: proses pendidikan yang diperoleh dari pengalamannya sehari-hari dengan sadar ataupun tidak, termasuk juga informasi yang diperoleh dari berbagai sumber lainnya seperti penyuluhan-penyuluhan dan lain-lain.

(27)

didapatkan dari hasil komunikasi dengan orang lain seperti orang tua, saudara, tetangga, teman dekat, relasi kerja, dan lain-lain.

Hasil penelitian yang dilakukan Pratomo (2005) menunjukkan pengetahuan merupakan hasil kreativitas dan uji coba secara terus menerus dengan melibatkan inovasi internal dan pengaruh eksternal dalam usaha untuk menyesuaikan dengan kondisi baru. Kata indigenous dalam pengetahuan indigenous merujuk pada masyarakat atau penduduk asli yang tinggal di lokasi tertentu, yang mempunyai sistem budaya dan kepercayaan yang berbeda daripada sistem pengetahuan internasional. Pengetahuan lokal merupakan konsep yang lebih luas yang merujuk pada pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di wilayah tertentu untuk jangka waktu yang lama. Pada pendekatan ini, kita tidak perlu mengetahui apakah masyarakat tersebut penduduk asli atau tidak. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana suatu pandangan masyarakat dalam wilayah tertentu dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungannya.

Lain halnya dengan Pratomo (2005), Manik (2000) dalam Arafah (2002) menyatakan bahwa ada yang disebut pengetahuan lokal masyarakat, pada dasarnya adalah hasil dari berbagai proses coba-coba yang dilakukan secara turun-temurun dan apa yang terbukti berhasil, itu yang dikembangkan untuk mendukung lestarinya kehidupan. Lestarinya kehidupan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan terjadi karena mereka telah menerapkan sistem pengelolaan yang memperhatikan aspek konservasi baik disadari maupun tidak. Salah satu pengelolaan sumberdaya alam bagi masyarakat lokal adalah sistem konservasi pertanian.

2.5 Partisipasi

(28)

dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subyek yang sadar.

Dengan kemampuan warga komunitas berpartisipasi diharapkan komunitas dapat mencapai kemandirian, yang dapat dikategorikan sebagai kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian manajemen. Kemandirian material tidak sama dengan konsep sanggup mencukupi kebutuhan sendiri. Kemandirian material adalah kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu krisis. Kemandirian intelektual merupakan pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang lebih halus yang muncul di luar kontrol terhadap pengetahuan itu. Sedangkan kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi kehidupan mereka (Nasdian 2006).

Ditegaskan lagi oleh Harun dan Ardianto (2011) bahwa partisipasi dalam proses pengambilan keputusan untuk mewujudkan pembangunan sangat diperlukan, karena pembangunan yang berhasil harus didukung oleh semua komponen bangsa, agar masyarakat memiliki sense of belonging (rasa memiliki) dan sense of responsibility (rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan pembangunan itu sendiri).

Ada beberapa bentuk atau tahapan partisipasi menurut Ndraha (1987) dalam

Pujo (2003) mengemukakan enam bentuk atau tahapan partisipasi yang dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Partisipasi dalam menerima dan memberikan informasi.

2. Partisipasi dalam memberikan tanggapan dan saran terhadap informasi yang diterima, baik yang bersifat mengiyakan atau yang menerima dengan syarat. 3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan.

4. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan. 5. Partisipasi dalam menerima kembali hasil-hasil pembangunan. 6. Partisipasi dalam menilai pembangunan.

(29)

Belanda disebut participate dan dalam Bahasa Inggris disebut participation. Kata ini berasal dari kata pars dan capere. Pars berarti bagian, sedangkan capere berarti mengambil. Penggabungan kata tersebut melahirkan kata participatio yang berarti ambil bagian atau peran-serta. Ditegaskan kembali oleh Amba (1998) menggerakan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam suatu program pembangunan merupakan suatu yang tidak mudah dilakukan. Seseorang akan berpartisipasi dalam suatu kegiatan bila dirasakan partisipasinya menguntungkan dan membawa manfaat bagi dirinya.

Di sisi lain menurut Arfani (1987) tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok antara lain dipengaruhi oleh ciri-ciri individu anggota, seperti: (1) Umur, (2) Tingkat pendidikan, (3) Status sosial ekonomi, (4) Pola hubungan (sifat kosmopolit), (5) Sikap terhadap perubahan, (6) Keberanian mengambil resiko, (7) Motivasi berkarya, (8) Aspirasi, (9) Fatalisme, dan (10) Diagnotisme. Sedangkan, menurut Ahmad (2004) partisipasi sebagai barang publik yang memiliki karakteristik, antara lain: (1) Memiliki kejelasan tujuan, (2) Dapat diakses oleh semua orang, (3) Berbagi sumberdaya, (4) Terdapat kontrol masyarakat, dan (5) Ramah dalam pendekatan.

Dengan demikian, dapat dirumuskan menurut Hardjono (2000) partisipasi masyarakat dalam melaksanakan program kegiatan ada tiga, yaitu partisipasi dalam tahapan perencanaan program, pelaksanaan, serta pemanfaatan hasil program kegiatan tersebut. Apabila masyarakat dapat merasakan manfaat suatu program pembangunan dengan senang hati masyarakat tersebut akan mencurahkan perhatian dan berkerja sama dalam melaksanakan pembangunan. Pelaksanaan suatu program kegiatan perlu pentahapan kegiatan, mulai dari perencanaan kegiatan, pelaksanaan, serta evaluasi hasil kegiatan. Setiap individu dapat berpartisipasi sesuai kemampuan dan tanggung jawab serta bidang pekerjaannya. Pemuka masyarakat biasanya berpartisipasi dalam menentukan arah perencanaan program kegiatan, dan evaluasi hasil program. Anggota masyarakat biasanya mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan program, yang memerlukan kerja sama dan pengerahan tenaga secara massal.

(30)

2.6 Sikap

Secara historis, istilah ‘sikap’ (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang (Allen, Guy, dan Edgley 1980 dalam Azwar 2003). Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang (Wrightsman dan Deaux 1981

dalam Azwar 2003).

Sikap terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan oleh orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut membentuk norma subjektif dalam diri individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. Kontrol perilaku ini sangat penting artinya ketika rasa percaya diri seseorang sedang berada dalam kondisi yang lemah (Azwar 2003).

Beberapa pendapat tentang sikap, antara lain: menurut Alhusin (1992) sikap adalah kesediaan mental seseorang dalam menerima pengaruh dari luar (obyek tertentu) yang pada akhirnya akan menentukan tindakan atau responnya terhadap pengaruh atau stimulus yang diterimanya. Ditegaskan kembali menurut Anty (2002) sikap berkenaan dengan keyakinan pikiran, perasaan dan kecenderungan untuk bertindak atau kecenderungan untuk bertingkah laku seseorang dalam merespons obyek sikap yang bersifat permanen dan dinyatakan dengan pernyataan setuju atau ketidak-setujuan orang tersebut terhadap obyek sikap yang dihadapinya. Sedangkan, pada Mar’at (1991) dalam Patriasih (2005) menyatakan bahwa sikap merupakan hasil dari proses sosialisasi yaitu seseorang berinteraksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. Melalui proses belajar sikap seseorang dapat berubah walaupun dalam waktu yang cukup lama.

(31)

seseorang untuk merespon sesuatu. Dengan demikian sikap belum merupakan suatu tindakan atau perilaku melainkan berupa “pre-disposisi” tingkah laku. Selanjutnya dengan melihat adanya satu kesatuan serta hubungan atau keseimbangan dari sikap dan tingkah laku, maka kita harus melihat sikap sebagai suatu sistem atau hubungan di antara komponen-komponen sikap.

Sejalan dengan Suranto (1997) bahwa menurut Erwiantono (2004) sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan individu bertingkah laku atau merespon yang kurang lebih bersikap permanen terhadap sesuatu, yang dinyatakan dengan persetujuan atau ketidaksetujuan, perasaan senang atau tidak senang dan sejenisnya.

(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Pada tanggal 7 Mei 1999 kawasan Cagar Alam Pancoran Mas Depok diubah fungsinya menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok dan dikelola oleh pemerintah pusat. Jumlah masyarakat sekitar kawasan Taman Hutan Raya semakin hari semakin bertambah. Masyarakat menyadari adanya kawasan Taman Hutan Raya yang menjadi salah satu kebanggaan bagi masyarakat.

Persepsi masyarakat berpengaruh besar terhadap kelestarian kawasan Tahura Pancoran Mas Depok. Kelestarian yang sifatnya positif untuk kelangsungan kawasan sangat diperlukan. Peran masyarakat sekitar dalam menumbuhkan rasa peduli untuk kelestarian kawasan menjadi dasar terbentuknya suatu hubungan positif antara masyarakat dan lingkungan.

Pengelolaan kawasan Tahura Pancoran Mas Depok sudah diserahkan kepada Pemerintahan Provinsi untuk lintas kabupaten, dan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk kawasan Tahura yang berada dalam wilayah satu kabupaten/kota. Dalam hal ini, Badan Lingkungan Hidup Kota Depok merupakan institusi di bawah Pemerintah Daerah Kota Depok yang mempunyai tugas dan kewenangan dalam pengelolaan kawasan.

Sudah ditetapkannya suatu rencana pengelolaan Tahura yang dibuat oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Depok merupakan suatu bentuk kepedulian yang besar untuk tetap menjaga kelestarian kawasan. Pengelolaan kawasan tidak hanya ditunjukkan kepada pemerintah saja, tetapi masyarakat sekitar perlu dilibatkan agar pengawasan lebih terorganisasi dan mendapat dukungan yang positif dari masyarakat.

(33)
[image:33.595.108.511.90.735.2]

dalam tentang perubahan persepsi tersebut. Alur Kerangka Pemikiran dapat dilihat pada (Gambar 1).

Gambar 1 Alur Kerangka Pemikiran Cagar Alam TAHURA

Pancoran Mas Depok

Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Depok

Masyarakat di Kelurahan Pancoran Mas Depok

Persepsi Faktor Sosio-Psikologis Faktor

Internal

1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Jarak

5. Jumlah Tanggungan Keluarga 6. Pendapatan

1. Motivasi 2. Pengetahuan 3. Partisipasi 4. Sikap 

(34)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Tahura Pancoran Mas, Kelurahan Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat dan dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2012.

3.3 Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: alat-alat tulis, kamera, komputer beserta kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk wawancara di lapangan.

3.4 Metode Pengambilan Data

Penelitian ini, terdiri dari: data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang digunakan secara langsung untuk pengujian hipotesis, yaitu: Ho:

Persepsi tidak berkorelasi dengan faktor-faktor internal dan H1: Persepsi

berkorelasi dengan faktor-faktor internal. Sedangkan, data sekunder adalah data untuk menunjang kegiatan penelitian yang diperoleh dari pihak terkait. Data primer adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik responden, meliputi: nama, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan pokok, status dalam keluarga, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan selama satu bulan.

2. Persepsi responden laki-laki dan perempuan terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok.

3. Pertanyaan terstruktur mengenai motivasi, pengetahuan, partisipasi dan sikap pada setiap responden laki-laki dan perempuan.

Data sekunder adalah sebagai berikut :

1. Keadaan umum lokasi penelitian, meliputi: letak, keadaan fisik lingkungan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat.

2. Keadaan lahan, meliputi: jenis tanah, topografi, kelerengan lahan, dan potensi hayati.

(35)

4. Data sekunder lain yang menunjang penelitian.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa teknik antara lain: 1. Teknik Observasi dengan cara pengamatan langsung terhadap objek peneliti. 2. Teknik Wawancara dengan cara melakukan wawancara terstruktur dengan

masyarakat serta pihak-pihak yang terkait dengan menggunakan kuisioner. 3. Studi Pustaka dengan cara mempelajari literatur, laporan, karya ilmiah, dan

hasil penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian.

3.6 Metode Penarikan Contoh

Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode penarikan contoh

purposive sampling. Dalam hal ini sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, sedangkan pertimbangan-pertimbangan yang diambil itu berdasarkan tujuan penelitian (Singarimbum dan Effendi 1989). Berdasarkan atas kriteria jarak dari rumah responden ke Tahura Pancoran Mas Depok, maka dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: (a) Dekat (<1 km) dengan laki-laki sebanyak 11 responden dan perempuan sebanyak 15 responden; (b) Sedang (2 km–5 km) dengan laki-laki sebanyak 8 responden dan perempuan sebanyak 7 responden; dan (c) Jauh (>5 km) dengan laki-laki sebanyak 7 responden dan perempuan sebanyak 4 responden. Pada setiap kelompok jarak tersebut dipilih secara acak jumlah laki-laki sebanyak 26 responden dan jumlah perempuan sebanyak 26 responden dengan berbagai jenis umur. Sehingga, jumlah setiap kelompok responden sebanyak 52 orang.

3.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan

(36)

yang disajikan dalam bentuk kuisioner, kemudian dari jawaban-jawaban tersebut diberikan skor.

Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, terutama dalam menjelaskan karakteristik responden. Persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas dianalisis dengan bantuan skoring. Penentuan skor dapat dilakukan dengan menggunakan “Skala Likert”, dimana cara pengukuran adalah dengan menghadapkan seorang responden dengan sebuah pertanyaan berupa sebuah kuisioner pertanyaan terlampir dan diminta untuk memberikan jawaban “sangat setuju”, “setuju”, “kurang setuju”, “tidak setuju” dan “ sangat tidak setuju”. Jawaban-jawaban ini diberi skors 5, 4, 3, 2, 1 secara berurutan.

Setelah dibuat skor dari jawaban tersebut, kemudian dibuat skala. Dalam menentukan skala, terlebih dahulu dicari nilai intervalnya dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Bobot nilai tertinggi – Bobot nilai terendah 5-1

Interval = = = 0,8

Banyaknya Kelas 5

Setelah besarnya nilai interval diketahui, kemudian dibuat skala untuk mengetahui tingkatan persepsi, sehingga dapat diketahui dimana letak penilaian responden terhadap setiap unsur. Skala tingkatan persepsi dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1 Tingkatan persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan

berdasarkan rataan nilai terboboti

No Interval Nilai Tanggapan Tingkat Persepsi

1 4,21-5,00 Sangat Tinggi

2 3,41-4,20 Tinggi

3 4 5

2,61-3,40 1,81-2,60 1,00-1,80

Sedang Rendah Sangat Rendah

(37)

sehingga dapat diketahui tingkat persepsi dari tiap responden. Kemudian data tersebut diolah dan dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan data persepsi responden laki-laki dengan responden perempuan.

Proses pembentukan persepsi melalui tiga mekanisme, yaitu: seleksi, penafsiran dan pengorganisasian. Persepsi yang positif akan menghasilkan sikap yang positif juga. Untuk mencapai sikap yang positif, persepsi didukung dengan adanya motivasi, pengetahuan dan partisipasi masyarakat. Analisis yang digunakan untuk mengukur motivasi, pengetahuan, partisipasi dan sikap masyarakat terhadap Tahura, yaitu: analisis deskriptif dengan mengajukan pertanyaan terstruktur dalam wawancara pada setiap responden. Sehingga, terlihat kaitan antara motivasi, pengetahuan, partisipasi dan sikap terhadap persepsi masyarakat.

3.7.2 Pengolahan Data Karakteristik Responden

(38)
[image:38.595.112.516.106.478.2]

Tabel 2 Pengolahan data karakteristik responden No Variable

Faktor Internal

Kategori Peringkat Dasar

Pengukuran

1. Umur 1. 30 – 39 Tahun

2. 40 – 49 Tahun 3. 50 – 59 Tahun 4. 60 – 69 Tahun 5. > 70 tahun

5 4 3 2 1 Sebaran Contoh

2. Tingkat

Pendidikan

1. Tidak Sekolah 2. Sekolah Dasar

3. Sekolah Menengah Pertama 4. Sekolah Menengah Atas 5. Perguruan tinggi

1 2 3 4 5 Sebaran Contoh

3. Pekerjaan Pokok 1. Pensiunan/Rumah Tangga

2. Wiraswasta 3. Pegawai Negri 4. Pegawai Swasta

1 2 3 4 Sebaran Contoh

4. Jarak Tempat

Tinggal ke lokasi Tahura 1. Dekat 2. Sedang 3. Jauh 3 2 1 Sebaran Contoh

5. Jumlah

Tanggungan Keluarga

1. 0 – 1 orang 2. 2 – 3 orang 3. > 4 orang

1 2 3

Sebaran Contoh

6. Pendapatan 1. Rp 0 – Rp 2.000.000

2. Rp 2.100.000 – Rp 4.000.000 3. Rp 4.100.000 – Rp 6.000.000 4. Rp 6.100.000 – Rp 8.000.000 5. > Rp 8.100.000

1 2 3 4 5 Sebaran Contoh

3.7.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, data diolah dengan analisis korelasi Rank Spearman dengan menggunakan program SPSS 16.0 FOR WINDOWS karena data tersebut berupa data kuantitatif. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dua variable, yaitu variable bebas dan variable tergantung dalam skala ordinal (non-parametik). Walpole (1995) dalam Susiantik (1998). Rumus korelasi ini adalah :

1 6 ∑ 1

Keterangan : rs = Korelasi Spearman

n = Banyaknya pasangan data

di = Jumlah selisih antara peringkat bagi xi dan yi

(39)

dari umur, pendidikan, pekerjaan, jarak, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan. Adapun wawancara terstruktur kepada setiap responden laki-laki dan perempuan untuk mengetahui sejauh mana motivasi, pengetahuan, partisipasi dan sikap terhadap kawasan Tahura. Hasil wawancara tersebut disajikan dalam bentuk penjelasan deskriptif secara terstruktur dengan membandingkan hasil jawaban responden laki-laki dan perempuan. Penjelasan deskriptif ini bertujuan melihat sejauh mana pemahaman masyarakat tentang kawasan Tahura agar dapat mendukung pembentukan persepsi yang positif di masyarakat.

Hasil uji korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) dan negatif (-). Jika korelasi menghasilkan angka positif, maka hubungan kedua vaiable bersifat searah, artinya jika variable bebas besar maka variable tergantung juga besar. Jika menghasilkan angka negatif maka hubungan kedua variable tersebut tidak searah, artinya jika variable bebas besar maka variable tergantung akan kecil. Angka korelasi yang dihasilkan berkisar antara 0 s/d 1, dengan ketentuan jika angka mendekati satu maka hubungan variable semakin kuat dan jika angka mendekati 0 maka hubungan variable semakin lemah.

Menurut Sarwono (2006), agar penafsiran dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan maka diperlukan kriteria yang menunjukkan korelasi kuat atau lemah, yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Tingkatan keeratan hubungan antar variable

Interval Koefisien Tingkat hubungan

0 – 0,25 Korelasi sangat lemah

>0,25 – 0,5 Korelasi cukup

>0,5 – 0,75 Korelasi kuat

>0,75 – 1 Korelasi sangat kuat

Sumber: Sarwono (2006)

Setelah dilihat korelasinya kemudian dilakukan penarikan kesimpulan apakah asumsi dapat diterima atau ditolak dengan melihat nilai P value.

1. Jika P value (Sig 2-taled) < 0,05 maka tolak Ho dan terima H1 pada α = 5 %

2. Jika P value (Sig 2-taled) > 0,05 maka terima Ho dan tolak H1 pada α = 5 %

Asumsi yang digunakan pada penelitian ini:

Ho = Tidak ada hubungan yang signifikan antara variable yang diuji

H1 = Terdapat hubungan yang signifikan antara variable yang diuji

(40)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Georafis

4.1.1 Taman Hutan Raya Pancoran Mas

Tahura Pancoran Mas secara geografis berada di antara 6o 24’ 23” – 6o 24’ 31” Lintang Selatan dan 106o 48’ 45” – 106o 48’ 56” Bujur Timur. Menurut administrasi pemerintahan Tahura tersebut termasuk dalam wilayah Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat.

Tahura Pancoran Mas yang berada di kawasan kota Depok dapat dicapai melalui dua mode transportasi, yaitu dengan kendaraan darat dan dengan kereta rel listrik Jakarta–Bogor. Kawasan ini hanya berjarak sekitar 3 km dari Pusat Kota Depok. Jika menggunakan mobil dari kota Depok menuju arah Pitara selanjutnya masuk jalan Cagar Alam sejauh kurang lebih 1 km. Sedangkan bila menggunakan kereta rel listrik dari stasiun Depok Lama hanya berjarak sekitar 800 m, dan dapat memanfaatkan jasa ojeg untuk sampai ke lokasi.

4.1.2 Kelurahan Pancoran Mas Depok

Lokasi penelitian ini bertempat di Kelurahan Pancoran Mas yang termasuk ke dalam Kecamatan Pancoran Mas Depok. Kecamatan Pancoran Mas mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Limo dan Beji b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukamajaya c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cipayung d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sawangan

4.2 Kondisi Biofisik 4.2.1 Topografi

(41)

dan sarana rekreasi. Di samping itu juga, sangat mendukung dalam hal pelaksanaan berbagai kegiatan seperti penanaman, pengkayaan, dan pembasmian gulma.

4.2.2 Iklim

Berdasarkan klasifikasi dari Schmidt dan Ferguson, wilayah kota Depok (termasuk di dalamnya adalah Tahura Pancoran Mas) memiliki iklim Tipe A dengan rata-rata curah hujan 2.629 mm/tahun. Musin kemarau terjadi antara bulan April–Oktober, sementara musim hujan terjadi antara musim Oktober–April. Jumlah hari hujan rata-rata 222 hari per tahun dengan suhu rata-rata berkisar antara 24,3–33oC dan kelembaban udara relatif berkisar 82% dengan intensitas penyinaran rata-rata 49,8%.

4.2.3 Geologi dan Tanah

Berdasarkan Peta Tanah Semi Detail Daerah Parung–Depok–Bogor–Ciawi yang dikeluarkan oleh Lembaga Penelitian Tanah (1979), kawasan Tahura Pancoran Mas Depok mempunyai jenis tanah Latosol Merah. Sedangkan geologinya merupakan batuan Vulkanik Kwarter. Jenis tanah seperti ini sangat cocok untuk jenis-jenis tanaman tahunan dan relatif sesuai untuk tanaman musiman dengan faktor pembatas tingkat kesuburan. Di samping itu juga relatif sesuai untuk pertanian lahan basah dengan faktor pembatas irigasi.

Dengan kondisi topografi yang datar dan jenis tanah yang cocok untuk tanaman tahunan maka Tahura Pancoran Mas Depok sangat baik jika dikembangkan untuk kegiatan koleksi tumbuhan (taman hutan raya) atau arboretum.

4.2.4 Hidrologi

(42)

‘pengrusakan’ pagar tembok tahura agar aliran air tersebut dapat masuk ke dalam tahura. Untuk memperbaiki sistem drainase agar menjadi lebih baik kiranya perlu dilakukan kegiatan-kegiatan teknis buatan seperti membuat saluran air, dan mengatur pola penanaman sehingga tidak terjadi erosi dan penglupasan solum tanah permukaan.

4.3 Potensi Hayati 4.3.1 Flora

Tahura Pancoran Mas Depok merupakan ekosistem hutan yang didominasi oleh semak belukar muda dengan beberapa jenis pohon yang masih ada diantaranya jenis Meranti, Jambu, Kluwih dan beberapa jenis yang baru ditanam seperti Mahoni dan jenis tanaman buah-buahan. Di samping itu juga terdapat rotan dan tumbuhan merambat lainnya.

Vegetasi di kawasan Tahura Pancoran Mas Depok mempunyai penutupan dengan strata B dimana pohon-pohon yang tumbuh mempunyai ketinggian antara 14-18 meter dengan penutupan kanopi cenderung terbuka. Hal ini akan memicu suburnya tumbuhan bawah dan jenis liana, serta semak dan jenis-jenis tumbuhan merambat yang dapat menutupi pohon-pohon hingga mengganggu pertumbuhan pohon-pohon tersebut bahkan hingga kematian. Tahura Pancoran Mas Depok merupakan habitat tumbuhan Kikoneng (Arcangelisia flava) yang merupakan salah satu jenis tumbuhan obat langka yang saat ini sulit untuk ditemukan keberadaannya di alam.

Secara strata, kondisi vegetasi di dalam kawasan Tahura Pancoran Mas Depok dapat dibedakan ke dalam:

a. Tumbuhan Bawah dan Liana b. Tumbuhan Tingkat Semai c. Tumbuhan Tingkat Pancang d. Tumbuhan Tingkat Tiang, dan e. Tumbuhan Tingkat Pohon

(43)

Sedangkan untuk jenis tumbuhan bawah yang memiliki kerapatan dan INP yang tinggi adalah jenis-jenis yang belum teridentifikasi disusul jenis Rotan.

Pada tumbuhan tingkat Semai ditemukan sebanyak 33 jenis dengan kerapatan dan INP didominasi jenis Meranti disusul jenis Waru dan Kanyere. Sedangkan untuk tumbuhan tingkat Pancang terdapat sekitar 22 jenis yang didominasi oleh jenis waru (Hibiscus tiliaceus) disusul jenis meranti (Shorea sp), jenis kanyere (Bridelia monoica) dan jenis jambu air (Syzygium aqueum).

Untuk tumbuhan tingkat Tiang terdapat sekitar 12 jenis yang didominasi oleh jenis Meranti dan jenis Waru. Sedangkan untuk tumbuhan tingkat Pohon terdapat sekitar 24 jenis yang didominasi oleh jenis Meranti, disusul jenis Waru, jenis Jambu dan jenis Kluwih (Arthocarpus altilis).

Hasil inventarisasi yang dilakukan pada tahun 2007 teridentifikasi terdapat pohon sebanyak 877 individu atau kelompok yang termasuk ke dalam 71 jenis, 83 marga dan 37 famili. Tegakan ini sebaiknya dipertahankan sebagai tanaman koleksi di Tahura Pancoran Mas Depok. Dapat dilihat pada (Gambar 2 dan Gambar 3).

Gambar 2 Pohon Meranti Gambar 3 Tumbuhan Bawah

4.3.2 Fauna

(44)

Jenis-jenis burung yang masih dapat dijumpai diantaranya burung jogjog (Pycnonotus goavier), ciblek (Prinia familiaris), cingcuing (Cacomantis merulinus), dan kipasan (Rhipidura teysmann). Sedangkan jenis reptilia yang masih ditemukan diantaranya jenis-jenis ular tanah (Ptyas korros) , kadal (Mabuya multifasciata) dan biawak (Varanus albigularis). Jenis mamalia kecil yang masih dapat dijumpai adalah jenis kelelawar (Pteropus vampyrus) dan musang (Paradoxurus hermaphroditus). Untuk kelas ampibia masih dapat dijumpai beberapa jenis katak (Bufo melanostictus).

4.4 Kondisi Demografi 4.4.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2009 mencapai 1.536.980 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 798.802 jiwa dan perempuan 738.178 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk kota Depok tahun 2009 sebanyak 2,21%, sedangkan rasio jenis kelamin di Kota Depok adalah 108.

Di tahun 2009, kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 7.673,77 jiwa/km2. Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan terpadat di Kota Depok dengan tingkat kepadatan 10.492,53 jiwa/km2, kemudian kecamatan Beji dengan tingkat kepadatan 10.240,63 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu sebesar 3.794,31 jiwa/km2.

4.4.2 Tingkat Pendidikan

(45)

4.4.3 Tingkat Pendapatan

Data tahun 2009 menunjukkan bahwa masyarakat sekitar kawasan Tahura memiliki mata pencaharian beragam yakni sebesar 28% sebagai pedagang, 22% sebagai wiraswasta, 14% sebagai buruh, 10% sebagai PNS, dan sisanya tidak jelas mulai dari pemulung, pensiunan dan pengangguran. Kondisi seperti ini untuk saat ini tidak begitu berpengaruh terhadap keberadaan tahura, namun hal ini dapat menjadi peluang bagi masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja baru setelah tahura dikelola secara intensif terutama untuk kepentingan wisata, karena jika kegiatan ini dapat berjalan dengan baik tentu saja akan menjadi pemicu multipayer efek terhadap kegiatan ekonomi selanjutnya.

(46)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan

Persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok dilakukan di Kelurahan Pancoran Mas, Depok dengan mengajukan pertanyaan yang berbentuk kuisioner terstruktur tentang perubahan status kawasan cagar alam menjadi Tahura. Pertanyaan tersebut berupa kondisi umum cagar alam, manfaat cagar alam, pengetahuan masyarakat terhadap Tahura dan dampak positif tahura bagi masyarakat kemudian diisi oleh masyarakat, dalam penelitian ini, yaitu: responden laki-laki dan responden perempuan. Menjawab pertanyaan dalam kuisioner dengan memilih salah satu 5 kategori dan nilainya, antara lain: sangat tinggi bernilai 5, tinggi bernilai 4, sedang bernilai 3, rendah bernilai 2, dan sangat rendah bernilai 1.

(47)
[image:47.595.95.513.78.820.2]

Tabel 4 Nilai dari pertanyaan persepsi responden terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok

No Indikator Persepsi Nilai Responden

Laki-laki

Nilai Responden Perempuan 1 Kondisi Cagar Alam yang menjadi

Tahura di sini cukup baik

4,19 4,38

2 Adanya Cagar Alam udara terasa sejuk 4,62 4,81

3 Adanya Cagar Alam air menjadi jernih 4,62 4,65

4 Timbul rasa untuk menjaga Tahura karena memberikan manfaat yang besar

4,54 4,73

5 Ada pengetahuan baru dalam mengelola dan melestarikan Tahura

3,35 3,81

6 Pemukiman di sekitar Tahura bertambah

3,96 3,50

7 Padat penduduk 4,00 3,46

8

9 10

Mengetahui sejarah Tahura dengan baik

Ikut menjaga kelestarian Tahura

Adanya Tahura berdampak positif bagi masyarakat

3,50

4,50 4,54

3,31

4,42 4,27

Hampir seluruh responden memiliki nilai yang tinggi pada setiap pertanyaan. Hal ini menjelaskan bahwa persepsi masyarakat terhadap perubahan kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok sudah memiliki persepsi yang sama.

(48)
[image:48.595.115.516.122.256.2]

Tabel 5 Tingkatan persepsi masyarakat terhadap perubahan kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok

Kategori Nilai

Responden Laki-laki

Responden Perempuan

Total Persepsi Responden

(%)

n % n %

Sangat Tinggi 4,20 - 5,00 8 30,77 7 26,92 28,85

Tinggi 3,40 - 4,20 17 65,38 16 61,54 63,46

Sedang 2,60 - 3,40 1 3,85 3 11,54 7,69

Rendah 1,80 - 2,60 0 0,00 0 0,00 0,00

Sangat Rendah 1,00 - 1,80 0 0,00 0 0,00 0,00

Total 26 100,00 26 100,00 100,00

Persepsi responden laki-laki dan perempuan mengenai perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura adalah sama, dimana ada pada kategori tinggi. Jumlah responden laki-laki yang memiliki persepsi tinggi di Kelurahan Pancoran Mas, Depok yaitu sebanyak 17 responden (65,38%) dan jumlah responden perempuan yang memiliki persepsi tinggi yaitu sebanyak 16 responden (61,54%). Tetapi jika dilihat dari persentasenya, persepsi responden laki-laki terhadap perubahan kawasan cagar alam menjadi Tahura memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan responden perempuan. Hal tersebut terjadi karena responden laki-laki lebih banyak mengetahui sejarah terbentuknya Tahura. Mereka mempunyai pengetahuan yang cukup luas tentang sejarah Tahura Pancoran Mas karena sering mengadakan pertemuan dengan RT setempat untuk diajak ikut berpartisipasi dalam melestarikan kawasan tahura, seperti kegiatan kerja bakti yang diadakan setiap sebulan sekali untuk bersama-sama membersihkan kawasan Tahura. Selain itu mereka menyadari kawasan Tahura Pancoran Mas memiliki nilai yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan kehidupan perkotaan baik sebagai daerah penyerapan untuk penyedia air tanah, sebagai pencegah banjir, penyerap karbon, pengatur iklim mikro, serta sebagai sarana untuk tempat rekreasi masyarakat perkotaan.

(49)

merasakan manfaat Tahura sebagai penyejuk udara dan penyerapan air saja. Kebanyakan responden perempuan takut akan Tahura karena mendengar dari tetangga bahwa di dalam Tahura masih ada binatang yang membahayakan yaitu ular.

5.2 Mengidentifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok dibagi menjadi 2, antara lain: (1) Faktor-faktor internal yang meliputi beberapa karakteristik masyarakat di Kelurahan Pancoran Mas, Depok, seperti: umur, pendidikan, pekerjaan, jarak tempat tinggal, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan, dan (2) Faktor-faktor sosio-psikologis, seperti: motivasi, pengetahuan, partisipasi, dan sikap.

Persamaan dan perbedaan proses dalam mengolah faktor-faktor internal dan faktor-faktor sosio-psikologis, yaitu: keduanya sama-sama dijelaskan secara deskriptif, sedangkan pada pengolahan faktor-faktor internal di analisis dengan mengolah data karakteristik masyarakat terlebih dahulu dengan struktur sesuai metode penelitian untuk selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dengan melihat hubungan korelasi antara persepsi dan faktor-faktor internal. Lain halnya dengan faktor-faktor internal, faktor-faktor sosio-psikologis diolah dengan lebih menjelaskan jawaban-jawaban dari masyarakat dari hasil wawancara dan disusun secara terstruktur dalam bentuk tabel-tabel kemudian, ditarik kesimpulan dengan melihat ada atau tidaknya hubungan antara persepsi dan faktor-faktor sosio-psikologis tersebut.

(50)

masyarakat terhadap perubahan status kawasan agar pengelolaan dapat segera dilakukan dengan baik dan terstuktur.

5.3 Karakteristik Internal Masyarakat

Karakteristik yang dipilih dari tiap masyarakat di Kelurahan Pancoran Mas, Depk, meliputi: umur, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok, jarak tempat tinggal ke lokasi Tahura, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan. Jumlah responden yang terpilih sebanyak 26 responden laki-laki dan 26 responden perempuan. Sehingga jumlah keseluruhan responden sebanyak 52 responden.

5.3.1 Umur Responden

Umur responden yaitu usia yang diukur dengan menghitung selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilakukan penelitian. Dalam menentukan kategori umur responden yaitu berdasarkan sebaran umur responden dan usia produktif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Tahura Pancoran Mas pada responden laki-laki bahwa sebaran umur tertinggi responden, yaitu: terdapat pada umur 40 – 49 tahun sebanyak 14 responden (53,85%) dan terendah antara umur 30 – 39 tahun sebanyak 1 responden (3,85%) dan umur > 70 tahun sebanyak 1 responden (3,85%). Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan pada responden perempuan bahwa sebaran umur responden tertinggi terdapat pada umur 40 – 49 tahun sebanyak 11 responden (42,31%), tetapi untuk sebaran umur terendah hanya umur > 70 tahun sebanyak 2 responden (7,69%).

Tabel 6 Distibusi responden berdasarkan umur

Umur (tahun) Laki-laki Perempuan

n % n %

30–39 1 3,85 4 15,38

40–49 14 53,85 11 42,31

50–59 7

Gambar

Gambar 1  Alur Kerangka Pemikiran
Tabel 2  Pengolahan data karakteristik responden
Tabel 4 Nilai dari pertanyaan persepsi responden terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok
Tabel 5 Tingkatan persepsi masyarakat terhadap perubahan kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada bidang empat T.ABC, bidang alas ABC merupakan segitiga sama sisi, TA tegak lurus pada bidang alas, panjang TA sama dengan 1 dan besar sudut TBA adalah 30 . Limas beraturan

Sistem ini dibuat untuk memasukkan dan melihat data rekam medis, sedangkan perbedaan dengan rancang bangun aplikasi rekam medis berbasis android di PKU

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar teknik passing control sepak bola melalui penerapan model

Ho : Pelatihan ,motivasi dan kompensasi tidak mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan. Ha : Pelatihan ,motivasi dan kompensasi mempunyai pengaruh yang

Di lain pihak, membersihkan wajah secara berlebihan dengan produk-produk seperti alkohol-based cleanser dan scrub dapat mengiritasi kulit lebih jauh dan memperparah

Jika dilihat dari kualitas pelayanan berdasarkan dimensi reliability pasien di rumah sakit negeri X dalam hal perawat dengan akurat memeriksa atau mencatat

Berdasarkan sajian data hasil wawancara dengan kepala sekolah, konselor dan guru kelas, dapat disimpulkan untuk penanganan yang telah diberikan oleh konselor untuk

Setelah diketahui ada hubungan yang signifikan antara kemampuan memahami bacaan dengan prestasi siswa, maka dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa koefisien korelasi antara