• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis willingness to pay dan alternatif strategi upaya pengembalian fungsi kawasan konservasi (studi kasus: Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis willingness to pay dan alternatif strategi upaya pengembalian fungsi kawasan konservasi (studi kasus: Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

WILLINGNESS TO PAY

DAN ALTERNATIF

STRATEGI UPAYA PENGEMBALIAN FUNGSI

KAWASAN KONSERVASI

(Studi Kasus: Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok)

NADYA MAZAYA PUTERI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Willingness to Pay adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Nadya Mazaya Puteri

(4)
(5)

ABSTRAK

NADYA MAZAYA PUTERI. Analisis Willingness to Pay dan Alternatif Strategi Upaya Pengembalian Fungsi Kawasan Konservasi (Studi Kasus: Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Kerusakan Taman Hutan Raya Pancoran Mas menyebabkan kualitas lingkungan di sekitarnya menurun sehingga diperlukan adanya upaya pengembalian fungsi dan perbaikan terhadap kawasan tersebut. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah menganalisis persepsi masyarakat terhadap keberadaan Tahura Pancoran Mas, mengestimasi besarnya nilai willingness to pay masyarakat terhadap upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas sebagai ruang terbuka hijau dan daerah resapan air, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai willingness to pay masyarakat terhadap upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas, dan memformulasi strategi pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi dan kepedulian masyarakat terhadap Tahura Pancoran Mas masih kurang baik. Hasil rata-rata willingness to pay dari 27 responden yang bersedia berpartisipasi adalah sebesar

Rp 12.222,22 per KK per orang. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai willingness to pay pada taraf nyata 15% adalah jenis kelamin, pendapatan, lama

tinggal dan status kepemilikan tempat tinggal. Alternatif strategi yang disarankan pada penelitian ini adalah alternatif pemantapan kawasan.

(6)

ABSTRACT

NADYA MAZAYA PUTERI. Willingness to Pay Analysis and Alternative Recovery Strategy of Conservation Area Function (Case Studies: Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok). Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Damage of Taman Hutan Raya Pancoran Mas caused environmental

quality declining. It needed several treatment to cover its function. The aims of

this research are: 1) to analyze society perception of Tahura Pancoran Mas

value; 2) to estimated value of society willingness to pay the recovery of Tahura

Pancoran Mas as green public area and ground water absorption area; 3) to

identificated dependent factors that influenced value of society willingness to pay

the recovery Tahura Pancoran Mas function; 4) to formulated feasible strategy of

Tahura Pancoran Mas recovery. The methods that utilized in this research are

Contingent Valuation Method (CVM) multiple linear regression, and Analytical

Hierarchy Process (AHP). The research resultsshowed that society is indifferent

of Tahura Pancoran Mas. Average result from 27 respondents willingness to pay

is IDR 12.222,22 per household per month. Dependent factors that influenced

WTP value at 15% significance level are gender, income, length of stay and

ownership of house.Alternative feasible strategy of the Tahura damage are

stabilization of the area.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS

WILLINGNESS TO PAY

DAN ALTERNATIF

STRATEGI UPAYA PENGEMBALIAN FUNGSI

KAWASAN KONSERVASI

(Studi Kasus : Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok)

NADYA MAZAYA PUTERI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Willingness to Pay dan Alternatif Strategi Upaya

Pengembalian Fungsi Kawasan Konservasi (Studi Kasus: Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok)

Nama : Nadya Mazaya Puteri

NIM : H44100064

Disetujui oleh

Dr.Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Willingness to Pay dan Alternatif Strategi Upaya Pengembalian Fungsi Kawasan Konservasi (Studi Kasus : Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok)”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari dukungan banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Moch. Nurdin dan Ibu Elly Rislyana, adik-adik tersayang Nabila, Keshia, dan Farrell serta segenap keluarga besar atas seluruh doa dan dukungan.

2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi, bimbingan, arahan, saran, dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP dan Bapak Benny Osta Nababan, S.P, M.Si selaku dosen penguji utama dan selaku dosen perwakilan departemen yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Seluruh staf Badan Lingkungan Hidup Kota Depok, serta seluruh masyarakat RW 02 Kelurahan Pancoran Mas atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta informasi yang telah diberikan.

5. Seluruh keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas semua arahan, masukan, motivasi, dan bantuannya.

6. Sahabat-sahabat Fachril Jeddawi, Mawardi Kartasamita, Habib Vio Nanda, Mona De Amesya, Fitri Andriani, Syafira Salzabella, Tri Retno S, Miranti Puspadewi, Intan Kusuma Astri, Donna Sitta, serta keluarga besar ESL 47 yang selalu memberikan bantuan, motivasi, dan semangat.

(12)

8. Sahabat-sahabat semasa sekolah Daniel Prayer Manurung, Aditya Prahadi, Sekar Ayu, Andriani Puspita, Audita Oktaviani, Caesar Ayu, Fathya Kharisma, Dian Andini, dan Amelia Nur Fitri yang telah memberikan saran dan dukungan.

9. Teman-teman satu bimbingan Andreas, Amalia Dwi, Sheanie, Chadefi, Rahayu, Dessy Amalia, Frisca, dan Dana yang telah memberikan bantuan dan dukungan.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik terkait skripsi penulis terima. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pembaca.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 15

1.1 Latar Belakang ………. 15 1.2 Perumusan Masalah ………. 3

1.3 Tujuan Penelitian ………. 4

1.4 Manfaat Penelitian ……….. 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ……….. 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kawasan Konservasi ... 6

2.2 Taman Hutan Raya ……….. 7

2.3 Konsep Dasar Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan…….. 8

2.4 Contingent Valuation Method ………. 9

2.5 Analytical Hierarchy Process ………. 9

2.6 Penelitian Terdahulu ……….. 11

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 15

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ……… 15

3.1.2 Analisis Willingness to Pay ... 15

3.1.2 Analytical Hierarchy Process ... 16

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ………. 17

IV METODE PENELITIAN... 20

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 20

4.2 Jenis dan Sumber Data ……… 20

(14)

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ……….. 21

4.4.1 Analisis Deskriptif Kualitatif ... 22

4.4.2 Estimasi Nilai WTP Masyarakat Terhadap Upaya Pengembalian Fungsi Tahura Pancoran Mas ... 22

4.4.3 Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP Masyarakat ... 24

4.4.4 Analytical Hierarchy Process ... 25

4.4.5 Pengujian Parameter Regresi ... 30

V GAMBARAN UMUM ... 33

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………. 33

5.2 Karakteristik Responden ……….. 34

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

6.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Tahura Pancoran Mas ………. 38

6.2 WTP Masyarakat Terhadap Upaya Pengembalian Fungsi Tahura Pancoran Mas ……… 40

6.3 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP Responden ……… 43

6.4 Alternatif Kebijakan dalam Upaya Pengembalian Fungsi Tahura Pancoran Mas Depok ……… 48

6.4.1 Analisis Posisi dan Peran Setiap Elemen dalam Pengolahan Horizontal ... 48

6.4.2 Analisis Hasil Pengolahan Secara Vertikal ... 50

6.5 Implikasi dan Rekomendasi ……… 54

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 55

7.1 Simpulan ………. 55

7.2 Saran ……….. 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1 Jumlah kawasan konservasi di Indonesia...1

2 Skala penilaian pairwise comparisons...10

3 Studi terdahulu...13

4 Matriks analisis data...21

5 Indikator pengukuran nilai WTP ...25

6 Nilai statistik Durbin-Watson...32

7 Persepsi masyarakat terhadap fungsi Tahura Pancoran Mas...38

8 Persepsi masyarakat terhadap kondisi lingkungan di sekitar Tahura Pancoran Mas...39

9 Kesediaan partisipasi masyarakat terhadap pasar hipotesis yang dibangun...40

10 Alasan masyarakat tidak bersedia berpartisipasi dalam upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas...41

11 Dugaan nilai rataan WTP responden terhadap upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas...41

12 Total WTP responden terhadap upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas...42

13 Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP...43

14 Uji heteroskedastisitas dengan uji White...47

15 Hasil pengolahan horizontal hubungan aspek dengan aktor...49

16 Hasil pengolahan horizontal hubungan aktor dengan solusi...49

17 Hasil pengolahan horizontal hubungan solusi dengan alternatif...50

18 Hasil pengolahan vertikal...52

DAFTAR GAMBAR

1 Alur kerangka pemikiran...19

(16)

3 Skema AHP...29

4 Karakteristik usia responden...34

5 Karakteristik jenis kelamin responden...35

6 Karakteristik pendidikan responden...35

7 Karakteristik pendapatan responden...36

8 Karakteristik jumlah tanggungan keluarga responden...36

9 Karakteristik status kepemilikan tempat tinggal responden...37

10 Karakteristik lama tinggal responden...37

11 Persentase pengetahuan masyarakat terhadap fungsi Tahura Pancoran Mas...39

12 Kurva permintaan WTP...42

13 Uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov...48

14 Skema bobot AHP...53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner penelitian untuk masyarakat...58

2 Kuisioner penelitian untuk key persons...62

3 Hasil AHP...72

(17)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas daratan 1.904.569 km2 yang terletak pada 6º LU - 11º LS dan 95º BT - 141º BT dan memiliki kurang lebih 17.508 pulau yang tersebar di kedua sisi khatulistiwa. Luas wilayah Indonesia yang besar, keadaan iklim dan letak geografis Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki keragaman biodiversitas yang tinggi, ditandai dengan banyaknya flora dan fauna endemik di Indonesia. Namun, sayangnya kita belum mampu untuk memanfaatkan dan mengelola potensi yang kita miliki secara optimal, terbukti dengan banyaknya flora dan fauna endemik yang mencapai tingkat kepunahan akibat kerusakan hutan dan degradasi lingkungan yang tinggi.

Salah satu upaya pelestarian lingkungan dan keragaman biodiversitas adalah dengan dibentuknya kawasan konservasi. Jumlah kawasan konservasi yang ada di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Jumlah Kawasan Konservasi di Indonesia tahun 2012

No. Kawasan Konservasi Jumlah Luas (ha)

1. Taman Nasional 43 12.328.523,34

2. Taman Nasional Laut 7 4.043.541,30

3. Cagar Alam 222 3.957.691,66

4. Cagar Alam Laut 5 152.610,00

5. Suaka Margasatwa 71 5.024.138,29

6. Suaka Margasatwa Laut 4 5.588,25

Total 503 26.833.296,54

Sumber: Statistik Kawasan Hutan (2013)

(18)

2

Kawasan pelestarian alam sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.

Taman Hutan Raya (Tahura) dalam UU No. 5 Tahun 1990 adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan jenis asli dan bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Indonesia memiliki ± 22 lokasi Tahura yang tersebar di berbagai wilayah.

Selain sebagai kawasan konservasi, Tahura juga memiliki fungsi lain yang cukup penting dalam suatu wilayah, diantaranya sebagai sarana lingkungan perkotaan, pengamanan jaringan sarana prasarana, meningkatkan kualitas udara di sekitar Tahura, menunjang pelestarian air dan tanah. Di tengah ekosistem, Tahura berfungsi untuk menyerap polusi, melindungi pemukiman dari banjir, dan untuk meningkatkan kualitas lansekap perkotaan.

Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok merupakan salah satu kawasan pelestarian alam tertua yang ada di Indonesia. Tahura Pancoran Ms terletak di Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kotamadya Depok, Jawa Barat. Dahulu, Taman Hutan Raya Pancoran Mas berstatus cagar alam dan merupakan cagar alam pertama di Hindia Belanda. Namun, sejak tanggal 7 Mei 1999 berdasarkan SK Menhutbun No.276/Kpts-II/1999 Cagar Alam Depok diubah statusnya menjadi Taman Hutan Raya dan berada di bawah naungan Departemen Kehutanan, namun pengelolaannya diserahkan kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Depok.

(19)

3 penelitian untuk menilai persepsi masyarakat di sekitar Tahura Pancoran Mas terhadap keberadaan kawasan konservasi ini.

1.2 Perumusan Masalah

Hutan merupakan sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat, baik tangible maupun intangible. Hutan dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan

ekosistem yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia dari segi ekonomi maupun ekologi. Akan tetapi, jumlah luasan hutan yang ada di dunia, khususnya di Indonesia semakin berkurang akibat banyaknya penebangan hutan liar dan semakin maraknya konversi lahan hutan menjadi perumahan, kawasan industri, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan berkurangnya daerah resapan air dan ruang terbuka hijau di berbagai daerah di Indonesia, terutama di kota- kota besar seperti Jabodetabek. Taman Hutan Raya sebagai salah satu kawasan pelestarian alam memberikan manfaat yang besar. Dari segi ekologis, Tahura menyediakan jasa lingkungan yang cukup besar, sedangkan dari segi ekonomi, Tahura dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif tujuan rekreasi. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan pengawasan yang baik di Tahura.

Tahura Pancoran Mas sebagai kawasan konservasi ex situ memiliki fungsi sebagai tempat hidup beberapa satwa liar seperti burung prenjak (Orthotomus sutorius), burung cingcoang coklat (Brachypteryx leucophyrs), burung tekukur biasa (Stigmatopelia chinensis), burung cipoh kacat (burung sirpu) (Aegithina tiphia), dan srigunting jambul-rambut (Dicrurus hottentottus). Selain itu, Tahura Pancoran Mas juga didominasi tumbuhan berkayu seperti meranti serta tanaman lain yang dapat dimanfaatkan seperti waru, jambu, dan kluwih. Di sisi lain, Tahura Pancoran Mas merupakan daerah resapan air yang cukup besar manfaatnya sebagai salah satu pencegahan banjir dan ruang terbuka hijau yang dapat mereduksi pencemaran udara di sekitar kawasan.

(20)

4

yang dihasilkan oleh Tahura Pancoran Mas menurun. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka beberapa pertanyaan timbul :

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan Tahura Pancoran Mas ? 2. Berapa besar nilai willingness to pay masyarakat terhadap pengembalian fungsi

Tahura Pancoran Mas sebagai ruang terbuka hijau dan daerah resapan air? 3. Faktor-faktor apa saja yang memepngaruhi nilai willingness to pay masyarakat

untuk pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas?

4. Alternatif strategi apa saja yang dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi Tahura Pancoran Mas?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi besaran nilai keberadaan Tahura Pancoran Mas dan mengetahui strategi apa saja yang dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi Tahura Pancoran Mas. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap keberadaan Tahura Pancoran Mas.

2. Mengestimasi besarnya nilai willingness to pay masyarakat terhadap pengembalian fungsiTahura Pancoran Mas sebagai ruang terbuka hijau dan daerah resapan air..

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai willingness to pay masyarakat terhadap pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas.

4. Memformulasi strategi pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:

1. Bagi pengelola, penelitian ini memberikan informasi mengenai kesediaan membayar (WTP) dan besarnya nilai WTP dari masyarakat sekitar terhadap upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas.

(21)

5 3. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan dan pelestarian kawasan Tahura Pancoran Mas.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Batasan dalam penelitian ini meliputi beberapa hal, diantaranya adalah: 1. Wilayah penelitian ini adalah kawasan Tahura Pancoran Mas, Kelurahan

Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Depok.

2. Obyek penelitian ini adalah masyarakat yang tempat tinggalnya di sekitar wilayah Tahura Pancoran Mas.

(22)

6

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi, menurut hasil rumusan IV World Congress on National Park and Protected Areas tahun 1994, adalah suatu area lahan dan atau

laut yang secara khusus ditujukan untuk melindungi dan menjaga keanekaragman biologi, dan sumberdaya alam serta kebudayaan yang berhubungan yang pengelolaannya berdasarkan hukum dan cara efektif lainnya.Ukuran kawasan konservasi sebaiknya mencerminkan luas dari lahan atau perairan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan atau menurut MacKinnon et al (1993), target ukuran kawasan konservasi yang realistis adalah 10% dari

luasan total suatu pulau.Pengelolaan kawasan konservasi memiliki tujuan utama untuk riset ilmiah, perlindungan terhadap kehidupan liar, pengawetan spesies dan keanekaraman genetik, pemeliharaan untuk jasa lingkungan, perlindungan keistimewaan alami khusus dan kebudayaan, pariwisata dan rekreasi, pendidikan, pemanfaatan berkelanjutan terhadap sumber-sumber ekosistem alami, serta menjaga kebudayaan dan atribut-atribut adat yang ada.

Berdasarkan tujuan-tujuan pengelolaan tersebut, IUCN membagi kawasan konservasi dalam enam kategori pengelolaan, yaitu:

1. Strict Nature Reserves/Wilderness Area (Cagar Alam/Cagar Ilmiah) 2. National Park (Taman Nasional)

3. Natural Monument (Monumen Alam)

4. Habitat/Species Management Area (Suaka Margasatwa) 5. Protected Landscape/Seascape

(23)

7

2.2 Taman Hutan Raya

Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami maupun bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan umum sebagai tujuan penelitian, ilmu pengetahan dan pendidikan dan juga sebagai fasilitas yang menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (Ditjen PHKA 2006).

Kawasan yang ditunjuk dan ditetapkan menjadi Taman Hutan Raya memiliki kriteria sebagai berikut:

a. Memiliki ciri khas baik asli maupun buatan pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah.

b. Memiliki keindahan alam atau gejala alam.

c. Mempunyai luas yang cukup dan memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik dari jenis asli maupun bukan asli.

Menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 107/KptsII/2003 Tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Pengelolaan Taman Hutan Raya Oleh Gubernur Atau Bupati/Walikota, kawasan Taman Hutan Raya dikelola oleh pemerintah daerah dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Pengelolaan Taman Hutan Raya setidaknya harus memuat tujuan pengelolaan yang menunjang upaya perlingdungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk upaya pengawetan kawasan Taman Hutan Raya adalah:

1. Perlindungan dan pengamanan. 2. Inventarisasi potensi kawasan.

3. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengelolaan.

4. Pembinaan dan pengembangan tumbuhan dan satwa yang bertujuan untuk koleksi.

(24)

8

berbagai daerah, koleksi tanaman di Tahura 80% harus merupakan tanaman lokal, dan sisanya boleh ditanami oleh tanaman dari daerah lain.1.

2.3 Konsep Dasar Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Sumberdaya alam dan lingkungan (SDAL) merupakan faktor yang penting dalam kegiatan pembangunan dan perekonomian. Sumberdaya alam dan lignkungan memiliki nilai guna yang sangat banyak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat dari SDAL secara langsung adalah menghasilkan barang yang dapat dikonsumsi secara langsung, seperti kayu dari hasil pemanfaatan hutan, ikan dari sektor kelautan, serta bahan mineral dari tambang yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan bahan bakar. Sedangkan, pemanfaatan SDAl secara tidak langsung adalah berupa jasa lingkungan yang berasal dari fungsi ekologis suatu ekosistem, contohnya hutan sebagai habitat flora dan fauna, pencegah banjir dan tanah longsor, serta penyerap karbon.

Menurut Fauzi (2004), secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut dengan willingness to pay, yaitu kesediaan membayar seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis suatu sumberdaya dalam ekosistem dapat diukur berdasarkan nilai moneter dari barang dan jasa tersebut.

Haab dan McConnel (2002) dalam Fauzi (2004) menyatakan bahwa pengukuran WTP yang reasonable harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. WTP tidak memiliki batas bawah negatif.

2. Batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan.

3. Ada konsistensi antara keacakan pendugaan dan keacakan perhitungan

1

(25)

9

2.4 Contingent Valuation Method

Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode yang digunakan untuk mengukur nilai non-pemanfaatan dari suatu sumberdaya alam. Pendekatan ini disebut contingent (tergantung) karena informasi yang diperoleh sangat bergantung pada hipotesis yang dibangun (Fauzi 2004). Pendekatan ini bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar (nilai WTP) dari masyarakat untuk perbaikan kualitas lingkungan dan mengetahui keinginan menerima (nilai WTA) ganti rugi atas kerusakan lingkungan akibat dari pemanfaatan sumberdaya

alam dan lingkungan.

Meskipun CVM dianggap sebagai pendekatan yang cukup baik untuk menilai WTP, ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan CVM. Kelemahan yang sering terjadi pada pendekatan ini adalah timbulnya bias. Penyebab utama terjadinya bias adalah strategi yang keliru dan adanya design bias. Selain itu, Carson et al (2001) dalam Fauzi (2004) bahwa realibilitas pengukuran CVM membutuhkan desain yang sangat cermat untuk menghindari fenomena warm glow atau fenomena dimana responden ingin menyenangkan pewawancara dengan memberikan jawaban setuju (Becker 1974).

2.5 Analytical Hierarchy Process

Menurut Saaty (1991) dalam Dwipa (2013), analytical hierarchy process adalah bentuk pengorganisasian informasi dan berbagai keputusan secara rasional agar dapat memili alternatif yang lebih disukai.Tahapan-tahapan dalam AHP meliputi:

1. Menentukan masalah dan solusi yang diinginkan

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.

(26)

10

berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Menurut Saaty (1998), skala terbaik untuk mengukur persepsi adala skala 1 sampai dengan 9. Adapun definisi dari persepsi kualitatif tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Skala penilaian pairwise comparisons

Intensitas Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen lainnya

5

Elemen yang satu lebih penting dari elemen lainnya

7

Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen lainnya

9

Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen lainnya

2,4,6,8

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Sumber: Suryadi dan Ramdhani (2000)

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga memperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x[(n-1)]/2 buah dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

5. Menghitung nilai eigen dengan menguji konsistensinya.Jika tidak konsisten maka pengambian data diulangi.

6. Menghitung langkah 3,4,5 untuk seluruh tingkat hirarki.

(27)

11 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih besar dari 10% maka

penilaian data judgement harus diperbaiki.

2.6Penelitian Terdahulu

Widada (2004) melakukan penelitian tentang nilai manfaat ekonomi dan pemanfaatan area kawasan konservasi bagi masyarakat (studi kasus: Taman Nasional Gunung Halimun). Tujuan dari penelitian ini adalah menduga nilai ekonomi total dari Taman Nasional Gunung Haimun (TNGH), melakukan analisis internal dan eksternal program pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan TNGH bagi masyarakat, dan merumuskan program strategis pengelolaan TNGH untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar TNGH. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai ekonomi TNGH per tahun yang terdiri dari nilai ekonomi pemanfaatan ekowisata TNGH sebesar Rp 1.266.590.495 yang diperoleh dari rata-rata biaya perjalanan pengunjung, nilai ekonomi penyediaan air berupa air domestik dan air untuk pertanian sebesar Rp 6,64 milyar, nilai pelestarian TNGH sebesar Rp 668.295.955 yang merupakan nilai kesediaan membayar masyarakat sekitar TNGH untuk upaya pelestarian TNGH, nilai penyerapan karbon sebesar Rp 429,8 milyar yang diperoleh meleli perhitungan benefit transfer, nilai pilihan sebesar Rp 760.917.651 yang merupakan potensi nilai manfaat sumberdaya yang ada di TNGH pada masa datang, nilai keberadaan TNGH sebesar Rp 638.210.806 yang diukur berdasarkan willingness to pay masyarakat sekitar TNGH agar keberadaan TNGH dapat

dipertahankan sehingga manfaatnya dapat dinikmati terus menerus.

(28)

12

faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP yaitu tingkat pendapatan, biaya kunjungan, dan frekuensi kunjungan.

Amanda (2009) membahas tentang analisis willingness to pay pengunjung objek wisata danau Situ Gede dalam upaya pelestarian lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi pengunjung Danau Situ Gede, mengidentifikasi persepsi pengunjung terhadap Danau Situ Gede, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar dari pengunjung Danau Situ Gede, menilai besaran WTP pengunjung Danau Situ Gede terhadap upaya pelestarian lingkungan Danau Situ Gede, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP pengunjung Danau Situ Gede.Dari hasil penelitian tersebut diperoleh sebanyak 81 persen responden bersedia membayar untuk upaya pelestarian lingkungan di kawasan Danau Situ Gede. Nilai WTP yang didapat sebesar Rp 3.558,24 dan nilai total WTP sebesar Rp 2.342.000. Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP pada penelitian ini adalah usia, tingkat pendidikan, dan pemahaman dan pengetahuan mengenai manfaat serta kerusakan danau.

(29)

13 membuka akses pemasaran, dukungan finansial, pelatihan teknologi tepat guna, dan pengembangan infrastruktur.

Tabel 3. Studi Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Analisis Hasil Penelitian

Widada

Nilai rata-rata WTP responden yang diperoleh adalah sebesar Rp 2.104,65. Nilai total WTP responden adalah sebesar Rp 23.603.663,00 per bulan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP yaitu tingkat pendapatan, biaya kunjungan, dan frekuensi 2.342.000. Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP pada penelitian ini adalah usia, tingkat pendidikan, serta pemahaman dan pengetahuan mengenai manfaat serta kerusakan danau.

Tata kelola pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran masih sering mengalami konflik akibat belum terbentuknya tata kelembagaan rantai pasok yang efisien dan

(30)

14

(31)

15

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi teori-teori yang akan dipakai dalam penelitian ini. Teori-teori ini merupakan landasan untuk menjawab tujuan penelitian.

3.1.1 Analisis Willingness to Pay

Pendekatan CVM memiliki lima tahap kegiatan atau proses, sebagai berikut :

1.Membuat pasar hipotetik

Pasar hipotetik diperlukan karena tidak adanya pasar bagi jasa lingkungan yang secara tepat menggambarkan kondisi riilnya.

2.Menentukan besarnya penawaran (nilai lelang)

Besarnya penawaran dapat ditentukan dengan beberapa teknik, seperti: a. Bidding game, teknik ini merupakan metode tawar menawar dimana

responden ditawarkan harga yang semakin meningkat sampai nilai maksimum yang mampu dibayarkan.

b. Open-ended question, yaitu metode pertanyaan terbuka dimana setiap responden ditanyakan nilai maksimum WTP mereka tanpa adanya nilai awal yang disarankan kepada mereka.

c. Close-ended question, serupa dengan open-ended question hanya saja bentuk pertanyaannya tertutup

d. Payment card, metode ini dilakukan dengan cara menanyakan kepada responden nilai WTP yang akan mereka bayarkan melalui kisaran nilai yang dipresentasikan dengan kartu.

e. Referendum, responden diberikan suatu nilai melalui sebuah alat pembayaran, kemudian diberikan pertanyaan setuju atau tidak.

3.Memperkirakan rataan dan nilai tengah dari WTP. 4.Memperkirakan kurva penawaran (kurva lelang).

Ada dua cara dalam pembuatan kurva penawaran, yaitu:

(32)

16

Wi = f (I, E, A, Q) ...(1)

b. Menggunakan jumlah kumulatif dari responden yang menjawab suatu nilai WTP.

5.Menjumlahkan data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap nilai total populasi yang dimaksudkan.

3.1.2 Analytical Hierarchy Process

Analytical hierarchy process sering digunakan sebagai metode

pemecahan masalah karena beberapa alasan, yaitu : 1. Struktur yang berhirarki

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan

keputusan.

Analytical hierarchy process juga memiliki kelebihan dalam sistem

analisisnya, sebagai berikut :

1. Kesatuan, metode analisis ini membuat permasalahan yang luas menjadi model yang fleksibel dan mudah dipahami.

2. Kompleksitas, memecahkan masalah yang kompleks dengan melalui pendekatan sistem dan integrasi deduktif.

3. Saling ketergantungan, AHP dapat digunakan pada elemen-elemen bebas yang tidak perlu berkaitan secara linier.

4. Struktur hirarki, memiliki pemikiran ilmiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level yang berisi elemen serupa.

5. Pengukuran, terdapat skala pengukuran dan metode untuk menentukan prioritas.

6. Konsistensi, mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas.

(33)

17 8. Trade off, mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem, sehingga orang mampu memilih alternatif yang sesuai dengan tujuan mereka.

9. Penilaian dan konsensus, AHP menggabungkan penilaian yang berbeda. 10.Pengulangan proses, mampu mebuat orang menyaring definisi dari suatu

permasalahan dan mengembangkan penilaian mereka melalui proses pengulangan.

Di samping itu, AHP juga memiliki kelemahan yaitu 1) ketergantungan terhadap input utama, input utama pada AHP berupa persepsi ahli sehingga akan melibatkan subyektifitas dari ahli tersebut dan 2) metode AHP hanya pengujian matematis, sehingga tidak ada batas kepercayaan dan kebenaran dari model yang terbentuk.

3.2Kerangka Pemikiran Operasional

Taman Hutan Raya (Tahura) Pancoran Mas memiliki banyak manfaat yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat di sekitar kawasan. Manfaat tersebut dapat berupa nilai guna maupun nilai non guna. Tahura Pancoran Mas sebagai salah satu kawasan konservasi tentunya memiliki manfaat non guna yang lebih banyak dibandingkan dengan nilai guna yang dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat, sehingga banyak dari masyarakat sekitar Tahura yang menganggap Tahura bukanlah aset penting.

Ketidaktahuan masyarakat akan nilai Tahura menyebabkan pengelolaan dan pengawasan Tahura Pancoran Mas tidak optimal. Kawasan dengan luas ± 7 hektar hanya dirawat oleh dua orang pekerja dan tidak adanya pengawasan rutin dari pemerintah membuat kondisi Tahura Pancoran Mas cukup memprihatinkan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini persepsi masyarakat terhadap keberadaan Tahura Pancoran Mas dikaji lebih lanjut untuk mengetahui besarnya biaya yang ingin dikeluarkan oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas dan strategi apa saja yang dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi Tahura Pancoran Mas.

(34)

18

membayar masyarakat ditentukan dengan menggunakan Contingent Valuation Method, faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar masyarakat

menggunakan analisis regresi linear berganda, serta strategi apa yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode AHP.

(35)

19

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Taman Hutan Raya

Pancoran Mas

Permasalahan

Pengelolaan yang kurang optimal dan tidak adanya

pengawasan

Ketidaksadaran masyarakat terhadap manfaat keberadaan

Tahura

Keinginan untuk mengembalikan fungsi Tahura

Menganalisis persepsi masyarakat

terhadap Tahura

Mengestimasi besaran nilai WTP terhadap

fungsi Tahura

Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai

WTP masyarakat

Analisis Deskriptif

Analisis WTP Analisis Regresi Linear Berganda

Rekomendasi kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Tahura

Strategi pengembalian

fungsi

(36)

20

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Tahura Pancoran Mas dan masyarakat di sekitar Tahura Pancoran Mas, tepatnya di Rukun Warga (RW) 02 Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas. Pemilihan lokasi tersebut ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Tahura Pancoran Mas berlokasi di RW 02. Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April 2014.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang diolah secara kuantitatif dan kualitatif yang kemudian diinterpretasikan secara deskriptif. Data primer diperoleh dengan wawancara menggunakan alat bantu kuesioner kepada masyarakat RW 02 Kelurahan Pancoran Mas dan observasi langsung. Selain itu, wawancara juga dilakukan terhadap dinas terkait dan aparat setempat, yaitu Badan Lingkungan Hidup Kota Depok, staf Kelurahan Pancoran Mas dan tokoh masyarakat setempat. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari instansi terkait dan berbagai pustaka, seperti buku referensi, laporan kegiatan, serta laporan dari instansi terkait.

(37)

21

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel untuk data primer menggunakan metode convenience sampling atau pengambilan responden yang mudah ditemui dan

mempunyai kemampuan sebagai responden (Nazir 1998). Metode ini memiliki kelemahan yaitu peluang dari responden tidak sama, sehingga dapat menimbulkan bias. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 45 orang. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang bertempat tinggal di Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas RW 02 yang berbatasan langsung dengan Tahura Pancoran Mas dan 5 orang keypersons dari instansi terkait.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh dianalisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan software Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007.Berdasarkan tujuan penelitiannya, maka metode analisis data dijabarkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Matriks analisis data

No. Tujuan Penelitian Sumber

Data

Metode Analisis Data 1 Menganalisis persepsi

masyarakat terhadap keberadaan Tahura Pancoran Mas.

2 Mengestimasi besarnya nilai

willingness to pay

masyarakat terhadap pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas sebagai RTH faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP masyarakat untuk pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas.

Data Primer (Masyarakat RW 02)

Analisis Regresi Linear Berganda

(38)

22

4.4.1 Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menilai seberapa jauh dampak pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas terhadap lingkungan di sekitar kawasan Tahura Pancoran Mas. Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data atau menyeleksi data sesuai dengan fokus permasalahan, mendeskripsikan data dalam bentuk narasi, grafik atau tabel, dan yang terakhir adalah membuat kesimpulan dari data yang telah dideskripsikan. Hasil dari data yang telah dianalisis dan diinterpretasi merupakan jawaban dari perumusan masalah dalam penelitian ini.

4.4.2 Estimasi Nilai WTP Masyarakat Terhadap Upaya Pengembalian Fungsi Tahura Pancoran Mas

Nilai WTP dalam penelitian ini akan dihitung menggunakan Contingent Valuation Method. Adapun tahap-tahap dalam metode ini adalah:

1. Membuat pasar hipotetik

Pasar hipotetik dibangun dari menurunnya kualitas lingkungan di kawasan Tahura Pancoran Mas yang merupakan daerah resapan air dan ruang terbuka hijau bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut.

Skenario:

Dari skenario di atas, responden dapat mengetahui keadaan hipotesis yang akan digunakan sebagai dasar penilaian moneter dari jasa lingkungan kawasan Tahura Pancoran Mas sebagai salah satu usaha pelestarian lingkungan kawasan tersebut. Nilai dari pembayaran jasa lingkungan ditentukan berdasarkan WTP masyarakat. Masing-masing responden akan diwawancarai menggunakan kuesioner yang telah disediakan.

“Keberadaan ruang terbuka hijau di tengah pemukiman yang da di perkotaan memiliki banyak manfaat, seperti penyerap karbon, daerah resapan air, dan sarana rekreasi. Kawasan Tahura

Pancoran Mas merupakan salah satu area RTH yang berada di tengah pemukiman. Namun,

kondisinya sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, untuk melestarikan kawasan Tahura

Pancoran Mas dan agar Tahura Pancoran Mas dapat terus dimanfaatkan sebagai daerah

resapan air dan penyedia jasa lingkungan lainnya, pengelola meminta masyarakat untuk

(39)

23 2. Menentukan Besarnya Permintaan

Teknik yang digunakan adalah closed-ended question yaitu menawarkan sejumlah pilihan nilai tertentu yang bersedia dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang lebih baik.

3. Memperkirakan Rataan Nilai WTP

Nilai WTP dapat diestimasi dengan mengetahui nilai rataan dari penjumlahan nilai WTP masing-masing responden dibagi dengan jumlah responden. Nilai dugaan rataan WTP diperoleh dari persamaan:

...(2)

dimana:

EWTP : nilai rataan dugaan WTP xi : jumlah tiap data

n : 40 responden

I :responden ke-i yang bersedia membayar (i=1,2,3....40) 4. Memperkirakan kurva WTP

Kurva WTP akan ditentukan berdasarkan persamaan:

WTP = f(jumlah responden, besarnya nilai WTP)

Keterangan:

Jumlah responden : banyaknya responden yang bersedia membayar pada nilai WTP tertentu (orang)

Besarnya nilai WTP : nilai maksimal yang bersedia dibayarkan responden (Rp) 5. Menjumlahkan Data

Setelah mengetahui nilai tengah dan rataan dari WTP responden, maka nilai total WTP dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut:

TWTP

=

∑ WTPi x ni

...(3)

dimana:

TWTP : total WTP

WTPi : WTP responden

Ni : jumlah individu yang bersedia membayar WTP

(40)

24

6. Mengevaluasi CVM

Tahap ini adalah tahap untuk menentukan atau mengetahui tingkat keberhasilan dari metode ini. Hal ini dapat dilihat dari nilai reliabilitasnya yang diuji menggunakan model Ordinary Least Square (OLS)

4.4.3 Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP Masyarakat

Analisis fungsi WTP dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP responden. Model yang digunakan untuk analisisi ini adalah model regresi linear berganda. Persamaan regresi besarnya nilai WTP dalam penelitian ini adalah:

WTP =β0 + β1X1 + β2DX2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6+ β7DX7+ β8DX8+ β9DX9+ε...(4)

dimana:

WTP : nilai WTP responden (Rp) β0 : konstanta

β1....β15 : koefisien regresi

X1 : usia responden (tahun)

DX2 : jenis kelamin (variabel dummy)

X3 : pendapatan responden (Rp/bulan)

X4 : lama tinggal (tahun)

X5 : tingkat pendidikan responden (tahun)

X6 : jumlah tanggungan keluarga (orang)

DX7 : status kepemilikan (variabel dummy)

DX8 : kenyamanan (variabel dummy)

DX9 : keindahan (variabel dummy)

ɛ : error atau galat

Variabel yang digunakan dalam persamaan ini adalah variabel demografi dan variabel lingkungan. Variabel demografi dalam persamaan tersebut yaitu variabel usia (X1), jenis kelamin (DX2), pendapatan responden (X3), lamanya

responden tinggal di wilayah tersebut (X4), tingkat pendidikan responden (X5),

(41)

25 (DX7), sedangkan variabel lingkungan dalam penelitian ini adalah variabel

kenyamanan (DX8) dan variabel keindahan (DX9).

Variabel-variabel tersebut diduga mempengaruhi besaran nilai WTP responden, baik positif maupun negatif. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, status tempat tinggal, dan lamanya responden tinggal di wilayah tersebut diduga berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTP, sedangkan jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTP. Berbeda dengan variabel demografi, semua variabel lingkungan diduga berpengaruh positif terhadap nilai WTP.

Tabel 5. Indikator Pengukuran Nilai WTP

No. Variabel Keterangan variabel Cara pengukuran 1. WTP Willingness to Pay

2. X1 Usia Tahun

3. DX2 Jenis kelamin Dummy: 1= pria ; 0 = wanita

4. X3 Pendapatan Rp/bulan

5. X4 Lama tinggal Tahun

6. X5 Status kepemilikan tempat

tinggal

Dummy: 1= milik sendiri ; 0 = sewa

7. X6 Pendidikan Tahun

8. DX7 Jumlah tanggungan keluarga Orang

9. DX8 Kenyamanan Dummy. 1=nyaman ; 0=tidak

nyaman

10. DX9 Keindahan Dummy. 1=indah ; 0=tidak

indah

4.4.4 Analytical Hierarchy Process

Analytical Hierarchy Process adalah suatu metode yang digunakan untuk

menyelesaikan masalah keputusan multi kriteria. Farhani (2011) langkah-langkah dalam melakukan metode AHP adalah sebagai berikut:

1. Menentukan hirarki dari permasalahan yang akan diselesaikan. Masalah yang ada diuraikan berdasarkan unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun dalam hirarki.

2. Menentukan nilai dari kriteria dan alternatif. Nilai alternatif ditentukan berdasarkan pairwise comparisons dari setiap kriteria yang ada.

(42)

26

Dalam menentukan prioritas, diperlukan adanya pengujian konsistensi dari matriks alternatif, dimana nilai perbandingan yang dapat diterima dalam metode AHP adalah ≤ 0,1.

Model hierarki yang digunakan dalam upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas adalalah struktur hierarki dengan empat tingkatan, yaitu tingkatan faktor yang berpengaruh, tingkatan aktor yang beperan, tingkatan solusi yang ingin dicapai, dan tingkatan strategi alternatif yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi Tahura Pancoran Mas. Uraian tingkatan-tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hierarki pertama, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan di Tahura Pancoran Mas. Faktor-faktor tersebut adalah: a) Aspek sumberdaya alam dan ekosistem, berupa ekosistem dan

keanekaragaman hayati,sistem penataan lahan, daya dukung lingkungan, dan DAS setempat.

b) Aspek kesesuaian lahan, yang meliputi penataan zona dalam kawasan Tahura Pancoran Mas.

c) Aspek sosial budaya, yaitu sikap masyarakat terhadap upaya pengembangan dan keberadaan Tahura Pancoran Mas.

d) Aspek ekonomi, potensi ekonomi masyarakat setempat yang berkaitan dengan kawasan Tahura.

2. Hierarki kedua, meliputi aktor-aktor yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan Tahura. Aktor-aktor tersebut adalah:

a) Badan Lingkungan Hidup (BLH). Peran BLH adalah sebagai pengelola Tahura Pancoran Mas.

b) Pemerintah Kota Depok. Pemkot Depok merupakan aktor yang berperan dalam pembuatan kebijakan pembangunan di kota Depok yang berpengaruh pada pengelolaan Tahura.

c) Kementerian Kehutanan. Kemenhut merupakan salah satu aktor yang berperan dalam pembuatan aturan pengelolaan kawasan konservasi.

(43)

27 masyarakat yang tidak sesuai dengan fungsi Tahura menyebabkan kerusakan pada Tahura Pancoran Mas.

3. Hierarki ketiga, yaitu solusi yang ingin dicapai. Pada penelitian ini, ada beberapa solusi yang ingin dicapai dari upaya pengembalian fungsi Tahura, yaitu:

a) Rehabilitasi ruang terbuka hijau. Kerusakan Tahura menyebabkan berkurangnya area ruang terbuka hijau yang berpengaruh pada kualitas udara di kawasan tersebut.

b) Optimalisasi daerah resapan air. Berkurangnya daerah resapan air dapat menyebabkan berbagai bencana alam, salah satunya adalah banjir. Oleh karena itu, dengan adanya daerah resapan air yang cukup dapat mencegah terjadinya banjir sehingga masyarakat terhindar dari kerugian akibat banjir.

c) Pengembangan wisata. Tahura Pancoran Mas memiliki potensi wisata yang dapat dikemas dalam bentuk paket wisata pendidikan pengenalan lingkungan (ekosistem dan iklim global) yang bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan institusi pendidikan di lingkup kota Depok.

4. Hierarki keempat, yaitu alternatif strategi yang dapat dilakukan sebagai upaya pengembalian fungsi Tahura. Strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut:

a) Pemantapan kawasan, strategi ini dapat dilakukan dengan cara pemasangan pagar keliling untuk menghindari akses masyarakat yang tidak sejalan dengan pengelolaan kawasan, serta dapat juga dilakukan dengan penataan blok yang lebih jelas pada kawasan Tahura Pancoran Mas.

b) Pengelolaan potensi sumberdaya alam, alternatif ini meliputi inventarisasi sumberdaya alam, pemeliharaan, pengawetan keanekaragaman hayati dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam. c) Perlindungan dan pengawasan kawasan, meliputi pengadaan sarana

(44)

28

d) Peningkatan pelayanan pengunjung, dapat dilakukan dengan pembangunan sarana dan prasarana serta penyebaran informasi dan promosi melalui media massa.

e) Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan, dapat dilakukan melalui pembinaan dan pengembangan daerah penyangga dan peningkatan peran serta masyarakat.

f) Penguatan kelembagaan, alternatif ini dilakukan dengan mengembangkan kerja sama atau kolaborasi pengelolaan kawasandan peningkatan koordinasi dan integrasi.

(45)

29

Gambar 3. Skema AHP Aspek SDA &

Ekosistem

Pengembalian Fungsi Tahura Pancoran Mas

Aspek Kesesuaian Lahan Aspek Sosial-Budaya Aspek Ekonomi

Kemenhut Pemerintah Kota

BLH Masyarakat

Rehabilitasi RTH Optimalisasi daerah resapan air Pengembangan wisata

Pemantapan kawasan

Pengelolaan potensi SDA

Perlindungan & pengamanan

kawasan

Peningkatan pelayanan

Pemberdayaan masyarakat

Penguatan kelembagaan Pengembangan

(46)

30

4.4.5 Pengujian Parameter Regresi

Parameter regresi pada penelitian ini dapat diuji melalui pengujian statistik dan pengujian asumsi klasik pada model. Pengujian statistik yang dilakukan adalah uji keandalan, uji t dan uji f, sedangkan pengujian asumsi klasik pada model dilakukan melalui uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolineaitas, dan uji heteroskedastisitas.

1. Uji keandalan

Uji ini dilakukan untuk menilai berhasil atau tidaknya metode yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat dari nilai adjusted R2 (nilai koefisien determinasi) dari OLS (Ordinary Least Square) WTP. Menurut Firdaus (2004), semakin dekat nilai R² dengan satu, maka semakin cocok garis regresi untuk meramalkan Y. Rumus perhitungan R² adalah :

...(5) Keterangan:

R2 = Koefisien Determinasi JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Total 2. Statistik uji t

Uji ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh masing-masing variabel bebas secara individual terhadep variabel terikat. Menurut Firdaus (2004), rumus umum untuk mencari nilai thitung dari masing-masing koefisien regresi

adalah:

...(6) Hipotesis statistik: Ho: β = 0 (X tidak berpengaruh terhadap Y)

H1: β ≠ 0 (X berpengaruh terhadap Y)

Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel. Jika thit≥ ttab atau thit≤ ttab maka Ho

ditolak atau terima Ho jika ttab< thit< ttab , dengan ttabel = t 0,5α;df=n-2

b

(47)

31 3. Statistik uji f

Uji ini dilakukan melihat bagaimana pengaruh variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikatnya. Menurut Firdaus (2004), rumus umum untuk mencari nilai fhitung adalah :

...(7) Keterangan:

JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat

K = jumlah peubah Kriteria uji:

Tolak H0 jika Fhit≥ Ftab, Ftab= Fα(v1,v2) dimana v1 = 1 dan v2 = n  2

4. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang dikumpulkan berdistribusi normal. Uji ini dilakukan dengan mengamati penyebaran data pada sumbu diagonal dalam grafik. Model memenuhi asumsi normalitas apabila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.

5. Uji multikolinearitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apalah dalam suatu model terdapat hubungan korelasi sempurna atau hampir sempurna antara variabel bebas sehingga sulit untuk memisahkan pengaruh variabel-variabel tersebut secara terpisah terhadap variabel terikat. Pengujian untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah dengan melihat tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Model dikatakan memiliki masalah kolinearitas apabila nilai

tolerance< 0,1 atau nilai VIF > 10.

6. Uji heteroskedastisas

(48)

32

7. Uji autokorelasi

Cara yang paling sering digunakan untuk menguji autokorelasi adalah dengan statistik uji Durbin-Watson. Menurut Firdaus, 2004 rumus statistik uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut:

DW = ∑ –

∑ ≈ 2 (1 - ρ) ...(8) Selang nilai dan keputusan hasil uji Durbin-Watson dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Nilai Statistik Durbin-Watson

Nilai Durbin-Watson Kesimpulan

Kurang dari 1,10 Ada autokorelasi

1,10 dan 1,54 Tidak ada kesimpulan

1,55 dan 2,46 Tidak ada autokorelasi

2,46 dan 2,90 Tidak ada kesimpulan

Lebih dari 2,91 Ada autokorelasi

(49)

33

V GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Hutan Raya Pancoran Mas yang terletak di Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kotamadya Depok. Tahura Pancoran Mas terletak pada ketinggian 121 m di atas permukaan laut dengan luas wilayah 71.559 m2.

Tahura Pancoran Mas sebelumnya merupakan Cagar Alam Pancoran Mas, yang dulu merupakan bagian dari tanah milik seorang tuan tanah keturunan Belanda-Perancis bernama Cornells Chastelein. Status tanah ini adalah tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Setelah Chastelein meninggal, tanah tersebut dihibahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda yang selanjutnya menetapkan kawasan ini sebagai kawasan Cagar Alam pada tahun 1926. Pada tanggal 4 Agustus 1952 kawasan Cagar Alam Pancoran Mas dikelola oleh Pemerintah Indonesia dan pada tanggal 7 Mei 1999 kawasan Cagar Alam Pancoran Mas diubah fungsinya menjadi Taman Hutan Raya Pancoran Mas dan dikelola oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Depok.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Nomor S.688/IV-KK/2007 tanggal 16 Juli 2007 yang menyatakan para pengelola kawasan konservasi harus melakukan penataan blok dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006, sampai ada peraturan penataan blok di luar kawasan Taman Nasional. Sesuai Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor: 129/Kpts/DJ-VI/1996 disebutkan dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan taman wisata alam ditata dalam blok perlindungan dan blok pemanfaatan sesuai potensinya.2

Penataan blok pada kawasan Tahura Pancoran Mas Depok diperlukan dalam rangka pengelolaan kawasan dan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara efektif untuk memperoleh manfaat yang optimal dan tetap lestari. Penetapan blok Tahura Pancoran Mas Depok ditentukan berdasarkan: 10 potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya, 2) tingkat interaksi dengan

2

(50)

34

masyarakat setempat, 3) kepentingan efektifitas pengelolaan kawasan yang harus dilakukan.3

Wilayah pemukiman terdekat dan berbatasan langsung dengan Tahura Pancoran Mas adalah RW 02 Kelurahan Pancoran Mas. Wilayah RW 02 Kelurahan Pancoran Mas terdiri dari 5 RT dengan 365 KK.

5.2 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini merupakan warga RW 02 Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas yang berbatasan langsung dengan Tahura Pancoran Mas. Karakteristik responden yang diamati antara lain jenis kelamin, usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, status tempat tinggal, dan lama tinggal.

5.2.1 Usia Responden

Usia responden pada penelitian ini cukup beragam yaitu antara 27-70 tahun. Mayoritas responden berusia ≥53 tahun yaitu sebanyak 17 orang (42,5%). Sebaran responden berdasarkan usia dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Karakteristik Usia Responden

5.2.2 Jenis Kelamin Responden

Responden pada penelitian ini mayoritas adalah laki-laki yaitu sebanyak 23 orang atau 57,5% dan responden perempuan sebanyak 17 orang (42,5%). Sebaran responden penelitian ini dapat dilihat pada gambar 5.

3

Anonim, Penataan Blok Tahura Pancoran Mas Depok, hal.4 12%

32%

13%

43% 26-34

35-43

44-52

(51)

35

Gambar 5. Karakteristik Jenis Kelamin Responden

5.2.3 Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini terbagi menjadi 6 kategori yaitu tidak sekolah, SD, SMP, SMA, diploma dan sarjana. Tingkat pendidikan responden terbanyak pada penelitian ini adalah SMA yaitu sebanyak 12 orang (30%). Terdapat 1 orang responden yang tidak sekolah (2,5%). Sebaran tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Karakteristik Pendidikan Responden

5.2.4 Tingkat Pendapatan Responden

Tingkat pendapatan responden pada penelitian ini cukup bervariasi. Sebanyak 15 orang (37,5%) responden memiliki pendapatan di antara Rp 500.001 – Rp 1.500.000 dan hanya 1 orang yang memiliki pendapatan di atas Rp 3.500.001. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan dapat dilihat pada gambar 7.

57% 43%

Laki-laki

Perempuan

2%

22%

28% 30%

8% 10% Tidak sekolah

SD

SMP

SMA

Diploma

(52)

36

Gambar 7. Karakteristik Pendapatan Responden

5.2.5 Jumlah Tanggungan Keluarga

Responden pada penelitian ini memiliki jumlah tanggungan keluarga yang beragam. Sebanyak 13 orang (32,5%) memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 2 orang dan hanya 1 orang (2,5%) yang memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 7 orang. Sebaran responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Karakteristik Jumlah Tanggungan Keluarga Responden

5.2.6 Status Kepemilikan Tempat Tinggal

(53)

37

Gambar 9. Karakteristik Status Kepemilikan Tempat Tinggal Responden

5.2.7 Lama tinggal

Lama tinggalnya responden mempengaruhi besarnya nilai wtp yang akan dibayarkan. Semakin lama tinggal responden, tingkat kepedulian seseorang terhadap lingkungan sekitarnya cenderung semakin tinggi. Mayoritas responden di lokasi penelitian sebanyak 26 orang (65%) tinggal selama lebih dari 21 tahun. Sebaran responden berdasarkan lama tinggal dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Karakteristik Lama Tinggal Responden 30%

70%

Sewa

Milik sendiri

7% 10%

13%

5% 65%

≤ 5 tahun

6-10 tahun

11-15 tahun

16-20 tahun

(54)

38

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Tahura Pancoran Mas

Taman Hutan Raya Pancoran Mas memiliki nilai yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan kehidupan perkotaan, sebagai daerah penyerapan untuk penyediaan air tanah, pencegah banjir, penyerap karbon, pengatur iklim mikro, dan sebagai sarana untuk rekreasi bagi masyarakat perkotaan. Pandangan masyarakat sekitar terhadap Tahura Pancoran Mas perlu diketahui untuk memberikan gambaran sejauh mana masyarakat mengetahui fungsi dari adanya Tahura Pancoran Mas.

Hasil penelitian terhadap 40 responden menyatakan bahwa sebanyak 36 orang (90%) responden mengetahui fungsi dari keberadaan Tahura Pancoran Mas, sedangkan 4 orang (10%) lainnya tidak mengetahui fungsi Tahura Pancoran Mas. Persepsi masyarakat terhadap fungsi Tahura Pancoran Mas dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Persepsi Masyarakat terhadap Fungsi Tahura Pancoran Mas Pengetahuan

Masyarakat tentang Fungsi Tahura Pancoran

Mas

Jumlah Responden Persentase (%)

Ya 36 90,00

Tidak 4 10,00

Jumlah 40 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

(55)

39

Gambar 11. Persentase Pengetahuan Masyarakat Terhadap Fungsi Tahura Pancoran Mas

Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 40 responden, sebanyak 12 orang (30 %) merupakan pendatang dan 28 orang (70 %) sisanya merupakan penduduk asli. Baik pendatang maupun penduduk asli tidak mempengaruhi pengetahuan masyarakat terhadap fungsi Tahura dan tingkat kepedulian responden terhadap kondisi Tahura Pancoran Mas.

Akibat kerusakan Tahura Pancoran Mas, kondisi lingkungan di sekitar kawassan Tahura juga mengalami perubahan, seperti kualitas udara dan sering terjadi banjir. Beberapa indikator menurunnya kualitas lingkungan di sekitar Tahura Pancoran Mas dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi Lingkungan di Sekitar Tahura Pancoran Mas 1. Sangat nyaman Udara masih sejuk, tidak banjir,

(56)

40

6.2 WTP Masyarakat Terhadap Upaya Pengembalian Fungsi Tahura Pancoran Mas

Estimasi nilai willingness to pay dalam penelitian ini menggunakan metode payment card CVM dengan nilai bid yang ditawarkan adalah Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 15.000, dan Rp 20.000. Penentuan starting point nilai bid berdasarkan harga bibit pohon kikoneng yang ada di Tahura Pancoran Mas. Pasar hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Berdasarkan hasil wawancara dengan 40 orang responden yang tinggal di sekitar kawasan Tahura Pancoran Mas, 27 orang (67,5 %) responden menyatakan kesediaannya untuk membayar, sedangkan 13 orang (32,5 %) sisanya menyatakan tidak bersedia membayar untuk upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas.

Tabel 9. Kesediaan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pasar Hipotesis yang Dibangun

Kesediaan Berpartisipasi Jumlah (orang) Persentase (%)

Bersedia 27 67,5

Tidak Bersedia 13 32,5

Total 40 10

Adapun alasan masyarakat yang tidak bersedia berpartisipasi dalam upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas dapat dilihat pada tabel 10.

“Keberadaan ruang terbuka hijau di tengah pemukiman yang da di perkotaan memiliki banyak manfaat, seperti penyerap karbon, daerah resapan air, dan sarana rekreasi. Kawasan Tahura

Pancoran Mas merupakan salah satu area RTH yang berada di tengah pemukiman. Namun,

kondisinya sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, untuk melestarikan kawasan Tahura

Pancoran Mas dan agar Tahura Pancoran Mas dapat terus dimanfaatkan sebagai daerah resapan

air dan penyedia jasa lingkungan lainnya, pengelola meminta masyarakat untuk berpartisipasi

(57)

41 Tabel 10. Alasan Masyarakat Tidak Bersedia Berpartisipasi dalam Upaya

Pengembalian Fungsi Tahura Pancoran Mas Alasan

Analisis nilai WTP terhadap upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas pada penelitian ini menggunakan CVM (Contingent Valuation Method), dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Membangun pasar hipotetik

Responden diberikan informasi tentang fungsi Tahura Pancoran Mas sebagai daerah resapan air, ruang terbuka hijau, sarana rekreasi, dan sebagai sarana wisata pendidikan sehingga responden memiliki gambaran tentang pasar hipotetik yang dibangun dan mengetahui berapa besar jumlah yang bersedia dibayarkan.

2. Memperoleh nilai permintaan WTP

Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara langsung menggunakan kuisioner dengan metode payment card, di mana responden dapat memilih langsung nilai WTP yang bersedia dibayarkan. Starting point WTP pada penelitian ini adalah Rp 5.000. Nilai tersebut didapatkan dari perkiraan harga penanaman 1 pohon kikoneng.

3. Menghitung dugaan nilai rataan WTP

Dugaan nilai rataan WTP responden dihitung berdasarkan sebaran data WTP responden. Hasil sebaran data WTP responden dapat dilihat pada tabel 11.

(58)

42

4. Menduga kurva permintaan WTP

Kurva permintaan WTP responden dibentuk berdasarkan nilai WTP yang bersedia dibayarkan responden terhadap upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas. Kurva WTP menggambarkan hubungan antara tingkat WTP yang ingin dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar pada tingkat tersebut. Kurvapermintaan WTP memiliki nilai slope yang negatif, artinya semakin tinggi nilai WTP yang diminta, semakin sedikit individu yang bersedia membayar. Kurva permintaan WTP dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Kurva Permintaan WTP 5. Menentukan total WTP

Nilai total WTP diperoleh dari hasil kali nilai rata-rata WTP responden dengan jumlah penduduk RW 02 yaitu 365 KK, sehingga diperoleh total WTP sebesar Rp 4.461.110,3. Nilai total WTP responden diduga sebesar Rp 330.000. Tabel 12. Total WTP Responden terhadap Upaya Pengembalian Fungsi Tahura

(59)

43

6. Mengevaluasi penggunaan CVM

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda yang dilakukan, diperoleh adjusted R-square model pada penelitian ini sebesar 0,517656, artinya keragaman

nilai WTP mampu dijelaskan oleh model sebesar 51,72%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

6.3 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP Responden

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya WTP dilakukan dengan menggunakan teknik regresi linear berganda. Tujuh variabel yang diduga mempengaruhi besarnya nilai WTP masyarakat, yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pendapatan, lama tinggal, jumlah tanggungan keluarga dan status kepemilikan tempat tinggal. Hasil analisis nilai WTP pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. VIF

C -11403.66 7288.807 -1.564545 0.1282

JK -2788.150 1742.706 -1.599897 0,1201 1.21 JTK -322.9464 984.9142 -0.327893 0.7453 2.22 KEINDAHAN 542.5334 2131.038 0.254586 0.8008 1.78 KENYAMANAN 599.1213 2542.613 0.235632 0.8153 2.62 KEPEMILIKAN 7895.446 4413.484 1.788937 0.0837 6.69 LMT -159.8093 97.04021 -1.646835 0.1100 6.38 PENDAPATAN 0.006557 0.001343 4.883136 0.0000 2.60 PENDIDIKAN 120.6453 295.5406 0.408219 0.6860 1.86 USIA 154.1467 155.2394 0.992961 0.3287 5.84

R-squared 0.628966 Mean dependent var 8250.000 Adjusted

Gambar

Tabel 3. Studi Terdahulu
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Taman Hutan Raya
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 4. Matriks analisis data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: Proses Pembuatan Rencana Strategis (Renstra) Badan

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar teknik passing control sepak bola melalui penerapan model

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan bahwa penambahan infused oil daun mimba pada pembuatan sampo cair mempengaruhi rendemen sampo

Pekerjaan pada divisi LCDM I secara keseluruhan berkaitan dengan dokumen. Dokumen tentunya memiliki keterkaitan yang erat dengan kearsipan, serta bidang peralatan

2 002/OLB/14 AHMAD JAUHARI Lulus OLB PRIBADI Sudah Jadi.. 3 003/OLB/14 AHMAD SIDIG GOZALI Lulus OLB PRIBADI

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebelum diberikan pendidikan kesehatan melalui konseling gizi terhadap 41 responden, diperoleh data 39 responden memiliki tindakan dengan

Dalam strategi untuk meningkatkan brand image Jember sebagai Kota Fashion Karnaval Dunia, hal yang tidak dapat dipungkiri oleh Pemkab Jember adalah untuk terus

Setelah pengodean dan pengelompokan data-data karakteristik, data lama hari rawat dan data terjadinya dekubitus selesai, kemudian dilakukan entry data ke dalam program