• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM TATANIAGA MENTIMUN DI

DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS,

KABUPATEN BOGOR

BACHTIYAR ARIF IBRAHIM

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

ABSTRAK

BACHTIYAR ARIF IBRAHIM. Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HENY KUSWANTI SUWARSINAH.

Mentimun merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Harga mentimun yang fluktuatif dan marjin tataniaga yang cukup besar antara harga yang diterima oleh petani dengan harga dibayar konsumen membuat farmer’s share yang diterima oleh petani relatif kecil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi saluran dan fungsi-fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar setiap lembaga tataniaga, dan menganalisis efisiensi saluran tataniaga mentimun berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Data diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung kepada petani di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitian terdapat tiga saluran tataniaga yang terbentuk dengan fungsi dan lembaga tataniaga serta struktur dan perilaku pasar yang berbeda setiap salurannya. Analisis efisiensi tataniaga dapat disimpulkan bahwa saluran tataniaga III merupakan saluran yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga terendah, farmer’s share tertinggi, dan rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi. Kata kunci: Desa Laladon, efisiensi, mentimun, sistem, tataniaga

ABSTRACT

BACHTIYAR ARIF IBRAHIM. Analysis of Marketing system of the cucumber at Laladon Village, Subdistrict Ciomas, Bogor Regency. Supervised by HENY KUSWANTI SUWARSINAH.

Cucumber is one of the prime commodities in Indonesia. The fluctuating price of cucumber and high marketing margin between received price by farmers and price which is paid by consumers make the received farmer's share by farmers is relatively small. The purpose of this research is to identify the channels and marketing functions, market structure and conduct of marketing institutions, and to analyze the efficiency of marketing channels of cucumber based on marketing marjin, farmer's share, and the ratio of benefits to costs. The data were collected by observation and interview to farmers in Laladon village, Subdistrick Ciomas, Bogor Regency. The result of research stated that there were three marketing channels formed with different functions, different institutions, and different market structure on every channel. The analysis of the marketing efficiency concluded that marketing channel III is the most efficient channel because it has the lowest marketing marjin, highest farmer's share, and highest ratio of benefits to costs.

(5)

ANALISIS SISTEM TATANIAGA MENTIMUN DI

DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS,

KABUPATEN BOGOR

BACHTIYAR ARIF IBRAHIM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

Nama : Bachtiyar Arif Ibrahim NIM : H34090094

Disetujui oleh

Dr Ir Rr Heny Kuswanti Suwarsinah, MEc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Mei 2013 ini ialah tataniaga, dengan judul Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rr Heny Kuswanti Suwarsinah, MEc selaku dosen pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen penguji utama dan kepada Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji Departemen Agribisnis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ranta dan Bapak Alim selaku petani dan pedagang yang telah banyak membantu sehingga penelitian ini bisa berjalan dengan lancar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada teman-teman agribisnis 46, teman-teman satu bimbingan skripsi, dan sahabat-sahabat yang selalu memberi dukungan dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Gambaran Umum Mentimun 6

Penelitian Tentang Tataniaga Produk Hortikultura 7 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu 11

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Teori Tataniaga 12

Konsep Saluran dan Lembaga Tataniaga 12

Konsep Fungsi-Fungsi Tataniaga 13

Konsep Struktur Pasar 15

Konsep Perilaku Pasar 15

Konsep Efisiensi Tataniaga 16

Konsep Marjin Tataniaga 17

Konsep Farmer’s Share 18

Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya 19

Kerangka Pemikiran Operasional 19

METODE PENELITIAN 21

Lokasi dan Waktu Penelitian 21

Jenis dan Sumber Data 21

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel 21

Metode Pengolahan dan Analisis Data 22

Identifikasi Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga 22 Identifikasi Struktur dan Perilaku Pasar 22

Analisis Marjin Tataniaga 23

Analisis Farmer’s Share 23

Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya 24

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24

Kondisi Geografis 24

Keadaan Penduduk 25

Karakteristik Petani Responden 27

(11)

Gambaran Umum Usahatani Mentimun di Desa Laladon 30

HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Sistem dan Pola Saluran Tataniaga Mentimun 32

Pola Saluran Tataniaga I 33

Pola Saluran Tataniaga II 34

Pola Saluran Tataniaga III 34

Fungsi Lembaga Tataniaga 35

Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani 36

Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengumpul 38 Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Besar 39 Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengecer 40

Struktur Pasar 41

Struktur Pasar di Tingkat Petani 41

Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul 41 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar 42 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer 42

Perilaku Pasar 43

Praktik Pembelian dan Penjualan 43

Sistem Penentuan Harga 44

Sistem Pembayaran 45

Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga 45

Efisiensi Tataniaga 46

Analisis Marjin Tataniaga 46

Analisis Farmer’s Share 49

Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya 51

Analisis Efisiensi Tataniaga 53

SIMPULAN DAN SARAN 54

Simpulan 54

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 57

RIWAYAT HIDUP 67

DAFTAR TABEL

1. Perkembangan produksi tanaman sayuran Indonesia tahun 2008-2011 1 2. Produksi mentimun per provinsi tahun 2007-2011 2 3. Pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas mentimun di

Kabupaten Bogor tahun 2007-2011 3

(12)

7. Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan jenis pekerjaan tahun

2012 26

8. Karakteristik petani responden tataniaga mentimun di Desa Laladon

tahun 2013 27

9. Karakteristik pedagang responden tataniaga mentimun di Desa

Laladon tahun 2013 29

10. Fungsi tataniaga pada lembaga tataniaga mentimun di Desa Laladon 36 11. Analisis marjin tataniaga mentimun di Desa Laladon tahun 2013 47

12. Farmer’s share pada saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon 50

13. Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran tataniaga mentimun di

Desa Laladon 52

14. Nilai efisiensi tataniaga mentimun di Desa Laladon 53

DAFTAR GAMBAR

1. Harga mentimun di tingkat petani Bulan Desember 2012 4

2. Marjin tataniaga 18

3. Kerangka pemikiran operasional 20

4. Saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon 32

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data petani responden penelitian di Desa Laladon, Kecamatan

Ciomas, Kabupaten Bogor tahun 2013 57

2. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura di

Indonesia tahun 2008-2010 58

3. Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap

lembaga tataniaga pada saluran I 59

4. Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap

lembaga tataniaga pada saluran II 60

5. Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap

lembaga tataniaga pada saluran III 61

6. Kuisioner untuk petani 62

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi bagi perekonomian di Indonesia selain sektor peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan. Kontribusi ini berupa penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat, hingga sumbangan bagi devisa negara.

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam memberikan kontribusi bagi per kem b an ga n perekonomian di Indonesia. Komoditi hortikultura ini terdiri dari tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Sayuran merupakan salah satu komoditi yang turut memberikan kontribusi kedua terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) komoditi hortikultura yaitu rata-rata sebesar Rp29 985 milyar pada tahun 2008-2010. Komoditi buah-buahan merupakan komoditi dengan penyumbang nilai PDB komoditi hortikultura terbesar yaitu dengan rata-rata sebesar Rp46 992.67 milyar pada tahun 2008-2010 (Dithorti 2011). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sayuran merupakan salah satu komoditi yang memberikan sumbangan terbesar kedua setelah buah-buahan dalam PDB komoditi hortikultura. Dengan semakin besar kontribusi sayuran dalam peningkatan PDB hortikultura maka PDB nasional Indonesia secara keseluruhan juga akan naik. Data lebih lengkapnya mengenai nilai PDB komoditi hortikultura di Indonesia tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Lampiran 2.

Komoditi sayuran merupakan salah satu bahan pangan yang dibutuhkan dari sepanjang waktu. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka konsumsi terhadap sayuran juga akan naik. Hal tersebut harus diiringi dengan produksi sayuran nasional yang terus meningkat agar kebutuhan sayuran nasional bisa terpenuhi. Masyarakat Indonesia mengonsumsi berbagai jenis sayuran sesuai dengan kebutuhan mereka. Komoditas sayuran di Indonesia memiliki berbagai macam jenis. Berikut perkembangan produksi dari beberapa jenis tanaman sayuran unggulan di Indonesia tahun 2008-2011 pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman sayuran Indonesia tahun 2008-2011

Komoditas

(15)

Tabel 1 menunjukkan perkembangan produksi sayuran Indonesia dari tahun 2008-2011, dimana dapat dilihat terdapat beberapa jenis sayuran dengan hasil produksi yang berbeda setiap tahunnya. Salah satu sayuran unggulan yang disebutkan di atas yaitu mentimun. Rata-rata hasil produksi mentimun dari tahun 2008-2011 adalah sebesar 547 984.25 ton dimana untuk rata-rata produksi sayuran unggulan lain seperti kubis, kentang, bawang merah, dan tomat adalah sebesar 1 357 650.00 ton, 1 066 035.00 ton, 940 209.25 ton, dan 856 174.00 ton. Rata-rata produksi mentimun di Indonesia merupakan yang terbesar kelima setelah kubis, kentang, bawang merah, dan tomat. Hal tersebut membuat mentimun merupakan salah satu sayuran unggulan yang mempunyai potensi bagus untuk dikembangkan di Indonesia.

Terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang menghasilkan mentimun dengan produksi yang besar dibandingkan dengan wilayah lainnya. Wilayah tersebut meliputi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten dan Sumetera Barat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa wilayah Jawa Barat adalah wilayah dengan penghasil mentimun terbesar dengan produksi rata-rata sebesar 189 468.00 ton pada tahun 2007-2011. Data produksi mentimun per provinsi dari tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Produksi mentimun per provinsi tahun 2007-2011

Provinsi Tahun (Ton) Rata-rata

(Ton)

2007 2008 2009 2010 2011

Jawa

Barat 210 992 163 661 212 159 178 308 182 220 189 468.00 Jawa

Timur 32 532 30 725 34 924 34 931 34 458 33 514.00 Jawa

Tengah 20 565 26 081 26 229 25 463 22 265 24 120.60 Banten 30 228 26 976 21 245 27 183 20 577 25 241.80 Sumatra

Barat 16 906 20 471 21 635 21 354 20 518 20 176.80

Sumber: Badan Pusat Statistik 2012 (diolah).

Tabel 2 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan produksi mentimun tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Produksi mentimun Jawa Barat merupakan yang tertinggi yang kemudian diikuti oleh Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah, dan Sumatera Barat dengan rata-rata produksi masing-masing sebesar 33 514.00 ton, 25 241.80 ton, 24 120.60 ton, dan 20 176.80 ton.

(16)

pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas mentimun di Kabupaten Bogor pada tahun 2007-2011 pada Tabel 3.

Tabel 3 Pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas mentimun di Kabupaten Bogor tahun 2007-2011

Tahun Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

2007 1 543.00 22 060.00 14.30

2008 1 242.00 18 352.00 14.78

2009 1 152.00 13 978.00 12.13

2010 1 182.00 16 866.00 14.27

2011 1 015.00 11 918.00 11.74

Rata-rata 1 226.80 16 634.80 13.44

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2012 (diolah).

Berdasarkan Tabel 3 produktivitas mentimun tertinggi di Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 14.78 ton per hektar dan produktivitas terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 11.74 ton per hektar. Luas panen mentimun di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar 2.60 persen akan tetapi pada umumnya lebih sering mengalami penurunan yaitu pada tahun 2007-2009 dengan rata-rata penurunan sebesar 13.39 persen dan tahun 2011 sebesar 14.38 persen. Penurunan luas panen tersebut diduga oleh beberapa faktor diantaranya yaitu fragmentasi lahan dan pembangunan pemukiman.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai potensi yang sesuai dalam pengembangan sayuran khususnya mentimun. Dari beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Bogor, kecamatan Ciomas merupakan salah satu kecamatan penghasil sayuran dan Desa Laladon merupakan salah satu tempat penghasil sayuran mentimun. Mentimun memiliki sifat perishable, bulky, dan voluminous, jadi pemasaran yang efisien sangat dibutuhkan agar mentimun sampai di tangan konsumen akhir dalam keadaan baik. Para petani di Desa Laladon akan mendapatkan pendapatan yang maksimal apabila proses tataniaga mentimun dari petani sampai ke konsumen bisa berlangsung secara efisien. Dengan adanya sistem tataniaga yang efisien diharapkan dapat menurunkan biaya pemasaran dan memperlancar arus pemasaran mentimun serta para petani dapat mendapatkan harga yang layak.

Mentimun dapat dikonsumsi dalam bentuk segar seperti untuk lalapan maupun dalam bentuk olahan seperti acar, asinan dan lain-lain. Manfaat yang diperoleh dari buah mentimun adalah biji mentimun memeiliki racun alkaloid jenis hipoxanti untuk mengobati anak yang menderita cacingan dan mengobati penyakit disentri (Kementan 2013).

Perumusan Masalah

(17)

penelitian pendahuluan dari beberapa petani didapatkan beberapa informasi dan beberapa permasalahan dalam sistem tataniaga mentimun. Hal ini terlihat dari perbedaan harga mentimun yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen yangcukup besar. Harga yang diterima petani berkisar antara Rp1 200 sampai Rp3 500 per kilogram, sedangkan harga di konsumen mencapai Rp5 000 sampai Rp7 000 per kilogram. Dengan demikian, marjin tataniaga yang diperoleh berkisar antara Rp2 300 sampai Rp3 500 per kilogramnya. Dari marjin tataniaga yang cukup besar ini diduga bahwa pendapatan yang diterima petani menurun dari yang sewajarnya. Dampak lainnya farmers’s share yang diterima petani menjadi sangat rendah berkisar antara 24 persen sampai 50 persen.

Petani di Desa Laladon sebagai produsen sekaligus sebagai pihak yang menerima harga dalam posisi tawar-menawar sering tidak seimbang. Petani mempunyai posisi tawar yang lebih rendah. Keluhan ini semakin diperkuat dengan fluktuasi harga mentimun yang sering terjadi.

Fluktuasi harga yang terus berlanjut membawa dampak semakin tidak menentunya pendapatan yang diperoleh. Fluktuasi Harga yang diterima oleh petani terjadi pada setiap pemanenan dilakukan. Data mengenai fluktuasi harga mentimun yang diterima petani pada Bulan Desember 2012 dapat dilihat di Gambar 1.

Gambar 1 Harga mentimun di tingkat petani Bulan Desember 2012 (diolah) Sumber : Pasar Induk Kemang, Bogor (2012)

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa harga mentimun yang diperoleh petani selalu berubah-ubah setiap panennya. Panen yang dilakukan petani yaitu setiap dua hari sekali. Harga yang diperoleh petani seringkali mengalami fluktuasi. Petani umumnya melakukan pemanenan mentimun selama 15 kali. Hasil panen pada lima panen pertama, kedua, dan ketiga yaitu sebesar 37 persen, 51 persen, dan 12 persen. Pola tanam mentimun yang dilakukan oleh para petani pada umumnya yaitu secara tumpang gilir, setelah menanam mentimun

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Harga (Rp) / Kg

(18)

petani menanam kacang panjang, paria, dan beberapa sayuran lainnya. Ada juga petani yang melakukan penanaman mentimun kembali setelah penanaman mentimun yang pertama selesai.

Dalam mekanisme pasar petani kurang memiliki peran dalam penentuan harga. Harga sayuran mentimun lebih dikendalikan oleh pedagang pengumpul dan pedagang besar. Para pedagang ini memiliki kekuatan besar dalam penentuan harga dan perolehan keuntungan. Hal ini disebabkan kurangnya informasi mengenai harga mentimun yang diterima oleh petani pada saat pemanenan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas sayuran mentimun?

2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat?

3. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga sayuran mentimun berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis saluran dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga komoditas mentimun.

2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat.

3. Menganalisis efisiensi saluran tataniaga mentimun berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak seperti : 1. Petani dan lembaga tataniaga sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan

sistem tataniaga mentimun yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. 2. Pemerintah sebagai bahan informasi bagi perencanaan kebijaksanaan untuk

meningkatkan efisiensi tataniaga mentimun.

3. Pihak lain sebagai bahan masukan atau rujukan bagi penelitian berikutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada:

1. Komoditi yang diteliti adalah mentimun yang ditanam oleh petani pemilik atau petani penggarap di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. 2. Objek penelitian ini adalah petani pemilik atau penggarap yang berusahatani

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Mentimun

Mentimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari Himalaya di Benua Asia, dan telah meluas ke seluruh daratan baik tropis atau subtropis, kemudian terus meluas hingga ke Indonesia. Di Indonesia mentimun umumnya mempunyai masing-masing nama yang berbeda untuk setiap wilayah, seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), hantimun (Lampung), dan timon (Aceh) (Deptan 2013).

Jika dilihat secara ilmiah, kedudukan mentimun dalam tata nama atau sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucumis

Spesies : Cucumis sativus L.

Menurut Wahyudi (2010), mentimun memiliki beberapa varietas, ada tiga contoh varietas yaitu Mayapada F-1, Wulan F-1, dan Venus. Mayapada F-1 memiliki bentuk buah meruncing dan warna buah hijau muda sampai sedang, memiliki ukuran panjang 16.0-16.5 cm dan diameter 3.0-3.5 cm serta bobot per buah 120-130 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar. Wulan F-1 memiliki bentuk buah lonjong dan berwarna hijau muda. Berukuran panjang 12 cm diameter 3.5-5 cm, serta bobot perbuah berkisar 115 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 30 HST dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar. Lain halnya dengan varietas venus dimana bentuk buah langsing dengan bagian pangkal bulat dimana daging buahnya memiliki rasa yang manis sehingga mentimun dengan varietas ini cocok untuk lalap. Varietas ini memiliki ukuran 15-16 cm dengan diameter 3.5-4 cm serta bobot perbuah berkisar 120-130 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar.

(20)

Wahyudi (2010) menyebutkan bahwa mentimun dapat dibudidayakan di sawah, ladang, kebun, polibag, dengan menggunakan lanjaran atau dibiarkan merambat ditanah. Mentimun merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang seperti ajir. Cara budidaya mentimun pada dasarnya sama dengan budidaya sayuran konvensional lainnya yaitu: (1) melakukan persiapan persemaian yang mencakup menyediakan kebutuhan benih, menyiapkan media semai dan persemaian, (2) melakukan persiapan penanaman, (3) melakukan pemupukan, (4) melakukan pemeliharaan tanaman yaitu dengan pemangkasan cabang, pemasangan ajir, pengikatan ajir, pengikat tanaman, sanitasi lahan dan pengairan, (5) melakukan pencegahan atau pemberantasan hama dan penyakit yang ada pada tumbuhan mentimun, (6) melakukan panen dan pascapanen.

Mentimun merupakan salah satu sayuran yang dapat dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun olahan, seperti acar, asinan, dan lain-lain. Selain sebagai sayuran konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lainnya seiring dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan berbahan mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena mentimun merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 gram mentimun terdiri dari 15 kalori, 0.8 gram protein, 0.1 gram pati, 3 gram karbohidrat, 30 mg fosfor, 0.5 mg besi, 0.02 mg thianine, 0.01 mg nriboflavin, 14 mg asam, 0.45 mg vitamin A, 0.3 mg vitamin B1, dan 0.2 mg vitamin B2 (Sumpena 2007).

Banyaknya kandungan gizi yang terdapat pada mentimun sehingga sayuran ini memiliki banyak manfaat. Manfaat mentimun diantaranya yaitu sebagai perawatan kulit, melancarkan fungsi pencernaan, kesehatan sendi, pencernaan protein, tekanan darah, membunuh cacing pita, perawatan kuku, atasi encok dan rematik, mengobati sakit gigi dan gusi, diabetes, perawatan ginjal, dan menyuburkan rambut1.

Penelitian Tentang Tataniaga Produk Hortikultura

Beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis mengenai tataniaga komoditas hortikultura adalah penelitian Rachma (2008) meneliti tentang efisiensi tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Penelitian Ariyanto (2008) mengenai analisis tataniaga sayuran bayam (kasus Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Purba (2010) meneliti tentang analisis tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wacana (2011) meneliti tentang efisiensi saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Penelitian Hasniah (2005) tentang analisis sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

1 Kompas. Manfaat mentimun. 2013. [internet].

http://health.kompas.com/read/2011/08/17/10402067/12.Manfaat.Tersembunyi.Mentimun

(21)

Rachma (2008) meneliti tentang efisiensi tataniaga cabai merah (studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif terhadap analisis saluran, lembaga, dan fungsi tataniaga, analisis struktur dan perilaku pasar. Selain itu, analisis secara kuantitatif juga dilakukan terhadap marjin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya.

Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga I : petani - pedagang pengumpul - pedagang grosir - pedagang pengecer I. Saluran tataniaga II terdiri dari petani - pedagang pengumpul - pedagang gosir - pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Saluran tataniaga III terdiri dari petani - pedagang pengumpul - pedagang grosir - pedagang pengecer II. Saluran tataniaga IV terdiri dari petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Saluran V terdiri dari petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer I. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang gosir, pedagang pengecer I, dan pedagang pengecer II.

Secara umum struktur pasar yang terjadi dalam tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum adalah pasar persaingan tidak sempurna karena hanya ada satu pedagang pengumpul yang menampung langsung keseluruhan hasil pertanian cabai merah dari petani di Desa Cibeureum dan sedikit penjual di setiap tingkat lembaga tataniaga lainnya. Dalam analisis perilaku pasar dalam praktik penjualannya seluruh petani responden menjual seluruh hasil panen mereka ke pedagang pengumpul. Umumnya dalam penentuan harga melalui proses tawar-menawar antara penjual dengan pembeli akan tetapi pedagang sebagai pembeli selalu lebih dominan. Apabila telah terjadi kesesuaian harga antara yang ditawarkan penjual dengan yang diterima pembeli, maka pada saat itulah terbentuk harga pasar dan transaksi baru dilaksanakan.

Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Secara operasional dari kelima saluran tataniaga cabai merah yang ada, saluran V merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi.

Ariyanto (2008) meneliti tentang tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas sayuran bayam, menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat, dan menganalisis efisisensi saluran tataniaga bayam berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya.

Sistem tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir terdiri dari tiga saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga I : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer – konsumen, saluran tataniaga II : petani - pedagang pengecer – konsumen, dan saluran tataniaga III : petani - konsumen. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer.

(22)

mempengaruhi harga dan petani bebas keluar masuk pasar. Untuk pedagang pengecer struktur pasarnya pasar persaingan sempurna dikarenakan jumlah dari pedagang pengecer yang banyak, produk bersifat homogen, serta pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar. Struktur pasar pedagang pengumpul yaitu oligopsoni karena jumlah penjual dan pembeli sedikit, dan terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar. Analisis perilaku pasar yang terjadi yaitu dalam praktik penjualan hampir seluruh petani sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang ada di desa tersebut. Sistem penentuan harga pada tingkat petani seluruhnya dikendalikan oleh pedagang pengumpul berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada saluran I dan II, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran III. Secara operasional dari ketiga saluran tataniaga bayam di Desa Ciaruten Ilir, saluran III merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi.

Purba (2010) meneliti tentang analisis tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar, dan menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Metode pengolahan data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, serta struktur dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang terdapat tiga saluran tataniaga, yaitu : saluran tataniaga I : petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – konsumen/pabrik keripik, saluran tataniaga II : petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – pedagang pengecer – konsumen, saluran tataniaga III : petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – konsumen. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer.

Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga tataniaga berbeda, di mana petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli.

Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada saluran II dan III, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I. Secara operasional dari ketiga saluran tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, saluran I merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi.

(23)

fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas bawang merah, menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat, dan menganalisis efisisensi saluran tataniaga bawang merah berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya.

Saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes terdiri dari empat saluran tataniaga, yaitu pola saluran tataniaga I : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengirim - pedagang besar non lokal (Sumatera) - pedagang pengecer non lokal (Sumatera) - konsumen non lokal. Sedangakan pola saluran tataniaga II : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengirim - pedagang besar non lokal (Jawa) - pedagang pengecer non lokal (Jawa) - konsumen non lokal. Pola saluran tataniaga III : petani - pedagang besar lokal - pedagang pengecer lokal - konsumen lokal, dan pola saluran tataniaga IV: petani - pedagang pengecer lokal - konsumen lokal. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang pengirim, pedagang besar lokal, pedagang besar non lokal, pedagang pengecer lokal, dan pedagang pengecer non lokal.

Struktur pasar yang dihadapi oleh petani bersifat persaingan sempurna, struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul dan pedagang pengirim lebih mengarah kepada pasar oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar persaingan monopolistik. Sistem penentuan harga baik di tingkat petani hingga pedagang pengecer terjadi melalui proses tawar menawar hingga tercapai kesepakatan bersama.

Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada saluran I, II dan III, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran IV. Secara operasional dari keempat saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes, saluran IV merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi.

Hasniah (2005) meneliti tentang analisis sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menganalisis saluran dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga pepaya sayur di Desa Sukamaju, menganalisis struktur dan perilaku pasar yang dihadapi, dan menganalisis efisiensi tataniaga pepaya sayur Desa Sukamaju. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis kualititatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

(24)

58,79 persen petani responden. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer.

Struktur pasar yang dihadapi petani cenderung bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Selain itu produk petani bersifat homogen. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Petani bertindak sebagai price taker. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul adalah oligopsoni. Hal ini terlihat melalui adanya hambatan bagi pedagang dari daerah lain untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk bersifat homogen, harga berdasarkan mekanisme pasar dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Selain itu pedagang pengecer dapat dengan bebas keluar masuk pasar. Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian pepaya sayur dari petani dan menjual kepada pedagang grosir dan pedagang pengecer. Sistem penentuan harga di setiap tingkat lembaga tataniaga berdasarkan mekanisme pasar. Sedangkan sistem pembayaran di setiap lembaga tataniaga dilakukan secara tunai.

Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga III yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil, yaitu sebesar Rp 400,- per kg. Farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran III yaitu sebesar 60 persen. Namun rasio keuntungan dan biaya tataniaga pepaya sayur tertinggi terdapat pada saluran II yaitu sebesar 1,24. Efisiensi tataniaga pepaya sayur tercapai jika saluran tataniaga yang digunakan adalah saluran tataniaga III. Selain itu saluran tataniaga III juga menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani.

Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Keterkaitan penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian terdahulu dapat dilihat dari kesamaan topik yang diangkat yaitu tentang tataniaga komoditas hortikultura. Penelitian dengan topik tataniaga bukan merupakan hal yang baru. Sudah banyak dari peneliti yang menggunakan topik tataniaga komoditas hortikultura sebagai penelitiannya.

Pemasaran merupakan permasalahan yang umum terjadi pada komoditas hortikultura, maka dari itu penelitian tataniaga menjadi penting untuk dilakukan. Hasil penelitian dari beberapa penelitian terdahulu tentang tataniaga pada komoditas hortikultura menunjukkan saluran tataniaga tanaman hortikultura pada umumnya menghasilkan saluran tataniaga yang panjang. Panjangnya rantai tataniaga berimplikasi pada besarnya perbedaan harga atau marjin tataniaga antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Hal ini mengakibatkan bagian yang diterima oleh petani atau farmer’s share menjadi rendah.

(25)

merah, bayam, ubi jalar, bawang merah, pepaya sayur dan lainnya) dari petani hingga ke konsumen akhir.

Penelitian terdahulu menganalisis struktur dan perilaku pasar pada lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses tataniaga. Identifikasi terhadap struktur pasar dilakukan dengan melihat jumlah pedagang dan pembeli, kemudahan memperoleh informasi, dan tingkat hambatan masuk-keluar pasar. Sedangkan, perilaku pasar dapat diidentifikasi dengan melihat cara penentuan harga dan sistem pembayaran. Penilitian ini juga akan melakukan identifikasi dengan cara yang sama seperti penelitian terdahulu.

Indikator yang biasa digunakan untuk melihat efisiensi tataniaga suatu produk pertanian adalah marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Secara umum panjangnya rantai pada saluran tataniaga berimplikasi pada bertambahnya biaya tataniaga yang dikeluarkan untuk menangani produk pertanian dan adanya pengambilan keuntungan dari setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Hal ini mengakibatkan nilai marjin tataniaga yang semakin besar dan bagian yang diterima oleh petani (farmer’s share) semakin kecil. Oleh karena itu, penelitian mengenai tataniaga mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor ini menggunakan beberapa rujukan dari penelitian-penelitian tentang tataniaga pada komoditas hortikultura yang telah dilakukan sebagai referensi dan pedoman. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Penelitian yang dilakukan ini berbeda dalam hal sumber atau objek penelitiannya. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sebagai objek penelitian di Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor pada tahun 2013 dengan komoditas mentimun.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Teori Tataniaga

Tataniaga merupakan suatu distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang memfasilitasi pergerakan dan pertukaran komoditas, mulai dari komoditas tersebut lepas dari lahan pertanian hingga berada di tangan konsumen akhir. Tataniaga merupakan sebuah sistem karena dalam tataniaga terdiri atas lembaga-lembaga yang saling terkait yang saling berkontribusi menuju satu tujuan industri secara keseluruhan, yaitu menyampaikan produk ke konsumen akhir (Kohls dan Uhl 1985). Tataniaga juga bisa diartikan sebagai rangkaian tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk mengubah atau membentuk input produk mulai dari titik produsen sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri dari proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh grosir, pedagang pegecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond 1977).

Konsep Saluran dan Lembaga Tataniaga

(26)

saluran tataniaga, lembaga-lembaga tataniaga saling melakukan fungsi tataniaga sehingga kemudian akan terbentuk beberapa alternatif saluran tataniaga. Setiap alternatif saluran tataniaga memungkinkan terjadinya aliran produk yang berbeda-beda, hal ini tergantung dari kepada siapa saja produk tersebut berhenti, apa saja perlakuan yang diberikan kepada produk selama melewati lembaga-lembaga tataniaga, dan seberapa panjang rantai tataniaga yang terbentuk (Kohls dan Uhl 1985).

Berikut adalah lembaga-lembaga tataniaga yang umum terlibat dalam proses tataniaga (Kohls dan Uhl 1985):

1. Pedagang Perantara, lembaga tataniaga yang menghimpun barang untuk kemudian barang tersebut dimiliki untuk ditangani dalam upaya memperoleh marjin tataniaga.

a) Pedagang Pengumpul, mengumpulkan dan membeli produk langsung dari produsen (petani) dalam jumlah besar untuk memperoleh marjin tataniaga dengan menjual kembali kepada pedagang grosir atau lembaga tataniaga lain.

b) Pedagang Grosir, menjual produk kepada pedagang eceran, pedagang grosir lain dan industri terkait, tetapi tidak untuk menjual produk dalam jumlah tertentu kepada konsumen akhir.

c) Pedagang Eceran, membeli produk untuk langsung dijual kembali kepada konsumen akhir.

2. Agen Perantara, memperoleh pendapatan dari komisi dan bayaran dari proses jual-beli. Agen perantara berbeda dengan pedagang yang memiliki hak atas produk untuk ditangani lebih lanjut, tetapi hanya mewakili pelanggan dalam transaksi jual-beli dan tidak memiliki hak atas produk yang mereka tangani. a) Broker, menyalurkan produk untuk memperoleh komisi tanpa memiliki

hak untuk mengontrol produk secara langsung.

b) Komisioner, menyalurkan produk untuk memperoleh komisi dengan diberi hak dan keleluasaan dalam mengontrol barang yang diperjual-belikan. 3. Spekulator, melakukan jual-beli produk dengan tujuan utama memperoleh

keuntungan dengan memanfaatkan pergerakan harga di pasar.

4. Pengolah dan Pabrik, melakukan beberapa tindakan pada produk yang ditangani untuk memperoleh marjin tataniaga dengan mengubah bentuk fisiknya.

5. Organisasi Pendukung, membantu berbagai perantara tataniaga dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Biasanya organisasi pendukung memperoleh pendapatan dari taksiran bayaran dari lembaga-lembaga yang menggunakan jasa mereka.

Konsep Fungsi-Fungsi Tataniaga

Lembaga-lembaga tataniaga melakukan aktivitas bisnis selama proses pemasaran berlangsung. Aktivitas-aktivitas tersebut dinamakan fungsi tataniaga. Fungsi-fungsi tataniaga tersebut harus dilakukan oleh pelaku-pelaku bisnis yang terlibat selama proses tataniaga berlangsung. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi tataniaga, karena fungsi tataniaga yang dilakukan dapat meningkatkan nilai tambah dari produk agribisnis. Kohls dan Uhl (1985) mengklasifikasikan fungsi tataniaga menjadi 3 kelompok utama, yaitu:

(27)

Fungsi pertukaran merupakan aktivitas-aktivitas yang melibatkan pertukaran kepemilikan dari barang-barang yang diperjual-belikan antara penjual dan pembeli. Fungsi pertukaran terdiri atas:

a) Pembelian

Pembelian adalah kegiatan mencari barang atau jasa yang digunakan sebagai bahan baku atau dengan mengalihkan kepemilikan.

b) Penjualan

Penjualan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran yang berusaha menciptakan permintaan dengan melakukan strategi promosi dan periklanan serta strategi pemasaran lainnya untuk dapat menarik minat pembeli.

2. Fungsi Fisik

Fungsi fisik adalah aktivitas-aktivitas yang melibatkan penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik atas produk. Fungsi fisik membantu menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan kapan, apa dan dimana tataniaga tersebut terjadi. Fungsi fisik terdiri atas:

a) Penyimpanan

Penyimpanan membantu menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan waktu. Penyimpanan membuat produk tersedia pada waktu yang diinginkan.

b) Pengangkutan

Pengangkutan membantu menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan tempat. Pengangkutan membuat produk tersedia pada tempat yang tepat.

c) Pengolahan

Pengolahan merupakan kegiatan merubah bentuk produk untuk meningkatkan nilai tambah produk tersebut. Pengolahan kadang tidak termasuk dalam kegiatan pemasaran karena pada dasarnya kegiatan pengolahan adalah kegiatan merubah bentuk produk, bukan kegiatan memasarkan produk.

3. Fungsi Fasilitas

Fungsi fasilitas merupakan aktivitas-aktivitas yang secara tidak langsung terlibat dalam proses pemasaran produk karena membutuhkan teknologi dan pengetahuan khusus dalam penanganannya. Dengan adanya fungsi fasilitas akan memperlancar fungsi pertukaran dan fisik sehingga kinerjanya akan menjadi lebih baik. Fungsi fasilitas terdiri atas:

a) Standarisasi

Standarisasi merupakan ukuran yang menjadi standar bagi semua produk agar menjadi seragam dalam hal kualitas dan kuantitas.

b) Pembiayaan

Pembiayaan adalah kegiatan mengelola keuangan yang melibatkan banyak aspek penting dari tataniaga.

c) Penanggungan Risiko

Fungsi penanggungan risiko digunakan untuk menghitung tingkat kemungkinan kehilangan atau kerugian dari proses tataniaga produk agribisnis yang dilakukan.

(28)

Fungsi informasi pasar merupakan aktivitas mengumpulkan, menginterpretasi, dan menyebarluaskan berbagai macam informasi yang diperlukan untuk kelancaran proses tataniaga.

Konsep Struktur Pasar

Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar menggambarkan fisik dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, (2) kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) pengetahuan informasi pasar, dan (4) hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan.

Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa struktur pasar dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan resultan atau saling mempengaruhi market conduct (perilaku pasar) dan market performance ( keragaan pasar). Struktur pasar dapat diartikan sebagai tipe atau jenis-jenis pasar dan merupakan tingkat persaingan pasar. Menurut (Hammond dan Dahl 1997), terdapat lima kategori struktur pasar pangan dan serat yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Struktur pasar untuk pemasaran pangan dan serata

No. Karakteristik Struktur pasar

Jumlah perusahaan

Sifat produk Sudut penjual Sudut pembeli

1 Banyak Homogen Persaingan

Asmarantaka (2009) mendefinisikan perilaku pasar sebagai seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli dalam mencapai tujuan masing-masing. Perilaku pasar akan menunjukan suatu pola perilaku yang diikuti oleh perusahaan dalam hubungannya dengan pasar yang dihadapi. Pola perilaku ini meliputi cara-cara yang digunakan oleh sekelompok perusahaan dalam menentukan harga dan produk yang dihasilkan, kebijakan dalam promosi penjualan, kebijakan yang berkaitan dengan pengubahan sifat produk yang dijual serta beragam taktik penjualan yang digunakan untuk meraih pasar tertentu.

(29)

a) Penentuan harga dan setting level of output; harga yang ditetapkan bisa tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara bersama-sama antar penjual atapun penetapan berdasarkan pemimpin harga (price leadership). b) Product promotion policy; yaitu melalui kegiatan promosi seperti pameran

dan iklan yang mengatasnamakan perusahaan.

c) Predatory and exclusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi yang dilakukan adalah dengan menetapkan harga di bawah biaya marjinal sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat. Cara lain adalah berusaha menguasai bahan baku (integrasi vertikal ke belakang), sehingga perusahaan pesaing tidak dapat berproduksi dengan menggunakan bahan baku yang sama secara persaingan yang sehat.

Kohls dan Uhl (1985) mengemukakan bahwa ada empat masalah penting yang harus diperhatikan dalam menganalisis perilaku pasar. Keempat hal penting tersebut yaitu (1) sistem input-output, ini adalah masalah utama dan paling penting karena digunakan untuk mengetahui kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output yang diinginkan dan diharapkan dapat menemukan solusi untuk meningkatkan kepuasan dari output tersebut; (2) sistem kekuatan, digunakan untuk menjelaskan bahwa perusahaan mempunyai status dan kepentingan dalam mamainkan peranannya di pasar dalam mengembangkan kualitas, upaya menjadi pemimpin pasar, peduli terhadap masyarakat, konservatif, atau menjadi perusahaan yang mengalami pertumbuhan paling cepat; (3) sistem komunikasi, digunakan untuk membuat sistem informasi yang efektif; dan (4) sistem untuk adapatasi perubahan internal dan eksternal, digunakan untuk menjelaskan bagaimana perusahaan ingin bertahan pada suatu sistem tataniaga.

Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa perilaku pasar sebagai suatu pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar, lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga tataniaga. Para pelaku tataniaga perlu mengetahui perilaku pasar sehingga mampu merencanakan kegiatan tataniaga secara efisien dan terkoordinasi. Selanjutnya akan tercipta kinerja keuangan yang memadai di sektor pertanian dan berbagai sektor komersial lainnya.

Konsep Efisiensi Tataniaga

(30)

pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui marjin tataniaga,

farmer’s share dan biaya tataniaga.

Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa efisiensi tataniaga dapat dilihat dari efisiensi operasional (teknis) dan efisiensi harga. Efisiensi operasional merupakan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang bertujuan memaksimumkan rasio output-input pemasaran. Analisis yang sering dilakukan untuk mengetahui efisiensi operasional adalah analisis marjin tataniaga dan farmer’s share dan analisis fungsi-fungsi pemasaran. Efisiensi harga merupakan kemampuan sistem pemasaran dalam mengalokasikan sumberdaya yang efisien sehingga apa yang diproduksi produsen sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen. Efisiensi harga dapat tercapai apabila masing-masing pihak yang terlibat puas atau responsive terhadap harga yang berlaku dan terjadi keterpaduan pasar atau integrasi antara pasar acuan dengan pasar di tingkat petani. Alat analisis yang sering digunakan adalah sebaran harga antara petani sampai di konsumen akhir (farm-retail price spreads).

Konsep Marjin Tataniaga

Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa marjin tataniaga adalah cerminan dari aktivitas-aktivitas bisnis atau fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan dalam sistem pemasaran. Selain cerminan dari fungsi tataniaga, marjin tataniaga juga merupakan kumpulan balas jasa karena kegiatan produktif (menambah atau menciptakan nilai guna) dalam mengalirnya produk-produk agribisnis mulai dari tingkat petani sampai ke tangan konsumen akhir. Pengertian marjin dalam produk agribisnis, menunjukkan nilai tambah (value added) yang terjadi selepas komoditi dari tingkat petani sebagai produsen primer, sampai produk yang dihasilkan diterima konsumen akhir. Dengan demikian marjin dapat merupakan ukuran aktivitas bisnis atau kegiatan produktif yang dapat menjadi indicator efisiensi atau tidaknya sistem pemasaran tersebut.

(31)

P Sr

Pr

Sf

(Pr-Pf)Qr,f Dr

Pf

Df

Qr, f Q

Gambar 2 Marjin tataniaga

Sumber: Dahl dan Hammond (1977).

Keterangan:

Pf = Harga di tingkat petani Pr = Harga di tingkat pengecer Df = Permintaan di tingkat petani Dr = Permintaan di tingkat pengecer Sf = Penawaran di tingkat petani Sr = Penawaran di tingkat pengecer

Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat produsen dan pengecer (Pr - Pf) = Marjin tataniaga

(Pr - Pf) Qr,f = Nilai marjin tataniaga

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa dengan jumlah barang yang sama (Qr,f) tetapi harga yang diterima oleh petani (Pf) dengan harga yang diterima pengecer (Pr) adalah berbeda. Marjin tataniaga menunjukkan perbedaan harga yang terjadi dengan jumlah produk yang sama, sehingga jumlah produk ditingkat petani sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr = Qf = Qr,f. Besarnya nilai marjin tataniaga digambarkan dengan selisih antara harga ditingkat petani (Pf) dengan harga ditingkat pengecer (Pr) dikalikan dengan jumlah keseimbangan produk di tingkat petani dan pengecer (Qr,f). Gambar yang diarsir pada Gambar 2 menunjukkan besarnya nilai marjin tataniaga yang terbentuk.

Konsep Farmer’s Share

Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share ) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus 1987).

Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa farmer’s share merupakan bagian yang diterima oleh petani dari nilai yang dibayar konsumen akhir. Bagian ini dinyatakan dalam satuan persen (%). Dengan demikian, farmer’s share juga menyatakan perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga yang diterima oleh lembaga-lembaga tataniaga lainnya.

(32)

dari nilai yang dibayar konsumen akhir yang pada akhirnya diterima oleh petani, nilainya dinyatakan dalam persentase (%).

Nilai farmer’s share menunjukan hubungan yang berbanding terbalik dengan tingkat harga ditangan konsumen akhir dan berhubungan lurus dengan tingkat harga di tangan petani. Hal ini berarti nilai farmer’s share akan menjadi relatif lebih kecil jika harga di tingkat konsumen akhir lebih besar dibandingkan tingkat harga di petani begitu pula sebaliknya.

Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga semakin efisien (Limbong dan Sitorus 1987).

Kerangka Pemikiran Operasional

Komoditas mentimun merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan di Indonesia yang menghasilkan nilai ekonomis. Jawa Barat merupakan provinsi dengan penghasil mentimun terbesar dibandingkan provinsi yang lainnya di Indonesia. Salah satu daerah di Jawa Barat sebagai produsen mentimun yaitu di Kabupaten Bogor. Desa Laladon merupakan salah satu daerah di Kabupaten Bogor sebagai penghasil mentimun. Berdasarkan informasi yang diterima di Desa Laladon sistem tataniaga mentimun di desa tersebut belum efisien. Perbedaan harga mentimun yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen cukup besar. Hal ini membuat marjin tataniaga yang dihasilkan cukuplah besar. Implikasinya farmers’s share yang diterima petani juga semakin kecil. Petani di Desa Laladon sebagai produsen mentimun pada umumnya mengalami posisi tawar menawar yang rendah. Hal tersebut dikarenakan peran dari pedagang pengumpul yang lebih dominan dalam penentuan harga dan informasi harga yang diterima oleh para petani cenderung kurang.

Berdasarkan berbagai permasalahn yang ada maka penelitian mengenai tataniaga mentimun perlu untuk dilakukan secara komprehensif. Hal tersebut agar semua komponen mengenai tataniaga mentimun di Desa Laladon bisa tersaji secara lengkap. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis fungsi-fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar pada sistem tataniaga. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis marjin tataniaga untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat lembaga tataniaga, analisis

farmer’s share untuk mengetahui bagian yang diperoleh petani dinyatakan dalam

(33)

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional Usahatani mentimun di Desa Laladon,

Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

Analisis Kuantitatif 1. Marjin tataniaga

2. Farmer‘s share

3. Rasio keuntungan dan biaya

- Marjin tataniaga yang besar

- Farmer’s share yang rendah

Analisis Kualitatif 1. Saluran tataniaga dan lembaga tataniaga

2. Fungsi-fungsi tataniaga 3. Struktur pasar 4. Perilaku pasar

Analisis sistem tataniaga mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

(34)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Laladon merupakan salah satu daerah penghasil sayuran mentimun di Kabupaten Bogor. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan secara langsung (observasi), wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) kepada petani responden dan lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga mentimun di Desa Laladon seperti pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer.

Data sekunder diperoleh melalui pencarian dari berbagai studi pustaka dan literatur. Data-data tersebut dapat bersumber dari laporan penelitian, jurnal, buku teks, situs internet, dan data-data lainnya yang berasal dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Hortikultura (Dithorti), Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Bogor, dan lainnya. Data sekunder digunakan untuk mengisi kebutuhan atas referensi khusus pada beberapa hal terkait dengan penelitian.

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan (observasi) dan wawancara langsung kepada petani responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data primer yang dikumpulkan melalui wawancara adalah data penjualan mentimun di tingkat petani pada Bulan April-Mei 2013. Selain itu data yang dikumpulkan juga berupa data pembelian dan penjualan mentimun di tingkat lembaga tataniaga pada waktu yang sama. Data primer yang dikumpulkan melalui pengamatan adalah informasi tentang aktivitas-aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh petani dan lembaga tataniaga untuk mengetahui lembaga, fungsi, saluran, dan struktur pasar pada tataniaga di Desa Laladon.

(35)

Penentuan responden lembaga tataniaga dilakukan dengan metode metode snowball sampling. Informasi dari metode ini diperoleh berdasarkan informasi dari responden sebelumnya yaitu petani mentimun di Desa Laladon dengan melakukan penelusuran saluran tataniaga mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Metode ini berusaha mengetahui kemana aliran produk dan lembaga-lembaga apa saja yang terlibat dalam tataniaga mentimun sampai ke konsumen akhir.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan analisis dengan menggunakan teori tertentu yang dijadikan dasar dan kemudian dibandingkan dengan kondisi yang ada di lapang. Analisis kualitatif digunakan dalam menjelaskan secara deskriptif hasil dari pengamatan dalam menganalisis saluran tataniaga, lembaga dan fungsi tataniaga, serta struktur dan perilaku pasar. Sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan sebagai alat untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Pengolahan data pada metode analisis kuantitatif menggunakan kalkulator dan program komputer microsoft excel dalam proses pengolahannya.

Identifikasi Lembaga, Fungsi, dan Saluran Tataniaga

Identifikasi lembaga tataniaga digunakan untuk mengetahui karakteristik lembaga-lembaga tataniaga yang melakukan fungsi-fungsi tataniaga masing-masing. Identifikasi terhadap lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses sistem tataniaga, dapat diketahui informasi mengenai tataniaga mentimun dari petani sampai ke konsumen akhir. Dengan mengetahui alur tataniaga mentimun maka akan terbentuk suatu rantai tataniaga. Dengan rantai tataniaga yang terbentuk tersebut dapat dilihat pola-pola tataniaga apa saja yang membentuk saluran tataniaga pada tataniaga mentimun di Desa Laladon.

Identifikasi fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui kegiatan tataniaga apa saja yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dalam menyalurkan mentimun mulai dari petani produsen sampai ke tangan konsumen akhir. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dapat berupa fungsi pertukaran (penjualan dan pembelian), fungsi fisik (penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, penganggungan risiko, dan informasi pasar).

Identifikasi Struktur dan Perilaku Pasar

(36)

yang ada di lokasi penelitian. Selanjutnya perilaku pasar dapat dianilisis melalui pengamatan pada mekanisme penentuan harga, cara pembayaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga, dan sistem kerja sama yang tercipta antar lembaga tataniaga mentimun di Desa Laladon.

Analisis Marjin Tataniaga

Analisis marjin tataniaga dipergunakan untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. Marjin tataniaga dapat diperoleh dari hasil penjumlahan biaya dan keuntungan dari setiap lembaga tataniaga. Sehingga, untuk mengetahui total dari marjin tataniaga untuk suatu saluran dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan marjin tataniaga dari setiap lembaga yang terlibat dari saluran tersebut. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), secara matematis perhitungan marjin tataniaga adalah sebagai berikut:

Mi = Psi - Pbi ... (1)

Mi = Ci + i ... (2)

Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh

Psi– Pbi = Ci + i ... (3)

Maka keuntungan dari setiap lembaga tataniaga :

i = Psi– Pbi - Ci ... (4)

Untuk memperoleh total marjin tataniaga yaitu dengan menjumlahkan marjin dari setiap lembaga tataniaga, secara matematis total marjin tataniaga sebagai berikut :

MT = ∑ ... (5)

Keterangan : Mi = Nilai marjin tataniaga mentimun pada lembaga tataniaga tingkat ke-i

Psi = Harga jual mentimun pada lembaga tataniaga tingkat ke-i

Pbi = Harga beli mentimun pada lembaga tataniaga tingkat ke-i

Ci = Biaya tataniaga mentimun pada lembaga tataniaga tingkat ke-i

i = Keuntungan lembaga tataniaga mentimun pada tingkat ke-i

MT = Total marjin tataniaga mentimun

Analisis Farmer’s Share

(37)

tataniaga. Semakin tinggi marjin tataniaga maka tingkat persentase farmer’s share yang didapat petani semakin kecil. Secara matematis, farmer’s share dirumuskan sebagai berikut :

Pf

Farmer’s share = x 100%

Pr

Dimana : Pf = Harga jual di tingkat petani Pr = Harga jual di tingkat pengecer

Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya

Analisis rasio keuntungan terhadap biaya dilakukan untuk mengetahui penyebaran keuntungan dan biaya tataniaga. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga tataniaga, maka secara teknis sistem tataniaga tersebut semakin efisien.

Secara matematis, rasio keuntungan terhadap biaya dirumuskan sebagai berikut :

πi

Rasio keuntungan terhadap biaya = x100% Ci

Dimana : πi = Keuntungan tataniaga pada lembaga ke-i Ci = Biaya tataniaga pada lembaga ke-i

Hasil dari analisis rasio keuntungan terhadap biaya ini dapat menentukan apakah proses tataniaga yang dilakukan efisien atau tidak efisien. Nilai analisis rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih besar dari nol atau positif dapat diartikan bahwa tataniaga yang dilakukan sudah efisien. Begitu pula sebaliknya jika hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya kurang dari nol atau negative maka dapat diartikan bahwa tataniaga yang dilakukan tidak efisien.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis

(38)

Tabel 5 Komposisi lahan di Desa Laladon tahun 2012a

Komponen Luas lahan (Ha) Persentase (%)

Pemukiman dan perumahan 81.517 63.07

Persawahan dan ladang 36.419 28.18

Perkuburan 0.467 0.36

Kolam / empang 0.238 0.18

Prasarana umum 10.599 8.20

Total 129.240 100.00

a

Sumber : Monografi Desa Laladon 2012 (diolah).

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar luas lahan di Desa Laladon digunakan sebagai pemukiman dan perumahan yaitu sebesar 81.517 Ha atau 63.07 persen dari total luas wilayah desa. Penggunaan tanah terbesar kedua di Desa Laladon yaitu digunakan sebagai persawahan dan ladang yaitu dengan luas 36.419 Ha atau sebesar 28.18 persen dari total luas wilayah Desa Laladon.

Kondisi Geografis Desa Laladon yaitu Desa Laladon mempunyai ketinggian tanah dari permukaan laut sebesar 250 mdpl. Desa Laladon mempunyai curah hujan sebesar 41.3 mm, dan kelembapan suhu udara rata-rata sebesar 20 ºC hingga 29 °C. Berdasarkan orbitasi, jarak Desa Laladon ke ibu kota kecamatan yaitu 2.5 km, jarak ke ibu kota kabupaten/kota yaitu 20 km, jarak ke ibu kota provinsi yaitu 120 km, dan jarak ke ibu kota negara yaitu 75 km.

Desa Laladon secara umum mempunyai letak yang strategis sehingga mudah dijangkau oleh kendaraan besar atau pun kecil. Hal tersebut memudahkan petani, pedagang dan juga lembaga tataniaga lainnya dalam hal pemasaran hasil pertanian ke pasar atau pun tempat penjualan lainnya. Alat transportasi yang biasa digunakan oleh para petani ataupun lembaga tataniaga lainnya yaitu mobil pick up, mobil angkot, dan motor.

Keadaan Penduduk

(39)

Tabel 6 Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan usia tahun 2012a

Sumber : Monografi Desa Laladon 2012 (diolah).

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat jumlah penduduk di Desa Laladon berdasarkan kelompok umurnya. Penduduk dengan kelompok umur 0-4 tahun merupakan kategori kelompok umur dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sebanyak 1 587 orang atau sebesar 14.62 persen dari total penduduk Desa Laladon. Jumlah penduduk terbanyak kedua yaitu pada kelompok umur 40-44 tahun dengan jumlah penduduk sebanyak 1 165 orang atau sebesar 10.75 persen. Jumlah penduduk dengan kelompok umur 50-54 merupakan jumlah penduduk terkecil yaitu sebanyak 591 atau 5.44 persen.

Tabel 7 Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan jenis pekerjaan tahun 2012a Jenis pekerjaan Jumlah penduduk

Karyawan Hotel dan Restoran 4 0.19

Sopir 216 10.22

Tukang ojek 35 1.66

Karyawan bank / lembaga keuangan 13 0.62

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 356 16.84

Guru 23 1.09

Tukang cuci 283 13.39

Pangkas rambut / salon 7 0.33

a

Gambar

Gambaran Umum Usahatani Mentimun di Desa Laladon
Tabel 1  Perkembangan produksi tanaman sayuran Indonesia tahun 2008-2011
Tabel 2  Produksi mentimun per provinsi tahun 2007-2011
Tabel 3 Pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas mentimun di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti kasus yang dialami oleh SK terhadap Bank MS, hal yang dapat dilakukan oleh PTUN bukan lah melakukan pembatalan sertipikat, melainkan memerintahkan Kantor

Berdasarkan hal diatas, maka dilakukan penelitian terhadap kegunaan dari minyak ikan belut ( Monopterus albus ) untuk meminimalisir efek samping pada pasien kanker payudara dan

Jaya Masawan Putra Sejahtera, terutama bagian IT yang menciptakan program sistem informasi pembelian, harus bisa meningkatkan performa sistem informasi pembelian yang ada,

WP/Pemohon di panggil oleh Pengelola Pendaftaran dan Pendataan Pajak/Retribusi dan menyerahkan Dokumen Keputusan Pemberian Pengurangan, Keringan atau pembebasan

[r]

Sementara, rata-rata kendaraan dalam sistem adalah sebesar 0,24 unit, sedang rata-rata kendaraan dalam antrian adalah 0,00138 unit (tidakada kendaraan yang mengantri

Dalam rangka mewujudkan smart governance untuk mendukung lahirnya smart nation, Polri yang merupakan bagian dari birokrasi pemerintahan dalam pelaksanaan tugasnya harus