• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas Sapih Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas Sapih Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

Ari Pradana. D14070294. 2012. Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas Sapih Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Salundik, M.Si.

Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan satwa harapan yang memiliki kandungan nutrisi yang baik, meliputi protein yang lengkap dengan asam amino yang diperlukan tubuh dan kandungan asam lemak jenuh yang rendah. Banyak diantara hewan ternak seperti unggas dan mencit mau memakan cacing dalam kondisi segar (hidup).

Penggunaan L. rubellus sebagai pakan tambahan dalam kondisi segar jarang dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan performa mencit jantan lepas sapih umur (21-39 hari) yang diberi L. rubellus sebagai pakan tambahan pada taraf pemberian yang berbeda, sehingga didapatkan taraf pemberian terbaik yang didasarkan pada parameter (bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakaan, serta mortalitas). Mencit yang digunakan sebagai materi penelitian berasal dari peternak dengan manajemen pemeliharaan yang sebelumnya telah diketahui. Tiga taraf perlakuan yang diberikan yaitu : 1) mencit tidak diberi L. rubellus (P0); 2) mencit diberi 1 g L. rubellus/ekor/hari; 3) mencit diberi 2 g L. rubellus/ekor/hari. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan tiga taraf perlakuan dan lima kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), jika terdapat hasil yang berbeda dilanjutkan dengan uji banding Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian L. rubellus tidak berpengaruh terhadap keseluruhan parameter yang diamati (konsumsi pakan dan konversi pakan, pertambahan bobot badan, dan mortalitas). Cacing tanah (L. rubellus) tidak dapat diberikan sebagai pakan tambahan karena tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performa mencit.

(2)

ABSTRACT

The Performance of 21-39 Day Old Male Mice (Mus musculus) With Worms (Lumbricus rubellus) as Feed Suplement.

Pradana, A., H.C.H. Siregar and Salundik

The purpose of research was to analize the effect of worms (Lumbricus rubellus) as feed supplement to performance of 21-39 day old male mice. Variables that be observed were dry matter consumtion, 39 old day body weight, daily weight gain, feed conversion, and mortality. The treatments were P0 (consentrate/control); P1 (concentrate + 1 g worms/day); P2 (concentrate + 2 g worms/day). Consentrate and water was given by ad libitum. The result showed that the addition worms did not influence in all variables observed (P>0,05).

(3)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Mencit (Mus musculus) merupakan mamalia kecil yang nilai kemanfaatanya tinggi, diantaranya sebagai hewan dalam percobaan (penyakit, gizi, dan makanan) pada manusia, hewan peliharaan, maupun pakan bagi hewan lain. Manfaat mencit yang tinggi mengakibatkan mencit harus selalu tersedia dalam jumlah banyak dengan produktifitas dan performa yang baik.

Kelemahan mencit di pasaran adalah mencit bukan merupakan hewan yang dibutuhkan secara kontinyu. Kadang mencit dibutuhkan dalam jumlah banyak dan segera, tetapi terkadang permintaan mencit sangat sedikit. Saat permintaan sedikit, penekanan biaya produksi harus dilakukan oleh peternak. Perkembangbiakan mencit yang cepat harus diimbangi dengan penyedian pakan serta tenaga kerja yang cukup. Tindakan yang biasanya dilakukan oleh peternak adalah memberikan pakan dengan harga dan kualitas yang rendah. Hal tersebut hanya untuk mempertahankan mencit untuk tetap hidup tanpa memperhatikan aspek produktifitas dan performanya. Beberapa peternak memberikan pakan ayam buras dan sisa makanan manusia sebagai pakan mencit, kemungkinan kebutuhan nutrisi untuk mencit belum tercukupi. Disaat permintaan mencit tinggi pemberian pakan bernutrisi baik perlu untuk menunjang pertumbuhan dan reproduksi yang optimum. Pakan ayam buras yang bernutrisi rendah (protein kasar 12%) biasanya dicampur dengan pakan ayam ras (protein kasar 20%-22%). Pencampuran tersebut dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisi pakan. Hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi karena harga pakan ayam ras mahal.

(4)

Tujuan

(5)

TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar 40%-80%. Banyak keunggulan yang dimiliki oleh mencit sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan (Moriwaki et al., 1994). Mencit merupakan hewan poliestrus, yaitu hewan yang mengalami estrus lebih daripada dua kali dalam setahun. Seekor mencit betina akan mengalami estrus setiap 4-5 hari sekali. Menurut Malole dan Pramono (1989) mencit betina memiliki lima pasang kelenjar susu, yaitu tiga pasang di bagian dada dan dua pasang di bagian inguinal.

Petter (1961) menjelaskan bahwa mencit (M. musculus) dan tikus (Rattus norvegicus) merupakan omnivora alami, sehat, kuat, prolifik, kecil, dan jinak. Mencit

laboratorium memiliki berat badan yang bervariasi antara 18-20 g pada umur empat minggu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Mencit memiliki bulu yang pendek halus dan berwarna putih serta ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang dari badan dan kepalanya. Arrington (1972) menyatakan taksonomi mencit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Animalia, Filum Chordata, Klas Mamalia, Ordo Rodentia, Famili Muridae, Genus Mus, Spesies M. musculus.

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

(6)

berkembang biak, selain itu mencit juga dapat digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari seleksi terhadap sifat-sifat kuantitatif. Sifat biologis mencit secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (M. musculus)

Kriteria Keterangan

Lama hidup 1-3 tahun

Lama produksi ekonomis 9 bulan

Lama bunting 19-21 hari

Kawin sesudah beranak 19-24 jam

Umur sapih 21 hari

Umur dewasa kelamin 35 hari

Umur dikawinkan 8 minggu

Siklus estrus 4-5 hari

Jumlah putting susu 5 pasang

Kecepatan tumbuh 1 g/hari

Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988)

(7)

Kandang mencit biasanya berupa kotak yang terbuat dari plastik atau metal dengan kawat kasa sebagai penutup bagian atas kandang. Kelengkapan lain yang diperlukan yaitu tempat pakan, tempat minum, dan alas kandang. Kandang mencit memiliki luasan 97 cm2/ekor untuk mencit dewasa sedangkan untuk betina dan anak-anaknya yaitu 390 cm2 (Rakhmadi, 2008). Syarat yang harus dipenuhi untuk kandang mencit yaitu, kandang harus memiliki luasan yang cukup sehingga mencit bebas bergerak dan mempunyai tempat untuk sarang beranak. Satu kandang biasanya terdapat 5-6 ekor mencit. Mencit sebaiknya ditempatkan dalam kondisi yang redup atau agak gelap dengan cahaya kurang dari 60 lux terutama untuk mencit albino. Kandang tidak boleh ditempatkan pada daerah yang bising, lembab dan berdebu serta yang paling penting adalah bahwa mencit lebih menyukai tempat yang gelap (Rakhmadi, 2008).

Kebutuhan dan Konversi Pakan

Mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 3-5 g/hari. Zat-zat makanan yang dibutuhkan seekor mencit adalah protein kasar 20%-25%, kadar lemak 10%-12% , kadar pati 44%-45%, kadar serat kasar maksimal 4% dan kadar abu 5%-6% (Smith dan Mangkowidjojo, 1988). Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran tubuh, tingkat produksi, temperatur lingkungan, kecepatan partum-buhan, keseimbangan zat-zat makanan dalam ransum dan cekaman yang dialami ternak tersebut (Anggorodi, 1994). Rakhmadi (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa konsumsi pakan mencit sangat dipengaruhi oleh aktifitas dan jenis alas yang digunakan pada kandang mencit. Aktifitas atau pergerakan yang tinggi terjadi pada mencit dengan kandang bersekat. Sekat kandang menjadi tempat untuk memanjat dan bergelantungan sehingga aktifitas makan menurun.

(8)

Konversi pakan Merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan bobot badan tertentu dalam waktu tertentu (Anggorodi, 1994) atau menurut Chruch (1991) konversi pakan merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi untuk mendapatkan kenaikan satu satuan bobot hidup. Konversi pakan digunakan sebagai keefisienan seekor ternak menggunakan makanannya untuk berproduksi. Semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin tinggi keefisienan ternak tersebut menggunakan pakan (Sihombing, 1997). Mencit mampu tumbuh 1 g/ekor/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), dengan konsumsi pakan 5 g/ekor/hari (Malole dan Pramono, 1989) maka konversi pakan mencit berkisar antara 5-9.

Bobot Badan dan Laju Pertumbuhan

Menurut Anggorodi (1994), pertumbuhan dapat terjadi secara hiperplasi (penambahan jumlah sel tubuh) dan hipertrophy (penambahan ukuran tubuh). Pertumbuhan anak sebelum sapih dipengaruhi oleh genetik, bobot lahir, jumlah anak sekelahiran, produksi air susu induk, perawatan induk dan umur induk (Hafez, 1963). Kurnianto et al.,(1999) melaporkan bahwa pertumbuhan pada titik peralihan (inflection point) yang menandai bobot badan pada mencit jantan lebih tinggi dari mencit betina. Laju pertumbuhan mencit sesuai dengan analisis multiphasik kurva pertumbuhan. Kurva tersebut menunjukkan bahwa terdapat tiga fase pertumbuhan, yaitu pertumbuhan organ-organ tubuh, otak dan sistem saraf pada fase pertama, kemudian pertumbuhan tulang dan otot serta fase terakhir adalah pertumbuhan atau pertambahan lemak.

Sudono (1981) dalam penelitiannya melaporkan laju pertumbuhan tertinggi dicapai pada saat setelah disapih sampai umur 29 hari, pada jantan dan betina masing-masing sebesar 0,55 g/hari dan 0,50 g/hari. Hasil yang berbeda didapatkan oleh Nafiu (1996) yakni pada umur lima minggu tanpa membedakan perlakuan dan jenis kelamin adalah 0,77 g/hari.

Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

(9)

Annelida, Kelas Oligochaeta, Ordo Opisthopora, Subordo Lumbricira, Famili

Lumbricidae, Genus Lumbricus, Species L. rubellus.

Cacing L. rubellus mempunyai bentuk tubuh lebih pipih dibandingkan cacing tanah jenis lain. Jumlah segmen tubuh yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum (penebalan pada tubuh cacing) terletak pada segmen 27-37 (Sihombing, 2002). Cacing jenis L. rubellus memiliki produktivitas yang tinggi meliputi, pertambahan bobot badan, produksi telur dan produksi anakan. Lumbricus rubellus bergerak lambat dan tidak aktif, sehingga kalah bersaing dengan jenis lain yang lebih aktif seperti cacing kalung dalam hal mencari makan.

Gambar. 2. Lumbricus rubellus

Spesies lain yang sering dikembangkan secara komersil adalah L. terestris dan Perionyx excavates. Dibandingkan dengan kedua spesies tersebut L. rubellus memiliki kandungan protein paling tinggi. Secara berturut-turut kandungan protein ketiga jenis cacing tersebut adalah sebagai berikut, L. rubellus 65,63 % (Damayanti et al., 2008); L. teristris 32,66 % (Julendra, 2003); P. excavates 57,2% (Tram et al.,

2005). Lumbricus rubellus mengandung protein dengan asam amino yang sangat dibutuhkan oleh ternak (Istiqomah, 2009). Menurut Yaqub (1991), komposisi asam amino L. rubellus yang lengkap sangat berpotensi untuk menggantikan tepung ikan.

(10)

Bersama dengan atau tanpa citosan komponen tersebut mampu mereduksi koloni Ercericia coli dalam tubuh ternak.

Lumbricus rubellus memiliki kandungan asam amino yang hampir sama

dengan tepung daging dan tepung ikan. Kandungan asam amino tepung ikan, tepung daging dan tepung cacing tanah L. rubellus terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Asam Amino Cacing Tanah, Tepung Daging dan Tepung Ikan Asam Amino Tepung Ikan Tepung Daging Tepung Cacing (L. rubellus)

---g/100g--- Essensial :

Histidin 2,50 2,00 3,80

Treonin 1,10 6,50 2,10

Arginin 4,60 3,30 6,00

Methionin 3,00 1,50 2,00

Valin 5,70 4,70 4,40

Fenilalanin 4,20 3,50 5,30

Isoleusin 6,00 3,50 5,30

Lisin 10,40 6,90 7,30

Triptophan 1,10 6,50 2,10

Non Essensial :

Sistein 1,10 1,10 1,80

Asam glutamat 13,80 14,80 13,20

Glisin 7,20 4,00 4,30

Tirosin 3,00 1,60 4,60

Alanin - - 5,40

Prolin - - 5,10

Asam aspartat - - 10,50

Serin - - 5,80

(11)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 7 Agustus 2011 sampai dengan 10 Januari 2012. Cacing tanah (L. rubellus) diperoleh dari Laboratorium Lapang Kandang C, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, sedangkan analisis pakan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 15 ekor mencit (M. musculus) jantan umur 21 hari dengan berat rata-rata 12 g. Mencit tersebut diperoleh dari salah satu peternak mencit di wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan sebanyak 15 kandang individu, terbuat dari plastik yang berukuran 30 x 24 x 10 cm. Kandang tersebut dilengkapi dengan kawat penutup serta tempat pakan dan minum untuk mencit.

Peralatan yang digunakan antara lain termohygrometer yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang. Timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,01 g. Alat penampi yang digunakan untuk memisahkan pakan yang bercampur dengan sekam dan kotoran. Sapu dan sikat untuk membersihkan kandang, alat tulis, serta kertas label.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan ayam bukan ras (buras) komersil yang biasa digunakan peternak mencit dengan kandungan protein kasar 12% serta L. rubellus sebagai pakan tambahan. Lumbricus rubellus diberikan dalam kondisi

(12)

Table 3. Kandungan Zat Nutrisi Pakan yang Digunakan dan Kebutuhan Nutrisi

Keterangan : *Hasil Analisis Peroksimat, di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Februari 2012

**

Persiapan materi penelitian dilakukan dengan memelihara induk mencit dengan manajemen pemeliharaan yang baik, sehingga didapatkan mencit lepas sapih yang baik. Kriteria pemilihan indukan berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan (rata-rata 8 ekor/kelahiran), litterr size sapih, dan keberhasilan kopulasi. Perkawinan dilakukan secara koloni yaitu dengan menggabungkan satu ekor pejantan dengan delapan ekor betina. Setelah bunting induk mencit ditempatkan dalam kandang beranak secara individu. Setelah beranak dan disapih, dilakukan pemisahan terhadap anak mencit lepas sapih jantan dan betina. Sebanyak 15 ekor mencit jantan lepas sapih kemudian digunakan sebagai materi penelitian.

Pakan tambahan (L. rubellus) dipersiapkan dengan dipelihara dan dikem-bangbiakkan selama dua bulan. Media pemeliharaan L. rubellus berupa feses sapi, sedangkan L. rubellus yang dipelihara sebanyak 500 g.

(13)

Pelaksanaan Penelitian

Mencit dimasukkan secara acak ke dalam 15 kandang individu, kemudian kandang tersebut diletakkan ke dalam rak penelitian. Pakan utama (pakan ayam kampung) diberikan ad libitum pada pukul 07.00-08.00 WIB, sedangkan cacing tanah diberikan pada siang hari pukul 11.00-12.00 WIB.

Waktu pemberian cacing didasarkan pada penelitian pendahuluan yang telah dilakukan. Penelitian pendahuluan mencoba tiga cara pemberian cacing untuk mencit. Cara pertama yaitu cacing diberikan sebelum mencit mendapatkan pakan utama. Hasil pengamatan menunjukkan cacing termakan habis oleh mencit. Cara kedua yaitu cacing diberikan secara bersamaan dengan pakan utama. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa cacing tidak dimakan oleh mencit karena mencit lebih memilih pakan utama. Cacing yang tidak dimakan menyebabkan semut masuk dalam kandang dan mengganggu kondisi mencit. Cara ketiga yaitu cacing diberikan 3-4 jam setelah pemberian pakan utama. Hasil menunjukkan bahwa cacing termakan habis oleh mencit. Cara ketiga lebih baik dari pada cara pertama. Pakan sumber protein hewani lebih lama dicerna dalam menghasilkan energi dibandingkan dengan pakan pati-patian (Widodo 2002), sehingga cacing lebih baik diberikan setelah pakan utama.

Sebelum diberikan, terlebih dahulu cacing dibersihkan dari tanah dan kotoran yang menempel kemudian di timbang sesuai perlakuan. Pemeriksaan dilakukan setiap pukul 16.00 WIB untuk mengetahui apakah cacing dimakan atau tidak. Cacing yang tidak dimakan dikeluarkan dari kandang karena dapat mengundang semut.

Pemberian air minum dan penggantian alas dilakukan setiap tiga hari sekali. Alas yang telah digunakan ditampi untuk memisahkan sekam dengan sisa pakan dan feses mencit. Sisa pakan yang telah terpisah dijemur terlebih dahulu kemudian ditimbang. Periode pemeliharaan dilakukan hingga mencit berumur lima minggu atau ketika mencit telah dewasa kelamin dan mencapai bobot 20 g.

Rancangan dan Analisis Data Rancangan

(14)

Menurut Steel dan Torrie (1993) model statistiknya adalah sebagai berikut : Yij = µ + דi +

з

ij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan ke-j pada perlakuan ke-i µ = nilai rataan umum

דi = pengaruh perlakuan ke-i (1,2,3)

з

ij = pengaruh galat ulangan ke-j (1,2,3,4,5) pada perlakuan ke-i

Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis ragam atau analysis of variance (ANOVA). Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Pengujian ini dilakukan menggunakan software Minitab 15. Jika hasil analisis menunjukkan nyata atau sangat nyata maka dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan mengunakan uji Tukey.

Peubah yang Diamati

1. Konsumsi Bahan Kering Pakan (g BK/ekor/hari)

Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi mencit selama 24 jam, diukur dengan menghitung selisih antara jumlah pemberian dan sisa pakan kemudian dibagi dengan waktu penggantian pakan.

Konsumsi Pakan (g BK/ekor/hari) = 2. Bobot Badan (g/ekor)

Bobot badan merupakan ukuran berat badan saat ditimbang. Diperoleh dengan menimbang mencit yang ditempatkan di atas timbangan digital. 3. Pertambahan Bobot Badan Harian (g/ekor/hari).

Merupakan pertambahan bobot badan dalam satu satuan waktu tertentu. Perhitungan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dilakukan dengan cara mengurangkan bobot badan pada saat penimbangan (BBt) dengan bobot

badan tiga hari sebelumnya (BBt-3). Rumus yang digunakan adalah:

{pemberian pakan (g) – sisa pakan (g)} 3 hari

(15)

x 100% Presentase Mortalitas (%) =

4. Konversi Pakan (KP)

Konversi pakan adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah pakan yang diperlukan (g) untuk mendapatkan satu gram pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu. Konversi pakan dihitung dengan rumus :

5. Mortalitas

Mortalitas merupakan jumlah individu yang mati dari suatu populasi atau sampel. Persentase mortalitas didapatkan dengan membagi jumlah mencit yang mati (y) dengan jumlah keseluruhan sampel dalam satu level perlakuan (n). Mortalitas mencit ditentukan dengan rumus berikut :

KP = Konsumsi pakan mencit (g/ekor/hari) PBB (g/ekor/hari)

(16)

Hari ke-

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian

Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 °C. Suhu kandang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(17)

Rataan kelembaban kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 89,55%; 66,27%; dan 78,44%. Kelembaban kandang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kelembaban Kandang

Rataan kelembaban yang tinggi selama penelitian terjadi pada pagi dan sore hari, kelembaban tersebut lebih tinggi dari yang disarankan oleh Malole dan Pramono (1989) yaitu 30%-70%. Pada siang hari, kelembaban menurun sampai pada kondisi yang sesuai untuk mencit. Kelembaban kandang yang tinggi dapat memicu perkembangbiakan mikroorganisme patogen. Hal tersebut dapat menyebabkan mun-culnya berbagai penyakit pada mencit.

Pakan

Kandungan protein kasar (PK) dalam pakan utama sekitar 8,38% (Tabel 3), namun informasi dalam kemasan menyebutkan PK dalam pakan tersebut 12%. Kandungan PK tersebut belum memenuhi kebutuhan nutrisi mencit. Mencit membutuhkan pakan berkadar protein di atas 14% (Malole dan Pramono, 1989). Rekomendasi dari National Research Council (1995) mengenai kebutuhan protein kasar mencit adalah 12%-24%.

Kadar serat kasar sebesar 13,53% melebihi standar yang ditentukan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) dan National Research Council (1995) yaitu 5%. National Research Council (1995) menjelaskan bahwa serat kasar dapat menurunkan

(18)

Kadar lemak kasar sebesar 3,40% belum sesuai dengan yang direkomen-dasikan oleh Smith dan Mangkoewijojo (1988) yaitu 10%-12% dan National Research Council (1995) yaitu minimal 5%. Kadar lemak minimal tersebut belum

dapat mendukung reproduksi dan pertumbuhan mencit. Kadar lemak yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi ketengikan pakan. Semakin tinggi kadar lemak dalam pakan, maka pakan akan semakin cepat tengik (Tillman et al., 1989).

Pakan yang digunakan adalah pakan komersial untuk ayam kampung, berbentuk crumble, dan berwarna kuning kecoklatan. Secara keseluruhan nutrien pakan tersebut belum sesuai dengan standar kebutuhan nutrisi mencit, terutama protein. Diperlukan pakan tambahan agar kebutuhan protein dapat terpenuhi.

Kandungan nutrisi L. rubellus (Tabel 3) kemungkinan dapat meningkatkan konsumsi nutrisi pada mencit terutama protein, sehingga produktivitas mencit dapat lebih baik. Cacing L. rubellus dipilih sebagai pakan tambahan karena, selain kandungan nutrisinya yang baik cacing tersebut mudah dipelihara dan produktifitas-nya baik.

Pengaruh Perlakuan terhadap Peubah yang Diamati Konsumsi Pakan

Konsumsi bahan kering pakan mencit selama 18 hari tersaji pada Tabel 4. Rataan konsumsi pakan mencit adalah 4,57 g/ekor/hari atau 28,87% dari bobot badan, konsumsi tersebut termasuk normal. Sebagai pembanding adalah penelitian Rakhmadi (2008) yang memperoleh konsumsi pakan mencit lepas sapih sebesar 3,98 g/ekor/hari. Konsumsi tersebut juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian dari Anantyo (2006) dan Panda (2007) yang mendapatkan konsumsi pakan mencit dengan kadar protein kasar dalam ransum 17%-20% yaitu 4-6 g/ekor/hari.

(19)

Tabel 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Mencit pada Taraf Pemberian L. (dalam kondisi segar/hidup). Pemberian cacing sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari menaikkan konsumsi protein sampai 14%, tapi hal tersebut tidak mempengaruhi total konsumsi bahan pakan. Grafik konsumsi pakan mencit dapat dilihat pada Gambar 5.

Terjadi penurunan konsumsi pada hari ke-6 sampai 9 dan hari ke-15 sampai 18. Konsumsi pakan yang tidak stabil dikarenakan suhu kandang yang tidak stabil, terutama pada siang hari. Suhu tinggi pada hari ke-17 yaitu 33,2°C, hal tersebut yang mempengaruhi konsumsi rata-rata pada hari ke-16 sampai dengan hari ke-18.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain suhu dan kelembaban kandang, kesehatan mencit, kadar air dalam makanan (Malole dan

0

(20)

Pramono, 1989) serta perbedaan fisiologis mencit dalam siklus kehidupan seperti pertumbuhan dan reproduksi (National Research Council, 1995). Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa suhu kandang yang ideal untuk mencit berkisar 19-29 °C dengan rataan 22 °C. Ditambahkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa hewan percobaan pada umumnya tidak dapat berkembang dengan baik pada suhu kamar lebih dari 30 °C.

Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan

Performa mencit dapat dilihat dari pencapaian bobot badan tiap tiga hari dan pada saat bobot akhir. Rataan total bobot badan awal mencit sebesar 12,67 g/ekor dengan koefisien keragaman 16,59 seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Bobot Badan Awal dan Akhir Serta Pertambahan Bobot Badan diungkapkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa bobot mencit lepas sapih berkisar antara 18-20 g. Hal tersebut dikarenakan perbedaan manajemen pemeliharaan mencit.

(21)

pernyataan Soeharsono (1976) bahwa konsumsi ransum erat kaitanya dengan pertumbuhan. Selain itu sejalan dengan Jull (1978) yang menyatakan bahwa secara tidak langsung pertumbuhan merupakan peningkatan air, protein dan mineral serta terdapat hubungan yang erat antara kecepatan tumbuh dengan jumlah ransum yang dikonsumsi pada periode tertentu. Pada saat pertumbuhan berjalan dengan cepat, ternak sangat sensitif terhadap tingkat gizi pada ransum (Wahju, 1992) dan apabila lebih banyak ransum yang dikonsumsi maka lebih cepat pertambahan bobot badan ternak tersebut. Gambaran pertambahan bobot badan mencit dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit

Pola garis yang hampir sama antara P0, P1, dan P2 (Gambar 6) menunjukkan tidak adanya perbedaan bobot badan mencit selama penelitian. Titik infleksi belum terlihat pada grafik. Titik infleksi merupakan titik balik grafik yang menunjukkan bahwa hewan telah mencapai dewasa kelamin dan mengalami perlambatan pertumbuhan. Sudono (1981) menyatakan bahwa laju pertumbuhan tertinggi pada umur 29 hari, sedangkan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa mencit dapat mencapai dewasa kelamin pada umur kurang dari 35 hari.

Bobot badan mencit pada hari ke-18 telah mencapai ukuran bobot dewasa tubuh yaitu diatas 20 g dan mencit telah berumur 39 hari. Pencapaian bobot badan tersebut lebih baik dari pernyataan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) serta Malole

(22)

dan Pramono (1989) bahwa mencit mencapai bobot badan 20 g dan siap untuk dikawinkan pada umur 56 hari. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena perbedaan manajemen pemeliharaan mencit.

Konversi Pakan

Rataan umum konversi pakan mencit (umur 21-39 hari) selama 18 hari penelitian adalah 8,60 dengan koefisien keragaman 26,15 seperti tampak pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Konversi Pakan Mencit pada Tingkat Pemberian L. rubellus yang Berbeda

Perlakuan Rataan konversi pakan KK (%)

P0 9,28 19,63

Rataan konversi tersebut lebih baik dari penelitian Rakhmadi (2008) yang mendapatkan rataan konversi pakan mencit 12,33 dengan koefisien keragaman 45,66 (umur mencit 28-49 hari) pada kadar PK ransum 15,79% dan dengan suhu pemeliharaan yang nyaman. Perbedaan nilai konversi tersebut dikarenakan umur dan lama pemeliharaan mencit yang berbeda. Nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahwa mencit tidak efisien dalam memanfaatkan ransum untuk mengubah bobot badan.

(23)

Mortalitas

(24)

PERFORMA MENCIT (

Mus musculus

) JANTAN LEPAS SAPIH

UMUR 21-39 HARI DENGAN PEMBERIAN CACING TANAH

(

Lumbricus rubellus

) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN

SKRIPSI ARI PRADANA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(25)

PERFORMA MENCIT (

Mus musculus

) JANTAN LEPAS SAPIH

UMUR 21-39 HARI DENGAN PEMBERIAN CACING TANAH

(

Lumbricus rubellus

) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN

SKRIPSI ARI PRADANA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(26)

RINGKASAN

Ari Pradana. D14070294. 2012. Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas Sapih Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Salundik, M.Si.

Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan satwa harapan yang memiliki kandungan nutrisi yang baik, meliputi protein yang lengkap dengan asam amino yang diperlukan tubuh dan kandungan asam lemak jenuh yang rendah. Banyak diantara hewan ternak seperti unggas dan mencit mau memakan cacing dalam kondisi segar (hidup).

Penggunaan L. rubellus sebagai pakan tambahan dalam kondisi segar jarang dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan performa mencit jantan lepas sapih umur (21-39 hari) yang diberi L. rubellus sebagai pakan tambahan pada taraf pemberian yang berbeda, sehingga didapatkan taraf pemberian terbaik yang didasarkan pada parameter (bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakaan, serta mortalitas). Mencit yang digunakan sebagai materi penelitian berasal dari peternak dengan manajemen pemeliharaan yang sebelumnya telah diketahui. Tiga taraf perlakuan yang diberikan yaitu : 1) mencit tidak diberi L. rubellus (P0); 2) mencit diberi 1 g L. rubellus/ekor/hari; 3) mencit diberi 2 g L. rubellus/ekor/hari. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan tiga taraf perlakuan dan lima kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), jika terdapat hasil yang berbeda dilanjutkan dengan uji banding Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian L. rubellus tidak berpengaruh terhadap keseluruhan parameter yang diamati (konsumsi pakan dan konversi pakan, pertambahan bobot badan, dan mortalitas). Cacing tanah (L. rubellus) tidak dapat diberikan sebagai pakan tambahan karena tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performa mencit.

(27)

ABSTRACT

The Performance of 21-39 Day Old Male Mice (Mus musculus) With Worms (Lumbricus rubellus) as Feed Suplement.

Pradana, A., H.C.H. Siregar and Salundik

The purpose of research was to analize the effect of worms (Lumbricus rubellus) as feed supplement to performance of 21-39 day old male mice. Variables that be observed were dry matter consumtion, 39 old day body weight, daily weight gain, feed conversion, and mortality. The treatments were P0 (consentrate/control); P1 (concentrate + 1 g worms/day); P2 (concentrate + 2 g worms/day). Consentrate and water was given by ad libitum. The result showed that the addition worms did not influence in all variables observed (P>0,05).

(28)

PERFORMA MENCIT (

Mus musculus

) JANTAN LEPAS SAPIH

UMUR 21-39 HARI DENGAN PEMBERIAN CACING TANAH

(

Lumbricus rubellus

) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN

ARI PRADANA D14070294

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(29)

Judul : Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas Sapih Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan

Nama : Ari Pradana NIM : D14070294

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si.) (Dr. Ir. Salundik, M.Si.) NIP : 19620617 199003 2 001 NIP : 19640406 198903 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004

(30)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Ari Pradana, dilahirkan pada tanggal 15 Mei 1989 di

Nganjuk. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Budi

Santoso dan Ibu Suparmi. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 3 Balongrejo pada tahun

2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri

3 Bagor dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 3

Nganjuk.

Status mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Institut Pertanian Bogor diperoleh melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru) pada tahun 2007. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif pada Unit Kegiatan

Kampus Koperasi Mahasiswa pada tahun 2007-2008. Penulis aktif menjadi Staf Divisi

Animal Breeding Club HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak) tahun

2008-2009. Penulis aktif dalam kegiatan kesenian dan tergabung dalam komunitas seni

Teater Kandang dan paduan suara Graziono Simphonia tahun 2008. Penulis dipilih sebagai

ketua umum HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak) periode 2009-2010.

Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Teknik Pengolahan Limbah

Peternakan tahun 2011.

Penulis aktif dalam program pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan oleh

IPB yaitu IPB Go Field di Indramayu Jawa Barat pada tahun 2008-2009. Penulis tergabung

dalam program SIBERMAS (Sistem Pemberdayaan Masyarakat) Pemerintah Propinsi

Gorontalo pada tahun 2010-2011. Penulis pernah menjadi pembina petani muda dalam

(31)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis ucapkan pada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul Performa Mencit Jantan Lepas Sapih (Mus musculus) Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan. Skripsi ini merupakan hasil dari serangkaian penelitian yang dilakukan pada bulan Agustus 2011 sampai dengan Januari 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan performa mencit jantan lepas sapih umur (21-39 hari) yang diberi L. rubellus sebagai pakan tambahan pada taraf pemberian yang berbeda. Sehingga didapatkan taraf pemberian terbaik yang didasarkan pada parameter (bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakaan). Mencit telah banyak diternakkan oleh masyarakat yang tujuannya dimanfaatkan sebagai bahan percobaan, pakan hewan lain atau sebagai hewan peliharaan. Mencit mampu berkembang biak dengan cepat, didukung dengan manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan yang berkualitas. Pakan mencit yang lazim digunakan adalah pakan ayam ras dan pakan ayam buras. Pakan ayam buras lebih sering digunakan dari pada pakan ayam ras, karena harganya lebih murah. Banyak pula yang menggunakan sisa makanan manusia sebagai pakan mencit untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan. Kualitas nutrisi harus tetap diperhatikan untuk menunjang produksi yang baik, untuk itu diperlukan pakan tambahan yang bernutrisi baik, murah, dan mudah untuk didapatkan. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) dapat digunakan sebagai pakan tambahan untuk mencit karena selain kandungan nutrisinya yang baik, L. rubellus mudah untuk dibudidayakan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan. Amin.

Bogor, Juli 2012

(32)
(33)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Peubah yang Diamati…………... 16 Konsumsi Pakan...………...…….. 16 Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan…………...… 18 Konversi Pakan………... 20 Mortalitas ………..………... 21 KESIMPULAN DAN SARAN...………...….. 22 Kesimpulan ………...………... 22 Saran………... 22 UCAPAN TERIMAKASIH …...………...………... 23 DAFTAR PUSTAKA ………...……….………... 24

(34)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sifat Biologis Mencit (M. musculus) ... 4 2. Kandungan Asam Amino Cacing Tanah, Tepung Daging dan

Tepung Ikan... 8 3. Kandungan Zat Nutrisi Pakan yang Digunakan dan Kebutuhan

Nutrisi Mencit dalam Bahan Kering... 10 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering Mencit pada Taraf Pemberian

L. rubellus yang Berbeda ……... 16 5. Rataan Bobot Badan Awal dan Akhir Serta Pertambahan Bobot

Badan Harian Mencit Selama Penelitian... 18 6. Rataan Konversi Pakan Mencit pada Tingkat Pemberian L.

(35)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(36)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(37)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Mencit (Mus musculus) merupakan mamalia kecil yang nilai kemanfaatanya tinggi, diantaranya sebagai hewan dalam percobaan (penyakit, gizi, dan makanan) pada manusia, hewan peliharaan, maupun pakan bagi hewan lain. Manfaat mencit yang tinggi mengakibatkan mencit harus selalu tersedia dalam jumlah banyak dengan produktifitas dan performa yang baik.

Kelemahan mencit di pasaran adalah mencit bukan merupakan hewan yang dibutuhkan secara kontinyu. Kadang mencit dibutuhkan dalam jumlah banyak dan segera, tetapi terkadang permintaan mencit sangat sedikit. Saat permintaan sedikit, penekanan biaya produksi harus dilakukan oleh peternak. Perkembangbiakan mencit yang cepat harus diimbangi dengan penyedian pakan serta tenaga kerja yang cukup. Tindakan yang biasanya dilakukan oleh peternak adalah memberikan pakan dengan harga dan kualitas yang rendah. Hal tersebut hanya untuk mempertahankan mencit untuk tetap hidup tanpa memperhatikan aspek produktifitas dan performanya. Beberapa peternak memberikan pakan ayam buras dan sisa makanan manusia sebagai pakan mencit, kemungkinan kebutuhan nutrisi untuk mencit belum tercukupi. Disaat permintaan mencit tinggi pemberian pakan bernutrisi baik perlu untuk menunjang pertumbuhan dan reproduksi yang optimum. Pakan ayam buras yang bernutrisi rendah (protein kasar 12%) biasanya dicampur dengan pakan ayam ras (protein kasar 20%-22%). Pencampuran tersebut dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisi pakan. Hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi karena harga pakan ayam ras mahal.

(38)

Tujuan

(39)

TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar 40%-80%. Banyak keunggulan yang dimiliki oleh mencit sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan (Moriwaki et al., 1994). Mencit merupakan hewan poliestrus, yaitu hewan yang mengalami estrus lebih daripada dua kali dalam setahun. Seekor mencit betina akan mengalami estrus setiap 4-5 hari sekali. Menurut Malole dan Pramono (1989) mencit betina memiliki lima pasang kelenjar susu, yaitu tiga pasang di bagian dada dan dua pasang di bagian inguinal.

Petter (1961) menjelaskan bahwa mencit (M. musculus) dan tikus (Rattus norvegicus) merupakan omnivora alami, sehat, kuat, prolifik, kecil, dan jinak. Mencit

laboratorium memiliki berat badan yang bervariasi antara 18-20 g pada umur empat minggu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Mencit memiliki bulu yang pendek halus dan berwarna putih serta ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang dari badan dan kepalanya. Arrington (1972) menyatakan taksonomi mencit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Animalia, Filum Chordata, Klas Mamalia, Ordo Rodentia, Famili Muridae, Genus Mus, Spesies M. musculus.

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

(40)

berkembang biak, selain itu mencit juga dapat digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari seleksi terhadap sifat-sifat kuantitatif. Sifat biologis mencit secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (M. musculus)

Kriteria Keterangan

Lama hidup 1-3 tahun

Lama produksi ekonomis 9 bulan

Lama bunting 19-21 hari

Kawin sesudah beranak 19-24 jam

Umur sapih 21 hari

Umur dewasa kelamin 35 hari

Umur dikawinkan 8 minggu

Siklus estrus 4-5 hari

Jumlah putting susu 5 pasang

Kecepatan tumbuh 1 g/hari

Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988)

(41)

Kandang mencit biasanya berupa kotak yang terbuat dari plastik atau metal dengan kawat kasa sebagai penutup bagian atas kandang. Kelengkapan lain yang diperlukan yaitu tempat pakan, tempat minum, dan alas kandang. Kandang mencit memiliki luasan 97 cm2/ekor untuk mencit dewasa sedangkan untuk betina dan anak-anaknya yaitu 390 cm2 (Rakhmadi, 2008). Syarat yang harus dipenuhi untuk kandang mencit yaitu, kandang harus memiliki luasan yang cukup sehingga mencit bebas bergerak dan mempunyai tempat untuk sarang beranak. Satu kandang biasanya terdapat 5-6 ekor mencit. Mencit sebaiknya ditempatkan dalam kondisi yang redup atau agak gelap dengan cahaya kurang dari 60 lux terutama untuk mencit albino. Kandang tidak boleh ditempatkan pada daerah yang bising, lembab dan berdebu serta yang paling penting adalah bahwa mencit lebih menyukai tempat yang gelap (Rakhmadi, 2008).

Kebutuhan dan Konversi Pakan

Mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 3-5 g/hari. Zat-zat makanan yang dibutuhkan seekor mencit adalah protein kasar 20%-25%, kadar lemak 10%-12% , kadar pati 44%-45%, kadar serat kasar maksimal 4% dan kadar abu 5%-6% (Smith dan Mangkowidjojo, 1988). Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran tubuh, tingkat produksi, temperatur lingkungan, kecepatan partum-buhan, keseimbangan zat-zat makanan dalam ransum dan cekaman yang dialami ternak tersebut (Anggorodi, 1994). Rakhmadi (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa konsumsi pakan mencit sangat dipengaruhi oleh aktifitas dan jenis alas yang digunakan pada kandang mencit. Aktifitas atau pergerakan yang tinggi terjadi pada mencit dengan kandang bersekat. Sekat kandang menjadi tempat untuk memanjat dan bergelantungan sehingga aktifitas makan menurun.

(42)

Konversi pakan Merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan bobot badan tertentu dalam waktu tertentu (Anggorodi, 1994) atau menurut Chruch (1991) konversi pakan merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi untuk mendapatkan kenaikan satu satuan bobot hidup. Konversi pakan digunakan sebagai keefisienan seekor ternak menggunakan makanannya untuk berproduksi. Semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin tinggi keefisienan ternak tersebut menggunakan pakan (Sihombing, 1997). Mencit mampu tumbuh 1 g/ekor/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), dengan konsumsi pakan 5 g/ekor/hari (Malole dan Pramono, 1989) maka konversi pakan mencit berkisar antara 5-9.

Bobot Badan dan Laju Pertumbuhan

Menurut Anggorodi (1994), pertumbuhan dapat terjadi secara hiperplasi (penambahan jumlah sel tubuh) dan hipertrophy (penambahan ukuran tubuh). Pertumbuhan anak sebelum sapih dipengaruhi oleh genetik, bobot lahir, jumlah anak sekelahiran, produksi air susu induk, perawatan induk dan umur induk (Hafez, 1963). Kurnianto et al.,(1999) melaporkan bahwa pertumbuhan pada titik peralihan (inflection point) yang menandai bobot badan pada mencit jantan lebih tinggi dari mencit betina. Laju pertumbuhan mencit sesuai dengan analisis multiphasik kurva pertumbuhan. Kurva tersebut menunjukkan bahwa terdapat tiga fase pertumbuhan, yaitu pertumbuhan organ-organ tubuh, otak dan sistem saraf pada fase pertama, kemudian pertumbuhan tulang dan otot serta fase terakhir adalah pertumbuhan atau pertambahan lemak.

Sudono (1981) dalam penelitiannya melaporkan laju pertumbuhan tertinggi dicapai pada saat setelah disapih sampai umur 29 hari, pada jantan dan betina masing-masing sebesar 0,55 g/hari dan 0,50 g/hari. Hasil yang berbeda didapatkan oleh Nafiu (1996) yakni pada umur lima minggu tanpa membedakan perlakuan dan jenis kelamin adalah 0,77 g/hari.

Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

(43)

Annelida, Kelas Oligochaeta, Ordo Opisthopora, Subordo Lumbricira, Famili

Lumbricidae, Genus Lumbricus, Species L. rubellus.

Cacing L. rubellus mempunyai bentuk tubuh lebih pipih dibandingkan cacing tanah jenis lain. Jumlah segmen tubuh yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum (penebalan pada tubuh cacing) terletak pada segmen 27-37 (Sihombing, 2002). Cacing jenis L. rubellus memiliki produktivitas yang tinggi meliputi, pertambahan bobot badan, produksi telur dan produksi anakan. Lumbricus rubellus bergerak lambat dan tidak aktif, sehingga kalah bersaing dengan jenis lain yang lebih aktif seperti cacing kalung dalam hal mencari makan.

Gambar. 2. Lumbricus rubellus

Spesies lain yang sering dikembangkan secara komersil adalah L. terestris dan Perionyx excavates. Dibandingkan dengan kedua spesies tersebut L. rubellus memiliki kandungan protein paling tinggi. Secara berturut-turut kandungan protein ketiga jenis cacing tersebut adalah sebagai berikut, L. rubellus 65,63 % (Damayanti et al., 2008); L. teristris 32,66 % (Julendra, 2003); P. excavates 57,2% (Tram et al.,

2005). Lumbricus rubellus mengandung protein dengan asam amino yang sangat dibutuhkan oleh ternak (Istiqomah, 2009). Menurut Yaqub (1991), komposisi asam amino L. rubellus yang lengkap sangat berpotensi untuk menggantikan tepung ikan.

(44)

Bersama dengan atau tanpa citosan komponen tersebut mampu mereduksi koloni Ercericia coli dalam tubuh ternak.

Lumbricus rubellus memiliki kandungan asam amino yang hampir sama

dengan tepung daging dan tepung ikan. Kandungan asam amino tepung ikan, tepung daging dan tepung cacing tanah L. rubellus terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Asam Amino Cacing Tanah, Tepung Daging dan Tepung Ikan Asam Amino Tepung Ikan Tepung Daging Tepung Cacing (L. rubellus)

---g/100g--- Essensial :

Histidin 2,50 2,00 3,80

Treonin 1,10 6,50 2,10

Arginin 4,60 3,30 6,00

Methionin 3,00 1,50 2,00

Valin 5,70 4,70 4,40

Fenilalanin 4,20 3,50 5,30

Isoleusin 6,00 3,50 5,30

Lisin 10,40 6,90 7,30

Triptophan 1,10 6,50 2,10

Non Essensial :

Sistein 1,10 1,10 1,80

Asam glutamat 13,80 14,80 13,20

Glisin 7,20 4,00 4,30

Tirosin 3,00 1,60 4,60

Alanin - - 5,40

Prolin - - 5,10

Asam aspartat - - 10,50

Serin - - 5,80

(45)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 7 Agustus 2011 sampai dengan 10 Januari 2012. Cacing tanah (L. rubellus) diperoleh dari Laboratorium Lapang Kandang C, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, sedangkan analisis pakan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 15 ekor mencit (M. musculus) jantan umur 21 hari dengan berat rata-rata 12 g. Mencit tersebut diperoleh dari salah satu peternak mencit di wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan sebanyak 15 kandang individu, terbuat dari plastik yang berukuran 30 x 24 x 10 cm. Kandang tersebut dilengkapi dengan kawat penutup serta tempat pakan dan minum untuk mencit.

Peralatan yang digunakan antara lain termohygrometer yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang. Timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,01 g. Alat penampi yang digunakan untuk memisahkan pakan yang bercampur dengan sekam dan kotoran. Sapu dan sikat untuk membersihkan kandang, alat tulis, serta kertas label.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan ayam bukan ras (buras) komersil yang biasa digunakan peternak mencit dengan kandungan protein kasar 12% serta L. rubellus sebagai pakan tambahan. Lumbricus rubellus diberikan dalam kondisi

(46)

Table 3. Kandungan Zat Nutrisi Pakan yang Digunakan dan Kebutuhan Nutrisi

Keterangan : *Hasil Analisis Peroksimat, di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Februari 2012

**

Persiapan materi penelitian dilakukan dengan memelihara induk mencit dengan manajemen pemeliharaan yang baik, sehingga didapatkan mencit lepas sapih yang baik. Kriteria pemilihan indukan berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan (rata-rata 8 ekor/kelahiran), litterr size sapih, dan keberhasilan kopulasi. Perkawinan dilakukan secara koloni yaitu dengan menggabungkan satu ekor pejantan dengan delapan ekor betina. Setelah bunting induk mencit ditempatkan dalam kandang beranak secara individu. Setelah beranak dan disapih, dilakukan pemisahan terhadap anak mencit lepas sapih jantan dan betina. Sebanyak 15 ekor mencit jantan lepas sapih kemudian digunakan sebagai materi penelitian.

Pakan tambahan (L. rubellus) dipersiapkan dengan dipelihara dan dikem-bangbiakkan selama dua bulan. Media pemeliharaan L. rubellus berupa feses sapi, sedangkan L. rubellus yang dipelihara sebanyak 500 g.

(47)

Pelaksanaan Penelitian

Mencit dimasukkan secara acak ke dalam 15 kandang individu, kemudian kandang tersebut diletakkan ke dalam rak penelitian. Pakan utama (pakan ayam kampung) diberikan ad libitum pada pukul 07.00-08.00 WIB, sedangkan cacing tanah diberikan pada siang hari pukul 11.00-12.00 WIB.

Waktu pemberian cacing didasarkan pada penelitian pendahuluan yang telah dilakukan. Penelitian pendahuluan mencoba tiga cara pemberian cacing untuk mencit. Cara pertama yaitu cacing diberikan sebelum mencit mendapatkan pakan utama. Hasil pengamatan menunjukkan cacing termakan habis oleh mencit. Cara kedua yaitu cacing diberikan secara bersamaan dengan pakan utama. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa cacing tidak dimakan oleh mencit karena mencit lebih memilih pakan utama. Cacing yang tidak dimakan menyebabkan semut masuk dalam kandang dan mengganggu kondisi mencit. Cara ketiga yaitu cacing diberikan 3-4 jam setelah pemberian pakan utama. Hasil menunjukkan bahwa cacing termakan habis oleh mencit. Cara ketiga lebih baik dari pada cara pertama. Pakan sumber protein hewani lebih lama dicerna dalam menghasilkan energi dibandingkan dengan pakan pati-patian (Widodo 2002), sehingga cacing lebih baik diberikan setelah pakan utama.

Sebelum diberikan, terlebih dahulu cacing dibersihkan dari tanah dan kotoran yang menempel kemudian di timbang sesuai perlakuan. Pemeriksaan dilakukan setiap pukul 16.00 WIB untuk mengetahui apakah cacing dimakan atau tidak. Cacing yang tidak dimakan dikeluarkan dari kandang karena dapat mengundang semut.

Pemberian air minum dan penggantian alas dilakukan setiap tiga hari sekali. Alas yang telah digunakan ditampi untuk memisahkan sekam dengan sisa pakan dan feses mencit. Sisa pakan yang telah terpisah dijemur terlebih dahulu kemudian ditimbang. Periode pemeliharaan dilakukan hingga mencit berumur lima minggu atau ketika mencit telah dewasa kelamin dan mencapai bobot 20 g.

Rancangan dan Analisis Data Rancangan

(48)

Menurut Steel dan Torrie (1993) model statistiknya adalah sebagai berikut : Yij = µ + דi +

з

ij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan ke-j pada perlakuan ke-i µ = nilai rataan umum

דi = pengaruh perlakuan ke-i (1,2,3)

з

ij = pengaruh galat ulangan ke-j (1,2,3,4,5) pada perlakuan ke-i

Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis ragam atau analysis of variance (ANOVA). Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Pengujian ini dilakukan menggunakan software Minitab 15. Jika hasil analisis menunjukkan nyata atau sangat nyata maka dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan mengunakan uji Tukey.

Peubah yang Diamati

1. Konsumsi Bahan Kering Pakan (g BK/ekor/hari)

Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi mencit selama 24 jam, diukur dengan menghitung selisih antara jumlah pemberian dan sisa pakan kemudian dibagi dengan waktu penggantian pakan.

Konsumsi Pakan (g BK/ekor/hari) = 2. Bobot Badan (g/ekor)

Bobot badan merupakan ukuran berat badan saat ditimbang. Diperoleh dengan menimbang mencit yang ditempatkan di atas timbangan digital. 3. Pertambahan Bobot Badan Harian (g/ekor/hari).

Merupakan pertambahan bobot badan dalam satu satuan waktu tertentu. Perhitungan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dilakukan dengan cara mengurangkan bobot badan pada saat penimbangan (BBt) dengan bobot

badan tiga hari sebelumnya (BBt-3). Rumus yang digunakan adalah:

{pemberian pakan (g) – sisa pakan (g)} 3 hari

(49)

x 100% Presentase Mortalitas (%) =

4. Konversi Pakan (KP)

Konversi pakan adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah pakan yang diperlukan (g) untuk mendapatkan satu gram pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu. Konversi pakan dihitung dengan rumus :

5. Mortalitas

Mortalitas merupakan jumlah individu yang mati dari suatu populasi atau sampel. Persentase mortalitas didapatkan dengan membagi jumlah mencit yang mati (y) dengan jumlah keseluruhan sampel dalam satu level perlakuan (n). Mortalitas mencit ditentukan dengan rumus berikut :

KP = Konsumsi pakan mencit (g/ekor/hari) PBB (g/ekor/hari)

(50)

Hari ke-

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian

Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 °C. Suhu kandang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(51)

Rataan kelembaban kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 89,55%; 66,27%; dan 78,44%. Kelembaban kandang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kelembaban Kandang

Rataan kelembaban yang tinggi selama penelitian terjadi pada pagi dan sore hari, kelembaban tersebut lebih tinggi dari yang disarankan oleh Malole dan Pramono (1989) yaitu 30%-70%. Pada siang hari, kelembaban menurun sampai pada kondisi yang sesuai untuk mencit. Kelembaban kandang yang tinggi dapat memicu perkembangbiakan mikroorganisme patogen. Hal tersebut dapat menyebabkan mun-culnya berbagai penyakit pada mencit.

Pakan

Kandungan protein kasar (PK) dalam pakan utama sekitar 8,38% (Tabel 3), namun informasi dalam kemasan menyebutkan PK dalam pakan tersebut 12%. Kandungan PK tersebut belum memenuhi kebutuhan nutrisi mencit. Mencit membutuhkan pakan berkadar protein di atas 14% (Malole dan Pramono, 1989). Rekomendasi dari National Research Council (1995) mengenai kebutuhan protein kasar mencit adalah 12%-24%.

Kadar serat kasar sebesar 13,53% melebihi standar yang ditentukan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) dan National Research Council (1995) yaitu 5%. National Research Council (1995) menjelaskan bahwa serat kasar dapat menurunkan

(52)

Kadar lemak kasar sebesar 3,40% belum sesuai dengan yang direkomen-dasikan oleh Smith dan Mangkoewijojo (1988) yaitu 10%-12% dan National Research Council (1995) yaitu minimal 5%. Kadar lemak minimal tersebut belum

dapat mendukung reproduksi dan pertumbuhan mencit. Kadar lemak yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi ketengikan pakan. Semakin tinggi kadar lemak dalam pakan, maka pakan akan semakin cepat tengik (Tillman et al., 1989).

Pakan yang digunakan adalah pakan komersial untuk ayam kampung, berbentuk crumble, dan berwarna kuning kecoklatan. Secara keseluruhan nutrien pakan tersebut belum sesuai dengan standar kebutuhan nutrisi mencit, terutama protein. Diperlukan pakan tambahan agar kebutuhan protein dapat terpenuhi.

Kandungan nutrisi L. rubellus (Tabel 3) kemungkinan dapat meningkatkan konsumsi nutrisi pada mencit terutama protein, sehingga produktivitas mencit dapat lebih baik. Cacing L. rubellus dipilih sebagai pakan tambahan karena, selain kandungan nutrisinya yang baik cacing tersebut mudah dipelihara dan produktifitas-nya baik.

Pengaruh Perlakuan terhadap Peubah yang Diamati Konsumsi Pakan

Konsumsi bahan kering pakan mencit selama 18 hari tersaji pada Tabel 4. Rataan konsumsi pakan mencit adalah 4,57 g/ekor/hari atau 28,87% dari bobot badan, konsumsi tersebut termasuk normal. Sebagai pembanding adalah penelitian Rakhmadi (2008) yang memperoleh konsumsi pakan mencit lepas sapih sebesar 3,98 g/ekor/hari. Konsumsi tersebut juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian dari Anantyo (2006) dan Panda (2007) yang mendapatkan konsumsi pakan mencit dengan kadar protein kasar dalam ransum 17%-20% yaitu 4-6 g/ekor/hari.

(53)

Tabel 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Mencit pada Taraf Pemberian L. (dalam kondisi segar/hidup). Pemberian cacing sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari menaikkan konsumsi protein sampai 14%, tapi hal tersebut tidak mempengaruhi total konsumsi bahan pakan. Grafik konsumsi pakan mencit dapat dilihat pada Gambar 5.

Terjadi penurunan konsumsi pada hari ke-6 sampai 9 dan hari ke-15 sampai 18. Konsumsi pakan yang tidak stabil dikarenakan suhu kandang yang tidak stabil, terutama pada siang hari. Suhu tinggi pada hari ke-17 yaitu 33,2°C, hal tersebut yang mempengaruhi konsumsi rata-rata pada hari ke-16 sampai dengan hari ke-18.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain suhu dan kelembaban kandang, kesehatan mencit, kadar air dalam makanan (Malole dan

0

(54)

Pramono, 1989) serta perbedaan fisiologis mencit dalam siklus kehidupan seperti pertumbuhan dan reproduksi (National Research Council, 1995). Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa suhu kandang yang ideal untuk mencit berkisar 19-29 °C dengan rataan 22 °C. Ditambahkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa hewan percobaan pada umumnya tidak dapat berkembang dengan baik pada suhu kamar lebih dari 30 °C.

Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan

Performa mencit dapat dilihat dari pencapaian bobot badan tiap tiga hari dan pada saat bobot akhir. Rataan total bobot badan awal mencit sebesar 12,67 g/ekor dengan koefisien keragaman 16,59 seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Bobot Badan Awal dan Akhir Serta Pertambahan Bobot Badan diungkapkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa bobot mencit lepas sapih berkisar antara 18-20 g. Hal tersebut dikarenakan perbedaan manajemen pemeliharaan mencit.

(55)

pernyataan Soeharsono (1976) bahwa konsumsi ransum erat kaitanya dengan pertumbuhan. Selain itu sejalan dengan Jull (1978) yang menyatakan bahwa secara tidak langsung pertumbuhan merupakan peningkatan air, protein dan mineral serta terdapat hubungan yang erat antara kecepatan tumbuh dengan jumlah ransum yang dikonsumsi pada periode tertentu. Pada saat pertumbuhan berjalan dengan cepat, ternak sangat sensitif terhadap tingkat gizi pada ransum (Wahju, 1992) dan apabila lebih banyak ransum yang dikonsumsi maka lebih cepat pertambahan bobot badan ternak tersebut. Gambaran pertambahan bobot badan mencit dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit

Pola garis yang hampir sama antara P0, P1, dan P2 (Gambar 6) menunjukkan tidak adanya perbedaan bobot badan mencit selama penelitian. Titik infleksi belum terlihat pada grafik. Titik infleksi merupakan titik balik grafik yang menunjukkan bahwa hewan telah mencapai dewasa kelamin dan mengalami perlambatan pertumbuhan. Sudono (1981) menyatakan bahwa laju pertumbuhan tertinggi pada umur 29 hari, sedangkan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa mencit dapat mencapai dewasa kelamin pada umur kurang dari 35 hari.

Bobot badan mencit pada hari ke-18 telah mencapai ukuran bobot dewasa tubuh yaitu diatas 20 g dan mencit telah berumur 39 hari. Pencapaian bobot badan tersebut lebih baik dari pernyataan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) serta Malole

(56)

dan Pramono (1989) bahwa mencit mencapai bobot badan 20 g dan siap untuk dikawinkan pada umur 56 hari. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena perbedaan manajemen pemeliharaan mencit.

Konversi Pakan

Rataan umum konversi pakan mencit (umur 21-39 hari) selama 18 hari penelitian adalah 8,60 dengan koefisien keragaman 26,15 seperti tampak pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Konversi Pakan Mencit pada Tingkat Pemberian L. rubellus yang Berbeda

Perlakuan Rataan konversi pakan KK (%)

P0 9,28 19,63

Rataan konversi tersebut lebih baik dari penelitian Rakhmadi (2008) yang mendapatkan rataan konversi pakan mencit 12,33 dengan koefisien keragaman 45,66 (umur mencit 28-49 hari) pada kadar PK ransum 15,79% dan dengan suhu pemeliharaan yang nyaman. Perbedaan nilai konversi tersebut dikarenakan umur dan lama pemeliharaan mencit yang berbeda. Nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahwa mencit tidak efisien dalam memanfaatkan ransum untuk mengubah bobot badan.

(57)

Mortalitas

(58)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Cacing tanah (Lumbricus rubellus) tidak dapat dijadikan sebagai pakan tambahan untuk mencit (Mus musculus) sampai dengan taraf pemberian 2 g/ekor/hari dalam kondisi segar/hidup, karena tidak berpengaruh terhadap performa mencit tersebut.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pemberian L. rubellus terhadap reproduksi mencit. Sebaiknya dilakukan metode pemberian yang berbeda seperti pengeringan dan penepungan, sehingga diketahui secara keseluruhan manfaat L. rubellus sebagai pakan tambahan untuk mencit. Model kandang perlu untuk

(59)

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT atas karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Bapak Budi Santoso dan Ibu Suparmi serta kepada saudara Penulis Miim Wijayanti, Muneri Anjas, Akum Yusmilan dan Dian Putri Hayati yang selalu memberikan motivasi dan dukungan moril sehingga penulis mampu bertahan dan berjuang sampai pada kondisi sekarang ini. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si. dan Dr. Ir. Salundik M.Si. yang telah membimbing, membantu dan mengarahkan penyu-sunan proposal penelitian, penelitian hingga penulisan skripsi.

Ucapan terimakasih Kepada Ir. B. N. Polii, SU. selaku pembimbing akademik sekaligus penguji seminar yang telah memotivasi Penulis selama masa studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Baihaqi Spt. M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Didit Apriyadi M.Sc. selaku penguji dalam ujian sidang yang telah memberikan kritik, saran dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

Kepada keluarga besar Kandang ABC, Ibu Pipih Suningsih, Bapak Ilyas, Bapak Ade, Bapak Dadang, Kuswanto, Agung, Ucha, dan Riki yang telah mewarnai keseharian saya. Teman terbaik serta partner penulis dalam banyak hal selama di IPB Bedi Ferlangga, Widya Fitri Akbar, Nicky Puspita Dewi, Ihsan Adi Putra, Riki Renaldi, Fastasqi dan CBC. Kepada Ibu Rini serta teman-teman Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak (Rio, Dini, Ika, Ester, Embhan, Indah, dan Restu) yang telah memberikan keceriaan di masa-masa akhir studi Penulis. Keluarga Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) atas kepercayaannya. Teman-teman IPTP 44 atas kebersamaannya, segenap dosen dan karyawan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, keluarga besar Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk menjadi salah satu mahawiswa di institusi pendidikan tercinta (IPB). Mimpi dapat kita raih asalkan kita mau bekerja keras, terimaksih.

Bogor, Juli 2012

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Anantyo. 2006. Performa mencit (Mus musculus) lepas sapih dengan perbedaan taraf pengunaan zeolit dalam ransum. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Arrington, L.R. 1972. Introduction Laboratory Animal. The Breeding, Care and Management of Experimental Animal Science. The Interstate Printers and Publishing Inc. New York.

Bakker, H. 1974. Effect of selection for relative growth rate and body weight of mice, composition and efficiency of growth. Doctor Thesis. Wageningen University, Wageningen.

Blakely, J. & H.B. David. 1991. Ilmu Peternakan. 4th Ed. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Cho, J.H., C.B. Park, Y.G. Yoon & S.C. Kim. 1998. Lumbricin I, a novel proline-rich antimicrobial peptide from the earthworm: purification, DNA cloning and molecular characterization. Biochim. Biophys. Acta. 1408 (1): 67-76. Chruch, D.C. 1991. Digestive Physiologi and Nutrition of Ruminans. Oregon State

University Press, Corvallis, Oregon.

Damayanti, E., H. Julendra & A. Sofyan. 2008. Antibacteria activity of earthworm meal (Lumbricus rubellus) with different methods to the Escherichia coli. Proceedings. National Food Seminar, Yogyakarta, January 17, 2008. P. 54– 60.

Fauzzy, A. 2009. Kajian pengaruh substitusi parsial tepung terigu dengan tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap sifat kimia dan penilaian sensori kreker. Skripsi. Jurusan Ilmu Produkasi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fitriawati, N. 2001. Kajian penambahan ekstrak buah dan daun pare (Momordica charantia L.) pada sifat-sifat reproduksi mencit betina (Mus musculus albinus). Skripsi. Jurusan Ilmu Produkasi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Lumbricus rubellus) for Animal Feedstuff, LIPI, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (M. musculus)
Tabel 2. Kandungan Asam Amino Cacing Tanah, Tepung Daging dan Tepung Ikan
Table 3. Kandungan Zat Nutrisi Pakan yang Digunakan dan Kebutuhan Nutrisi Mencit dalam Bahan Kering
Tabel 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Mencit pada Taraf Pemberian L. rubellus yang Berbeda
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan mencit jantan dewasa ( Mus musculus, L.) sebanyak 30 ekor yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan.Kelompok pertama sebagai kontrol negatif yang

2001, Aktivitas Antibakteri dan Efek Terapeutik Ekstrak Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Secara In Vitro dan In Vivo Pada Mencit Berdasarkan Gambaran Patologi Anatomi

Kenyataan tersebut sesuai dengan hasil dari rataan pertambahan bobot badan mencit jantan (0,40 g/ekor/hari) yang lebih tinggi daripada betina (0,30 g/ekor/hari), demikian juga hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian genistein terhadap sistem reproduksi mencit (Mus musculus) jantan, pada sel-sel germinal dalam tubulus seminiferus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan cacing tanah tanah Lumbricus rubellus dalam pakan ayam ras dapat meningkatkan kandungan omega 3 pada telur dengan jumlah dosis

Selama ini masyarakat memanfaatkan cacing tanah ini hanya sebagai pakan temak, pupuk ataupun umpan memancing, Padahal cacing tanah jenis Lumbricus rubellus ini memiliki

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan cacing tanah Lumbricus rubellus dan alga Euchema cottonii dalam pakan ayam Ras dapat meningkatkan kandungan omega 3 pada

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) dalam ransum hingga 6% dari total konsentrat tidak mempengaruhi konsumsi