• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Komposisi Trigliserida, Asam Lemak Transdan Kandungan Lemak Padat Pada Pembuatan Pengganti Mentega Coklat (CBS) Melalui Metode Blending Dibandingkan Interesterifikasi RBDPS dengan RBDPKO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perubahan Komposisi Trigliserida, Asam Lemak Transdan Kandungan Lemak Padat Pada Pembuatan Pengganti Mentega Coklat (CBS) Melalui Metode Blending Dibandingkan Interesterifikasi RBDPS dengan RBDPKO"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

LAMPIRAN 5. KROMATOGRAM KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI LEMAK PENGGANTI MENTEGA COKELAT HASIL BLENDING

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

LAMPIRAN 6. KROMATOGRAM KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI LEMAK PENGGANTI MENTEGA COKELAT HASIL INTERESTERIFIKASI

6.a. FAC INTERESTERIFIKASI 90% RBDPST : 10% RBDPKO

(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)

LAMPIRAN 7. Grafik Perbandingan FAC RBDPS dengan RBDPKO

(24)

LAMPIRAN 9.KROMATOGRAM KOMPOSISI TRIGLISERIDA DARI LEMAKPENGGANTI MENTEGA COKELAT HASIL BLENDING

(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)

LAMPIRAN 10.KROMATOGRAM KOMPOSISI TRIGLISERIDA DARI LEMAK PENGGANTI MENTEGA COKELAT HASIL INTERESTERIFIKASI

(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)

10.h. TG INTERESTERIFIKASI 20% RBDPST : 80% RBDPKO

(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)

Waterbath Julabo suhu masing masing

GC Perkin Elmer

(62)
(63)
(64)
(65)

DAFTAR PUSTAKA

Agilent Technologies.2003.Understanding Your Chenstation.Edition 06/03, Agilent Technologies Deutschland GmbH Hewlett-Packard Strasse 8, Waldbronn, Germany.

Akoh,C.C.1998.Fat Replacers,Food Technology.Vol.52(3;47-53).

Basiron, Y., Jalani, B.S., and Chan, K.W. 2000.Advanced in Oil Palm Research.Malaysian Palm Oil Board Ministry of Primary Industries

Malaysia.

Cakebread,S.1975,Sugar & Chocolate Confectionery,Consultant, Food Scientist to Knechtel Research Science.

Choo,H.P.,Liew,K.Y.,H.F & Seng,C.E.2001.Hydrogenation of palm olein Catalyzed by Polimer Stabilized Pt colloids.Jurnal of Molecukar Catalysis A;Chemical 165.127-134.

De Man,J.M& de Man,L.1994.Functional of Palm Oil Products and Palm Kernel Oil in Margarine and Shortening.Porim Occusional Paper No.32.

Dekker,R. 2010. Fat and Technology.Cargil Refined Oils Europe. Cargilinc.

Devinder Singh., Brent Dringenberg, Peter Pfromm, Mary Rezac.2006.PartialHydrogenation of vegetable oil using Membrane Reactor Technologi

(66)

Haumann,B.F.1997.Structured Lipids Allow Fat Tailoring.INFORM,8,(10),1004-1011.

Horwitz, W.1975.Official Methods of analysis of The Association of Analitycal Chemistry.12th Edition. Washington

Judd, J.T., B.A. Clevidence, R.A., Muesing,J., Witter,M.E., Sunkin,J.J. Podezasy.1994.Dietary Trans Fatty Acids : Effects on Plasma Lipids and Lipoprotein of Health Men and Women. Am.J.Clin.Nutr.59: 861-868.

Ketaren, S.1986.Minyak dan Lemak Pangan.Jakarta:UI Press.

Maksum, R.2011.Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi & Kedokteran. Penerbit EGC.Jakarta.

Maussata & Akoh. 1998.Influence of Lipase Catalyzeds Interesterification on the

Oxidative Stability of Melon Seed Oil

Triacylglycerols.JAOCS.75(9).Hal.1155-1159.Res.33:1493-1501.

Minifie, B.W.1989.Chocolate,Cocoa and Confectionery.Third Edition.Science TechnologyConsultantto the Confectionery Industry Richardson Research Inc,.Hayward.California.

Muaris, Hindah. 2007. Healthy Cooking Biskuit Sehat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Pahan, I.2007.Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir.Penebar Swadya.Jakarta.

Parkin, KL.2002.Food Lipids—Chemistry, Nutrition, and Biochemistry.2nd ed.,Marcel Dekker. New York.

(67)

Pushparajah, E & Soon,C.P.1986.Cocoa and Coconuts:Progress and Outlook.United Selangor Press.The Incorporated society of planters.Kuala Lumpur.Malaysia.

Rindengan,B& Novarianto,H. 2004.Minyak Kelapa Murni : Pembuatan dan Pemanfaatan.Penebar Swadya.Jakarta.

Risza, S. 1994. Kelapa Sawit. Yogyakarta: Penerbit Kanisus.

Sari, N. 2016.Analisa Asam Lemak Trans dan Kandungan Lemak Padat pada Pembuatan CBS melalui Reaksi Interesterifikasi antara RBDPS, RBDPO, dan Minyak Kelapa.Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Silalahi,J.1999.Modification Of Fats and Oil. Media Farmasi.

Silalahi,J.2002.Asam Lemak Trans dalam Makanan dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan.Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.Vol XIII.N0.2Th.

Shukla,V.K.S.1997. Chocolate the Chemistry of Pleasure.INFORM.8.(2).Febuary

Sontag,N.O.V.1982.Fat Splitting,Esterification.In Bailey; Industry Oil and Fats Products.4th ed.John Willey & Sons.Brisbane.

Subbaiah,P,V.,Subramanian,V.S.,and Liu.1998.Trans Unsaturated fatty acid inhibit lecithin;cholesterol acyl transferase and alter its positional

specifity. J Lipid Res.39 : 1438-1447.

Sudarmadji,S.,Haryono,B.,dan Suhardi.1989.Analisa Bahan Makanan dan Petanian.Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada.Yogyakarta.

(68)

Tarigan,B.,dan Sipayung,T.2011.Perkebunan Kelapa Sawit.IPB Press.Bogor.

Tjeng,M.2011.Perbandingan Kandungan Lemak Trans pada Pembuatan Coating Fat dari Minyak Inti Sawit melalui Reaksi Hidrogenasi

Parsial,Interesterifikasi dan Metode Blending.Disertasi.Program doctor Ilmu Kimia:USU.Medan.

Zulyana dan Hikmah, M.H.2010.Pembuatan Metil Ester dari Minyak Dedak dan Metanol dengan proses Esterifikasi dan Transesterifiasi. Skripsi. Tekim: Semarang:UNDIP.

(69)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat – Alat Penelitian

Gelas Beaker 500 mL pyrex

Pompa Vakum KNF Labofort

Termometer Digital

Pulsed NMR (Nuclear Magnetic Resonance) Brucker

(70)

3.2 Bahan-Bahan Penelitian

RBDPS

RBDPKO

Natrium Metoksida p.a. (Merck)

Na2SO4 Anhidrat p.a. (Merck)

Asam Sitrat p.a. (Merck)

N-Heksan p.a. (Merck)

KOH metanolik 4N p.a. (Merck)

Katalis Bleaching EarthpH Netral

Kertas Saring no 42

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan CBS melalui Blending RPDPS dengan RBDPKO

Sebanyak 200 g campuran RBDPS dan RBDPKO dengan masing-masing perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90 (b\b) dimasukkan kedalam gelas Beaker dan diaduk hingga homogen dengan magnetic stirer dengan kecepatan 450 rpm sambil dipanaskan pada suhu 60oC.

Hasil blending dianalisis komposisi Trigliserida/TG, komposisi asam lemak Trans/TFA, kandungan lemak padat/SFC.

3.3.2 Pembuatan CBS melalui Interesterifikasi RPDPS dengan RBDPKO

(71)

bata tanda bahwa katalis dan minyak bereaksi sempurna, setelah itu ditambahkan 1.5 g asam sitrat untuk diaktivasi, distirer lagi selama 15 menit, setelah itu ditambahkan Bleaching Earth pH netral (yang sudah diaktifkan) lalu diaduk kembali selama 30 menit pada suhu konstan 110oC. Kemudian disaring dengan kertas yang telah dilapisiNa2SO4anhidrous dengan menggunakan vakum. Dilakukan perlakuan yang sama untuk pencampuran 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90 (b\b). Hasil interesterifikasi dianalisis komposisi Trigliserida/TG, komposisi asam lemak Trans/TFA, kandungan lemak padat/SFC.

3.3.3 Penentuan Kandungan Lemak Padat (Solid Fat Content, SFC)

Sampel dipanaskan dalam oven sampai suhu 70 oC. Dimasukkan sampel kedalam masing-masing vial sebanyak 14vial, masing-masing vial berisi ± 3 mL sampel, selanjutnya semua vial dipanaskan dalam water bath suhu 60 oC selama 30 menit. Kemudian semua vial dimasukkan dalam water bath suhu 0 oC selam 1 jam. Setelah itu masin-masing vial dimasukkan ke water bath suhu 0oC, 5oC, 10oC, 15oC, 20 oC,25oC, 30oC, 32.5oC, 35oC, 37.5oC, 40 oC, 45 oC dan 55oC selama 30 menit. Diukur SFC setiap vial pada setiap suhu tersebut dengan alat pulsed-NMR.

3.3.4Penentuan Komposisi Asam Lemak (Fatty Acid Composition, FAC)

(72)

90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90 (b\b) dan masing masing sampel hasil blending dan interesterifikasi. Masing-masing kromatogram yang diperoleh dapat memberikan informasi komposisi asam lemak maupun TFA yang terdapat didalamnya.

3.3.Penentuan Komposisi Trigliserida (TG)

(73)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Blending RBDPS dan RBDPKO

Fatty Acid Fatty Acid Composition, FAC

Dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer

DitambahkanRBDPKO dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90 (b\b)

Diaduk dengan stirer dengan 450 rpm pada suhu 60oC sampai benar benar homogen

RBDPS

(74)

3.4.2 Reaksi Interesterifikasi antara RPDPS dan RBDPKO

Dimasukkan dalam gelas Beaker dalam keadaan vakum

Distirer dengan kecepatan 450 rpm pada temperatur 110oC selama 2 jam

Ditambahkan NaOCH3 (Natrium Metoksida) 0.25% (b/b) Diaduk selama 30 menit

Ditambahkan 0.75 %(b/b) asam sitrat Diaduk selama 15 menit

Ditambahkan 1 %(b/b) Bleaching earth pH netral yang sudah diaktifkan

Diaduk selama 30 menit

Disaring dengan kertas whatman no.42 yg telah dilapisi Na2S04 anhidrous

Sampel 200 g campuran RBDPS dan RBDPKO

Dianalisis

Solid Fat Content, SFC

Residu Hasil

Interesterifikasi

(75)

3.4.3 Penentuan Kandungan Lemak Padat

Dibiarkan masing – masing vial pada masing-masing water bath selama 30 menit

Diukur SFC minyak dalam setiap vial pada setiap suhu dengan alat PulsedNMR

Disaring dengan kertas whatman no.42 yang telah dilapisi Na2SO4 anhidrous

Sampel

Dimasukkan ke dalam 14 vial masing-masing ± 3 ml Dipanaskan semua vial di waterbath suhu 65oC selama 30 menit

(76)

3.4.4 Penentuan Komposisi Asam Lemak/FAC

Hasil

Diinjeksi ke dalam kolom gas kromatografi Diperoleh FAC

Presipitat Larutan Sampel

Dipipet dengan transferpette sebanyak 3 µL Dimasukkan kedalam vial 1.5 mL

Ditambahkan dengan n-Heksan chromatography grade sebanyak 1 mL

Ditambahkan KOH metanolik 4 N sebanyak 28µL Dipanaskan

(77)

3.4.5 Penentuan Komposisi Trigliserida

Hasil Sampel

Dipipet dengan transferpette sebanyak 2.5 µL Dimasukkan kedalam vial 1,5 mL

Ditambahkan dengan n-Heksan chromatography grade sebanyak 1 mL

Dipanaskan selama 1 menit

(78)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HasilPenelitian

4.1.1. Hasil Komposisi Trigliserida/TG

Data perubahan komposisi Trigliserida hasil blending maupun interesterifikasi antara RBDPS dengan RBDPKO dengan variasi campuran pada perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90 (b\b) dianalisis dengan Gas Kromatografi (GC). Komposisi Trigliserida hasil blending RBDPS dengan RBDPKO diperoleh (tabel 4.1 ) dan hasil interesterifikasi yang diperoleh (tabel 4.2) dengan kromatogram TG RBDPS pada lampiran 3, TG RBDPKO pada lampiran 4 dan kromatogram TG variasi blending RBDPS dengan RBDPKO pada lampiran 9.

Tabel 4.1 Komposisi Trigliserida hasil blending RBDPS dengan RBDPKO.

(79)

Hasil penentuan TG hasil interesterifikasi RBDPS dengan RBDPKO dapat dilihat dari tabel 4.2 dibawah ini dengan lampiran kromatogram TG hasil interesterifikasi RBDPS dengan RBDPKO pada lampiran 10.

Tabel 4.2 Komposisi Trigliserida hasil interesterifikasi RBDPS dengan RBDPKO

(80)

4.1.2. Komposisi Asam Lemak/FAC dan Asam Lemak Trans/TFA

Data perubahan komposisi kandungan jenis asam lemak hasil blending dan interesterifikasi RBDPS dengan RBDPKO berdasarkan variasi campuran dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90 (b\b) dianalisa dalam bentuk metil ester asam lemak dengan Kromatografi Gas (GC), memberikan data kromatogram pada lampiran 5 untuk komposisi asam lemak hasil blending, kromatogram komposisi asam lemak RBDPS pada lampiran 1 dan kromatogram komposisi asam lemak RBDPKO pada lampiran 2, dan dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 KomposisiAsamLemakhasil blending RBDPS dengan RBDPKO

(81)

Hasil komposisi asam lemak interesterifikasi RBDPS dengan RBDPKO dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini dengan kromatogramnya pada lampiran 6.

Tabel 4.4 KomposisiAsamLemakInteresterifikasi RBDPS dengan RBDPKO

Tabel 4.5 Dari tabel 4.3 dan 4.4 diperoleh nilai TFA masing –masing variasi

No RBDPS : RBDPKO

Perbandingan Blending(C18:1T+C18:2T) Interesterifikasi(C18:1T+C18:2T) 1 90 : 10 0.52 +0,30 = 0.82 0.45+0.17 = 0.62

(82)

4.1.3. Kandungan Lemak Padat/SFC

Data perubahan kandungan lemak padat hasil blending dan interesterifikasi RBDPS dengan RBDPKO berdasarkan variasi campuran dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90 (b\b) ditentukan dengan alat pulsed NMR memberikan data pada lampiran 12. Kandungan lemak padat pada seluruh perlakuan pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.6 data blending dan tabel 4.7 data interesterifikasi

Tabel 4.6 Nilai kandungan lemak padat/SFC dari variasi blending RBDPS:RBDPKO

No Suhu (oC)

(83)

Tabel 4.7 Nilai kandungan lemak padat /SFC interesterifikasiRBDPS : RBDPKO

No Suhu (oC)

Kandungan lemak padat (Solid Fat Content, SFC) RBDPS : RBDPKO

90:10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90

1 0 81.71 80.36 79.04 79.00 78.53 78.81 78.81 79.30 78.37

2 5 81.39 79.07 77.14 78.04 77.46 76.55 76.10 77.13 76.50

3 10 78.40 74.55 71.82 72.44 71.09 70.70 70.68 70.58 70.70

4 15 69.73 60.05 64.54 57.32 54.93 57.58 57.67 58.46 60.09

5 20 60.09 52.88 46.50 43.68 40.30 38.98 38.29 39.77 42.99

6 25 49.22 42.47 35.94 29.53 23.41 14.83 16.76 15.17 17.45

7 30 38.28 32.58 26.83 23.39 17.53 10.62 6.92 3.99 0.00

8 32.5 34.31 29.26 24.33 21.11 16.23 9.79 6.12 2.46

9 35 30.24 25.26 21.22 18.83 15.62 9.26 5.68 1.06

10 37.5 27.64 23.50 19.42 18.45 14.13 7.62 5.40 0.52

11 40 25.82 21.95 18.09 16.94 12.47 6.42 3.42 0.00

12 45 19.84 16.75 12.66 11.02 7.36 1.16 0.00

(84)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Komposisi Trigliserida

Hasil analisa KGC dari RBDPS dan RBDPO dapat dilihat pada tabel 4.1 yang menunjukkan komposisi dari Trigliserida. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa komposisi Trigliserida dari RBDPS yang tertinggi yaitu TG-C48 (26.54%) TG-C50 (40.21%) TG-C52 (21.98%), dimana pada Trigliserida tersebut banyak terdapat asam palmitat yang menyebabkan RBDPS berwujud padat pada suhu kamar dan menunjukkan sifat kandungan lemak padat menjadi keras (Hard Oil). Sedangkan trigliserida pada RBDPKO yang tertinggi adalah TG-C36 (21.05%), TG-C38(15.87%) menunjukkan banyak terdapat lemak laurat, Keadaan ini menyebabkan RBDPKO memiliki daya tahan tinggi terhadap oksidasi dan titik leburnya tidak begitu tinggi (26oC) sehingga cair pada temperatur kamar. Namun keadaan ini menyebabkan RBDPKO tidak dapat digunakan sebagai pengganti mentega coklat yang sifatnya pada suhu kamar dan melebur pada suhu tubuh.

(85)

4.2.2. Komposisi Asam Lemak/FAC

Komposisi asam lemak dari trigliserida dalam penelitian ini dalam bentuk metil ester asam lemak menggunakan kromatografi gas dimana semua trigliserida baik RBDPS dan RBDPKO baik hasil blending maupun interesterifikasi dilakukan reaksi metanolisis menggunakan katalis KOH secara teoritis reaksinya digambarkan sebagai berikut (Gambar 4.1 )

Gambar: 4.1 Reaksi metanolisis Trigliserida (RBDPS, RBPKO, Blending dan Interesterifikasi)

(86)

sedikit asam lemak tidak jenuh (19.14%). Keadaan ini menyebabkan RBDPKO memiliki daya tahan tinggi terhadap oksidasi dan titik leburnya tidak begitu tinggi (26oC) sehingga cair pada temperatur kamar. Namun keadaan ini menyebabkan RBDPKO tidak dapat digunakan sebagai pengganti mentega coklat yang sifatnya pada suhu kamar dan melebur pada suhu tubuh.Untuk itulah perlu dilakukan modifikasi untuk mendapatkan lemak yang padat dan memiliki sifat fisik seperti mentega coklat.Jenis asam lemak sangat berperan dalam sifat-sifat minyak/lemak, baik sifat-sifat fisika maupun karakteristik nutrisi minyak/lemak.Dengan demikian komposisi asam lemak pada RBDPS dan RBDPKO dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memperoleh lemak yang padat danmemiliki sifat fisik seperti mentega coklat melalui interesterifikasi antara kedua minyak/lemak tersebut. Komposisi asam lemak RBDPKO mengandung asam lemak jenuh yang tinggi yaitu 90 % dan 10% asam lemak tak jenuh, asam lemak jenuh tersebut didominasi oleh asam lemak jenuh rantai sedang yaitu laurat (47.0 %). Asam lemak jenuh sebagian besarnya merupakan asam laurat sehingga RBDPKO juga disebut minyak laurat. Asam laurat ini merupakan salahsatu senyawa rantai sedang. Asam laurat ini merupakan lemak jenuh dengan rantai sedang karena jumlah karbonnya 12. Didalam istilah kesehatan, lemak jenuh tersebut lebih dikenaldengan nama medium chain fatty acid (MCFA) (Rindengan & Novarianto,2004). RBDPKO memiliki daya tahan tinggi terhadap oksidasi dan titik leburnya tidak begitu tinggi sehingga cair pada temperatur kamar. Keadaan ini menyebabkan RBDPKO tidak dapat digunakan sebagai pengganti coklat yang sifatnya padat pada suhu kamar dan mencair pada suhu tubuh.Untuk itu perlu dilakukan modifikasi untuk mendapatkan lemak yang padat dan memiliki sifat fisik seperti mentega coklat (Maulina, 2001).

(87)

4.2.3 Asam Lemak Trans/TFA

Komposisi asam lemak trans ditunjukkan pada tabel 4.5, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses blending dan interesterfikasi dari berbagai perbandingan90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 60:40, 30:70, 20:80, 10:90 (b/b)dengan adanya katalis natrium metoksida, asamlemak trans yang terbentuk dari hasil blending dibandingkan dengan interesterifikasi tidak berubah. Adanya asam lemak transdisebabkan karena trans isomer terbentuk pada suhu tinggi. Struktur molekul asam oleat dengan adanya ikatan rangkap dialam berbentuk cis dan struktur ini dapat diubah dalam bentuk trans karena proses pemanasan. Bentuk trans sangat ditakuti dewasa ini sebagai pemicu jantung koroner dan penyakit lainnya. Namun dari hasil penelitian, kandungan TFA yang dihasilkan masih sangat aman dikonsumsi .

Lemak trans yang terbentuk ketika asam lemak jenuh tunggal (MUFA) atau tak jenuh ganda (PUFA) dipanaskan pada suhu tinggi. Pada prinsipnya, semua lemak tak jenuh dapat berubah menjadi lemak trans. Jumlah lemak trans yang terbentuk bergantung pada banyaknya lemak tak jenuh yang dikandungnya (Lingga,2012)

Untuk mendapatkan pengganti mentega coklat maka dilakukan proses interesterifikasi dari RBDPS dan RBDPKO dengan menggunakan katalis natrium metoksida. Dengan mengatur perbandingan berat antara dari RBDPS dan RBDPKO sehingga dapat diperoleh lemak padat yang memiliki sifat fisik seperti mentega coklat. Proses interesterifikasi dengan adanya katalis Natrium Metoksida dapat mempertukarkan gugus asil dari trigliserida jenuh dan tidak jenuh sehingga terbentuknya molekul trigliserida yang baru.

(88)

tidaknya pencantuman kadar TFA didalam lemakkhususnyamentega. Disamping itu perlu dikembangkan pembuatan lemakpenggantimentega dengan kandungan asam lemak trans atau tanpa asam lemak trans (zero trans). Analisis kandungan TFA didalam makanan orang Indonesia perlu dilakukan untuk menentukan asupan TFA yang dapat dikaitkan dengan insiden PJK (Tjeng, 2011).

4.2.4. Reaksi Interesterifikasi

(89)
(90)

R2

(91)
(92)

4.2.5. Perubahan Nilai Kandungan Lemak Padat/SFC

Kandungan lemak padat (Solid Fat Content) dari hasil interesterifikasi antara RBDPS, RBDPO dan Minyak Kelapa dianalisa dengan Pulse Nuclear Resonance (NMR) Analizer Bruker NMS 120. Dari hasil penelitian, perbandingan antara SFC dengan temperatur dari hasil interesterifikasi, dapat dilihat gambar 4.1 pada grafik dibawah ini :

Gambar: 4.4 Grafik perbandingan SFC dengan Suhu hasil interesterifikasi

Dari hasil percobaan diperoleh bahwa kandungan lemak padat (SFC) dari setiap perbandingan blending daninteresterifikasi, kandungan lemak padat akan menurun dengansemakinbertambahnyapersentase RBDPKO. Hal ini disebabkan

(93)

karena sejumlah lemak padat akan mencair pada suhu 35 - 40oC karena karakteristik lemak pada RBDPKO yang cair pada suhu 25-30. Komposisi asam lemak dalam trigliserida sangat berpengaruh pada kandungan lemak padatnya.Kandungan lemak padat digunakan sebagai metoda untuk konsistensi lemak. Pengukuran ini diperlukan karena berhubungan dengan rasa dimulut dan plastisitas produk (Tjeng,2011).

Hal ini menunjukkan bahwa interesterifikasi antara RBDPS dan RBDPKO mempunyai kandungan lemak padat relatif rendah pada 350C yaitu 1.10%. Maka analisis CBS dari reaksi interesterifikasi dari perbandingan 20:90 (b/b) mempunyai karakteristik yang paling sesuai karena mempunyai nilai SFC yaitu 1.10% yang sesuai dengan syarat CBS dimana mendekati suhu tubuh (32-370 C). Sehingga mudah dicerna dan diabsorbsi oleh usus. Oleh karena itu perbandingan hasil interesterifikasi RBDPS dan RBDPKO pada perbandingan 20:80 (b/b) tersebut layak digunakan sebagai pengganti mentega coklat.

Solid fat content/SFC berkaitan dengan persentase minyak yang berupa padat pada berbagai suhu. Keseluruhan kurva tidak dapat diperkirakan hanya dengan penentuan pada satu variasi suhu ; keseluruhan kurva SFC diperlukan untuk memahami karakteristik produk (minyak ) pada berbagai suhu.

(94)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Perbandingan antara RBDPS dengan RBDPKO untuk menghasilkan lemak pengganti mentega coklat dengan parameter yang sesuai dengan syarat maksimum 1% TFA, kandungan lemak padat pada suhu kamar dan cair pada suhu tubuh baik menggunakan blending maupun interesterifikasi adalah pada rasio 20:80 (b/b).

2. Perubahan komposisi trigliserida pada proses blending dan interesterifikasi terjadi berdasarkan rasio pencampurannya dimana:

a) Semakin tinggi penambahan RBDPKO pada rasio RBDPS : RBDPKO maka komposisi trigliserida rantai panjang pada TG-C48, TG-C50, dan TG-C52 semakin berkurang dan proses interesterifikasi disamping proses ini juga terjadi perubahan posisi asam lemak.

b) Kandungan TFA pada proses blending dibandingkan dengan proses interesterifikasi pada tabel 4.5 tidak mengalami perubahan dan masih sesuai dengan syarat maksimum 1% TFA.

(95)

5.2 Saran

1. Sebaiknya peneliti selanjutnya membandingkan metode interesterifikasi kimia dengan metode interesterifikasi enzimatik.

(96)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau trigliserol yang berarti triester dari gliserol yang merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi dari molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1

Gambar: 2.1 Reaksi pembentukan Trigliserida dari gliserol dan asam lemak

Bila R1 = R2 = R3, maka trigeliserida yang terbentuk adalah trigliserida sederhana dan bila berbeda disebut trigliserida campuran. Jika satu molekul asam lemak berikatan dengan satu molekul gliserol, akan terbentuk mono gliserida, bila

berikatan dengan dua asam lemak maka terbentuk digliserida (Parkin, 1991). Lemak atau minyak yang ditambahkan kedalam bahan pangan atau yang dijadikan sebagai bahan pangan perlu memenuhi persyaratan dan sifat-sifat tertentu.Sebagai contoh ialah persyaratan atau sifat-sifat lemak yang digunakan untuk pembuatan mentega atau margarin bebeda dengan persyaratan minyak yang

(97)

sumber asam lemak tidak jenuh beberapa diantaranya merupakan asam lemak essensial, misalnya asam oleat, linoleat, linolenat dan asam arachidonat.Asam-asam lemak essensial ini dapat mencegah timbulnya gejala arthero sclerosis, karena penyempitan pembuluh-pembuluh darah yang disebabkan oleh tertumpuknya kolestrol pada pembuluh-pembuluh darah tersebut. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A,D,E dan

K (Ketaren, 1986).

2.2 Minyak kelapa sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand,

dan Papua Nugini (Fauzi,2004).Kelapa sawit saat ini berkembang pesat di Indonesia. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1848 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara (Risza, 1994)

Minyak dari buah kelapa sawit terdiri dari minyak inti sawit (Crude Palm) kernel Oil (PKO) dan minyak kelapa sawit Crude Palm Oil (CPO) yang diperoleh dari inti sawit (Fox, etal,1982). Dengan kandungan asam lemak tidak jenuh (50,2%) minyak kelapa sawit juga dapat difraksinasi sehingga diperoleh fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Karakteristik yang berbeda pada

(98)

Tabel: 2.1Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti kelapa sawit (Ketaren, 1986)

Asam lemak Minyak kelapa sawit (persen)

kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan,

sliping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik keruhan ( turbidity

point). titik asap, titik nyala dan titik api (Ketaren, 1986).

Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester

dari gliserol dan asam lemak rantai panjang.Lemak tersebut jika dihidrolisis menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Adapun proses hidrolisis dari trigliserida tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar: 2.2 Proses Hidrolisis Trigliserida

(99)

sifat lemak yang diinginkan dalam bahan pangan adalah lemak yang mempunyai titik cair mendekati suhu tubuh (tubuh manusia), sehingga jika dikonsumsi maka lemak tersebut akan mencair sewaktu berada dalam mulut. Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier dengan bertambah panjangnya rantai atom karbon. Asam lemak dengan ikatan trans titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang berikatan cis (Ketaren, 1986).

2.3. Pemurnian Minyak Kelapa Sawit

Proses pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau, stabilitas daya simpan, dan warna produk.Dalam sudut pandang industri,

tujuan utama dari pemurnian adalah untuk merubah minyak kasar/mentah menjadi

edible oil yang berkualitas dengan cara menghilangkan pengotor yang tidak

diinginkan sampai level yang diinginkan dengan cara yang paling efisien. Bahan yang tidak diinginkan atau pengotor dalam minyak mungkin biogenic misalnya disintesis oleh tanaman itu sendiri tapi bahan tersebut bisa jadi pengotor yang

diambil oleh tanaman dari lingkungannya. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak kasar/mentah dari lapang ke pabrik (Pahan, 2007).

Ada 2 tipe dasar teknologi pembersihan yang tersedia untuk minyak: (i) Pembersihan secara kimia (alkali)

(ii) Pembersihan secara fisik

(100)

ini disarankan karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit.

Dengan demikian, Pembersihan secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit (Nilai Pemurnian < 1.3), biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani. Nilai Pemurnian (NP) adalah parameter yang digunakan untuk memperkirakan

berbagai tahap pada proses pemurnian. NP biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian secara sendiri-sendiri dan pengawasan NP dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat yang dihitung dari pengukuran volumetrik yang disesuaikan dengan suhu atau menggunakan accurate cross-checked flow

meters (Rindengan dan Novarianto, 2004).

Gambar: 2.3 Proses pemurnian/refining dari CPO secara kimia dan fisika

(101)

a. Pemurnian (Refining) Kimia

Pemurnian secara kimia atau pemurnian basa adalah metode konvensional yang digunakan untuk memurnikan CPO. Ada tiga tahap pada proses refining secara kimia, yaitu Degummingdan Netralisasi, Penjernihan dan Filtrasi, Penghilangan bau.

a.1. Degumming dan Netralisasi

Pada tahap ini, bagian fosfatida dari minyak dihilangkan dengan menambahkan

additive di bawah kondisi reaksi yang spesifik.Additive yang paling umum

digunakan adalah asam fosfat dan asam sitrat. Setelah itu, dilakukan proses

netralisasi dengan menggunakan basa untuk menghilangkan asam lemak bebas. Larutan kemudian dimasukkan kedalam labu pemisah sehingga akan terpisah antara bagian minyak dengan sabun hasil reaksi antara basa dengan asam lemak bebas. Untuk menghilangkan kelebihan basa, minyak tersebut dicuci dengan air panas.

Reaksi kimia yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut: R – COOH + NaOH → RCOONa + H2O

a.2. Penjernihan dan Filtrasi

Minyak yang telah dicuci kemudian dilakukan tahap kedua, yaitu penjernihan.Pada tahap ini, minyak dimasukkan ke dalam bejana silindris dengan pengaduk yang dinamakan “Bleacher”.Minyak tersebut kemudian dipanaskan

pada suhu 90ºC di bawah kondisi vakum.

Minyak tersebut di evaporasi hingga kering. Minyak yang kering kemudian ditambahkan karbon aktif sehingga karbon aktif tersebut akan mengadsorpsi warna dari minyak. Campuran minyak dan agen pemutih di lakukan tahap filtrasi

untuk memisahkan adsorben dari minyak.Minyak yang diperoleh lebih jernih dari awal.

(102)

Deodoriser”.Deodoriser dijaga pada kondisi vakum yang tinggi kemudian dipanaskan pada suhu 200ºC dengan tekanan yang tinggi. Senyawa yang xxviiemperatakan menguap dengan beberapa pembawa. Minyak ini kemudian didinginkan dan dijernihkan melewati mesin penyaring untuk mendapatkan minyak yang bening.

b. Pemurnian (Refining) Fisika

Pemurnian secara fisika adalah metode alternatif dimana cara penghilangan asam lemak bebas dilakukan dengan destilasi pada temperatur yang tinggi dan vakum yang rendah. Cara ini menggantikan penambahan basa pada

metode pemurnian kimia. Penjernihan secara fisika juga dapat dikatakan sebagai deasidifikasi dengan destilasi uap dimana asam lemak bebas dan senyawa volatil

lainnya di pisahkan dari minyak menggunakan agen stripping yang efektif. Pada tahap pemurnian fisika, FFA di hilangkan pada tahap akhir. Kelebihan pemurnian fisika dibanding kimia adalah :

a. Mendapatkan hasil yang baik

b. Asam lemak yang dihasilkan sebagai produk samping memiliki kualitas yang

tinggi

c. Stabilitas minyak baik

d. Peralatan yang digunakan murah

e. Operasinya sederhana(Pusparajah, 1986).

50% lagi terdiri dari bubuk coklat, lemak susu dan gula ditambah adiktif lainnya

(Cakebread, 1975).

Stearin adalah semi padat yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki

(103)

pembentukan lemak menyebabkan perubahan sifat mentega coklat, lemak ini

disebut mentega keras (hard butter) dan dapat diperoleh dengan memodifikassi

mentega coklat dengan minyak nabati, atau memodifikasi antara minyak nabati

yang berbeda yang dikenal dengan pengganti mentega coklat atau Cocoa butter

Substitutes (Shukla, 1997).

Kandungan terbanyak mentega coklat merupakan gabungan trigliserida,

misalnya palmitat-oleat-steaarat (POS), stearat-oleat-stearat (SOS) dan,

pamitat-oleat-palmitat yang dapat diperoleh melalui pertukaran posisi pada molekul

trigliserida dalam proses interesterifikasi. Keunikan komposisi trigliserida ini

menyebabkan mentega coklat memiliki perubahan sifat fisik yang tampak pada

proses rekristalisasi pada modifikasi xxviiiempera yang stabil dan memiliki

tingkat rheologis tertentu dan mengandung kandungan lemak padat yang

xxviiiemperat tinggi.

Minyak nabati umumnya berwujud cair, karena mengandung asam lemak

tak jenuh, seperti asam oleat, linoleat, dan linolenat. Minyak nabati sebelum

dijadikan lemak mentega terlebih dahulu dihidrogenasi yang bertujuan untuk

merubah minyak yang berwujud cair menjadi padat (Shukla,1997).

2.5. Pengganti Mentega Coklat

Beberapa contoh aplikasi produk hidrogenasi pada bidang confectionery

(gula-gula) adalah cocoa butter.Produk ini membutuhkan kurva SFC yang curam, yang membuatnya kaku, dengan range titik leleh yang pendek sehingga memastikan terjadinya pelelehan tiba-tiba dan xxviiiempermouth-feel yang enak.Produk ini biasanya digunakan sebagai bahan pengganti cokelat (substitute) atau sebagai coating / pelapis dari bahan makanan seperti xxviiiempera, cake dan

(104)

1. Membentuk campuran autentik dengan mentega coklat, penurunan titik lebur campuran dan menjadikan coklat lembut pada xxixemperature normal dan sangat lembut pada musim panas.

2. Meningkatkan efek polymorfis dan membuat sifat coklat yang bagus. Hal ini membuat coklat sangat rentan terhadap perubahan warna dan bentuk bloom. 3. Diperuntukan untuk mikrobiologi atau pengganti secara oksidasi yang

menghasilkan ketengikan atau kehilangan citra rasa (Minifie,1989).

Lemak-lemak ini yang mana diproduksi dari minyak kelapa, minyak sawit dan minyak kacang.Kandungan ini sangat berbeda dengan mentega coklat.Cocoa

Butter Substitute dapat diklasifikasikan yaitu:

2.5.1. Cocoa Butter Substitue (CBS) Laurat

Ini adalah jenis lemak yang sifat fisiknya berbeda dengan mentega coklat tetapi mempunyai konfigurasi trigliserida yang membuatnya tidak dapat bergabung dengan mentega coklat. Terdiri dari gliserida-gliserida asam lemak rantai pendek. Bahan penyalut yang dibuat dari jenis lemak ini harus menggunakan tepung coklat rendah lemak sebagai komponen penyusun produk

manisan coklat (Minifie,1989)

Lemak ini kebanyakan mengandung bahan dasar dari minyak inti sawit dan stearin yang secara fisik terpisah.Lemak ini mempunyai sifat yang sedikit mempunyai kesamaan dengan mentega coklat.Selanjutnya lemak ini banyak digunakan sebagai komponen produk-produk konveksi manisan.

CBS Laurat memiliki stabilitas yang baik dan tahan lama, serta memiliki tekstur, aroma dan melebur cukup baik. Jenis ini tidak membutuhkan sifat-sifat yang sama seperti layaknya mentega coklat dan juga lebih murah xxixemperatur dengan mentega coklat.

Kelemahan dari CBS Laurat yaitu :

a. Disebabkan tidak dapat bercampur dengan mentega coklat, semua peralatan

(105)

b. Bila CBS Laurat dibiarkan pada kelembaban, maka enzim pengurai lemak (Lipase) akan menghidrolisis lemak dan terbentuk asam laurat bebas yang akan menimbulkan aroma sabun.

c. Toleransi terhadap lemak susu yang xxxemperat rendah.

2.5.2. Cocoa Butter Substitute (CBS) Non Laurat

CBS Non Laurat ini terdiri dari fraksi minyak hidrogenasi ,kedelai, kapas, jagung, kacang, safflower, dan bunga matahari. Minyak-minyak ini telah dihidrogenasi dengan selektif, dengan pembentukan asam lemak trans, yang

meningkatkan fase padat dari minyak-minyak tersebut.

Panjang rantai dan berat molekulnya mirip dengan mentega coklat dan oleh karena itu, CBS non laurat dapat bertoleransi dengan mentega coklat dalam campuran sekitar 20-25 %.Kebanyakan lemak-lemak non laurat dan bahan penyalut dibuat darI CBS jenis ini.Kemungkinan tekstur yang terjadi adalah wax,

dimana sifat meleburnya yang kurang baik,sehingga lemak ini banyak yang hanya untuk pelapis kue dan roti (Minifie,1989).

Pengganti mentega coklat non laurat tidak begitu baik digunakan karena harganya mahal dan dalam prinsip pembuatan mentega coklat pertimbangan harga lebih penting karena ada xxxemperature lain yang digunakan (Basiron, 2000).

2.5.3. Cocoa Butter Ekivalen (CBE)

CBE merupakan lemak ekivalen yang memiliki sifat fisik dan kimia yang sama dengan mentega kakao tetapi gliserida penyusunnya tidak diturunkan dari

(106)

memiliki keuntungan dalam kesesuaian lemak dengan mentega kakao (Shukla,1997).

2.6. Modifikasi Lemak dan Minyak

Modifikasi lemak dan minyak bertujuan untuk memperluas penggunaan minyak nabati untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan seperti : Titik leleh, Stability terhadap oksidasi, Kandungan asam lemak tak jenuh, Perubahan

komposisi dan distribusi asil dari asam lemak dalam molekul glierida, sehingga menghasilkan sifat-sifat yang berbeda dari sebelumnya. Beberapa proses atau reaksi kimia yang digunakan untuk tujuan modifikasi lemak dan minyak yaitu : Hidrogenasi, Interesterifikasi dan Blending.

2.6.1. Blending

Blending (pencampuran) merupakan metode dalam Modifikasi minyak atau lemak yang mudah dan ekonomis, karena dapat dilakukan dengan mencampur secara fisik dua jenis minyak atau lebih. Dengan cara blending tujuannya agar peningkatan titik leleh yang diperoleh sesuai dengan yang

diinginkan dapat dilakukan dengan cara menambahkan minyak yang mempunyai titik leleh tinggi ke dalam campuran minyak (Moussata dan Akoh, 1998). Perubahan nilai akibat pencampuran (blending) ini dikarenakan kandungan asam lemak dari minyak yang dicampurkan mempunyai komposisi asam lemak yang

titik lelehnya tinggi.Sifat fisik dari lemak yang dihasilakan ini bervariasi, tergantung dari perbandingan pencampuran asam lemak jenuh dengan asam lemak tidak jenuh. Tujuan blending yaitu untuk menghindari terbentuknya asam lemak trans, sebab jika terbentuk asam lemak trans maka dapat mempengaruhi kesehatan yaitu dapat menimbulkan jantung koroner. Dalam pencampuran ini tidak dibutuhkan pemanasan seperti halnya dalam proses hidrogenasi dan

(107)

2.6.2Hidrogenasi

Hidrogenasi adalah proses eliminasi ikatan rangkap pada minyak dengan penambahan gas H2 untuk merubah minyak tak jenuh (unsaturated) menjadi

minyak jenuh (saturated). Indikator untuk mengetahui jumlah ikatan rangkap pada minyak adalah Iodine Value (IV).Semakin rendah IV maka semakin sedikit pula ikatan rangkap pada minyak. Proses hidrogenasi dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :

a. Fully Hydrogenation adalah proses hidrogenasi untuk menghilangkan ikatan rangkap secara keseluruhan. Target penurunan IV maksimal hingga 0-2.

b. Partial Hydrogenation adalah proses hidrogenasi untuk menghilangkan hanya

sebagian ikatan rangkap.

c. Selective Hydrogenation adalah proses hidrogenasi untuk menghilangkan sebagian ikatan rangkap pada posisi yang selektif sesuai dengan Solid Fat Content

(SFC) yang diinginkan. Jenis ini xxxiiempersama dengan Partial Hydrogenation.

Reaksi Hidrogenasi

Ikatan-ikatan rangkap pada lemak dan minyak tak-jenuh cenderung membuat gugus-gugus yang ada di sekitarnya tertata dalam bentuk “cis”. Suhu tinggi yang digunakan dalam proses hidrogenasi cenderung mengubah beberapa ikatan C=C menjadi bentuk “trans”. Jika ikatan-ikatan khusus ini tidak dihidrogenasi selama proses, maka mereka masih cenderung terdapat dalam produk akhir lemak

(108)

Gambar2.4 Reaksi Hidrogenasi ((Tjeng, 2011)

2.6.3 Interesterifikasi

Interesterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dan

xxxiiiempera untuk membentuk ester secara umum. Interesterifikasi adalah suatu reaksi dimana ester trigliserida atau ester asam lemak diubah menjadi ester lain melalui reaksi dengan suatu xxxiiiempera (alkoholisis), asam lemak (asidolisis) dan transesterifikasi. (Sreenivasan, 1978).Interesterifikasi merupakan reaksi suatu ester dengan ester lainnya atau ester interchange.Pengaruh interesterifikasi terhadap minyak dan lemak sangat tergantung kapada komposisi dan distribusi

asam lemak. Campuran lemak yang memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi dengan minyak cair akan menurunkan titik lebur melalui penataan ulang secara acak karena asam-asam lemak dari lemak jenuh menjadi terdistribusi secara luas. (Silalahi, 2002). Metode ini merupakan salah satu xxxiiiemperature proses yang dapat digunakan untuk menghindari terbentuknya asam lemak trans,

bahkan menghasilkan lemak zero trans (bebas isomer trans) (Petrauskate ,et.al.,1998 ; Berger and Idris, 2005; Indris and Mat Dian , 2005).

(109)

perpindahan secara acak dan pertukaran gugus asil diantara molekul-molekul trigliserida hingga tercapai keseimbangan dengan semua kombinasi yang mungkin disebut dengan interesterifikasi. Interesterifikasi tidak mempengaruhi derajat kejenuhan asam lemak atau menyebabkan terjadinya isomerisasi asam lemak yang memiliki ikatan ganda.Jadi dapat dikatakan bahwa reaksi interesterifikasi tidak akan mengubah sifat dan profil asam lemak yang ada , tetapi mengubah lemak

atau minyak karena memiliki susunan trigliserida yang berbeda. Interesterifikasi dapat terjadi dengan adanya katalis kimia (interesterifikasi kimia atau dengan adanya biokatalis enzim (interesterifikasi enzimatik) (Davinder,et,al, 1990).

a. Interesterifikasi kimia

Interesterifikasi kimia menghasilkan suatu randomisasi gugus asil dalam

trigliserida. Proses interesterifikasi juga dapat terjadi tanpa menggunakan katalis yang juga dapat menghasilkan produk dengan sifat-sifat yang berbeda (De Man, 1994), tetapi sangat membutuhkan xxxivemperature yang sangat tinggi, untuk tercapainya keseimbangan sangat lamban, dalam kaitan dengan ini trigliserida akan mengalami dekomposisi dan polimerisasi serta banyak menghasilkan asam

lemak bebas. (Silalahi,1999).

Suhu yang dibutuhkan untuk terjadinya interesterifikasi tanpa katalis mencapai 300 oC bahkan lebih tinggi.Untuk itu digunakan katalis logam seperti natrium metoksida ataupun natrium etoksida. Pengaruh interesterifikasi terhadap minyak atau lemak sangat bergantung pada komposisi dan distribusi asam lemak.Beberapa minyak nabati ,seperti minyak kacang , minyak cottonseed dan

(110)

b. Interesterifikasi enzimatik

Lipase adalah enzim yang merupakan katalis untuk hidrolisa dan sintesa asil gliserol.Sifat dari enzim dapat efektif jika prosedur dan kondisi reaksi benar

terjaga. Biasanya berdasarkan sifat spesifik lipase dapat dibagi menjadi : (i) lipase yang selektif pada substrak, (ii) lipase seletif pada suatu posisi , (iii) lipase yang tidak selektif , (iv) lipase yang selektif pada asam lemak. Interesterifikasi dengan katalis lipase mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis kimia,

karena (a) enzim yang dapat terurai di alam sehingga tidak merusak lingkungan , (b) enzim dapat bereaksi pada suhu kamar sehingga terhindar dari pembentukan produk samping, (c) reaksi yang terjadi lebih efisien dan mudah dikontrol , (d) sifat kekhususan dari lipase sehingga dapat menghasilkan komposisi asam lemak dan distribusi triasilgliserol diatur seperti yang dinginkan, sedangkan pada katalis kimia reaksi berlangsung secara random triasilgliserol. (Maussata &Akoh, 1998).

Perubahan posisi Trigliserida pada interesterifikasi enzimatik biasanya

cenderung mengubah posisi asam lemak 1, 3 sedangkan pada interesterifikasi cenderung mengubah posisi asam lemak secara acak.Berikut perubahan posisi Trigliserida secara kimia dan enzimatik pada gambar 2.5 contoh interesterifikasi (PAL & OSS) yang terjadi pada minyak dan lemak digambarkan di mana asam lemak yang berbeda yang hadir. Berikut interesterifikasi asam lemak yang disusun kembali dan mengambil bentuk-bentuk baru. Beberapa kemungkinan yang

(111)

Gambar 2.5 Perubahan posisi Trigliserida pada proses interesterifikasi

(Dekker, 2010).

2.7 Analisa Lemak

(112)

2.7.1 Titik Lebur Pada Lemak

Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak yang berdekatan dalam kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai karbon, jumlah ikatan rangkap dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Lemak

yang berstruktur trans mempunyai titik lebur lebih tinggi dari pada cis. Titik lebur berhubungan langsung terhadap temperatur dimana lemak mengkristal atau memadat. Titik lebur minyak atau lemak bukan merupakan suhu yang tepat, tetapi kisaran suhu tertentu, hal ini disebabkan minyak atau lemak disusun dari campuran gliserida dan komponen lainnya (Sudarmadji, 1989).

.

2.7.2 Kandungan Lemak Padat (Solid Fat Content)

Solid Fat content adalah suatu ukuran dari sejumlah padatan yang ada

dalam lemak. Untuk penentuan solid fat content dilakukan dengan Metode

Dilatometry, continuos wave NMR dan pulsed NMR yang dikembangkan oleh

AOCS (American Oil Chemical Society) pada tahun 1974, dimana pengukuran perubahan padatan volume dalam lemak. Dalam hal ini satuan yang digunakan adalah Solid Fat Index (SFI). Pengukuran NMR dalam analisa lemak banyak mendapat perhatian karena cepat, non destruktif (tidak merusak minyak atau lemak) tidak membutuhkan penimbangan dan dengan mudah disesuaikan terhadap

pengukuran lain. Metode awal yang digunakan untuk memperkirakan persentase padatan pada lemak adalah dilatometry (AOCS Cd 10-57).Hasilnya disebut solid

fat index.Namun, metode ini memakan waktu dan bersifat subjektif.Metode

tradisional ini merupakan metode yang lambat, tak dapat diulang dan membutuhkan tambahan zat kimia. Sekarang ini, low-resolution nuclear magnetic

resonance (NMR) telah digunakan untuk menghitung jumlah relatif cairan dan

(113)

dibandingkan dilatometry, tapi peralatannya lebih mahal.Penentuan SFC dengan NMR didasarkan pada rasio langsung antara komponen solid dan liquid dari

sample yang dianalisa dalam NMR FID.Pada prinsipnya, setelah eksitasi sample

oleh 90o RF pulse maka FID (Free Induction Decay) akan terdeteksi. FID merupakan signal yang timbul bersamaan dengan proses relaksasi proton hidrogen magnetis berputar yang kembali pada kondisi equilibrium setelah diganggu oleh

RF pulse. FID menampung ”peranan” baik dari bagian solid maupun liquid.

Putaran proton pada bagian liquid dari sample berelaksasi kembali ke kondisi

equilibrium lebih lambat daripada komponen yang berfase solid.Sehingga, sinyal

panjang dianalisa sebagai proton fase liquid dan signal cepat dianalisa sebagai

komponen fase solid.Solid Fat Content (SFC) merupakan analisa minyak dan lemak yang diterima secara umum dalam industri makanan dan NMR merupakan

metode analisa yang telah diakui oleh sistem standarisasi AOCS Cd 16b-93 (revisi pada tahun 2000) di USA dan ISO 8292 (di Eropa) ( http://www.process-nmr.com/).

2.7.3 Analisa Komposisi Trigliserida (TG)

Kromatografi gas merupakan metode secara fisika kimia yang digunakan untuk senyawa – senyawa volatil. Pada cara ini komponen – komponen campuran mengalami partisi antara fase gerak dan fase diam. Fase gerak adalah gas yang murni, sedangkan fase diam berupa padat Gas Solid Chromatografy (GSC).

Pemisahan disini berdasarkan pada tekanan uap dan dan kelarutan. Komponen – komponen yang kurang larut dalam fase diam dan lebih volatil pada suhu kerja akan bergerak lebih cepat didalam kolom dibandingkan dengan komponen – komponen yang mudah larut dan kurang volatil, sehingga persyaratan yang harus dipenuhi oleh komponen – komponen agar ia dapat dianalisa atau dipisahkan dengan kromatografi gas adalah mempunyai volatilitas tinggi dan kestabilan

(114)

menguap. Dalam menganalisa senyawa – senyawa organik, maka dilakukan perubahan senyawa – senyawa tersebut menjadi derivatnya yang volatil sehingga memenuhi persyaratan untuk pemisahan kromatografi.Adapun bagan dari kromatografi gas dapat digambarkan sebagai berikut (Horwitz and William, 1975).

Gambar 2.6 Bagan Peralatan Kolom Kromatografi Gas (Agilent, 2003)

2.7.4 Analisa Kualitatif

Analisa kualitatif dengan metode kromatografi gas adalah dengan

membandingkan waktu retensi asam lemak yang dianalisa. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengelusi senyawa keluar dari kolomsetelah diinjeksikan, dimana setiap senawa mempunyai waktu retensi yang sama dan khas pada kondisi yang tepat dan tidak terpengaruh adanya komponen lain. Adapun yang mempengaruhi waktu retensi adalah :

1. Panjang dan diameter kolom 2. Fase cair (jenis dan jumlahnya)

3. Suhu kolom

4. Jenis dari gas pembawa

(115)

dimana dalam kolom kromatografi, komponen yang mempunyai titik didih yang rendah akan terelusi terlebih dahulu.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian kromatorafi gas adalah

pemilihan fase diamnya. Untuk analisa metil ester asam lemak digunakan kolom polar seperti karbowwax maka C18:0akan terelusi terlebih dahulu baru disusul C18:1 dan C18:2 dan C18:3 selanjutnya 20. Tetapi juka diguanakan relatif non polar seperti SE-30 maka metil ester Asam lemak C18:0 dan kemungkinan C18:1,

C18:2 saling tumpang tindih. Metil ester C20:0 biasanya muncul sesudah metil ester C18:3, akan tetapi dapat juga sebaliknya dalam beberapa kolom atau posisi dapat bertukar dengan pemakaian kolom (Horwitz and William, 1975).

Dalam kromatografi gas analisis komposisi trigliserida merupakan bagian dari analisa kualitatif dan kuntitatif.Untuk menunjukkan hasil dari analisis komposisi asam lemak perlu dilakukan pengaturan terhadap alat kromatografi gas, dimana dalam kromatografi gas analisis komposisi trigliserida pengaturan panjang

terjadi pada kolom kromatografi dan oven yang membedakannya dengan analisi

fatty acid composition (FAC). Untuk analisis trigliserida kolom yang dipakai

kolom semi polar model agilent 123-1831 DB-17HT, dimana panjang kololm 30 m, diameter 320 µm dan tebal kolom 15 µm dimana kolom yang digunakan dapat berbagai jenis sesuai dengan keperluan analisanya. Kondisi oven dalam analisis ini diperlukan temperature tinggi yaitu sekitar 360oC dan waktu analisis sekali

penginjeksian sampel 31.5 menit.

(116)

2.7.5 Analisa Komposisi Asam Lemak (Fatty Acid Composition, FAC)

Untuk mengetahui asam lemak dalam minyak, maka asam lemak terlebih dahulu dipisahkan dari gliserolnya dengan cara menambahkan minyak dengan methanol sehingga terbentuk gliserol dan berbagai asam lemak. Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah proses yang mereaksikan trigliserida

dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl

Esters / FAME) dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang

digunakan pada proses transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH), dan hasil metil ester

asam lemak dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas sehingga menghasilkan komposisi asam lemak (Zulyana, 2010).

Dalam anaisis Fatty Acid Composition (FAC) kolom yang digunakan adalah kolom non polar model variant cp 7463, WCOT ULTI – METAL dimana panjang kolom 25 m, diameter 250 µm dan tebal kolom 0.10 µm. kondisi oven dalam analisis ini diperlikan temperatur 220oC dan waktu analisis dalam sekali

pengenjesian sampel adalah 36.25 menit (Agilent, 2003).

2.8 Asam Lemak Trans

Asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam minyak dapat berada dalam dua bentuk yaitu isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh terdapat secara alami biasanya sebagai asam lemak cis, hanya sedikit bentuk trans. Jumlah asam lemak trans dapat meningkat di dalam makanan berlemak terutama mentega

coklat akibat dari proses pengolahan yang ditetapkan.

(117)

Konsumsi lemak hasil hidrogenasi asam lemak trans memberikan efek pada resiko penyakit kardiovascular atau jantung yang memberikan efek meningkatkan kolesterol jahat (Hans,et.al.,2002, Hunter, 2007).

Sebelumnya keberadaan asam lemak trans dalam lemak hidrogenasi dalam produk cocoa butter dianggap menguntungkan karena memiliki titik leleh yang lebih tinggi (sama dengan asam lemak jenuh) dibanding bentuk cis, karena lebih stabil dan lebih tahan terhadap oksidasi. Tetapi pada tahun 1990, penelitian

tentang asam lemak trans meningkat karena pengaruh negatif dari asam lemak tersebut yang dapat meningkatkan penyakit jantung koroner (Subbaiah, 1998). Selain proses hidrogenasi asam lemak trans juga terbentuk dalam pengolahan minyak (refinery) dan proses penggorengan (deep frying). Perubahan cis menjadi trans terjadi pada suhu 180 oC dan akan meningkat dengan kenaikan suhu. Rendahnya kandungan asam lemak trans ditunjukkan dari komposisi asam lemak

jenuh yang tinggi, yang memiliki kestabilan oksidatif yang tinggi, sedangkan kandungan asam lemak trans yang tinggi ditunjukkan oleh komposisi asam lemak jenuh yang rendah dan komposisi asam lemak tak jenuh ganda yang tinggi, sehingga posisi cis pada asam lemak jenuh ganda dapat berisomerisasi pada proses pengolahan produk. Pengaruh asam lemak trans tergantung pada kadarnya,

kadar tinggi (diatas 6% dari total energi) sangat berbahaya, kadar rendah (2%) dan sedang (4.5%) tidak akan berbahaya jika dikonsumsi bersamaan dengan asam lemak tak jenuh ganda, karena efek negatif dari asam lemak trans akan ditiadakan oleh asam lemak tak jenuh ganda tersebut, juga pengaruh negative asam lemak trans dipengaruhi konsumsi asam linoleat yang rendah karena asam lemak trans

ini akan menghambat biosintesa arahidonat yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan. (Judd,et.al.,1994).

Pada proses hidrogenasi ini akan menaikkan titik leleh, berarti akan

(118)

dewasa ini , produksi asam lemak trans ditekan sekecil mungkin atau tidak ada sama sekali. Asam lemak trans (TFA) dapat menaikkan kadar LDL & menurunkan kadar HDL darah. TFA juga dapat mengurangi kemampuan tubuh mengendalikan gula darah karena dapat mengurangi respons terhadap hormon insulin.Mengkonsumsi TFA 5 gper-hari saja, dapat meningkatkan risiko penyakit jantung hingga 25% hanya dalam beberapa tahun saja (Muaris, 1997).

Asam lemak trans (TFA) adalah lemak yang berasal dari minyak nabati

yang mengalami proses pemadatan dengan menggunakan teknik hidrogenasi parsial. Proses hidrogenasi parsial ini menyebabkan perubahan konfigurasi sebagian ikatan rangkap dari bentuk cis (alaminya) menjadi bentuk trans. Tujuan dari proses hidrogenasi parsial sendiri adalah untuk membantu agar minyak nabati yang bersifat tidak jenuh (polyunsaturated oil) menjadi lebih stabil dalam arti lebih tahan terhadap reaksi ketengikan dan tetap padat pada suhu ruang. Margarin

(119)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan lemak nabati belakangan ini banyak diolah sebagai edible oil

dan juga sebagai bahan industri oleokimia. Salah satu edible oil yang cukup

banyak digunakan adalah lemak. Mentega coklat (Cocoa Butter)salah satu bagian

edible oil merupakan lemak nabati yang sangat penting dan harga mentega coklat mahal dibandingkan dengan trigliserida lainnya. Akibat mahalnya mentega coklat jika dibandingkan dengan lemak dan minyak lain, telah menjadi pemikiran untuk mengembangkan variasi pengganti lemak coklat. Lemak mempunyai kompabilitas yang sangat terbatas dengan mentega coklat yang mempengaruhi karakteristik dari mentega coklat. Derajat kompabilitas lemak dengan mentega coklat dan titik leburnya menentukan kualitas dan harganya. Kualitas dari mentega coklat yang baik adalah berwujud padat pada suhu kamar dan mempunyai titik lebur yang sama pada suhu tubuh. Ini sangat tergantung pada komposisi dari trigliserida yang digunakan dan salah satu analisis yang dilakukan adalah uji kandungan lemak

padat (Solid Fat Content, SFC) dari trigliserida tersebut (Stauffer, 1996).

(120)

dari berbagai asam lemak, sehingga titik lebur dari gliserida tersebut tergantung pada kejenuhan maupun posisiasam lemaknya.Semakin jenuh semakin panjang rantai karbon asam lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit tersebut. CPO dapat diolah dalam industri melalui proses penyulingan,

penjernihan dan penghilangan bau menghasilkan RBDPO (Refined Bleached and

Deodrized Bleached Palm Oil). Di samping itu, CPO dapat diuraikan untuk produksi minyak sawit padat (RBD Stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair (RBD Olein).RBD olein terutama digunakan untuk bahan pembuatan minyak goreng. Sedangkan RBD Stearin yang merupakan lemak padat dengan nilai harga jual dibawah CPO terutama digunakan untuk bahan pembuatan margarin atau shortening, disamping itu juga untuk bahan baku industri sabun dan deterjen (Harjono, 2009).

Indonesia merupakan produsen CPOterbesar di dunia dengan total produksi 21 juta ton berdasarkan data pada tahun 2010 dan sebanyak 15 juta ton diekspor ke negara-negara seperti China, India, Bangladesh, Belanda, Amerika Serikat dan Malaysia. Sementara sisanya sebanyak 6 juta ton untuk kebutuhan di dalam negeri (Maksum, 2011).

Minyak sawit dan minyak inti sawit memiliki manfaat yang sangat luas, baik dalam poduk pangan maupun produk non pangan. Manfaat minyak sawit dan inti sawit pada produk pangan yaitu sebagai bahan baku minyak goreng, margarin,

shortening, pengganti mentega coklat dan lain-lain (Tarigan dan Sipayung, 2011).

Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan pembuatan lemak pengganti metega coklat tersebut diantaranya melalui hidrogenasi parsial, blending, maupun interesterifikasi. Dalam proses hidrogenasi parsial dilakukan terhadap trigliserida cair untuk menghasilkan trigeliserida yang sesuai dalam pembuatan lemak pengganti mentega coklat. Yang menjadi masalah dalam pembuatan lemak pengganti mentega coklat melalui proses hidogenasi parsial adalah adanya

kontaminasi asam lemak trans (Trans Fatty Acid, TFA) yang tidak baik untuk

(121)

antara minyak cair dan lemak padat dengan menggunakan katalis sehinggamenghasilkan pengganti mentega coklat dimana terjadi proses interesterifikasi (Tjeng, 2011).

Metode blending merupakan salah satu cara menghindari pembentukan asam lemak trans karena pada proses blending tidak membutuhkan pemanasan sehingga dapat dicegah perubahan asam lemak bentuk cis menjadi trans, hanya saja hasil blending bersifat labil sehingga dibutuhkan bahan pengemulsi yang dapat menambah biaya produksi. Interesterifikasi merupakan reaksi pertukaran ester antara dua gugus asil yang dikatalisis secara kimia dan enzimatis sehingga mengubah komposisi trigliserida dan sifat fisik dari lemak (Akoh, 1998).

Reaksi interesterifikasi merupakan salah satu alternatif proses yang dapat digunakan untuk menghindari terbentuknya asam lemak trans. Interesterifikasi dapat terjadi dengan adanya katalis kimia ataupun katalis enzim dengan suhu tertentu dan pengerjaannya cepat. Dalam penelitian terdahulu dilakukan

pembuatan CBS dengan metode hidrogenasi, bentuk trans isomer Trans Fatty

Acid yang dihasilkan dengan hidrogenasi dianggap menguntungkan karena titik

leleh dan stabilitas yang lebih tinggi dibanding asam lemak bentuk cis. Namun

belakangan ini telah diteliti ada hubungan antara TFA dengan resiko penyakit jantung koroner. Akibatnya industri-industri sekarang mengganti minyak hasil hidrogenasi dengan minyak lain yang mempunyai kandungan asam lemak bentuk

transrendah sehingga standart yang diperbolehkan maksimum 1% kandungan TFA. Salah satu alternatif untuk mengindari pembentukan TFA dalam mengupayakan titik leleh yang lebih tinggi dengan metode interesterifikasi sehingga diperoleh asam lemak trans yang rendah, lemak hasil reaksi interesterifikasi akan terbentuk padat pada suhu ruangan dan mencair pada suhu tubuh dengan minimal asam lemak trans yang aman dikonsumsi (Tjeng, 2011).

(122)

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah perbandingan antara RBDPS dengan RBDPKO untuk

menghasilkan lemak pengganti mentega coklat dengan parameter yang sesuai yaitu TFA maksimum 1% dam SFC padat pada suhu kamar dan cair pada suhu tubuh ?

2. Bagaimanakah perubahan komposisi Trigliserida dan kandungan TFA pada

proses blending dan interesterifikasi ?

3. Bagaimanakah perubahan nilai kandungan lemak padat pada proses blending

dan interesterifikasi ?

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan dibatasi pada:

1. Minyak yang digunakan adalah RBDPS hasil dari refining dan sudah

difraksinasi sebelumnya dan RBDPKO turunan dari CPKO yang sudah direfining, bleacing dan deodorizing.

2. Putaran agitator pada 450 rpm

3. Pemanasan pada suhu 110oC

4. Perbandingan antara RBDPS dan RBDPKO yang dilakukan antara lain 90:10,

80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90 (b/b)

5. Parameter yang diamati meliputi komposisi TG, TFA, dan SFC

1.4 Tujuan Penelitian

Gambar

Tabel 4.1 Komposisi Trigliserida hasil blending  RBDPS dengan RBDPKO.
Tabel 4.2 Komposisi Trigliserida hasil interesterifikasi RBDPS dengan RBDPKO
Tabel 4.3 KomposisiAsamLemakhasil blending RBDPS dengan RBDPKO
Tabel 4.4 KomposisiAsamLemakInteresterifikasi RBDPS dengan RBDPKO
+7

Referensi

Dokumen terkait