I<ARAI<lERIS?'II< PROSES PENGGORENGAN
I<IilPI1< JAMUIi CI-IAMPIGNON
(Agaricus b i S ~ ~ 0 t ' ~ S )
0
1e
11
LlEM DJ IAN(; I<ANG
F
30.1622
1 9 9 7
JURUSAN MEKANISASI PERTANIAN
FAICULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTlTUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KARAKTERISTIK PROSES PENGGORENGAN
KRIPIK JAMUR CHAMPIGNON (Agariau
bisporrrs)SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sajana Teknologi Pertanian
pada Jumsan Mekanisasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
O l e h
LIEM DJIANG KANG
F 30.1622
1 9 9 7
JURUSAN MEKANISASI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INS'I'ITUT I'EIITANIAN I1OGOli
IiAI<UI,'I'AS 'I'EI<NOLOGI 1'1',IC1'ANIAN
I<ARAI<TERISTII< PROSES I'ENGGOIIENGAN
I<RI PI
I<
JAM
URCI-IAM PIGNON
(Agaricrrs bis11or.u~)SI<RIPSI
Scbagai salah satu syarat ~111tuk ~iic~iiperolcli gclar Sarjana Teknologi Pcrtania~i
pada Jurusa~i Mekanisasi Pcrtanian Fakultas Teknologi Pcrtanian
Instilul Pcrtanian Bogor
O l e h
LIEM
DJIANG KANG
Dilahirkan pada tanggal 23 A g i ~ s l ~ ~ s I975 Di Semarang
Tanggal Lulus : 1 September 1997
Disetujui,
Liem Djiang Kang. F30.1622. Karakteristik Proses Penggorengan Kripik J a m u r Chnmpignon (Agaricus bisporrrs). di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi K. Punvadaria, IPm.
RINGKASAN
Jamur champignon (Agariczu bisponrs) mempakan salah satu komoditas
pangan yang dikonsumsi sebagai menu sehari-hari di negara rnaju. Jamur champignon dan jamur merang mempakan jamur yang paling luas dipasarkan di
seluruh dunia. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, pengolahan jamur
champignon telah berkembang menjadi berbagai macam olahan produk seperti
jamur champignon kalengan dan kripik jamur champignon. Sentra produksi jamur champignon di Indonesia terdapat di Dataran Ticggi Dieng, Wonosobo, dan
di Pengalengan, Bandung, sedangkan pengolahan masing-masing dilakukan oleh
PT. Dieng Jaya dan PT. Indo Evergreen. Selarna tahun 1991 - 1995 produksi olahan jamur champignon oleh PT. Dieng Jaya mengalami fluktuasi yaitu 64,7
tonhari tahun 1991, 66,9 ton/hari tahun 1992, 29,6 tonhari tahun 1993, 55,1
tonhari tahun 1994 dan 67,2 ton/hari sampai Mei 1995 (Tjahja, 1995).
Listiyowati (1992) meyatakan bahwa volume ekspor jamur Indonesia tahun 1990
sebesar 48.196 kg dalam bentuk segar, beku dan kering sedangkan impor pada
tahun 1990 sebesar 87.291 kg.
Dalam pengolahan berbagai macam kripik dilakukan proses penggo-
rengan. Penelitian terhadap proses penggorengan kripik semakin dibutuhkan
seiring dengan meningkatnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan dan
perhatian terhadap efisiensi proses penggorengan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui karakteristik pola pindah panas dan massa dari jamur
champignon, disamping itu untuk mengetahui kadar minyak dalam jamur
champignon dan difusivitas massa air jamur champignon selama penggorengan.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan percobaan faktorial acak lengkap
dengan 3 (tiga) kali ulangan yaitu pada 3 tingkatan suhu (150' C, 160' C, 185~C).
3 tingkatan ketebalan (4 mm, 6 mm, 8 mm) dan perlakuan pemberian tepung atan
menit, jamur champignon yang telah dipotong dengan ukuran 2
x
1 cm dikelompokkan dalam 10 sampel percobaan, tiap sampel tersebut digorengmenurut lamanya penggorengan tiap menit sampai menit ke-10 sehingga diperoleh lama penggorengan yang berbeda-beda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu pusat bahan selama 10 menit waktu penggorengan jamur champignon menjadi kripik
mempunyai kisaran suhu 120 - 130' C untuk suhu penggorengan 150' C, 140 -
150' C untuk suhu penggorengan 160' C dan 155 - 165' C untuk suhu penggorengan 185' C. Lamanya penggorengan yang menghasilkan kripik jamur
champignon untuk suhu 150' C sebesar 6 - 7 menit, untuk suhu 160' C sebesar 4
- 5 menit dan untuk suhu 185' C sekitar 3 - 4 menit. Semakin tebal bahan yang digoreng maka semakin lama waktu penggorengan yang diperlukan.
Dalam proses penggorengan selain tejadi pindah panas juga tejadi pindah
massa dari bahan yang digoreng. Pindah massa ini digambarkan dengan
tejadinya penguapan air dan penyerapan minyak ke dalam bahan. Besarnya kadar
air akhir dan kadar minyak akhir yang dikandung oleh kripik jamur champignon
setelah penggorengan yaitu untuk ketebalan 4 mm, dengan perlakuan tanpa
tepung sebesar 5.72%bk, 70.86% (~=150' C), 5.54%bk, 70.32% (T=160° C), dan
4.56%bk,67.92% (T=l85' C) sedangkan untuk ketebalan 4 mm dengan pemberian
tepung diperoleh 4.30%bk, 74.76% (T=150° C), 3.23%bk, 78.17% (~=160' C),
dan 2.93%bk, 80.94% (T=l8s0 C). Untuk ketebalan 6 mm, dengan perlakuan
tanpa tepung diperoleh 7.49%bk, 68.94% (T=150° C), 7.11%bk, 64.18% (T=160°
C), dan 5.94%bk, 67.18% (T=185' C) sedangkan untuk ketebalan 6
mm
denganpemberian repung diperoleh 6.00%bk, 75.27% (T=150° C), 4.89%bk, 73.03%
(T=160° C), dan 3.50%bk, 79.57% (T=185' C). Pada ketebalan S mm, dengan
pe;lakuan tanpa tepung diperoleh 12.32%bk, 59.22% (~=150' C), 10.05%bk,
55.88% (T=160° C), dan 7.55%bk, 50.03% (T=18s0 C) sedangkan untuk
ketebalan 8 mm dengan pemberian tepung diperoleh 11.94%bk, 73.48% (T=150°
C), 6.46%bk, 76.66% (T=160° C), dan 5.00%bk, 80.57% (~=185' C).
Laju penurunan kadar air bahan terbesar tejadi pada menit pertama
penggorengan dan semakin berkurang dengan bertambahnya waktu
dengan semakin besar suhu penggorengan. Untuk p e n g a ~ h ketebalan bahan, semakin tipis bahan maka kemampuan menyerap minyak makin besar.
Massa air yang teruapkan semakin besar dengan bertambahnya suhu
penggorengan. Kuadrat massa air yang teruapkan membentuk persamaan garis
lurus yang mempunyai nilai korelasi antara 0.7903 - 0.9877. Nilai difusivitas massa air dipengaruhi oleh massa bahan dan lamanya penggorengan. Pada ketebalan 4 mm. perlakuan tanpa pemberian tepung diperoleh nilai (Kx D) sebesar
1.62
x
low5 - 6.66 x 10.' (T=150° C), 2.26 x - 6.68x
1 u 5 (T=160° C) dan3.01 x - 6.46
x
(~=185') sedangkan untuk perlakuan dengan pemberian tepung diperoleh nilai (Kx
D) sebesar 1.72 x lo-' - 6.67 x 1 v 5 (T=150° C), 1.68 x1 0 ' ~ - 6.67
x
10.' (T=160° C) dan 2x
10.' - 6.66x
(~=185'). Ketebalan 6mm, perlakuan tanpa pemberian tepung diperoleh nilai (Kx D) sebesar 2.19
x
10"- 1.50
x
10" (T=15oo C), 3.29x
10'~ - 1.50 x 10" (T=160° C) dan 4.39x
10.' -1.50 x (~=185') sedangkan untuk perlakuan dengan pemberian tepung
diperoleh nilai (K x D) sebesar 3.86 x 10'' - 1.50 x 10" (T=150° C), 4.83 x -
1.50 x lo-' (T=160° C) dan 4.24 x 10" - 1.40 x 10" (~=185'). Ketebalan 8 mm, perlakuan tanpa pemberian tepung diperoleh nilai (Kx D) sebesar 4.49
x
10" -2.67
x
10" (~=150' C), 7.15 x - 2.58x
10" (T=160° C) dan 9.27x
10'* -2.67
x
10" (~=185') sedangkan untuk perlakuan dengan pemberian tepung diperoleh nilai(K
x D) sebesar 4.57x
10" - 2.67 x 10" (T=150° C), 6.83x
-2.67
x
(T=160° C) dan 5.85x
- 2.67 x 10" (~=185'). Sernakin besar massa bahan maka semakin besar nilai difusivitas air (Kx
D) dan semakin lama penggorengan maka semakin besar difusivitas air karena bahan semakin tidakrnemiliki kemampuan menahan air.
Uji kontras polinomial terhadap faktor suhu, ketebalan dan pemberian
tepung untuk kadar air bahan menghasilkan persamaan regesi sebagai berikut
% bk kadar air = 84.7
+
0.236 ~ e b a l '-
0.00181 suhu2sedangkan persamaan regresi untuk perlakuan tanpa tepung adalah :
% bk kadar air = 98.4
+
0.655 Teba12-
0 . 0 0 2 5 7 ~ ~ h ~ 'Untuk uji kontras polinomial terhadap faktor suhu, ketebalan dan ~ernberian
tepung untuk persen massa minyak yang terserap adalah
untuk perlakuan tanpa tepung didapat persamaan regresi sebagai berikut :
% massa minyak terserap = 58.5
-
2.45 TebalKondisi yang optimal diperoleh bila kadar air basis kering bahan rendah
karena semakin rendah kadar air bahan maka daya tahan bahan untuk mengalami
ketengikan akan semakin besar. Kondisi ini dicapai pada suhu 185' C, ketebalan
4 mm, dengan pemberian tepung yang menghasilkan kadar air 2.93%bk
dibandingkan dengan produk komersial yang sudah beredar memiliki kadar air