• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program benih dasar sebagai pusat pengembangan komersialisasi benih produk teknologi (kasus benih padi gogo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Program benih dasar sebagai pusat pengembangan komersialisasi benih produk teknologi (kasus benih padi gogo)"

Copied!
315
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)
(158)
(159)
(160)

PROGRAM BENIW DASAR

SEBAGAI PUSAT PENGEMBANGAN

K O M E R S I A L l s A S l BENIH P R O D U K T E K N O I ~ O G I

(Kasars

Benih Padi Gogo)

P R O G R A M PASCASAWJANA

INSTITUT

PERTANIAN B O G O R

(161)

SUMMARY

SYATRlANTY AND1 SYAIFUL. Foundation Seed Program to be a Developing Centre for the Commercialization of Technologically Produced Seed - Case of

Upland Rice Seed (Under supervision of SJAMSOE'OED SADJAD as Chairman, SYARIFUDIN BAHARSJAEI, RJSTIKA S. BAHARSJAH, ED1 GUHARDJA, and FAIZA C. SUWARNO each serves as member).

The research consists of 5 (five) experiments, i.e. first, concerning the

Distinguish (D) criteria among upland rice varieties: Gajah Mungkur, Kalimutu,

Jatiluhur and Way Rarem by measuring the spontaneity of seedling growth (KsP),

seedling growth rate

0,

tillers number

,

productive tillers number, grains number

per panicle, 1000 - seed weight and yield. Second, concerning the Uniformity (U) criteria of each variety by measuring the uniformity of plant height , productive

tillers number, and panicle length. Third concerning the stability (S) of each variety

The Third experiment consists of experiment A comparing Breeder Seed and

Foundation Seed of each variety (field experiment) by measuring the seedling

growth capacity (DT), KSP, &T, tillers number , productive tillers number, grains

number per panicle and yield; and experiment B comparing Breeder Seed,Foundation

Seed, Foundation Seed after 6 months storage and Stock Seed (Laboratory

experiment) by measuring the storability vigor ( V d , KSP and Kcr. Fourth ,

observing the competitive ability by measuring the plant height, tillers number ,

productive tillers number, grains number per panicle and yield. Fifth, observing the

(162)

The objective of this research is to find the quantitative measurement of

commercial criteria specificly of upland rice varieties: Gajah Munglcur, Kalimutu,

Jatiluhur and Way Rarem based on DUS principle applicable for the Foundation

Seed Program.

The result of the research indicates that first, the tillers number can perform

the distinguishness (D) about 83.33 % among varieties as a commercial criteria

being considered for the four varieties. KSP.

KCT

and productive tillers number are

also sufficiently indicating 50.00 % their difference among varieties

,

whereas the

grains number per panicle, 1000 - seed weight and yield cannot be applied to notify

the distinguishness of one varieties to the others.

The Uniformity

(U)

in growth of each variety which is supposed to be

noticeable for their commercial identity cannot be identified through their

homogenity of plant height, productive tillers number and panicle length. Therefore,

the four varieties: Gajah Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur and Way Rarem are less

commercial i?om the uniformity point of vieuw.

DT,

K p , KCT,

tillers number , productive tillers number, grains number per

panicle and yield ( field experiment) and VDS,,, KSP and

K m

( Laboratory experiment),

can be applied for determining stability (S) performance of the four varieties,

although each measurement indicates varying susceptability. The Jatiluhur variety

has the highest rate of stability followed by Kalimuty Way Rarem and Gajah

Mungkur as the lowest.

The competitiveness among individual plant by varying planting distances

(163)

height, tillers number

,

productive tillers number, grains number per panicle and

yield,

so

that the four varieties: Gajah Mungkur , Kalimutu , Jatiluhur and Way

Rarem are not commercial enough as far they are detected by their competitiveness.

Delta Value parameter to detect the 0 2 deficiency tolerance of each varieties

indicates only 38.89% effective applicable to be an indicator for commercial criteria

since it is determining on seed vigor bases.

Foundation Seed Program (FSP) is required to perform seed being more

commercial. FSP will continuously develop commercial parameters and their specific

measurement to make seed more become attractive to the consumers. These

commercial parameters will than be of significant input to plant breeders in creating

new commercial varieties.

It is suggested that FSP for other plant commodities DUS principle has to be

held, and continuous effort should be made to develop commercial parameters

(164)

RINGKASAN

SYATRIANTY AND1 SYAIFUL

.

Program Benih Dasar sebagai Pusat Pengembangan Komersialisasi Benih Produk Teknologi - Kasus Benih Padi Gogo

(Dibawah bimbingan SJAMSOE'OED SADJAD sebagai ketua, SJARIFUDIN BAHARSJAH, JUSTIKA S. BAHARSYAEI, ED1 GUHARDJA, dan FAUA C. SUWARNO masing-masing sebagai anggota).

Penelitian terdiri atas 5 percobaan, yaitu penelitian

L

adalah menentukan

tingkat Distinghish @) antara pa& gogo Var. Gajah Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur

dan Way Rarem dengan menggunakan tolok ukur KSP, KCT, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah butir per malai, berat 1000 butir dan produksi hektai'.

Penelitian

II

adalah menentukan tingkat Uniformity (U) masing-masing varietas

dengan tolok ukur keseragaman tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan

panjang malai. Penelitian 111 adalah menentukan tingkat Sfahilify (S) masing-masing

varietas. Penelitian I11 terdii atas dua percobaan, yaitu percobaan A adalah mem-

bandingkan Benih Penjenis dengan Benih Dasar dari inasing-msing varietas

(Percobaan Lapang) dan tingkat stabifity dideteksi dengan tolok ukur DT,

KSP,

KCT,

jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah butir per malai, dan produksi ha-' ;

dan percobaan B adalah membandingkan Benih Penjenis, Benih Dasar, Benih Dasar

yang telah disimpan selama 6 bulan dan Benih Pokok (Perwbaan Laboratorium) dan

tingkat stability dideteksi dengan tolok ukur VDS, KSP,

dan

Km. Penelitian IV adalah melihat tingkat daya saing varietas yang dideteksi dengan tolok ukur tinggi

tanamaq, jumlah anakan, jumlah anakan produlctif, dan produksi hi'. Penelitian V

adalah melihat perbedaan tingkat toleransi varietas terhadap defisiensi 0 2 dengan

menggunakan tolok ukur Nilai Delta.

Tujuan penelitian adalah menemukan tolok

ukur

yang spesifik dapat
(165)

Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem. Dengan demikian maka prinsip DUS

dapat diterapkan bagi peningkatan komersialisasi benih dan tingkat komersialnya

dapat dinilai secara kuantitatif dalam PBD.

Hasil Penelitian I menunjukkan bahwa antar padi gogo Var. Gajah Mungkur,

Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem tolok ukur jumlah anakan dapat digunakan

untuk mendeteksi unsur dislinguish @) sebesar 83.33 %, sehingga dapat digunakan

sebagai kriteria komersialisasi untuk varietas padi gogo tersebut. KSP,

KCT

dan jumlah anakan produktif dapat mendeteksi unsur distinguish @) masing-masing

sebesar 50.00 %, juga cukup baik digunakan sebagai tolok ukur komersialisasi,

sedangkan jumlah butir per malai, berat 1000 butir dan produksi tidak dapat

dijadikan tolok ukur karena tidak dapat mendeteksi varietas yang berdaya komersial

terbaik diantara Var. Gajah Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem.

Sebagai salah satu kriteria komersial, unifomiy O J ) perlu ditonjolkan.

Tingkat Uniformity pada empat varietas tersebut tidak dapat dideteksi perbedaannya

dengan tolok ukur keseragaman tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan

panjang malai, sehingga daya komersial terbaik antara Var. Gajah Mungkur,

Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem tidak terdeteksi berdasarkan kriteria ungoormity

dengan tolok ukur tersebut.

Tolok ukur DT, KSP, KC=, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah

butir per malai, produksi ha

-'

( tolok ukur uji Lapang), VDS, &P, dan

I

&

(tolok ukur uji Laboratorium) mempunyai tingkat kepekaan yang berbeda dalam mendeteksi

tingkat stability pada varietas yang diuji. Walaupun demikian, tolok ukur-tolok ukur

tersebut dapat digunakan mendeteksi siability (S) Var. Gajah Mungkur, Kalimutu,

Jatiluhur dan Way Rarem. Dengan 10 tolok ukur tersebut diketahui tingkat stability

(166)

70.00 %, Var. Way RaTem sebesar 60.00 % dan terendah Var. Gajah Mungkur

dengan tingkat stability sebesar 40.00 %.

Tingkat daya saing antar individu masing - masing varietas dengan variasi

jarak tanam dan jumlah benih per lubang yang dideteksi melalui tolok ukur tinggi

tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif dan produksi ha-' hanya berbeda

masing-masing berturut-twut sebesar 30.56 %, 27.78 %, 8.34 % dan 2.78 % atau

rata-rata 17.37 %

.

Oleh sebab itu, sampai pada batas variasi jarak tanam dan jumlah

benih per lubang yang dicoba, tolok ukur tersebut tidak dapat digunakan sebagai

kriteria komersial antar Var. Gajah Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem. Tingkat kepekaan tolok ukur Nilai Delta hanya sebesar 38.89 % dalam mem-

bedakan tingkat toIeransi varietas terhadap defisiensi 0 2 . Namun demikian, tolok

ukur tersebut cukup baik digunakan sebagai tolok ukur komersial bagi Var. Gajah

Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem karena telah dapat menentukan

tingkat vigor benih masing-masing varietas dalam variasi jarak tanam dan jumlah

benih yang dicoba.

Penelitian menunjukkan bahwa untuk tujuan komersialisasi suatu varietas

dibutuhkan PBD. PBD

akan

terus-menerus berupaya mengembangkan kriteria

komersial secara kuantitatif dengan tolok ukur spesifik yang berorientasi kepada

kebutuhan konsumen pemakai benih. Tolok ukur komersial tersebut akan menjadi

masukan yang penting bagi pemulia tanaman guna penciptaan varietas baru.

Disarankan agar upaya komersialisasi dalam PBD untuk komoditi lain tetap

berpegang pada prinsip DUS, dan terus-menerus berupaya mengembangkan tolok

ukur komersial yang berfokus pada karakter masing-masing komoditi dan ekotipe

(167)

DAFTAR SIMBOL

AOS A BBI BBN BBP BBU BPSB BS DB DT DUS ES FS ISTA &T KSP KST Nilai D PBD (FSP) PSB

S

S

VDS

vg

VKT

VP

= Association of Official Seed Analysts

= Balai Benih Induk

= Badan Benih Nasional

= Balai Benih Pembantu

= Balai Benih Utama

= Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih

= Breeder Seed (Benih Penjenis)

= Daya Berkecambah

= Daya Tumbuh

= Distinguish, Unflormity

cian

Stability

= Fxtenfion Seed (Benih Sebar)

= Foundation Seed (Benih Dasar)

= International Seed Testing Association

= Kecepatan Tumbuh

= Spontanitas Tumbuh

= Keserempakan Tumbuh

= Nilai Delta

= Program Benih Dasar (Frnndation SeedProgram)

= Program Sertifikasi Benih

= Stock Seed (Benih Pokok)

= Vigor Daya Simpan

= Vigor

= Vigor Kekuatan Tumbuh

(168)

GLOSARI

Benih Penjenis atau Breeder Seed (BS)

Distinghuish (D)

Daya Berkecambah (DB)

Daya Tumbuh (DT)

Kecambah Normal Kuat

Kecepatan Tumbuh (KcT)

Komersialisasi benih

Lot benih

Mutu benih

Mesin Pengusangan Cepat ( W C >

= Benih yang digunakan untuk pertanaman produksi benih

= Salah satu kriteria komersialisasi benih varietas baru

yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan yang jelas antar varietas yang telah ada dibanding varietas baru yang &an dilepas.

= Tolok ukur viabilitas benih yang memprakirakan parameter Viabilitas Potensial lot benih, diukur dengan persentase kecambah normal.

= Tolok ukur viabilitas benih untuk parameter Viabilitas Potensial bib'it yang diindikasikan oleh pertumbuhan

normal bibit di lapang.

= Kecambah yang tumbuh normal yang dipilah atas

kinerja tumbuh yang kuat dari yang kurang kuat.

= Suatu tolok ukur dari parameter Vigor Kekuatan Tumbuh yang diukur dengan jumlah tambahan per- kecambahan setiap hari atau etmal pada kumn waktu perkecambahan.

= Menjadikan benih komoditi komersial yang dicirikan 1) secara terus-menerus ditingkatkan keunggulannya 2) mempunyai standar mutu dan

3) merupakan cerminan dari suatu lot benih

= Sejumlah benih yang berasal dari pertanaman yang sama, sevarietas, pengelolaannya sama, dan diolah dengan kondisi yang sama pula.

= Mutu yang disandang oleh benih yang mencakup mutu fisik, fisiologi, dan genetik.

(169)

Nilai Delta (Nilai D) = Nilai selisih Vp clan Vg atau jabarannya yang di- gunakan untuk mengukur vigor benih dalam dimensi waktu.

Pelepasan varietas = Proses pemberian izin bagi suatu varietas benih untuk diedarkan di masyarakat.

Sertifikasi benih = Proses pemberian sertifikat kepada suatu lot benih yang menginformasikan mutu benih yang dikomersialkan.

Spontanitas Tumbuh (KsP) = Suatu tolok ukur dari parameter Vigor Kelcuatan

Tumbuh atas dasar persentase kecambah normal yang tumbuh merata pada suatu waktu tertentu, diantara waktu pengamatan pertama dan kedua dalam Uji Daya Berkecambah.

Stability (S) = Salah satu kriteria komersialisasi benih varietas baru

yang ditunjukkan oleh tidak terjadinya perubah-an sifat meskipun benih tersebut diperbanyak pada tingkat kelas

benih yang lebih rendah.

Uniformity (U) = Salah satu kriteria komersialisasi benih varietas baru yang ditunjukkan oleh keseragaman varietas tersebut baik secara genetik maupun fenotipik

.

Viabilitas benih = Daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalarn

fenomena pertumbuhannya, gejala metabolisme, kine q a kromosom atau garis viabilitas.

Viabilitas potensial (Vp) = Parameter viabilitas lot benih yang menunjukkan

kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi lapang produksi yang optimum.

Vigor Daya Simpan (VDS ) = Parameter viabilitas lot benih yang menunjukkan vigor benih pada kurun waktu Periode

II

atau Periode

Simpan.

Vigor Kekuatan Tumbuh = Parameter vigor lot benih yang menunjukkan

(VKT) kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi Iapang yang suboptimum.

(170)

PROGRAM BENIH DASAR

SEBAGAI PUSAT PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI

BENIH PRODUK TEKNOLOGI

(Kasus Benih Padi Gogo)

Oleh:

SYATRIANTY A. SYAIFUL

AGR.

94514

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam itmu-ilmu pertanian

pada

Program Pascasarjana Institut Pertauian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(171)

Judul Disertasi : PROGRAM BENDB DASAR SEBAGAI PUSAT

PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI BENIH PRODUK TEKNOLOGI (Kasus Benih Padi Gogo)

Nama Mahasiswa : Syatrianty A. Syaiful

Nomor Pokok : 94514

Program Studi : Agronomi

Menyetujui

I. Komisi Pembimbing

Prof. Dr I r Sjamsoe'oed Sadjad,MA Ketua

- 1

Prof. Dr Ir Sjarifudin Baharsjah, MSc Prof. Dr I r ~ u k k a S. Baharsjah, MSc

Anggota Anggota

Prof. Dr I r Edi Guhardja, MSc Anggots

2. Ketua Program Studi Agronomi

Dr I r Sudirman Yahya

,

MSc

Dr I r Faizc C. Suwarno, MS Anggota

(172)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis diiahirkan di Kotamadya Ujung Pandang pada tanggal 24 Maret 1962

dari Ibu Hj. St. Djohanis dan Ayah H. Andi Syaiful Sinrang sebagai anak kedua dari

enam bersaudara.

Pada tahun 1981 lulus SMA Pembangunan

IKIP

Ujung Pandang, kemudian

metanjutkan ke Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Ujung Pandang dan lulus

sebagai Sarjana Pertanian pada tahun 1986.

Pada tahun 1992 memperoleh gelar Magister Sain di bidang Produksi Tanam-

an dari Universitas Gadjahmada, Yogyakarta melalui beasiswa dari TMPD.

Mulai terdaftar sebagai mahasiswa S-3 di Program Pascasaijana IPB pada

bulan September 1994 rnelalui beasiswa TMPD.

Sejak tahun 1987 sampai saat ini penulis mengabdi sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Ujung

(173)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga dapat menyeiesaikan beban kuliah, penelitian hingga

selesainya Disertasi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-

tulusnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof Dr Ir. Sjarnsoe'oed Sadjad, MA. Sebagai Ketua Komisi Pembimbing; Prof

Dr Ir. Sjarifuddin Baharsjah; Prof Dr Ir. Justika S. Baharsjah, Prof Dr Ir. Edi

Guhardja, Dr Ir Faizah C. Suwamo dan Dr Ir Zainuddin Harahap, Apu (alm.)

masing-masing sebagai Anggota yang telah rnernberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai dengan penyelesaian

Disertasi ini.

1. Rektor, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

-

Universitas Hasanuddin. Demikian pula kepada Rektor Institut Pertanian Bogor,

Direktur Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dan Ketua Program

Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas kepada penulis selama mengikuti program pendidikan S-3 di Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

2. Ketua Program TMPD, Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin Ujung

Pandang, Yayasan Pendidikan Latimojong Sulawesi Selatan, Yayasan

Supersemar Jakarta dan PT. Bosowa Jakarta, yang telah memberikan bantuan

(174)

3. Pemulia Tanaman, Teknisi dan Staf Balai Penelitian Tanaman Pangan, Muara

Bogor yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.

4. Staf pengajar dan karyawantkaryawati Laboratoriwn Ilmu dan Teknologi Benih

IPB atas segala bantuannya.

5. Ayahanda H. Andi Syaiful Sinrang dan Ibunda Hj. St. Djohanis. A.S, Kakak

Sjamsu Djohan, SE .MS dan Ir. Eny Rosamah, MSc., Adik Ir. Andi Masturi

Syaiful, Ir. Andi Zulfikar Syaiful, dr. Andi Indriaty Syaiful, S Ked. dan Ir. Fajri Djufii, dan Dra. Andi Rismaniswaty Syaiful, Apt., dan segenap keluarga yang telah banyak memberikan pengorbanan, pengertian dan doa hingga selesainya

studi ini.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak

yang telah banyak membantu sampai penulis dapat menyelesaikan studi ini.

Akhirnya diharapkan informasi yang terntang dalarn Disertasi ini dapat

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Juni 1999

(175)

DAFTAR

IS1

Halaman :

DAFTAR IS1 ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang ... 1

. .

Tujuan Penelltian ... 8

Hipotesis ... 9

TEVJAUAN PUSTAKA ... 10

Sistem Pengadaan Benih ... 10

Kebijakan Perbenihan ... 15

Mutu Benih ... 21

Analisis Vigor Benih Yang Dapat Dikembangkan ... 25

Perangkat Keras dan Lunak Vigor Simulatif ... 29

Program Benih Dasar ... 32

Pengembangan Industri Benih ... 35

BAHAN DAN

METODE

... 44 Tempat dan Waktu ... 44

Bahan d m AIat ... 44

Metode Penelitian d m Pelaksanaan ... 44

Penelitian I . Uji Distinguish (D) ... 46

(176)

Penelitian

III

.

Uji Stability (S) ...

Penelitian IV . Uji Daya Saing ...

... Penelitian V . Uji Toleransi terhadap defisiensi 0 2

Pengamatan ...

HASIL ...

Uji Distinghuish (D) ... ...

Uji Uniformity (U)

. .

Uji Stablllty (S) ... Uji Daya Saing ...

Uji Toleransi Terhadap defisiensi 0 2 ...

PEMSAHASAN ... KESIMPULAN DAN SARAN ...

Kesimpulan ... ...

Saran

(177)

DAFTAR TABEL

Nomor :

-

Teks : Hafaman :

1. Rata - rata K s r dan

I<CT

Benih Penjenis pada berbagai 59

varietas (Uji Lapang)

2. Rata - rata Jumlah anakan dan jumlah anakan produktif

Benih Penjenis pada berbagai varietas

3. Rata

-

rata jumlah butir per malai, berat 1000 butir dan produksi 63

per hektar Benih Penjenis pada berbagai varietas

4. Keseragaman varietas pada masing-masing perlakuan dengan tolok ukur tinggi tanaman

5 . Keseragaman varietas pada masing-masing perlakuan dengan tolok ukur jumlah anakan produktif

6 . Keseragaman varietas pada masing-masing perlakuan dengan tolok ukur panjang malai

7. Stabilitas varietas dengan tolok ukur daya tumbuh 72

8. Stabilitas varietas dengan tolok ukur spontanitas tumbuh 73

9. Stabilitas varietas dengan tolok ukur kecepatan tumbuh 73

10. Stabilitas varietas dengan tolok ukur jumlah anakan per rumpun

1 1 . Stabilitas varietas dengan tolok ukur jumlah anakan produktif per rumpun

12. Stabilitas varietas dengan tolok ukur jumlah butir per malai

13. Stabilitas varietas dengan tolok ukur produksi hektar-' 77

14 Rata - rata

KSP

dan KC= berbagai varietas pada berbagai 79

Kelas Benih (Uji laboratorium)

(178)

Nomor : T A : Halaman :

16. Jumlah anakan Benih Penjenis pada berbagai varietas, jurnlah benih per lubang dan jarak tanam

17. Jumlah anakan produktif Benih Penjenis pada berbagai 83 varietas, jumlah benih per lubang dan jarak tanam

18. Produksi hektar " Benih Penjenis pada berbagai varietas, 85

jumlah benih per lubang dan jar& tanarn

19. Nilai delta (dalam indeks) Benih Pokok pada berbagai varietas, 86

jumlah benih per lubang dan jarak tanam

20. Kompilasi unsur DUS, daya saing dan toleransi varietas 89 terhadap defisiensi Oksigen pada berbagai tolok ukur

Nomor Halaman:

1. Deskripsi Varietas Padi Gogo 1 I4

2. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap

spontanitas tumbuh (Oh) 118

3. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap kecepatan tumbuh (YO)

4. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap

jumlah anakan per rumpun 118

5. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap

jumlah anakan produktif per rurnpun 119

6 . Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap

jumlah butir per malai 119

7. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap berat 1000 butir (kg)

(179)

Nomor Halaman:

9. Selang kepercayaan tolok ukur tinggi tanaman (cm) pada setiap kombinasi jarak tanam dan jumlah benih perlubang pada

masing-masing varietas 121

10. Selang kepercayaan tolok ukur jumlah anakan produktif pada setiap kombinasi jarak tanam dan jumlah benih perlubang pada

masing-masing varietas

Selang kepercayaan tolok ukur panjang malai (cm) pada setiap kombinasi jarak tanam dan jumlah benih perlubang pada masing-masing varietas

Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur daya tumbuh (%) pada masing-masing varietas

Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur spontanitas tumbuh (Oh) pada masing-masing varietas

Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur kecepatan tumbuh (%) pada masing-masing varietas

Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan toIok ukur jumlah anakan pada masing-masing varietas

Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur jumlah anakan produktif pada masing-masing varietas

Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur jumlah butir per malai pada masing-masing varietas

Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur produksi hektar -'(kg) pada masing-masing varietas

Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V), kelas benih (K) dan interaksinya terhadap spontanitas tumbuh (%)

(Uji Laboratorium)

Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas

(V),

kelas benih (K) dan interaksinya terhadap kecepatan tumbuh (% per etmal)
(180)

Nomor Halaman: 2 1. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas

(V),

jumlah benih per 128

lubang (J3) dan jar& tanam

(J)

dan interaksinya terhadap tolok ukur tinggi tanaman (cm)

22. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V), jumlah benih per 1 2 9

lubang (B) dan jarak tanam

(J)

dm interaksinya terhadap tolok ukur jumlah anakan

23. Sidik ragam pengamh faktor-faktor varietas (V), jumlah benih per 1 3 0

lubang (B) dan jar& tanam (J) dan interaksinya terhadap tolok ukur jumlah anakan produktif

24. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V), jumlah benih per 1 3 1

lubang (B) dan jar& tanam (J) dan interaksinya terhadap tolok ukur produksi hektar

-'

(kg)

25. Nilai delta Benih Pokok pada berbagai varietas, jumlah benih 132

per lubang dan jarak tanam

26. Analisis harga Anjuran Benih Dasar Var. Jatiluhur 1 3 3

DAFTAR GAMBAR

Nomor :

-

Teks : Halaman :

1. Mesin Pengusangan Cepat (MPC

-

IF'B 77-1M) 3 1

2. Sistem Industri Benih 37

3. Bagan Penelitian Langkah Komersialisasi Benih dengan 45 Prinsip DUS

(181)

PENDAHULUAN

Latar Belakanp

Pengembangan areal padi gogo adalah salah satu upaya yang sangat penting

dalam menghadapi krisis pangan dan impor beras secara besar-besaran pada satu

tahun terakhir ini dan bahkan untuk selanjutnya dapat mengembalikan posisi

Indonesia sebagai negara swasembada beras (Solahudin, 1998).

Padi gogo adalah jenis padi yang ditanam di lahan kering yang mengandalkan

sumber airnya dari air hujan dan merupakan salah satu budidaya padi di Indonesia

yang memiliki prospek cerah dalam pengembangannya. Hal ini sebagai akibat dari

semakin menyempitnya lahan sawah yang menjadi lahan pertanian utama dalam

budidaya padi.

Sumbangan padi gogo terhadap produk padi nasional masih sangat rendah.

Namun demikian padi gogo ternyata ditanam hampir di selumh propinsi di Indonesia.

Banyak daerah yang kebutuhan pangannya tergantung pada padi gogo, seperti pada

daerah-daerah transmigrasi lahan kering dan daerahdaerah datar maupun ber-

gelombang yang tidak mungkin memperoleh air irigasi. Propinsi yang mempunyai

luas areal padi gogo melebihi 50% total areal panen padi adalah Kalimantan Timur

dan Maluku. Riau, Jambi, Lampung, Dl Yogyakarta, N l T , dan Kalimantan Barat, sedangkan Kalimantan Tengah mempunyai luas areal padi gogo 25 - 49 %, dan

propinsi lainnya mempunyai areal panen padi gogo kurang dari 25% (Basyir,

Punarto, Suyamto dan Supriyatin, 1995).

Potensi lahan kering yang selama

ini

belum diusahakan seluas 7.40 juta
(182)

Tanaman Pangan dan Hortikultura, rencana pengembangan padi gogo sampai pada

tahun 1998 akan mencapai 400.000 hektar dan akan bertambah dengan adanya

program transmigrasi (Kahar, 1995). Menurut Solahuddin (1 998), rata-rata

produktivitas padi gogo lahan kering hanya sekitar 2 07 ton

ha",

masih di bawah padi sawah sebesar 4.28 ton ha-' dan berdasarkan Angka Ramalan III maka luas areal panen padi gogo akan mencapai 1.2 juta ha dengan hasil rata - rata 2.17 ton ha-'.

Pengembangan areal padi gogo sebagai upaya alternatif untuk swasembada

beras, menghadapi banyak kendala. Pennasalahan yang jauh lebih komplek pada

pengusahaan padi gogo di banding padi sawah menyebabkan produktivitas padi gogo

lebih rendah dibanding padi sawah. Kendala utama budidaya padi gogo yang di-

usahakan di lahan kering yang marjinal adalah ketersediaan air yang tergantung pada

curah hujan, kondisi fisik tanah dan tingkat kesuburan yang kurang menguntungkan. Kendala tersebut menyebabkan kebutuhan benih padi gogo lebih besar

dibanding padi sawah. Selain dibutuhkan benih dalam jumlah yang lebih banyak,

maka untuk menghadapi kondisi yang suboptimum tersebut juga dibutuhkan benih

dari

varietas unggul yang bermutu tinggi baik mutu genetik, fisiologi maupun mutu fisik.

Untuk memenuhi kebutuhan benih dalam jumlah dan mutu yang terjamin

maka dibutuhkan industri b e ~ h yang berorientasi pada mum produk secara ketat. Dalam

ha1

ini benih telah menjadi suatu produk teknologi yang dalam proses

produksinya memerlukan teknologi maju.

(183)

sebab itu pada awal Pelita I yaitu pada tahun 1971 banyak usaha pemerintah untuk membangun perbenihan khususnya padi. Selain mengeluarkan berbagai bentuk

Peraturan Pemerintah, pemerintah membangun Perusahaan Umum Sang Hyang Sen

dan BPSB.

Pengadaan benih merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari persiapan

penanaman benih sarnpai benih dihasilkan dan siap untuk disalurkan kepada

konsumen. Untuk memenuhi kebutuhan benih yang bermutu baku yang baik dan

tejamin, diperlukan suatu program kegiatan yang sistematis dan terorganisir mulai

dari tingkat pemulia tanaman yang menghasilkan Benih Penjenis sampai pada benih

tersebut dapat dimanfaatkan oleh petani yang dikenal sebagai Benih Sebar.

Menurut UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Anonim, 1992 b), pemuliaan merupakan rangkaian pekerjaan yang meliputi

mempertahankan keunggulan mutu varietas yang telah didapat dan dapat men-

ciptakan varietas baru yang lebih unggul. Atas dasar pengertian ini, pemulia tanaman

harus mempunyai orientasi agar varietas unggul yang dihasilkan dapat menjadi

varietas yang dapat dikomersialkan.

Benih varietas komersial berarti bahwa varietas yang dihasilkan harus secara

terus menerus dapat ditingkatkan keunggulannya sehingga dapat memberi nilai

tambah bagi industri benih maupun konsumen benih. Benih varietas komersial

diharapkan mampu menyediakan produk yang memiliki daya saing tinggi sehingga

dapat memanfaatkan peluang pasar yang culcup luas baik pasar domestik maupun

pasar luar negeri. Hal tersebut selanjutnya akan menjadi peluang dan pendorong bagi

(184)

Benih unggul yang dihasilkan oleh pemulia tanaman adalah Benih Penjenis.

Benih Penjenis bukan obyek komersial. Untuk menjadikannya sebagai produk

komersial, upaya komersialisasi hams ditunjang oleh dua program yaitu Program

Sertifikasi Benih

(PSB)

dan Program Benih Dasar (PBD) yang saat ini belum berkembang (Sadjad, 1997).

Di Indonesia, program sertifikasi sudah ada dan ditunjang oleh perundangan

dan aparat yang sudah siap. Benih yang telah disertifikasi berarti benih yang diedar-

kan ke masyarakat sudah berada pada tingkatan komersial. Namun demikian, peng-

adaan benih padi yang sistem pengadaannya sudah cukup mantap, masih belum

mampu memuaskan konsumen benih. Hal ini disebabkan oleh adanya peredaran

benih yang mungkin kurang terawasi dengan baik atau mungkin juga karena proses

produksinya memang kurang memadai. Agar tujuan komersialisasi tersebut dapat

tercapai maka PSB yang telah ada harus ditunjang oleh PBD.

PBD merupakan program kerjasama antara pemulia tanaman yang meng-

hasitkan Benih Penjenis dengan teknolog benih yang mengupayakan perbanyakan

tanpa mengurangi nilai mutu genetik yang telah diupayakan menepati prinsip

Distinghushed, Unijormity clan Stability (DUS) dan menghasilkan mutu benih yang baik dan benar. Dengan demikian, PBD merupakan jembatan komersialisasi antara

Benih Penjenis yang produksinya di tangan pemulia tanaman, dengan Benih Dasar

yang produksinya di tangan produsen benih. Konsepsi PBD dalam pengadaan benih

sangat perlu untuk menghindari kegagalan yang umumnya mengalibikan benih

(185)

Pada kasus padi gogo khususnya, menghadapi areal lahan kering yang serba

marjinal, mutu benih harus menjadi perhatian sehingga pengadaannya harus di-

programkan dengan m a t . PBD seperti yang telah dijelaskan di atas, merupakan

suatu program yang penting guna menghasilkan benih dalam jumlah yang cukup

dengan mutu baku yang memenuhi kriteria DUS dan senantiasa berupaya meningkat-

kan nilai komersialnya.

Peningkatan nilai komersial berarti bahwa varietas baru yang dihasilkan oleh

pemulia tanaman idealnya berbeda dan lebih unggul dibanding varietas yang telah

ada. Peningkatan nilai komersial berdasarkan kriteria DUS dapat ditentukan secara

kuantitatif dalam PBD dengan mengembangkan tolok ukur yang sesuai dengan

kebutuhan konsumen. Selain kriteria DUS, pada kasus padi gogo kemarnpuan daya

saing dan toleransi terhadap d&siensi 0 2 dapat menjadi kriteria komersial yang akan

memberi nilai tambah bagi suatu varietas baru.

Kemampuan daya saing tanaman sangat dibutuhkan pada pertanaman padi di

lahan kering. Hal tersebut berkaitan dengan digalakkamya budidaya padi gogo tanpa

olah tanah (TOT) dan sistem tebar langsung (Tabela) maka persaingan antar tanaman

maupun antara tanaman dengan gulma menjadi kendala yang penting dalam budidaya

padi gogo ( h i s , 1995).

Menurut Sadjad (1995 a), dalam PBD perlu pula dicermati pengembangan

metodologi analisis benih. Sampai saat ini metode pengujian benih yang dikembang-

kan hanya sebatas viabilitas potensial yang dicerminkan oleh persentase kecambah

n o d dalam sistem pengujian yang medianya serba optimum. Menghadapi kondisi

(186)

memberi informasi lebih akurat yang lebih dapat mendekati kineja tanaman di

lapang. Sadjad (1994) telah mengembangkan metode pengujian viabilitas simulatif.

Informasi mum yang diperoleh dari pengujian viabilitas secara simulatif, diharapkan

dapat menjadi nilai tambah dan menjadi salah satu indikator komersial bagi benih

unggul yang dihasilkan oleh pemulia tanaman dan dapat menjadi pembeda antara

varietas yang dihasilkan.

Penggunaan uap etanol untuk pengujian vigor b e ~ h secara simulatif di-

kembangkan untuk tujuan pengujian tingkat ketahanan benih terhadap masalah

oksigen. Diasumsikan bahwa makin tahan benih tersebut terhadap penderaan etanol,

maka benih tersebut akan makin tahan terhadap kondisi pertanaman yang kekurang-

an oksigen.

Diketahui bahwa kendala utama pengembangan padi gogo adalah keter-

gantungan pada curah hujan. Hal ini berarti b e ~ h padi gogo harus disimpan dalam waktu yang cukup lama untuk menunggu musim tanam berikutnya. Menurut

informasi dari

Balai

Penelitian Tanaman Pangan Muara Bogor, beberapa varietas

padi gogo yang dikembangkan di Indonesia diantaranya Gajah Mungkur, Way

Rarem, Jatiluhur dan Kalimutu mempunyai daya simpan yang rendah. Hal ini menjadi kendala pada ketersedian benih padi gogo dalam ha1 jumlah, waktu dan mutu yang tepat pada saat dibutuhkan dan akan sangat merugikan produsen benih dan

konsumen. Untuk mempertahankan mutu benih tetap baik selama priode simpan,

diperlukan: 1) kondisi penyimpanan yang optimum dengan suhu dan

RH

terkontrOl

atau 2) dapat menciptakan suatu sistem sehingga tidak tercipta proses penyimpanan

(187)

Untuk menyiapkan kondisi optimum penyimpanan benih dalam junllah besar

dibutuhkan sarana teknologi maju yang membutuhkan investasi yang cukup besar.

Kenyataan bahwa kondisi penyimpanan benih di daerah tropik umumnya masih

sangat jauh dari kondisi penyimpanan yang diharapkan Benih padi gogo yang di-

hasilkan disimpan pada suhu dan

RH

yang tidak terkontrol. Kondisi penyimpanan

suboptimum tersebut berpengaruh negatif terhadap kualitas benih.

Realisasi cara kedua bisa dilakukan dengan menciptakan suatu sistem

pengadaan benih antar lapang yang dikenal sebagai Jalinan Arus Benih Antar Lapang

(JABAL). Sistem JABAL merupakan suatu sistem untuk mendapatkan benih, dimana dalam sistem tersebut benih tidak mengalami masa penyimpanan lebih dari tiga bulan

(Sadjad, 1981). Sistem pengadaan benih tersebut dapat dilakukan pada padi gogo

yang mempunyai daya simpan benih yang rendah yaitu dengan pengadaan benihnya

dilakukan di lahan sawah sebagai penanaman padi gadu di musim kemarau sambil

menunggu saat tanam padi gogo pada musim berikutnya. Pengadaan benih demikian

didasarkan pada pemikiran bahwa benih yang belum lama dipanen akan memiliki

vigor yang cukup tinggi dan bisa dijadikan benih untuk ditanam.

Pengujian benih padi gogo dengan penderaan etanol didasarkan pada pe-

mikiran bahwa produksi benih padi gogo yang dilakukan pada lahan sawah ke-

mungkinan dapat menimbulkan defisiensi oksigen

.

Letak benih yang terlalu dalam

yang mungkin disebabkan oleh terpaan hujan juga dapat menimbulkan defisiensi

oksigen. Padi gogo yang genetik bersifat adaptif untuk dibudidayakan pada lahan

kering dengan ketersedian oksigen yang tidak memasalah, mungkin pengusahaan di

(188)

dengan kondisi lahan kering. Perbedaan tersebut terutama pada penggenangan yang

menimbulkan lingkungan yang anaerob. Oleh karma itu dibutuhkan metode penguji-

an yang dapat memberikan informasi mengenai ketahanannya terhadap defisiensi

oksigen dan ha1 itu dapat menjadi salah satu indikator komersial benih unggul yang

dihasilkan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka diperlukan penelitian untuk melihat penerapan DUS dalam upaya komersialisasi benih dan pengembangannya dalam

PBD. Selain itu dilakukan penelitian kemampuan daya saing dan penggunaan peng-

ujian viabilitas simutatif untuk mengetahui tingkat toleransi benih terhadap

defisiensi 0 2 dan kemungkinannya sebagai pembeda tingkat komersial suatu varietas

unggul dengan varietas unggul lainnya.

Tuiuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menemukan tolok ukur yang spesifik dapat

digunakan untuk mengukur nilai komersial benih

-

kasus b e ~ h gogo Var. Gajah

Mungkur, Var. Kalimutu, Var. Jatiluhur d m Var. Way Rarem. Dengan demikian

maka prinsip DUS dapat diterapkan bagi peningkatan komersialisasi benih dan

(189)

Hipotesis

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini:

1. Varietas yang komersial memiliki karakter berbeda (distinguished) yang dapat

dideteksi melalui tolok ukur I&, I&, jumlah anakan, jumlah anakan produktif,

jumlah butir per malai, berat 1000 butir dan produksi

2. Tingkat keseragaman (U~ri)ormity) masing-masing varietas dapat dideteksi

melalui totok ulcur tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan panjang malai

3. Tingkat stabilitas (Stability) masing-masing varietas dapat dideteksi melalui uji

beda antar kelas benih masing-masing varietas dengan menggunakan tolok ukur

Vos, DT, KSP, KCT, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah butir per

malai dan produksi

4. Tingkat komersial antar varietas dapat dibedakan dengan daya saing varietas yang

dapat dideteksi melalui kepekaan masing-masing varietas terhadap jarak tanam dan jumlah benih per lubang yang ditanam dengan tolok ukur tinggi tanaman,

jumlah anakan, jumlah anakan produktif dan produksi

5. Tingkat komersial antar varietas dapat dibedakan melalui toleransi terhadap

(190)

TINJAUAN

PUSTAKA

Sistem Pengadaan benih

Sistem Pengadaan Benih Secara

LokaVTradisionaUNonformal

Benih adalah produk hari ini dan janji hari esok (Sadjad, 1993). Komposisi

genetik benih akan sangat menentukan nilai ekonomi dari tanaman tersebut. Menurut Louwaars and Marrewijk (1997), terdapat beberapa keunggulan genetik yang sangat

penting bagi petani adalah :

a). nilai produksi, diantaranya potensi dan stabilitas hasil. Stabilitas hasil menyangkut

toleransi tanaman terhadap cekaman biotik maupun abiotik yang umumnya terdapat

pada daerah marjinal seperti kekeringan, banjir, angin, hama penyakit, dan gulma.

b).nilai komsumsi, diantaranya bentuk, rasa, wama dan kesesuaiannya dengan

berbagai cara pengolahan .

c).nilai ekonomi seperti umur panen, ketahanan terhadap penyimpanan dan panjang-

nya periode panen.

Dalam pemilihan benih yang akan digunakan, petani berusaha menye-

imbangkan nilai-nilai tersebut

di

atas. Benih yang dapat menghindarkan dari berbagai

resiko merupakan pertimbangan utama dari sebagian besar petani.

Pengadaan benih secara nonformal dapat bersumber dari lahan petani sendiri maupun lahan milik petani lainnya. Menurut Louwaars (1996), petani menggunakan

benih yang berasal dari lahan milik petani lainnya berdasarkan beberapa per-

timbangan yaitu: jika pertanaman petani lainnya menunjukkan penampakan genetik

(191)

teknis tidak mampu untuk menghasilkan benih karena kegagalan pertanaman atau

karena keterbatasan penyimpanan. Sumber benih yang berasal dari luar lahan petani

dapat berasal dari teman, tetangga ataupun berasal dari petani lokal yang telah

dikenal oleh masyarakat setempat sebagai penyalur benih yang bermutu baik

(Wardell, 1993).

Secara nonformal juga dapat tercipta pasar benih lokal yang mempunyai ke-

lemahan karena pada umumnya sumber benih tidak diketahui dan kualitasnya sangat

bervariasi yang disebabkan terutama oleh kondisi penyimpanan dan kemasan yang

tidak memenuhi syarat.

Pengadaan benih secara nonfonnal pada jenis tanaman yang produk untuk

benih sama dengan produk untuk konsumsi biasanya dilakukan dengan menyimpan

sebagian dari hasil panen atau harm mengambil dari sumber Lain jika petani lebih

memilih produk mereka untuk konsumsi.

Menurut Louwaars (1997), terdapat beberapa cara petani dalam menyeleksi

benih yaitu: a). mengusahakan produksi benih secara terpisah dengan pertanaman

untuk konsumsi dan dilakukan roguing selama musim tanam; b). melakukan seleksi

pada pertanaman produksi dan dilakukan seleksi sepanjang musim tanam; c). seleksi

dilakukan pada pertanaman produksi pada saat menjelang panen ; d). seleksi dilaku-

kan setelah panen, sehingga seleksi terbatas hanya pada karakteristik benih

dan

e).

pengambilan secara acak dari hasil panen. Seleksi yang dilakukan dengan cara a, b, c

dan d secara normal kemungkinan tidak akan mempengaruhi potensial hasil tetapi

dapat secara nyata berpengaruh terhadap stabilitas hasil karena tingkat heterogenitas

(192)

Penyimpanan benih merupakan masalah serius pada sistem pengadaan benih

nonformal. Pada umumnya petani menyimpan benih di dapur dengan harapan asap dari dapur dapat mencegah gangguan hama dan kemungkinan dapat mengatur

kelembaban udara di sekitarnya. Sistem Pengadaan Benih Formal

Sistem pengadaan benih secara formal adalah sistem yang memproduksi

benih bersertifikat dan memenuhi standar mutu benih yang telah ditetapkan oleh

pemerintah. Pemulia tanaman yang menghasilkan varietas, merupakan mata rantai

yang sangat penting &lam sistem pengadaan benih secara formal. Kegiatan pemulia-

an terdiri atas tiga kegiatan utama yaitu pemuliaan tanaman, pelepasan varietas dan

menjaga identitas

dan

kemumian varietas (Anonim, 1996). Varietas yang seragam

merupakan hasil dan tujuan dari pemuliaan tanaman yang modem.

Penanganan benih merupakan suatu rangkaiaan kegiatan yang dimulai dari

pemulia tanaman yang menghasilkan varietas dan akhirnya sampai kepada petani

sebagai konsumen benih varietas tersebut. Pemuliaan tanaman yang baik tidak akan

mencapai hasil yang maksimum tanpa tersedianya fasilitas penanganan benih yang

memadai mulai dari prosesing benih sampai pada kontrol kualitas .Varietas unggul

yang dihasilkan oleh pemulia tanaman akan sia-sia tanpa kerjasama yang baik dengan teknolog benih agar dihasilkan benih yang bersifat komersial dan sesuai dengan standar mutu yang diharapkan

.

Sektor pengadaan benih secara formal sangat dipengaruhi oleh berbagai

macam kebijakan mulai di lapang, pemasaran sampai pada legislasi. Sejak awal

(193)

padi yang dilakukan untuk program swasembada beras. Program ini didukung oleh berbagai program bantuan seperti subsidi, kredit, sampai bantuan murni kepada

petani.

Keberhasilan sistem perbenihan tersebut ditunjukkan dengan hasil yang nyata

yaitu bergesernya pemakai benih padi jenis lokal hasil produksi sendiri (saved seed)

ke produksi benih komersial varietas unggul nasional, dan me

-

ningkatnya produsen

benih padi swasta khususnya di Pulau Jawa dan Bali yang telah menyumbang hampir 20 sampai 30 persen produksi benih nasional. Namun demikian, walaupun tejadi

peningkatan pemakaian benih unggul bermutu tetapi sebagian besar petani masih

menggunakan benih hasil produksi sendiri. Menurut data dari BPSB, penggunaan

benih padi bersertifikat sampai pada tahun 1996 hanya mencapai 24% atau sekitar 50

863 ton (Rachrnadi ,1998).

Sistem Pengadaan Benih Gabungao

Sistem pengadaan benih gabungan adalah sistem pengadaan benih yang

mengkombinasikan sistem pengadaan benih formal dan nonformal (Louwaars and

Marrewijk, 1997).

Sistem pengadaan benih secara formal yang didukung oleh berbagai proyek

pengembangan d m kebijakan pemerintah, hanya dapat mensuplai sebagian kecil dari kebutuhan benih petani dan hanya untuk jenis tanaman yang sangat terbatas. Dilain

pihak, pengadaan benih secara nonformal yang berperan penting dalam domestikasi

tanaman dan pengembangan areal pertanaman mempunyai kemarnpuan yang sangat

terbatas bila tejadi perubahan yang cepat pada agro-ekologi ataupun kondisi sosial-

(194)

Menurut Louwaars (1996), Sistem Pengadaan benih secara formal terutama

pada daerah sedang berkembang, tidak dapat menjangkau kebutuhan benih secara

menyeluruh dan hanya dapat memenuhi kebutuhan benih petani kelompok tertentu.

Keterbatasan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan ekonomi. Sementara itu

pengadaan benih secara nonformal yang potensial mensuplai benih dalam jumlah

besar tetapi umumnya mengabaikan aspek kualitas. Penggabungan kedua sistem

pengadaan benih tersebut dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing me-

rupakan suatu pilihan yang penting.

Integrasi dari kedua sistem tersebut dapat berarti bahwa kelebihan dan ke-

kurangan dapat saling menutupi. Sebagai contoh, bila kualitas fisiologis menjadi

masalah pada sistem pengadaan benih nonformal maka dapat dilakukan usaha pe-

ningkatan pengetahuan mengenai persyaratan panen dan metode penyimpanan yang sederhana. Selanjutnya bila kebersihan benih yang menjadi masalah maka dapat

diterapkan penggunaan alat pembersih yang berskala kecil. Apabila mutu genetik

yang menjadi mamlah

maka

dapat dilakukan introduksi varietas baru pada percobaan

di daerah setempat. Apabila hasil produksi benih yang menjadi masalah maka

produksi benih dapat ditingkatkan dengan melibatkan kelompok petani. Bantuan

dana

secara langsung diberikan dan menerapkan standar sertifikasi yang lebih fleksibel untuk jangka waktu tertentu.

Pada Sistem pengadaan benih gabungan ini digunakan ahli pemulia tanarnan

dari

sistem pengadaan benih formal dan digabungkan dengan teknik produksi benih
(195)

Lembaga Penelitian dan bertujuan untuk pengembangan penelitian dan introduksi

varietas baru kedalam sistem pengadaan benih nonformal.

Kebijakan Perbenihan

Legislasi pengembangan perbenihan tidak terlepas dari UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 44 tahun 1995 tentang

Perbenihan Tanaman. Menurut Sadjad (1997), W merupakan tonggak arahan yang

oleh semua industri benih hams dituju. UU tersebut bersifat mendorong dan me- lindungi. Perlindungan ini diwujudkan bagi para konsumen benih berupa persyaratan

mum benih yang hams dipenuhi oleh industri benih, bahkan pelanggaran karma

kelalaian apalagi kesengajaan dalam mengedarkan benih yang mutunya tidak sesuai

dengan label &pat dipidana dengan ancaman hukuman penjara dan atau denda yang

sangat berat. Dengan UU tersebut benih sebarusnya merupakan komoditas yang

bernilai tinggi mengingat sanksi hukum atas pelanggarannya yang sangat berat. W

tersebut juga memberi perlindungan pada produsen benih yang benar.

Dalam W No. 12 tahun 1992 terdapat pasal

-

pasal yang bersifat melindungi

misalnya pasal 8 yang berbunyi: " Perolehan benih bermutu untuk pengembangan

budidaya tanaman dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas unggul dan latau

introduksi dari luar negeri".

Menurut Sadjad (1997), dengan adanya pasal 8 tersebut maka yang dikatakan

sebagai produsen benih bermutu adalah produsen yang menghasilkan benih melalui

(196)

akan mendapatkan benih yang berrnutu. Pasal ini merupakan perlindungan terhadap produsen dan konsumen benih.

Pada pasal9 ayat 1 ada patokan untuk penemuan varietas unggul yang harus

dilakukan melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Pasal ini berbunyi:" Penemuan

varietas unggul dilakukan melalui pemuliaan tanaman". Perundangan ini secara

spesifik lebih membatasi pengertian benih bermutu yang lebih menekankan pada

batasan mutu genetik. Untuk itu pemerintah harus terns menerus mendorong agar

industri benih meningkatkan teknologinya sebingga produksinya dapat digolongkan

benih bermutu.

Perkembangan awal penbangunan Kelembagaan Perbenihan pada Periode

Orde Baru dimulai tahun 1971. Pada tahun tersebut pemerintah membuat berbagai

keputusan yang berkaitan langsung dengan pembangunan bidang perbenihan seperti:

1). Pendirian Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi untuk bidang penelitian

dan pengembangan, khususnya yang berkaitan dengan penyediaan benih sumber, 2).

PendirianPerum Sang Hyang Seri untuk perbanyakan benih agar tersedia bagi petani

3). Pembentukan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) untuk mengawasi

produksi dan pemasaran benih. Selain itu, berdasarkan Keputusan Presiden No. 27

tahun 1971, dibentuk Badan Benih Nasional (BBN), dan lima bulan kemudian yaitu

pada bulan Oktober 1971 dikeluarkan Kepres No. 72 tahun 1971 tentang Pembinaan,

Pengawasan Pemasaran dan Sertifikasi Benih. Jadi sejak awal sistem pengadaan

benih di Indonesia oleh pemerintah telah diarahkan menggunakan sistem pengadaan

(197)

Sistem pengadaan benih nasional didukung oleh kelembagaan perbenihan,

mulai dari penciptaan varietas, seleksi varietas sampai dengan perbanyakan

dan

penyaluran benih.

Kelembagaan

I). Lembaga Penelitian

Beberapa Lembaga Penekitian bernaung di Departemen Pertanian, Perguman

Tinggi, LIPI, BATAN, BPTP

dan

lain-lain. Lembaga Penelitian tersebut b d n g s i melakukan pemuliaan tanaman, penelitian terhadap tanaman, budidaya tanaman,

herbisida, pestisida dan penyakit. Selain itu lembaga tersebut secara periodik melaku-

kan pelatihan dan kursus mengenai produksi benih. 2). BBN:

BBN dibentuk pada tahun 1971 dengan Kepres No. 27 tahun 1971. BBN

b h n g s i membantu Menteri Pertanian dalam merencanakan dan merumuskan kebijakan di bidang perbenihan.

Tugas badan ini adalah:

a). Merencanakan dan merumuskan peraturm-peraturan mengenai pembinaan

produksi dan pemasaran benih

b). Mengajukan pertimbangan-pertimbangan kepada Menteri Pertanian tentang pengaturan benih yang meliputi: i). Persetujuan untuk menetapkan atau menghapus

sesuatu jenis, varietas, kualitas benih; ii). Pengawasan mengenai produksi dan

pemasaran benih.

(198)

Tugas dari Tim Penilai dan Pelepasan Varietas adalah:

a). Merumuskan prosedur untuk penentuan penilaian, persetujuan pemasukan,

pelepasan dan penarikan kembali varietas-varietas tanaman dalam program pertanian.

b). Memberi nasihat teknis kepada BBN dalam bidang yang berhubungan dengan

persetujuan tentang pelepasan varietas atau penarikan kembali varietas yang telah di

tentukan.

c). Menyusun dafiar varietas-varietas yang telah diresmikan penyebarannya.

Tugas dari Tim Pembina Pengawasan dan Sertifikasi adalah:

a). Merumuskan kebijakan umum tentang pengawasan pemasaran, sertifikasi dan

pelaksanaannya.

b). Merumuskan peraturan dan prosedur terperinci untuk melaksanakan pembinaan,

pengawasan dan sertifikasi benih apabila diminta oleh Menteri Pertanian

c). Merumuskan kebijakan perbe~han lainnya yang berhubungan dengan per-

kembangan berbagai unsur program b e ~ h dan aktivitas yang berhubungan.

Dalam undang-undang yang baru (UU No. 12/1992 rnaupun PP No. 44/1995),

BBN tidak tercantum lagi. Sampai saat ini BBN masih ada tetapi tidak berperan secara utuh sesuai dengan tugas semestinya (Anonim, 1996).

3)- Penangkar, Pehgang

dun

Disttibutor Benih

Keterlibatan Pemerintah dalam sistem produksi benih adalah mendukung

petani dengan tidak sepenuhnya menyerahkan produksi benih pada produsen benih

swasta. Dengan demikian, produksi B e ~ h PenjeNs dan Benih Dasar merupakan

(199)

Lembaga Perbenihan yang ada di daerah diklasifikasi dalam 3 level yang berbeda

yaitu Balai Benih Induk (BBI), Bdai Benih Utama (B

Gambar

Gambar 1. Mesin Pengusangan Cepat ( W C  - IPB 77-1 M)
Gambar 2. Sistem Industri Benih
Gambar 3 memperlihatkan berbagai pengujian DUS antar varietas dan dalam
Gambar 3. Bagan Penelitian langkah komersialisasi benih dengan prinsip DUS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Introduksi berbagai benih varietas unggul nasional yang dianggap memiliki potensi produktivitas tinggi untuk menggantikan varietas lokal ternyata bukan hanya berdampak pada

Dalam hal ini, Satuan Polisi Pamong Praja kota Parepare membantu kepala daerah yaitu walikota parepare dalam hal Pembinaan dan Pengawasan dalam mewujudkan kawasan

Pada umumnya ukuran smartcard yang digunakan adalah 8 KB dan 16 KB.Untuk sistem yang menggunakan pasangan kunci privat dan publik membutuhkan smartcard dengan

Oleh karena itu, Tim Pengabdian pada Masyarakat menyelenggarakan pelatihan akuntansi dan keuangan dasar ini untuk para anggota BMT BISS dengan harapan dapat memberikan ilmu

Pencatatan perkawinan merupakan bagian dari perlindungan hukum bagi perempuan dan anak di kota Mataram, perlindungan hukum yang dimaksud dapat dilihat dari tata cara dan

1) Langkah-langkah menerapkan metode eksperimen melukis pada media telanan yaitu pertama siswa memutuskan objek yang akan dilukis lalu guru menjelaskan cara memilih

Pembacaan aktivitas antimikroba yaitu dengan cara diukurnya zona bening yang muncul disekitar sampel edible film pada cawan petri dan dikur menggunakan jangka

Dapat diilustrasikan bahwa provinsi-provinsi pada kuadran IV, dengan kondisi angka persentase pemenuhan pemberian ASI yang besar memang dapat menurunkan prevalensi baduta