PROGRAM BENIW DASAR
SEBAGAI PUSAT PENGEMBANGAN
K O M E R S I A L l s A S l BENIH P R O D U K T E K N O I ~ O G I
(Kasars
Benih Padi Gogo)
P R O G R A M PASCASAWJANA
INSTITUT
PERTANIAN B O G O R
SUMMARY
SYATRlANTY AND1 SYAIFUL. Foundation Seed Program to be a Developing Centre for the Commercialization of Technologically Produced Seed - Case of
Upland Rice Seed (Under supervision of SJAMSOE'OED SADJAD as Chairman, SYARIFUDIN BAHARSJAEI, RJSTIKA S. BAHARSJAH, ED1 GUHARDJA, and FAIZA C. SUWARNO each serves as member).
The research consists of 5 (five) experiments, i.e. first, concerning the
Distinguish (D) criteria among upland rice varieties: Gajah Mungkur, Kalimutu,
Jatiluhur and Way Rarem by measuring the spontaneity of seedling growth (KsP),
seedling growth rate
0,
tillers number,
productive tillers number, grains numberper panicle, 1000 - seed weight and yield. Second, concerning the Uniformity (U) criteria of each variety by measuring the uniformity of plant height , productive
tillers number, and panicle length. Third concerning the stability (S) of each variety
The Third experiment consists of experiment A comparing Breeder Seed and
Foundation Seed of each variety (field experiment) by measuring the seedling
growth capacity (DT), KSP, &T, tillers number , productive tillers number, grains
number per panicle and yield; and experiment B comparing Breeder Seed,Foundation
Seed, Foundation Seed after 6 months storage and Stock Seed (Laboratory
experiment) by measuring the storability vigor ( V d , KSP and Kcr. Fourth ,
observing the competitive ability by measuring the plant height, tillers number ,
productive tillers number, grains number per panicle and yield. Fifth, observing the
The objective of this research is to find the quantitative measurement of
commercial criteria specificly of upland rice varieties: Gajah Munglcur, Kalimutu,
Jatiluhur and Way Rarem based on DUS principle applicable for the Foundation
Seed Program.
The result of the research indicates that first, the tillers number can perform
the distinguishness (D) about 83.33 % among varieties as a commercial criteria
being considered for the four varieties. KSP.
KCT
and productive tillers number arealso sufficiently indicating 50.00 % their difference among varieties
,
whereas thegrains number per panicle, 1000 - seed weight and yield cannot be applied to notify
the distinguishness of one varieties to the others.
The Uniformity
(U)
in growth of each variety which is supposed to benoticeable for their commercial identity cannot be identified through their
homogenity of plant height, productive tillers number and panicle length. Therefore,
the four varieties: Gajah Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur and Way Rarem are less
commercial i?om the uniformity point of vieuw.
DT,
K p , KCT,
tillers number , productive tillers number, grains number perpanicle and yield ( field experiment) and VDS,,, KSP and
K m
( Laboratory experiment),can be applied for determining stability (S) performance of the four varieties,
although each measurement indicates varying susceptability. The Jatiluhur variety
has the highest rate of stability followed by Kalimuty Way Rarem and Gajah
Mungkur as the lowest.
The competitiveness among individual plant by varying planting distances
height, tillers number
,
productive tillers number, grains number per panicle andyield,
so
that the four varieties: Gajah Mungkur , Kalimutu , Jatiluhur and WayRarem are not commercial enough as far they are detected by their competitiveness.
Delta Value parameter to detect the 0 2 deficiency tolerance of each varieties
indicates only 38.89% effective applicable to be an indicator for commercial criteria
since it is determining on seed vigor bases.
Foundation Seed Program (FSP) is required to perform seed being more
commercial. FSP will continuously develop commercial parameters and their specific
measurement to make seed more become attractive to the consumers. These
commercial parameters will than be of significant input to plant breeders in creating
new commercial varieties.
It is suggested that FSP for other plant commodities DUS principle has to be
held, and continuous effort should be made to develop commercial parameters
RINGKASAN
SYATRIANTY AND1 SYAIFUL
.
Program Benih Dasar sebagai Pusat Pengembangan Komersialisasi Benih Produk Teknologi - Kasus Benih Padi Gogo(Dibawah bimbingan SJAMSOE'OED SADJAD sebagai ketua, SJARIFUDIN BAHARSJAH, JUSTIKA S. BAHARSYAEI, ED1 GUHARDJA, dan FAUA C. SUWARNO masing-masing sebagai anggota).
Penelitian terdiri atas 5 percobaan, yaitu penelitian
L
adalah menentukantingkat Distinghish @) antara pa& gogo Var. Gajah Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur
dan Way Rarem dengan menggunakan tolok ukur KSP, KCT, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah butir per malai, berat 1000 butir dan produksi hektai'.
Penelitian
II
adalah menentukan tingkat Uniformity (U) masing-masing varietasdengan tolok ukur keseragaman tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan
panjang malai. Penelitian 111 adalah menentukan tingkat Sfahilify (S) masing-masing
varietas. Penelitian I11 terdii atas dua percobaan, yaitu percobaan A adalah mem-
bandingkan Benih Penjenis dengan Benih Dasar dari inasing-msing varietas
(Percobaan Lapang) dan tingkat stabifity dideteksi dengan tolok ukur DT,
KSP,
KCT,
jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah butir per malai, dan produksi ha-' ;
dan percobaan B adalah membandingkan Benih Penjenis, Benih Dasar, Benih Dasar
yang telah disimpan selama 6 bulan dan Benih Pokok (Perwbaan Laboratorium) dan
tingkat stability dideteksi dengan tolok ukur VDS, KSP,
dan
Km. Penelitian IV adalah melihat tingkat daya saing varietas yang dideteksi dengan tolok ukur tinggitanamaq, jumlah anakan, jumlah anakan produlctif, dan produksi hi'. Penelitian V
adalah melihat perbedaan tingkat toleransi varietas terhadap defisiensi 0 2 dengan
menggunakan tolok ukur Nilai Delta.
Tujuan penelitian adalah menemukan tolok
ukur
yang spesifik dapatMungkur, Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem. Dengan demikian maka prinsip DUS
dapat diterapkan bagi peningkatan komersialisasi benih dan tingkat komersialnya
dapat dinilai secara kuantitatif dalam PBD.
Hasil Penelitian I menunjukkan bahwa antar padi gogo Var. Gajah Mungkur,
Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem tolok ukur jumlah anakan dapat digunakan
untuk mendeteksi unsur dislinguish @) sebesar 83.33 %, sehingga dapat digunakan
sebagai kriteria komersialisasi untuk varietas padi gogo tersebut. KSP,
KCT
dan jumlah anakan produktif dapat mendeteksi unsur distinguish @) masing-masingsebesar 50.00 %, juga cukup baik digunakan sebagai tolok ukur komersialisasi,
sedangkan jumlah butir per malai, berat 1000 butir dan produksi tidak dapat
dijadikan tolok ukur karena tidak dapat mendeteksi varietas yang berdaya komersial
terbaik diantara Var. Gajah Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem.
Sebagai salah satu kriteria komersial, unifomiy O J ) perlu ditonjolkan.
Tingkat Uniformity pada empat varietas tersebut tidak dapat dideteksi perbedaannya
dengan tolok ukur keseragaman tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan
panjang malai, sehingga daya komersial terbaik antara Var. Gajah Mungkur,
Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem tidak terdeteksi berdasarkan kriteria ungoormity
dengan tolok ukur tersebut.
Tolok ukur DT, KSP, KC=, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah
butir per malai, produksi ha
-'
( tolok ukur uji Lapang), VDS, &P, danI
&
(tolok ukur uji Laboratorium) mempunyai tingkat kepekaan yang berbeda dalam mendeteksitingkat stability pada varietas yang diuji. Walaupun demikian, tolok ukur-tolok ukur
tersebut dapat digunakan mendeteksi siability (S) Var. Gajah Mungkur, Kalimutu,
Jatiluhur dan Way Rarem. Dengan 10 tolok ukur tersebut diketahui tingkat stability
70.00 %, Var. Way RaTem sebesar 60.00 % dan terendah Var. Gajah Mungkur
dengan tingkat stability sebesar 40.00 %.
Tingkat daya saing antar individu masing - masing varietas dengan variasi
jarak tanam dan jumlah benih per lubang yang dideteksi melalui tolok ukur tinggi
tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif dan produksi ha-' hanya berbeda
masing-masing berturut-twut sebesar 30.56 %, 27.78 %, 8.34 % dan 2.78 % atau
rata-rata 17.37 %
.
Oleh sebab itu, sampai pada batas variasi jarak tanam dan jumlahbenih per lubang yang dicoba, tolok ukur tersebut tidak dapat digunakan sebagai
kriteria komersial antar Var. Gajah Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem. Tingkat kepekaan tolok ukur Nilai Delta hanya sebesar 38.89 % dalam mem-
bedakan tingkat toIeransi varietas terhadap defisiensi 0 2 . Namun demikian, tolok
ukur tersebut cukup baik digunakan sebagai tolok ukur komersial bagi Var. Gajah
Mungkur, Kalimutu, Jatiluhur dan Way Rarem karena telah dapat menentukan
tingkat vigor benih masing-masing varietas dalam variasi jarak tanam dan jumlah
benih yang dicoba.
Penelitian menunjukkan bahwa untuk tujuan komersialisasi suatu varietas
dibutuhkan PBD. PBD
akan
terus-menerus berupaya mengembangkan kriteriakomersial secara kuantitatif dengan tolok ukur spesifik yang berorientasi kepada
kebutuhan konsumen pemakai benih. Tolok ukur komersial tersebut akan menjadi
masukan yang penting bagi pemulia tanaman guna penciptaan varietas baru.
Disarankan agar upaya komersialisasi dalam PBD untuk komoditi lain tetap
berpegang pada prinsip DUS, dan terus-menerus berupaya mengembangkan tolok
ukur komersial yang berfokus pada karakter masing-masing komoditi dan ekotipe
DAFTAR SIMBOL
AOS A BBI BBN BBP BBU BPSB BS DB DT DUS ES FS ISTA &T KSP KST Nilai D PBD (FSP) PSBS
S
VDS
vg
VKT
VP
= Association of Official Seed Analysts
= Balai Benih Induk
= Badan Benih Nasional
= Balai Benih Pembantu
= Balai Benih Utama
= Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih
= Breeder Seed (Benih Penjenis)
= Daya Berkecambah
= Daya Tumbuh
= Distinguish, Unflormity
cian
Stability= Fxtenfion Seed (Benih Sebar)
= Foundation Seed (Benih Dasar)
= International Seed Testing Association
= Kecepatan Tumbuh
= Spontanitas Tumbuh
= Keserempakan Tumbuh
= Nilai Delta
= Program Benih Dasar (Frnndation SeedProgram)
= Program Sertifikasi Benih
= Stock Seed (Benih Pokok)
= Vigor Daya Simpan
= Vigor
= Vigor Kekuatan Tumbuh
GLOSARI
Benih Penjenis atau Breeder Seed (BS)
Distinghuish (D)
Daya Berkecambah (DB)
Daya Tumbuh (DT)
Kecambah Normal Kuat
Kecepatan Tumbuh (KcT)
Komersialisasi benih
Lot benih
Mutu benih
Mesin Pengusangan Cepat ( W C >
= Benih yang digunakan untuk pertanaman produksi benih
= Salah satu kriteria komersialisasi benih varietas baru
yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan yang jelas antar varietas yang telah ada dibanding varietas baru yang &an dilepas.
= Tolok ukur viabilitas benih yang memprakirakan parameter Viabilitas Potensial lot benih, diukur dengan persentase kecambah normal.
= Tolok ukur viabilitas benih untuk parameter Viabilitas Potensial bib'it yang diindikasikan oleh pertumbuhan
normal bibit di lapang.
= Kecambah yang tumbuh normal yang dipilah atas
kinerja tumbuh yang kuat dari yang kurang kuat.
= Suatu tolok ukur dari parameter Vigor Kekuatan Tumbuh yang diukur dengan jumlah tambahan per- kecambahan setiap hari atau etmal pada kumn waktu perkecambahan.
= Menjadikan benih komoditi komersial yang dicirikan 1) secara terus-menerus ditingkatkan keunggulannya 2) mempunyai standar mutu dan
3) merupakan cerminan dari suatu lot benih
= Sejumlah benih yang berasal dari pertanaman yang sama, sevarietas, pengelolaannya sama, dan diolah dengan kondisi yang sama pula.
= Mutu yang disandang oleh benih yang mencakup mutu fisik, fisiologi, dan genetik.
Nilai Delta (Nilai D) = Nilai selisih Vp clan Vg atau jabarannya yang di- gunakan untuk mengukur vigor benih dalam dimensi waktu.
Pelepasan varietas = Proses pemberian izin bagi suatu varietas benih untuk diedarkan di masyarakat.
Sertifikasi benih = Proses pemberian sertifikat kepada suatu lot benih yang menginformasikan mutu benih yang dikomersialkan.
Spontanitas Tumbuh (KsP) = Suatu tolok ukur dari parameter Vigor Kelcuatan
Tumbuh atas dasar persentase kecambah normal yang tumbuh merata pada suatu waktu tertentu, diantara waktu pengamatan pertama dan kedua dalam Uji Daya Berkecambah.
Stability (S) = Salah satu kriteria komersialisasi benih varietas baru
yang ditunjukkan oleh tidak terjadinya perubah-an sifat meskipun benih tersebut diperbanyak pada tingkat kelas
benih yang lebih rendah.
Uniformity (U) = Salah satu kriteria komersialisasi benih varietas baru yang ditunjukkan oleh keseragaman varietas tersebut baik secara genetik maupun fenotipik
.
Viabilitas benih = Daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalarn
fenomena pertumbuhannya, gejala metabolisme, kine q a kromosom atau garis viabilitas.
Viabilitas potensial (Vp) = Parameter viabilitas lot benih yang menunjukkan
kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi lapang produksi yang optimum.
Vigor Daya Simpan (VDS ) = Parameter viabilitas lot benih yang menunjukkan vigor benih pada kurun waktu Periode
II
atau PeriodeSimpan.
Vigor Kekuatan Tumbuh = Parameter vigor lot benih yang menunjukkan
(VKT) kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi Iapang yang suboptimum.
PROGRAM BENIH DASAR
SEBAGAI PUSAT PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI
BENIH PRODUK TEKNOLOGI
(Kasus Benih Padi Gogo)
Oleh:
SYATRIANTY A. SYAIFUL
AGR.
94514
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam itmu-ilmu pertanian
pada
Program Pascasarjana Institut Pertauian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Disertasi : PROGRAM BENDB DASAR SEBAGAI PUSAT
PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI BENIH PRODUK TEKNOLOGI (Kasus Benih Padi Gogo)
Nama Mahasiswa : Syatrianty A. Syaiful
Nomor Pokok : 94514
Program Studi : Agronomi
Menyetujui
I. Komisi Pembimbing
Prof. Dr I r Sjamsoe'oed Sadjad,MA Ketua
- 1
Prof. Dr Ir Sjarifudin Baharsjah, MSc Prof. Dr I r ~ u k k a S. Baharsjah, MSc
Anggota Anggota
Prof. Dr I r Edi Guhardja, MSc Anggots
2. Ketua Program Studi Agronomi
Dr I r Sudirman Yahya
,
MScDr I r Faizc C. Suwarno, MS Anggota
RIWAYAT
HIDUP
Penulis diiahirkan di Kotamadya Ujung Pandang pada tanggal 24 Maret 1962
dari Ibu Hj. St. Djohanis dan Ayah H. Andi Syaiful Sinrang sebagai anak kedua dari
enam bersaudara.
Pada tahun 1981 lulus SMA Pembangunan
IKIP
Ujung Pandang, kemudianmetanjutkan ke Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Ujung Pandang dan lulus
sebagai Sarjana Pertanian pada tahun 1986.
Pada tahun 1992 memperoleh gelar Magister Sain di bidang Produksi Tanam-
an dari Universitas Gadjahmada, Yogyakarta melalui beasiswa dari TMPD.
Mulai terdaftar sebagai mahasiswa S-3 di Program Pascasaijana IPB pada
bulan September 1994 rnelalui beasiswa TMPD.
Sejak tahun 1987 sampai saat ini penulis mengabdi sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Ujung
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga dapat menyeiesaikan beban kuliah, penelitian hingga
selesainya Disertasi ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-
tulusnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof Dr Ir. Sjarnsoe'oed Sadjad, MA. Sebagai Ketua Komisi Pembimbing; Prof
Dr Ir. Sjarifuddin Baharsjah; Prof Dr Ir. Justika S. Baharsjah, Prof Dr Ir. Edi
Guhardja, Dr Ir Faizah C. Suwamo dan Dr Ir Zainuddin Harahap, Apu (alm.)
masing-masing sebagai Anggota yang telah rnernberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai dengan penyelesaian
Disertasi ini.
1. Rektor, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
-
Universitas Hasanuddin. Demikian pula kepada Rektor Institut Pertanian Bogor,
Direktur Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dan Ketua Program
Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada penulis selama mengikuti program pendidikan S-3 di Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
2. Ketua Program TMPD, Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin Ujung
Pandang, Yayasan Pendidikan Latimojong Sulawesi Selatan, Yayasan
Supersemar Jakarta dan PT. Bosowa Jakarta, yang telah memberikan bantuan
3. Pemulia Tanaman, Teknisi dan Staf Balai Penelitian Tanaman Pangan, Muara
Bogor yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.
4. Staf pengajar dan karyawantkaryawati Laboratoriwn Ilmu dan Teknologi Benih
IPB atas segala bantuannya.
5. Ayahanda H. Andi Syaiful Sinrang dan Ibunda Hj. St. Djohanis. A.S, Kakak
Sjamsu Djohan, SE .MS dan Ir. Eny Rosamah, MSc., Adik Ir. Andi Masturi
Syaiful, Ir. Andi Zulfikar Syaiful, dr. Andi Indriaty Syaiful, S Ked. dan Ir. Fajri Djufii, dan Dra. Andi Rismaniswaty Syaiful, Apt., dan segenap keluarga yang telah banyak memberikan pengorbanan, pengertian dan doa hingga selesainya
studi ini.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak
yang telah banyak membantu sampai penulis dapat menyelesaikan studi ini.
Akhirnya diharapkan informasi yang terntang dalarn Disertasi ini dapat
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Juni 1999
DAFTAR
IS1
Halaman :
DAFTAR IS1 ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang ... 1
. .
Tujuan Penelltian ... 8
Hipotesis ... 9
TEVJAUAN PUSTAKA ... 10
Sistem Pengadaan Benih ... 10
Kebijakan Perbenihan ... 15
Mutu Benih ... 21
Analisis Vigor Benih Yang Dapat Dikembangkan ... 25
Perangkat Keras dan Lunak Vigor Simulatif ... 29
Program Benih Dasar ... 32
Pengembangan Industri Benih ... 35
BAHAN DAN
METODE
... 44 Tempat dan Waktu ... 44Bahan d m AIat ... 44
Metode Penelitian d m Pelaksanaan ... 44
Penelitian I . Uji Distinguish (D) ... 46
Penelitian
III
.
Uji Stability (S) ...Penelitian IV . Uji Daya Saing ...
... Penelitian V . Uji Toleransi terhadap defisiensi 0 2
Pengamatan ...
HASIL ...
Uji Distinghuish (D) ... ...
Uji Uniformity (U)
. .
Uji Stablllty (S) ... Uji Daya Saing ...
Uji Toleransi Terhadap defisiensi 0 2 ...
PEMSAHASAN ... KESIMPULAN DAN SARAN ...
Kesimpulan ... ...
Saran
DAFTAR TABEL
Nomor :
-
Teks : Hafaman :1. Rata - rata K s r dan
I<CT
Benih Penjenis pada berbagai 59varietas (Uji Lapang)
2. Rata - rata Jumlah anakan dan jumlah anakan produktif
Benih Penjenis pada berbagai varietas
3. Rata
-
rata jumlah butir per malai, berat 1000 butir dan produksi 63per hektar Benih Penjenis pada berbagai varietas
4. Keseragaman varietas pada masing-masing perlakuan dengan tolok ukur tinggi tanaman
5 . Keseragaman varietas pada masing-masing perlakuan dengan tolok ukur jumlah anakan produktif
6 . Keseragaman varietas pada masing-masing perlakuan dengan tolok ukur panjang malai
7. Stabilitas varietas dengan tolok ukur daya tumbuh 72
8. Stabilitas varietas dengan tolok ukur spontanitas tumbuh 73
9. Stabilitas varietas dengan tolok ukur kecepatan tumbuh 73
10. Stabilitas varietas dengan tolok ukur jumlah anakan per rumpun
1 1 . Stabilitas varietas dengan tolok ukur jumlah anakan produktif per rumpun
12. Stabilitas varietas dengan tolok ukur jumlah butir per malai
13. Stabilitas varietas dengan tolok ukur produksi hektar-' 77
14 Rata - rata
KSP
dan KC= berbagai varietas pada berbagai 79Kelas Benih (Uji laboratorium)
Nomor : T A : Halaman :
16. Jumlah anakan Benih Penjenis pada berbagai varietas, jurnlah benih per lubang dan jarak tanam
17. Jumlah anakan produktif Benih Penjenis pada berbagai 83 varietas, jumlah benih per lubang dan jarak tanam
18. Produksi hektar " Benih Penjenis pada berbagai varietas, 85
jumlah benih per lubang dan jar& tanarn
19. Nilai delta (dalam indeks) Benih Pokok pada berbagai varietas, 86
jumlah benih per lubang dan jarak tanam
20. Kompilasi unsur DUS, daya saing dan toleransi varietas 89 terhadap defisiensi Oksigen pada berbagai tolok ukur
Nomor Halaman:
1. Deskripsi Varietas Padi Gogo 1 I4
2. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap
spontanitas tumbuh (Oh) 118
3. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap kecepatan tumbuh (YO)
4. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap
jumlah anakan per rumpun 118
5. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap
jumlah anakan produktif per rurnpun 119
6 . Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap
jumlah butir per malai 119
7. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V) terhadap berat 1000 butir (kg)
Nomor Halaman:
9. Selang kepercayaan tolok ukur tinggi tanaman (cm) pada setiap kombinasi jarak tanam dan jumlah benih perlubang pada
masing-masing varietas 121
10. Selang kepercayaan tolok ukur jumlah anakan produktif pada setiap kombinasi jarak tanam dan jumlah benih perlubang pada
masing-masing varietas
Selang kepercayaan tolok ukur panjang malai (cm) pada setiap kombinasi jarak tanam dan jumlah benih perlubang pada masing-masing varietas
Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur daya tumbuh (%) pada masing-masing varietas
Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur spontanitas tumbuh (Oh) pada masing-masing varietas
Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur kecepatan tumbuh (%) pada masing-masing varietas
Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan toIok ukur jumlah anakan pada masing-masing varietas
Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur jumlah anakan produktif pada masing-masing varietas
Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur jumlah butir per malai pada masing-masing varietas
Uji t-Student Benih Penjenis dan Benih Dasar dengan tolok ukur produksi hektar -'(kg) pada masing-masing varietas
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V), kelas benih (K) dan interaksinya terhadap spontanitas tumbuh (%)
(Uji Laboratorium)
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V),
kelas benih (K) dan interaksinya terhadap kecepatan tumbuh (% per etmal)Nomor Halaman: 2 1. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V),
jumlah benih per 128lubang (J3) dan jar& tanam
(J)
dan interaksinya terhadap tolok ukur tinggi tanaman (cm)22. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V), jumlah benih per 1 2 9
lubang (B) dan jarak tanam
(J)
dm interaksinya terhadap tolok ukur jumlah anakan23. Sidik ragam pengamh faktor-faktor varietas (V), jumlah benih per 1 3 0
lubang (B) dan jar& tanam (J) dan interaksinya terhadap tolok ukur jumlah anakan produktif
24. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas (V), jumlah benih per 1 3 1
lubang (B) dan jar& tanam (J) dan interaksinya terhadap tolok ukur produksi hektar
-'
(kg)25. Nilai delta Benih Pokok pada berbagai varietas, jumlah benih 132
per lubang dan jarak tanam
26. Analisis harga Anjuran Benih Dasar Var. Jatiluhur 1 3 3
DAFTAR GAMBAR
Nomor :
-
Teks : Halaman :1. Mesin Pengusangan Cepat (MPC
-
IF'B 77-1M) 3 12. Sistem Industri Benih 37
3. Bagan Penelitian Langkah Komersialisasi Benih dengan 45 Prinsip DUS
PENDAHULUAN
Latar Belakanp
Pengembangan areal padi gogo adalah salah satu upaya yang sangat penting
dalam menghadapi krisis pangan dan impor beras secara besar-besaran pada satu
tahun terakhir ini dan bahkan untuk selanjutnya dapat mengembalikan posisi
Indonesia sebagai negara swasembada beras (Solahudin, 1998).
Padi gogo adalah jenis padi yang ditanam di lahan kering yang mengandalkan
sumber airnya dari air hujan dan merupakan salah satu budidaya padi di Indonesia
yang memiliki prospek cerah dalam pengembangannya. Hal ini sebagai akibat dari
semakin menyempitnya lahan sawah yang menjadi lahan pertanian utama dalam
budidaya padi.
Sumbangan padi gogo terhadap produk padi nasional masih sangat rendah.
Namun demikian padi gogo ternyata ditanam hampir di selumh propinsi di Indonesia.
Banyak daerah yang kebutuhan pangannya tergantung pada padi gogo, seperti pada
daerah-daerah transmigrasi lahan kering dan daerahdaerah datar maupun ber-
gelombang yang tidak mungkin memperoleh air irigasi. Propinsi yang mempunyai
luas areal padi gogo melebihi 50% total areal panen padi adalah Kalimantan Timur
dan Maluku. Riau, Jambi, Lampung, Dl Yogyakarta, N l T , dan Kalimantan Barat, sedangkan Kalimantan Tengah mempunyai luas areal padi gogo 25 - 49 %, dan
propinsi lainnya mempunyai areal panen padi gogo kurang dari 25% (Basyir,
Punarto, Suyamto dan Supriyatin, 1995).
Potensi lahan kering yang selama
ini
belum diusahakan seluas 7.40 jutaTanaman Pangan dan Hortikultura, rencana pengembangan padi gogo sampai pada
tahun 1998 akan mencapai 400.000 hektar dan akan bertambah dengan adanya
program transmigrasi (Kahar, 1995). Menurut Solahuddin (1 998), rata-rata
produktivitas padi gogo lahan kering hanya sekitar 2 07 ton
ha",
masih di bawah padi sawah sebesar 4.28 ton ha-' dan berdasarkan Angka Ramalan III maka luas areal panen padi gogo akan mencapai 1.2 juta ha dengan hasil rata - rata 2.17 ton ha-'.Pengembangan areal padi gogo sebagai upaya alternatif untuk swasembada
beras, menghadapi banyak kendala. Pennasalahan yang jauh lebih komplek pada
pengusahaan padi gogo di banding padi sawah menyebabkan produktivitas padi gogo
lebih rendah dibanding padi sawah. Kendala utama budidaya padi gogo yang di-
usahakan di lahan kering yang marjinal adalah ketersediaan air yang tergantung pada
curah hujan, kondisi fisik tanah dan tingkat kesuburan yang kurang menguntungkan. Kendala tersebut menyebabkan kebutuhan benih padi gogo lebih besar
dibanding padi sawah. Selain dibutuhkan benih dalam jumlah yang lebih banyak,
maka untuk menghadapi kondisi yang suboptimum tersebut juga dibutuhkan benih
dari
varietas unggul yang bermutu tinggi baik mutu genetik, fisiologi maupun mutu fisik.Untuk memenuhi kebutuhan benih dalam jumlah dan mutu yang terjamin
maka dibutuhkan industri b e ~ h yang berorientasi pada mum produk secara ketat. Dalam
ha1
ini benih telah menjadi suatu produk teknologi yang dalam prosesproduksinya memerlukan teknologi maju.
sebab itu pada awal Pelita I yaitu pada tahun 1971 banyak usaha pemerintah untuk membangun perbenihan khususnya padi. Selain mengeluarkan berbagai bentuk
Peraturan Pemerintah, pemerintah membangun Perusahaan Umum Sang Hyang Sen
dan BPSB.
Pengadaan benih merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari persiapan
penanaman benih sarnpai benih dihasilkan dan siap untuk disalurkan kepada
konsumen. Untuk memenuhi kebutuhan benih yang bermutu baku yang baik dan
tejamin, diperlukan suatu program kegiatan yang sistematis dan terorganisir mulai
dari tingkat pemulia tanaman yang menghasilkan Benih Penjenis sampai pada benih
tersebut dapat dimanfaatkan oleh petani yang dikenal sebagai Benih Sebar.
Menurut UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Anonim, 1992 b), pemuliaan merupakan rangkaian pekerjaan yang meliputi
mempertahankan keunggulan mutu varietas yang telah didapat dan dapat men-
ciptakan varietas baru yang lebih unggul. Atas dasar pengertian ini, pemulia tanaman
harus mempunyai orientasi agar varietas unggul yang dihasilkan dapat menjadi
varietas yang dapat dikomersialkan.
Benih varietas komersial berarti bahwa varietas yang dihasilkan harus secara
terus menerus dapat ditingkatkan keunggulannya sehingga dapat memberi nilai
tambah bagi industri benih maupun konsumen benih. Benih varietas komersial
diharapkan mampu menyediakan produk yang memiliki daya saing tinggi sehingga
dapat memanfaatkan peluang pasar yang culcup luas baik pasar domestik maupun
pasar luar negeri. Hal tersebut selanjutnya akan menjadi peluang dan pendorong bagi
Benih unggul yang dihasilkan oleh pemulia tanaman adalah Benih Penjenis.
Benih Penjenis bukan obyek komersial. Untuk menjadikannya sebagai produk
komersial, upaya komersialisasi hams ditunjang oleh dua program yaitu Program
Sertifikasi Benih
(PSB)
dan Program Benih Dasar (PBD) yang saat ini belum berkembang (Sadjad, 1997).Di Indonesia, program sertifikasi sudah ada dan ditunjang oleh perundangan
dan aparat yang sudah siap. Benih yang telah disertifikasi berarti benih yang diedar-
kan ke masyarakat sudah berada pada tingkatan komersial. Namun demikian, peng-
adaan benih padi yang sistem pengadaannya sudah cukup mantap, masih belum
mampu memuaskan konsumen benih. Hal ini disebabkan oleh adanya peredaran
benih yang mungkin kurang terawasi dengan baik atau mungkin juga karena proses
produksinya memang kurang memadai. Agar tujuan komersialisasi tersebut dapat
tercapai maka PSB yang telah ada harus ditunjang oleh PBD.
PBD merupakan program kerjasama antara pemulia tanaman yang meng-
hasitkan Benih Penjenis dengan teknolog benih yang mengupayakan perbanyakan
tanpa mengurangi nilai mutu genetik yang telah diupayakan menepati prinsip
Distinghushed, Unijormity clan Stability (DUS) dan menghasilkan mutu benih yang baik dan benar. Dengan demikian, PBD merupakan jembatan komersialisasi antara
Benih Penjenis yang produksinya di tangan pemulia tanaman, dengan Benih Dasar
yang produksinya di tangan produsen benih. Konsepsi PBD dalam pengadaan benih
sangat perlu untuk menghindari kegagalan yang umumnya mengalibikan benih
Pada kasus padi gogo khususnya, menghadapi areal lahan kering yang serba
marjinal, mutu benih harus menjadi perhatian sehingga pengadaannya harus di-
programkan dengan m a t . PBD seperti yang telah dijelaskan di atas, merupakan
suatu program yang penting guna menghasilkan benih dalam jumlah yang cukup
dengan mutu baku yang memenuhi kriteria DUS dan senantiasa berupaya meningkat-
kan nilai komersialnya.
Peningkatan nilai komersial berarti bahwa varietas baru yang dihasilkan oleh
pemulia tanaman idealnya berbeda dan lebih unggul dibanding varietas yang telah
ada. Peningkatan nilai komersial berdasarkan kriteria DUS dapat ditentukan secara
kuantitatif dalam PBD dengan mengembangkan tolok ukur yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen. Selain kriteria DUS, pada kasus padi gogo kemarnpuan daya
saing dan toleransi terhadap d&siensi 0 2 dapat menjadi kriteria komersial yang akan
memberi nilai tambah bagi suatu varietas baru.
Kemampuan daya saing tanaman sangat dibutuhkan pada pertanaman padi di
lahan kering. Hal tersebut berkaitan dengan digalakkamya budidaya padi gogo tanpa
olah tanah (TOT) dan sistem tebar langsung (Tabela) maka persaingan antar tanaman
maupun antara tanaman dengan gulma menjadi kendala yang penting dalam budidaya
padi gogo ( h i s , 1995).
Menurut Sadjad (1995 a), dalam PBD perlu pula dicermati pengembangan
metodologi analisis benih. Sampai saat ini metode pengujian benih yang dikembang-
kan hanya sebatas viabilitas potensial yang dicerminkan oleh persentase kecambah
n o d dalam sistem pengujian yang medianya serba optimum. Menghadapi kondisi
memberi informasi lebih akurat yang lebih dapat mendekati kineja tanaman di
lapang. Sadjad (1994) telah mengembangkan metode pengujian viabilitas simulatif.
Informasi mum yang diperoleh dari pengujian viabilitas secara simulatif, diharapkan
dapat menjadi nilai tambah dan menjadi salah satu indikator komersial bagi benih
unggul yang dihasilkan oleh pemulia tanaman dan dapat menjadi pembeda antara
varietas yang dihasilkan.
Penggunaan uap etanol untuk pengujian vigor b e ~ h secara simulatif di-
kembangkan untuk tujuan pengujian tingkat ketahanan benih terhadap masalah
oksigen. Diasumsikan bahwa makin tahan benih tersebut terhadap penderaan etanol,
maka benih tersebut akan makin tahan terhadap kondisi pertanaman yang kekurang-
an oksigen.
Diketahui bahwa kendala utama pengembangan padi gogo adalah keter-
gantungan pada curah hujan. Hal ini berarti b e ~ h padi gogo harus disimpan dalam waktu yang cukup lama untuk menunggu musim tanam berikutnya. Menurut
informasi dari
Balai
Penelitian Tanaman Pangan Muara Bogor, beberapa varietaspadi gogo yang dikembangkan di Indonesia diantaranya Gajah Mungkur, Way
Rarem, Jatiluhur dan Kalimutu mempunyai daya simpan yang rendah. Hal ini menjadi kendala pada ketersedian benih padi gogo dalam ha1 jumlah, waktu dan mutu yang tepat pada saat dibutuhkan dan akan sangat merugikan produsen benih dan
konsumen. Untuk mempertahankan mutu benih tetap baik selama priode simpan,
diperlukan: 1) kondisi penyimpanan yang optimum dengan suhu dan
RH
terkontrOlatau 2) dapat menciptakan suatu sistem sehingga tidak tercipta proses penyimpanan
Untuk menyiapkan kondisi optimum penyimpanan benih dalam junllah besar
dibutuhkan sarana teknologi maju yang membutuhkan investasi yang cukup besar.
Kenyataan bahwa kondisi penyimpanan benih di daerah tropik umumnya masih
sangat jauh dari kondisi penyimpanan yang diharapkan Benih padi gogo yang di-
hasilkan disimpan pada suhu dan
RH
yang tidak terkontrol. Kondisi penyimpanansuboptimum tersebut berpengaruh negatif terhadap kualitas benih.
Realisasi cara kedua bisa dilakukan dengan menciptakan suatu sistem
pengadaan benih antar lapang yang dikenal sebagai Jalinan Arus Benih Antar Lapang
(JABAL). Sistem JABAL merupakan suatu sistem untuk mendapatkan benih, dimana dalam sistem tersebut benih tidak mengalami masa penyimpanan lebih dari tiga bulan
(Sadjad, 1981). Sistem pengadaan benih tersebut dapat dilakukan pada padi gogo
yang mempunyai daya simpan benih yang rendah yaitu dengan pengadaan benihnya
dilakukan di lahan sawah sebagai penanaman padi gadu di musim kemarau sambil
menunggu saat tanam padi gogo pada musim berikutnya. Pengadaan benih demikian
didasarkan pada pemikiran bahwa benih yang belum lama dipanen akan memiliki
vigor yang cukup tinggi dan bisa dijadikan benih untuk ditanam.
Pengujian benih padi gogo dengan penderaan etanol didasarkan pada pe-
mikiran bahwa produksi benih padi gogo yang dilakukan pada lahan sawah ke-
mungkinan dapat menimbulkan defisiensi oksigen
.
Letak benih yang terlalu dalamyang mungkin disebabkan oleh terpaan hujan juga dapat menimbulkan defisiensi
oksigen. Padi gogo yang genetik bersifat adaptif untuk dibudidayakan pada lahan
kering dengan ketersedian oksigen yang tidak memasalah, mungkin pengusahaan di
dengan kondisi lahan kering. Perbedaan tersebut terutama pada penggenangan yang
menimbulkan lingkungan yang anaerob. Oleh karma itu dibutuhkan metode penguji-
an yang dapat memberikan informasi mengenai ketahanannya terhadap defisiensi
oksigen dan ha1 itu dapat menjadi salah satu indikator komersial benih unggul yang
dihasilkan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka diperlukan penelitian untuk melihat penerapan DUS dalam upaya komersialisasi benih dan pengembangannya dalam
PBD. Selain itu dilakukan penelitian kemampuan daya saing dan penggunaan peng-
ujian viabilitas simutatif untuk mengetahui tingkat toleransi benih terhadap
defisiensi 0 2 dan kemungkinannya sebagai pembeda tingkat komersial suatu varietas
unggul dengan varietas unggul lainnya.
Tuiuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk menemukan tolok ukur yang spesifik dapat
digunakan untuk mengukur nilai komersial benih
-
kasus b e ~ h gogo Var. GajahMungkur, Var. Kalimutu, Var. Jatiluhur d m Var. Way Rarem. Dengan demikian
maka prinsip DUS dapat diterapkan bagi peningkatan komersialisasi benih dan
Hipotesis
Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini:
1. Varietas yang komersial memiliki karakter berbeda (distinguished) yang dapat
dideteksi melalui tolok ukur I&, I&, jumlah anakan, jumlah anakan produktif,
jumlah butir per malai, berat 1000 butir dan produksi
2. Tingkat keseragaman (U~ri)ormity) masing-masing varietas dapat dideteksi
melalui totok ulcur tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan panjang malai
3. Tingkat stabilitas (Stability) masing-masing varietas dapat dideteksi melalui uji
beda antar kelas benih masing-masing varietas dengan menggunakan tolok ukur
Vos, DT, KSP, KCT, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah butir per
malai dan produksi
4. Tingkat komersial antar varietas dapat dibedakan dengan daya saing varietas yang
dapat dideteksi melalui kepekaan masing-masing varietas terhadap jarak tanam dan jumlah benih per lubang yang ditanam dengan tolok ukur tinggi tanaman,
jumlah anakan, jumlah anakan produktif dan produksi
5. Tingkat komersial antar varietas dapat dibedakan melalui toleransi terhadap
TINJAUAN
PUSTAKA
Sistem Pengadaan benih
Sistem Pengadaan Benih Secara
LokaVTradisionaUNonformal
Benih adalah produk hari ini dan janji hari esok (Sadjad, 1993). Komposisi
genetik benih akan sangat menentukan nilai ekonomi dari tanaman tersebut. Menurut Louwaars and Marrewijk (1997), terdapat beberapa keunggulan genetik yang sangat
penting bagi petani adalah :
a). nilai produksi, diantaranya potensi dan stabilitas hasil. Stabilitas hasil menyangkut
toleransi tanaman terhadap cekaman biotik maupun abiotik yang umumnya terdapat
pada daerah marjinal seperti kekeringan, banjir, angin, hama penyakit, dan gulma.
b).nilai komsumsi, diantaranya bentuk, rasa, wama dan kesesuaiannya dengan
berbagai cara pengolahan .
c).nilai ekonomi seperti umur panen, ketahanan terhadap penyimpanan dan panjang-
nya periode panen.
Dalam pemilihan benih yang akan digunakan, petani berusaha menye-
imbangkan nilai-nilai tersebut
di
atas. Benih yang dapat menghindarkan dari berbagairesiko merupakan pertimbangan utama dari sebagian besar petani.
Pengadaan benih secara nonformal dapat bersumber dari lahan petani sendiri maupun lahan milik petani lainnya. Menurut Louwaars (1996), petani menggunakan
benih yang berasal dari lahan milik petani lainnya berdasarkan beberapa per-
timbangan yaitu: jika pertanaman petani lainnya menunjukkan penampakan genetik
teknis tidak mampu untuk menghasilkan benih karena kegagalan pertanaman atau
karena keterbatasan penyimpanan. Sumber benih yang berasal dari luar lahan petani
dapat berasal dari teman, tetangga ataupun berasal dari petani lokal yang telah
dikenal oleh masyarakat setempat sebagai penyalur benih yang bermutu baik
(Wardell, 1993).
Secara nonformal juga dapat tercipta pasar benih lokal yang mempunyai ke-
lemahan karena pada umumnya sumber benih tidak diketahui dan kualitasnya sangat
bervariasi yang disebabkan terutama oleh kondisi penyimpanan dan kemasan yang
tidak memenuhi syarat.
Pengadaan benih secara nonfonnal pada jenis tanaman yang produk untuk
benih sama dengan produk untuk konsumsi biasanya dilakukan dengan menyimpan
sebagian dari hasil panen atau harm mengambil dari sumber Lain jika petani lebih
memilih produk mereka untuk konsumsi.
Menurut Louwaars (1997), terdapat beberapa cara petani dalam menyeleksi
benih yaitu: a). mengusahakan produksi benih secara terpisah dengan pertanaman
untuk konsumsi dan dilakukan roguing selama musim tanam; b). melakukan seleksi
pada pertanaman produksi dan dilakukan seleksi sepanjang musim tanam; c). seleksi
dilakukan pada pertanaman produksi pada saat menjelang panen ; d). seleksi dilaku-
kan setelah panen, sehingga seleksi terbatas hanya pada karakteristik benih
dan
e).pengambilan secara acak dari hasil panen. Seleksi yang dilakukan dengan cara a, b, c
dan d secara normal kemungkinan tidak akan mempengaruhi potensial hasil tetapi
dapat secara nyata berpengaruh terhadap stabilitas hasil karena tingkat heterogenitas
Penyimpanan benih merupakan masalah serius pada sistem pengadaan benih
nonformal. Pada umumnya petani menyimpan benih di dapur dengan harapan asap dari dapur dapat mencegah gangguan hama dan kemungkinan dapat mengatur
kelembaban udara di sekitarnya. Sistem Pengadaan Benih Formal
Sistem pengadaan benih secara formal adalah sistem yang memproduksi
benih bersertifikat dan memenuhi standar mutu benih yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Pemulia tanaman yang menghasilkan varietas, merupakan mata rantai
yang sangat penting &lam sistem pengadaan benih secara formal. Kegiatan pemulia-
an terdiri atas tiga kegiatan utama yaitu pemuliaan tanaman, pelepasan varietas dan
menjaga identitas
dan
kemumian varietas (Anonim, 1996). Varietas yang seragammerupakan hasil dan tujuan dari pemuliaan tanaman yang modem.
Penanganan benih merupakan suatu rangkaiaan kegiatan yang dimulai dari
pemulia tanaman yang menghasilkan varietas dan akhirnya sampai kepada petani
sebagai konsumen benih varietas tersebut. Pemuliaan tanaman yang baik tidak akan
mencapai hasil yang maksimum tanpa tersedianya fasilitas penanganan benih yang
memadai mulai dari prosesing benih sampai pada kontrol kualitas .Varietas unggul
yang dihasilkan oleh pemulia tanaman akan sia-sia tanpa kerjasama yang baik dengan teknolog benih agar dihasilkan benih yang bersifat komersial dan sesuai dengan standar mutu yang diharapkan
.
Sektor pengadaan benih secara formal sangat dipengaruhi oleh berbagai
macam kebijakan mulai di lapang, pemasaran sampai pada legislasi. Sejak awal
padi yang dilakukan untuk program swasembada beras. Program ini didukung oleh berbagai program bantuan seperti subsidi, kredit, sampai bantuan murni kepada
petani.
Keberhasilan sistem perbenihan tersebut ditunjukkan dengan hasil yang nyata
yaitu bergesernya pemakai benih padi jenis lokal hasil produksi sendiri (saved seed)
ke produksi benih komersial varietas unggul nasional, dan me
-
ningkatnya produsenbenih padi swasta khususnya di Pulau Jawa dan Bali yang telah menyumbang hampir 20 sampai 30 persen produksi benih nasional. Namun demikian, walaupun tejadi
peningkatan pemakaian benih unggul bermutu tetapi sebagian besar petani masih
menggunakan benih hasil produksi sendiri. Menurut data dari BPSB, penggunaan
benih padi bersertifikat sampai pada tahun 1996 hanya mencapai 24% atau sekitar 50
863 ton (Rachrnadi ,1998).
Sistem Pengadaan Benih Gabungao
Sistem pengadaan benih gabungan adalah sistem pengadaan benih yang
mengkombinasikan sistem pengadaan benih formal dan nonformal (Louwaars and
Marrewijk, 1997).
Sistem pengadaan benih secara formal yang didukung oleh berbagai proyek
pengembangan d m kebijakan pemerintah, hanya dapat mensuplai sebagian kecil dari kebutuhan benih petani dan hanya untuk jenis tanaman yang sangat terbatas. Dilain
pihak, pengadaan benih secara nonformal yang berperan penting dalam domestikasi
tanaman dan pengembangan areal pertanaman mempunyai kemarnpuan yang sangat
terbatas bila tejadi perubahan yang cepat pada agro-ekologi ataupun kondisi sosial-
Menurut Louwaars (1996), Sistem Pengadaan benih secara formal terutama
pada daerah sedang berkembang, tidak dapat menjangkau kebutuhan benih secara
menyeluruh dan hanya dapat memenuhi kebutuhan benih petani kelompok tertentu.
Keterbatasan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan ekonomi. Sementara itu
pengadaan benih secara nonformal yang potensial mensuplai benih dalam jumlah
besar tetapi umumnya mengabaikan aspek kualitas. Penggabungan kedua sistem
pengadaan benih tersebut dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing me-
rupakan suatu pilihan yang penting.
Integrasi dari kedua sistem tersebut dapat berarti bahwa kelebihan dan ke-
kurangan dapat saling menutupi. Sebagai contoh, bila kualitas fisiologis menjadi
masalah pada sistem pengadaan benih nonformal maka dapat dilakukan usaha pe-
ningkatan pengetahuan mengenai persyaratan panen dan metode penyimpanan yang sederhana. Selanjutnya bila kebersihan benih yang menjadi masalah maka dapat
diterapkan penggunaan alat pembersih yang berskala kecil. Apabila mutu genetik
yang menjadi mamlah
maka
dapat dilakukan introduksi varietas baru pada percobaandi daerah setempat. Apabila hasil produksi benih yang menjadi masalah maka
produksi benih dapat ditingkatkan dengan melibatkan kelompok petani. Bantuan
dana
secara langsung diberikan dan menerapkan standar sertifikasi yang lebih fleksibel untuk jangka waktu tertentu.Pada Sistem pengadaan benih gabungan ini digunakan ahli pemulia tanarnan
dari
sistem pengadaan benih formal dan digabungkan dengan teknik produksi benihLembaga Penelitian dan bertujuan untuk pengembangan penelitian dan introduksi
varietas baru kedalam sistem pengadaan benih nonformal.
Kebijakan Perbenihan
Legislasi pengembangan perbenihan tidak terlepas dari UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 44 tahun 1995 tentang
Perbenihan Tanaman. Menurut Sadjad (1997), W merupakan tonggak arahan yang
oleh semua industri benih hams dituju. UU tersebut bersifat mendorong dan me- lindungi. Perlindungan ini diwujudkan bagi para konsumen benih berupa persyaratan
mum benih yang hams dipenuhi oleh industri benih, bahkan pelanggaran karma
kelalaian apalagi kesengajaan dalam mengedarkan benih yang mutunya tidak sesuai
dengan label &pat dipidana dengan ancaman hukuman penjara dan atau denda yang
sangat berat. Dengan UU tersebut benih sebarusnya merupakan komoditas yang
bernilai tinggi mengingat sanksi hukum atas pelanggarannya yang sangat berat. W
tersebut juga memberi perlindungan pada produsen benih yang benar.
Dalam W No. 12 tahun 1992 terdapat pasal
-
pasal yang bersifat melindungimisalnya pasal 8 yang berbunyi: " Perolehan benih bermutu untuk pengembangan
budidaya tanaman dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas unggul dan latau
introduksi dari luar negeri".
Menurut Sadjad (1997), dengan adanya pasal 8 tersebut maka yang dikatakan
sebagai produsen benih bermutu adalah produsen yang menghasilkan benih melalui
akan mendapatkan benih yang berrnutu. Pasal ini merupakan perlindungan terhadap produsen dan konsumen benih.
Pada pasal9 ayat 1 ada patokan untuk penemuan varietas unggul yang harus
dilakukan melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Pasal ini berbunyi:" Penemuan
varietas unggul dilakukan melalui pemuliaan tanaman". Perundangan ini secara
spesifik lebih membatasi pengertian benih bermutu yang lebih menekankan pada
batasan mutu genetik. Untuk itu pemerintah harus terns menerus mendorong agar
industri benih meningkatkan teknologinya sebingga produksinya dapat digolongkan
benih bermutu.
Perkembangan awal penbangunan Kelembagaan Perbenihan pada Periode
Orde Baru dimulai tahun 1971. Pada tahun tersebut pemerintah membuat berbagai
keputusan yang berkaitan langsung dengan pembangunan bidang perbenihan seperti:
1). Pendirian Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi untuk bidang penelitian
dan pengembangan, khususnya yang berkaitan dengan penyediaan benih sumber, 2).
PendirianPerum Sang Hyang Seri untuk perbanyakan benih agar tersedia bagi petani
3). Pembentukan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) untuk mengawasi
produksi dan pemasaran benih. Selain itu, berdasarkan Keputusan Presiden No. 27
tahun 1971, dibentuk Badan Benih Nasional (BBN), dan lima bulan kemudian yaitu
pada bulan Oktober 1971 dikeluarkan Kepres No. 72 tahun 1971 tentang Pembinaan,
Pengawasan Pemasaran dan Sertifikasi Benih. Jadi sejak awal sistem pengadaan
benih di Indonesia oleh pemerintah telah diarahkan menggunakan sistem pengadaan
Sistem pengadaan benih nasional didukung oleh kelembagaan perbenihan,
mulai dari penciptaan varietas, seleksi varietas sampai dengan perbanyakan
dan
penyaluran benih.
Kelembagaan
I). Lembaga Penelitian
Beberapa Lembaga Penekitian bernaung di Departemen Pertanian, Perguman
Tinggi, LIPI, BATAN, BPTP
dan
lain-lain. Lembaga Penelitian tersebut b d n g s i melakukan pemuliaan tanaman, penelitian terhadap tanaman, budidaya tanaman,herbisida, pestisida dan penyakit. Selain itu lembaga tersebut secara periodik melaku-
kan pelatihan dan kursus mengenai produksi benih. 2). BBN:
BBN dibentuk pada tahun 1971 dengan Kepres No. 27 tahun 1971. BBN
b h n g s i membantu Menteri Pertanian dalam merencanakan dan merumuskan kebijakan di bidang perbenihan.
Tugas badan ini adalah:
a). Merencanakan dan merumuskan peraturm-peraturan mengenai pembinaan
produksi dan pemasaran benih
b). Mengajukan pertimbangan-pertimbangan kepada Menteri Pertanian tentang pengaturan benih yang meliputi: i). Persetujuan untuk menetapkan atau menghapus
sesuatu jenis, varietas, kualitas benih; ii). Pengawasan mengenai produksi dan
pemasaran benih.
Tugas dari Tim Penilai dan Pelepasan Varietas adalah:
a). Merumuskan prosedur untuk penentuan penilaian, persetujuan pemasukan,
pelepasan dan penarikan kembali varietas-varietas tanaman dalam program pertanian.
b). Memberi nasihat teknis kepada BBN dalam bidang yang berhubungan dengan
persetujuan tentang pelepasan varietas atau penarikan kembali varietas yang telah di
tentukan.
c). Menyusun dafiar varietas-varietas yang telah diresmikan penyebarannya.
Tugas dari Tim Pembina Pengawasan dan Sertifikasi adalah:
a). Merumuskan kebijakan umum tentang pengawasan pemasaran, sertifikasi dan
pelaksanaannya.
b). Merumuskan peraturan dan prosedur terperinci untuk melaksanakan pembinaan,
pengawasan dan sertifikasi benih apabila diminta oleh Menteri Pertanian
c). Merumuskan kebijakan perbe~han lainnya yang berhubungan dengan per-
kembangan berbagai unsur program b e ~ h dan aktivitas yang berhubungan.
Dalam undang-undang yang baru (UU No. 12/1992 rnaupun PP No. 44/1995),
BBN tidak tercantum lagi. Sampai saat ini BBN masih ada tetapi tidak berperan secara utuh sesuai dengan tugas semestinya (Anonim, 1996).
3)- Penangkar, Pehgang
dun
Disttibutor BenihKeterlibatan Pemerintah dalam sistem produksi benih adalah mendukung
petani dengan tidak sepenuhnya menyerahkan produksi benih pada produsen benih
swasta. Dengan demikian, produksi B e ~ h PenjeNs dan Benih Dasar merupakan
Lembaga Perbenihan yang ada di daerah diklasifikasi dalam 3 level yang berbeda
yaitu Balai Benih Induk (BBI), Bdai Benih Utama (B