(SEBUAH KAJIAN TAFSIR TEMATIK)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
MI’ROJI
NIM: 107034000342
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(SEBUAH KAJIAN TAFSIR TEMATIK)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh: MI’ROJI NIM: 107034000342
Pembimbing
Dr. M. Suryadinata, M.A
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi berjudul PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN MENURUT AL-QUR’AN (SEBUAH KAJIAN TAFSIR TEMATIK) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 29 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program Studi Tafsir-Hadis.
Jakarta, 29 September 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua
Dr. M. Suryadinata, M.A NIP: 19600908 198903 1 005
Sekretaris
Muslim, S.Th.I
Anggota,
Dr. Mafri Amir, M.A NIP: 19580301 199203 1 001
Dengan ini saya menyatakan :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 13 September 2011
i Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا Tidak dilambangkan
ب b Be
ت t Be
ث ts te dan es
ج j Je
ح h h dengan garis bawah
خ kh ka dan ha
د d da
ذ dz de dan zet
ر r Er
ز z Zet
س s Es
ش sy es dan ye
ص s es dengan garis bawah
ض d de dengan garis bawah
ط t te dengan garis bawah
ظ z zet dengan garis bawah
ع ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan
غ gh ge dan ha
1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat
ii
ق
ك k Ka
ل l el
م m Em
ن n En
و w We
ـھ h Ha
ء ‘ Apostrof
ي y Ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
___َ___ A Fathah
___ِ___ I Kasrah
___ُ___ U Dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
iii Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﺎَــ Â a dengan topi di atas
ﻲــ Î i dengan topi di atas
ﻮـــ Û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tashdid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan
berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,
iv
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf
/t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
no Kata Arab Alih aksara
1 ﺔﻘﯾﺮﻃ tarîqah
2 ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﻌﻣﺎﺠﻟا al-jâmî ah al-islâmiyyah
3 دﻮﺟﻮﻟا ةﺪﺣو wahdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid
v Mi’roji
Prinsip-Prinsip Pendidikan Menurut Al-Qur’an (Sebuah Kajian Tafsir Tematik)
Masalah pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan manusia seutuhnya, karena kemampuan, kecerdasan dan kepribadian suatu bangsa yang akan datang banyak ditentukan oleh pendidikan yang ada sekarang ini. Bahkan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa banyak ditentukan oleh pendidikannya.
Seiring berjalannya waktu, terjadi problem-problem yang mengiringi proses pendidikan. Salah satu problem dalam dunia pendidikan adalah dichotomy dalam ilmu, yaitu ilmu agama dan ilmu umum. Akibat dari dichotomy ilmu tersebut memunculkan pandangan yang tidak seimbang antara keduanya, ada yang lebih mengutamakan ilmu agama dan terdapat pula yang lebih mementingkan ilmu umum, hasilnya lahir kepribadian-kepribadian yang kurang utuh pada hakikatnya.
vi
penelitian berjudul “PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN MENURUT
AL-QUR’AN (SEBUAH KAJIAN TAFSIR TEMATIK)” ini dapat selesai, demikian juga salawat serta salam semoga tercurahkan untuk Rasulullah SAW.
Sebagai sebuah karya tulis, penulis menyadari masih terdapat kekurangan
atau mungkin kesalahan dalam penulisan skripsi ini. atas semua kekurangan dan
kesalahan, penulis menganggap hal tersebut sebagai proses yang harus dilalui
untuk menjadi lebih baik.
Oleh karenanya, penulis haturkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, semoga Allah
SWT membalas kebaikan semua pihak dengan berlipat ganda. Atas segala
bantuan tersebut, penulis sampaikan banyak terima kasih; khususnya kepada:
1. Segenap civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.
Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamal, MA (Dekan
Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan Tafsir-Hadis)
dan Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (Sekjur Tafsir-Hadis).
2. Dr. M. Suryadinata, M.A, selaku pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktunya di tengah-tengah kesibukan beliau untuk
membantu, membimbing, dan mengarahkan penulisan skripsi ini.
3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen di jurusan
Tafsir-Hadis yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga
vii
Ushuluddin dan Perpustakaan Tarbiyah yang telah memberikan pelayanan
dalam memberikan literatur kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan motivasi, bimbingan,
pendidikan, dan pengajaran, serta senantiasa mendoakan penulis untuk
mencapai kesuksesan di masa depan.
6. Kakang, teteh dan adik penulis yang selalu setia memberi semangat
penulis dalam menyelesaikan studi.
7. Teman-teman penulis di manapun berada yang telah memberikan
semangat dan motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Terakhir, untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara
langsung atau tidak dalam penulisan skripsi.
Ciputat, 13 September 2011
viii
ABSTRAK...v
KATA PENGANTAR...vi
DAFTAR ISI...viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..………..……….1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...…...……6
C. Tujuan Penelitian ………7
D. Tinjauan Pustaka ………...……..7
E. Metodologi Penelitian………….………...……9
F. Sistematika Penulisan……….10
BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Pendidikan...12
B. Visi dan Misi Pendidikan...18
C. Tujuan Pendidikan...20
D. Prinsip Pendidikan menurut tokoh pendidikan...23
BAB III WAWASAN AL-QUR’AN TENTANG PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN A. Tauhid Sebagai Prinsip Pendidikan...26
B. Pengertian Tauhid...26
ix
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...49
B. Saran-Saran...50
1
A. Latar Belakang Masalah
Masalah pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam
pembangunan manusia seutuhnya, karena kemampuan, kecerdasan dan
kepribadian suatu bangsa yang akan datang banyak ditentukan oleh pendidikan
yang ada sekarang ini. Bahkan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa banyak
ditentukan oleh pendidikannya. Dengan demikian, maka problema pendidikan
bagi setiap bangsa dan negara akan senantiasa up to date sepanjang masa selama
masih terdapat manusia di dalamnya.
Itulah sebabnya, maka pendidikan selain kunci kemajuan, juga merupakan
suatu tantangan bagi setiap bangsa. Pendidikan merupakan tantangan yang harus
dihadapi oleh setiap negara, khususnya negara yang baru berkembang dan negara
terbelakang. Termasuk Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan negara-negara Islam masih sangat penting menghadapi masalah pendidikan.
Khursid Ahmad mengemukakan bahwa : “Diantara persoalan-persoalan
yang dihadapi Dunia Islam pada masa kini, persoalan pendidikan adalah
tantangan yang paling berat. Masa depan Dunia Islam akan tergantung kepada
bagaimana Dunia Islam itu menanggapi tantangan ini”.1
Lebih lanjut, ada suatu ungkapan Azyumardi Azra yang menyatakan
bahwa :
“Kini sudah tiba saatnya umat Islam melakukan penataan kembali terhadap usaha-usaha pendidikan yang dilakukannya sejalan dengan tuntutan era global dengan berbasiskan pada al-Qur’an. Rumusan konsep pendidikan yang
1 Salihun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja
berdasarkan perspektif al-Qur’an sudah waktunya untuk disusun. Tugas dan tanggung jawab pendidik dalam melahirkan manusia yang cerdas, berakhlak mulia, unggul dalam ilmu, cakap dalam keterampilan, dan ramah dalam pergaulan sudah waktunya untuk dilakukan. Karena manusia-manusia yang demikian itulah yang diperlukan di era global saat ini, dan manusia itu pula yang dikehendaki oleh al-Qur’an”.2
Masalah pedidikan merupakan urgensi pertama bagi perkembangan
masyarakat. Dengan ungkapan yang lebih gagah, pendidikan adalah penentu hari
depan bangsa dan negara. Makato Aso dan Iku Amono menjelaskan bahwa
pembaharuan yang menyeluruh di Jepang adalah karena investasi pendidikan.
John Vaizey juga menjelaskan bahwa kemajuan Jerman setelah Perang Dunia II
adalah berkat investasi sistem pendidikan. Demikian juga di negara-negara maju
lainnya seperti Amerika Serikat dan Rusia.3
Oleh karena itu, Pendidikan memiliki peranan amat penting bagi ikhtiar
pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas, yang ditandai oleh adanya
peningkatan kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan. Karena itu pendidikan
menjadi sangat strategis bagi upaya-upaya meningkatkan kualitas kehidupan
manusia. Secara teoritis maupun secara empiris terbukti bahwa melalui
pendidikan bisa dicapai perbaikan derajat kesejahteraan dan pengurangan angka
kemiskinan. Pendidikan juga berakibat pada terbukanya berbagai pilihan dan
kesempatan mengembangkan diri di masa depan. Dengan demikian, secara umum
pendidikan mempunyai peranan amat sentral dalam mendorong individu dan
masyarakat untuk mencapai kemajuan pada semua aspek kehidupan.4
2 Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005), h. viii
3 Salihun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja,
h. 18
4 Mutammam,
Dewasa ini, adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
yang sangat pesat, serta adanya tuntutan kebutuhan hidup yang relatif tinggi telah
membawa impact pada dinamika perubahan yang sangat drastis terhadap seluruh
aspek dan sendi kehidupan manusia. Akibatnya terjadi lompatan-lompatan yang
signifikan dan menunjukkan pada eskalasi yang tinggi akan perkembangan
peradaban manusia di muka bumi ini.
Impact yang menyertai kemajuan IPTEK dan kebutuhan tiap manusia
tersebut di satu sisi telah membawa manusia pada kondisi dan situasi yang
diuntungkan, namun ternyata di fihak lain telah membawa negative impact
terhadap mindset dan life style manusia itu sendiri, sehingga tidak hanya
bersinggungan dengan permasalahan dataran pribadi tiap individu, melainkan
merambah pada sebuah problematika bangsa yang cukup serius dalam berbagai
aspek kehidupan. Berbagai masalah yang dapat diugkapkan di sini misalnya
masih merajalelanya kenakalan remaja atau peserta didik, ilegal loging, maraknya
kejahatan, aborsi, narkoba, amoral oleh pendidik ataupun pejabat, anarkhisme,
radikalisme, bahkan “budaya” korupsi yang sampai sekarang belum bisa
diminimalisir secara baik.5
Berbagai problem bangsa tersebut tentunya tidak begitu saja bisa hilang
secara sendirinya, atau hanya merupakan tanggung jawab aparat pemerintah dan
elemen tertentu, namun harus dipikul secara bersama oleh seluruh elemen bangsa
ini tak terkecuali Islam. Untuk mengatasai permaslahan-permasalahan tersebut
diperlukan pendekatan yang benar-benar efektif dan efsien agar memperoleh hasil
dan solusi yang tepat. Islam bisa memberikan sumbangsihnya yang konstruktif
5
Imam Maksum, Pendidikan Islam dan Globalisasi (Reaktualisasi Tujuan Pendidikan
melalui perspektif pendidikannya. Pendidikan inilah yang dirasa cukup “ampuh”
dalam memberikan “jurus” sebagai sebuah solusi oleh semua elemen masyaakat.
Pendidikan dengan seluruh sistem yang mendukungnya akan memberikan andil
besar dalam membangun karakter dan kepribadian individu, masyarakat, bahkan
bangsa yang lebih mencerahkan manusia dan peradaban yang gemilang.6
Salah satu di antara problem-probem yang mewarnai dunia pendidikan
Islam adalah terjadi dichotomy dalam beberapa aspek yaitu; antara Ilmu Agama
dengan Ilmu Umum, antara Wahyu dengan Akal serta antara Wahyu dengan
Alam. Pandangan yang dikotomis tersebut pada giliran selanjutnya dikembangkan
dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan
jasmani dan rohani sehingga pendidikan Islam hanya diletakkan pada aspek
kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja.
Munculnya masalah dikhotomi dengan segala perdebatannya telah
berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini sudah mulai tampak pada
masa-masa pertengahan. Pada periode pertengahan, lembaga pendidikan Islam
(terutama Madrasah sebagai pendidikan tinggi) tidak pernah menjadi universitas
yang difungsikan semata-mata untuk mengembangkan tradisi penyelidikan bebas
berdasarkan nalar. Ia banyak diabdikan kepada ilmu-ilmu agama dengan
penekanan pada fiqh, tafsir dan hadist. Sementara ilmu-ilmu non agama
(keduniaan), terutama ilmu-ilmu alam dan eksakta sebagai akar pengembangan
sains dan teknologi, sejak awal perkembangan Madrasah dan al-Jami’ah sudah
berada dalam posisi marginal.
6 Imam Maksum,
Islam tidak pernah membedakan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum
(keduniaan), dan/atau tidak berpandangan dikotomis mengenai ilmu pengetahuan.
Namun demikian, dalam realitas sejarahnya justru supremasi lebih diberikan pada
ilmu-ilmu agama sebagai jalan tol untuk menuju Tuhan. Untuk itu dikhotomi
dalam pendidikan Islam perlu dihapuskan, sebab dengan menerima prinsip ini,
maka pendidikan Islam hanya akan melahirkan manusia-manusia Muslim yang
terpecah kepribadiannya, di masjid atau di langgar mereka bersikap alim,
sementara di pasar, di pabrik dan di masyarakat luas mereka tampil sebagai orang
asing yang tidak punya orientasi moral, kepedulian social, kasih sayang, kejujuran
dan tanggung jawab.
Manusia hidup di bumi berfungsi sebagai khalîfah dan âbid, hal tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, melainkan harus dicapai
secara simultan. Oleh karena itu, pendidikan harus berusaha menyeimbangkan
dan menyelaraskan kehidupan baik material maupun spiritual, individu maupun
sosial, pengetahuan dan moral yang terintegrasi dalam kerangka yang utuh,
sehingga tercapai keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat.
Allah berfirman:
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashas : 77)
Oleh karena, itu ajaran Islam tidak mengenal antara ilmu agama dan ilmu
umum. Dalam arti, tidak ada pandangan dikotomis mengenai ilmu pengetahuan.
Kedua ilmu tersebut harus dimiliki secara integral, agar fungsi khalîfah dan âbid,
tadi terlaksana dengan maksimal.7
Dari berbagai penjelasan di atas, mengenai arti pentingnya suatu
pendidikan dan problematika yang mewarnainya, maka penelitian mengenai
Prinsip-Prisip Pendidikan Menurut Al-Qur’an sangatlah relevan untuk diteliti
lebih dalam lagi. berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk menyusun sebuah
skripsi dengan mengangkat judul “Prinsip-Prinsip Pendidikan Menurut
Al-Qur’an (Sebuah Kajian Tafsir Tematik)”.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, penelitian akan
diarahkan kepada masalah prinsip pendidikan menurut al-qur’an. Oleh karena itu,
masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana prinsip pendidikan menurut
al-qur’an. Agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru dalam memahami judul ini,
ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu maksud dari prinsip dalam judul ini. Dalam
KamusBesar BahasaIndonesia kata "prinsip" mempunyai pengertian dasar, asas
yang menjadi pokok atau landasan berpikir.8
Masalah pokok yang telah dirumuskan, akan membatasi permasalahan yang
berkaitan dengan penelitian ini. Dengan demikian, penelitian terutama yang
7
M. Zainudin, Paradigma Pendidikan Terpadu, h. 46
berkaitan dengan pencarian data yang diperlukan, akan lebih terarah, sehingga ada
relevansi antara data dengan permasalahan penelitian yang dilakukan.
Secara lebih spesifik, perumusan masalah ini adalah : “Bagaimanakah
Prinsip-Prinsip Pendidikan Menurut Al-Qur’an ?.”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan Manfaat Penelitian skripsi ini yaitu :
1. Mengungkapkan pendapat tokoh pendidikan, kemudian
mendeskripsikan ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung
prinsip-prinsip pendidikan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menigkatkan
wawasan dan Khazanah keilmuan, khususnya dalam memahami
prinsip-prinsip pendidikan menurut al-Qur’an.
3. Guna melengkapi salah satu persyaratan pada program S1 Fakultas
Ushuluddin program studi Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dalam meraih gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
D. Tinjauan Pustaka
Dari hasil penelusuran Penulis mengenai Prinsip-Prinsip Pendidikan
Menurut Al-Qur’an: Sebuah Kajian Tafsir Tematik, penulis menemukan skripsi
1. Prinsip-Prinsip Pendidikan di balik proses pengangkatan Adam
‘Alaihissalam sebagai khalîfah : kajian surat al-Baqarah ayat: 30-33.9
Titik fokus skripsi ini adalah mengkaji isi kandungan QS.
Al-Baqarah ayat 30-33 tentang Prinsip-Prinsip Pendidikan yang terkandung
di balik proses pengangkatan Adam ‘Alaihissalam sebagai khalîfah.
2. Dasar-Dasar Pendidikan akhlak dalam al-Qur’an: Kajian Tafsir Surat
al-A’raf ayat 199-202.10
Skripsi ini menjelaskan kandungan QS. Al-A’raf ayat 199-202
tentang dasar-dasar pendidikan akhlak.
3. Prinsip dan Metode Pendidikan Islam.11
Buku ini menjelaskan tentang prinsip dan metode pendidikan
dalam Islam yang ditujukan untuk mencoba menggali paradigma baru
pendidikan yang memanusiakan manusia, yang direfleksikan oleh ajaran
Islam melalui renugan sejumlah ilmuan muslim terkemuka dan juga
sejumlah filosof eksistensialis barat.
4. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam.12
Buku ini menjelaskan tentanng posisi Islam mengenai ilmu,
pendidikan dan pengajaran beradasrkan al-Qur’an dan Hadis, dan
9
Samsul Bahri, Prinsip-Prinsip Pendidikan di balik proses pengangkatan Adam
‘Alaihissalam sebagai khalîfah : kajian surat al-Baqarah ayat: 30-33. (Skripsi S 1 Fakultas Tarbiyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003)
10 Asep Tali Rohimat,
Dasar-Dasar Pendidikan akhlak dalam al-Qur’an: Kajian Tafsir Surat al-A’raf ayat 199-202(Skripsi S 1 Fakultas Tarbiyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004)
11
Bayraktar Bayrakli, Prinsip dan Metode Pendidikan Islam(Jakarta: Lantabora Press,
2005)
12 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. (Yogyakarta:
menjelaskan pula fungsi masjid, institut, perpustakaan, seminar-seminar,
dan gedung-gedung pertemuan dalam dunia pendidikan Islam sejak dari
zaman keemasannya sampai kezaman kita sekarang ini.
5. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an.13
Buku ini berisi kajian terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan
dengan pendidikan, yaitu menjeaskan tentang visi, misi, tujuan, guru,
murid, proses belajar mengajar, biaya, sarana prasarana, lingkungan,
manajemen, dan lain sebagainya yang dijelaskan dengan menggunakan
ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan oleh ayat lainnya, al-Hadis dan
pendapat para ulama.
Dari hasil penelusuran yang dilakukan penulis, penulis tidak menemukan
kajian yang serupa dengan judul penelitian ini. Maka panelitian ini patut untuk
dilakukan untuk menambah wawasan dan Khazanah keilmuan, khususnya dalam
memahami prinsip-prinsip pendidikan menurut al-Qur’an
E. Metodologi Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
Agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, maka teknik
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan penelitian pustaka
(Library Research), yaitu dengan mengkaji literatur-literatur yang berkaitan
dengan topik yang dibahas. Adapun sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Al-Qur’an, Hadits Nabi dan karya-karya yang ditulis
oleh para pakar pendidikan yang dapat mendukung pembahasan ini.
13
Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2. Teknik Analisis Data
Setelah penulis memperoleh data dari berbagai sumber
sebagaimana yang tersebut di atas, maka penulis melakukan pengolahan
data secara deskriptif-analitik dengan mengumpulkan data yang signifikan
dengan pokok permasalahan yang diteliti dengan menggunakan metode
tafsir maudlu’i tentang istilah yang berkaitan dengan prinsip pendidikan.
Analisis yang dilakukan adalah pendapat para tokoh pendidikan tentang
prinsip pendidikan yang dihubungkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
Sebagai pedoman penulisan skripsi ini, penulis menggunakan Pedoman
Penulisan Karya Ilmiyah (Skripsi, Tesis dan Desertasi), yang diterbitkan oleh
CeQDA, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan Skripsi ini penulis membaginya dalam empat bab,
dimana setiap babnya mempunyai spesifikasi dan penekanan mengenai topik
tertentu, yaitu :
Bab pertama pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah yang
menjadi pokok dalam skripsi ini, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, metodologi peneltian dan sistematika penulisan.
Bab kedua merupakan pembahasan mengenai kerangka teori yang meliputi
pengertian, Visi Misi, tujuan pendidikan dan pendapat tokoh mengenai prinsip
prndidikan.
Bab ketiga menjelaskan Prinsip-Prinsip Pendidikan menurut Al-Qur’an
12
KERANGKA TEORI
A. Pengertian Pendidikan
Untuk menunjukan istilah pendidikan, manusia mempergunakan terma
istilah tertentu. Daam bahasa inggris, penunjukan tersebut dengan menggunakan
istilah education.14 Dalam bahasa Arab, pengertian kata pendidikan, sering
digunakan pada beberapa istilah, antara lain, al-ta’lîm ﻢﯿﻠﻌﺘﻟا, al-tarbiyah ﺔﯿﺑﺮﺘﻟا, dan
al-ta’dîb ﺐﯾدﺄﺘﻟا. Namun demikian, ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri
dalam menunjukan pada pengertian pendidikan.
a. Kata al-ta’lîm ﻢﯿﻠﻌﺘﻟا merupakan masdar dari kata ‘allama ﻢﻠﻋ yang berarti
pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan,
dan keterampilan. al-ta’lîm (transformasi ilmu pengetahuan) bukanlah interaksi
antara pendidik dan anak didik yang formal dan kaku. al-ta’lîm juga tidak terfokus
pada mengejar target materi pelajaran yang berorientasi kualitas simbolik.
al-ta’lîm mementingkan keseimbangan dua sisi; dunia-akhirat, lahir-batin,
rasional-irasional, substansi-formalitas, dan seterusnya.15 Firman Allah SWT.
31. Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (QS. al-Baqarah: 31)
14 Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris, (Jakarta: PT. Gramedia,
2003), h. 144
15 Attabik Ali dan Muh. Zuhdi Muhdlar, Kamus al-‘Ashry, (Yogjakarta: Muassasah Ali
Rasyid Ridha mendefinisikan al-ta’lîm sebagai proses transmisi berbagai
ilmu pengetahuan kepada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan.16
Muhammad Naquib al-Attas mengartikan al-ta’lîm dengan pengajaran tanpa
pengenalan secara mendasar.17
b. Kata al-tarbiyah ﺔﯿﺑﺮﺘﻟا, merupakan masdar dari kata rabba (بر) yang
berarti mengasuh, mendidik, dan memelihara. Dalam leksikologi al-Qur’an,
penunjukan kata al-tarbiyah yang merujuk pada pengertian pendidikan, secara
eksplisit tidak ditemukan.18 Muhaimin dan Abdul Majid berpendapat bahwa
al-tarbiyah merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan dari tingkat dasar
menuju tingkat berikutnya. Secara aplikatif, proses tarbiyah bermula dari
pengalaman, hafalan dan ingatan sebelum menjangkau pada tahap penalaran dan
pemahaman.19 Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, mengartikan tarbiyah sebagai
“Proses penyampaian sesuatu sampai pada batas kesempurnaan yang dilaksanakan
secara gradual.”20
Sedangkan Muhammad ‘Athiyyah al-Abrasy mendefinisikan tarbiyah
dengan upaya mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna,
kebahagiaan hidup, cinta tanah air, kekuatan raga, kesempurnaan etika, sistematik
16 Muhaimin dan Abdul Majid, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya,
1993), h. 129.
17 Muhammad Naquib al-Attas,
Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1984), h. 66
18 Said Aqil Siradz,
Reposisi Kependidikan Islam: Telaah Implementasi UU Sisidiknas Tahun 2003. Makalah disampaikan dalam seminar sehari yang diselenggarakan oleh STAI NU, di Jakarta, 10 September 2003.
19 Muhaimin dan Abdul Majid, Pemikiran Pendidikan Islam, h. 130
20 Muhammad Jamaluddin al-Qâsimi, Tafsir Mahâsin al-Ta’wîl, (Kairo: Dar Ihya’
dalam berfikir, tajam perasaan, kesungguhan berkereasi, toleransi, kompetensi
dalam bahasa dan terampil.21
c. Kata al-ta’dîb ﺐﯾدﺄﺘﻟا, merupakan masdar dari addaba بدأ, yang berarti pendidikan, perbaikan, dan pendisiplinan.22 al-ta’dîb didefinisikan dengan “proses
pendidikan yang berorientasi pembentukan pribadi anak didik yang beradab, taat
hukum, menjunjung tinggi etika atau sopan santun.” Proses al-ta’dîb harus
didasarkan pada komitmen kuat untuk membangun moralitas manusia dan dimulai
dari diri sendiri. Dalam al-ta’dîb, seorang pendidik harus selalu sadar bahwa
proses al-ta’dîb tidak pernah lepas dari arahan Allah. Tuhan ikut campur dengan
mengarahkan langkah pendidik.23
Menurut Muhammad al-Naquib al-Attas, penggunaan terma al-ta’dîb lebih
cocok digunakan dalam diskursus pendidikan Islam, dibanding penggunaan terma
al-ta’lîm maupun al-tarbiyah. Hal ini disebabkan, karena pengertian term al-ta’lîm
hanya ditujukan pada proses pentransferan ilmu (proses pengajaran), tanpa adanya
pengenalan lebih mendasar pada perubahan tingkah laku. Sedangkan terma
al-tarbiyah penunjukan makna pendidikannya masih bersifat umum. Terma ini
berlaku bukan saja kepada proses pendidikan pada manusia, akan tetapi juga
ditunjukan pada proses pendidikan kepada selain manusia. Padahal diskursus
pendidikan Islam hanya ditujukan kepada proses-proses pendidikan yang
dilakukan manusia dalam upaya memiliki kepribadian muslim yang utuh,
sekaligus membedakannya dengan mahluk Allah lainnya. Dalam konteks ini,
21 Muhammad ‘Athiyyah al-Abrasy, Ruh al-Tarbiyah wa al-ta’lîm, (Saudi Arabia: Dar
al-Ihya’), h. 7
22 Attabik Ali dan Muh. Zuhdi Muhdlar, Kamus al-‘Ashry, (Yogjakarta: Muassasah Ali
Maksum, 1996) h. 445.
23 Said Aqil Siradz,
lebih lanjut menurut al-Attas, penggunaan terma al-ta’dîb lebih dapat digunakan
bagi pendidikan Islam. Pengertian yang dikandungnya mencakup semua wawasan
ilmu pengetahuan, baik teoritis maupun praktis yang terformulasi dengan
nilai-nilai tanggungjawab dan semangat Ilahiah sebagai bentuk pengabdian manusia
kepada Khaliqnya. Terma ini merupakan bentuk esensial dari pendidikan Islam
dan sekaligus mencerminkan tujuan hakiki pendidikan Islam.24
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan
ialah: "Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan".25
Ki Hajar Dewantara menyatakan: "Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk
memajukan budi pekerti (kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani
anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya".26 Muhammad Natsir dalam
tulisannya Ideology Islam, menulis: "Yang dinamakan pendididikan, ialah satu
pimpinan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan
kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya".27 Ahmad D. Marimba
mengajukan definisi pendidikan sebagai berikut: "Pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama".28
Pendidikan menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Touny al-Syaebani,
diartikan sebagai “usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan
24
Samsul Nizar, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001), h. 85 25
Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 42 26
Ki Hajar Dewantara, Masalah Kebudayaan: Kenang-kenangan Promosi Doctor
Honoris Causa, (Yogyakarta, 1967) h. 42 27
M. Natsir, Capita Selecta, (Bandung: Gravenhage, 1954), h. 87 28
pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam
sekitarnya melalui proses kependidikan. Hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam
se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan: “Sebagai
bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam
dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi
berlakunya semua ajaran Islam.29
Pendidikan sebenarnya dapat ditinjau dari dua segi. Pertama dari sudut
pandangan masyarakat, dan kedua dari segi pandangan individu. Dari segi
pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi
tua kepada generasi muda, agar hidup masyarakat tetap berlanjutan. Atau dengan
kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari
generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara.
Nilai-nilai ini bermacam-macam. Ada yang bersifat intelektual, seni, politik, ekonomi
dan lain-lain lagi. Dalam berbagai hal nilai-nilai budaya ini berpadu dalam suatu
karya seperti pada binaan rumah. Dalam bangunan rumah, nampak jelas warisan
intelektual, seni, ekonomi, politik, agama dan lain-lain dari bangsa dan
masyarakat yang menciptakannya. Inilah yang disebut kepribadian atau identitas.
Itu sebab bentuk rumah dan ukirannya berbeda-beda menurut budaya bangsa yang
menciptakannya. Bentuk rumah orang Eksimo berbeda dengan rumah orang
Afrika yang berbeda dengan rumah orang jepang dan selanjutnya berbeda dengan
rumah orang indonesia. Setiap masyarakat berusaha mewariskan keahlian dan
keterampilan yang dipunyainya itu kepada generasi mudanya agar masyarakat
tersebut tetap memelihara kepribadiannya yang berarti memlihara kelanjutan
hidup masyarakat tersebut. Inilah dia pendidikan ditinjau dari segi kacamata
masyarakat.30
Dilihat dengan kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan
potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana lautan
dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi tidak tampak. Ia
masih berada di dasar laut. Ia perlu dipancing dan digali supaya dapat menjadi
makanan dan perhiasan bagi manusia. Manusia mempunyai berbagai bakat dan
kemampuan yang kalau pandai kita mempergunakannya bisa berubah menjadi
emas dan intan, bisa menjadi kekayaan yang berlimpah-limpah. Kemampuan
intelektual saja beraneka ragam. Kemampuan bahasa, menghitung, mengingat,
berfikir, dayacipta dan lain-lain. Malah menurut Guilford (1956) kemampuan
intelektual ini terdiri dari 120 macam. Sudah tentu sampai sekarang
kemampuan-kemampuan itu belum dapat dipergunakan semuanya. Tetapi hasilnya, manusia
sudah sampai ke bulan dan menciptakan teknologi yang tinggi. Artinya biarpun
dengan kemampuan akal yang terbatas manusia sudah dapat menjelajah angkasa
raya. Jadi pendidikan menurut pandangan individu adalah menggarap kekayaan
yang terdapat pada setiap individu agar ia dapat dinikmati oleh individu dan
selanjutnya oleh masyarakat.31
Pendidikan dan pengajaran
K.H. Dewantara berpendapat bahwa pengajaran itu adalah sebagian dari
pendidikan. Ia menyatakan sebagai berikut: “Pengajaran itu tidak lain dan tidak
bukan adalah salah satu bagian dari prndidikan. Jelasnya, pengajaran tidak lain
30
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), cet. 2, h. 3
adalah pendidikan dengan cara memberikan ilmu atau pengetahuan serta
kecakapan.”32
B. Visi dan Misi Pendidikan
Kata visi berasal dari bahasa inggris, vision yang dapat berarti penglihatan,
daya lihat, pandangan, impian atau bayangan.33 Dalam bahasa Arab, kata visi
dapat diwakili oleh kata nadzr, jamaknya indzâr, yang berarti pandangan,
pemikiran, peninjauan, pertimbangan, ugkapan pemikiran, perenungan yang
bersifat mendalam dan filosofis.34
Secara terminologi, visi yaitu tujuan jangka panjang, cita-cita masa depan,
keinginan besar yang hendak diwujudkan, angan-angan, khayalan, dan impian
ideal tentang sesuatu yang hendak diwujudkan. Visi adalah jawaban dari
pertanyaan: what are will becoming (kita ingin menjadi apa?). seorang anak
sekolah TK misalnya ditanya oleh orang tuanya: “kamu jika sudah besar ingin jadi
apa?” anak TK tersebut ada yang menjawab: ingin jadi presiden, pilot, insinyur,
dan sebagainya. Berbagai keinginan anak tersebut meruapakan visi bagi mereka,
karena berisikan cita-cita dan keinginan yang ingin diwujudkan di masa depan.35
Visi pendidikan Islam sesungguhnya melekat pada visi ajaran Islam itu
sendiri yang terkait dengan visi kerasulan para nabi, mulai dari visi kerasulan
Nabi Adam hingga kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu membangun sebuah
32 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1996), h. 7.
33 Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT.
Gramedia, 2003) h. 631 34
Hans Wehr, Mu’jâm al-Lughah al-Arabiyah al-Mu’ashara, (Beirut: Librarie Du Liban, 1974), h. 611
35 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
kehidupan manusia yang patuh dan tunduk kepada Allah, serta membawa rahmat
bagi seluruh alam. Firman Allah SWT:
Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. al-Anbiya’ (21): 107)
Dengan demikian, visi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai
berikut: “Menjadikan pendidikan Islam sebagai pranata yang kuat, berwibawa,
efektif dan kredibel dalam mewujudkan cita-cita ajaran Islam.36
Sebagaimana kata visi, kata misi pun berasal dari bahasa inggris, yaitu
mission yang berarti tugas, perutusan, dan misi.37 Misi lebih lanjut dapat
dikatakan sebagai langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan yang bersifat strategis
dan efektif dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, Abudin Nata berpendapat bahwa misi
pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mendorong Timbulnya Kesadaran Umat Manusia Agar Mau Melakukan
Kegiatan Belajar dan Mengajar
2. Melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar Sepanjang Hayat
3. Melaksanakan Program Wajib Belajar
4. Melaksanakan Program Pendidikan Anak Usia Dini
36 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, h. 44
5. Mengeluarkan Manusia dari Kehidupan Dulumat (Kegelapan) kepada
Kehidupan yang Terang Benderang
6. Memberantas Sikap Jahiliyah
7. Menyelamatkan Manusia dari Tepi Jurang Kehancuran yang Disebabkan
karena Pertikaian
8. Melakukan Pencerahan Batin kepada Manusia agar Sehat Rohani dan
Jasmaninya
9. Menyadarkan Manusia agar Tidak Melakukan Perbuatan yang
Menimbulkan Bencana di Muka Bumi, Seperti Permusuhan dan
Peperangan
10.Mengangkat Harkat dan Martabat Manusia sebagai Makhluk yang Paling
Sempurna di Muka Bumi38
C. Tujuan Pendidikan
Yang dimaksud tujuan pedidikan adalah target yang ingin dicapai suatu
proses pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan dapat mempengaruhi
performance manusia. Tujuan pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu aspek
kognitif, yang meliputi pembinaan nalar, seperti kecerdasan, kepandaian dan daya
pikir; aspek afektif, yang meliputi pembinaan hati, sepeti pengembangan rasa,
kalbu dan rohani; dan aspek psikomotorik, yaitu pembinaan jasmani, seperti
kesehatan badan dan keterampilan.
38 Abudin Nata,
Al-Ghazali secara eksplisit menempatkan dua hal penting sebagai orientasi
pendidikan, pertama, mencapai kesempurnaan manusia untuk secara kualitatif
mendekatkan diri kepada Allah SWT.39 Kedua, mencapai kesempurnaan manusia
untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Menurut Al-Ghazali, kebahagiaan
dunia akhirat merupakan seuatu yang paling esensi bagi manusia. Kebahagiaan
dunia dan akhirat memiliki nilai universal, abadi dan lebih hakiki. Sehingga pada
akhirnya orientasi kedua akan sinergis bahkan menyatu dengan orientasi yang
pertama.40
Menurut Ibn Khaldûn, tujuan pendidikan beraneka ragam dan bersifat universal. Di antara tujuan pendidikan tersebut adalah:
a. Tujuan peningkatan pemikiran
Ibn Khaldûn memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah
memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas.
Hal ini dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan keterampilan. Tujuan
pendidikan Ibn Khaldûn adalah peningkatan kecerdasan manusia dan
kemampuannya berfikir.41
Tujuan pendidikan akal bermaksud mengembangkan intelegensi yang
mengarahkan seorang manusia sebagai individu untuk dapat menemukan
kebenaran yang sebenar-benarnya. Telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan
penemuan pesan ayat-ayatNya membawa iman kepada Sang Pencipta segala
sesuatu yang ada ini. Pendidikan yang dapat membantu tercapainya tujuan akal
39 Muhammad Athiyyah al-Abrasyi,
Al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falsafatuha, (Kairo: Isa al-Babiy al-Halabiy, 1975), h. 238
40 Asrorun Ni’am Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam: Mengurai Relevansi Konsep
Al-Ghazali dalam Konteks Kekinian, ( Jakarta: ELSAS Jakarta, 2006), h. 78
41 Umar Muhammad al-Toumi al-Syaibany, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Tripoli
atau tujuan pengembangan intelektual ini dengan kesediaan para pencari ilmu
pengetahuan, seharusnya dengan bukti-bukti yang memadai dan relevan
berkenaan dengan apa yang mereka pelajari. Tingkatan fakta-fakta, yang salah
satunya mempunyai sasaran terhadap obyek biasanya memberi pemahaman yang
lebih baik.42
b. Tujuan peningkatan kemasyarakatan
Dari segi peningkatan kemasyarakatan, Ibn Khaldûn berpendapat bahwa
ilmu dan pengajaran adalah lumrah bagi peradaban manusia. Ilmu dan pengajaran
sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat manusia ke arah
yang lebih baik. Semakin dinamis budaya suatu masyarakat, maka akan semakin
bermutu dan dinamis pula keterampilan di masyarakat tersebut.43
Untuk itu, manusia seyogyanya senantiasa berusaha memperoleh ilmu dan
keterampilan sebanyak mungkin sebagai salah satu cara membantunya untuk
dapat hidup dengan baik dalam masyarakat yang dinamis dan berbudaya. Jadi,
eksistensi pendidikan menurutnya merupakan satu sarana yang dapat membantu
individu dan masyarakat menuju kemajuan dan kecemerlangan.
c. Tujuan penigkatan rohani
Tujuan pendidikan dari segi kerohanian adalah dengan meningkatkan
kerohanian manusia dengan menjalankan praktek ibadat, zikir, khalwat
42 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an,
(Jakarta, Rineka Cipta, 1994), h. 137
43 Abd. Al-Rahman Ibn Khaldûn, Muqaddimah Ibn Khaldûn, Tahqîq Ali Abd al-Wahîd
(menyendiri) dan menasingkan diri dari dari khalayak ramai sedapat mungkin
untuk tujuan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh para sufi.44
Tujuan pendidikan menurut al-Tahtawi adalah untuk pembentukan
kepribadian, tidak hanya untuk kecerdasan. Lebih dari pada itu, tujuan pendidikan
juga berupaya menanamkan rasa patriotisme. Patriotisme merupakan dasar utama
yang membawa seseorang untuk membangun masyarakat maju.45 Sedangkan
menurut Mahmud Yunus, tujuan pendidikan adalah menyiapkan anak-anak agar
di waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan
akhirat, sehingga tercipta kebahagiaan di dunia dan di akhirat.46
Tujuan pendidikan Islam menuurut Quraish Syihab adalah membina
manusia agar mampu menjalankan fungsinya sebagai abd Allah dan khalifahnya,
manusia yang memiliki unsur-unsur jasmani, akal dan jiwa. Pembinaan akalnya
akan menghasilkan ilmu, sedangkan pembinaan jasmaninya menghasilkan
keterampilan dan pembinaan jiwa menghsailkan akhlak (moral) yang dilakukan
secara integral. Dengan demikian, terciptalah makhluk dwi-dimensi dalam satu
keseimbangan ilmu, amal dan iman.47
D. Prinsip Pendidikan menurut Hamka
Hamka adalah singkatan nama dari Haji Abdul Malik karim Amrullah
Datuk Indomo. Ia lahir di Sungai Batang Maninjau Sumatra Barat, pada tanggal
16 Februari 1908 M bertetpatan dengan tanggal 13 Muharram 1326 H. Lahir dari
pasangan Haji Abdul Karim Amrullah dan Shafiyah Tanjung, sebuah keluarga
44 Abd. Al-Rahman Ibn Khaldun,
Muqaddimah Ibn Khaldun, Tahqiq Ali Abd al-Wahid Wafi, (Cairo: Dar al-Nahdhah), h. 1097.
45 Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age, (London : Oxford University Press,
1962) h. 81
46 Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran (Jakarta: Hidakarya Agung,
1920), h. 15
yang taat beragama. Ayahnya adalah seorang ulama besar dan pembawa
paham-paham pembaruan Islam di Minagkabau. Ia meninggal pada tanggal 22 Juli 1981
di Rumah Sakit Pertamina Jakarta dalam usia 73 tahun.48
Bagi Hamka tauhid berarti mengakui bahwa Tuhan hanya satu. Keesaan
Allah merupakan satu-satunya zat yang dipertuhankan oleh manusia dan menjadi
titik tolak seorang muslim dalam memandang hidupnya. Apabila orang telah
memiliki tauhid, niscaya kepercayaannya akan mendorong dirinya agar senantiasa
melakukan perbuatan-perbuatan yang diterima dengan rela oleh Tuhan dan
niscaya di dalam hidupnya senantiasa menempuh jalan lurus.
Manusia harus memiliki jiwa tauhid sehingga ia menjadi manusia yang
beriman dengan sebenarnya iman. Salah satu usaha untuk menanamkan dan
menguatkan jiwa tauhid adalah melalui pendidikan. Namun, pendidikan itu pun
harus memiliki prinsip tauhid. Pendidikan dengan tauhid sebagai prinsip utama
akan memberi nila tambah bagi manusia dan menumbuhkan kepercayaan pada
dirinya serta mempunyai pegangan hidup yang benar. Bagi orag yang tidak
menjadikan tauhid sebagai dasar pendidikan maka ia seakan kehilangan tempat
berpijak. Keimanan akan menjadikan si pemiliknya mampu untuk mengendalikan
hawa nafsu, dan menempatkan pada ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul, tempat
memulangkan segala persoalan yang diperselisihkan.49
Pendidikan bermula dari prinsip Tauhid. Hal inilah yang menjadi dasar
pijakan dalam pandangan terhadap pendidikan. Prinsip Tauhid mencakup konsep
filosofis maupun metodologis yang terstruktur dan koheren terhadap pemahaman
kita terhadap dunia dan seluruh aspek kehidupan. Tauhid mengajarkan kita untuk
48
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta, Amzah, 2009), h. 100 49
menghimpun pandangan yang holistik, terpadu, dan komprehensif terhadap
pendidikan.
Pendidikan modern (baik Islam maupun Barat) secara umum berdasarkan
pandangan pendidikan yang tidak koheren dan parsial, sehingga siswa dan guru
jarang sekali punya pandangan yang sama tentang proses pendidikan secara
menyeluruh. Kebanyakan siswa meninggalkan sekolah sekitar umur 13-17 tahun
tanpa mempunyai tujuan hidup yang jelas, bahkan yang mereka pikirkan hanya
mendapatkan kerja.
Lebih dari itu, prinsip Tauhid menuntut para pendidik mempunyai
pandangan yang menyeluruh dan tujuan sejati terhadap pendidikan dan kehidupan
itu sendiri. Oleh karena itu, konsep Tauhid harus menjadi landasan tentang
bagaimana kita mendidik anak, termasuk (1) apa yang diajarkan (isi), (2)
bagaimana kita mengorganisir dan apa yang harus diajarkan, (3) bagaimana kita
mengajarkannya. Akhirnya, Tauhid haruslah membentuk fondasi pemikiran,
metodologi, dan praktik pendidikan kita.50
50
26
WAWASAN AL-QUR’AN
TENTANG PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN
TAUHID SEBAGAI PRINSIP PENDIDIKAN
1. Pengertian Tauhid
Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari wahhada yang berarti
mengesakan.51 Kata wahhada sendiri bentukan dari kata wahada atau wahuda
dengan arti (infarada). Dengan demikian, kata tauhid bermakna mengesakan atau
menyatukan. Kata tauhid telah menjadi kata yang baku dalam bahasa Indonesia
yang berarti keesaan Allah; mentauhidkan berarti mangakui keesaan Allah atau
mengesakannya. Tauhid ialah mengesakan Allah SWT dalam beribadah
kepadaNya. Dan itulah agama semua para rasul yang diutus oleh Allah kepada
seluruh hambaNya.52 Kata tauhid, yang dikehendaki di sini, tidak lain dari Tauhid
Allah, yang berarti mengesakan Allah, atau dengan kata lain menyatakan bahwa
Allah (Tuhan) itu esa, satu, atau tunggal.
Menegakkan akidah tauhid adalah ajaran yang paling kuat mendapat
tekanan dalam Islam. Ajaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, la ilaha illa
Allah atau tidak ada yang patut ditaati dan disembah kecuali Allah adalah paling
esensial dan sentral dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi.53 Pada dasarnya, inti pokok
ajaran Al-Qur’an adalah tauhid. Nabi Muhammad saw diutus Allah kepada umat
51 Cyril Classe,The consice Encyclopaedia of Islam (London: Stacey International and
Cyril Glasse, 1989), h. 400
52 Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Tertemah: Begini Seharusnya Mendidik Anak:
Panduan mendidik anak sejak masa kandungan hingga dewasa, (Jakarta: Daru Haq, 2004), h.136
manusia juga untuk mengajarkan ketauhidan tersebut. Karena itu, ajaran tauhid
yang terdapat dalam al-Qur’an dipertegas dan diperjelas oleh Rasul sebagaimana
tercermin dalam hadis-hadisnya.
Term tauhid yang berarti mengesakan Allah swt itu sangat penting dalam
Islam. Ilmu yang membahas akidah Islam terutama membahas keesaan Allah itu
disebut dengan ilmu tauhid. Dalam khazanah teologi Islam, ilmu tauhid juga
disebut ilmu kalam, karena pembahasannya berkisar masalah perbedaan para
ulama pada abad pertama tentang apakah kalam Tuhan yang berupa al-Qur’an itu
kadim atau baru. Selain dua nama tersebut, ilmu itu juga dinamai ilmu
Ushuluddin, karena obyek pembahsannya terutama berkisar pada masalah
dasar-dasar agama. Pembahsan ilmu tersebut berdasar-dasar al-Qur’an, hadis, dan penalaran
atau pemikiran rasional.54
2. Tauhid dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak pernah menyebut istilah tauhid sedangkan yang terdapat
dalam al-Qur’an ialah kata ahad dan wâhid.55 Akan tetapi, kata tauhid sebagai
istilah teknis dalam ilmu kalam secara tepat mengungkapkan isi pokok ajaran
Kitab Suci itu. Bahkan, kata tauhid secara tepat menggambarkan inti ajaran semua
nabi dan rasul Tuhan, yang mereka diutus untuk setiap kelompok manusia di
bumi. Tauhid sudah ada sejak Nabi Adam a.s. sebagai seorang Nabi dan Rasul
Adam telah membawa tauhid atau paham mengesakan Allah tersebut, suatu
paham yang diberikan oleh Allah kepadanya. Karena itu, semua umat Islam
54 Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: LSIK, 1994), h.49
55 H.A.R Gibb and Kramers (eds),
percaya, Adam menganut paham monoteisme dan tidak mungkin menganut
paham politeisme atau kemusyrikan.
Ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi dasar atau landasan paham tauhid
seperti yang sedikit telah diuraikan di atas antara lain sebagai berikut:
a. Penegasan bahwa Allah itu Esa.
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. al-Ikhlas (112): 1-4)56
Ayat di atas tegas sekali menyatakan bahwa Allah itu Esa. Kata ahad
berarti Esa, tunggal, satu baik dalam zat, sifat maupun perbuatan-Nya. Kata
tersebut juga menjadi sifat kemahaesaan dan penafian terhadap persyarikatan.57
Abdallah Yousuf Ali menterjemahkan kata ahad dalam ayat pertama surat
al-Ikhlas tersebut dengan memberikan komentar bahwa pernyataan ahad (Maha Esa)
itu berarti meniadakan gagasan tentang politeisme, suatu sistem kepercayaan
kepada Tuhan banyak. Sistem demikian ini berlawanan dengan konsepsi umat
Islam yang benar dan paling dalam mengenai hidup, sebab kesatuan dalam
rencana, kesatuan dalam fakta, kehidupan yang sangat mendasar, manyatakan
adanya kesatuan Pencipta.58
56
Tim Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Bumi Restu,
1977), h. 464 57
Wahbat al-Zuhaily, Al-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’at wa al-Manhaj, Juz
30 (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1991), h. 464.
58 A. Yusf Ali, The Holy Qur’an, Translation and Commentary (Jeddah: Dar Al-Qiblah,
Pernyataan Allah itu Esa, sebagaimana isi surat pertama, merupakan
penegasan bahwa Islam menganut paham monoteisme dan menentang politeisme.
Tuhan Yang Esa, Tunggal, juga satu-satunya yang menciptakan alam dan
sekaligus mengaturnya. Sekiranya ada dua Tuhan yang mengatur alam ini akan
hancur.59 Dalam menolak paham politeisme ini, Allah berfirman sebagaimana
tercantum dalam QS. al-Anbiya (21): 22 berikut:
22. Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah
keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.60
b. Semua Rasul Menerima Ajaran Tauhid.
25. dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. al-Anbiya (21): 25.)61
Berdasarkan ayat di atas, maka sesungguhnya tauhid atau paham
ketuhanan Yang Maha Esa itu sudah diajarkan kepada rasul sebelum Nabi
Muhammad dan telah disampaikan kepada umat mereka masing-masing.62 Selain
ayat tersebut juga terdapat pada QS. al-Zuhruf (43): 45 dan an-Nahl (16): 36.
Kedua ayat yang disebut itu juga menjelaskan bahwa para rasul sebelum Nabi
Muhammad telah diajarkan kepada mereka tentang tauhid. Oleh karena itu,
penganut agama Yahudi dan Nasrani tentu juga pada mulanya menerima ajaran
59
Wahbat al-Zuhaily, Al-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’at wa al-Manhaj, Juz
30 (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1991), h. 465. 6060
Tim Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Bumi Restu, 1977), h. 498
61 Ibid 62
Tauhid. Dalam hal yang terakhir ini, Allah berfirman dalam QS. ‘Ali ‘Imran (3):
64 sebagai berikut:
64. Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".63
Tugas Nabi Muhammad dalam menyampaikan paham tauhid tiada hanya
kepada umatnya saja, tetapi juga kepada ahl al-kitab, yakni segenap umat yang
pernah memperoleh kitab suci melalui nabi atau rasul Tuhan. Dengan demikian,
Nabi Muhammad mengingatkan kembali akan ajaran asli agama-agama samawi
atau agama yang pernah diajarkan oleh para nabi dan rasul. Dengan demikian
menurut al-Qur’an bahwa risalah yang diterima dan diajarkan oleh setiap nabi
atau rasul, dari yang pertama sampai yang terakhir adalah risalah tauhid, risalah
untuk mengesakan Allah.
Jadi secara umum sejak awal permulaan Islam datang, materi yang
diajarkan oleh Rasulullah kepada ummatnya adalah menyangkut berbagai aspek
kehidupan manusia, baik materi yang menyangkut keperluan kehidupan pribadi
maupun sosial. Yang mula-mula diajarkan Rasulullah di Makkah adalah materi
yang menyangkut aspek keimanan (tauhid) dengan bahan dan sumber ajarannya
63
Tim Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Bumi Restu,
adalah ayat-ayat al-Qur’an dan kepribadian Rasulullah, dengan bertempat di
rumah-rumah para sahabat seperti di rumahnya al-Arqam.64
Rasuslullah telah memberikan dasar pendidikan kepada para sahabatnya
dengan menanamkan nilai-nilai tauhid pada permulaan da’wahnya di Makkah. Di
antara ajarannya ialah Firman Allah SWT berikut ini: