• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendidikan Agama Dalam Keluarga Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak Di Keluarga Pemulung Jurang Mangu Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendidikan Agama Dalam Keluarga Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak Di Keluarga Pemulung Jurang Mangu Barat"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI ANAK

DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos I)

RHAVIQAH

107052002762

JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos I)

Oleh

Rhaviq a h NIM 107052002762

Pembimbing

Dra. Rini Laili Pri hatini M. Si NIP 19690607 199503 2 003

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Skripsi berjudul Pengaruh pendidikan Agama keluarga terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak di Komunitas Pemulung jurang Mangu

telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, 16 Mei 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Ciputat,16 Mei 2013 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Wahidin Saputra, MA Drs.Sugiharto, M.A

NIP. 19700903 199603 1 001 NIP. 19660806 199603 1 001 Anggota

Penguji I Penguji II

Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si Ade Rina Farida, M.Si

NIP. 19650301 199903 1 001 NIP. 19770513 200701 2 018 Pembimbing

Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2013

(5)

( By : Dorothy Law Nolte)

Jika anak dibesarkan dengan celaan

Ia belajar memaki

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan

Ia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan

Ia belajar rendah diri

Jika anak dibesarkan dengan penghinaan

Ia belajar menyesali diri

Jika anak dibesarkan dengan toleransi

Ia belajar menahan diri

Jika anak dibesarkan dengan dorongan

Ia belajar percaya diri

Jika anak dibesarkan dengan pujian

Ia belajar menghargai

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan

Ia belajar keadilan

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman

Ia belajar menaruh kepercayaan

Jika anak dibesarkan dengan dukungan

Ia belajar menyenangi dirinya

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan

persahabatan

(6)

i

ABSTRAK

Rha iqah, 107052002762, Pengaruh Pendidikan Agama Keluarga Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak Di Keluarga Pemulung Jurang Mangu Barat Bintaro Tangerang Selatan, di bawah bimbingan Rini Laili Prihatini,

M.Si

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal bersama di satu atap atau tempat dan dalam keadaan saling ketergantungan. Dalam satu keluarga terdapat orang tua yang menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya. Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak yang berkualitas, cerdas, dan tanggung jawab atas diri dan masyarakat, bangsa dan negara. Salah satunya bertanggung jawab dalam hal spiritual agar anak dapat menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Tanggung jawab yang besar tersebut merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan agama dirasa sangat penting diberikan kepada anak-anak, karena agama dapat menjadi sarana untuk membentengi diri anak-anak dari perbuatan yang menyimpang dan negatif, seperti kasus narkoba, seks bebas, tindak kriminal, rendah diri, tertutup dan lain sebagainya. Dengan pendidikan agama yang baik maka akan terbentuklah konsep diri yang positif pada diri anak-anak.

Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Seluruh sikap, pandangan, serta keyakinan seseorang terhadap dirinya akan berpengaruh terhadap seluruh perilakunya. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melaksanakan tugas, maka perilakunya akan menunjukan ketidak mampuannya tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengetahui adakah pengaruh pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang Mangu Barat.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian survei yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengukuran data pokok. Sampel pada penelitian ini yaitu orang tua di komunitas pemulung Jurang Mangu, sebanyak 30 responden.

Hasil penelitian ini memperoleh hasil t-test (parsial) nilai Sig = 0,000 korelasi parsial pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak pada keluarga di komunitas pemulung Jurang Mangu Barat adalah sebesar 0.815 atau 81.5%. Dari hasil perhitungan tersebut ternyata bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel dimana nilai signifikansinya 0.000 < 0.01. Sehingga hipotesis yang berbunyi yaitu terhadap pengaruh pendidikan agama dalam keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang Mangu Barat. Dan tingkat pembentukan konsep diri anak berada pada tingkatan sedang dengan kisaran skor antara 119.28794 – 103.24546 dan skor mean sebesar 111.2667.

(7)

ii

KATA PENGANTAR

ijk

ijk

ijk

ijk

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirrabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas

segala nikmat dan hidayah yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI

ANAK DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT”.

Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya, serta ummatnya yang selalu istiqomah menjalankan ajarannya.

Dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis memberikan untaian terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Teristimewa kepada orang tua penulis, ayahanda tercinta (Alm) Jufri dan ibunda tersayang Hj. Yusneti yang telah menghantar penulis hingga seperti sekarang dengan penuh kasih sayang, doa, kesabaran, keikhlasan dan perjuangan hidup demi kelangsungan pendidikan putra-putrinya, terima kasih untuk semuanya. Penulis menghaturkan terima kasih yang tulus kepada:

(8)

iii

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam sekaligus sebagai dosen pembimbing. Terima kasih atas kesabaran dan keiklasan ibu yang telah banyak memberikan arahan serta waktunya dalam membimbing penulis hingga terselesaikan skripsi ini. 3. Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan

Islam. Terima kasih atas dukungan dan bimbingannya selama ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis.

5. Terima kasih untuk seluruh Staf Karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas kerjasama dan bantuannya selama penulis menyelasaikan skripsi ini.

6. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah menyediakan buku dan fasilitas Wi-Fi untuk mendapatkan referensi dan memperkaya isi skripsi ini.

7. Terima kasih kepada kakak-kakak tersayang kak Nita, kak Vira, Abang Hendra, dan adik tercinta Isan yang telah memberikan semangat kepada penulis.

(9)

iv

9. Special thanks to “uri chingu” indah, ilah dan o yang selalu ada dikala penulis sedang membutuhkan suntikan semangat, Gamsahamnida Chingudeul.

10.Terima kasih untuk eka, wiwin, keke, aida, ndin, yudi, eno, lia, dita, dan semua teman-teman seperjuangan di Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam khususnya angkatan 2007, terima kasih atas pertemanan dan kebersamaannya selama ini, semoga kita semua sukses selalu, dan tetaplah menjadi teman-teman tebaik bagi penulis.

11.Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya.

Akhirnya penulis berharap semoga apa yang telah diberikan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan bagi keluarga besar Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada khususnya.

Billahitaufiqwalhidayah

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Mei 2013

(10)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

1. Pembatasan Masalah ... 6

2. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Agama ... 12

1. Pengertian Pendidikan ... 12

2. Pengertian Agama ... 15

3. Pengertian Keluarga ... 18

4. Fungsi Keluarga ... 19

5. Pendidikan Agama dalam Keluarga ... 20

B. Konsep Diri ... 21

1. Pengertian Konsep diri ... 21

2. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif ... 23

(11)

vi

4. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri ... 28

5. Proses Pembentukan dan Perkembangan Konsep Diri ... 30

C. Anak ... 32

1. Pengertian Anak ... 32

2. Tugas Perkembangan Anak Usia 7 – 12 tahun ... 32

3. Perkembangan dan Pemahaman Agama pada Anak-anak . 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 35

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 36

D. Variabel Penelitian ... 37

E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian ... 38

F. Teknik Pengumpulan Data ... 40

G. Uji Validitas ... 41

H. Uji Reliabilitas ... 42

I. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ... 43

J. Regresi Linier Sederhana ... 44

K. Uji Koefisien Determinasi ... 44

L. Uji t-test (parsial) ... 45

M. Hipotesis ... 45

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum dan Lokasi Peneliti ... 46

B. Data-data Hasil Penelitian Lapangan ... 47

1. Klasifikasi Responden ... 47

(12)

vii

C. Uji Regresi ... 59 1. Regresi Linier Sederhana ... 59 2. Uji Koefisien Regresi sederhana (Uji-T) ... 60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 64 B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA

(13)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 47

Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 48

Tabel 4 Respon orang tua terhadap Variabel Keimanan ... 49

Tabel 5 Respon responden terhadap Variabel Ibadah ... 51

Tabel 6 Respon responden terhadap Variabel Akhlak ... 52

Tabel 7 Respon responden terhadap Variabel Etika dalam Pergaulan ... 54

Tabel 8 Respon Orang tua terhadap Variabel konsep diri positif ... 55

Tabel 9 Respon Orang tua terhadap konsep diri negatif ... 57

Tabel 10 Koefisien Regresi Linier Sederhana Coefficients ... 59

Tabel 11 Koefisien Determinasi Model Summary ... 60

Tabel 12 Descriptive Statistics ... 61

Tabel 13 Klasifikasi Skor Skala Pendidikan Agama ... 61

Tabel 14 Descriptive Statistics Konsep Diri ... 62

(14)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya perkawinan. Menurut pasal 1 Undang–undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, menjelaskan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.1

Menurut Gunarsa dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua individu yang memainkan peran penting yaitu peran ayah dan peran ibu. Secara umum peran ibu adalah memenuhi kebutuhan biologis dan fisik, merawat dan mengasuh keluarga dengan sabar, mendidik, mengatur, dan membimbing anak, serta menjadi contoh dan teladan bagi anak. Secara umum peran ayah adalah sebagai pencari nafkah, menjadi suami yang penuh perhatian, memberi rasa aman, berpartisipasi dalam pendidikan anak, sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, dan mengasihi keluarga, karenanya orang tua berkewajiban mendidik dan membimbing anak.2

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Didalam suatu keluarga terdapat anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang menjadi tanggung jawab orang tua.

1

Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 21 2

(15)

Orang tua menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya. Setiap orang tua memiliki harapan dan keinginan yang baik terhadap anak, sehingga segala cara diusahakan untuk mencapai hal tersebut. Taraf pertumbuhan dan perkembangan telah menjadikan perubahan pada diri anak. Perubahan perilaku tidak akan menjadi masalah bagi orang tua apabila anak tidak menunjukkan tanda penyimpangan. Akan tetapi, apabila anak telah menunjukkan tanda yang mengarah ke hal negatif akan membuat cemas orang tua seperti anak-anak mulai sering berkata tidak jujur, tidak mau mendengarkan perkataan orang tua dan lain-lain.

Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak yang berkualitas, cerdas, dan bertanggung jawab atas diri dan masyarakat, bangsa dan Negara. Salah satunya bertanggung jawab dalam hal spiritual agar anak dapat menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Tanggung jawab yang besar tersebut merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Pendidikan agama dalam arti pembinaan kepribadian, sebenarnya telah dimulai sejak si anak lahir, bahkan sejak dalam kandungan. Keadaan orang tua, ketika si anak dalam kandungan, mempengaruhi jiwa anak yang akan lahir nanti, hal ini banyak terbukti dalam perawatan jiwa. Memang diakui bahwa penelitian terhadap mental janin yang dalam kandungan, mempengaruhi jiwa anak yang akan lahir nanti, hal ini banyak terbukti dalam perawatan jiwa.3

Anak tumbuh dan berkembang di bawah bimbingan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan

3

(16)

hidup yang berlaku di lingkungannya. Orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak, dan membentuk baik buruknya perilaku anak.

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia dalam upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.4

Selanjutnya pendidikan juga di atur dalam ketentuan Negara yang tertuang dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: IV/MPR/1978) dinyatakan: Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.5

Setelah kita memahami konsep pendidikan yang tertuang dalam aturan Negara melalui GBHN. Maka kita dapat mengetahui masalah pendidikan anak yang ada pada masyarakat marjinal. Misalnya yang terjadi pada anak-anak di komunitas pemulung Jurang Mangu adalah perasaan minder pada orang lain diluar dari komunitas mereka. Ini dijumpai pada saat peneliti melakukan observasi pada praktikum di komunitas pemulung tersebut. Rasa minder yang timbul disebabkan oleh pandangan dari orang diluar komunitas pemulung kepada mereka. Kebanyakan orang-orang memandang bahwa pemulung itu adalah pekerjaan yang kotor, karena pekerjaan mereka adalah memunguti barang-barang bekas ataupun sisa-sisa dari orang lain, dan tak jarang pula masyarakat memandang pemulung sebagai orang yang selalu dikaitkan dengan pelaku kriminal seperti pencuri dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan anak komunitas pemulung menjadi kurang percaya diri dengan lingkungan diluar

4

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) h. 263

5

(17)

komunitas mereka. Ditambah lagi anak-anak di komunitas pemulung Jurang Mangu mengalami putus sekolah dikarenakan faktor ekonomi dan akhirnya mengikuti jejak orang tua mereka menjadi pemulung. Karena kurangnya pendidikan mengakibatkan anak-anak berada dijalanan dan keadaan tersebut membuat mereka sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal baru yang terjadi di jalanan, dan hal ini menyebabkan mereka menjadi anak jalanan yang dianggap meresahkan masyarakat. Hal ini penulis ketahui ketika penulis melakukan konseling kelompok di komunitas pemulung Jurang Mangu. Dan karena masalah tersebut penulis menjadi tertarik untuk melakukan penelitian di komunitas tersebut.6

Pendidikan agama sangat penting diberikan kepada anak. Karena agama dapat menjadi sarana untuk membentengi diri anak dari perbuatan yang menyimpang dan negatif, seperti kasus narkoba, seks bebas, tindak kriminal, rendah diri, tertutup dan lain sebagainya, dan terbentuklah konsep diri yang positif pada diri anak, khususnya bagi anak-anak pemulung di Jurang Mangu. Sehingga mereka lebih dapat menerima diri dan lingkungannya.

Setiap individu memiliki gambaran tentang dirinya sendiri. Gambaran diri tersebut biasanya disebut dengan konsep diri (self concept). Gambaran itu meliputi keadaan fisik, psikologis, dan kehidupan sosialnya dengan orang lain. Jadi konsep diri meliputi apa yang individu pikirkan dan apa yang individu rasakan tentang dirinya.

Lindgren menyatakan konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-orang sekitarnya. Apa yang dipersepsikan oleh orang lain mengenai diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang disandang seorang individu. Struktur, peran dan status sosial merupakan gejala

6

(18)

yang dihasilkan dari adanya interaksi antara individu satu dan individu yang lain, antara individu dan kelompok, atau kelompok dan kelompok.7

Apabila anak-anak memiliki konsep diri yang positif maka akan mencetak anak-anak yang lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya, tapi sebaliknya apabila anak-anak memiliki konsep diri yang negatif, maka ia akan meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup.

Pembentukan konsep diri anak yang positif ini bukan hanya tanggung jawab keluarga saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama untuk ikut memikirkan bagaimana caranya agar bangsa kita dapat mencetak generasi-generasi penerus yang tidak hanya sebatas canggih dalam ilmu pengetahuan tetapi juga mempunyai kepribadian yang bertakwa dan mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam ajaran Islam bahwa manusia itu sebagai khalifah dimuka bumi ini yang tertuang dalam Surat al-Baqarah/2:30 berikut:

Œ

)

r

A

$

%



/

‘

p3´»=J=9

’T

)

@

ã

%`

’

û

ڑ

{

#

p

ÿ

‹=

z

(

#

q9

$

%

@

è

gB&

$

ù

`B

‰¡ÿ

ƒ

$

ù

7

ÿ¡

„r

ä

$

B

$!

#

`

t

Ur

x7

¡

R

8

‰

J

t2

¨‰

)Rr

79

(

A

$

%

’T

)

N=

ã

&

$

B

w

bqJ=

è

?

ÇÌÉÈ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi." mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”8

7

Alex Sobur. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah (Bandung: CV Pustaka Setia; 2003)

8

(19)

Pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar cinta kasih sayang yang kodrati, rasa kasih murni, yaitu rasa cinta kasih sayang seorang tua terhadap anaknya. Rasa kasih sayang inilah yang menjadi sumber kekuatan yang menjadi pendorong orang tua untuk tidak jemu-jemunya membimbing dan memberikan pertolongan yang dibutuhkan anak-anaknya.9

Diantara pendidikan dalam keluarga Pendidikan agama dalam keluarga merupakan pendidikan non formal, sejak anak baru lahir hingga anak memasuki usia untuk memperoleh pendidikan pada jalur formal (sekolah). Dengan adanya dasar pendidikan agama dari rumah diharapkan kelak anak akan menerapkan ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari.

Berdasarkan fenomena dan berpijak pada latar belakang masalah di atas, maka dilakukan penelitian terhadap masalah tersebut dan mendapatkan deskripsi yang dituangkan dalam skripsi ini dengan judul “PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP

DIRI ANAK DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan pembatasan dalam penelitian ini, sehingga sampai pada tujuannya, maka penulis membatasi penelitian ini pada:

1) Pendidikan agama keluarga dalam penelitian ini yaitu pendidikan agama yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya baik pendidikan secara lisan maupun secara tindakan. Dalam penelitian ini yang di ukur adalah bagaimana anak mendapatkan pendidikan agama dalam keluarganya.

9

(20)

2) Keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga-keluarga pemulung yang tinggal di komunitas pemulung Jurang Mangu Barat.

3) Pembentukan konsep diri anak dalam penelitian ini yaitu semua hal yang dilakukan oleh orang tua dalam memberikan keteladanan dan pembiasaan kepada anak berdasarkan ajaran-ajaran agama yang berlangsung secara terus menerus dan membentuk konsep diri pada anak. Konsep diri ini terbentuk baik menjadi konsep diri yang positif ataupun menjadi konsep diri yang negatif.

2. Perumusan Masalah

Agar perumusan masalah lebih terarah dan terfokus, maka dalam penulisan penelitian ini dirumuskan dalam rangka menjawab permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana pendidikan agama anak di keluarga pemulung Jurang Mangu ? b. Bagaimana pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang

Mangu ?

c. Bagaimana pengaruh pendidikan agama terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang Mangu ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang:

(21)

b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang Mangu.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu: a. Ilmu Pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menambah

pengetahuan baru pada mata kuliah Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Ilmu Dakwah, dan Psikologi Perkembangan.

b. Akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat dijadikan bahan acuan tentang pendidikan agama keluarga dalam pembentukan konsep diri anak bagi universitas dan khususnya jurusan BPI.

c. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya para orang tua mengenai pendidikan agama keluarga untuk pembentukan konsep diri anak.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian ini diadakan tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi yang memiliki kemiripan judul untuk menghindari bentuk plagiat, diantaranya:

1. “Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja di SMA 10 Tangerang Selatan”

(22)

penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan sebenarnya. Hasil penelitian ini adalah, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dalam keluarga yang diberikan orang tua siswa-siswi SMA Negeri 10 Tangerang Selatan, berupa pembinaan keimanan, pembinaan ibadah, dan pembinaan akhlak. Dari kenakalan remaja dapat dilihat bahwa tingkat kenakalan remaja SMA Negeri 10 Tangerang Selatan, berada pada tingkat cukup. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa tingkat kenakalan remaja di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan berada pada tingkat sedang.

2. “Pengaruh Pendidikan Agama (Islam) dalam Keluarga Terhadap Konsep Diri Pada Remaja”.

(Disusun oleh: Zakiah, NIM: 102070026075, Jurusan: Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional, dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif yang signifikan antara pendidikan agama (Islam) dalam keluarga terhadap konsep diri remaja. Artinya semakin tinggi pendidikan agama sesorang yang didapatkan dalam keluarga maka akan semakin positif konsep diri seseorang itu, sebaliknya semakin kurangnya pendidikan agama (Islam) yang didapatkan seseorang dalam keluarganya maka akan konsep dirinya akan cenderung menjadi negatif.

(23)

komunitas pemulung Jurang Mangu, peneliti mengambil lokasi tersebut dikarenakan peneliti merasa tertarik dengan konsep diri anak-anak di komunitas pemulung tersebut. Dan yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah keluarga pemulung dan yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak di komunitas pemulung Jurang Mangu.

E. Sistematika Penulisan

Penyusunan skripsi ini, peneliti membagi dalam lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Bab ini menguraikan tentang pengertian konsep diri, pengertian pemahaman agama, pengertian remaja

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun yang akan dibahas dalam bab ini adalah mengenai lokasi penelitian, waktu penelitian, jenis penelitian, teknik pemilihan, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pencatatan data, sumber data, fokus penelitian, analisis data dan keabsahan data.

(24)

BAB V PENUTUP. Bab ini membahas secara singkat mengenai kesimpulan berdasarkan hasil pelaksaan penelitian dan saran-saran yang menjadi penutup di pembahasan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

(25)

12

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Agama

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia dalam upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.1

Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogiek. Paes berarti anak; agogos artinya membimbing atau tuntunan; dan iek artinya

ilmu. Jadi secara etiologi paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris pendidikan diterjemahkan menjadi education. Education berasal dari bahasa Yunani educare yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.2

Menurut Dictionary Of Education, yang dikutip oleh Alisuf Sabri dalam bukunya Pengantar Ilmu Pendidikan, bahwa pendidikan diartikan sebagai berikut:3

a. Serangkaian proses dengannya seseorang atau anak mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai atau berguna di masyarakat.

b. Proses sosial dimana orang-orang atau anak-anak dipengaruhi dengan lingkungan yang (sengaja) dipilih dan dikendalikan (misalnya oleh guru di

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 2005) h. 263

2

Madyo Ekosusilo, Dasar-Dasar Pendidikan, (Semarang: Effhar, 1990) h. 12 3

(26)

sekolah) sehingga mereka memperoleh kemampuan-kemampuan sosial dan perkembangan individual yang optimal.

Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik tehadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.4

Sedangkan beberapa ahli yang lain mengartikan pendidikan sebagai berikut:5

a. Lengeveld: Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam upaya membimbingnya agar menjadi dewasa. Usaha membimbing haruslah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Oleh karena itu pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disengaja antara orang dewasa dengan anak yang diarahkan kepada tujuan pendidikan.

b. Hoogveld: Mendidik membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri.

c. SA. Branata, dkk: Pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan.

d. Ki Hajar Dewantara: Mendidik ialah menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Selanjutnya menurut GBHN (Ketetapan MPR RI No. IV / MPR / 1973) dikatakan bahwa: “Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk

4

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), h. 19

5

(27)

mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup”.6

Kemudian menurut ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-undangSistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989, menjelaskan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.7

Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia; aspek rohaniah dan jasmaniah, juga harus berlangsung secara bertahap. Akan tetapi, suatu proses yang diinginkan dalam usaha kependidikan adalah proses yang terarah dan bertujuan, yaitu mengarahkan anak didik (manusia) kepada titk optimal kemampuannya. Berdasarkan pernyataan tersebut banyak ahli filsafat pendidikan yang mengartikan pendidikan sebagai suatu proses bukan suatu seni atau teknik.8

Pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa. Dalam perkembangan berikutnya pendidikan diartikan sebagai “usaha yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang untuk mempengaruhi sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental”.9

6

Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 7 7

Ibid. h. 7 8

Muayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h.12-13 9

(28)

Menurut Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun informal.10

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih, membimbing, dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri seseorang melalui suatu proses dengan menggunakan metode-metode tertentu, baik secara formal maupun nonformal, sehingga orang tersebut memperoleh pengetahuan dan pemahaman, membentuk pola tingkah laku tertentu untuk menciptakan kepribadian yang mandiri agar sampai pada kesempurnanan yang mungkin dicapai.

2. Pengertian Agama

Definisi agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungan.11

Agama adalah kepercayaan dan pola perilaku, yang diusahakan oleh manusia untuk menangani masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya. Untuk mengatasi keterbatasan itu orang berpaling kepada manipulasi makhluk dan kekuatan supernatural.12

Pengertian agama menurut Freer dalam Aslam Hadi yaitu: “menyembah atau menghormati kekuatan yang lebih agung dari manusia yang dianggap

10 M. Arifin, Hubungn Timbal Balik Pendidikan Agama Islam di Lingkungan Keluarga (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 4

11

Departemen Pendidikan Nasional “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Jakarta: Balai Pustaka). Edisi 3. Cet.3 h. 12

12

(29)

mengantur dan menguasai jalannya alam semesta dan jalannya peri kehidupan manusia.”13

Agama menurut Prof. KHM. Taib Abdul Mu’in, agama adalah suatu peraturan yang mendorong jiwa sesorang yang mempunyai akal, memegang peraturan Tuhan dengan kehendaknya sendiri, untuk mencapai kebaikan hidup di dunia dan kelak di akhirat.14

Agama menurut Harun Nasution, ada beberapa pengertian atau definisi tentang agama, yaitu:

a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.

b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia. c. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung

pengakuan pada suatu sumber yang berada pada diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

d. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan hidup tertentu.

e. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.

f. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada kekuatan gaib.

g. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.

13

Aslam Hadi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Rajawali, 1986), cet. Ke-1, h. 6 14

(30)

h. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.15

Sedangkan menurut H. Syahrial Sain, seperti yang dikutip oleh TB. Aat Syafaat, dalam buku Peranan Pendidikan Agama Islam, agama adalah aturan perilaku bagi umat manusia yang sudah ditentukan dan dikomunikasikan oleh Allah Swt. Melalui orang-orang pilihan-Nya yang dikenal sebagai utusan-utusan, rasul-rasul, atau nabi-nabi. Agama mengajarkan manusia untuk beriman kepada adanya keEsaan, dan Supremasi Allah yang Maha Tinggi dan berserah diri secara spiritual, mental, dan fisikal kepada kehendak Allah, yakni pesan Nabi yang membimbing kepada kehidupan dengan cara yang dijelaskan Allah.16

Agama menurut Hadijah Salim adalah peraturan Allah SWT yang diturunkan-Nya kepada rasul-rasul-Nya yang telah lalu yang berisi suruhan, larangan dan sebagainya yang wajib ditaati oleh umat manusia dan menjadi pedoman serta pegangan hidup agar selamat dunia dan akhirat. Agama adalah kendali hidup, dan barang siapa hidupnya tak terkendalikan niscaya manusia itu akan terjerumus dan tak akan menentu arah tujuannya, maka membahayakan kepada diri mereka sendiri.17

Menurut Psikologi Agama, agama adalah pengakuan pribadi terhadap yang dihayati sebagai “yang Adi Insani/Super Human” yang menggejala dalam penghayatan dan tingkah laku orang yang bersangkutan lebih-lebih kalau

15

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985), cet. Ke-4, h. 10

16

TB. Aat Syafaat, dkk. Peranan Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2008), h. 14-15

17

(31)

usahanya untuk menyelaraskan dengan yang Adi Insani itu.18 Agama adalah relasi dengan Tuhan sebagaimana dihayati oleh manusia.19

Agama dapat menjadi sarana bagi manusia untuk mengangkat diri dari kehidupan duniawi, yang penuh penderitaan, dan mencapai kemandirian spiritual, meskipun hanya untuk sementara.20

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama adalah usaha sadar untuk mengarahkan, mengajarkan, membimbing anak secara berangsur-angsur dan membantu membentuk kepribadian anak dan membantu perkembangan jasmani dan rohaninya agar sesuai dengan ajaran-ajaran agama dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pengertian Keluarga

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia Keluarga adalah suatu keluarga yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak dengan anak-anaknya.21

Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya perkawinan. Menurut pasal 1 Undang–undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, menjelaskan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.22

Anggota keluarga terdiri dari suami, istri atau orang tua (ayah dan ibu) serta anak. Ikatan dalam keluarga tersebut didasarkan kepada cinta kasih sayang

18

Mudjahid Abdil Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), h. 6

19

Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta:LEPPEHAS, 1982) h, 14

20

William A. Haviland, Antropologi, (Jakarta: Erlangga 1985), h. 195 21

Departemen Pendidkan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 536

22

(32)

antara suami istri yang melahirkan anak-anak. Oleh karena itu hubungan pendidikan dalam keluarga adalah didasarkan atas adanya hubungan kodrati antara orang tua dan anak.23

4. Fungsi Keluarga

Keluarga sebagai kesatuan hidup bersama, menurut ST. Vembriarto, mempunyai 7 fungsi yang ada hubungannya dengan kehidupan si anak; yaitu:24

a. Fungsi biologik, yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak secara bilogis anak berasal dari orang tua.

b. Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa aman).

c. Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinaan, cita-cita, dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadian. d. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga sejak dahulu merupakan institusi

pendidikan. Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dan ekonomi di masyarakat. Sekarangpun keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama dalam mengembangkan dasar kepribadian anak.

e. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat atau medan rekreasi bagi anggota untuk memperoleh afeksi, ketenangan dan kegembiraan.

23

Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 21 24

(33)

f. Fungsi keagamaan, yaitu keluarga merupakan pusat pendidikan, upacara dan ibadah agama bagi para anggotanya, di samping peran yang dilakukan institusi agama. Fungsi ini penting artinya bagi penanaman jiwa agama pada anak.

g. Fungsi perlindungan, yaitu keluarga berfungsi memelihara, merawat dan melindungi anak, baik fisik maupun sosialnya. Fungsi ini banyak dilakukan oleh badan-badan sosial, seperti anak yatim piatu, anak nakal, perusahan asuransi, dan lain-lain.

5. Pendidikan Agama dalam Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan fundamental sifatnya. Disitulah anak dibesarkan, memperoleh penemuan-penemuan dan belajar yang memungkinkan dirinya untuk perkembangan lebih lanjut. Disitu pulalah anak pertama-tama akan mendapat kesempatan menghayati pertemuan-pertemuan dengan sesama manusia bahkan memperoleh perlindungan yang pertama.25

Agama dan pendidikan bisa mempengaruhi kelakuan sesorang yang pada hakikatnya ditimbulkan oleh norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga, yang diturunkan melalui pendidikan orang tua terhadap anak mereka. Tidak mengherankan jika nilai-nilai yang dianut oleh orang tua akhirnya dianut oleh anaknya. Tidak mengherankan kalau ada pendapat segala sifat negatif yang ada pada anak sebenarnya ada pula pada orang tuanya, bukan semata-mata karena faktor bawaan atau keturunan, akan tetapi karena proses pendidikan.26

25

Ary H. Gunawan, Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: BINA AKSARA, 1986), h. 101

26

(34)

Banyak alasan mengapa pendidikan agama di rumah tangga adalah paling penting. Alasan pertama, pendidikan ditiga tempat pendidikan lainnya (masyarakat, rumah ibadah, sekolah) frekuensinya rendah. Pendidikan di masyarakat hanya berlangsung beberapa jam saja setiap minggu, di rumah ibadah seperti masjid, juga sebentar, di sekolah hanya dua jam pelajaran setipa minggu.27

Alasan kedua, dan ini paling penting, inti pendidikan agama (Islam) ialah penanaman iman. Penanaman iman itu hanya mungkin dilaksanakan secara maksimal dalam kehidupan sehari-hari dan itu hanya mungkin dilakukan di rumah.28

Sering kali orang menyangka bahwa pendidikan agama dalam keluarga, adalah pemberian pelajaran agama kepada anak. Namun anggapan seperti itu kurang tepat, karena yang dimaksud adalah pembinaan jiwa agama pada anak, atau dengan kata lain pembinaan pribadi anak sedemikian rupa, sehingga segala tindak tanduknya dalam hidup, sesuai dengan ajaran agama.29

B. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep diri

Self concept atau konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri

sendiri, penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan.30

William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from

27 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 134

28 Ibid, h. 134 29

Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 86

30

(35)

experiences and our interaction with others” (1974:40). Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis.31

Konsep diri sebagai gambaran seseorang tentang dirinya. Gambaran ini merupakan gabungan kepercayaan seseorang tersebut mengenai diri sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosi, aspirasi dan prestasi. Menurutnya pandangan sesorang mengenai dirinya sendiri secara keseluruhan sebagai hasil observasi terhadap dirinya dimasa lalu dan pada saat sekarang ini. Setiap individu mempunyai konsep diri yang sesungguhnya dan konsep diri yang ideal. Konsep diri yang sesungguhnya adalah konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu.32

Konsep diri menurut Roger adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Konsep diri ini merupakan bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan-lahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa aku sebenarnya” dan “apa sebenarnya yang harus aku perbuat”.33

R. B Burns, mengartikan konsep diri sebagai gambaran dari apa yang kita pikirkan, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan menurut konsep diri awalnya disebut dengan self reference sebagai cara yang menjelaskan berbagai macam tingkah laku individu.34

31

Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2008). Cet. 26 h. 99-100

32

Eliabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Penerbit Erlangga 1980), h. 233 33

Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. 3, h. 507 34

(36)

Definisi lain seperti yang dikemukakan oleh Goss dan O’Hair, mengatakan konsep diri mengacu kepada cara individu menilai diri individu sendiri, seberapa besar individu berpikir bahwa individu berharga sebagai seseorang.35

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa definisi konsep diri adalah pikiran dan perasaan individu berdasarkan keyakinan dan pandangan atau persepsi individu mengenai dirinya sendiri dan penilaian orang lain, secara keseluruhan baik secara psikologis, sosial dan fisik.

2. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif

Jalaluddin Rakhmat menyatakan dalam bukunya Psikologi Komunikasi, bahwa seseorang yang memiliki konsep diri yang positif ditandai dengan lima hal yaitu:36

a. Kemampuan mengatasi masalah b. Merasa setara dengan orang lain c. Menerima pujian tanpa rasa malu

d. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat

e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Sebaliknya menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif, yaitu:37

a. Peka pada kritik. Orang seperti ini sangat tidak tahan dengan kritikan yang diterimanya, dan mudah marah atau naik pitam.

35

Alex Sobur, Psikologi Umum, h. 507 36

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 105

37

(37)

b. Sangat responsif terhadap pujian. Orang seperti ini akan berpura-pura menghindari menerima pujian, akan tetapi ia tidak dapat menyembunyikan antusismenya saat menerima pujian.

c. Sikap hiperkritis, orang seperti ini akan sering mengeluh, mencela, atau meremehkan apa pun dan siapa pun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup untuk mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.

d. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.

e. Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Seluruh sikap, pandangan, serta keyakinan seseorang terhadap dirinya akan berpengaruh terhadap seluruh perilakunya. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melaksanakan tugas, maka perilakunya akan menunjukan ketidakmampuannya tersebut. Konsep diri menentukan pengharapan individu. Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri akan menyebabkan individu menaruh patokan harapan yang rendah. Patokan yang rendah tersebut akan menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi untuk mencapai harapan atau tujuan yang diinginkannya.38

38

(38)

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Terdapat berbagai hal yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri seseorang baik yang berasal dari dalam diri individu maupun yang berasal dari luar individu. Verder menyebutkan tiga faktor yakni (Self Appraisal, Reactions and response of other dan Roles you play) yang mempengaruhi perkembangan konsep diri seseorang dan satu faktor ditambahkan Brooks, yaitu reference group.3 9

a) Self Appraisal-Viewing Self as an Object

Istilah ini menunjukan suatu pandangan yang menjadikan diri sendiri sebagai objek dalam komunikasi, atau dengan kata lain adalah kesan kita terhadap diri sendiri.

b) Reaction and Response of Others

Konsep diri itu tidak saja berkembang melalui pandangan kita terhadap diri sendiri, namun juga berkembang dalam rangka interaksi kita dengan masyarakat. Menurut Brooks, “self concept is the direct result of how significant others react to the individual”. Jadi self concept atau konsep

diri adalah hasil langsung dari cara orang lain bereaksi secara berarti kepada individu.

c) Roles you Play-Role Taking

Dalam hubungan pengaruh terhadap konsep diri, adanya aspek peran yang kita mainkan sedikit banyak akan mempengaruhi konsep diri kita. Yang dimaksud dengan peran disini adalah:

39

(39)

1) Sekelompok norma dan harapan mengenai tingkah laku seseorang. 2) Norma-norma dan harapan yang dimiliki oleh orang-orang di

lingkungan dekat dengan individu itu.

3) Norma-norma dan harapan tersebut memang diketahui dan disadari oleh individu yang bersangkutan.

d) Reference Groups

Yang dimaksud dengan reference groups atau kelompok rujukan adalah kelompok yang kita menjadi anggota di dalamnya. Jika kelompok ini kita anggap penting, dalam arti mereka dapat menilai dan bereaksi pada kita, hal ini menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri kita. Dalam hubungan ini menurut William Brooks, “Research shows that how we evaluet ourselves is in part a function of how we are evaluated by

reference group”. Jadi penelitian menunjukkan bahwa cara kita menilai

diri kita merupakan bagian dari fungsi kita dievaluasi oleh sekelompok rujukan.

Menurut Alex Sobur, konsep diri terbentuk dalam waktu yang relatif lama, dan pembentukan ini tidak bias diartikan bahwa reaksi yang tidak biasa dari seseorang dapat mengubah konsep diri. Namun, apabila tipe reaksi seperti ini sangat penting terjadi, atau jika reaksi ini muncul karena orang lain yang memiliki arti (significant others), yaitu orang-orang yang dinilai, umpamanya orang tua, teman, dan lain-lain. Reaksi ini mungkin berpengaruh terhadap konsep diri.40

40

(40)

Jacinta dalam Zakiah mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu:41

1) Pola asuh orang tua

Pola asuh orang tua turut menjadi faktor yang signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif yang terbaca oleh anak, akan menumbuhkan konsep diri dan pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif orang tua akan mengundang pertanyaan pada anak dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk dikasihi, disayangi dan dihargai.

2) Kegagalan

Kegagalan yang terus menerus dialami sering kali menimbulkan pertanyaan pada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan membuat orang merasa dirinya tidak berguna.

3) Depresi

Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang cenderung negatif dalam memandang dan merespon segala sesuatunya, termasuk menilai diri sendiri.

4) Kritik internal

Terkadang mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik terhadap diri sendiri sering berfungsi menjadi rambu-rambu dalam bertindak dan berperilaku agar keberadaan kita diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi dengan baik.

41

(41)

4. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari.42

Konsep diri menjadi hal yang penting dalam kepribadian individu, tidak merupakan hal yang tunggal yang hanya terdiri dari unsur-unsur melainkan terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing berdiri sendiri namun saling melengkapi satu sama lain.

Menurut William H. Fitts, seperti yang dikutip oleh DR. Hendrianti Agustian dalam buku Psikologi Perkembangan, konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan.43

Menurut Fits dalam Hendriati Agustin, membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut:44

1) Dimensi Internal

Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of references) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia didalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:

2

Dwi Restu, Hubungan Konsep Diri dengan Motifasi Menabung pada Pegawai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, 2006), h, 33

43

Hendriati Agustiani. Psikologi Perkembangan. (Bandung: PT Refika Aditama 2006). Cet. 1 h. 138

44

(42)

a. Diri Identitas (identity self), merupakan aspek yang paling dasar dari diri dimana terkumpul seluruh simbol yang digunakan oleh individu untuk mengamati dan menilai serta menggambarkan dirinya. Diri identitas dapat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan lingkungan dan diri sendiri.

b. Diri Pelaku (behavioral self), merupakan persepsi terhadap tingkah laku atau cara bertindak individu. Apakah tingkah laku dipengaruhi faktor internal atau eksternal dan apakah tingkah laku itu perlu dipertahankan atau tidak, hal ini tergantung konsekuensi yang diperoleh, apabila tingkah laku menyenangkan maka akan cenderung dipertahankan atau di ulangi.

c. Diri Penerimaan/Penilai (judging self), merupakan bagian dari diri yang menjalankan fungsi sebagai pengamat, pemberi nilai standar, perbandingan dan yang paling utama sekali sebagian penilai diri sendiri.

2) Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain diluar dirinya. Dimensi ini dibagi menjadi lima bentuk yaitu:

a. Diri fisik (physical self), menampilkan pandangan atau persepsi individu terhadap keadaan fisik, kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya.

(43)

c. Diri peribadi (personal self), merupakan persepsi individu terhadap nilai-nilai pribadi. Terlepas dari keadaan fisik dan hubungan dengan orang lain, yaitu seberapa besar individu merasa sebagai orang yang gembira, riang, serius, santai atau seorang pemarah.

d. Diri keluarga (family self), merupakan pandangan, perasaan dan harga diri individu sebagai anggota keluarga dan teman-teman dekatnya. e. Diri Sosial (social self), merupakan persepsi individu dalam kaitannya

dengan peran sosial atau interaksi social dengan orang lain secara umum dan dalam lingkungan yang lebih luas.

Seluruh bagian dari ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan yang utuh untuk menjelaskan hubungan antara dimensi internal dan dimensi eksternal.45

5. Proses Pembentukan dan Perkembangan Konsep Diri

Konsep diri terbentuk dari proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Oleh sebab itu seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif ataupun lingkungan yang kurang mendukung cenderung memiliki konsep diri negatif. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.46

45

Hendriati Agustina, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Refika Aditama 2006), h. 142

46

(44)

Konsep diri pada dasarnya tersusun atas berbagai tahapan. Halyang paling dasar adalah konsep diri primer, yaitu konsep yang terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Konsep diri sekunder terbentuk saat interaksi dengan lingkungan di luar keluarga seperti teman-temannya. Konsep diri yang konsisten yaitu konsep diri yang terbentuk karena adanya hubungan yang erat dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya.47

Menurut Clara R. Pudjijogyanti (1988), konsep diri terbentuk atas dua komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya. Komponen afeksi merupakan penilaian individu terhadap diri. 48

Konsep diri terbentuk dan berkembang dipengaruhi oleh pengalaman atau kontak eksternal dengan lingkungan dan juga pengalaman internal tentang dirinya. Pengalaman internal ini akan mempengaruhi respon terhadap pengalaman eksternalnya. Dari dua faktor ini terbentuklah konsep diri. Tidak jauh berbeda dengan pendapat thalib tersebut, Sam dan Ancok berpendapat bahwa konsep diri berkembang karena ada proses interaksi dirinya dengan individu atau kelompok lainnya.49

Perkembangan konsep diri merupakan proses yang terus menerus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Symond dalam Fitts (1971) mengatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif. Diri (self)

47

Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka setia, 2010), h. 511 48

Ibid, h. 511-512 49

(45)

berkembang ketika individu merasakan bahwa dirinya terpisah dan berbeda dari orang lain ketika itu dikenali sebagai orang lain, seorang bayi membentuk pandangan yang masih kabur tentang dirinya sebagai seorang individu.50

C. Anak

1. Pengertian Anak

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, anak adalah manusia yang masi kecil, orang yang berasal dari atau dilahirkan di suatu negeri, daerah dan sebagainya, atau manusia yang lebih kecil dibandingkan orang dewasa, bisa juga dikatakan keturunan adam.51

Menurut singgih anak adalah suatu masa peralihan yang mana ditandai dengan adanya perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat, baik secara fisik maupun secara psikisnya.52

2. Tugas Perkembangan Anak Usia 7 – 12 tahun

Usia 7 sampai 12 tahun adalah tahapan perpindahan dari berpikir pra operasional menjadi operasional konkret, dengan demikian itu berpikiran operasional konkret, anak belajar membentuk sistem logika, kemampuan kognitifnya meningkat beriringan dengan situasi-situasi konkret yang terjadi disekitarnya.53

Tugas perkembangan anak usia 7 sampai 12 tahun (masa kanak-kanak akhir) menurut Havinghurst, antara lain:54

50

Ahsit Santoso, Hubungan antara Konsep Diri dengan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA Islam Panglima Besar Sudirman Cijantung Jakarta Timur, h. 15

51 Departemen Pendidikan Nasional “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Jakarta: Balai Pustaka). Edisi 3. Cet.3 h. 41

52 Singgih D. Gunarsa, Dasar-dasar Teori Perkembangan Anak (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1997), h. 25

53

Abu Bakar Braja, Psikologi Perkembangan Tahapan dan Aspeknya, (Jakarta: Studi Press 2005), cet ke-1, h. 43

54

(46)

a. Membangun sikap dan perilaku yang sehat mengenai diri sendiri, sebagai makhluk yang sedang tumbuh.

b. Mengembangkan hari nurani, memahami moral, tata tertib dan tingkah laku

c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya. d. Mencapai kebebasan pribadi.

e. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.

f. Mulai mengembangkan peran sosial wanita atau pria yang tepat.

3. Perkembangan dan Pemahaman Agama pada Anak-anak

Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu:55

a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng).

Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkatan perkembangan intelektualnya.

b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan).

Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realitas).

c. The Individual Stage (Tingkat Individu).

Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:

55

(47)

1. Konsep ke-Tuhanan yang konfensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.

2. Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan).

3. Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh faktor intern, yaitu perkembangan usia dan faktor ekstrem berupa pengaruh luar yang dialaminya.

Anak mulai mengenal Tuhan melalui orang tua dan lingkungan keluarganya. Kata, sikap, tindakan dan perbuatan orang tua, sangat mempengaruhi perkembangan agama pada kata anak sebelum anak dapat bicara, dia telah dapat melihat dan mendengar kata-kata, yang barangkali belum mempunyai arti apa-apa baginya. Namun perkembangan agama telah mulai ketika itu.56

Anak menerima saja apa yang dikatakan oleh orang tua kepadanya. Dia belum mempunyai kemampuan untuk memikirkan kata itu. Bagi anak orang tuanya adalah benar, berkuasa, pandai, dan menentukan. Oleh karena itu maka pertumbuhan agama pada anak tidak sama antara satu dengan yang lain, karena tergantung kepada orang tuanya sendiri.57

56

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 70 57

(48)

35

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Kuantitatif merupakan suatu pendekatan yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata, dan perhitungan statistik lainnya.1

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.2

Adapun format yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut.3

Dengan demikian penelitian ini akan mengujui dan menganalisis tentang pengaruh pendidikan agama dan pembentukan konsep diri anak.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Komunitas Pemulung yang beralokasi di kelurahan Pondok Aren, Jurang Mangu Barat. Beralamat di Jurang Mangu Barat Rt 003 Rw 01 Pondak Aren, Tangerang Selatan. Dan yang menjadi subjek

1

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 3.

2

Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 3.

3

(49)

penelitian disini adalah keluarga pemulung di komunitas pemulung Jurang Mangu.

Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini didasari oleh pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian tersebut cukup strategis, mudah dijangkau, dan keterbatasan biaya dalam penelitian.

2. Peneliti mudah diterima karena sebelumnya pernah melakukan praktikum makro dilokasi pemulung tersebut.

3. Peneliti mudah dalam memperoleh data-data dan iin dari pihak yang terkait.

Adapun waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Februari tahun 2012 sampai dengan bulan Februari tahun 2013.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Oleh karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.4 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah orang tua pada keluarga pemulung di Rt 003 Rw 01 Jurang Mangu Barat yang berjumlah 40 kepala keluarga dan penulis mengambil sampel sebanyak 30 responden. Dalam buku Metode Penelitian Sosial Bailey berpendapat bahwa untuk penelitian sosial minimum sampel yang digunakan sebesar 30, walaupun

4

(50)

Bailey mengakui bahwa banyak penelitian lain menganggap bahwa sampel sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum dalam penelitian sosial.5

2. Sampel

Penetapan sampel dilakukan dengan cara sampel random sederhana (simple random sampling), teknik pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota yang ada dalam suatu populasi untuk dijadikan sampel.6

Syarat untuk dapat dilakukan teknik simple random sampling adalah:7 a) Anggota populasi tidak memiliki strata sehingga relatif homogen

b) Adanya kerangka sampel yaitu merupakan daftar elemen-elemen populasi yang dijadikan dasar untuk pengambilan sampel

Adapun yang menjadi kriteria sample dalam penelitian ini adalah: a) Bekerja sebagai pemulung

b) Bertempat tinggal di lokasi pemulung c) Sudah memiliki anak

D. Variabel Penelitian

Variable penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu variable independen (variabel bebas) dan varibel dependen (variabel terikat).

1. Variabel independen (variabel bebas): Pendidikan Agama yang meliputi: a. Keimanan

b. Ibadah

5Irawan Soehartono, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet-11, h. 58

6

Syofian Siregar, Statistika Deskriptif Untuk Penelitian, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), edisi 1-2, h. 145.

7

(51)

c. Akhlak

d. Etika dalam pergaulan

2. Variabel dependen (variabel terikat): Pembentukan Konsep Diri yang meliputi:

a. Positif b. Negatif

E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian

Definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.8

1. Variabel Bebas a. Keimanan

1) Definisi Operasional : mengingatkan untuk mengerjak

Gambar

Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4 Respon orang tua terhadap Variabel Keimanan
Tabel 5 Respon responden terhadap Variabel Ibadah
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Melalui Whattsapp group, Zoom, Google Classroom, Telegram atau media daring lainnya, Peserta didik mempresentasikan hasil kerjanya kemudian ditanggapi peserta didik

Titi Purwandari dan Yuyun Hidayat – Universitas Padjadjaran …ST 57-62 PENDEKATAN TRUNCATED REGRESSION PADA TINGKAT. PENGANGGURAN TERBUKA PEREMPUAN Defi Yusti Faidah, Resa

Walaupun istilah tukang timbal tidak terdapat didalam kamus Melayu, tetapi ianya diketahui oleh masyarakat di Terengganu sebagai tukang yang membina perahu bersaiz

1. Dien Noviyani R., S.E, M.M, Akt, CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti Tegal. Yuni Utami, SE, M.M, selaku Ketua Progdi Fakultas Ekonomi dan

Dua hal mendasar yang dilupakan investor awam yaitu mereka kurang menyadari bahwa reksa dana jenis pendapatan tetap lebih cocok untuk investasi jangka menengah-panjang ( &gt; 1

Secara umum permasalahan yang dialami oleh 3 lokasi kegiatan (Kelurahan Tappanjeng, Letta, dan Lamalaka) khususnya dalam bidang infrastruktur permukiman, yakni,

Air limbah dari kedua gedung tersebut dialirkan dengan sistem perpipaan tertutup dan diolah dalam satu unit IPAL yang terletak di basement gedung 2 Selama ini ini,

Pemberian gaji yang sesuai atau berada di atas UMR akan membuat para karyawan operasional tempat billiard “X” merasa puas karena merasa bahwa mereka telah dibayar dengan adil