• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN

(Studi pada S

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung

(Skripsi)

Oleh SUTRISNO

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012

PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN

Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)

(2)

Sutrisno

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)

Oleh

SUTRISNO

Pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah diadakan tes. Salah satu metode pembelajaran yang dapat membuat siswa memahami konsep dengan baik adalah metode penemuan terbimbing. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan populasi siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 5 Bandar Lampung T.P. 2011/2012, melalui teknik purposive random sampling, terpilih kelas VIIIA dan VIIIB sebagai sampel penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest control design.

(3)

Sutrisno

penemuan terbimbing lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional, (3) persentase siswa yang tuntas belajar pada kelas yang menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing mencapai 75%. Jadi, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.

(4)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)

Oleh SUTRISNO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN

TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : Sutrisno Nomor Pokok Mahasiswa : 0813021052

Program Studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Drs. M. Coesamin, M.Pd. Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd.

NIP 19591002 198803 1 002 NIP 19610524 198603 1 006

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.

(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. M. Coesamin, M.Pd. ____________

Sekretaris : Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd. ____________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Tina Yunarti, M.Si. ____________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(7)

PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Sutrisno NPM : 0813021052

Program studi : Pendidikan Matematika Jurusan :Pendidikan MIPA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengeta-huan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diter-bitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Agustus 2012 Yang Menyatakan

Sutrisno

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Ngasem, Kecamatan Doplang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, pada tanggal 10 April 1989. Penulis merupakan putra bungsu dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Supriyadi dan Ibu Sumining.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis, yaitu Sekolah Dasar (SD) di SDN 5 Doplang dari kelas 1 sampai kelas 2, kemudian kelas 3 dilanjutkan di SDN 1 Tanjung Baru, Bandar Lampung, yang selesai pada tahun 2002. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Bandar Lampung yang selesai pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 3 Bandar Lampung pada tahun 2008.

Tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Program Komputer.

(9)

MOTTO

“Dan Dia-lah yang Menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan Memaafkan

kesalahan-kesalahan dan Mengetahui apa yang kamu kerjakan, dan Dia

Memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan

serta Menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. Orang-orang yang

ingkar akan mendapat azab yang sangat keras.”

(Qs. Asy-Syura:25-26)

(10)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil ’Alamin…

Segala Puji dan syukur kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya.

Shalawat dan Salam kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW

dengan kerendahan hati dan rasa sayang yang tak pernah habis, kupersembahkan skripsi ini

untuk :

Bapak dan Mamakku tercinta yang telah membesarkanku dengan penuh cinta dan

kesabaran. Terimakasih atas do’a yang Engkau lantunkan dan teladan yang Engkau

berikakan kepada putramu ini, sungguh semua yang Kalian berikan tak mungkin

terbalaskan.

Kakakku, Sunardi , terima kasih untuk dukungan yang Kau berikan kepadaku,

tetaplah menjadi contoh yang baik untuk adikmu ini.

Teman-teman seperjuangan

Sahabat-sahabatku yang selalu menjadi penyemangat bagiku

Para pengajar dan pembimbing yang ku hormati

(11)

ii

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran dengan metode Penemuan Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lam-pung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Univer-sitas Lampung.

3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendi-dikan Matematika Jurusan PendiPendi-dikan MIPA Universitas Lampung, sekaligus Pembimbing II atas kesediaannya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

(12)

iii 5. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd., selaku Pembimbing Utama atas

kesediaan-nya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan saran kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 8. Bapak Ahmad Syafei, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 5 Bandar Lampung

yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian.

9. Ibu Khodijah, S.Pd., selaku guru mitra atas kesediaannya menjadi mitra dalam penelitian di SMP Negeri 5 Bandar Lampung serta murid-muridku kelas VIII A dan VIII B yang telah memberikan bantuan dalam penelitian ini.

10.Bapak dan Ibu ku tercinta, kakakku, serta keluarga besarku yang selalu menyayangi, mendoakan, dan selalu memberikan dukungan untuk keberhasilanku.

(13)

iv 12.Teman-teman KKN dan PPL Pekon Tribudimakmur: Amel, Ana, Berlinda, Eva, Eka, Dewi, Siska, Imun, dan Umar. Semoga kekeluargaan kita akan terus terjalin.

13.Kakak tingkat 2005 sampai 2007 dan adik tingkat 2009 sampai 2011.

14.Pengurus referensi yang telah melayani dalam peminjaman buku serta skripsi. 15.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, Agustus 2012 Penulis,

(14)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 11

1. Belajar dan Pembelajaran ... 11

2. Efektivitas Pembelajaran ... 13

3. Metode Penemuan Terbimbing ... 15

4. Pembelajaran Konvensional ... 18

5. Pemahaman Konsep Matematis ... 21

B. Kerangka Pikir ... 23

C. Anggapan Dasar ... 26

D. Hipotesis Penelitian ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 27

(15)

vi

C. Prosedur Penelitian ... 29

D. Data Penelitian ... 30

E. Teknik Pengumpulan Data ... 31

F. Instrumen Penelitian ... 31

1. Uji Validitas Instrumen ... 33

2. Reliabilitas ... 34

3. Tingkat Kesukaran ... 36

4. Daya Pembeda ... 37

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 40

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47

1. Data Pemahaman Awal Siswa ... 47

2. Pencapaian Awal Indikator Pemahaman Konsep ... 49

3. Data Pemahaman Konsep Matematis ... 51

4. Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep ... 52

5. Data Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis ... 54

6. Uji Hipotesis Penelitian ... 56

B. Pembahasan ... 58

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(16)

vii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Peranan siswa dan guru ... 17

3.1 Distribusi peserta didik kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung ... 27

3.2 Data hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung ... 27

3.3 Desain Penelitian ... 29

3.4 Indikator dan pedoman penskoran tes pemahaman konsep ... 31

3.5 Interval nilai murni awal ... 36

3.6 Interpretasi tingkat kesukaran ... 36

3.7 Interpretasi indeks daya pembeda ... 37

3.8 Rekapitulasi hasil uji coba tes ... 38

3.9 Interval nilai murni akhir ... 39

3.10 Klasifikasi gain ... 40

4.1 Rekapitulasi data pretest ... 47

4.2 Rekapitulasi uji normalitas data pretest ... 48

4.3 Rekapitulasi uji homogenitas data pretest ... 48

4.4 Rekapitulasi uji kesamaan dua rata-rata data pretest ... 49

4.5 Pencapaian awal indikator pemahaman konsep pada kelas eksperimen ... 50

(17)

viii

pada kelas kontrol ... 50

4.7 Rekapitulasi data posttest ... 51

4.8 Rekapitulasi uji normalitas data posttest ... 51

4.9 Rekapitulasi uji homogenitas data posttest ... 52

4.10 Pencapaian indikator pemahaman konsep pada kelas eksperimen ... 53

4.11 Pencapaian indikator pemahaman konsep pada kelas kontrol ... 53

4.12 Rekapitulasi data gain ... 54

4.13 Rekapitulasi uji normalitas data gain ... 55

4.14 Rekapitulasi uji homogenitas data gain ... 55

4.15 Rekapitulasi uji kesamaan dua rata-rata data pemahaman konsep matematis ... 56

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat memuncul-kan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pendidimemuncul-kan matematika. Pendidikan matematika harus mampu menghasilkan manusia yang bermutu, yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Sebagaimana yang dinyatakan Sudradjat (2008: 1) bahwa perkembangan IPTEK yang pesat adalah berkat dukungan matematika.

(19)

2

Kenyataannya, kemampuan matematika siswa di Indonesia masih rendah, sebagaimana menurut Iwan Pranoto, pakar matematika dari Institut Teknologi Bandung (dalam Latief, 2011) bahwa berdasarkan data hasil The Program for International Student Assessment 2010, posisi Indonesia hanya ketiga dari bawah,

Indonesia hanya lebih baik daripada Kirgistan dan Panama. Selain itu, diperoleh fakta bahwa persentase siswa Indonesia yang di bawah level kedua sangat besar, yaitu 76,6 persen dari populasi dan persentase siswa yang di level 5 dan 6 secara statistika tidak ada. Padahal, ada penelitian yang menyimpulkan bahwa anak yang penguasaan matematika di bawah level 2 akan sulit hidup di abad 21 ini dan orang yang memiliki pemahaman di level 5 dan 6 secara statistik akan menjadi pemimpin di dunia dan aktif pada posisi pengambilan keputusan. Menurut Iwan Pranoto, penyebab utama hasil terburuk tersebut adalah ketidaksesuaian ekspektasi kebermatematikaan di program pendidikan matematika di Indonesia dan dunia pada abad ke-21, kegiatan bermatematika yang dituntut dunia adalah bermatematika utuh, sedangkan yang dilakukan siswa Indonesia hanyalah parsial. Selain itu, proses belajar matematika masih berpusat pada penyerapan pengetahuan tanpa pemaknaan. Padahal, yang dituntut di dunia global justru berpusat pada pemanfaatan hasil belajar matematika dalam kehidupan, yaitu pemahaman, keterampilan, dan karakter.

(20)

3

nilai ujian kelas VIII adalah 52,5 dan hanya 27% siswa tuntas belajar, yaitu memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 64. Hasil ini juga menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai dengan efektif, pembelajaran dikatakan efektif apabila 75% siswa tuntas belajar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung dan observasi kelas, diperoleh informasi bahwa rendahnya hasil belajar siswa disebabkan pemahaman siswa terhadap konsep yang masih kurang. Padahal, pemahaman konsep matematis sangat dibutuhkan siswa dalam segala aspek kehidupan sehari-hari, terutama dalam pemecahan masalah, menurut Wardhani (2008: 21), agar siswa dapat memecahkan suatu masalah maka perlu paham dengan baik konsep-konsep matematika terlebih dahulu. Pemahaman suatu konsep juga diperlukan siswa untuk mempelajari matematika secara berkelanjutan dan utuh. Hal ini sebagaimana menurut Uno (2006) bahwa matematika merupa-kan mata pelajaran yang bersifat hierarkis, yaitu suatu materi pelajaran merupamerupa-kan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.

(21)

4

Banyak faktor mempengaruhi tingkat pemahaman konsep matematis siswa, tetapi yang paling menentukan adalah proses pembelajaran yang dialami siswa itu sendiri, sebagaimana menurut Soedjadi (2005: 4) bahwa keberhasilan penyeleng-garaan pendidikan banyak ditentukan oleh proses belajar mengajar yang ditangani langsung oleh guru. Proses pembelajaran yang dilaksanakan di SMP Negeri 5 masih dilaksanakan secara konvensional, yaitu pembelajaran yang masih terpusat pada guru, guru menjelaskan materi di depan kelas, memberi contoh soal beserta penyelesaiannya, memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada yang kurang dipahami, siswa mencatat hal-hal yang penting dari penjelasan guru, dan siswa diberi latihan soal atau mengerjakan LKS yang berisi materi dan soal-soal. Namun, siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran, sebagian siswa terlihat tidak memperhatikan penjelasan guru dan mengobrol dengan temannya. Sebenarnya siswa di sekolah tersebut bukanlah siswa yang pendiam, mereka merupakan siswa yang aktif di luar jam pelajaran, tetapi karena tidak begitu leluasa untuk memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mendapatkan pengetahuan yang baru, mereka hanya diam dan pasif dalam pembelajaran. Keadaan ini tentu saja mempengaruhi tingkat pemahaman siswa terhadap materi ajar. Hal ini menunjukkan perlunya suatu pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran dan dapat memahami konsep matematika dengan baik.

(22)

5

Markaban (2006: 3) bahwa tingkat pemahaman konsep matematika seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Suryosubroto (2006: 149) mengemukakan bahwa semakin tepat metode yang digunakan, maka diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan yang diinginkan. Salah satu metode pembelajaran yang dapat menjadi alternatif adalah metode penemuan (discovery).

Suryosubroto (2006: 191) menyatakan bahwa metode penemuan merupakan cara belajar siswa aktif, dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dan tidak mudah dilupakan anak, suatu pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang benar-benar dikuasai dan mudah ditransfer dalam situasi lain. Dengan demikian, pembelajaran dengan metode penemuan diharapkan dapat menjadikan siswa memahami konsep matematis yang dipelajari dengan baik. Namun, mengingat beberapa hal, sebagaimana menurut Widdiharto (2004: 4), yaitu lama pembelajaran di sekolah yang sudah ditentukan, siswa yang masih membutuhkan konsep dasar untuk menemukan sesuatu, siswa yang cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan, dan tidak semua siswa dapat menemukan sesuatu sendiri, maka metode penemuan yang dipilih adalah metode penemuan terbimbing.

(23)

6

pembelajaran dengan penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang materi pelajaran. Generalisasi atau kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh guru. Selain itu, terdapat pula pembelajaran dengan inquiry yang mirip dengan penemuan. Moh. Amin (Sudirman N, 1992)

menjelas-kan bahwa inquiry dibentuk dan meliputi discovery dan lebih banyak lagi. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema sendiri, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Selain itu, hasil akhir yang harus ditemukan siswa merupakan sesuatu yang baru bagi dirinya sendiri, tetapi sudah diketahui oleh guru, tetapi dalam metode inquiry, hal yang baru itu juga belum dapat diketahui oleh guru. Adapun perbedaan penemuan terbimbing dengan investigasi, yaitu dalam investigasi (Setiawan, 2006: 7) biasanya permasalahan dan penyelesaian relatif lebih luas dan lebih terbuka, juga tingkat kesukarannya biasanya lebih tinggi dan siswa mungkin membuat pertanyaan sendiri dan memikirkan arah yang dituju sendiri.

(24)

7

pembelajaran lebih efisien. Bimbingan diberikan melalui serangkaian pertanyaan atau LKS, bimbingan yang diberikan guru tergantung pada kemampuan siswa dan materi yang sedang dipelajari.

Peran guru dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing adalah sebagai fasilitator dan pembimbing agar siswa menggunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah dimiliki untuk menemukan pengetahuan yang baru. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing memberikan kesempatan pada siswa untuk menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang diberikan guru. Melalui proses penemuan ini, siswa dituntut untuk menggunakan ide dan pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan sesuatu yang baru, sehingga pemahaman konsep matematis siswa dapat meningkat. Dengan demikian, pem-belajaran dengan metode penemuan terbimbing memungkinkan siswa memahami apa yang dipelajari dengan baik.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai “Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)”.

B. Rumusan Masalah

(25)

8

1. Apakah rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembela-jaran konvensional?

2. Apakah rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

3. Apakah 75% atau lebih siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing tuntas belajar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing terhadap pema-haman konsep matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini, yaitu 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai metode pembelajaran yang efektif.

2. Manfaat Praktis

(26)

9

untuk siswanya agar dapat memahami konsep matematika dengan baik. b. Bagi peneliti, mengetahui efektivitas pembelajaran dengan metode

penemuan terbimbing jika dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional dan dijadikan acuan/referensi untuk penelitian lain yang relevan dan sejenis.

c. Bagi sekolah, menjadi masukan guna meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini:

1. Metode penemuan terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan bimbingan guru. 2. Efektivitas pembelajaran merupakan ukuran keberhasilan pembelajaran yang

menyangkut sejauh mana tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai dengan optimal. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari beberapa aspek, yaitu

a. Rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

(27)

10

tinggi daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

c. Persentase ketuntasan belajar siswa kelas yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing minimal 75%.

3. Pemahaman konsep matematis merupakan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah diadakan tes. Indikator pemahaman konsep, yaitu

a. Menyatakan ulang suatu konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran

Nasution (2006: 35) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang

membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya

mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga kecakapan, kebiasaan, sikap,

pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, atau mengenai segala aspek

pribadi seseorang. Menurut Slameto (2003: 2), belajar merupakan proses yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Adapun perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah

perubahan tersebut terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat

positif dan aktif, tidak bersifat sementara, perubahannya bertujuan atau terarah,

dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Lebih lanjut, Sardiman (2007: 20)

menyatakan bahwa perubahan tingkah laku tersebut dapat diperoleh siswa dengan

serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan

lain sebagainya.

Kegiatan belajar yang dilakukan siswa di sekolah tidak terlepas dengan suatu

(29)

12

merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala

potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa

seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar

dan potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber

belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Menurut Dimyati

dan Mudjiono (2002: 157), pembelajaran merupakan proses yang diselenggarakan

oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam memperoleh pengetahuan,

keterampilan, dan sikap.

Lebih lanjut, menurut Komalasari (2010: 3), pembelajaran dapat dipandang dari

dua sudut, yaitu (1) pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran

terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan

pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media

pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan

tindak lanjut pembelajaran (remidial dan pengayaan), (2) pembelajaran dipandang

sebagai suatu proses, pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan

guru dalam rangka membuat siswa belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah suatu usaha sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan

tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalamannya dalam interaksi

dengan lingkungan. Dalam proses pembelajaran ada interaksi antara guru dan

siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada untuk mencapai

(30)

13

2. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 584), berasal

dari kata efektif, yang berarti dapat membawa hasil, berhasil guna, bisa juga

diartikan sebagai kegiatan yang dapat memberikan hasil yang memuaskan.

Efektivitas dalam pendidikan menurut L.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak (dalam

Suryosubroto, 2006: 9) dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari mengajar guru,

menyangkut sejauh mana rencana kegiatan belajar mengajar (KBM) terlaksana,

dan dari belajar murid, menyangkut sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai

melalui kegiatan KBM.

Sutikno (2005: 88) mengemukakan bahwa pembelajaran yang efektif merupakan

suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan

mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan

yang diharapkan. Sejalan dengan itu, Hamalik (2004: 171) mengemukakan bahwa

pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk belajar sendiri. Penyediaan kesempatan untuk belajar secara

mandiri ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami makna

pembelajaran yang sedang dipelajarinya.

Menurut Kyriacou (2011: 16-17), pembelajaran efektif bisa dirumuskan sebagai

pembelajaran yang berhasil, sebagaimana yang dikehendaki oleh guru. Terdapat

tiga variabel pokok yang berguna untuk membuat pembedaan tentang

pembelajar-an efektif, yaitu (1) variabel konteks, mengacu pada seluruh karakteristik konteks

aktivitas belajar, biasanya berupa pelajaran berbasis ruang kelas, yang mungkin

(31)

14

mengacu pada apa yang sebenarnya berlangsung di ruang kelas dan membahas

persepsi, strategi, dan perilaku guru dan murid, dan karakteristik tugas belajar dan

aktivitas-aktivitasnya itu sendiri, dan bagaimana semua itu berinteraksi satu sama

lain, (3) variabel produk, mengacu pada semua hasil pendidikan yang diinginkan

oleh guru dan yang telah menjadi dasar mereka dalam merencanakan pelajaran

dari kriteria yang mereka gunakan untuk menilai efektivitas. Lebih lanjut,

Kyriacou (2011: 24) menjelaskan terdapat dua strategi penelitian yang sering

dilakukan terhadap efektivitas pembelajaran. Strategi pertama mencoba

mengait-kan variabel proses dengan variabel produk (disebut studi proses-produk); strategi

kedua berfokus nyaris sepenuhnya pada variabel proses belaka (disebut studi

proses).

Menurut Wicaksono (2008), keefektifan pembelajaran mengacu pada beberapa

hal, yaitu pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75%

dari jumlah siswa telah memperoleh nilai 60 dalam peningkatan hasil belajar,

model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila

secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara

pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (gain yang

signifikan), model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat membangkitkan

minat dan motivasi, sehingga setelah pembelajaran siswa menjadi termotivasi

untuk belajar lebih giat dan memperoleh pembelajaran lebih baik, serta siswa

belajar dalam keadaan yang menyenangkan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas

(32)

15

sejauh mana tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai dengan optimal.

Dalam penelitian ini, yang menjadi perhatian untuk menentukan efektivitas

pembelajaran adalah studi proses-produk.

3. Metode Penemuan Terbimbing

Suryosubroto (2006: 193) mengemukakan bahwa metode penemuan adalah suatu

metode yang dalam proses belajar mengajar, guru memperkenalkan

siswa-siswanya untuk menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa

diberitahukan atau diceramahkan saja. Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2008:

20), penemuan (discovery) adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan

suatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut seperti mengamati,

menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat

kesimpulan dan sebagainya. Menurut Markaban (2006: 9), penemuan tanpa

bimbingan dapat memakan waktu yang lama atau bahkan siswa tidak berbuat

apa-apa karena tidak tahu apa-apa yang akan dilakukan, begitu pula jalannya penemuan,

tidak semua siswa dapat menemukan sendiri.

Metode penemuan yang dipandu oleh guru disebut dengan metode penemuan

terbimbing. Menurut Hamalik (2002: 134), metode penemuan terbimbing adalah

suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi

objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa

menyadari suatu konsep. Markaban (2006: 10) mengemukakan bahwa metode

penemuan terbimbing melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru,

siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang

(33)

16

Berdasarkan pendapat di atas, yang dimaksud dengan metode penemuan

terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif

untuk menemukan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah

dimilikinya dengan bimbingan guru.

Menurut Carol C. Kuhlthau dkk (2006: 6), guided inquiry (penemuan terbimbing)

merupakan

Preparing for lifelong learning, integrated into content areas, transfarable information concepts, using a variety source, involving students in every stage of the learning, from planning to the final product, curriculum connected to the students world, a community of learners working together, students and teacher collaborating, emphasis on the process and product.

Berdasarkan keterangan di atas, dengan metode penemuan terbimbing, ide atau

gagasan yang diperoleh siswa dapat bertahan lama karena siswa terlibat secara

aktif bekerjasama dengan guru dan siswa lainnya dalam proses pembelajaran dari

tahap perencanaan sampai akhirnya terbentuk suatu ide, bahkan dikaitkan

langsung dengan kehidupan siswa. Dengan metode ini (Depdiknas, 2008: 17),

siswa dihadapkan pada situasi untuk bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan,

guru sebagai penunjuk jalan agar siswa mempergunakan ide, konsep, dan

keterampilan yang sudah mereka miliki untuk mendapatkan pengetahuan baru,

siswa berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum, berdasarkan

bahan yang difasilitasi oleh guru, sampai seberapa jauh siswa dibimbing,

tergantung pada kemampuannya dan materi yang dipelajari. Secara sederhana,

peran siswa dan guru dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing,

(34)

17

Tabel 2.1. Peranan siswa dan guru

Penemuan

Terbimbing Peran Guru Peran Siswa

Sedikit bimbingan menyatakan persoalan menemukan pemecahan Banyak bimbingan menyatakan persoalan

memberikan bimbingan

mengikuti petunjuk menemukan penyelesaian

Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan penemuan terbimbing

(Depdiknas, 2008: 15), yaitu (1) merumuskan masalah yang akan diberikan

kepada siswa dengan data secukupnya, (2) dari data yang diberikan guru, siswa

menyusun, memproses, mengorganisasi, dan menganalisis data tersebut, dalam

hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja, bimbingan

diberikan untuk mengarahkan siswa melangkah ke arah yang hendak dituju,

melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS, (3) siswa menyusun konjektur

(prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya, bila dipandang perlu, konjektur

yang telah dibuat siswa tersebut diperiksa oleh guru untuk meyakinkan kebenaran

prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai, (4) apabila

telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi

konjektur diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya, (5) sesudah siswa

menemukan apa yang dicari, guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan

untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

Memperhatikan metode penemuan terbimbing tersebut diatas dapat disampaikan

kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Kelebihan metode penemuan

terbimbing (Abidin, 2011), yaitu (1) siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia

(35)

18

memahami betul bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses

menemukan-nya, (2) sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat, (3)

menemu-kan sendiri menimbulmenemu-kan rasa puas, kepuasan batin ini mendorong ingin

melakukan penemuan lagi hingga minat belajarnya meningkat, (4) siswa yang

memperoleh pengetahuannya dengan metode penemuan akan lebih mampu

mentransfer pengetahuan ke berbagai konteks, dan (5) metode ini melatih siswa

untuk lebih banyak belajar sendiri.

Adapun kelemahan metode penemuan terbimbing (Abidin, 2011), yaitu (1)

banyak menyita waktu, juga tidak menjamin siswa tetap bersemangat mencari

penemuan-penemuan, (2) tidak semua anak mampu melakukan penemuan, (3)

metode ini tidak dapat digunakan untuk mengajarkan tiap topik, dan kelas yang

banyak muridnya akan sangat merepotkan guru dalam memberikan bimbingan

dan pengarahan belajar dengan metode penemuan.

4. Pembelajaran Konvensional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 592), pembelajaran konvensional

adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru seperti metode ceramah, tanya

jawab dan latihan soal. Institute of Computer Technology (dalam Sunartombs,

2009) menyebut pembelajaran konvensional dengan istilah pengajaran tradisional.

Dijelaskan bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah

pengajaran yang paling umum diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia.

Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai informasi yang

tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi dengan cepat,

(36)

19

terbaiknya dengan mendengarkan. Menurut Sumarno (2011), dalam pembelajaran

konvensional terdapat beberapa metode yang digunakan, yaitu metode ceramah,

diskusi, dan tanya jawab.

Syarif (2011) menyatakan bahwa metode ceramah adalah penerangan dan

penuturan secara lisan oleh guru di depan siswa. Menurut Roestiyah (2008: 137),

metode ceramah biasanya digunakan guru bila mempunyai tujuan agar siswa

mendapatkan informasi suatu pokok atau persoalan tertentu, jumlah siswa banyak,

dan juga didorong tanggung jawab guru untuk berusaha memperkenalkan

pokok-pokok terpenting yang merupakan suatu kerangka bulat dari suatu pelajaran baru.

Metode ceramah yang sering dilakukan guru dalam proses pembelajaran memiliki

beberapa keunggulan sebagaimana menurut Sumarno (2011), yaitu merupakan

metode yang murah dan mudah untuk dilakukan, dapat menyajikan materi

pelajaran yang luas, artinya, materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau

dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat, dapat

memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan, guru dapat mengontrol

keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru

yang memberikan ceramah, dan organisasi kelas dengan menggunakan ceramah

dapat diatur menjadi lebih sederhana.

Selain memiliki keunggulan, metode ceramah juga memiliki beberapa

ke-kurangan, yaitu materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan

terbatas pada apa yang dikuasai guru, ceramah yang tidak disertai dengan

peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme, guru yang kurang memiliki

(37)

20

membosankan, dan melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah

seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.

Menurut Roestiyah (2011: 129-132), metode tanya jawab digunakan dalam

pembelajaran agar siswa dapat mengerti atau mengingat-ingat tentang yang

dipelajari, didengar, atau dibaca, sehingga pengertian yang diperoleh siswa

mendalam dan siswa dapat menjelaskan langkah-langkah berpikir atau proses

yang ditempuh dalam memecahkan masalah. Metode tanya jawab memiliki

beberapa keunggulan, yaitu kelas akan lebih hidup, partisipasi siswa lebih besar

pada pelajaran, dan dapat mengembangkan kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan dan pengalamannya sehingga pengetahuannya lebih fungsional.

Namun, metode tanya jawab kurang mengena sasaran apabila digunakan untuk

menilai taraf dan kadar pengetahuan siswa, pertanyaan yang diajukan bisa dijawab

dengan ya atau tidak, atau benar/salah, pertanyaan tidak menghendaki jawaban

yang sederhana tetapi kompleks atau jawaban yang sangat dibatasi, pertanyaan

ditujukan hanya pada beberapa siswa saja. Selain itu, metode tanya jawab juga

memiliki kelemahan, yaitu kelancaran jalannya pelajaran agak terhambat dan

waktu yang diperlukan agak lebih lama.

Menurut Roestiyah (2011: 125-127), pemberian latihan dilakukan agar siswa

memiliki ketangkasan atau keterampilan, dapat mengembangkan kemampuan

intelek, dan memiliki kemampuan menghubungkan sesuatu keadaan dengan hal

lain. Namun, pemberian latihan memiliki beberapa kelemahan, yaitu dalam

latih-an sering terjadi cara untuk mengerjaklatih-an sesuatu tidak bisa berubah, hal ini dapat

(38)

21

menurut pikirannya sendiri. Selain itu, latihan yang dilakukan dengan cara

tertentu dan telah dianggap baik sehingga tidak boleh diubah, dapat

mengakibatkan keterampilan yang diperoleh siswa umumnya menetap dan

menjadi kebiasaan yang kaku, sehingga bila situasi berubah, siswa sulit sekali

menyesuaikan diri atau tidak bisa mengubah caranya latihan untuk mengatasi

keadaan yang lain.

Berdasarkan pendapat di atas, yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional

dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan dengan ceramah,

tanya jawab, dan pemberian tugas/latihan.

5. Pemahaman Konsep Matematis

Wardhani (2008: 8) mengemukakan bahwa konsep adalah ide (abstrak) yang

dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan/

menggolongkan sesuatu objek. Suatu konsep biasa dibatasi dalam suatu ungkapan

yang disebut definisi. Dengan adanya definisi, menurut Soedjadi ( 2000: 14),

orang dapat membuat ilustrasi atau gambaran atau lambang dari konsep yang

didefinisikan, sehingga menjadi jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu.

Lebih lanjut, Wardhani (2008: 9) mengemukakan bahwa beberapa konsep

merupakan pengertian dasar yang dapat ditangkap secara alami (tanpa

didefinisikan), contohnya konsep himpunan. Beberapa konsep lain diturunkan

dari konsep-konsep yang mendahuluinya, sehingga berjenjang. Konsep yang

diturunkan dikatakan berjenjang lebih tinggi daripada konsep yang

(39)

satu-22

satu. Nasution (2006: 164) mengungkapkan bahwa konsep sangat penting bagi

manusia, karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir,

dalam belajar, membaca, dan lain-lain. Tanpa konsep, belajar akan sangat

terhambat.

Menurut Sardiman (2007: 42), pemahaman atau comprehension dapat diartikan

menguasai sesuatu dengan pikiran, belajar harus mengerti secara mental makna

dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga

menyebabkan siswa memahami suatu situasi. Pemahaman tidak sebatas sekedar

tahu, tetapi juga menghendaki agar subjek belajar dapat memanfaatkan

bahan-bahan yang telah dipahami. Apabila siswa benar-benar memahami sesuatu, maka

akan siap memberikan jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan atau

berbagai masalah dalam belajar. Selain itu, menurut Uno (2006: 124) matematika

merupakan mata pelajaran yang bersifat hierarkis yaitu suatu materi merupakan

prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Oleh karena itu, pemahaman

suatu konsep matematika menjadi hal yang sangat diperlukan siswa agar dapat

memahami konsep pada materi ajar berikutnya.

Pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/

PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor (dalam Wardhani, 2008: 10),

diuraikan indikator siswa memahami konsep matematis, yaitu (a) mampu menyatakan

ulang suatu konsep, (b) mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat

ter-tentu sesuai dengan konsepnya, (c) memberi contoh dan noncontoh dari konsep,

(d) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (e)

(40)

23

memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan (g)

mengaplikasi-kan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep

matematis merupakan kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep materi

ajar matematika yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah diadakan tes. Dalam

penelitian ini, yang menjadi indikator pemahaman konsep, yaitu menyatakan

ulang suatu konsp, mengklasifikasikan objek menurut sifat tertentu sesuai dengan

konsepnya, memberi contoh dan noncontoh, menyatakan konsep dalam berbagai

bentuk representasi matematika, mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup

suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi

tertentu, dan mengaplikasikan konsep.

B. Kerangka Pikir

Variabel dalam penelitian tentang efektivitas pembelajaran dengan metode

pene-muan terbimbing terhadap pemahaman konsep matematis siswa ini, terdiri dari

satu variabel bebas dan satu variabel terikat, yang menjadi variabel bebas adalah

metode pembelajaran, dalam hal ini metode penemuan terbimbing dan

pembelajaran konvensional, sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah

pemahaman konsep matematis siswa.

Pemahaman suatu konsep merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika.

Pemahaman siswa sangat dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri, terutama

saat proses pembelajaran di kelas. Selama ini, proses pembelajaran yang dialami

(41)

24

ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas/latihan. Pembelajaran demikian

terpusat pada guru, konsep-konsep matematika hanya diberitahukan saja, siswa

hanya menerima apa yang disampaikan guru tanpa mengetahui darimana konsep

atau rumus diturunkan, juga peran siswa dalam pembelajaran sangat sedikit

sehingga pengalaman belajar yang diperoleh siswa sebagian besar berasal dari

gurunya. Pembelajaran demikian berlangsung terus menerus sehingga

mengaki-batkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep dan ketuntasan belajar siswa

menjadi rendah.

Tingkat pemahaman konsep siswa dapat diusahakan agar lebih baik dengan

berbagai cara, salah satunya dengan memilih metode pembelajaran yang tepat.

Metode pembelajaran yang dipilih adalah metode pembelajaran yang memberikan

kesempatan siswa untuk belajar sendiri dan dapat membuat siswa mudah

memahami konsep matematika. Salah satu metode pembelajaran yang dapat

digunakan adalah metode penemuan terbimbing.

Metode penemuan terbimbing merupakan metode pembelajaran yang melibatkan

siswa secara aktif untuk membangun sendiri pengetahuannya dengan menemukan

sendiri suatu konsep atau prinsip berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki

dengan bimbingan guru. Dalam pembelajaran dengan metode penemuan

terbim-bing, siswa diberi kesempatan untuk menyusun, memproses, mengorganisasi, dan

menganalisis suatu data yang diberikan guru untuk memecahkan permasalahan

atau memperoleh suatu prinsip/konsep, melalui kegiatan ini, siswa menjadi aktif

dan dapat menggunakan pengetahuan, ide, dan konsep yang telah ia miliki untuk

(42)

25

dipahami oleh siswa dan pemahaman siswa juga akan meningkat dari pengalaman

menemukan sendiri tersebut.

Selama proses penemuan, siswa mendapat bimbingan guru sejauh yang

diperlukan, sesuai dengan kemampuan siswa dan materi ajar, bimbingan diberikan

untuk mengarahkan siswa ke tujuan yang diharapkan melalui pertanyaan atau

LKS. Selain itu, bimbingan dalam proses penemuan dimaksudkan agar waktu

dalam pembelajaran lebih efisien dan juga pada umumnya siswa terlalu

tergesa‐gesa menarik kesimpulan dan tidak semua siswa dapat menemukan

sendiri. Dengan demikian, konsep yang ditemukan siswa tidak akan salah dan

dipahaminya dengan baik.

Setelah siswa menemukan yang dicari, yaitu suatu konsep/prinsip, siswa diberi

latihan soal. Pemberian latihan soal dapat bermanfaat bagi siswa untuk

meman-tapkan pemahamannya terhadap sesuatu konsep yang telah ditemukannya

sehingga pemahaman siswa akan lebih bertahan lama dalam ingatan dan dapat

dimanfaatkan untuk menghadapi situasi lain. Selain itu, latihan dapat bermanfaat

bagi guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman yang diperoleh siswa

melalui proses penemuan yang telah dilakukan.

Berdasarkan hal-hal di atas, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing

memungkinkan siswa untuk memiliki pemahaman kosep matematis lebih baik

daripada siswa yang diajar secara konvensional dan ketuntasan belajar siswa juga

(43)

26

C. Anggapan Dasar

Penelitian ini bertolak dari beberapa anggapan dasar, yaitu

1. Kelas eksperimen, yaitu kelas yang mengikuti pembelajaran dengan metode

penemuan terbimbing dan kelas kontrol, yaitu kelas yang mengikuti

pembelajaran konvensional, memperoleh materi pelajaran matematika yang

sama sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

2. Faktor lain diluar penelitian yang dapat mempengaruhi pemahaman konsep

siswa diabaikan.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dirumuskan suatu

hipotesis, yaitu

1. Rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada

rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional.

2. Rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi

daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa

yang mengikuti pembelajaran konvensional.

3. Persentase ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran dengan metode

(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang terletak di

Jalan Beo No.134, Tanjung Agung, Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian

ini adalah siswa kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012

yang terdistribusi dalam enam kelas (VIIIA-VIIIF) dengan jumlah siswa sebanyak

211 siswa.

Tabel 3.1. Distribusi peserta didik kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung

No. Kelas Jumlah Peserta Didik

1 VIII A 32

2 VIII B 33

3 VIII C 36

4 VIII D 36

5 VIII E 37

6 VIII F 37

Jumlah Populasi 211

Sumber: SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012

Tabel 3.2. Data hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung

Kelas VIII A VIII B VIII C VIII D VIII E VIII F

(45)

28

Agar peneliti yakin bahwa semua kelompok dalam populasi terwakili dalam

sampel, maka dari 6 kelas tersebut diambil dua kelas sebagai sampel penelitian,

satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu lagi sebagai kelas kontrol.

Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik purposive random sampling,

yaitu dengan mengambil dua kelas dengan kemampuan yang sama atau hampir

sama. Tahap-tahap pengambilan sampel, yaitu

1. Mencari data awal (nilai ulangan semester ganjil) dari guru kelas VIII SMP

Negeri 5 Bandar Lampung.

2. Menghitung rata-rata nilai ulangan semester ganjil untuk setiap kelas.

3. Menentukan 2 kelas dengan nilai rata-rata kelas yang sama atau hampir sama,

kemudian 2 kelas tersebut akan dikategorikan sebagai kelas eksperimen dan

kelas kontrol.

4. Diasumsikan kelas dengan nilai rata-rata sama atau hampir sama memiliki

kemampuan awal yang sama.

Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen dan kelas

VIIIA sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan desain pretest-posttest

control design. Pada penelitian ini, kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum

diberi perlakuan masing-masing diberi pretest untuk mengetahui pemahaman

konsep matematis awal siswa, kemudian pada kelas eksperimen diberi perlakuan,

yaitu pembelajaran dengan menerapkan metode penemuan terbimbing, sedangkan

(46)

29

metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Setelah diberi perlakuan,

masing-masing kelas diberi posttest untuk mengetahui pemahaman dan

peningkatan pemahaman konsep matematis siswa. Berikut adalah pretest-posttest

control design sebagaimana menurut Furchan (1982: 368):

Tabel 3.3. Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

E Y1 X Y2

K Y1 - Y2

Keterangan:

E = kelompok eksperimen

K = kelompok kontrol

X = perlakuan pada kelas eksperimen dengan pembelajaran menggunakan

metode penemuan terbimbing

Y1 = pemahaman konsep matematis siswa sebelum perlakuan

Y2 = pemahaman konsep matematis siswa setelah diberi perlakuan

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan, yaitu

1. Observasi awal, melihat kondisi lapang atau sekolah seperti jumlah kelas,

jumlah siswa, karakteristik siswa, dan cara guru mengajar.

2. Merencanakan penelitian

a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode

penemuan terbimbing untuk kelas eksperimen dan pembelajaran

(47)

30

b. Menyusun Lembar Kerja Siswa/LKS yang akan diberikan kepada siswa

pada saat diskusi kelompok.

c. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat

kisi-kisi soal tes pemahaman konsep matematis, kemudian membuat soal

beserta aturan penskorannya.

3. Melakukan validasi instrumen.

4. Melakukan uji coba instrumen.

5. Menghitung reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal tes.

6. Melakukan perbaikan instrumen.

7. Mengadakan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk

mengetahui pemahaman awal siswa.

8. Melaksanakan perlakuan pada kelas eksperimen

Sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan, siswa pada kelas eksperimen

dibagi menjadi kelompok kecil yang heterogen. Pembagian kelompok

berdasarkan hasil nilai ujian semester ganjil kelas VIII tahun pelajaran

2011/2012. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Pelaksanaan pembelajaran

sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun.

9. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

10. Menganalisis data.

11. Membuat kesimpulan.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu data pemahaman awal konsep

(48)

31

berupa nilai yang diperoleh melalui pretest, data pemahaman konsep matematis

siswa setelah kedua kelas diberi perlakuan, berupa nilai yang diperoleh melalui

posttest, dan data peningkatan pemahaman konsep (gain) yang diperoleh dari

perhitungan data pretest dan posttest.

E. Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan tes. Tes dilakukan

untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi yang diberikan. Tes

yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep, tes diberikan

kepada sampel penelitian dua kali, yaitu tes sebelum perlakuan (pretest) dan

setelah perlakuan (posttest).

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep matematis, berupa

soal uraian. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator pemahaman konsep

matematis. Skor jawaban disusun berdasarakan indikator pemahaman konsep

matematis. Adapun indikator dan pedoman penskoran tes pemahaman konsep

matematis disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Indikator dan pedoman penskoran tes pemahaman konsep

No Indikator Keterangan Skor

1. Menyatakan

ulang suatu konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Menyatakan ulang suatu konsep tetapi

salah 1

c. Menyatakan ulang suatu konsep dengan

benar 2

2. Mengklasifikasi

(49)

32

Tabel 3.4. (lanjutan)

No Indikator Keterangan Skor

sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

b. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya

1

c. Mengklasifikasi objek menurut sifat

tertentu sesuai dengan konsepnya 2

3. Memberi contoh

dan non contoh a. b. Tidak menjawab Memberi contoh dan non contoh tetapi 0

salah 1

c. Memberi contoh dan non contoh dengan

benar 2

b. Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematika tetapi salah 1

c. Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematika dengan benar 2

5. Mengembangkan

syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Mengembangkan syarat perlu atau cukup

dari suatu konsep tetapi salah 1

c. Mengembangkan syarat perlu dan syarat

cukup dari suatu konsep dengan benar 2

6. Menggunakan,

b. Menggunakan, memanfatkan, dan

memilih prosedur tetapi salah 1

c. Menggunakan, memanfaatkan, dan

memilih prosedur dengan benar 2

7. Mengaplikasikan

konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Mengaplikasikan konsep tetapi tidak

tepat 1

c. Mengaplikasikan konsep dengan tepat 2

Sumber: Sartika, 2011: 22

Sebagai upaya untuk mendapatkan data yang akurat, maka instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik. Oleh

karena itu, dilakukan uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya

(50)

33

1. Uji Validitas Instrumen

Terhadap tes yang disusun, terlebih dahulu dilakukan validasi untuk mengukur

validitas dari perangkat tes. Validitas tes yang digunakan dalam penelitian ini

adalah validitas isi, yaitu validitas yang ditinjau dari segi isi tes itu sendiri sebagai

alat ukur hasil belajar, yaitu sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur

hasil belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif

terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan.

Menurut Azwar (2007: 175), pengujian validitas isi tidak melalui analisis

statistika, tetapi menggunakan analisis rasional. Lebih lanjut, Thoha (2001: 112)

menyatakan bahwa cara untuk menguji validitas isi adalah dengan

membanding-kan antara kisi-kisi soal dengan butir soalnya. Oleh karena itu, soal tes

dikonsul-tasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu, kemudian dikonsuldikonsul-tasikan

kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII. Dengan asumsi bahwa guru

mata pelajaran matematika kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung mengetahui

dengan benar kurikulum SMP, validitas instrumen tes ini didasarkan pada

penilaian guru mata pelajaran matematika. Butir tes yang dikategorikan valid

adalah yang dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang

diukur. Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan kisi-kisi tes yang diukur dan

kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa

dilakukan dengan menggunakan daftar check list oleh guru.

Setelah dikonsultasikan dengan guru mitra, soal tes dinyatakan valid. Soal tes

yang dinyatakan valid tersebut kemudian diujicobakan. Pengujicobaan soal tes

(51)

34

bahwa kelas tersebut telah menempuh atau mempelajari materi tes. Setelah

diadakan uji coba, langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil uji coba untuk

diteliti kualitasnya, yaitu menghitung reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya

pembeda tes.

2. Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan kepercayaan. Suatu instrumen dikatakan

mem-punyai reliabilitas tinggi apabila tes yang dibuat memmem-punyai hasil yang konsisten

dalam mengukur apa yang hendak dituju. Menurut Arikunto (2008: 109),

perhi-tungan koefisien reliabilitas dilakukan menggunakan rumus Alpha, yaitu

= 1 −∑ dengan σt2=xi 2

-xi 2

Keterangan:

= koefisien reliabilitas tes

n = banyaknya butir soal

∑ = jumlah varians nilai tiap-tiap item

= varians total

N = banyaknya data

Xi = jumlah semua data

Xi2 = jumlah kuadrat semua data

Setelah dilaksanakan uji coba dan dilakukan perhitungan, diperoleh r11= 0,88.

(52)

35

Menurut Azwar (2007: 188), tidak ada koefisien reliabilitas yang mutlak harus

dicapai agar suatu pengukuran dikatakan reliabel. Untuk itu, perlu dicari ukuran

variabilitas eror yang mungkin terjadi dalam pengukuran, yaitu eror standar dalam

pengukuran (se) dengan rumus:

= (1 − ) Keterangan:

Se = standar eror

Sx = standar devíasi nilai tes

rxx = koefisien reliabilitas tes

Semakin kecil nilai standar eror maka intrumen tersebut semakin terpercaya.

Untuk memperkirakan nilai yang sesungguhnya, digunakan interval kepercayaan

nilai murni, yaitu

− ≤ ≤ +

Keterangan:

X = nilai yang diperoleh pada tes

zc = nilai kritis deviasi standar normal pada taraf kepercayaan 90%, diketahui

nilai kritis zc pada tabel distribusi normal adalah 1,65

se = eror standar

Setelah dilakukan perhitungan, perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.2,

(53)

36

Tabel 3.5. Interval nilai murni awal

Nilai Interval kepercayaan nilai murni

29 20,47 ≤ ≤ 37,53

55,08 46,73 ≤ ≤ 63,61

80 71,47 ≤ ≤ 88,53

Jarak interval tersebut cukup luas, idealnya interval tersebut memiliki jarak

sesempit mungkin. Hal ini karena standar eror dalam pengukuran cukup besar

yaitu 5,17. Interval tersebut dapat mewakili seluruh nilai yang diperoleh

masing-masing siswa dalam uji coba ini.

3. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal menyatakan seberapa mudah atau seberapa sukar sebuah

butir soal bagi siswa terkait. Menurut Masmud (2009), untuk menghitung tingkat

kesukaran soal dan interpretasinya digunakan rumus berikut

=

Keterangan:

TK = tingkat kesukaran

B = jumlah nilai semua siswa untuk masing-masing soal

N = jumlah siswa

Tabel 3.6. Interpretasi tingkat kesukaran

Besarnya TK Interpretasi

Kurang dari 0,2 Sangat Sukar

0,20-0,39 Sukar

0,4 – 0,8 Sedang

Lebih dari 0,81 Mudah

(54)

37

Setelah hasil uji coba dianalisis, diperoleh tingkat kesukaran soal nomor 1b dan 1c

mudah, soal nomor 1a, 1d, 1e, 2a, 2b, 2c, 2d, 3, 4, 5a, 5b, 5c, 6a, 6b, 7, 8a, 8b, 8c,

8d, 9, 10a, 10b, 11, dan 12 memiliki tingkat kesukaran sedang, hasil perhitungan

tingkat kesukaran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.8.

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara

siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Untuk menghitung daya

pembeda, nilai siswa diurutkan dari yang tertinggi sampai nilai siswa terendah,

kemudian diambil 27% nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% nilai

terendah (disebut kelompok bawah). Menurut Karno To (dalam Noer, 2010:22),

untuk menghitung daya pembeda soal uraian digunakan rumus:

DP= JA - JI B A

Keterangan:

DP = indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA = jumlah nilai kelompok atas pada butir soal yang diolah

JB = jumlah nilai kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = jumlah nilai ideal kelompok (atas/bawah)

Tabel 3.7 Interpretasi indeks daya pembeda

(55)

38

Dari uji coba soal tes, diperoleh daya pembeda sebagai berikut: soal 1b dan 8c

memiliki daya pembeda sangat buruk, soal 1c dan 8a buruk, soal 2a agak baik,

soal 1a, 1d, 1c, 2a, 2b, 2c, 2d, 3, 4, 5a, 5b, 5c, 6a, dan 6b memiliki daya pembeda

baik, dan soal nomor 7, 8b, 8d, dan 12 memiliki daya pembeda sangat baik. Tabel

3.8 merupakan rekapitulasi hasil uji coba tes, perhitungan selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran C.3.

Berdasarkan tabel rekapitulasi hasil uji coba tes tersebut, terlihat bahwa beberapa

soal, yaitu soal 1b, 1c, 2a, 8a, dan 8c tidak memenuhi kriteria tingkat kesukaran

dan daya pembeda yang baik, sehingga soal tersebut tidak digunakan dalam

pengambilan data.

Tabel 3.8. Rekapitulasi hasil uji coba tes

(56)

39

Tabel 3.8. (lanjutan)

Item Validitas Reliabilitas Koefisien Kesukaran Taraf Interpretasi Taraf Kesukaran

Setelah beberapa soal dibuang, dilakukan perhitungan koefisien reliabilitas lagi,

diperoleh hasil r11 = 0,88 dengan interval kepercayaan nilai murni seperti pada

Tabel 3.9. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.4 dan C.5.

Tabel 3.9. Interval nilai murni akhir

Nilai Interval kepercayaan nilai murni

22 13,72 ≤ ≤ 30,28

46,52 38,24 ≤ ≤ 54,80

71 62,72 ≤ ≤ 79,28

Jarak interval tersebut masih cukup luas. Hal ini dikarenakan standar eror dalam

pengukuran cukup besar, yaitu 5,02. Interval tersebut dapat mewakili seluruh nilai

(57)

40

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Analisis data dilakukan terhadap data pretest, posttest, dan peningkatan

pemahaman konsep (gain). Analisis data pretest dilakukan untuk mengetahui

pemahaman awal siswa, yaitu siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode

penemuan terbimbing dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Analisis dilakukan dengan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t.

Analisis data posttest dilakukan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah

pembelajaran. Analisis data dilakukan dengan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu

uji t. Selain itu, data posttest pada kelas dengan penemuan terbimbing juga

dianalisis dengan uji proporsi untuk mengetahui persentase ketuntasan belajar

siswa.

Data gain diperoleh dengan perhitungan terhadap data pretest dan posttest,

menurut Melzer (dalam Noer, 2010: 105), besarnya peningkatan dihitung dengan

rumus gain ternormalisasi (normalized gain), g, yaitu

g= maximum possible score-posttest score-pretest score pretest score

Hasil perhitungan gain kemudian diinterprestasikan menggunakan klasifikasi dari

Hake (dalam Noer, 2010: 105), yaitu

Tabel 3.10. Klasifikasi gain (g)

Besarnya g Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

Gambar

Tabel
Tabel 2.1.  Peranan siswa dan guru
Tabel 3.1.   Distribusi peserta didik kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung
Tabel 3.3. Desain penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Depkes RI (2001), penularan penyakit oleh lalat terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan

d) Penyusunan Pola Karir akan dilaksanakan mulai Januari s.d. e) Terlaksananya penyertaan Pegawai Negeri Sipil KESDM dalam diklat teknis dan fungsional serta

dari perjuangan Mahatma Gandhi dalam menentang diskriminasi rasial di

Teknologi informasi memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang tugas pokok dan fungsi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, khususnya dalam melaksanakan tugas

Aplikasi yang dibuat ini adalah sebuah aplikasi untuk memantau dan mengontrol data barang yang dijual sehinnga lebih mudah dan cepat dilakukan serta dapat mengetahui rugi

Dalam Permendknas no. 13 tahun 2007 tentang Kompetens Kepala sekolah/ madrasah bahwa setap kepala sekola/ madrasah harus memenuh lma aspek kompetens yatu keprbadan,

Di mana hasi l penelit ian i ni mengindi kasikan bahw a ter dapat pengar uh yang signifi kan dan positi f antar a per sepsi kemanfaat an, per sepsi kesenangan,

[r]