EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN
(Studi pada S
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN
KONSEP MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung
(Skripsi)
Oleh SUTRISNO
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2012
PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN
Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)
Sutrisno
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN
KONSEP MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)
Oleh
SUTRISNO
Pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah diadakan tes. Salah satu metode pembelajaran yang dapat membuat siswa memahami konsep dengan baik adalah metode penemuan terbimbing. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan populasi siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 5 Bandar Lampung T.P. 2011/2012, melalui teknik purposive random sampling, terpilih kelas VIIIA dan VIIIB sebagai sampel penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest control design.
Sutrisno
penemuan terbimbing lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional, (3) persentase siswa yang tuntas belajar pada kelas yang menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing mencapai 75%. Jadi, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN
KONSEP MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)
Oleh SUTRISNO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN
TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)
Nama Mahasiswa : Sutrisno Nomor Pokok Mahasiswa : 0813021052
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Pendidikan MIPA
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Drs. M. Coesamin, M.Pd. Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd.
NIP 19591002 198803 1 002 NIP 19610524 198603 1 006
2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA
Dr. Caswita, M.Si.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Drs. M. Coesamin, M.Pd. ____________
Sekretaris : Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd. ____________
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Tina Yunarti, M.Si. ____________
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003
PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Sutrisno NPM : 0813021052
Program studi : Pendidikan Matematika Jurusan :Pendidikan MIPA
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengeta-huan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diter-bitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Bandar Lampung, Agustus 2012 Yang Menyatakan
Sutrisno
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Ngasem, Kecamatan Doplang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, pada tanggal 10 April 1989. Penulis merupakan putra bungsu dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Supriyadi dan Ibu Sumining.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis, yaitu Sekolah Dasar (SD) di SDN 5 Doplang dari kelas 1 sampai kelas 2, kemudian kelas 3 dilanjutkan di SDN 1 Tanjung Baru, Bandar Lampung, yang selesai pada tahun 2002. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Bandar Lampung yang selesai pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 3 Bandar Lampung pada tahun 2008.
Tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Program Komputer.
MOTTO
“Dan Dia-lah yang Menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan Memaafkan
kesalahan-kesalahan dan Mengetahui apa yang kamu kerjakan, dan Dia
Memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan
serta Menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. Orang-orang yang
ingkar akan mendapat azab yang sangat keras.”
(Qs. Asy-Syura:25-26)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil ’Alamin…
Segala Puji dan syukur kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya.
Shalawat dan Salam kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW
dengan kerendahan hati dan rasa sayang yang tak pernah habis, kupersembahkan skripsi ini
untuk :
Bapak dan Mamakku tercinta yang telah membesarkanku dengan penuh cinta dan
kesabaran. Terimakasih atas do’a yang Engkau lantunkan dan teladan yang Engkau
berikakan kepada putramu ini, sungguh semua yang Kalian berikan tak mungkin
terbalaskan.
Kakakku, Sunardi , terima kasih untuk dukungan yang Kau berikan kepadaku,
tetaplah menjadi contoh yang baik untuk adikmu ini.
Teman-teman seperjuangan
Sahabat-sahabatku yang selalu menjadi penyemangat bagiku
Para pengajar dan pembimbing yang ku hormati
ii
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran dengan metode Penemuan Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lam-pung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Univer-sitas Lampung.
3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendi-dikan Matematika Jurusan PendiPendi-dikan MIPA Universitas Lampung, sekaligus Pembimbing II atas kesediaannya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
iii 5. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd., selaku Pembimbing Utama atas
kesediaan-nya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan saran kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 8. Bapak Ahmad Syafei, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 5 Bandar Lampung
yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian.
9. Ibu Khodijah, S.Pd., selaku guru mitra atas kesediaannya menjadi mitra dalam penelitian di SMP Negeri 5 Bandar Lampung serta murid-muridku kelas VIII A dan VIII B yang telah memberikan bantuan dalam penelitian ini.
10.Bapak dan Ibu ku tercinta, kakakku, serta keluarga besarku yang selalu menyayangi, mendoakan, dan selalu memberikan dukungan untuk keberhasilanku.
iv 12.Teman-teman KKN dan PPL Pekon Tribudimakmur: Amel, Ana, Berlinda, Eva, Eka, Dewi, Siska, Imun, dan Umar. Semoga kekeluargaan kita akan terus terjalin.
13.Kakak tingkat 2005 sampai 2007 dan adik tingkat 2009 sampai 2011.
14.Pengurus referensi yang telah melayani dalam peminjaman buku serta skripsi. 15.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.
Bandar Lampung, Agustus 2012 Penulis,
v DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 11
1. Belajar dan Pembelajaran ... 11
2. Efektivitas Pembelajaran ... 13
3. Metode Penemuan Terbimbing ... 15
4. Pembelajaran Konvensional ... 18
5. Pemahaman Konsep Matematis ... 21
B. Kerangka Pikir ... 23
C. Anggapan Dasar ... 26
D. Hipotesis Penelitian ... 26
III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 27
vi
C. Prosedur Penelitian ... 29
D. Data Penelitian ... 30
E. Teknik Pengumpulan Data ... 31
F. Instrumen Penelitian ... 31
1. Uji Validitas Instrumen ... 33
2. Reliabilitas ... 34
3. Tingkat Kesukaran ... 36
4. Daya Pembeda ... 37
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 40
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47
1. Data Pemahaman Awal Siswa ... 47
2. Pencapaian Awal Indikator Pemahaman Konsep ... 49
3. Data Pemahaman Konsep Matematis ... 51
4. Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep ... 52
5. Data Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis ... 54
6. Uji Hipotesis Penelitian ... 56
B. Pembahasan ... 58
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 65
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
vii DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Peranan siswa dan guru ... 17
3.1 Distribusi peserta didik kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung ... 27
3.2 Data hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung ... 27
3.3 Desain Penelitian ... 29
3.4 Indikator dan pedoman penskoran tes pemahaman konsep ... 31
3.5 Interval nilai murni awal ... 36
3.6 Interpretasi tingkat kesukaran ... 36
3.7 Interpretasi indeks daya pembeda ... 37
3.8 Rekapitulasi hasil uji coba tes ... 38
3.9 Interval nilai murni akhir ... 39
3.10 Klasifikasi gain ... 40
4.1 Rekapitulasi data pretest ... 47
4.2 Rekapitulasi uji normalitas data pretest ... 48
4.3 Rekapitulasi uji homogenitas data pretest ... 48
4.4 Rekapitulasi uji kesamaan dua rata-rata data pretest ... 49
4.5 Pencapaian awal indikator pemahaman konsep pada kelas eksperimen ... 50
viii
pada kelas kontrol ... 50
4.7 Rekapitulasi data posttest ... 51
4.8 Rekapitulasi uji normalitas data posttest ... 51
4.9 Rekapitulasi uji homogenitas data posttest ... 52
4.10 Pencapaian indikator pemahaman konsep pada kelas eksperimen ... 53
4.11 Pencapaian indikator pemahaman konsep pada kelas kontrol ... 53
4.12 Rekapitulasi data gain ... 54
4.13 Rekapitulasi uji normalitas data gain ... 55
4.14 Rekapitulasi uji homogenitas data gain ... 55
4.15 Rekapitulasi uji kesamaan dua rata-rata data pemahaman konsep matematis ... 56
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat memuncul-kan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pendidimemuncul-kan matematika. Pendidikan matematika harus mampu menghasilkan manusia yang bermutu, yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Sebagaimana yang dinyatakan Sudradjat (2008: 1) bahwa perkembangan IPTEK yang pesat adalah berkat dukungan matematika.
2
Kenyataannya, kemampuan matematika siswa di Indonesia masih rendah, sebagaimana menurut Iwan Pranoto, pakar matematika dari Institut Teknologi Bandung (dalam Latief, 2011) bahwa berdasarkan data hasil The Program for International Student Assessment 2010, posisi Indonesia hanya ketiga dari bawah,
Indonesia hanya lebih baik daripada Kirgistan dan Panama. Selain itu, diperoleh fakta bahwa persentase siswa Indonesia yang di bawah level kedua sangat besar, yaitu 76,6 persen dari populasi dan persentase siswa yang di level 5 dan 6 secara statistika tidak ada. Padahal, ada penelitian yang menyimpulkan bahwa anak yang penguasaan matematika di bawah level 2 akan sulit hidup di abad 21 ini dan orang yang memiliki pemahaman di level 5 dan 6 secara statistik akan menjadi pemimpin di dunia dan aktif pada posisi pengambilan keputusan. Menurut Iwan Pranoto, penyebab utama hasil terburuk tersebut adalah ketidaksesuaian ekspektasi kebermatematikaan di program pendidikan matematika di Indonesia dan dunia pada abad ke-21, kegiatan bermatematika yang dituntut dunia adalah bermatematika utuh, sedangkan yang dilakukan siswa Indonesia hanyalah parsial. Selain itu, proses belajar matematika masih berpusat pada penyerapan pengetahuan tanpa pemaknaan. Padahal, yang dituntut di dunia global justru berpusat pada pemanfaatan hasil belajar matematika dalam kehidupan, yaitu pemahaman, keterampilan, dan karakter.
3
nilai ujian kelas VIII adalah 52,5 dan hanya 27% siswa tuntas belajar, yaitu memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 64. Hasil ini juga menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai dengan efektif, pembelajaran dikatakan efektif apabila 75% siswa tuntas belajar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung dan observasi kelas, diperoleh informasi bahwa rendahnya hasil belajar siswa disebabkan pemahaman siswa terhadap konsep yang masih kurang. Padahal, pemahaman konsep matematis sangat dibutuhkan siswa dalam segala aspek kehidupan sehari-hari, terutama dalam pemecahan masalah, menurut Wardhani (2008: 21), agar siswa dapat memecahkan suatu masalah maka perlu paham dengan baik konsep-konsep matematika terlebih dahulu. Pemahaman suatu konsep juga diperlukan siswa untuk mempelajari matematika secara berkelanjutan dan utuh. Hal ini sebagaimana menurut Uno (2006) bahwa matematika merupa-kan mata pelajaran yang bersifat hierarkis, yaitu suatu materi pelajaran merupamerupa-kan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
4
Banyak faktor mempengaruhi tingkat pemahaman konsep matematis siswa, tetapi yang paling menentukan adalah proses pembelajaran yang dialami siswa itu sendiri, sebagaimana menurut Soedjadi (2005: 4) bahwa keberhasilan penyeleng-garaan pendidikan banyak ditentukan oleh proses belajar mengajar yang ditangani langsung oleh guru. Proses pembelajaran yang dilaksanakan di SMP Negeri 5 masih dilaksanakan secara konvensional, yaitu pembelajaran yang masih terpusat pada guru, guru menjelaskan materi di depan kelas, memberi contoh soal beserta penyelesaiannya, memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada yang kurang dipahami, siswa mencatat hal-hal yang penting dari penjelasan guru, dan siswa diberi latihan soal atau mengerjakan LKS yang berisi materi dan soal-soal. Namun, siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran, sebagian siswa terlihat tidak memperhatikan penjelasan guru dan mengobrol dengan temannya. Sebenarnya siswa di sekolah tersebut bukanlah siswa yang pendiam, mereka merupakan siswa yang aktif di luar jam pelajaran, tetapi karena tidak begitu leluasa untuk memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mendapatkan pengetahuan yang baru, mereka hanya diam dan pasif dalam pembelajaran. Keadaan ini tentu saja mempengaruhi tingkat pemahaman siswa terhadap materi ajar. Hal ini menunjukkan perlunya suatu pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran dan dapat memahami konsep matematika dengan baik.
5
Markaban (2006: 3) bahwa tingkat pemahaman konsep matematika seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Suryosubroto (2006: 149) mengemukakan bahwa semakin tepat metode yang digunakan, maka diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan yang diinginkan. Salah satu metode pembelajaran yang dapat menjadi alternatif adalah metode penemuan (discovery).
Suryosubroto (2006: 191) menyatakan bahwa metode penemuan merupakan cara belajar siswa aktif, dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dan tidak mudah dilupakan anak, suatu pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang benar-benar dikuasai dan mudah ditransfer dalam situasi lain. Dengan demikian, pembelajaran dengan metode penemuan diharapkan dapat menjadikan siswa memahami konsep matematis yang dipelajari dengan baik. Namun, mengingat beberapa hal, sebagaimana menurut Widdiharto (2004: 4), yaitu lama pembelajaran di sekolah yang sudah ditentukan, siswa yang masih membutuhkan konsep dasar untuk menemukan sesuatu, siswa yang cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan, dan tidak semua siswa dapat menemukan sesuatu sendiri, maka metode penemuan yang dipilih adalah metode penemuan terbimbing.
6
pembelajaran dengan penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang materi pelajaran. Generalisasi atau kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh guru. Selain itu, terdapat pula pembelajaran dengan inquiry yang mirip dengan penemuan. Moh. Amin (Sudirman N, 1992)
menjelas-kan bahwa inquiry dibentuk dan meliputi discovery dan lebih banyak lagi. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema sendiri, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Selain itu, hasil akhir yang harus ditemukan siswa merupakan sesuatu yang baru bagi dirinya sendiri, tetapi sudah diketahui oleh guru, tetapi dalam metode inquiry, hal yang baru itu juga belum dapat diketahui oleh guru. Adapun perbedaan penemuan terbimbing dengan investigasi, yaitu dalam investigasi (Setiawan, 2006: 7) biasanya permasalahan dan penyelesaian relatif lebih luas dan lebih terbuka, juga tingkat kesukarannya biasanya lebih tinggi dan siswa mungkin membuat pertanyaan sendiri dan memikirkan arah yang dituju sendiri.
7
pembelajaran lebih efisien. Bimbingan diberikan melalui serangkaian pertanyaan atau LKS, bimbingan yang diberikan guru tergantung pada kemampuan siswa dan materi yang sedang dipelajari.
Peran guru dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing adalah sebagai fasilitator dan pembimbing agar siswa menggunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah dimiliki untuk menemukan pengetahuan yang baru. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing memberikan kesempatan pada siswa untuk menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang diberikan guru. Melalui proses penemuan ini, siswa dituntut untuk menggunakan ide dan pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan sesuatu yang baru, sehingga pemahaman konsep matematis siswa dapat meningkat. Dengan demikian, pem-belajaran dengan metode penemuan terbimbing memungkinkan siswa memahami apa yang dipelajari dengan baik.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai “Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)”.
B. Rumusan Masalah
8
1. Apakah rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembela-jaran konvensional?
2. Apakah rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
3. Apakah 75% atau lebih siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing tuntas belajar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing terhadap pema-haman konsep matematis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini, yaitu 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai metode pembelajaran yang efektif.
2. Manfaat Praktis
9
untuk siswanya agar dapat memahami konsep matematika dengan baik. b. Bagi peneliti, mengetahui efektivitas pembelajaran dengan metode
penemuan terbimbing jika dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional dan dijadikan acuan/referensi untuk penelitian lain yang relevan dan sejenis.
c. Bagi sekolah, menjadi masukan guna meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini:
1. Metode penemuan terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan bimbingan guru. 2. Efektivitas pembelajaran merupakan ukuran keberhasilan pembelajaran yang
menyangkut sejauh mana tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai dengan optimal. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari beberapa aspek, yaitu
a. Rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
10
tinggi daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
c. Persentase ketuntasan belajar siswa kelas yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing minimal 75%.
3. Pemahaman konsep matematis merupakan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah diadakan tes. Indikator pemahaman konsep, yaitu
a. Menyatakan ulang suatu konsep.
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
Nasution (2006: 35) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang
membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya
mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga kecakapan, kebiasaan, sikap,
pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, atau mengenai segala aspek
pribadi seseorang. Menurut Slameto (2003: 2), belajar merupakan proses yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Adapun perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah
perubahan tersebut terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat
positif dan aktif, tidak bersifat sementara, perubahannya bertujuan atau terarah,
dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Lebih lanjut, Sardiman (2007: 20)
menyatakan bahwa perubahan tingkah laku tersebut dapat diperoleh siswa dengan
serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan
lain sebagainya.
Kegiatan belajar yang dilakukan siswa di sekolah tidak terlepas dengan suatu
12
merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala
potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa
seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar
dan potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber
belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Menurut Dimyati
dan Mudjiono (2002: 157), pembelajaran merupakan proses yang diselenggarakan
oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan sikap.
Lebih lanjut, menurut Komalasari (2010: 3), pembelajaran dapat dipandang dari
dua sudut, yaitu (1) pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran
terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media
pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan
tindak lanjut pembelajaran (remidial dan pengayaan), (2) pembelajaran dipandang
sebagai suatu proses, pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan
guru dalam rangka membuat siswa belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu usaha sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan
tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalamannya dalam interaksi
dengan lingkungan. Dalam proses pembelajaran ada interaksi antara guru dan
siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada untuk mencapai
13
2. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 584), berasal
dari kata efektif, yang berarti dapat membawa hasil, berhasil guna, bisa juga
diartikan sebagai kegiatan yang dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Efektivitas dalam pendidikan menurut L.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak (dalam
Suryosubroto, 2006: 9) dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari mengajar guru,
menyangkut sejauh mana rencana kegiatan belajar mengajar (KBM) terlaksana,
dan dari belajar murid, menyangkut sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai
melalui kegiatan KBM.
Sutikno (2005: 88) mengemukakan bahwa pembelajaran yang efektif merupakan
suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan
mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan
yang diharapkan. Sejalan dengan itu, Hamalik (2004: 171) mengemukakan bahwa
pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar sendiri. Penyediaan kesempatan untuk belajar secara
mandiri ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami makna
pembelajaran yang sedang dipelajarinya.
Menurut Kyriacou (2011: 16-17), pembelajaran efektif bisa dirumuskan sebagai
pembelajaran yang berhasil, sebagaimana yang dikehendaki oleh guru. Terdapat
tiga variabel pokok yang berguna untuk membuat pembedaan tentang
pembelajar-an efektif, yaitu (1) variabel konteks, mengacu pada seluruh karakteristik konteks
aktivitas belajar, biasanya berupa pelajaran berbasis ruang kelas, yang mungkin
14
mengacu pada apa yang sebenarnya berlangsung di ruang kelas dan membahas
persepsi, strategi, dan perilaku guru dan murid, dan karakteristik tugas belajar dan
aktivitas-aktivitasnya itu sendiri, dan bagaimana semua itu berinteraksi satu sama
lain, (3) variabel produk, mengacu pada semua hasil pendidikan yang diinginkan
oleh guru dan yang telah menjadi dasar mereka dalam merencanakan pelajaran
dari kriteria yang mereka gunakan untuk menilai efektivitas. Lebih lanjut,
Kyriacou (2011: 24) menjelaskan terdapat dua strategi penelitian yang sering
dilakukan terhadap efektivitas pembelajaran. Strategi pertama mencoba
mengait-kan variabel proses dengan variabel produk (disebut studi proses-produk); strategi
kedua berfokus nyaris sepenuhnya pada variabel proses belaka (disebut studi
proses).
Menurut Wicaksono (2008), keefektifan pembelajaran mengacu pada beberapa
hal, yaitu pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75%
dari jumlah siswa telah memperoleh nilai 60 dalam peningkatan hasil belajar,
model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila
secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (gain yang
signifikan), model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat membangkitkan
minat dan motivasi, sehingga setelah pembelajaran siswa menjadi termotivasi
untuk belajar lebih giat dan memperoleh pembelajaran lebih baik, serta siswa
belajar dalam keadaan yang menyenangkan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas
15
sejauh mana tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai dengan optimal.
Dalam penelitian ini, yang menjadi perhatian untuk menentukan efektivitas
pembelajaran adalah studi proses-produk.
3. Metode Penemuan Terbimbing
Suryosubroto (2006: 193) mengemukakan bahwa metode penemuan adalah suatu
metode yang dalam proses belajar mengajar, guru memperkenalkan
siswa-siswanya untuk menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa
diberitahukan atau diceramahkan saja. Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2008:
20), penemuan (discovery) adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan
suatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut seperti mengamati,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat
kesimpulan dan sebagainya. Menurut Markaban (2006: 9), penemuan tanpa
bimbingan dapat memakan waktu yang lama atau bahkan siswa tidak berbuat
apa-apa karena tidak tahu apa-apa yang akan dilakukan, begitu pula jalannya penemuan,
tidak semua siswa dapat menemukan sendiri.
Metode penemuan yang dipandu oleh guru disebut dengan metode penemuan
terbimbing. Menurut Hamalik (2002: 134), metode penemuan terbimbing adalah
suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi
objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa
menyadari suatu konsep. Markaban (2006: 10) mengemukakan bahwa metode
penemuan terbimbing melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru,
siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang
16
Berdasarkan pendapat di atas, yang dimaksud dengan metode penemuan
terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif
untuk menemukan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah
dimilikinya dengan bimbingan guru.
Menurut Carol C. Kuhlthau dkk (2006: 6), guided inquiry (penemuan terbimbing)
merupakan
Preparing for lifelong learning, integrated into content areas, transfarable information concepts, using a variety source, involving students in every stage of the learning, from planning to the final product, curriculum connected to the students world, a community of learners working together, students and teacher collaborating, emphasis on the process and product.
Berdasarkan keterangan di atas, dengan metode penemuan terbimbing, ide atau
gagasan yang diperoleh siswa dapat bertahan lama karena siswa terlibat secara
aktif bekerjasama dengan guru dan siswa lainnya dalam proses pembelajaran dari
tahap perencanaan sampai akhirnya terbentuk suatu ide, bahkan dikaitkan
langsung dengan kehidupan siswa. Dengan metode ini (Depdiknas, 2008: 17),
siswa dihadapkan pada situasi untuk bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan,
guru sebagai penunjuk jalan agar siswa mempergunakan ide, konsep, dan
keterampilan yang sudah mereka miliki untuk mendapatkan pengetahuan baru,
siswa berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum, berdasarkan
bahan yang difasilitasi oleh guru, sampai seberapa jauh siswa dibimbing,
tergantung pada kemampuannya dan materi yang dipelajari. Secara sederhana,
peran siswa dan guru dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing,
17
Tabel 2.1. Peranan siswa dan guru
Penemuan
Terbimbing Peran Guru Peran Siswa
Sedikit bimbingan menyatakan persoalan menemukan pemecahan Banyak bimbingan menyatakan persoalan
memberikan bimbingan
mengikuti petunjuk menemukan penyelesaian
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan penemuan terbimbing
(Depdiknas, 2008: 15), yaitu (1) merumuskan masalah yang akan diberikan
kepada siswa dengan data secukupnya, (2) dari data yang diberikan guru, siswa
menyusun, memproses, mengorganisasi, dan menganalisis data tersebut, dalam
hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja, bimbingan
diberikan untuk mengarahkan siswa melangkah ke arah yang hendak dituju,
melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS, (3) siswa menyusun konjektur
(prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya, bila dipandang perlu, konjektur
yang telah dibuat siswa tersebut diperiksa oleh guru untuk meyakinkan kebenaran
prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai, (4) apabila
telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi
konjektur diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya, (5) sesudah siswa
menemukan apa yang dicari, guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan
untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.
Memperhatikan metode penemuan terbimbing tersebut diatas dapat disampaikan
kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Kelebihan metode penemuan
terbimbing (Abidin, 2011), yaitu (1) siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia
18
memahami betul bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses
menemukan-nya, (2) sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat, (3)
menemu-kan sendiri menimbulmenemu-kan rasa puas, kepuasan batin ini mendorong ingin
melakukan penemuan lagi hingga minat belajarnya meningkat, (4) siswa yang
memperoleh pengetahuannya dengan metode penemuan akan lebih mampu
mentransfer pengetahuan ke berbagai konteks, dan (5) metode ini melatih siswa
untuk lebih banyak belajar sendiri.
Adapun kelemahan metode penemuan terbimbing (Abidin, 2011), yaitu (1)
banyak menyita waktu, juga tidak menjamin siswa tetap bersemangat mencari
penemuan-penemuan, (2) tidak semua anak mampu melakukan penemuan, (3)
metode ini tidak dapat digunakan untuk mengajarkan tiap topik, dan kelas yang
banyak muridnya akan sangat merepotkan guru dalam memberikan bimbingan
dan pengarahan belajar dengan metode penemuan.
4. Pembelajaran Konvensional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 592), pembelajaran konvensional
adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru seperti metode ceramah, tanya
jawab dan latihan soal. Institute of Computer Technology (dalam Sunartombs,
2009) menyebut pembelajaran konvensional dengan istilah pengajaran tradisional.
Dijelaskan bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah
pengajaran yang paling umum diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia.
Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai informasi yang
tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi dengan cepat,
19
terbaiknya dengan mendengarkan. Menurut Sumarno (2011), dalam pembelajaran
konvensional terdapat beberapa metode yang digunakan, yaitu metode ceramah,
diskusi, dan tanya jawab.
Syarif (2011) menyatakan bahwa metode ceramah adalah penerangan dan
penuturan secara lisan oleh guru di depan siswa. Menurut Roestiyah (2008: 137),
metode ceramah biasanya digunakan guru bila mempunyai tujuan agar siswa
mendapatkan informasi suatu pokok atau persoalan tertentu, jumlah siswa banyak,
dan juga didorong tanggung jawab guru untuk berusaha memperkenalkan
pokok-pokok terpenting yang merupakan suatu kerangka bulat dari suatu pelajaran baru.
Metode ceramah yang sering dilakukan guru dalam proses pembelajaran memiliki
beberapa keunggulan sebagaimana menurut Sumarno (2011), yaitu merupakan
metode yang murah dan mudah untuk dilakukan, dapat menyajikan materi
pelajaran yang luas, artinya, materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau
dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat, dapat
memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan, guru dapat mengontrol
keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru
yang memberikan ceramah, dan organisasi kelas dengan menggunakan ceramah
dapat diatur menjadi lebih sederhana.
Selain memiliki keunggulan, metode ceramah juga memiliki beberapa
ke-kurangan, yaitu materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan
terbatas pada apa yang dikuasai guru, ceramah yang tidak disertai dengan
peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme, guru yang kurang memiliki
20
membosankan, dan melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah
seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
Menurut Roestiyah (2011: 129-132), metode tanya jawab digunakan dalam
pembelajaran agar siswa dapat mengerti atau mengingat-ingat tentang yang
dipelajari, didengar, atau dibaca, sehingga pengertian yang diperoleh siswa
mendalam dan siswa dapat menjelaskan langkah-langkah berpikir atau proses
yang ditempuh dalam memecahkan masalah. Metode tanya jawab memiliki
beberapa keunggulan, yaitu kelas akan lebih hidup, partisipasi siswa lebih besar
pada pelajaran, dan dapat mengembangkan kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan dan pengalamannya sehingga pengetahuannya lebih fungsional.
Namun, metode tanya jawab kurang mengena sasaran apabila digunakan untuk
menilai taraf dan kadar pengetahuan siswa, pertanyaan yang diajukan bisa dijawab
dengan ya atau tidak, atau benar/salah, pertanyaan tidak menghendaki jawaban
yang sederhana tetapi kompleks atau jawaban yang sangat dibatasi, pertanyaan
ditujukan hanya pada beberapa siswa saja. Selain itu, metode tanya jawab juga
memiliki kelemahan, yaitu kelancaran jalannya pelajaran agak terhambat dan
waktu yang diperlukan agak lebih lama.
Menurut Roestiyah (2011: 125-127), pemberian latihan dilakukan agar siswa
memiliki ketangkasan atau keterampilan, dapat mengembangkan kemampuan
intelek, dan memiliki kemampuan menghubungkan sesuatu keadaan dengan hal
lain. Namun, pemberian latihan memiliki beberapa kelemahan, yaitu dalam
latih-an sering terjadi cara untuk mengerjaklatih-an sesuatu tidak bisa berubah, hal ini dapat
21
menurut pikirannya sendiri. Selain itu, latihan yang dilakukan dengan cara
tertentu dan telah dianggap baik sehingga tidak boleh diubah, dapat
mengakibatkan keterampilan yang diperoleh siswa umumnya menetap dan
menjadi kebiasaan yang kaku, sehingga bila situasi berubah, siswa sulit sekali
menyesuaikan diri atau tidak bisa mengubah caranya latihan untuk mengatasi
keadaan yang lain.
Berdasarkan pendapat di atas, yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional
dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan dengan ceramah,
tanya jawab, dan pemberian tugas/latihan.
5. Pemahaman Konsep Matematis
Wardhani (2008: 8) mengemukakan bahwa konsep adalah ide (abstrak) yang
dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan/
menggolongkan sesuatu objek. Suatu konsep biasa dibatasi dalam suatu ungkapan
yang disebut definisi. Dengan adanya definisi, menurut Soedjadi ( 2000: 14),
orang dapat membuat ilustrasi atau gambaran atau lambang dari konsep yang
didefinisikan, sehingga menjadi jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu.
Lebih lanjut, Wardhani (2008: 9) mengemukakan bahwa beberapa konsep
merupakan pengertian dasar yang dapat ditangkap secara alami (tanpa
didefinisikan), contohnya konsep himpunan. Beberapa konsep lain diturunkan
dari konsep-konsep yang mendahuluinya, sehingga berjenjang. Konsep yang
diturunkan dikatakan berjenjang lebih tinggi daripada konsep yang
satu-22
satu. Nasution (2006: 164) mengungkapkan bahwa konsep sangat penting bagi
manusia, karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir,
dalam belajar, membaca, dan lain-lain. Tanpa konsep, belajar akan sangat
terhambat.
Menurut Sardiman (2007: 42), pemahaman atau comprehension dapat diartikan
menguasai sesuatu dengan pikiran, belajar harus mengerti secara mental makna
dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga
menyebabkan siswa memahami suatu situasi. Pemahaman tidak sebatas sekedar
tahu, tetapi juga menghendaki agar subjek belajar dapat memanfaatkan
bahan-bahan yang telah dipahami. Apabila siswa benar-benar memahami sesuatu, maka
akan siap memberikan jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan atau
berbagai masalah dalam belajar. Selain itu, menurut Uno (2006: 124) matematika
merupakan mata pelajaran yang bersifat hierarkis yaitu suatu materi merupakan
prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Oleh karena itu, pemahaman
suatu konsep matematika menjadi hal yang sangat diperlukan siswa agar dapat
memahami konsep pada materi ajar berikutnya.
Pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/
PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor (dalam Wardhani, 2008: 10),
diuraikan indikator siswa memahami konsep matematis, yaitu (a) mampu menyatakan
ulang suatu konsep, (b) mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat
ter-tentu sesuai dengan konsepnya, (c) memberi contoh dan noncontoh dari konsep,
(d) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (e)
23
memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan (g)
mengaplikasi-kan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep
matematis merupakan kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep materi
ajar matematika yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah diadakan tes. Dalam
penelitian ini, yang menjadi indikator pemahaman konsep, yaitu menyatakan
ulang suatu konsp, mengklasifikasikan objek menurut sifat tertentu sesuai dengan
konsepnya, memberi contoh dan noncontoh, menyatakan konsep dalam berbagai
bentuk representasi matematika, mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup
suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi
tertentu, dan mengaplikasikan konsep.
B. Kerangka Pikir
Variabel dalam penelitian tentang efektivitas pembelajaran dengan metode
pene-muan terbimbing terhadap pemahaman konsep matematis siswa ini, terdiri dari
satu variabel bebas dan satu variabel terikat, yang menjadi variabel bebas adalah
metode pembelajaran, dalam hal ini metode penemuan terbimbing dan
pembelajaran konvensional, sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah
pemahaman konsep matematis siswa.
Pemahaman suatu konsep merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika.
Pemahaman siswa sangat dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri, terutama
saat proses pembelajaran di kelas. Selama ini, proses pembelajaran yang dialami
24
ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas/latihan. Pembelajaran demikian
terpusat pada guru, konsep-konsep matematika hanya diberitahukan saja, siswa
hanya menerima apa yang disampaikan guru tanpa mengetahui darimana konsep
atau rumus diturunkan, juga peran siswa dalam pembelajaran sangat sedikit
sehingga pengalaman belajar yang diperoleh siswa sebagian besar berasal dari
gurunya. Pembelajaran demikian berlangsung terus menerus sehingga
mengaki-batkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep dan ketuntasan belajar siswa
menjadi rendah.
Tingkat pemahaman konsep siswa dapat diusahakan agar lebih baik dengan
berbagai cara, salah satunya dengan memilih metode pembelajaran yang tepat.
Metode pembelajaran yang dipilih adalah metode pembelajaran yang memberikan
kesempatan siswa untuk belajar sendiri dan dapat membuat siswa mudah
memahami konsep matematika. Salah satu metode pembelajaran yang dapat
digunakan adalah metode penemuan terbimbing.
Metode penemuan terbimbing merupakan metode pembelajaran yang melibatkan
siswa secara aktif untuk membangun sendiri pengetahuannya dengan menemukan
sendiri suatu konsep atau prinsip berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki
dengan bimbingan guru. Dalam pembelajaran dengan metode penemuan
terbim-bing, siswa diberi kesempatan untuk menyusun, memproses, mengorganisasi, dan
menganalisis suatu data yang diberikan guru untuk memecahkan permasalahan
atau memperoleh suatu prinsip/konsep, melalui kegiatan ini, siswa menjadi aktif
dan dapat menggunakan pengetahuan, ide, dan konsep yang telah ia miliki untuk
25
dipahami oleh siswa dan pemahaman siswa juga akan meningkat dari pengalaman
menemukan sendiri tersebut.
Selama proses penemuan, siswa mendapat bimbingan guru sejauh yang
diperlukan, sesuai dengan kemampuan siswa dan materi ajar, bimbingan diberikan
untuk mengarahkan siswa ke tujuan yang diharapkan melalui pertanyaan atau
LKS. Selain itu, bimbingan dalam proses penemuan dimaksudkan agar waktu
dalam pembelajaran lebih efisien dan juga pada umumnya siswa terlalu
tergesa‐gesa menarik kesimpulan dan tidak semua siswa dapat menemukan
sendiri. Dengan demikian, konsep yang ditemukan siswa tidak akan salah dan
dipahaminya dengan baik.
Setelah siswa menemukan yang dicari, yaitu suatu konsep/prinsip, siswa diberi
latihan soal. Pemberian latihan soal dapat bermanfaat bagi siswa untuk
meman-tapkan pemahamannya terhadap sesuatu konsep yang telah ditemukannya
sehingga pemahaman siswa akan lebih bertahan lama dalam ingatan dan dapat
dimanfaatkan untuk menghadapi situasi lain. Selain itu, latihan dapat bermanfaat
bagi guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman yang diperoleh siswa
melalui proses penemuan yang telah dilakukan.
Berdasarkan hal-hal di atas, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing
memungkinkan siswa untuk memiliki pemahaman kosep matematis lebih baik
daripada siswa yang diajar secara konvensional dan ketuntasan belajar siswa juga
26
C. Anggapan Dasar
Penelitian ini bertolak dari beberapa anggapan dasar, yaitu
1. Kelas eksperimen, yaitu kelas yang mengikuti pembelajaran dengan metode
penemuan terbimbing dan kelas kontrol, yaitu kelas yang mengikuti
pembelajaran konvensional, memperoleh materi pelajaran matematika yang
sama sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
2. Faktor lain diluar penelitian yang dapat mempengaruhi pemahaman konsep
siswa diabaikan.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dirumuskan suatu
hipotesis, yaitu
1. Rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada
rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional.
2. Rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi
daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa
yang mengikuti pembelajaran konvensional.
3. Persentase ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran dengan metode
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang terletak di
Jalan Beo No.134, Tanjung Agung, Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian
ini adalah siswa kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012
yang terdistribusi dalam enam kelas (VIIIA-VIIIF) dengan jumlah siswa sebanyak
211 siswa.
Tabel 3.1. Distribusi peserta didik kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung
No. Kelas Jumlah Peserta Didik
1 VIII A 32
2 VIII B 33
3 VIII C 36
4 VIII D 36
5 VIII E 37
6 VIII F 37
Jumlah Populasi 211
Sumber: SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012
Tabel 3.2. Data hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung
Kelas VIII A VIII B VIII C VIII D VIII E VIII F
28
Agar peneliti yakin bahwa semua kelompok dalam populasi terwakili dalam
sampel, maka dari 6 kelas tersebut diambil dua kelas sebagai sampel penelitian,
satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu lagi sebagai kelas kontrol.
Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik purposive random sampling,
yaitu dengan mengambil dua kelas dengan kemampuan yang sama atau hampir
sama. Tahap-tahap pengambilan sampel, yaitu
1. Mencari data awal (nilai ulangan semester ganjil) dari guru kelas VIII SMP
Negeri 5 Bandar Lampung.
2. Menghitung rata-rata nilai ulangan semester ganjil untuk setiap kelas.
3. Menentukan 2 kelas dengan nilai rata-rata kelas yang sama atau hampir sama,
kemudian 2 kelas tersebut akan dikategorikan sebagai kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
4. Diasumsikan kelas dengan nilai rata-rata sama atau hampir sama memiliki
kemampuan awal yang sama.
Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen dan kelas
VIIIA sebagai kelas kontrol.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan desain pretest-posttest
control design. Pada penelitian ini, kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum
diberi perlakuan masing-masing diberi pretest untuk mengetahui pemahaman
konsep matematis awal siswa, kemudian pada kelas eksperimen diberi perlakuan,
yaitu pembelajaran dengan menerapkan metode penemuan terbimbing, sedangkan
29
metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Setelah diberi perlakuan,
masing-masing kelas diberi posttest untuk mengetahui pemahaman dan
peningkatan pemahaman konsep matematis siswa. Berikut adalah pretest-posttest
control design sebagaimana menurut Furchan (1982: 368):
Tabel 3.3. Desain penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
E Y1 X Y2
K Y1 - Y2
Keterangan:
E = kelompok eksperimen
K = kelompok kontrol
X = perlakuan pada kelas eksperimen dengan pembelajaran menggunakan
metode penemuan terbimbing
Y1 = pemahaman konsep matematis siswa sebelum perlakuan
Y2 = pemahaman konsep matematis siswa setelah diberi perlakuan
C. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan, yaitu
1. Observasi awal, melihat kondisi lapang atau sekolah seperti jumlah kelas,
jumlah siswa, karakteristik siswa, dan cara guru mengajar.
2. Merencanakan penelitian
a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode
penemuan terbimbing untuk kelas eksperimen dan pembelajaran
30
b. Menyusun Lembar Kerja Siswa/LKS yang akan diberikan kepada siswa
pada saat diskusi kelompok.
c. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat
kisi-kisi soal tes pemahaman konsep matematis, kemudian membuat soal
beserta aturan penskorannya.
3. Melakukan validasi instrumen.
4. Melakukan uji coba instrumen.
5. Menghitung reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal tes.
6. Melakukan perbaikan instrumen.
7. Mengadakan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk
mengetahui pemahaman awal siswa.
8. Melaksanakan perlakuan pada kelas eksperimen
Sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan, siswa pada kelas eksperimen
dibagi menjadi kelompok kecil yang heterogen. Pembagian kelompok
berdasarkan hasil nilai ujian semester ganjil kelas VIII tahun pelajaran
2011/2012. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Pelaksanaan pembelajaran
sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun.
9. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
10. Menganalisis data.
11. Membuat kesimpulan.
D. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu data pemahaman awal konsep
31
berupa nilai yang diperoleh melalui pretest, data pemahaman konsep matematis
siswa setelah kedua kelas diberi perlakuan, berupa nilai yang diperoleh melalui
posttest, dan data peningkatan pemahaman konsep (gain) yang diperoleh dari
perhitungan data pretest dan posttest.
E. Teknik Pengumpul Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan tes. Tes dilakukan
untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi yang diberikan. Tes
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep, tes diberikan
kepada sampel penelitian dua kali, yaitu tes sebelum perlakuan (pretest) dan
setelah perlakuan (posttest).
F. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep matematis, berupa
soal uraian. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator pemahaman konsep
matematis. Skor jawaban disusun berdasarakan indikator pemahaman konsep
matematis. Adapun indikator dan pedoman penskoran tes pemahaman konsep
matematis disajikan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Indikator dan pedoman penskoran tes pemahaman konsep
No Indikator Keterangan Skor
1. Menyatakan
ulang suatu konsep
a. Tidak menjawab 0
b. Menyatakan ulang suatu konsep tetapi
salah 1
c. Menyatakan ulang suatu konsep dengan
benar 2
2. Mengklasifikasi
32
Tabel 3.4. (lanjutan)
No Indikator Keterangan Skor
sifat tertentu sesuai dengan konsepnya
b. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya
1
c. Mengklasifikasi objek menurut sifat
tertentu sesuai dengan konsepnya 2
3. Memberi contoh
dan non contoh a. b. Tidak menjawab Memberi contoh dan non contoh tetapi 0
salah 1
c. Memberi contoh dan non contoh dengan
benar 2
b. Menyajikan konsep dalam bentuk
representasi matematika tetapi salah 1
c. Menyajikan konsep dalam bentuk
representasi matematika dengan benar 2
5. Mengembangkan
syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep
a. Tidak menjawab 0
b. Mengembangkan syarat perlu atau cukup
dari suatu konsep tetapi salah 1
c. Mengembangkan syarat perlu dan syarat
cukup dari suatu konsep dengan benar 2
6. Menggunakan,
b. Menggunakan, memanfatkan, dan
memilih prosedur tetapi salah 1
c. Menggunakan, memanfaatkan, dan
memilih prosedur dengan benar 2
7. Mengaplikasikan
konsep
a. Tidak menjawab 0
b. Mengaplikasikan konsep tetapi tidak
tepat 1
c. Mengaplikasikan konsep dengan tepat 2
Sumber: Sartika, 2011: 22
Sebagai upaya untuk mendapatkan data yang akurat, maka instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik. Oleh
karena itu, dilakukan uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya
33
1. Uji Validitas Instrumen
Terhadap tes yang disusun, terlebih dahulu dilakukan validasi untuk mengukur
validitas dari perangkat tes. Validitas tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah validitas isi, yaitu validitas yang ditinjau dari segi isi tes itu sendiri sebagai
alat ukur hasil belajar, yaitu sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur
hasil belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif
terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan.
Menurut Azwar (2007: 175), pengujian validitas isi tidak melalui analisis
statistika, tetapi menggunakan analisis rasional. Lebih lanjut, Thoha (2001: 112)
menyatakan bahwa cara untuk menguji validitas isi adalah dengan
membanding-kan antara kisi-kisi soal dengan butir soalnya. Oleh karena itu, soal tes
dikonsul-tasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu, kemudian dikonsuldikonsul-tasikan
kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII. Dengan asumsi bahwa guru
mata pelajaran matematika kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung mengetahui
dengan benar kurikulum SMP, validitas instrumen tes ini didasarkan pada
penilaian guru mata pelajaran matematika. Butir tes yang dikategorikan valid
adalah yang dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang
diukur. Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan kisi-kisi tes yang diukur dan
kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa
dilakukan dengan menggunakan daftar check list oleh guru.
Setelah dikonsultasikan dengan guru mitra, soal tes dinyatakan valid. Soal tes
yang dinyatakan valid tersebut kemudian diujicobakan. Pengujicobaan soal tes
34
bahwa kelas tersebut telah menempuh atau mempelajari materi tes. Setelah
diadakan uji coba, langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil uji coba untuk
diteliti kualitasnya, yaitu menghitung reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya
pembeda tes.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan kepercayaan. Suatu instrumen dikatakan
mem-punyai reliabilitas tinggi apabila tes yang dibuat memmem-punyai hasil yang konsisten
dalam mengukur apa yang hendak dituju. Menurut Arikunto (2008: 109),
perhi-tungan koefisien reliabilitas dilakukan menggunakan rumus Alpha, yaitu
= 1 −∑ dengan σt2= ∑xi 2
- ∑xi 2
Keterangan:
= koefisien reliabilitas tes
n = banyaknya butir soal
∑ = jumlah varians nilai tiap-tiap item
= varians total
N = banyaknya data
Xi = jumlah semua data
Xi2 = jumlah kuadrat semua data
Setelah dilaksanakan uji coba dan dilakukan perhitungan, diperoleh r11= 0,88.
35
Menurut Azwar (2007: 188), tidak ada koefisien reliabilitas yang mutlak harus
dicapai agar suatu pengukuran dikatakan reliabel. Untuk itu, perlu dicari ukuran
variabilitas eror yang mungkin terjadi dalam pengukuran, yaitu eror standar dalam
pengukuran (se) dengan rumus:
= (1 − ) Keterangan:
Se = standar eror
Sx = standar devíasi nilai tes
rxx = koefisien reliabilitas tes
Semakin kecil nilai standar eror maka intrumen tersebut semakin terpercaya.
Untuk memperkirakan nilai yang sesungguhnya, digunakan interval kepercayaan
nilai murni, yaitu
− ≤ ≤ +
Keterangan:
X = nilai yang diperoleh pada tes
zc = nilai kritis deviasi standar normal pada taraf kepercayaan 90%, diketahui
nilai kritis zc pada tabel distribusi normal adalah 1,65
se = eror standar
Setelah dilakukan perhitungan, perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.2,
36
Tabel 3.5. Interval nilai murni awal
Nilai Interval kepercayaan nilai murni
29 20,47 ≤ ≤ 37,53
55,08 46,73 ≤ ≤ 63,61
80 71,47 ≤ ≤ 88,53
Jarak interval tersebut cukup luas, idealnya interval tersebut memiliki jarak
sesempit mungkin. Hal ini karena standar eror dalam pengukuran cukup besar
yaitu 5,17. Interval tersebut dapat mewakili seluruh nilai yang diperoleh
masing-masing siswa dalam uji coba ini.
3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal menyatakan seberapa mudah atau seberapa sukar sebuah
butir soal bagi siswa terkait. Menurut Masmud (2009), untuk menghitung tingkat
kesukaran soal dan interpretasinya digunakan rumus berikut
=
Keterangan:
TK = tingkat kesukaran
B = jumlah nilai semua siswa untuk masing-masing soal
N = jumlah siswa
Tabel 3.6. Interpretasi tingkat kesukaran
Besarnya TK Interpretasi
Kurang dari 0,2 Sangat Sukar
0,20-0,39 Sukar
0,4 – 0,8 Sedang
Lebih dari 0,81 Mudah
37
Setelah hasil uji coba dianalisis, diperoleh tingkat kesukaran soal nomor 1b dan 1c
mudah, soal nomor 1a, 1d, 1e, 2a, 2b, 2c, 2d, 3, 4, 5a, 5b, 5c, 6a, 6b, 7, 8a, 8b, 8c,
8d, 9, 10a, 10b, 11, dan 12 memiliki tingkat kesukaran sedang, hasil perhitungan
tingkat kesukaran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.8.
4. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Untuk menghitung daya
pembeda, nilai siswa diurutkan dari yang tertinggi sampai nilai siswa terendah,
kemudian diambil 27% nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% nilai
terendah (disebut kelompok bawah). Menurut Karno To (dalam Noer, 2010:22),
untuk menghitung daya pembeda soal uraian digunakan rumus:
DP= JA - JI B A
Keterangan:
DP = indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
JA = jumlah nilai kelompok atas pada butir soal yang diolah
JB = jumlah nilai kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA = jumlah nilai ideal kelompok (atas/bawah)
Tabel 3.7 Interpretasi indeks daya pembeda
38
Dari uji coba soal tes, diperoleh daya pembeda sebagai berikut: soal 1b dan 8c
memiliki daya pembeda sangat buruk, soal 1c dan 8a buruk, soal 2a agak baik,
soal 1a, 1d, 1c, 2a, 2b, 2c, 2d, 3, 4, 5a, 5b, 5c, 6a, dan 6b memiliki daya pembeda
baik, dan soal nomor 7, 8b, 8d, dan 12 memiliki daya pembeda sangat baik. Tabel
3.8 merupakan rekapitulasi hasil uji coba tes, perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran C.3.
Berdasarkan tabel rekapitulasi hasil uji coba tes tersebut, terlihat bahwa beberapa
soal, yaitu soal 1b, 1c, 2a, 8a, dan 8c tidak memenuhi kriteria tingkat kesukaran
dan daya pembeda yang baik, sehingga soal tersebut tidak digunakan dalam
pengambilan data.
Tabel 3.8. Rekapitulasi hasil uji coba tes
39
Tabel 3.8. (lanjutan)
Item Validitas Reliabilitas Koefisien Kesukaran Taraf Interpretasi Taraf Kesukaran
Setelah beberapa soal dibuang, dilakukan perhitungan koefisien reliabilitas lagi,
diperoleh hasil r11 = 0,88 dengan interval kepercayaan nilai murni seperti pada
Tabel 3.9. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.4 dan C.5.
Tabel 3.9. Interval nilai murni akhir
Nilai Interval kepercayaan nilai murni
22 13,72 ≤ ≤ 30,28
46,52 38,24 ≤ ≤ 54,80
71 62,72 ≤ ≤ 79,28
Jarak interval tersebut masih cukup luas. Hal ini dikarenakan standar eror dalam
pengukuran cukup besar, yaitu 5,02. Interval tersebut dapat mewakili seluruh nilai
40
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Analisis data dilakukan terhadap data pretest, posttest, dan peningkatan
pemahaman konsep (gain). Analisis data pretest dilakukan untuk mengetahui
pemahaman awal siswa, yaitu siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode
penemuan terbimbing dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
Analisis dilakukan dengan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t.
Analisis data posttest dilakukan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah
pembelajaran. Analisis data dilakukan dengan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu
uji t. Selain itu, data posttest pada kelas dengan penemuan terbimbing juga
dianalisis dengan uji proporsi untuk mengetahui persentase ketuntasan belajar
siswa.
Data gain diperoleh dengan perhitungan terhadap data pretest dan posttest,
menurut Melzer (dalam Noer, 2010: 105), besarnya peningkatan dihitung dengan
rumus gain ternormalisasi (normalized gain), g, yaitu
g= maximum possible score-posttest score-pretest score pretest score
Hasil perhitungan gain kemudian diinterprestasikan menggunakan klasifikasi dari
Hake (dalam Noer, 2010: 105), yaitu
Tabel 3.10. Klasifikasi gain (g)
Besarnya g Interpretasi
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g ≤ 0,7 Sedang