• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KARAKTER GENERATIF KLON-KLON UBIKAYU (Manihot Esculenta Crantz) DI DESA MUARA PUTIH KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI KARAKTER GENERATIF KLON-KLON UBIKAYU (Manihot Esculenta Crantz) DI DESA MUARA PUTIH KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

Daniel Simatupang

ABSTRAK

EVALUASI KARAKTER GENERATIF KLON-KLON UBIKAYU (Manihot Esculenta Crantz) DI DESA MUARA PUTIH

KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

Oleh

Daniel Simatupang

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi keunggulan 38 klon berdasarkan variabel generatif, dengan cara membandingkan dengan varietas standar. (2) membuat deskripsi 10 klon terbaik berdasarkan pengamatan variabel generatif. Varietas standar yang digunakan sebagai pembanding adalah varietas Kasetsart dan Thailand.

Penelitian ini dilakukan di lahan Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dari Oktober 2010 – September 2011.

Perlakuan diterapkan pada rancangan kelompok teracak sempurna yang terdiri dari tiga ulangan. Kemenambahan data diuji dengan uji tukey. Jika data memenuhi asumsi, maka dilanjutkan dengan analisis ragam, untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antarperlakuan digunakan uji Waller Duncan pada taraf nyata 5%. Analisis ragam dan pemisahan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan program analisis statistik SAS (SAS Institute, Cary, NC, USA).

(2)

Daniel Simatupang Klon CMM 97-6, CMM 2-16, CMM 21-7, CMM 1-10 , CMM 20-2, CMM 38-7, CMM 36-5, Duwet-3, Klenteng, dan Duwet-1 menunjukkan keunggulan sifat generatif. Klon CMM 97-6 menunjukkan daya hasil yang lebih baik terutama pada peubah panjang ubi, bobot ubi per tanaman, bobot ubi per petak , dan kadar aci. Klon CMM 97-6 memiliki bobot ubi 3,82 kg per tanaman dengan bobot ubi per petak 35,85 kg per petak(setara 44,84 ton/ ha) , dan kadar aci sebesar 30,6%, dibandingkan dengan varietas UJ-3 yang memiliki bobot ubi 1,92 kg/per tanaman dengan bobot ubi 17,5 kg per petak (21,86 ton/ha), dan kadar aci sebesar 23,43%, sedangkan klon 38-7 unggul pada peubah bobot ubi per tanaman yaitu 3,87 kg/tanaman.

(3)

EVALUASI KARAKTER GENERATIF KLON-KLON UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) DI DESA MUARA PUTIH

KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

(Skripsi)

Oleh

DANIEL SIMATUPANG

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

i DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Warna kulit ubi bagian luar (a) coklat muda, (b) coklat. ... 21

2. Warna kulit ubi lapisan dalam (a) Gading, (b) Rose, (c) Kuning, dan (d) Rose Muda. ... 21

3. Warna daging ubi (a) Putih, dan (b) Kuning. ... 22

4. Cara mengukur panjang ubi. ... 22

5. Bagian yang diberi garis hitam merupakan bagian yang akan diukur diameter ubi. ... 23

6. Cara mengukur diameter penyebaran ubi. ... 23

7. Kegiatan panen. ... 80

8. Pengukuran kadar aci menggunakan alat Thai Sang Metric. ... 80

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2.Tujuan Penelitian ... 4

1.3.Landasan Teori ... 4

1.4.Kerangka Pemikiran ... 7

1.5.Hipotesis ... 8

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tanaman Ubikayu ... 9

2.2.Syarat Tumbuh ... 11

2.3.Arti Ekonomi dan Permintaan Ubikayu ... 12

2.4.Masalah dan Tujuan Pemuliaan Ubikayu ... 12

2.5.Korelasi Antar Karakter ... 14

III. BAHAN DAN METODE 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2.Alat dan Bahan Penelitian ... 15

3.3.Metode Penelitian ... 17

3.4.Pelaksanaan Penelitian ... 19

3.4.1. Persiapan Lahan ... 19

3.4.2. Penanaman ... 19

3.4.3. Pemupukan ... 19

(6)

3.4.5. Pemanenan ... 20

3.5.Variabel yang diamati ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 26

4.1.1. Warna ubi ... 26

4.1.2. Nilai tengah peubah generatif ... 29

4.1.3. Korelasi ... 41

4.1.4. Deskripsi 10 klon ubikayu terbaik ... 44

4.2. Pembahasan ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 54

5.2. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Abraham. K., S.G. Nair. And S.K. Naskar. Tanpa tahun. Cassava Breeding and Varietal Dissemination in India-Major Achievement during the Past 25-30 years.http://www.ciat.cgiar.org/asia_cassava/pdf/proceedings_workshop_ 0/174.pdf. Diakses 15 Desember 2008.

Agrica. 2007. Bensin Singkong. Lembaga Pers Mahasiswa AGRICA Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto, Edisi XIX/Tahun XXI September 2007 Akparobi. S.O., L.U. Okonmah and E.M Ilondu. 2007. Comparing cassava yields

in wetland anf dryland zones of Nigeria. Middle-East J. Sci. Res 2 (3-4): 120-123.

Anonima. 2011. Proyek Pengembangan Budi Daya Singkong Varietas Darul Hidayah Sebagai Upaya Meningkatkan Tarap Kehidupan Ekonomi Petani, Sekaligus Mengintip Peluang Pengembangan Bahan Baku Biofuel. http://www.bigcassava.com

Anonimb. 2012. http://pttipb.wordpress.com/category/06-seleksi-berdasarkan-karakter-kriteria-seleksi/63-seleksi-tidak-langsung/. Diakses tanggal 26 februari 2012.

Asante, I. K. and A. G. O. Dixon. Tanpa tahun. Field Screening of Cassava (Manihot esculenta Crantz) germplasm for Desirable Traits by the Use of Augmented.Design.http://www.wajae.org/papers/papers_vol10/field_scree ning_of_cassava_full.pdf. Diakses 17 Desember 2008.

Balitbangtan. 2008. Ubikayu Varietas Malang. http://www.deptan.go.id/ infoeksekutif/tan/2008.

Balitkabi. 2012. Uji Multilokasi Ubi Kayu Umur Genjah. http://balitkabi. Litbang.deptan.go.id/id/ubikayu/blog. Diakses tanggal 13 Mei 2012.

Blumenschein, M.R.P. dan A. Blumenschein. 1989. Pengolahan dan penyiapan masakan dari ubikayu. Departemen Pertanian. p 1-2.

CIAT. 2005. 1. Description of cassava as a Crop. Report for the 2005 CCER Project IP3 Output 1-2 : improving cassava for the developing world.

(8)

CIAT. 1992. Cassava program 1987 – 1991; Plant Nutrition and Soil Ma age e t”. Working Document No.116. October 1992.

Centro\International de agricultural Tropical. Cali. Colubia. Hlm 193 – 208.

--- 1983. Morphology of the cassava plant. Study Guide. Cali, Colombia. p 44.

Cock, J.H. 1987. Stability of peformance of cassava genotypes. Cassava Breeding: Multidiciplinary Review. CIAT.p.177-206.

Dinas Pertanian Jakarta. 2006. Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan. Direktorat Kacang-kacangan dan Ubi-ubian. Jakarta. Hlm 116-148.

Departemen Pertanian. 2012. Deskripsi Ubikayu. http://dokumen.deptan.go.id/doc /BDD2.nsf/828b6c655a82612e4725666100335d9e. Diakses 17 April 2012.

Faroq, D. I. 2011. Evaluasi Karakter Agronomi Klon-klon Ubikayu (Manihot esculanta Crantz) di Prokimal Lampung Utara. Skripsi. Universitas Lampung.

Firmansyah. 2010. Korelasi, Pengaruh Langsung, dan Seleksi Karakter Agronomi Kacang Panjang (Vigna sinensis var. Sesquipedalis (L.) Koern.) Populasi F4, Keturunan Persilangan Testa Coklat x Coklat Putih. Skripsi.

Universitas Lampung.

Goldsworthy, P. R., dan N. M. Fisher. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Fress. Yogyakarta. hlm 697-724.

Iglesias C.A. and C. H. Hershey. 1994. Cassava Breeding at CIAT: Heritability Estimates and Genetic Progress in The 1980s. Abstract. ISHS Acta Horticulturae Vol. 380. Symposium on Tropical Root Crops in a Developping Economy . International Society for Horticultural Science http://www.actahort.org/books/380/380_23.htm. Diakses 16 Desember

2008.

Kamal, M., 2005. Tuberisasi Materi Perkuliahan Tanaman Ubi dan Sagu. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 2 hlm.

(9)

of hybridization and selection in cassava. Crop Sci. 18:373-376. Kawano, K., C. Tiraporn, S. Tongsri, and Y. Kano. 1981. Efficiency of yield

selection in cassava population under different plant spacings. Crop Sci. 22:560-564.

Kawano, K. 2003. Thirty Years of Cassava Breeding for Productivity- Biological and Social Factors for Success. Crop Sci. 43:1325-1335.

Nayar, T.V.R, V.P. Potty, G. Suya, and G. Byju. 1998. Cassava varietal response to low input management. J. Root Crops 24(2): 111-117.

Ojulong, H., M.T. Labuschangne, M. Fregene, and L. Herselman. 2008. A Cassava Clonal avaluation trial based on a new cassava breeding scheme. Euphytica 160 : 119 – 129.

Perez. J.C., N. Morante, J. Lopez, J.I. Lenis, G. Jaramillo, H. Ceballos and

F.Calle. Tanpa Tahun. Advantages of the new cassava breeding scheme at CIAT. www.danforthcenter.org/media/video/cbnv. Diakses 20 Desember 2008.

Poespodarsono, S. 1992. Pemuliaan Ubikayu. Prosiding: Simposium

Pemuliaan Tanaman I. Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia, Komisariat Daerah Jawa Timur.

Prasetyo, B.H. dan S. Ritung. 1998. Beberapa kendala pengembangan lahan kering di Indonesia. p. 267-275. Dalam Sudaryono et al. (eds). Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Tahun 1998 (Buku 2)

Prihandana, R., K., Noerwijati, P.G Adinurani, D. Setyaningsih, S. Setiadi, dan R. Hendoko. 2007. Bioetanol Ubikayu, Bahan Bakat Masa Depan. Pt.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Rachmadi, M. 200. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Unpad. Bandung. 159 hlm

Rukmana, R. 1997. Budidaya dan Pascapanen Ubikayu. Kanisius. Jakarta. 72 hlm.

(10)

Sarakam S., A. Limsila, W. Watananonta, D. Suparhan, and P. Suriyapan. Tanpa tahun. Cassava Breeding and Varietal Dissenination in UJ-3 – Major Achievements During the Past 25 Years

http://www.ciat.cgiar.org/asia_cassava/pdf/proceedings_workshop_00/16 1.pdf. Diakses 15 Desember 2008.

Setiawan, D. 1997. Keragaman susunan mineral liat beberapa tanah Sumatera Selatan (Buku II). Prosiding Kongres Nasional VI HITI. P. 33-40. Soenarjo, R., Poespodarsono, S. dan Nugroho, J.H. 1988. Cassava breeding in

Indonesia. In Cassava breeding and agronomy research in Asia. CIAT. p 27-37.

Sudjadi. 2008. Analisis Produktivitas dan Ekonomis penggunaan Zeolit (ZKK) Pada Usaha Tani Ubikayu di Kabupaten Tulang Bawang.

Yasuhiro, I., E. Yuliadi, Sunyoto, dan M. Iijima. 1999. “Root System

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan komoditas andalan Indonesia, khususnya Provinsi Lampung. Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13.300.000 ton) di dunia setelah Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta disusul negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton) dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun (Anonima, 2011). Produksi nasional sebesar 89,47% merupakan kontribusi tujuh provinsi utama penghasil ubikayu yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah,

Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Yogyakarta,

sedangkan produksi provinsi lainnya sekitar 11-12% (Agrica, 2007). Di Indonesia, Lampung merupakan penghasil ubikayu terbesar yaitu 24% dari produksi

nasional, dengan produksi ubikayu nasional sebesar 19,5 juta ton dengan areal seluas 1,24 juta hektar (Prihandana et al., 2007).

Potensi pengembangan ubikayu di Indonesia masih sangat luas, mengingat lahan yang tersedia untuk budidaya ubikayu cukup luas terutama dalam bentuk lahan di dataran rendah serta lahan-lahan di dataran tinggi dekat kawasan hutan. Dalam upaya penyediaan bahan baku yang besar dan kontinu untuk bioethanol,

(12)

diatas lima hektar mengingat selama ini belum diusahakan dan masih merupakan kebun sela atau tumpangsari.

Sementara di Provinsi Lampung produktivitas per hektar tanaman ubikayu masih rendah. Rendahnya produktivitas antara lain disebabkan oleh (1) ketidakmampuan petani membeli pupuk, sehingga pupuk yang diberikan oleh petani seadanya, bahkan banyak yang tanamannya tidak dipupuk (2) makin rendahnya tingkat kesuburan tanah karena asupan pupuk yang diberikan ke dalam tanah tidak sebanding dengan nutrisi yang terangkut melalui panen, dan (3) praktek budidaya yang tidak benar (Dinas Pertanian Jakarta, 2006).

Untuk mengatasi rendahnya produksi ubikayu, peningkatan produksi dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, dilakukan dengan perbaikan teknik budidaya, seperti pemupukan dan melalui program ekstensifikasi ke lahan

marginal, antara lain lahan ultisol yang bereaksi asam. Ultisol dan Oksisol adalah sebagian besar jenis tanah yang mendominasi di Lampung. Kedua, dilakukan dengan perbaikan genetik atau pemuliaan (varietas) tanaman ubikayu dalam rangka merakit varietas unggul. Varietas unggul ubikayu pada umumnya

diperbanyak secara vegetatif menggunakan stek, karena sebagian besar tanaman ubikayu menyerbuk silang dan seleksi dilaksanakan pada generasi F1, sehingga klon-klon ubi kayu secara genetik bersifat heterozigot (Setiawan, 1997; Prasetyo dan Rintung, 1998).

(13)

biotik dan abiotik tertentu, sesuai dengan selera konsumen dan lain-lain (Balitbangtan, 2008). Sebagai contoh, Badan Penelitian Tanaman Ubi dan Kacang-kacangan (Balitkabi) telah mengeluarkan varietas ubikayu dalam upaya merespon kebutuhan petani. Akan tetapi klon-klon yang belum dilepas perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu untuk mendapatkan klon yang unggul (Balitkabi). Sementara peneliti lain diluar peneliti Balitkabi hanya sedikit menghasilkan varietas ubikayu. Dari jumlah yang sedikit tersebut, varietas ubikayu yang dihasilkan di luar Balitkabi antara lain UJ-3, UJ-5, dan terakhir Mulyo yang belum dilepas secara resmi oleh pemerintah (Sudjadi, 2008).

Varietas dapat dinyatakan unggul jika berdaya hasil tinggi. Salah satu faktor pendukung untuk memperoleh varietas berdaya hasil tinggi adalah dengan menanam tanaman ubikayu di tanah berkesuburan rendah (dosis pupuk rendah). Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara genotipe/klon ubi kayu dengan lingkungan tumbuh, antara lain tingkat kesuburan tanah (Akparobi et al., 2007; Nayar et al., 1998) dan keragaman dalam indeks panen. Seleksi untuk

menentukan varietas berdaya hasil tinggi dilakukan dengan cara memilih klon-klon yang menunjukkan indeks panen yang tinggi (Nayar et al., 1998). Pada klon-klon yang memiliki indeks panen yang tinggi menunjukkan bahwa fotosintat lebih banyak dialokasikan untuk pembentukan ubi daripada untuk pembentukan bagian lainnya.

(14)

yang diharapkan akan didapatkan ubikayu berdaya hasil tinggi. Untuk melaksanakan seleksi diperlukan teknologi yang dapat meningkatkan hasil produksi per tanaman ubikayu, yaitu dengan mengintroduksi klon-klon ubikayu yang baik. Di Provinsi Lampung, sudah dilakukan penelitian uji daya hasil ubikayu oleh pihak Universitas Lampung yaitu tentang evaluasi karakter agronomi klon-klon ubikayu di Prokimal, Lampung Utara dan Taman Bogo, Lampung Timur. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan klon-klon ubikayu yang akan diuji untuk dibandingkan dengan varietas UJ-3 dan UJ-5, sebagai varietas pembanding dikerenakan varietas tersebut adalah varietas yang ditanam di Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan untuk melanjutkan

penelitian ubikayu sebelumnya dengan mengevaluasi karakter generatif. Variabel utama dari karakter generatif adalah bobot ubi per petak dan kadar aci. Oleh karena itu, permasalahan yang dirumuskan adalah apakah terdapat perbedaan karakter generatif antarklon ubikayu pada lingkungan tempat pengujian dilangsungkan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengevaluasi keunggulan 38 klon berdasarkan variabel generatif, dengan cara membandingkan dengan varietas standar.

2. Membuat deskripsi 10 klon terbaik berdasarkan pengamatan variabel generatif.

1.3 Landasan Teori

(15)

setelah padi dan jagung, terutama oleh penduduk di negara-negara tropis. Di tengah kencangnya isu krisis energi, popularitas ubi kayu semakin meningkat sebagai sumber bahan baku bioetanol dan sebagai pangan.

Untuk memenuhi kebutuhan ubikayu yang semakin meningkat maka perlu

dilakukan peningkatan produksi tanaman ubikayu yaitu dengan perbaikan genetik atau pemuliaan (varietas) tanaman ubikayu dalam rangka merakit varietas unggul dan dengan melaksanakan perbaikan teknik budidaya, seperti pemupukan dan melalui program ekstensifikasi ke lahan marginal, antara lain lahan ultisol yang bereaksi asam (Setiawan, 1997; Prasetyo dan Rintung, 1998).

Indikator utama keunggulan varietas ubikayu adalah daya hasil berupa bobot ubi per tanaman atau per hektar. Karena pengukuran indikator utama tidak selalu mudah dilakukan dalam seleksi, pengukuran dilakukan berdasarkan pengamatan variabel lain yang berkorelasi positif dengan bobot ubi per hektar. Analisis korelasi merupakan analisis untuk mengetahui keeratan hubungan antar dua peubah atau lebih. Korelasi genetik dapat dimanfaatkan untuk seleksi tidak langsung apabila karakter utama yang diseleksi mempunyai heritabilitas tinggi.

Dalam perakitan varietas unggul ubikayu di lahan ultisol yang dipupuk setengah dosis rekomendasi dapat dilakukan secara seleksi tidak langsung yaitu dengan mengamati indeks panen (Asante dan Dixon, tanpa tahun). Indeks panen pada ubikayu menunjukkan heritabilitas tinggi (Iglesias dan Hershey, 1994).

(16)

2003; CIAT, 2005; Perez et al., tanpa tahun). Sarakam (tanpa tahun) dan Abraham (tanpa tahun) juga berturut-turut melaporkan 25 tahun kegiatan pemuliaan ubikayu di Thailand dan India. Seleksi klon (clonal evaluation trial) dilakukan terhadap populasi F1 hasil persilangan, dilanjutkan uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan, dan uji multi lokasi (regional trial) (CIAT, 2005; Ojulong et al., 2008).

Dalam uji daya hasil yang dilaksanakan pada berbagai lokasi dan tahun, dapat dievaluasi daya adaptasi suatu klon dan stabilitasnya. Daya adaptasi berkaitan dengan kemampuan klon untuk menunjukkan potensi maksimalnya apabila persyaratan tumbuhnya mendukung. Sedang stabilitasnya berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk menunjukkan kestabilan hasilnya pada berbagai macam lingkungan. Menurut Cock (1987), stabilitas terhadap perbedaan tahun dan perlakuan agronomis mempunyai arti penting bagi petani, sedangkan stabilitas terhadap perbedaan zona agroklimat mempunyai arti penting bagi peneliti. Untuk ubikayu, pengujian dilakukan paling tidak selama dua tahun pada hubungan lokasi agroklimat yang berbeda. Pada pengujian ini disertakan pula varietas pembanding, berupa varietas unggul dan lokal. Hasil pengujian

diperlukan untuk memenuhi persyaratan guna usulan pelepasan suatau varietas unggul.

Faroq (2011) menyatakan bahwa klon CMM 2-8 menunjukkan daya hasil yang lebih baik pada peubah panjang ubi, bobot ubi per tanaman, dan kadar aci. Klon CMM 2-8 memiliki ukuran panjang ubi 46,47 cm dengan berat ubi 5,63

(17)

Kasetsart (UJ-5) yang memiliki ukuran panjang ubi 25,84 cm, berat ubi 3,61 kg/tanaman dengan kadar aci sebesar 21,17%. Klon CMM 2-8, CMM 38-7, CMM 36-5, CMM 2-2, dan CMM 97-14 menunjukkan karakter agronomi yang lebih baik dibandingkan dengan klon standar yaitu Kasetsart (UJ-5).

Uji multilokasi klon harapan ubi kayu umur genjah dan sesuai untuk bioetanol dilaksanakan di propinsi Lampung (Sulusuban dan Pekalongan), Jawa Tengah (Banjarnegara, Magelang, dan Pati), serta Jawa Timur (Lumajang, Malang, dan Blitar) menunjukkan bahwa klon SM 2361 mempunyai rata-rata hasil ubi tertinggi di sembilan lokasi, namun kadar patinya paling rendah. Sedangkan klon unggulan CMM 02048-6, menunjukkan hasil tinggi di lokasi-lokasi tertentu. Keunggulan klon CMM 02048-6 antara lain tahan tungau merah, tanaman tumbuh tidak terlalu tinggi, tidak pahit sehingga sesuai untuk bahan pangan seperti ubi rebus, tape, dan kripik. Uji multilokasi klon-klon harapan ubi kayu prospektif untuk bahan baku bioetanol menunjukkan bahwa klon CMM 99008-3 berpenampilan bagus, rata-rata hasil ubi 49,91 t/ha dan kadar pati 17,9%, tertinggi di antara klon-klon harapan yang diuji. Klon CMM 02048-6 dan CMM 99008-3 berpeluang besar untuk dilepas sebagai varietas unggul baru (Balitkabi, 2012).

1.4 Kerangka Pemikiran

(18)

Ubikayu merupakan tanaman pangan yang pada saat ini berpotensi sebagai bahan pangan dan bahan baku pembuatan bioetanol. Kebutuhan akan ubikayu sebagai bahan pangan dan bioetanol sangat tinggi, sedangkan ketersediaannya masih rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan produktivitas tanaman ubikayu. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan memanfaatkan varietas unggul nasional yang sudah ada seperti varietas UJ-3 dan UJ-5, akan tetapi produktivitasnya juga belum maksimal untuk memenuhi kebutuhan ubikayu yang tinggi sehingga diperlukan masukan teknologi untuk meningkatkan hasil per tanaman.

Produksi ubikayu dapat ditingkatkan dengan program pemuliaan tanaman. Cara yang digunakan seperti pemilihan tetua yang unggul, seleksi, dan pengujian daya hasil merupakan tahapan dari pemuliaan tanaman. Untuk meningkatkan

produktivitas ubikayu dilakukan pengujian daya hasil sehingga dapat diketahui karakter agronomi dari setiap klon dan juga keunggulan yang menjadi faktor pembanding dalam pengujian klon terhadap varietas standar. Potensi hasil dapat dilihat dari karakter agronomi tanaman, karena klon ubikayu yang

pertumbuhannya lebih baik akan menghasilkan produksi yang baik, begitu juga sebaliknya klon ubikayu yang pertumbuhannya kurang baik, maka tidak akan berproduksi maksimal.

(19)

untuk memecahkan permasalahan tentang makin mahal dan langkanya pupuk kimia yang dirasakan para petani saat ini. Oleh karena itu, pada penelitian ini klon-klon ubikayu hanya diberikan pupuk setengah dosis dari pupuk yang umum digunakan (rekomendasi) dengan harapan akan diperoleh klon yang berproduksi tinggi dengan input pupuk yang rendah.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka disusun hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat klon-klon yang menunjukkan karakter generatif yang lebih unggul daripada varietas standar.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Ubikayu

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, ubikayu diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot

Species : Manihot esculenta [Crantz] sin M. utilissima PohL

Ubikayu termasuk dalam famili euphorbiaceae atau suku jarak-jarakan termasuk dalam deret manihotae, subfamili critonoidae. Ubikayu juga berkerabat dekat dengan tumbuhan karet (Hevea brasiliensis [Muell]) dan Jarak (Ricinus

(21)

keputih-putihan, kelabu, hijau kelabu, atau coklat kelabu. Empulur berwarna putih, lunak, dan strukturnya seperti gabus. Daun ubikayu mempunyai susunan berurat menjari dengan cangap 5-9 helai. Tanaman ubikayu bunganya berumah satu dan proses penyerbukannya bersifat silang. Penyerbukan menghasilkan buah yang bentuknya agak bulat, di dalamnya berisi 3 butir biji. Pada dataran rendah tanaman ubikayu jarang berbuah.

(22)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan proses pembentukan dan pertumbuhan ubi antara lain: (a) cahaya berhubungan dengan proses fotosintesis pada tanaman; (b) aerasi tanah yang mendukung respirasi akar; (c) ketersediaan unsur hara; (d) aktivitas hormon IAA oksidase di dalam akar; (e) kandungan air tanah; (f) kepadatan tanah yang berhubungan dengan struktur tanah bagi pertumbuhan dan perkembangan akar (Kamal, 2005).

2.2 Syarat tumbuh

Tanaman ubikayu dapat beradaptasi luas di daerah beriklim panas (tropis). Daerah penyebaran tanaman ubikayu di dunia berada pada kisaran 30° Lintang Utara dan 30° Lintang Selatan, di dataran rendah sampai dataran tinggi 2.500 meter di atas permukaan laut (dpl) yang bercurah hujan antara 500-2.500 mm/tahun.

(23)

Tanaman ubikayu toleran pada pH 4,5-8,0 , tetapi yang paling baik adalah pada pH 5,8 (Rukmana, 1997).

2.3 Arti Ekonomi dan Permintaan Ubikayu

Ubikayu mengandung 60% air, 25-35% pati, protein, mineral, serat, dan sedikit unsur kalium serta fosfat. Sedangkan ubi kering terdiri dari 11,9% air, 88,1% bahan kering, 3,6% protein, 1,7% mineral, 1,6% serat, 0,2 % kalsium dan 0,1% fosfat (Blumenschein dan Blumenschein, 1989). Tanaman ini dicirikan oleh kandungan asam sianida (hidrocyanie acid atau HCN) yang terdapat terutama pada ubi dan sebagian kecil dalam daun serta bagian tanaman lain. Kandungan HCN berbeda tergantung varietas dan lingkungan tempat tumbuh. Varietas yang berkadar HCN rendah disebut ubikayu manis dan yang berkadar tinggi (> 50 ppm) disebut ubikayu pahit (CIAT, 1983).

2.4. Masalah dan Tujuan Pemuliaan Ubikayu

(24)

Di Indonesia, masalah yang perlu mendapatkan perhatian adalah ketahanan varietas terhadap hama dan penyakit. Hama mite (Tetranychus sp.) sering menimbulkan kerugian di wilayah beriklim kering, penyakit cassava bacterial blight (CBB) lebih banyak menyerang ubi kayu di wilayah beriklim basah. Selanjutnya, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah umur panen, pola tanam, tipe tanaman, daya adaptasi dan rasa (bila untuk dimakan) (Poespodarsono, 1992).

Soenarjo et al. (1988) mengemukakan bahwa tujuan pemuliaan ubikayu di Indonesia adalah sebagai berikut :

- berpotensi produksi dan indeks panen tinggi, - dapat dipanen awal,

- toleran terhadap hama penyakit penting, - kandungan pati tinggi,

- bentuk perakaran baik - bercabang lambat dan - mempunyai adaptasi luas.

Terdapat pula tujuan khusus yakni untuk industri lebih disukai yang berkadar HCN tinggi (>100 ppm) dan mudah dipanen, sedang untuk konsumsi langsung diperlukan yang berkadar HCN rendah (< 30 ppm).

(25)

sekali varietas ubikayu yang berasal dari peneliti lain selain para peneliti di Balitkabi tersebut. Dari jumlah yang sedikit tersebut, varietas ubikayu yang dihasilkan di luar Balitkabi antara lain UJ-3, UJ-5, dan terakhir Mulyo yang belum dilepas secara resmi oleh pemerintah (Sujadi, 2008). Namun demikian, dalam perkembangannya sebagian besar (sekitar 64%) dari total produksi ubikayu masih dimanfaatkan untuk kebutuhan bahan makanan. Hanya sebagian kecil atau sekitar 13% untuk industri tapioka dan etanol, 11% diekspor, dan 2% lagi untuk kebutuhan pakan.

2.5. Korelasi Antarkarakter

(26)

1

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di lahan Universitas Lampung, yang terletak di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, yang dimulai bulan Oktober 2010 sampai September 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, koret, pisau, kamera digital, meteran, tester kadar aci, tali plastik, gergaji, kertas label, timbangan, dan perlengkapan alat tulis serta alat-alat untuk pengangkutan.

(27)

2

Tabel 1. Deskripsi ubikayu klon UJ-5 dan UJ-3 sebagai klon standar.

Deskripsi UJ-5 UJ-3

Tanggal dilepas : 25 Februari 2000 : 25 Februari 2000 Nama daerah asal : Rayong-50 : Rayong-60

Asal : Introduksi Thailand : Introduksi Thailand Umur panen : 9 – 10 bulan : 8 – 10 bulan

Tinggi tanaman : > 2,5 meter : 2,5 – 3,0 meter

Bentuk daun : Menjari : Menjari

Warna daun pucuk : Coklat

: Hijau muda kekuningan Warna petiole : Hijau muda kekuningan : Kuning kemerahan Warna kulit batang : Hijau perak

: Hijau merah Kekuningan

Warna batang dalam : Kuning : Kuning

Warna ubi : Putih : Putih

Warna kulit ubi : Kuning keputihan : Putih kekuningan Type tajuk : > 1 meter : > 1 meter

Bentuk ubi : Mencengkram : Mencengkram

Rasa ubi : Pahit : Pahit

Kadar tepung : 19 – 30% : 20 – 27%

Kadar air : 60,06% : 60,63%

Kadar abu : 0,11% : 0,13%

Kadar serat : 0,07% : 0,10%

Potensi hasil : 25 – 38 ton/ha : 20 – 35 ton/ha Ketahanan terhadap CBB : Agak tahan : Agak tahan Peneliti/Pengusul : Palupi Puspitorini,

Fauzan, Muchlizar Murkan, Syahrin Mardik, Koes Hartojo

(28)

3

3.3 Metode penelitian

Percobaan terdiri dari satu perlakuan yaitu genotipe atau klon-klon ubi kayu sebanyak

40 Klon. Klon UJ-5 dan UJ-3 digunakan sebagai pembanding. Klon-klon ubi kayu berupa

stek yang dikoleksi Universitas Lampung meliputi klon unggul nasional, klon elit hasil

pemuliaan, dan ras lokal (landrace) (Tabel 3). Klon-klon tersebut dikumpulkan dari

berbagai sumber, meliputi petani/kelompok tani ubi kayu (Provinsi Lampung, Jawa

Tengah, dan Jawa Timur), Dinas Pertanian, lembaga penelitian, dan perusahaan swasta.

Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna yang terdiri dari tiga ulangan. Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan Uji Bartlett untuk menguji homogenitas ragam. Jika data memenuhi asumsi, maka dilanjutkan dengan analisis ragam, untuk

(29)

4

Tabel 2. Klon ubikayu yang dikoleksi Universitas Lampung dan sumber/asal tempat diperolehnya klon ubikayu.

No Galur/ Klon Sumber/asal

1 CMM 97-6 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

2 CMM 36-5 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

3 CMM 38-7 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

4 CMM 97-14 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

5 CMM 20-2 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

6 CMM 1-10 . Balitkabi, Malang, Jawa Timur

7 CMM 25-27 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

8 CMM 2-8 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

9 CMM 36-7 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

10 CMM 21-7 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

11 CMM 2-2 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

12 CMM 2-16 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

13 CMM 21-26 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

14 Bandar Lampung-1 Bandar Lampung

15 Bandar Lampung-2 Bandar Lampung

16 Bandar Lampung-4 Bandar Lampung

17 Bandar Lampung-5 Bandar Lampung

18 Bandar Lampung-1A Bandar Lampung

19 Bogor Tanjung Bintang, Lampung Selatan

20 Melati Wates, Lampung Tengah

21 UJ-5A Balitkabi, Malang, Jawa Timur

22 Adira-4 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

23 Mesa Lampung Tengah

24 Garuda Natar, Lampung Selatan

25 Mulyo Tulang Bawang, Tulang Bawang

26 Kelenteng Taman Bogo, Lampung Timur

27 Gayor Tanjung Bintang, Lampung Selatan

28 Thailand Terbanggi, Lampung Tengah

29 UJ-5 Terbanggi, Lampung Tengah

30 Kasetsart Hijau Tulang Bawang, Tulang Bawang

31 Kasetsart Putih Tulang Bawang, Tulang Bawang

32 Malang-6 Taman Bogo, Lampung Timur

33 TM-90 Taman Bogo, Lampung Timur

34 Duwet- 1 Sragen, Jawa Tengah

35 Duwet-3 Sragen, Jawa Tengah

36 Duwet-3A Sragen, Jawa Tengah

37 Duwet-4 Sragen, Jawa Tengah

38 Bendo-l Sragen, Jawa Tengah

39 Bendo-2 Sragen, Jawa Tengah

(30)

5

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan pada bulan Oktober 2010 yaitu dengan pengolahan tanah seluas 1060 m2 yang dilakukan dengan satu kali pembajakan dengan menggunakan bajak sapi. Kemudian lahan tersebut dibagi menjadi tiga petak ulangan dengan ukuran jarak tanam 100 x 80 cm.

3.4.2 Penanaman

Penamanan dilakukan pada Oktober 2010. Stek disiapkan dari batang tanaman yang dipotong dengan gergaji sepanjang 25 cm. Setelah stek siap, penanaman dilakukan dengan menancapkan stek sedalam 1/3 dari panjang stek ke dalam tanah dengan mata tunas menghadap ke atas. Penanaman stek dilakukan di tengah-tengah guludan. Jarak tanam yang digunakan yaitu 100 x 80 cm. Jumlah tanaman yang ditanaman adalah 10 tanaman per petak. Jadi jumlah seluruh tanaman adalah 1.200 tanaman.

3.4.3. Pemupukan

(31)

6

3.4.4 Pemeliharaan

Pengendalian gulma di pertanaman ubikayu dilakukan sebelum gulma

mendorninasi areal pertanaman. Tergantung pada kecepatan pertumbuhan gulma, pengendalian gulma dimulai pada saat tanaman berumur 60 HST. Pengendalian gulma dilakukan secara manual untuk menghindari kemungkinan terjadi kematian tanaman.

3.4.5 Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman 11 BST. Ciri saat panen adalah warna daun menguning dan banyak yang rontok. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan cangkul dan pencabutan ubi dilakukan dengan tangan.

3.5. Variabel yang diamati

Untuk menguji hipotesis dan mencapai tujuan penelitian yang telah diajukan, maka dilakukan pengamatan terhadap komponen pertumbuhan setelah berumur 11 bulan. Pada petak percobaan terdapat 3 ulangan, setiap ulangan mempunyai 40 galur, dan masing-masing galur diambil 3 tanaman sebagai sampel. Variabel pengamatan tersebut meliputi:

1. Warna kulit ubi bagian luar

(32)

7

2. Warna kulit ubi lapisan dalam

Pengamatan dilakukan dengan mengelupas kulit ubi bagian luar setelah itu melihat wama kulit ubi dari setiap tanaman sampel (Gambar 2).

3. Warna daging ubi

Pengamatan dilakukan dengan membelah ubi menggunakan pisau setelah itu melihat warna daging ubi dan setiap tanaman sampel (Gambar 3).

[image:32.595.114.511.272.388.2]

(a) (b)

Gambar 1. Warna kulit luar ubi (a) coklat muda, (b) coklat

(a) (b)

(c) (d)

[image:32.595.114.516.448.692.2]
(33)

8

[image:33.595.115.514.82.199.2]

(a) (b)

Gambar 3. Warna daging ubi (a) Putih, dan (b) Kuning

4. Jumlah ubi per tanaman

Pengukuran jumlah ubi dilakukan dengan cara menghitung seluruh ubi

(mulai dari yang terkecil sampai terbesar) yang ada pada setiap tanaman sampel kemudian jumlahnya dirata-ratakan.

5. Bobot ubi per tanaman

Pengukuran bobot ubi dilakukan dengan cara menimbang seluruh ubi (semua ukuran) yang ada pada setiap tanaman sampel. Penimbangan bobot ubi dilakukan menggunakan alat timbangan pada saat panen.

6. Rata-rata panjang ubi

Pengukuran panjang ubi dilakukan dengan cara mengukur seluruh ubi (semua ukuran) yang ada pada setiap tanaman sampel kemudian panjang seluruh ubi dijumlahkan dan dibagi sesuai jumlah ubi untuk diperoleh nilai rata- ratanya (Gambar 4).

[image:33.595.199.438.595.693.2]
(34)

9

7. Rata-rata diameter ubi

[image:34.595.210.419.243.333.2]

Pengukuran diameter ubi dilakukan terhadap seluruh ubi (semua ukuran) yang ada pada setiap tanaman sampel. Diameter ubi diukur mengunakan jangka sorong. Bagian yang diukur adalah bagian tengah ubi, kemudian diameter ubi seluruh ubi dijumlahkan dan dibagi sesuai jumlah ubi untuk diperoleh nilai rata- ratanya.

Gambar 5. Bagian yang diberi garis hitam merupakan bagian yang akan diukur diameter ubi

8. Diameter penyebaran Ubi

Pengukuran diameter penyebaran ubi dilakukan dengan cara mengukur penyebaran ubi yang ada pada setiap tanaman sampel. Pengukuran diameter penyebaran ubi dilakukan mengunakan meteran kemudian diameter

penyebaran seluruh sampel dijumlahkan dan dibagi sesuai jumlah sampel untuk diperoleh nilai rata- ratanya.

[image:34.595.242.407.566.717.2]
(35)

10

9. Jumlah Akar (non ubi)

Pengukuran jumlah akar (non ubi) dilakukan dengan cara menghitung seluruh akar yang ada pada setiap tanaman sampel kemudian jumlah akar non ubi seluruh sampel dijumlahkan dan dibagi sesuai jumlah sampel untuk diperoleh nilai rata- ratanya.

10. Bobot ubi per petak

Pengukuran bobot ubi dilakukan dengan cara menimbang bobot seluruh ubi (semua ukuran) yang ada pada setiap galur. Penimbangan bobot ubi dilakukan menggunakan alat timbangan pada saat panen. Hasil pengukuran setiap galur per ulangan dijumlahkan kemudian dibagi sesuai dengan banyaknya ulangan 11. Kadar aci

Pengukuran kadar aci dilakukan dengan timbangan kadar aci. Timbangan kadar aci tersebut bernama Thai Sang Metric model TSB 0074-39. Tiap satuan percobaan diambil 5 kg ubi per sampel. Angka hasil pengukuran akan dapat langsung diamati pada timbangan. Kadar aci yang sudah ditimbang per- ulangan kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan banyaknya ulangan untuk diperoleh nilai rata-ratanya.

12. Indeks panen

Indeks panen diukur dari bobot ubi per tanaman, kemudian dibagi dengan bobot ubi per tanaman ditambah seluruh bagian tanaman sampel dalam keadaan basah

IP = Bobot ubi per tanaman Bobot ubi per tanaman + Bobot batang dan daun tanaman

(36)
(37)

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah

memberikan segala berkat, anugerah, dan perlindungan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, pengarahan dan bimbingan sehingga penulis termotivasi untuk

menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Ir. Sunyoto, M.Agr., selaku Pembimbing Kedua yang telah banyak memberikan masukan, saran, bimbingan dan nasehatnya kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

3. Bapak Dr. Ir. Erwin Yuliadi, M.Sc., selaku Pembahas yang telah

memberikan banyak masukan, saran, bantuan, bimbingan dan nasehat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

(38)

6. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Program Studi Agroteknologi.

7. Segenap Dosen Program Studi Agroteknologi atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan selama Penulis menjadi mahasiswa. 8. Ayah penulis B. Simatupang (alm) dan Ibu Tiraya Lumban Gaol yang

tercinta, adik-adik penulis (Tiurma Debora Simatupang dan Baginda Mulana Simatupang) yang selalu memberikan doa, semangat serta dorongan moril dan materiil dalam pencapaian cita-cita dan selama proses menyelesaikan skripsi.

9. Teman-teman Agroteknologi yang sudah membantu dan mendukung penulis dalam penelitian :Monnes H. Batubara, Aldiansyah, Nico, Gimtar P.A, Septian Hutagalung, Apri T. Hutapea, Panji Setyo Arizka, Asep Suryana, Sujarman, Setiawan.

10. Mas Yanto dkk. yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian di lapangan.

11. Semua pihak yang telah banyak membantu selama pelaksanaan dan pembuatan skripsi ini yang tidak mungkin Penulis sebutkan satu persatu.

Penulis mendoakan, semoga Tuhan Yesus memberikan balasan dan anugerah yang terindah kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis,

(39)
(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan terhadap 40 klon yang diuji disimpulkan bahwa:

1. Persentase warna kulit ubi bagian luar yang berwarna coklat adalah 65% dan coklat muda 35%, persentase warna kulit ubi lapisan dalam yang berwarna rose 22,5%, rose muda 5%, gading 70%, dan kuning 2,25%, dan persentase untuk warna daging ubi yang berwarna putih 90% dan kuning 10%.

2. Untuk variabel pendukung klon Bendo-2 memiliki nilai rata-rata jumlah akar (non ubi) tertinggi yaitu 10,89, klon Adira-4 memiliki rata-rata nilai tertinggi untuk peubah diameter ubi yaitu 5,74 cm, sedangkan klon Klenteng memiliki rata-rata nilai tertinggi untuk peubah jumlah ubi yaitu 14 sedangakan klon standar yaitu klon UJ-3, klon ini hanya memiliki nilai rata-rata jumlah akar (non ubi) yaitu 1,74, rata-rata nilai untuk peubah diameter ubi yaitu 5,09 cm, dan rata-rata nilai untuk peubah jumlah ubi yaitu 9,22.

(41)

setara dengan 44,84 ton/ha memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi daripada klon UJ-3 yang hanya dapat berproduksi setara dengan 21,86 ton/ha, memiliki kadar aci sebesar 23,43%.

4. Klon CMM 97-6, CMM 2-16, CMM 21-7, CMM 1-10 , CMM 20-2, CMM 38-7, CMM 36-5, Duwet-3, Klenteng, dan Duwet-1 menunjukkan nilai tengah yang lebih tinggi pada peubah generatif (bobot ubi per tanaman, bobot ubi per petak, kadar aci) dibandingkan dengan varietas standar yaitu UJ-3.

5.2 Saran

Gambar

Tabel 1.   Deskripsi ubikayu klon UJ-5 dan UJ-3 sebagai klon standar.
Tabel 2. Klon ubikayu yang dikoleksi Universitas Lampung dan sumber/asal                 tempat diperolehnya klon ubikayu
Gambar 1. Warna kulit luar ubi (a) coklat muda, (b) coklat
Gambar 3. Warna daging ubi (a) Putih, dan (b) Kuning
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut dapat dilihat dari perilaku siswa pada saat kegiatan kepramukaan seperti pada saat berdoa bersama sebelum memulai kegiatan masih terdapat siswa yang

Varietas yang masih memunculkan warna polong hijau dan ditemukan tipe simpang yang lain menandakan bahwa dalam proses rejuvinasi sangat perlu dilakukan kegiatan

Selain hama dan penyakit yang menyerang tumbuhan dan merugikan petani, gulma juga perlu mendapat perhatian khusus. Pada petani kadang kurang memperhatikan gulma

Dioda zener biasanya digunakan pada rangkaian regulator dengan memanfaatkan karakteristiknya yang unik pada kurva reverse(kuadran 3) yaitu jika tegangan katoda-anoda mencapai

18Apakah menurut Anda program Keluarga Berencana KB tclah suk.ses dalam meningkatkan kcsctaraan gender dl Kelurahan [,ontar 11aru' };- Pak Am in : Tidak tahu .- lbu Mimi :

Faktor penyebab rendahnya keterpilihan perempuan dalam pemilihan legislatif pada tahun 2014 di Kabupaten Kepulauan Selayar Dapil 2 (Kec. Bontosikuyu) yaitu faktor

Dari pendapatan tersebut, perseroan memperkirakan laba bersih sebesar Rp 138,46 miliar pada Mei 2015 atau mencapai 116% dari proyeksi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)

Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai guru mengirimkan bahan ajar yang akan dipelajari peserta didik H-1 di grup WA orangtua dan meminta peserta didik untuk membaca dan