ABSTRACHT
THE EFFECTIFITY OF UTILIZATION PERSON OVERPASS FACILITY (POF)
(Case Study in POF of Bandarlampung City)
By
Irsyad Wildan
This research was done to know about how the effectifity of utilization Person Overpass Facility exist at Bandarlampung City. As we know that the increasing of transportation vehicle volumes cause protocol streets become more density in Bandarlampung City. Of course this matter cause the road jogger be difficult to across the road especially in busy times like in the morning when people goint to work place and going to school or in the evening when they going home. Moving of include their moving when they tracing the road, across road and narrow ones. As common happened in every big cities, this matter happenend because of economy development demand, trading, and the ease of the people to reach the social service, so public facilities like hotel, shopping centre, etc. tend to grouping at certain area. Beside that, because of the location of a building with another scattered to the whole areas, so foot jogger should across the traffic to reach their destination. But, the existence of foot jogger in certain level often cause the big conflict with the vehicle`s current until cause the delaying of the traffic and height degree of accident number.
This research type is descriptive with processing qualitative datas as the method of research. This research was done on Person Overpass Facility exist at Bandarlampung City with 6 person as informant. Technique of determination the informant was used purposive sampling based on the aim of the research.so, the informants are foot joggers or the people often abuse and don`t abuse the Person Overpass Facility in Bandarlampung City. Technique of collecting datas in this research used indepth interview that guided by interview guide while datas analyzing that be used are 3 steps, they are datas reduction, presentation, and conclusion taking.
sometimes exactly be misused just for squat, as the vagrant base and be a sensitive crime place.
Abstrak
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO)
(Studi Kasus Pada Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang di Kota Bandar Lampung)
Oleh Irsyad Wildan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektifitas Penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang yang ada di Kota Bandarlampung. Sebagaimana kita ketahui bahwa dengan bertambahnya volume kendaraan menyebabkan kepadatan di jalan-jalan protokol Kota Bandar Lampung. Tentunya hal ini mengakibatkan pejalan kaki kesulitan untuk menyeberang jalan terutama pada jam-jam sibuk yaitu pagi hari ketika berangkat bekerja dan sekolah atau sore hari pada saat pulang dari kerja atau sekolah. Pergerakan pejalan kaki meliputi pergerakan-pergerakan menyusuri jalan, memotong jalan dan persimpangan. Sebagaimana yang lazim terjadi di berbagai kota besar, karena tuntutan perkembangan ekonomi, perdagangan dan kemudahan jangkauan pelayanan bagi masyarakat, maka fasilitas-fasilitas umum seperti hotel, pertokoan dan lain sebagainya biasanya mengelompok pada suatu daerah tertentu, karena letak gedung satu dengan gedung yang lain menyebar ke seluruh kawasan, maka suatu ketika pajalan kaki harus menyeberangi lalu lintas kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan. Namun sering kali keberadaan penyeberang jalan tersebut pada tingkat tertentu akan mengakibatkan konflik yang tajam dengan arus kendaraan yang berakibat pada tundaan lalu lintas dan tingginya tingkat kecelakaan.
penelitian ini adalah metode wawancara. Kemudian data dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Pemerintah kota Bandar Lampung telah menyediakan JPO bagi pejalan kaki, penyediaan sarana transportasi bagi pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan orang sudah mulai disediakan dimana-mana. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan JPO tersebut dirasakan kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sirkulasi antara pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan kendaraan bermotor. Hal ini bisa dilihat pada kenyataannya bahwa jembatan penyeberangan sebagai salah satu fasilitas penyeberangan orang, jarang dipakai dan terkadang sering disalah fungsikan untuk duduk-duduk, tempat mangkal gelandangan serta rawan kejahatan.
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN
PENYEBERANGAN ORANG (JPO)
(Studi Kasus Pada Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang di
Kota Bandar Lampung)
Oleh
IRSYAD WILDAN
NPM : 0816011031
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosiologi
pada Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar 1 Lokasi Penelitian di Jl. R.A. Kartini Kota Bandar Lampung
Gambar 2 Pejalan Kaki Yang Tidak Menggunakan JPO Gambar 3 Pejalan Kaki Yang Menyeberang Tanpa JPO Gambar 4 Lantai JPO di Salah Satu JPO di Jl. R.A. Kartini Gambar 5 Keadaan Tangga Yang Curam
Gambar 6 Menyeberang Tanpa JPO Gambar 7 JPO dan Petugas Keamanan
DAFTAR ISI A. Tinjauan Tentang Efektifitas ... 10
B. Tinjauan Tentang Strategisitas ... 11
C. Tinjauan Tentang Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) ... 13
D. Jenis dan Sumber Data ... 24
E. Penentuan Informan ... 25
F. Metode Pengumpulan Data ... 26
G. Teknik Analisis Data ... 27
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) ... 29
B. Ketentuan pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) ... 30
C. Dasar Perencanaan Pembuatan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) ... 30
D. Metode Perencanaan ... 31
E. JPO dan Beberapa Pertimbangan Dalam Pembuatannya ... 33
F. Kondisi dan keberadaan JPO sebagai Sarana Penyeberangan Orang ... 35
V. EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) A. Identitas Informan ... 37
1. Identitas Informan Secara Umum ... 37
2. Data Informan Menurut Pekerjaan dan Jenis Kelamin ... 40
B. Penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) . 41 1. Penggunaan JPO Bagi Pejalan Kaki ... 41
2. Analisis Pemahaman Masyarakat Pejalan Kaki Akan Latar Belakang Pembuatan JPO ... 44
3. Analisis Kelebihan, Kelemahan dan Hal-hal Yang Perlu diperbaiki dari JPO ... 47
4. Analisis Pemanfaatan JPO ... 54
C. Analisis Strategisitas JPO ... 58
D. Analisis Kesadaran Pejalan Kaki dalam Menggunakan JPO ... 67
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 76
DAFTAR TABEL
Tabel
MOTTO
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dra. Anita Damayantie, M.H. .………..
Penguji Utama : Drs. Pairulsyah, M.H. .………..
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. NIP. 19580109 198603 1 002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 02 November 2012
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister/Sarjana/Ahli Madya). Baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.
Bandar Lampung,02 November 2012 Yang Membuat Pernyataan,
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
PERSEMBAHAN
Terima kasih ya ALLAH, dengan mengucapkan bismillah
Aku persembahkan karya kecilku ini kepada:
Ibu & Bapak tercinta & Tersayang
Yang selalu melindungi, mengasihi dan membimbing langkahku..
Terima kasih untuk segala perjuangan, cinta dan kasih sayang serta do’a
yang kalian berikan…
Mbak-dan adikku
Yang selalu memberikan motivasi…
Anita Puspita Dewi yang selalu Menemani selama pembuatan karya ini
Sahabat-sahabat ku
Yang selalu membantuku ………….
Para pendidik dan almamater tercinta
Judul Skripsi :EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO)
(Studi Kasus Pada Fasilitas Jembatan
Penyeberangan Orang (JPO) di Kota Bandar Lampung )
Nama Mahasiswa : IRSYAD WILDAN
Nomor Pokok Mahasiswa : 0816011031
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Dra. Anita Damayantie, M.H. Drs. Pairulsyah, M.H. NIP. 19690304 199403 2 002 NIP. 19631012194031002
2. Ketua Jurusan Sosiologi
Drs. Susetyo, M.Si.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Irsyad Wildan dilahirkan di desa Argomulyo Kecamatan Banjit
Kabupaten Way Kanan pada tanggal 02 Maret 1990. Penulis merupakan anak
ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sugeng Utomo,BA.dan Ibu Siti
Khoiriyah.
Penulis mengawali jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Argomulyo
pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2002, kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Madrasah Tsanawiyah GUPPI Banjit pada tahun 2002.
Pada Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat SLTP,SMP/MTs,
pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Madrasah
Aliyah GUPPI Banjit dan diselesaikan pada tahun 2008.
Pada bulan September tahun 2008 penulis melanjutkan studinya di Perguruan
Tinggi Negeri melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) yang menjadikan penulis sebagai mahasiswa Sosiologi di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (UNILA). Dalam masa
Universitas Lampung pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2011 di Pekon
Neglasari, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Peringsewu.
SANWACANA
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya. Tiada daya dan upaya
serta kekuatan yang penulis miliki untuk menyelesaikan skripsi ini, selain berkat
daya, upaya dan kekuatan yang dianugerahkan-Nya. Shalawat beriring salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang syafa’atnya selalu
kita nanti hingga hari akhir kelak.
Skripsi dengan judul “Efektifitas Penggunaan Fasilitas Jembatan
Penyeberangan Orang ( Studi Kasus Pada Jembatan Penyeberangan Orang
di Kota Bandar Lampung)” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung.
Penulis menyadari, bahwa apa yang tertulis dalam skripsi ini masih sangat jauh
dari yang dicita-citakan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak sehingga menjadi lebih baik. Dalam penulisan skripsi ini,
penulis sangat menyadari banyak sekali bantuan, dukungan, dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
1. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
3. Ibu Dra. Anita Damayantie, M.H. selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung sekaligus
dosen pembimbing terima kasih atas waktu, motivasi, bimbingan, saran
dan kesabarannya dalam proses penulisan skripsi ini, sehingga saya dapat
meraih gelar Sarjana Sosiologi (S.Sos) di Universitas Lampung.
4. Bapak Drs. Pairulsyah, M.H. selaku dosen Pembimbing Akademik penulis
dan sekaligus sebagai dosen pembahas seminar usul dan hasil serta dosen
penguji penulis yang telah mengoreksi, memberikan saran dan kritik
dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas waktu, motivasi, bimbingan,
saran dan kesabarannya dalam proses penulisan skripsi ini, sehingga saya
dapat meraih gelar Sarjana Sosiologi (S.Sos) di Universitas Lampung.
5. Seluruh dosen di Jurusan Sosiologi dan FISIP Unila yang telah membekali
penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama menjalani masa perkuliahan
semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
6. Seluruh staf administrasi dan karyawan di FISIP Unila yang membantu
dan melayani urusan administrasi perkuliahan dan skripsi.
7. Seluruh instansi serta lembaga di Kota Bandar Lampung dan semua yang
telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, yang telah
meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam proses wawancara
8. Untuk yang selalu hadir dalam doaku, Ibu dan Bapak. Begitu banyak
energi, materi dan perhatian yang tercurah untuk penulis, tak cukup
lembaran dan goresan tinta ini untuk menuliskan segala pengorbanan yang
kalian berikan. Semoga Allah SWT memuliakan kalian berdua di dunia
dan akhirat.
9. Anita Puspita Dewi yang selalu menemani dan terus memotivasi semua
kegiatanku dan penulisan karya ini sampai saat ini dan saya harapkan terus
sampai nanti. Love u.
10.Mbak, kakak dan adikku tercinta, Binta Mu’tabaroh, Dede Surawan,
Rusdah Fauziyah dan Fatihunnajah . Terima kasih atas dukungan dan do’a
yang kalian berikan. Love u All.
11.Terimakasih kepada Yan Kurniawan, Arwin Rio Saputra dan Nurul Panji
Kusuma,yang sudah menjadi pembahas mahasiswa di seminar 1 dan 2.
Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan yang lebih baik. Serta
pembawa acara saudari Gustina Lova, Maaf untuk sajen yang masih
kurang berkenan.
12.Untuk sahabat-sahabat Sosiologi 08 terima kasih atas bantuannya selama
ini dan penulis bangga memiliki kalian semua. Kenangan kita bersama di
UNILA akan dikenang selalu oleh penulis. Kepada sahabatku Yan
Kurniawan penulis berterima kasih sekali atas segala bantuan setiap kali
seminar, mulai dari menyiapkan senack,ruangan dan jemput di rumah.
Untuk Arwin penulis merasa kagum dengan sifat gokilmu, tolong bagi
sedikit untuk penulis ya. Untuk kalian berdua ( Yan dan Arwin ) semoga
mencintaimu. Untuk kalian berdua juga semangat ya kawan, ayo kalian
taklukan judul skripsimu, dan penulis minta maaf belum bisa membantu
semaksimal mungkin apa yang kalian sibukkan saat ini. Untuk semua
sahabat-sahabat sosiologi 08 semangat dan terus berusaha untuk mencapai
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Padatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan menambah semakin
banyaknya tingkat transportasi yang ada. Transportasi merupakan sektor
pendukung dalam setiap aktivitas manusia baik kegiatan pekerjaan rutin,
bisnis, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Sebagai prasarana pendukung,
transportasi harus mendapatkan pelayanan yang baik sehingga diperoleh
sistem pergerakan yang efektif dan efisien bagi pengguna transportasi.
Peningkatan sistem transportasi memerlukan penanganan yang menyeluruh,
mengingat bahwa transportasi timbul karena adanya perpindahan manusia
dan barang. Meningkatnya perpindahan tersebut dituntut penyediaan fasilitas
penunjang laju perpindahan manusia dan barang yang memenuhi ketentuan
keselamatan bagi pejalan kaki dimana pejalan kaki merupakan salah satu
komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan.
Umumnya, pejalan kaki terkonsentrasi di tempat- tempat umum, seperti
terminal, pertokoan, pendidikan dan tempat- tempat umum lainnya. Pejalan
trotoar, pinggiran jalan, lintasan khusus pejalan kaki (zebra cross dan Jembatan penyeberangan Orang/ JPO)
Salah satu sarana bagi pejalan kaki adalah JPO. Jembatan penyeberangan
merupakan salah satu fasilitas kebutuhan manusia dalam menyeberangi jalan,
karena akhir-akhir ini banyak sekali kecelakaan yang diakibatkan oleh
penyeberang jalan yang menyeberang jalan seenaknya, sehingga membuat
jalan menjadi macet dan lalu lintas menjadi tidak teratur. Polemik tentang
manfaat jembatan penyeberangan di jalan-jalan protokol Kota Bandar
Lampung mencuat akhir-akhir ini. Setidaknya muncul anggapan manfaat dari
jembatan penyeberangan itu kurang dan belum dibutuhkan oleh masyarakat.
Bahkan ada yang mencurigai, jembatan itu cuma untuk memenuhi
kepentingan pengusaha dan Pemerintah Kota saja untuk memasang iklan.
Sementara pendapat yang lain mengatakan perlunya jembatan penyeberangan
sebagai fasilitas dari Pemerintah Kota untuk kenyamanan warganya terutama
pejalan kaki. Bertambahnya volume kendaraan menyebabkan kepadatan di
jalan-jalan protokol Kota Bandar Lampung. Tentunya hal ini mengakibatkan
pejalan kaki kesulitan untuk menyeberang jalan terutama pada jam-jam sibuk
yaitu pagi hari ketika berangkat bekerja atau sekolah atau sore hari pada saat
pulang dari kerja atau sekolah.
Pergerakan pejalan kaki meliputi pergerakan-pergerakan menyusuri jalan,
memotong jalan dan persimpangan. Sebagaimana yang lazim terjadi di
berbagai kota besar, karena tuntutan perkembangan ekonomi, perdagangan
umum seperti hotel, pertokoan dan lain sebagainya biasanya mengelompok
pada suatu daerah tertentu, karena letak gedung satu dengan gedung yang lain
menyebar ke seluruh kawasan, maka suatu ketika pajalan kaki harus
menyeberangi lalu lintas kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan. Namun
sering kali keberadaan penyeberang jalan tersebut pada tingkat tertentu akan
mengakibatkan konflik yang tajam dengan arus kendaraan yang berakibat
pada tundaan lalu lintas dan tingginya tingkat kecelakaan.
Keberadaan pejalan kaki tersebut memerlukan fasilitas bagi pejalan kaki,
termasuk fasilitas penyeberangan jalan seperti Jembatan Penyeberangan
Orang (JPO), dimana JPO tersebut dipasang apabila diharuskan tidak ada
pertemuan sebidang antara arus pejalan kaki dengan arus lalu lintas. Agar
pejalan kaki mau untuk menggunakan JPO harus dijamin keamanan dan jarak
berjalan tidak terlalu bertambah jauh. Pemerintah kota Bandar Lampung telah
menyediakan JPO bagi pejalan kaki, penyediaan sarana tranportasi bagi
pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan sudah mulai disediakan
dimana-mana.
Penyediaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dimaksudkan untuk
mempermudah pejalan kaki untuk menyeberang jalan dengan aman. Namun
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan JPO tersebut
dirasakan kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sirkulasi antara
pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan kendaraan bermotor. Hal ini
bisa dilihat pada kenyataannya bahwa jembatan penyeberangan sebagai salah
disalah fungsikan untuk duduk-duduk, tempat mangkal gelandangan serta
rawan kejahatan. Jembatan penyebrangan orang (JPO) di Bandar Lampung
yang berada di sepanjang jalan R.A Kartini kerap kali dipandang sebelah
mata oleh beberapa pihak. Padahal di jalur tersebut ada banyak kendaraan
yang melaju dengan kecepatan ± 60 km/jam. Jadi pejalan kaki tidak
menghiraukan bakal tertabrak kendaraan. Disisi lain, keberadaan JPO hanya
dipandang sebagai tempat untuk menempatkan media iklan yang strategis.
Sebab kebanyakan JPO banyak terpasang media iklan, Tangga jembatan yang
memiliki lebar tak lebih dari satu meter, sementara seluruh badan jembatan
ditutupi iklan. Hal tersebut salah satu penyebab masyarakat enggan
menggunakan JPO, karena bentuk jembatan tertutup oleh papan reklame
sehingga mengundang kriminalitas seperti penodongan terhadap pengguna
JPO tersebut.
Pada salah satu situs media surat kabar yang ada di Bandar Lampung memuat
sebuah isi berita mngenai JPO berupa sebuah cerita percakapan”
peruntukannya. Masyarakat yang lewat JPO per jamnya bisa dihitung dengan jari. Bahkan, JPO yang berada di ruas Jl. Raden Intan, tepatnya di depan Ramayana, kini hampir tidak lagi digunakan. Masyarakat lebih senang menyeberang langsung di jalan yang sibuk ketimbang menggunakan JPO. Lebih memilih menyeberang di areal jalanan tanpa tanda zebra cross. Mereka menantang maut dengan ber-zig-zag di antara kendaraan yang lewat. Hanya bermodal lambaian tangan, mereka bisa ’’memaksa” kendaraan-kendaraan tersebut menghentikan atau memperlambat laju kendaraannya. Pagar besi pembatas di median jalan bukanlah halangan. Lihat saja di ruas Jl. Kartini. Entah siapa dan bagaimana caranya, kini beberapa pagar copot, rusak, jebol, atau apa pun namanya hingga bisa dilalui. Kondisi lebih parah di ruas jalan yang tidak ada pagar pembatasnya. Masyarakat bebas menyeberang tak beraturan. Keberadaan JPO di Kota Bandarlampung seperti lirik lagu grub band Utopia, Antara Ada dan Tiada. Padahal, JPO diperlukan sebagai fasilitas publik untuk keselamatan masyarakat pengguna jalan untuk menyeberang. Belakangan muncul anggapan bahwa manfaat dari JPO itu kurang dan belum dibutuhkan masyarakat. Bahkan yang lebih ekstrem mengatakan bahwa JPO dibangun hanya untuk memenuhi kepentingan pengusaha dan pemkot. Ups, lebih baik kita berbaik sangka sajalah! Hal terpenting adalah bagaimana solusi agar masyarakat mau menyeberang di tempatnya dan memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan.”
http://radarlampung.co.id/read/opini/1064-jpo-antara-ada-dan-tiada
Seperti yang tertulis pada artikel pada sebuah situs internet
www.Pelangi.or.id pada tanggal 22 Oktober, 2007 yang menyebutkan bahwa
kurangnya fasilitas pejalan kaki yang memadai di Bandar Lampung, terutama
Jembatan Penyeberangan Orang, sangat berdampak pada keselamatan jiwa
pejalan kaki. Terbukti bahwa 65% kecelakaan di jalan raya melibatkan
kematian pejalan kaki, dimana 35% nya adalah anak-anak. Seperti halnya di
Kota Jakarta dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, penyediaan
sarana tranportasi bagi pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan sudah
mulai disediakan dimana-mana. Penyediaan Jembatan Penyeberangan Orang
(JPO) dimaksudkan untuk mempermudah pejalan kaki untuk menyeberang
penggunaan JPO tersebut dirasakan kurang efektif dalam memecahkan
permasalahan sirkulasi antara pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan
kendaraan bermotor.
Seperti yang tertulis pada surat kabar Harian radar lampung tanggal 28 maret 2009 yang menuliskan bahwa banyak warga Kota Bandar Lampung
yang enggan memanfaatkan jembatan penyeberangan. Para pejalan kaki lebih
suka melompat pagar pembatas dari pada lewat jembatan penyeberangan.
Padahal, kegemaran lompat pagar itu sangat membahayakan pejalan kaki dan
pengendara yang lewat di jalan-jalan tersebut. Lebih memprihatinkan lagi,
pagar pembatas jalan di lokasi-lokasi itu sering dirusak pejalan kaki.
Kemudian, mengenai kewajiban pejalan kaki telah diatur didalam
undang-undang, pejalan kaki wajib menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan
bagi pejalan kaki atau jalan yang paling tepi dan menyeberang pada jembatan
atau jalan yang telah di tentukan (Undang-Undang no 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan/ LLAJ Pasal 132 Ayat 1) dan pada
pasal 131 ayat 1: pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung
yang berupa trotoar tempat penyeberangan dan fasilitas lain. Lalu pada ayat
2: pejalan kaki berhak mendapat prioritas pada saat menyeberang jalan
ditempat penyeberangan. Sedangkan ayat 3: dalam hal belum tersedianya
fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pejalan kaki berhak
menyeberang ditempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan
dirinya. Pengaturan yang sedemikian rupa mencerminkan tujuan akhir dari
Sebagaimana kita ketahui manajemen itu bertujuan untuk mengoptimalkan
penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin
keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan
jalan. Ironisnya lagi yang sering menjadi suatu pemandangan umum, dimana
polisi membantu menyeberangkan sekian banyak pelajar dan masyarakat
walaupun didekatnya ada jembatan penyeberangan.
Hal ini apakah tanda bahwa aparat kepolisian juga tidak mensosialisasikan
penggunaan jembatan penyeberangan. Seyogyanya, aparat kepolisian dengan
sabar dan konsisten memaksa masyarakat menyeberang pada tempatnya,
kalau perlu dengan hukuman denda tertentu, yang dilaksanakan secara
konsisten, adil, tanpa diskriminasi. Keengganan penyeberang jalan yang tidak
menggunakan JPO tersebut yang mendasari penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis efektifitas penggunaaan JPO.
Selain itu tingkat penggunaan JPO di Kota Bandar Lampung yang masih
rendah tersebut menunjukkan bahwa keselamatan bukanlah satu-satunya
indikator yang berpengaruh dalam penggunaan jembatan penyeberangan
dalam pemilihan fasilitas. Masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi
penyeberang jalan dalam menggunakan jembatan penyeberangan, sehingga
diperlukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pejalan kaki
untuk menggunakan JPO. Sehingga dengan adanya analisis efektifitas
penggunaan JPO dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyeberang jalan
dalam menggunakannya, diharapkan faktor-faktor tersebut dapat dijadikan
itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Efektivitas Penggunaan jembatan Penyeberangan Orang (JPO), dengan studi
kasus JPO di kota Bandar Lampung”.
Dari hasil pengamatan atau pra riset, peneliti melihat bahwa pemanfaatan
masyarakat terhadap JPO di kota Bandar Lampung belumlah maksimal.
Masyarakat lebih memilih untuk menyeberang langsung di antara kendaraan-
kendaraan yang melintas di jalan tersebut. Masyarakat bahkan nekat
menembus pagar pembatas yang telah sedikit dijebol dengan alasan lebih
cepat sampai dan tidak akan lelah dari pada harus mendaki anak tangga JPO.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut: Penggunaan dan strategisitas fasilitas jembatan
penyeberangan orang. Demi terlaksana dan lancarnya penelitian ini, maka
dalam pelaksanaan penelitian ini perlu didukung oleh beberapa
pertanyaan-pertanyaan berdasarkan uraian dari latar belakang masalah dapat dirumuskan
sbuah masalah yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kegunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang bagi
pejalan kaki?
2. Bagaimanakah Strategisitas keberadaan Fasilitas Jembatan
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang Efektifitas
Penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang bagi pejalan kaki, yang
meliputi tujuan :
1. Untuk mengkaji penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang
2. Untuk mengkaji strategisitas Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Merupakan aplikasi dari berbagai pengetahuan dan teori yang didapat di
bangku kuliah terutama sosiologi pembangunan dan memperluas
pengetahuan penulis tentang pembangunan.
2. Agar menjadi bahan pertimbangan serta masukan bagi pemerintah untuk
diadakannya sanksi tegas atau perda bagi yang tidak menggunakan
fasilitas jembatan penyeberangan orang.
3. Sebagai bantuan informasi dan referensi lebih lanjut bagi penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Efektivitas
Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh
tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Menurut Sondang
P. Siagian (2001:24) memberikan definisi sebagai berikut : Efektifitas adalah
pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang
secara sadar di tetepkan sebelumnya untuk menghasilkan barang atas jasa
kegiatan yang dijalankannya. Efektifitas menunjaukkan keberhasilan dari segi
tercapi tidaknya sasaran yang telah ditetapkan.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana efektifitas kegunaan JPO di kota
Bandar Lampung. Oleh karena itu, efektivitas yang dimaksud disini adalah
mengkaji bagaimana pemanfaatan JPO oleh masyarakat dan bagaimana
strategisitas penempatan JPO kota Bandar Lampung tersebut. Dalam ukuran
penulis, dikatakan efektif apabila JPO lebih dipilih oleh sebagian besar
masyarakat sebagai tempat untuk menyeberang, walau mereka harus
mengambil resiko lebih capek dan lebih lama sampai dari pada menyebrang
langsung dijalanan dengan tingkat keselamatan yang rendah. Di samping itu,
penyebrangan bukan sarana iklan, pencopetan dan tindak criminal lainnya
atau tempat berpacaran
B. Tinjauan Tentang Strategisitas
Strategisitas dalam istilah bahasa Indonesia biasa diterjemahkan dengan kata
strategis. Sedangkan kata strategis dalam kamus besar bahasa Indonesia
diartikan “berhubungan” atau berasalkan strategi. berikut ini pengertian
beberapa ahli tentang strategi.
Efendi Arianto dalam artikel berjudul “Pengertian Strategi” (mengutip
dari Henry Mintzberg, James Brian Quinn, dan John Voyer, 1995, dalam
buku The Strategy Process) mendefinisikan strategi sebagai berikut:
Strategi didefinisikan sebagai 5P, yaitu: strategi sebagai perspectif, strategi sebagai posisi, strategi sebagai perencanaan, strategi sebagai pola kegiatan, dan strategi sebagai “penipuan” (Ploy) yaitu muslihat rahasia. Sebagai Perspektif, di mana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan perspektif kepada semua aktivitas. Sebagai Posisi, di mana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai Perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan. Sebagai Pola kegiatan, di mana dalam strategi dibentuk suatu pola, yaitu umpan balik dan penyesuaian.
Efendi Arianto dalam artikel berjudul “Pengertian Strategi” (mengutip
dari Igor Ansoff, 1990, dalam bukunya Implanting Strategic Management)
mendefinisikan strategi sebagai proses manajemen, hubungan antara
perusahaan dengan lingkungan, terdiri dari perencanaan strategik,
Efendi Arianto dalam artikel berjudul “Pengertian Strategi” (mengutip
dari Arnoldo C. Hax dan Nicholas S. Manjluk, 1991, dalam bukunya The
Strategy Process And Concept: A Pragmatic Approach)
Strategi didefinisikan sebagai cara menuntun perusahaan pada sasaran utama pengembangan nilai korporasi, kapabilitas manajerial, tanggungjawab organisasi, dan sistem administrasi yang menghubungkan pengambilan keputusan strategik dan operasional pada seluruh tingkat hirarki, dan melewati seluruh lini bisnis dan fungsi otoritas perusahaan.
Efendi Arianto dalam artikel berjudul “Pengertian Strategi” (mengutip
dari John A. Pearce II dan Richard B. Robinson Jr., 2003, dalam bukunya
Strategic Management, Formulation, Implementation And Control)
mendefinisikan strategi sebagai seperangkat keputusan dan tindakan yang
menghasilkan formulasi dan implementasi dari rencana yang didesain untuk
mencapai tujuan.
Dari beberapa pengertian para ahli tentang strategi, maka penulis merangkai
pengertian strategisitas sebagai suatu keputusan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dari formulasi rencana yang telah ditentukan oleh suatu instansi
atau lembaga tertentu. Kaitannya dengan startegisitas dalam penelitian ini
adalah melihat apakah keberadaan JPO di jalan RA Kartini memiliki
C. Tinjauan Tentang Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)
Departemen Pekerjaan Umum: 1995 dalam “Tata Cara Perencanaan
Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan”.
Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi melewatkan lalu lintas yang terputus pada kedua ujung jalan akibat adanya hambatan berupa sungai, saluran, kanal, selat, lembah serta jalan dan jalan kereta api yang menyilang. Sedangkan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) adalah jembatan yang letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas (menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api Jembatan Penyeberangan Orang juga dapat diartikan sebagai fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar, menyeberang jalan tol, atau jalur kereta api dengan menggunakan jembatan tersebut, sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah secara fisik dan kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi.
Ketentuan pembangunan jembatan penyeberangan orang (JPO) Pembangunan
jembatan penyeberangan oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1995
disarankan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan zebra cross dan Pelikan
Cross sudah mengganggu lalu lintas yang ada.
2. Pada ruas jalan dimana frekuensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan
pejalan kaki cukup tinggi.
3. Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki
yang tinggi, serta arus kendaraan memiliki kecepatan tinggi.
Jembatan penyeberangan orang disingkat JPO adalah fasilitas pejalan kaki
untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar atau menyeberang jalan tol
dipisahsecarafisik.(http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_penyeberangan_or
ang).
Keberadaan fasilitas jembatan penyeberangan orang di suatu daerah yang di
bangun akan menimbulkan dampak untuk memulainya sebuah pembangunan
kesadaran masyarakat untuk mau menggunakan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk menggunakan fasilitas tersebut. Apabila setiap masyarakat
dan para pengguna fasilitas mempunyai kesadaran yang tinggi, maka
kehidupan masyarakatpun akan menjadi sejahtera dan angka kecelakaan serta
kemacetan lalulintas akan dapat dikuranagi.
Pergerakan pejalan kaki meliputi pergerakan-pergerakan menyusuri jalan,
memotong jalan dan persimpangan. Sebagaimana yang lazim terjadi di
berbagai kota besar, karena tuntutan perkembangan ekonomi, perdagangan
dan kemudahan jangkauan pelayanan bagi masyarakat, maka fasilitas-fasilitas
umum seperti hotel, pertokoan dan lain sebagainya biasanya mengelompok
pada suatu daerah tertentu, karena letak gedung satu dengan gedung yang lain
menyebar ke seluruh kawasan, maka suatu ketika pajalan kaki harus
menyeberangi lalu lintas kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan. Namun
sering kali keberadaan penyeberang jalan tersebut pada tingkat tertentu akan
mengakibatkan konflik yang tajam dengan arus kendaraan yang berakibat
pada tundaan lalu lintas dan tingginya tingkat kecelakaan. Oleh karena itu
keberadaan fasilitas jembatan penyeberangan orang di jalan RA. Kartini yang
serta disiplin berlalu lintas sehingga mampu mengurangi tingkat kecelakaan
dan kemacetan lalulintas.
D. Tinjauan Tentang Pejalan Kaki
Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, angkutan darat dan
jalan, menegaskan peruntukkan trotoar hanya untuk para pejalan kaki.
Dalam pasal 131 ayat (1) ditegaskan, pejalan kaki berhak atas ketersediaan
fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas
lain.
Pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk
menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir jalan,
trotoar, lintasan khusus bagi pejalan kaki ataupun menyeberang jalan. Untuk
melindungi pejalan kaki dalam ber lalu lintas, pejalan kaki wajib berjalan
pada bagian jalan dan menyeberang pada tempat penyeberangan yang telah
disediakan bagi pejalan kaki.(http://id.wikipedia.org/wiki/Pejalan_kaki)
Seperti yang tertulis pada artikel pada sebuah situs internet
www.Pelangi.or.id pada tanggal 22 Oktober, 2007 yang menyebutkan bahwa
kurangnya fasilitas pejalan kaki yang memadai di Bandar Lampung, terutama
Jembatan Penyeberangan Orang, sangat berdampak pada keselamatan jiwa
pejalan kaki. Terbukti bahwa 65% kecelakaan di jalan raya melibatkan
kematian pejalan kaki, dimana 35% nya adalah anak-anak. Seperti halnya di
sarana tranportasi bagi pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan sudah
mulai disediakan dimana-mana.
Penyediaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dimaksudkan untuk
mempermudah pejalan kaki untuk menyeberang jalan dengan aman. Namun
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan JPO tersebut
dirasakan kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sirkulasi antara
pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan kendaraan bermotor. Hal ini
bisa dilihat pada kenyataannya bahwa jembatan penyeberangan sebagai salah
satu fasilitas penyeberangan jarang dipakai dan terkadang sering disalah
fungsikan untuk duduk-duduk, tempat mangkal gelandangan serta rawan
kejahatan.
E. Tinjauan Tentang UU.LLUAJ No 22 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan ditetapkan pada tanggal 26 Mei 2009 dalam Rapat Paripurna DPR RI.
UU ini disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009.
Undang-Undang ini merupakan kelanjutan dari Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1992. Dalam um\ndang- undang baru ini terdapat banyak penambahan pasal
dar yang awalnya hanya16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 melihat bahwa lalu lintas dan
angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan
umum. Selanjutnya di dalam batang tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang
hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :
a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan roda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung
tinggi martabat bangsa;
b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Undang- undang No 22 tahun 2009 salah satunya menjelaskan bahwa adanya
harapan untuk mewujudkan etika berlalu lintas dan budaya bangsa. Dalam hal
ini tentunya juga mengarh pada atika bagi pejalan kaki. Dalam uu ini juga
mengatur tentang hak dan kewajiban pejalan kaki. Pasal 131 ayat 1 sudah
menjelaskan bahwa pejalan kaki berhak atas fasilitas penyeberangan. Untuk
memenuhi aturan tersebut, maka pemerintah menyediakan berbagai sarana, di
antaranya zebra cross, trotoar dan jembatan penyeberangan orang (JPO).
Namun dalam prakteknya, UU ini justru dirasakan tidak efektif, karena
masyarakat cenderung tidak menggunakan sarana yang ada, terlebih JPO.
F. Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian pustaka, dapat ditarik suatu kerangka pikir bahwa
kesadaran dalam menggunakan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang
pejalan kaki dan masyarakat. Ketika menyeberangi jalan pejalan kaki
seharusnya menggunakan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang yang
telah disediakan oleh pemerintah untuk kenyamanan dan keselamatan dalam
menyeberangi jalan, sehingga konflik yang terjadi antara pejalan kaki yang
akan menyeberangi jalan dengan para pengguna kendaraan bermotor yang
melintas tidak akan terjadi lagi. Dalam teori Struktural Fungsional berasumsi
bahwa anggota-anggota kelompok akan mendapatkan kepuasan apabila
kelompok berproses menuju tujuannya.
Lebih lanjut Talcoot Parsons mengemukakan empat hal penting yang perlu
diperhatikan untuk mencapai suatu tujuan bersama, yaitu:
1. Adaptation adalah sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal
yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya.
Dalam kerangka pikir penelitian ini, penggunaan fasilitas jembatan
penyeberangan orang diperlukan berbagai proses penyesuaian dalam hal
pejalan kaki dengan fasilitas jembatan penyeberangan orang, kemudian
tidak terjadi lagi konflik antara para pengguna kendaraan bermotor yang
melintas dengan pejalan kaki. Efektifitas penggunaan JPO terletak pada
penggunaan JPO sesuai dengan kebutuhan dasarnya yaitu sarana
penyeberangan. Efektivitas JPO adalah ketika JPO dipakai sebagai sarana
menyeberang bagi pejalan kaki. Untuk itu, penelitian ini bermaksud
untuk mengkaji bagaimana kesesuaian keberadaan JPO dengan
2. Goal Attaintmen (Pencapaian tujuan), suatu pencapaian tujuan ketika
hambatan muncul sebelum tujuan tercapai.
Dalam penggunaan fasilitas jembatan penyeberangan orang pejalan kaki
harus sadar dengan keselamatan jiwanya dalam menyeberangi jalan agar
tujuan untuk menciptakan ketertiban dalam berlalu lintas dapat tercapai.
Tujuan pembuatan JPO adalah untuk mempermudah pejalan kaki dalam
menyeberang juga sebagai pilihan penyeberangan yang aman dari bahaya
lalu lintas. Dengan adanya JPO, masyarakat seharusnya terbantu ketika
akan menyeberang. Untuk itu, penelitian ini akanmelihat sejauh mana
pemnafaatan tujuan pembuatan JPO di kota Bandar Lampung.
3. Integration (Integrasi), sebuah sistem harus mengatur antar hubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya. Kelompok harus dapat
mengkoordinasikan serta menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada.
Oleh sebab itu pejalan kaki yang menyeberangi jalan dan tidak mau
menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang biasanya
ditertibkan oleh kebijakan pemerintah melalui sanksi-sanksi yang tegas
bagi pelanggarnya.
UU No 22 tahun 2009 telah mengatur tentang tata tertib pejalan kaki.
Namun pada kenyataannya, masih banyak pelangaran- pelanggaran yang
terjadi. Baik yang dilakukan oleh pejalan kaki itu sendiri (misalnya: tidak
berjalan di koridor yang telah di tentukan seperti trotoar, zebra cross, dan
JPO) atau karena pengguna lalu lintas yang telah mengambil hak- hak
antara peraturan yang ada dengan kepatuhan masyarakat. Oleh karena itu,
penelitian ini hendak mengkaji apakah aturan yang telah dibuat oleh
pemerintah dipatuhi oleh masyarakat. Apa yang mendasari kepatuhan
atau ketidakpatuhan tersebut.
4. Latency (Pemeliharaan Pola), mempertahankan pola-pola di dalam
menghadapi tekanan-tekanan yang berlawanan, kelompok harus dapat
mempertahankan prosedur-prosedur yang menguatkan hubungan
anggotanya (Soekanto, 1993).
Seperti yang telah diberitakan di beberapa media, bahwa JPO juga
digunakan untuk hal- hal di luar tujuannya, seperti sarana memasanga
iklan dan juga tempat berpacaran, hal ini tentunya berlawanan dengan
tujuan pembuatan JPO. Untuk itu peneliti hendak melakukan penelitian
tentang efektivitas penggunaan JPO dilihat dari maksimalisasi
penggunaannya serta strategisitas penempatannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategisitas beberapa JPO di kota
Bandar Lampung ditinjau dari indikator penggunaan atau pemanfaatan
masyarakat terhdap JPO tersebut sebagai sarana pilihan untuk menyeberang
dan indikator tentang strategisitas lokasi beberapa JPO di kota Bandar
Lampung. Secara sederhana, penelitian ini dapat digambarkan dengan
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Efektifitas Penggunaan Fasilitas Beberapa Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Kota Bandar Lampung
1. Penggunaan Fasilitas Jembatan
Penyeberangan Orang
2. Strategisitas Fasilitas Jembatan
Penyeberangan Orang Efektifitas Penggunaan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian yang bertujuan untuk menganalisis Efektifitas Penggunaan
Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Dengan menggunakan pendekatan “verstehen” (Max Weber) yang
berarti memahami atau pemahaman, yang memungkinkan seseorang bisa
memahami apa yang diyakini oleh orang lain tanpa prasangka tertentu.
Metode pendekatan ini bertujuan untuk berusaha mengerti makna yang
mendasari suatu peristiwa sosial. Memahami realitas sosial yang dihasilkan
melalui tindakan berarti menjelaskan mengapa manusia menentukan pilihan,
jadi hasil dari penelitian ini bukanlah berupa angka-angka hasil dari
pengukuran, akan tetapi berupa informasi.
Tipe penelitian yang dipakai menggunakan Metode Deskriptif Kualitatif.
Penulis akan menganalisis efektifitas penggunaan JPO oleh pejalan kaki
dengan cara menggambarkan bagaimana penggunaan dan efektivitas JPO
bagi masyarakat pejalan kaki.
Menurut Moh. Nazir (2003: 63), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Menurut Sumardi Suryabrata (1995: 4) penelitian deskriptif adalah penelitian
yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta- fakta dan sifat- sifat populasi atau daerah tertentu.
Selanjutnya, Matthew B Miles dan A. Michael Huberman (1991:1-2), menjelaskan bahwa data kualitatif sangat menarik. Ia merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Dengan data kualitatif, kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, ,enilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat. Dan lagi, data kualitatif dapat membimbing kita untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tak didugasebelumnya dan untuk membentuk kerangka teoritis baru, data tersebut membantu peneliti untuk melangkah lebih jauh lagi dari praduga dan kerangka kerja awal.
B. Fokus Penelitian
Adapun yang menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini adalah mengkaji
kegunaan serta strategisitas fasilitas jembatan penyeberangan orang di Kota
C. Lokasi Penelitian
Lexi J. Moelong (2000) menyatakan bahwa dalam penentuan lokasi
penelitian, cara terbaik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori
substantif dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan
kenyataan yang ada di lapangan, sementara itu keterbatasan geografis dan
praktis, seperti waktu, biaya dan tenaga juga perlu dijadikan pertimbangan
dalam menentukan lokasi penelitian. Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut maka penelitian dilakukan di wilayah Kota Bandar
Lampung. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena JPO di Kota
Bandar Lampung adalah JPO yang berada di lokasi umum dimana berbagai
tipe masyarakat mulai dari pelajar, pekerja, pedagang dan sebagainya,
melintasi jalan jembatan tersebut. Selain itu, lokasi JPO jalan Kartini berada
dekat dengan pembatas jalan atau pagar yang sudah dijebol oleh warga.
Sehingga sangat memungkinkan pejalan kaki yang melintasi daerah
tersebut,lebih memilih lewat pagar yang telah dijebol tersebut dari pada
melewati JPO. selain itu, ada dua JPO lagi yang juga akan peneliti teliti dalam
penelitian ini yaitu JPO di jalan Teuku Umar dan JPO di jalan Radin Intan
Kota Bandar Lampung.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dengan menggali dari sumber informasi (informan) dan dari catatan di lapangan relevan
2. Data sekunder, adalah data yang digunakan untuk mendukung dan mencari fakta yang sebenarnya dari wawancara mendalam yang telah dilakukan
maupun mengecek kembali data yang sudah ada sebelumnya. Data
tersebut bersumber dari dokumentasi dan arsip-arsip
E. Penentuan Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak
pengalaman tentang latar penelitian dan harus menjadi sukarela menjadi tim
penelitian walaupun hanya bersifat informan (Moelong:1989:132).
Tekhnik penentuan informan pada penelitian ini dipilih secara sengaja
(purposive) berdasarkan tujuan penelitian. Maka informan pada penelitian ini
adalah para pejalan kaki / masyarakat yang menggunakan atau tidak
menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang di kota Bandar
Lampung. Sebagai contoh, dipilih enam orang informan yaitu, tiga informan
yang menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang dan tiga informan
yang tidak menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang. Dari
keenam informan tersebut dibedakan oleh beberapa indikator perbedan yaitu:
F. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Wawancara Mendalam (indepth Interview)
Wawancara adalah metode pengumpulan data yang diperoleh dengan jalan
tanya jawab yang dikerjakan secara sistematis oleh dua orang atau lebih
dengan berhadap-hadapan dan mengajukan pertanyaan berdasarkan tujuan
penelitian. Adapun metode wawancara yang dipakai adalah wawancara
bebeas terpimpin, maksudnya peneliti bebas mengajukan berbagai
pertanyaan dengan tetap mengacu pada fokus penelitian. Dalam hal ini
masalah kesdaran para pengguna fasilitas jembatan penyeberangan orang,
ini dilakukan dalm rangka mendapatkan data-data konkrit sesuai
dilapangan.
2. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode bantu untuk mengamati, mencatat secara
sistematis mngenai fenomena-fenomena yang berkaitan dengan penelitian.
Jenis observasi yang penulis pilih adalah tehnik observasi non partisipan,
yaitu penelitian tidak berpartisipasi aktif dalam setiap subyek yang diteliti,
artinya peneliti tidak ikut terjun langsung dalm segala kegiatan para
pengguna fasilitas jembatan penyeberangan orang yang diteliti, akan
tetapi hanya melakukan pengamatan.
3. Metode dokumentasi
Yang dimaksud dokumen adalah brang-barang tertulis seperti buku-buku,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. Dalam
hal ini dokumen yang dipergunakan adalah peraturan-peraturan mengenai
orang di kota Bandar Lampung. Metode ini digunakan sebagai metode
bantu untuk memperoleh data-data dalam penelitian.
G. Tehnik Analisis Data
Proses selanjutnya sebagai kegiatan akhir penulisan penalitian ini, setelah
semua data terkumpul dan diolah kemudian data tersebut dianalisa. Dalam hal
ini dipergunakan analisa kualitatif, artinya bahwa data yang terkumpul
kemudian digambarkan dengan kata-kata dipisah-pisahkan menurut kategori
untuk memperoleh kesimpulan, sehingga data yang masih bersifat teoritis
dianalisa untuk mendapatkan penjelasan yang ilmiah. Dalam menyimpulkan
data dipergunakan pola berfikir induktif yaitu melihat dari fakta-fakta dan
peristiwa-peristiwa secara khusus kemudian digeneralisasikan bersifat umum.
Dari uraian di atas dapat dianalisa menganai wacana kesdaran para pengguna
fasilitas jembatan penyeberangan orang di Kota Bandar Lampung.
Analisis data menurut Milles dan Huberman (1992:16-19) meliputi tiga
komponen analisis yaitu:
1. Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul dari data-data tertulis di lapangan. Selain itu, reduksi data
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data
diferifikasi, cara yang dipakai adalah reduksi data dapat melalui seleksi
yang panjang, melalui ringkasan atau tingkatan menggolongkan kedalam
suatu pola yang lebih luas.
2. Menyaji Data (Display)
Menyaji data yaitu sekumpulan informasi tertentu yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan menganalisis. Penyajian
data lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif
yang valid.
3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi Data)
Mencari arti benda-benda, mencatat keterangan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi dan alur sebab akibat dan proposisi.
Kesimpulan-kesimpulan senantiasa diuji kebenarannya, kekompakannya,dan
kecocokan. Yang merupakan validitasnya sehingga akan memperoleh
BAB V
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO)
A. Identitas Informan
1. Identitas Informan Secara Umum
1. Rita
Beliau seorang ibu berusia 33 tahun. Bekerja sebagai PNS dan hampir
setiap hari melintasi jalan- jalan besar yang terdapat JPO. ibu Rita
termasuk pengguna jalan yang tidak berkendaraan atau pejalan kaki
yang tidak memanfaatkan JPO sebagai sarana penyeberangan. Beliau
lebih sering menyeberang jalan raya secara langsung, karena merasa
malas menaiki tangga JPO yang bisa menimbulkan efek lelah dan
lebih lama sampai.
2. Erwin
Beliau seorang bapak berusia 35 tahun dan bekerja sebagai
wiraswasta. Beliau memiliki toko yang dekat dengan JPO di jalan
Kartini, sehingga beliau sering melewati jalan di sekitaran JPO. Beliau
termasuk yang tidak setia menggunakan JPO. Hanya sesekali saja dan
itu sangat jarang dalam menggunakan JPO. Hal tersebut karena bagi
bapak Erwin JPO di jalan Kartini (depan Bambu Kuning), tidaklah
3. Anita
Beliau seorang wanita berusia 19 tahun dan berstatus sebagai
mahasiswa. Anita termasuk mahasiswa pejalan kaki yang tidak selalu
setia menggunakan JPO. Anita termasuk mahasiswa yang sering
memenuhi kebutuhan hariannya dengan berbelanja di tanjung karang.
Beliau hanya menggunakan JPO jika berjalan bersama dengan teman-
temannya, sedangkan jika berjalan sendiri beliau tidak mau
menggunakan JPO dengan alasan takut di jambret.
4. Afi
Seorang pelajar SMP yang rutin menggunakan JPO. Afi selalu
menggunakan JPO ketika hendak menyeberang. Bagi Afi
menyeberang dengan JPO akan lebih aman dan tidak akan tertabrak
mobil. Afi merasa lebih nyaman menggunakan JPO ketimbang
menyeberang langsung di jalan raya yang beresiko kecelakaan lalu
lintas. Afi merupakan seorang pelajar SMP yang untuk sampai ke
sekolahnya memerlukan JPO untuk menyeberang.
5. Yoga
Beliau adalah seorang pemuda berusia 25 tahun. Beliau termasuk
masyarakat yang mendukung adanya JPO sebagai sarana
penyeberangan orang, namun tidak selalu menggunakan JPO untuk
menyeberang. Beliau adalah seorang wiraswasta yang memiliki toko
di sekitar Bambu Kuning. Bagi beliau JPO digunakan ketika jalan
raya secara langsung agar lebih cepat sampai dan tidak lelah karena
harus naik turun tangga.
6. Mar’ah
Beliau adalah seorang ibu rumah tangga berusia 28 tahun. Beliau
sering melintasi jalan yang dekat dengan JPO, dan termasuk yang
selalu menggunakan JPO. Beliau sering bertemu dengan JPO ketika
hendak memenuhi kebutuhan keluarganya. Beliau merasa jika
menyeberang dengan JPO akan lebih aman dan tidak beresiko
kecelakaan lalu lintas.
Tabel 5.1 Karakteristik Informan
No Nama Umur Alamat Pekerjaan Wawancara Waktu
1. Rita 33 th Karang Pusat Tanjung PNS 2 Juni 2012
2. Erwin 35 th Langkapura Wiraswasta 3 Juni 2012
3. Anita 19 th Pramuka Mahasiswa 3 Juni 2012
4 Afi 14 th Durian Payung Pelajar SMP 3 Juni 2012
5. Yoga 25 th Rajabasa Wiraswasta 4 Juni 2012
6. Mar’ah 28 th Karang Pusat Tanjung Ibu Rumah Tangga 5 Juni 2012
Sumber : Data Primer diolah Tahun 2012
Keenam orang tersebut di atas merupakan narasumber (informan) yang
dipandang memahami dan mempunyai pengetahuan tentang efektivitas
keberadaan JPO di Kota Bandar Lampung, karena mereka adalah orang-
hariannya. Berdasarkan dari usianya yaitu interval antara 14 s.d 25 dan
26 s.d 35 tahun hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
gerak dan pola pikir dari masing-masing individu dalam bersikap
terhadap keselamatan pribadi dan orang lain. Sehingga dari keenam
orang tersebut di atas, dapat peneliti yakini untuk menjadi narasumber
data primer melalui wawancara secara mendalam. kemudian jika dilihat
dari pekerjaan dan alamat tinggalnya, keenam orang tersebut merupakan
orang- orang yang akan bertemu dengan JPO dalam aktivitas
kesehariannya. Sehingga penulis merasa layak untuk menjadikan mereka
informan dalam penelitian ini.
2. Data Informan Menurut Pekerjaan dan Jenis Kelamin
Berkaitan dengan identitas informan menurut pekerjaan dan jenis
kelamin dalam penelitian ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 5.2 Identitas Informan Menurut Jabatan dan Jenis Kelamin
No Nama Pekerjaan Jenis Kelamin
1 Rita PNS Perempuan
2 Erwin Wiraswasta Laki-Laki
3 Anita Mahasiswa Perempuan
4 Afi Pelajar SMP Laki-Laki
5 Yoga Wiraswasta Laki-Laki
6 Mar’ah Ibu Rumah Tangga Perempuan
B. Penggunaan Fasilitas Jembatan Orang (JPO)
1. Penggunaan JPO bagi Pejalan Kaki
Departemen Pekerjaan Umum: 1995 dalam “Tata Cara Perencanaan
Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan”, menyatakan bahwa:
Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi melewatkan lalu lintas yang terputus pada kedua ujung jalan akibat adanya hambatan berupa sungai, saluran, kanal, selat, lembah serta jalan dan jalan kereta api yang menyilang. Sedangkan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) adalah jembatan yang letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas (menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api Jembatan Penyeberangan Orang juga dapat diartikan sebagai fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar, menyeberang jalan tol, atau jalur kereta api dengan menggunakan jembatan tersebut, sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah secara fisik dan kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi.
Sesuai dengan kegunaannya, JPO selayaknya dipakai oleh pengguna
jalan sebagai sarana untuk menyeberang dari satu tempat ke tempat
lainnya. Hal ini agar alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan bisa
berjalan dengan baik. Terpisahnya mobilisasi orang dan kendaraan
bermotor diharapkan dapat menciptakan keamanan dan kenyamanan
dalam berlalu lintas dan berjalan kaki. Akan tetapi, JPO sebagai sarana
untuk menyeberang bagi pejalan kaki menjadi kehilangan fungsinya.
Pejalan kaki banyak yang tidak menggunakan JPO tetapi lebih sering
menyeberang di jalan raya tempat lalu lintas kendaraan bermotor. Hal ini
sesuai dengan pernyataan informan 1 dan 2, sebagai berikut:
saya merasa malas untuk menggunakan JPO karena harus naik turun tangga.”
(wawancara dengan ibu Rita, Sabtu, 02 juni 2012)
“Saya bukan pengguna setianya namun pernah menggunakannya, tapi saya malas lewat JPO karena banyak gepeng nya.”
(wawancara dengan bapak Erwin, Minggu, 03 Juni 2012)
Kondisi JPO bisa menentukan tingkat keramaian masyarakat pejalan kaki
yang menggunakan JPO sebagai sarana penyeberangan. JPO sering kali
tidak dijadikan alternatif pertama bagi pejalan kaki ketika hendak
menyeberang. Masyarakat pejalan kaki lebih suka menyeberang langsung
di jalan raya karena enggan untuk menaiki tangga dengan berbagai
alasan. Dampak negatif ketika menyeberang jalan secara langsung tanpa
menggunakan JPO sering kali tidak dihiraukan.
JPO sebagai sarana penyeberangan bagi pejalan kaki pada dasarnya
mempunyai dasar pembangunan yang jelas-jelas untuk melindungi
pejalan kaki, namun pada prakteknya tidak keberadaan JPO masih jarang
dimanfaatkan dengan baik oleh pejalan kaki. Hal tersebur bukan hanya
karena faktor internal pejalan kaki tapi juga faktor eksternal, seperti
ketidakamanan JPO. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut
ini:
Informan 3
“Hehehehehe setia sih tidak,tapi pernah saja menggunakannya ketika bareng temen-temen kadang saya menggunakannya, tapi ketika’ sendirian tidak berani. Takut di jambret.”
(wawancara dengan Anita, Sabtu 03 Juni 2012)
Kondisi JPO yang tidak aman dan tidak nyaman menjadi alasan
sebagai sarana penyeberangan. Kondisi JPO di kawasan kota Bandar
Lampung cenderung menimbulkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki.
Hal tersebut karena di JPO banyak terdapat pengemis dan cenderung
rawan pencopetan. Tentunya pejalan kaki akan merasa terancam dengan
kondisi ini, sehingga sebagian mereka banyak menyeberang jalan tanpa
menggunakan fasilitas JPO. Kecuali ketika waktu- waktu ramai seperti
Ramadhan, menjelang hari raya Idul Fitri ataupun Natal dan Tahun Baru.
Tabel 5.3 Makna JPO bagi Informan
No Nama Alamat Arti JPO
1 Rita Tanjung Karang
Pusat Sarana JPO di buat seharusnya untuk keamanan pejalan kaki
2 Erwin Langkapura Saya sering melewati jalan
ini, karena saya punya usaha di bambu kuning dan lorong king, menurut saya JPO adalah jembatan
penyeberangan jalan
3 Anita Pramuka JPO menurut saya adalah,
Jembatan pnyeberangan orang/ jembatan untuk menyeberang jalan
4 Afi Durian Payung JPO digunakan untuk
menyeberang
5 Yoga Rajabasa Jembatan untuk
menyeberang jalan dengan aman
6 Mar’ah Tanjung Karang
Pusat Jembatan untuk menyeberang jalan raya
2. Analisis Pemahaman Masyarakat Pejalan Kaki Akan Latar Belakang Pembuatan JPO
Pada dasarnya sebagian masyarakat telah memahami latar belakang
pembuatan JPO. Masyarakat bisa memahaminya langsung tanpa harus
bertanya pada pemerintah. Hal tersebut karena secara tidak langsung
latara belakang pembuatan JPO bisa dipahami oleh masayarakat dengan
merasakan kebermanfaatan akan fasilitas umum tersebut, walau tidak
sedikit masyarakat yang mengabaikan kebermanfaatan tersebut dengan
berbagai alasan, baik alasana internal dari dalam diri maupun alasan
eksternal terkait ketidakamanan dan ketidaknyamanan fasilitas JPO
diberbagai titik di Bandar Lampung. Hal ini sesuai dengan pernyataan
informan 3 sebagai berikut:
“Latar belakang di buat JPO ini mungkin karena jalan disini begitu padat, kemudian disini kan pusat perbelanjaan dan bisnis, otomatis bakal banyak manusia dan kendaraan jadi JPO ini penting di buat.” (wawancara dengan bu Anita, 3 Juni 2012)
Latar belakang JPO sebagai sarana penyeberangan yang aman bagi
pejalan kaki merupakan apresiasi dari UU pejalan kaki yang
mengharuskan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada
pejalan kaki. JPO mempunyai kekhususan bagi pejalan kaki, namun ada
masyarakat yang tidak terbiasa dan tidak nyaman menggunakannya
untuk menyeberang.
Latar belakang pembuatan JPO adalah berdasarkan analisa kebutuhan
pejalan kaki dalam menyeberang di jalan raya. Sudah selayaknya jika
Maka dibutuhkan formulasi yang tepat dari pemerintah dengan bekerja
sama dengan kepolisian untuk menciptakan rasa aman dan nyaman dari
pejalan kaki, sekaligus untuk membuat takut dan jera para pelaku
kejahatan di atas jembatan penyeberangan orang. Hal tersebut karena
JPO dibuat sebagai sarana menyeberang bagi pejalan kaki, sehingga
perlu untuk dioptimalkan agar apa yang menjadi tujuan pembangunan
bisa tercapai secara substansial. Terkait latar belakang pembangunan JPO
secara substansial, beberapa informan bisa memahaminya. Berikut
pernyataan informan:
Informan 2
“Ehmmmm...untuk orang yang akan menyeberangi jalan seharusnya.”
(wawancara dengan bapak Erwin, Minggu, 03 Juni 2012)
Informan 4
“Biar enak nyeberang jalannya, biar tidak ketabrak mobil” (wawancara dengan Afi, Minggu, 03 Juni 2012)
Informan 5
“Untuk memberikan keamanan dari kecelakaan dari lalulintas serta
memberi kelancaran pengguna jalan raya sehingga
memiminimalisir kemacetan lalulintas”
(wawancara dengan bapak Yoga, Senin 4 Juni 2012)
Masyarakat pejalan kaki bisa menilai secara langsung akan latar belakang
pembuatan JPO. Pada dasarnya masyarakat sudah bisa memaknai arti
pembangunan fasilitas umum tersebut. Atas pemahaman tersebut,
tentunya masyarakat terutama pejalan kaki menuntut akan adanya
maksimalisasi dari tujuan pemabangunan tersebut. Masyarakat tentunya