UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IV SD NEGERI 1 JEMBRANA TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh
MUHAMAD BAROH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IV SD NEGERI 1 JEMBRANA TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh
MUHAMAD BAROH
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas IV SD Negeri 1 Jembrana. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Metode penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan tes menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dan kinerja guru serta soal tes hasil belajar disetiap siklusnya. Selanjutnya data dianalisis dengan cara analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Hal ini dapat dilihat dari rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 52,9 dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 79,8. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 59,17 dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 77,92. Ketuntasan siswa pada siklus I hanya mencapai 58,33% (14 siswa) dan meningkat pada siklus II menjadi 100% (24 siswa).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 3
C. Rumusan Masalah ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 6
1. Pengertian IPS ... 6
2. Fungsi IPS di SD ... 7
3. Tujuan IPS di SD ... 7
B. Belajar ... 8
1. Pengertian Belajar... 8
2. Aktivitas Belajar ... 9
3. Hasil Belajar ... 10
C. Model-model Pembelajaran IPS ... 12
1. Model Inkuiri ... 12
2. Model Pembelajaran VCT ... 13
3. Pendekatan Ilmu Teknologi dan Masyarakat ... 14
D. Pembelajaran Kooperatif ... 18
E. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 22
1. Pengertian ... 22
2. Kelebihan dan Kelemahan Kooperatif Tipe Jigsaw ... 23
3. Prosedur Pelaksanaan Metode Jigsaw ... 23
F. Hipotesis Tindakan ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 25
B. Pelasanaan Penelitian ... 26
C. Teknik Pengumpulan Data ... 27
D. Alat Pengumpulan Data ... 28
E. Teknik Analisis Data ... 28
F. Langkah – langkah Penelitian Tindakan Kelas ... 30
G. Indikator Keberhasilan ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil SD Negeri 1 Jembrana ... 39
B. Diskripsi Per Siklus ... 40
1. Siklus I ... 40
2. Siklus II ... 45
C. Pembahasan ... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1. Aktivitas Belajar Siswa Siklus I ... 41
4.2. Kinerja Guru pada Pembelajaran Siklus I ... 42
4.3. Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 43
4.4. Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ... 46
4.5. Kinerja Guru pada Pembelajaran Siklus II... 47
4.6. Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 48
4.7. Perbandingan Aktivitas Siklus I dan Siklus II ... 50
4.8. Perbandingan Nilai Rata-rata Aktivitas Siswa Tiap Siklus ... 51
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 14
4.1. Grafik Peningkatan Aktivitas Siswa Tiap Siklus ... 50
4.2. Grafik Rata-rata Aktivitas Siswa Tiap Siklus ... 51
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Paradigma baru tentang proses belajar yang ideal adalah pembelajaran
yang berpusat pada aktivitas siswa (activity based), yang melibatkan
keseluruhan aspek seperti: fisik dan emosional, multi indrawi, dan bersifat
fleksibel, gembira serta adanya kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan
belajar. Peran guru lebih bersifat sebagai fasilitator dan pendamping, tidak
sebagai orang yang serba tahu tentang materi pembelajaran.
Tantangan guru saat ini adalah mewujudkan proses pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif dan kreatif, mengingat budaya pembelajaran
konvensional umumnya masih terus berjalan dalam pola belajar siswa sejak
siswa memasuki bangku Sekolah Dasar. Sebagai fasilitator guru harus
mempunyai banyak kecakapan dalam memilih strategi, media, alat dan
sumber belajar yang tepat sesuai dengan karakteristik siswanya. Selain itu,
suasana dalam pembelajaran harus benar–benar kondusif agar siswa
termotivasi dan aktif dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini hasil belajar
tidak akan tercapai secara maksimal jika siswa tidak mempunyai motivasi
belajar.
Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa dikarenakan pola
guru lebih sering terpaku pada buku serta penyajian materi yang bersifat
naratif dan tidak memperhatikan efisiensi waktunya sehingga membuat siswa
jenuh dan tidak dapat fokus terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung.
Terlebih lagi guru belum menggunakan media yang menunjang proses
pembelajaran dan guru belum menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw. Ketika diadakan diskusi kelas maka siswa yang aktif melakukan
presentasi, berargumentasi dan menjawab pertanyaan hanya beberapa siswa
saja sedang yang lain sibuk dengan urusan masing-masing seperti:
mengerjakan pekerjaan yang tidak terkait dengan permasalahan yang sedang
dibahas dan ngobrol.
Hal tersebut di ketahui dari hasil wawancara dengan beberapa siswa
yang menyatakan bahwa mata pelajaran IPS membosankan, tidak menarik
dan membuat jenuh karena banyak hafalan yang harus selalu dibaca.
Berdasarkan temuan – temuan tersebut, penulis mencari upaya
pemecahan rendahnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang
selama ini terjadi. Harapannya semua siswa dapat termotivasi dan terlibat
aktif dalam proses pembelajaran sehingga suasana belajar menjadi bergairah
dan menyenangkan dan mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk
menanggulangi masalah tersebut, guru harus bisa menciptakan suasana
pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu
sarana guna menunjang perbaikan proses pembelajaran tersebut, untuk itu
“Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa menggunakan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Peda Mata Pelajaran IPS Kelas
IV SD Negeri 1 Jembrana Tahun Pelajaran 2012/ 2013”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka berbagai masalah
dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Penyampaian materi belum cukup menarik sehingga siswa kurang
termotivasi dalam proses belajar.
2. Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS di kelas IV SD Negeri 1
Jembrana masih rendah.
3. Belum digunakannya model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam
pembelajaran IPS di kelas IV SD Negeri 1 Jembrana.
4. Pembelajaran di kelas IV SD Negeri 1 Jembrana masih bersifat teacher
center (berpusat pada guru).
5. Penggunaan waktu penyajian materi IPS yang kurang efisien.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini perlu
dirumuskan permasalahan yang akan diteliti antara lain sebagai berikut:
1. Apakah aktivitas siswa kelas IV SD Negeri 1 Jembrana dalam pelajaran
IPS dapat meningkat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif
2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS di kelas IV SD Negeri 1
Jembrana tahun 2012-2013?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 1
Jembrana dalam pelajaran IPS melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif dengan tipe jigsaw.
2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas IV SD Negeri 1
Jembrana dalam pelajaran IPS melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif dengan tipe jigsaw.
E. Maanfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Siswa
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas IV SD Negeri
1 Jembrana
b. Dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas IV SD Negeri 1
Jembrana.
2. Guru
Dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru mengenai
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, serta
mengembangkan kemampuan profesional guru dan bahan masukan
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di kelasnya.
Dapat memberikan kontribusi yang berguna untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di SD Negeri 1 Jembrana,
sehingga memiliki output yang berkualitas dan kompetitif.
4. Peneliti
Menambah pengetahuan serta wawasan peneliti dalam
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
pembelajaran IPS, serta dapat memecahkan permasalahan yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1. Pengertian IPS
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan
Sosial yaitu: Merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai
dari SD/MI/SDLB sampai SMP/Mts/SMPLB mengkaji seperangkat
peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial
dan terdiri dari materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi sehingga
siswa menjadi warganegara Indonesia yang demokrasi dan
bertanggungjawab, serta menjadi warga dunia yang cinta damai.
(Depdiknas, 2007:18)
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu paduan dari pada
sejumlah ilmu-ilmu sosial dan ilmu lainnya yang tidak terikat oleh
ketentuan/disiplin/struktur ilmu tertentu melainkan bertautan dengan
kegiatan-kegiatan pendidikan yang berencana dan sistematis untuk
kepentingan program pengajaran sekolah dengan tujuan memperbaiki,
mengembangkan dan memajukan hubungan- hubungan kemanusiaan
kemasyarakatan Keller C. R. (dalam Sapriya, 2006:6).
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai ilmu pengetahuan, baru
SMA) dan tahun 1976 (SPG). Mata pelajaran ini berperan
mengfungsionalkan dan merealisasikan ilmu-ilmu sosial yang bersifat
teoritik kedalam dunia kehidupan nyata di masyarakat. Oleh karenanya
secara substansi materinya, IPS mengintegrasikan dan
mengorganisasikannya secara pedagogik dari berbagai ilmu sosial yang
diperuntukan untuk pembelajaran di tingkat persekolahan, sehingga
memulai pembelajaran IPS diharapkan siswa mampu membawa dirinya
secara dewasa dan bijak dalam kehidupan nyata, melalui pembelajaran
IPS diharapkan siswa tidak hanya mampu mengasai teori teori
kehidupan dalam masyarakat tapi mampu menjalani kehidupan nyata di
masyarakat sebagai insan sosial.
2. Fungsi IPS di SD
Pembelajaran IPS di sekolah dasar berfungsi mengembangkan
pengetahuan dalam kehidupan sehari – hari yang harus dikembangkan
sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin canggih guna menciptakan generasi yang mandiri dan
sejahtera, dan untuk menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap
perkembangan masyarakat Indonesia.
3. Tujuan IPS di SD
Adapun tujuan pembelajaran IPS di SD adalah untuk
mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan dasar siswa yang
Berdasarkan peraturan menteri pendidikan nasional (Permendiknas)
Nomor 22 tahun 2006 mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a. Mengenal konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, ketrampilan dalam kehidupan sosial.
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai – nilai sosial dan kemanusiaan.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global.
( diposkan: djokoprihatin.blogsport.com.,kamis,agustus 2011)
B. Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri seseorang yang
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seperti peningkatan pengetahuan, kecakapan, daya pikir, sikap,
kebiasaan, dan lain-lain (Fajar, 2009: 10). Menurut Fathurrohman &
Sutikno (2010: 6) belajar adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri
seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Winataputra, dkk. (2008:
1.14) berpendapat bahwa belajar adalah perubahan perilaku individu
sebagai akibat dari proses pengalaman baik yang dialami ataupun sengaja
dirancang.
Bruner (Trianto, 2010: 15) menyatakan bahwa belajar adalah
suatu proses aktif dimana siswa siswa membangun (mengkonstruk)
pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah
perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan
perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan
psikomotor (Hernawan, dkk. 2007: 2).
Berdasarkan pengertian belajar di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan seseorang yang
memberikan perubahan tingkah laku dari aspek pengetahuan, sikap serta
keterampilan, dan merupakan hasil pengalaman yang diperolehnya.
2. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar merupakan prinsip atau asas yang sangat penting
dalam interaksi belajar mengajar Sardiman, 2006:95 menyatakan bahwa” Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, mengubah tingkah laku
menjadi melakukan kegitan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas‟‟.
Juhri (2006:81) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses memerlukan aktivitas, artinya orang yang belajar harus ikut serta dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara aktif. Orang yang belajar itu mempelajari apa saja yang dilakukannya, apa yang belajar itu mempelajari apa saja yang dilakukannya, apa yang dilaksanakannya, dan apa yang dipikirkannya. Tidak jauh dengan pernyataan pertama, namun disini tidak sekedar melakukan tetapi ditambah dengan perasaan karena sebenarnya antara emosional dan intelektual mempunyai kaitan yang sangat erat dengan sebutan EQ.
Menurut Dimyati dan Mujiono (1994: 42)” Prinsip- prinsip
belajar berkaitan dengan perhatian, motivasi, keaktifan, dan keterlibatan
langsung atau berpengalaman, pengulangan tantangan, balikan dan
penguatan serta perbedaan individual .‟‟ Keaktifan merupakan salah satu
kecilnya hasil belajar, tidak dapat dipungkiri betapa pentingnya aktivitas
belajar.
Menurut Sardiman (2006: 95) jenis- jenis aktivitas belajar antara lain dapat di golongkan sebagai berikut:
1. Visual activities, yang termasuk didalamnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2. Oral activitien, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, instruksi.
3. Listening activities, sebagai contoh: mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, music, pidato.
4. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak.
7. Mental activities, sebagai contoh menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8. Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah,berani, tenang, gugup.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Belajar merupakan suatu bentuk perubahan tingkah laku
yang relatif menetap. Anak yang berhasil belajar adalah yang berhasil
mencapai tujuan pembelajaran.( Abdurrahman 2003:37).
Larasati (2005 : 11) mengemukakan bahwa prestasi belajar
merupakan hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu proses
belajar. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku kognitif, tingkah
laku afektif dan tingkah laku psikomotorik. Dengan sumber yang sama
manusia. Manusia selalu berusaha mengejar prestasi menurut bidang dan
kemampuan masing-masing. Suatu prestasi belajar tidak hanya sebagai
indikator, keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai
indikator kualitas institusi pendidikan.
Menurut Arikonto (1992), Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memilki persyaratan tes, yaitu memiliki: 1. Validitas
Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Contoh, untuk mengukur partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui: kehadiran, terpusatnya perhatian pada pelajaran, ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada permasalahannya.
2. Reliabilitas
Berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes dapat dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali- kali. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan. Jika dihubungkan dengan validitas, maka: Validitas adalah ketepatan dan reliabilitas adalah ketetapan. 3. Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. hal ini terutama terjadipada sistem scoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan ketetapan pada sistem scoringnya, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes.
4. Prakitikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. tes yang baik adalah yang mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk- petunjuk yang jelas.
5. Ekonomis
Yang dimaksud ekonomis disini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan
bahwa hasil belajar yaitu perubahan dalam diri siswa setelah memperoleh
keterampilan yang dimilikinya, dan hasil belajar tersebut didapat dari soal
tes yang diberikan oleh guru kepada siswa.
C. Model-model Pembelajaran IPS
Dalam pembelajaran IPS terdapat beberapa model pembelajaran, antara
lain:
1.Model Inkuiri
Pelaksanaan inkuiri di dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial
dirasionalisasi pada pandangan dasar bahwa dalam model pembelajaran
tersebut, siswa didorong untuk mencari dan mendapatkan informasi
melalui kegiatan belajar mandiri. Model inkuiri pada hakekatnya
merupakan penerapan metode ilmiah khususnya di lapangan Sains,
namun dapat dilakukan terhadap berbagai pemecahan problem sosial.
Savage Amstrong mengemukakan bahwa model tersebut secara luas
dapat digunakan dalam proses pembelajaran Social Studies (Savage and
Amstrong, 1996).
Cleaf dalam Putrayasa (2009: 2) menyatakan bahwa inkuiri
adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas yang berorientasi
proses, inkuiri merupakan sebuah strategi pengajaran yang berpusat
pada siswa, yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan
menemukan informasi.
kesimpulan jawaban atau generalisasi, dan (5) mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.
Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa
model inkuiri adalah model pembelajaran yang menekankan kepada
siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, dimana siswa dapat
menemukan atau meneliti masalah berdasarkan fakta untuk
memperoleh data, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan
pembimbing siswa dalam belajar.
2. Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi
tujuan pancapaian pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan
bahwa Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara
bagaimana menanamkan dan menggali atau mengungkapkan nilai-nilai
tertentu dari diri siswa. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi
untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang
suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang
dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian
dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu
nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa
sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116)
menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina
siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap
suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga
Dari pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa model
pembelajaran VTC adalah model pembelajaran untuk melatih dan
membina siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan
terhadap suatu masalah.
3. Pendekatan Ilmu Teknologi dan Masyarakat (ITM)
Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga
disebut STS (Science-Technology-Society) muncul menjadi sebuah
pilihan jawaban atas kritik terhadap pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
yang bersifat tradisional (texbook), yakni berkisar masih pada pengajaran
tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa menghubungkannya dengan
dunia nyata yang integral. Robert E Yeger yang memasukkan ilmu,
teknologi dan masyarakat (ITM) baik sebagai bidang penerapan dan
hubungan, kreativitas dan sikap, maupun konsep dan proses.
Menurut Remy dalam http://abeng4531.blogspot.com mengemukakan konsep ITM memberikan konstribusi secara langsung terhadap misi pokok IPS, khususnya dalam mempersiapkan warga negara yang : 1. memahami ilmu pengetahuan di masyarakat,
2. pengambilan keputusan warga negara, 3. membuat hubungan antar pengetahuan
4. mengingatkan generasi pada sejarah bangsa-bangsa beradab.
Dari pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa ilmu,
teknologi dan masyarakat (ITM) merupakan istilah yang diterapkan
sebagai upaya untuk memberikan wawasan kepada siswa secara nyata
dalam mengkaji ilmu pengetahuan. Konsep ITM mencakup keseluruhan
spektrum tentang peristiwa-peristiwa kritis dalam proses pendidikan,
serta penampilan guru. Ciri dasar keberadaan ITM adalah lahirnya warga
negara yang berpengetahuan yang mampu memecahkan
masalah-masalah krusial dan mengambil tindakan secara efisien dan efektif.
4. Model Role Playing
Role Playing adalah salah satu model pembelajaran yang perlu
menjadi pengalaman belajar siswa, terutama dalam konteks pembelajaran
Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan didalamnya. Sebagai langkah
teknis, role playing sendiri tidak jarang menjadi pelengkap kegiatan
pembelajaran yang dikembangkan dengan stressing model pendekatan
lainnya, seperti inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya.
Secara komprehensif makna penggunaan role playing dikemukakan George Shaftel (Djahiri, 1978: 109) antara lain :
a. untuk menghayati sesuatu/hal/kejadian sebenarnya dalam realitas kehidupan.
b. agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya;
c. untuk mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu; d. sebagai penyaluran/pelepasan tensi (kelebihan energi psykhis) dan
perasaan-perasaan;
e. sebagai alat diagnosa keadaan;
f. ke arah pembentukan konsep secara mandiri.
Dalam role playing, siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar
kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu,
role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas
dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar
kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000 dalam
Dari bererapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode role
playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi
dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh
hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari
satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
5. Model Portofolio
Protofolio dalam pendidikan mulai dipergunakan sebagai salah satu
jenis model penilaian (Assesment) yang berbasis produk, yakni penilaian
yang didasarkan pada segala hasil yang dapat dibuat atau ditunjukan siswa,
kemudian dihimpun dalam sebuah „map jepit‟ (portofolio) untuk dijadikan
bahan pertimbangan guru dalam memberikan asesmen otentik terhadap
kinerja siswa.
Sapriya Winataputra, 2002: 1.16 menegaskan bahwa: “portofolio
merupakan karya terpilih kelas/siswa secara keseluruhan yang bekerja
secara kooperatif membuat kebijakan publik untuk membahas pemecahan
terhadap suatu masalah kemasyarakatan”. Makna pembelajaran berbasis
portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah
memperkenalkan kepada siswa dan membelajarkan mereka “pada metode
dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik”
kewarganegaraan / kemasyarakatan.
Dari pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahawa model
segala hasil yang dibuat atau ditunjukkan siswa yang kemudian dihimpun
untuk dijadikan bahan pertimbangan guru terhadap kinerja siswa.
6. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Cooperative learning dapat diartikan suatu model pembelajaran
yang menekankan siswa belajar dan bekerja dalam kelompok– kelompok
kecil secara kolaboratif terdiri dari 4 sampai 6 orang dengan struktur
kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula,
keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan
aktivitas anggota kelompok, baik secara kelompok (slavin dalam Etin
Solihatin 1984: 4). Falsafah yang mendasari model pembelajaran
kelompok adalah falsafah homo homini socius yang menegaskan bahwa
manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Kerjasama menjadi
kebutuhan teramat penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama
tidak ada individu, keluarga, masyarakat atau sekolah(Lie, 2002:27).
Dalam implementasinya, cooperative learning tidak sekedar belajar
kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model cooperative
learning harus ada “Struktur , dorongan dan tugas yang bersifat
cooperative” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka
dan hubungan– hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif
diantara anggota kelompok. Disamping itu pola hubungan seperti itu
memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat
mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara
individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar
learning menempatkan siswa sebagai bagian dari satu sistem kerjasama
dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar (Stahl dalam Etin
Solihatin (1994:5).Model pembelajarn ini berangkat dari asumsi mendasar
dalam kehidupan masyarakat, yaitu “ Getting better together” atau “raihlah yang lebih baik secara bersama sama” (Slavin:1992).
Dari model – model pembelajaran diatas yang penulis gunakan
adalah model pembelajaran kooperatif ( Cooperative Learning).
D. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Cooperative learning dapat diartikan suatu model pembelajaran
yang menekankan siswa belajar dan bekerja dalam kelompok– kelompok
kecil secara kolaboratif terdiri dari 4 sampai 6 orang dengan struktur
kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula,
keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan
aktivitas anggota kelompok, baik secara kelompok (slavin dalam Etin
Solihatin 1984:4). Falsafah yang mendasari model pembelajaran kelompok
adalah falsafah homo homini socius yang menegaskan bahwa manusia
pada dasarnya adalah makhluk sosial. Kerjasama menjadi kebutuhan
teramat penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama tidak ada
individu, keluarga, masyarakat atau sekolah(Lie, 2002:27).
Dalam implementasinya, cooperative learning tidak sekedar belajar
kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model cooperative
learning harus ada “Struktur , dorongan dan tugas yang bersifat
dan hubungan– hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif
diantara anggota kelompok. Disamping itu pola hubungan seperti itu
memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat
mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara
individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar
secara bersama– sama dalam kelompok. Model pembelajaran cooperative
learning menempatkan siswa sebagai bagian dari satu sistem kerjasama
dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar (Stahl dalam Etin
Solihatin (1994:5).Model pembelajarn ini berangkat dari asumsi mendasar
dalam kehidupan masyarakat, yaitu “ Getting better together” atau
“raihlah yang lebih baik secara bersama sama” (Slavin:1992).
Permasalahan yang sering muncul dalam model pembelajaran
kelompok antara lain kekhawatiran bahwa kelas menjadi ribut dan gaduh.
Siswa yang meras tekun harus bekerja sendiri melebihi siswa lain dalam
kelompok mereka dan timbul anggapan bahwa temannya yang kurang
mampu hanya numpang dari jerih payah mereka. Selain itu, siswa yang
kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu kelompok dengan
siswa yang pandai. Kesan negatif lain adalah timbulnya perasaan was–
was dari anggota kelompok akan hilangnya karakteristik dan keunikan pribadi mereka harus beradaptasi dengan kelompoknya” (Lie, 2005 :28).
Permasalahan lain dalam pembelajaran kelompok adalah “ (1) siswa sulit
melakukan job description; (2) anggota kelompok banyak yang tidak
melakukan tugasnya; (3) situasi belajar tidak terkendali dan menyimpang
Pembelajaran kelompok yang dilakukan tanpa perencanaan justru
menimbulkan berbagai permasalahan, karena model pembelajaran ini
mempunyai perbedaan mendasar dengan sekedar belajar kelompok biasa.
Roger dan David Johnson menjelaskan “ Untuk mencapai hasil maksimal
pembelajaran kelompok harus mengandung unsur– unsur sebagai berikut:
(1) adanya saling ketergantungan positif;(2) adanya tanggung jawab
perseorangan; (3) adanya komunikasi intensif antar anggota; (4) adanya
tatap muka baik didalam ataupun luar kelas; (5) adanya proses evaluasi
kelompok (Lie, 2005: 30).
Cooperative learning menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah. Beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam cooperative learning agar lebih menjamin semua siswa bekerja secara kooperatif, yaitu : 1) para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai, 2) siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa masalah yang dihadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok, 3) untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok tersebut harus saling berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya, dan 4) siswa yang tergabung dalam kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung terhadap keberhasilan kelompok (Tim MKPBM UPI, 2001: 218).
Macam-macam metode dalam pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (cooperative learning: 2009), yakni:
1) Student Team- Achievement Division (STAD)
2) Jigsaw
Cooperative learning tipe jigsaw merupakan salah satu cooperative learning yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Pelaksanaan pembelajaran dengan jigsaw yakni adanya kelompok asal dan kelompok ahli dalam kegiatan belajar mengajar. Setiap siswa dari masing-masing kelompok yang memegang materi yang sama berkumpul dalam satu kelompok baru yakni kelompok ahli. Masing-masing kelompok ahli bertanggung jawab untuk sebuah materi atau pokok bahasan. Setelah kelompok ahli selesai mempelajari satu topik materi keahliannya, masingmasing siswa kembali ke kelompok asal mereka untuk mengajarkan materi keahliannya kepada teman-teman dalam satu kelompok dalam bentuk diskusi.
3) Teams-Games-Tournament (TGT)
Teams-Games-Tournament (TGT) adalah tipe cooperative learning yang menempatkan siswa dalam kelompok- kelompok belajar dengan adanya permainan pada setiap meja turnamen. Dalam permainan ini digunakan kartu yang berisi soal dan kunci jawabannya. Setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya, dan masing-masing ditempatkan pada meja turnamen. Cara memainkannya dengan membagikan kartu-kartu soal, pemain mengambil kartu dan memberikannya kepada pembaca soal. Kemudian soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang hingga dapat menyelesaikan permainannya.
4) Group Investigation (GI)
Group Investigation (GI) merupakan model cooperative learning yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai akhir pembelajaran akan memberi peluang kepada siswa untuk lebih mempertajam gagasan. Dalam pembelajaran inilah kooperatif memainkan peranannya dalam memberi kebebasan kepada pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif, dan produktif.
5) Rotating Trio Exchange
6) Team Assisted Individualization (TAI)
Metode pembelajaran kooperatif tipe TAI dikembangkan oleh Slavin. Dalam pembejaran kooperatif tipe TAI tersebut mengkombinasikan antara pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual yang dirancang untuk membantu dan memecahkan masalah pada pada proses pembelajaran, seperti halnya dalam masalah kesulitan belajar siswa secara individual setiap siswa secara individual belajar atau latihan materi pembelajaran yang dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar atau latihan individual dibawa kekelompok kecil untuk didiskusikan dan saling diperiksa oleh anggota kelompok dan semua bertanggungjawab atas keseluruhan jawaban pada kegiatan kelompok tersebut sebagai tanggungjawab bersama.
7) Group Resume
Model ini menjadikan interaksi antar siswa lebih baik, dengan memberi penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang bagus, dalam bakat dan kemampuannya di kelas. Setiap kelompok membuat kesimpulan dan mempresentasikan data-data setiap siswa dalam kelompok.
Dari beberapa pembelajara kooperatif (cooperative Learning) diatas
Penulis menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
E. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw (Cooperative Learning Tipe Jigsaw)
1. Pengertian
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw inidikembangkan oleh Elliot
Aronson dan kawan- kawannya dari Universitas Texas dan kemudian di
adaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Model Jigsaw dapat
digunakan secara efektif ditiap level dimana siswa telah mendapatkan
keterampilan akademis dari pemahaman, membaca maupun keterampilan
kelompok untuk belajar bersama (Isjoni, 2009: 54).
Melalui metode jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang
heterogen. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki
tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama
dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian
bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut "kelompok pakar"
(expert group). Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok
pakar kembali kembali ke kelompok semula (home teams) untuk
mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam
kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam "home
teams", para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang
telah dipelajari.
2. Kelebihan dan Kelemahan dari Cooperative Learning Tipe Jigsaw Menurut Ibrahim (2010) dalam http://azisgr.blogspot.com pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
1) Kelebihan
a. Dapat mengembangkan hubungan antar pribadi positif di antara siswa yang memiliki kemampuan belajar yang berbeda.
b. Menerapkan bimbingan sesama teman. c. Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi. d. Memperbaiki kehadiran.
e. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar. f. Sikap apatis berkurang.
g. Pemahaman materi lebih mendalam. h. Meningkatkan motivasi belajar.
2) Kelemahan
a. Jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilan- keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing maka dikhawatirkan kelompok akan macet dalam pelaksanaan diskusi.
b. Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah, misal jika ada anggota yang hanya membonceng dan menyelesaikan tugas-tugas dan pasif dalam diskusi.
3. Prosedur pelaksanaan metode jigsaw
1. Siswa dibagi menjadi kelompok– kelompok kecil terdiri dari 4 atau 5 siswa secara heterogen.
2. Tiap kelompok awal diberi tugas yang terdiri dari 4 bagian. Tiap siswa dalam tim diberi bagian materi dan tugas yang berbeda. 3. siswa yang mempunyai tugas sama dengan anggota kelompok lain
membentuk kelompok baru dan disebut kelompok ahli.
4. Kelompok ahli membahas dan mengerjakan tugas secara bersama– sama. Setiap anggota kelompok ahli wajib menguasai tugasnya karena bertanggung jawab menginformasikan kepada teman– temannya dikelompok awal.
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh – sungguh.
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. 7. Guru memberi evaluasi (Lie, 2002: 67).
F. Hipotesis Tindakan
Hipotesis Tindakan dalam penelitian ini adalah: “Apabila
pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dengan langkah-langkah yang benar maka aktivitas dan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran IPS siswa kelas IV SD Negeri 1 Jembrana Tahun
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang difokuskan pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom
Action research, Wardhani, dkk. (2007: 1.3) mengungkapkan penelitian
tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya
sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya
sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Secara garis
besar, terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi (Arikunto, dkk., 2006: 16).
Pendapat yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan oleh
Kusumah, dkk. (2009: 26) bahwa ada empat langkah utama dalam PTK
yaitu, perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam PTK siklus
selalu berulang. Setelah satu siklus selessai, mungkin guru akan menemukan
masalah baru atau masalah lama yang belum tuntas dipecahkan, maka
dilanjutkan ke siklus kedua dengan langkah yang sama seperti pada siklus
Gambar: Spiral Penelitian Tindakan Kelas (Adaptik Hopkins, 1993)
B. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas IV pada
semester genap tahun pelajaran 2012/ 2013 selama kurun waktu tiga
bulan dari bulan Februari sampai dengan bulan April 2014.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian adalah di SD Negeri 1 Jembrana, Jl. Merdeka
desa Jembrana, Kecamatan Waway Karya, Kabupaten Lampung Timur
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa kelas IV sebanyak 24 siswa yang
terdiri dari 15 siswa perempuan dan 9 siswa laki– laki serta 1 orang guru
yakni guru kelas IV SD Negeri 1 Jembrana. Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Obsevasi
Perencanaan
Pelaksanaan Refleksi
Dst.
Obsevasi SIKLUS I
C. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Non Tes
Teknik ini dilakukan untuk mengamati aktivitas belajar siswa saat
mengikuti pembelajaran dan saat mengikuti diskusi serta mengamati
kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung, dengan
menggunakan lembar observasi.
a. Data Aktivitas Siswa
Data aktivitas siswa diperoleh dari observasi selama
pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan cara
mengamati aktivitas yang dilakukan siswa sesuai dengan deskriptor
yang terdapat dalam lembar observasi.
b. Data Kinerja Guru dalam Pengelolaan Pembelajaran di Kelas Data kinerja guru dilakukan selama pembelajaran berlangsung,
diadakan observasi untuk mengamati pengelolaan pembelajaran
melalui lembar observasi yang disesuaikan dengan tahap-tahap
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw. Data kinerja guru diperoleh dari pengamatan langsung kinerja
guru ketika melaksanakan pembelajaran di kelas, dengan
menggunakan lembar Instrumen Penelitian Kinerja Guru 2 (IPKG 2).
Data kualitatif pada lembar IPKG 2, dianalisis dengan menggunakan
persentase sebagai berikut:
NP =
%
Keterangan:
NP = Nilai persen yang dicari atau diharapkan JS = Jumlah skor yang diperoleh
SM = Skor maksimum ideal dari aspek yang diamati 100 = Bilangan tetap
1. Teknik Tes
Teknik ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketercapaian
hasil belajar siswa terhadap materi yang telah diberikan oleh guru dengan
memberikan soal tes.
D. Alat Pengumpulan Data
1. Lembar panduan observasi
Instrumen ini dirancang peneliti berkolaborasi dengan tim
peneliti. Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai kinerja guru dan aktivitas belajar Siswa selama penelitian
tindakan kelas dalam pembelajaran IPS dengan cooperative learning
tipe Jigsaw.
2. Tes hasil belajar
Instrumen ini digunakan untuk menjaring data mengenai
peningkatan hasil belajar atau prestasi belajar Siswa khususnya
mengenai penguasaan terhadap materi yang dibelajarkan dengan
menggunakan cooperative learning tipe Jigsaw.
E. Teknik analisis Data 1. Analisis kualitatif,
Analisis kualitatif akan digunakan untuk menganalisis data yang
R N
Data diperoleh dengan mengadakan pengamatan secara langsung
terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. Data aktivitas diperoleh
berdasarkan perilaku yang sesuai dan relevan dengan kegiatan
pembelajaran. Data nilai aktivitas siswa dari setiap siklus akan dianalisis.
Tabel Penilaian Aktivitas Belajar Siswa
No Skala Kategori
1 3,01 – 4,00 Sangat baik
2 2,01 – 3,00 Baik
3 1,01 – 2,00 Cukup
4 0,00 – 1,01 Kurang
Sumber: dimodifikasi dari Poerwanto (2008:5.27)
2. Analisis Kuantitatif
Analisis Kuantitatif akan digunakan untuk menganalisis data dari
instrumen tes. Data hasil penelitian tergolong data kuantitatif secara
deskriptif, yakni dengan menghitung ketuntasan klasikal dan kentutasan
individual dengan rumus sebagai berikut:
a. Ketuntasan Individual
S = X 100%
Keterangan :
S : Nilai yang diharapkan
R : Jumlah skor / item yang dijawab benar N : Skor maksimum dari tes
b. Ketuntasan klasikal
Keterangan :
Ketuntasan individual: jika siswa mencapai ketuntasan > 60
Ketuntasan klasikal: jika > 75% dari seluruh siswa mencapai KKM (60).
Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran
IPS yang digunakan di SD Negeri 1 Jembrana, siswa dikatakan berhasil
apabila memperoleh nilai > 60
B. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini menggunakan prosedur
penelitian dengan 4 (empat) tahap, yaitu: perencanaan, tindakan, observasi
dan refleksi. Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan untuk setiap
siklus dapat dijabarkan sebagai berikut:
I. Siklus I
a. Perencanaan
Dalam tahap perencanaan ini kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Menetapkan dan mendiskusikan dengan guru mitra, rancangan
pembelajaran yang akan diterapkan kepada siswa di kelas sebagai
tindakan.
2. Menyusun silabus IPS untuk membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
3. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menggunakan
model cooperative learning tipe Jigsaw sesuai dengan materi koprasi dan
4. Menyusun lembar LKS yang akan diberikan kepada siswa sebagai bahan
diskusi selama pembelajaran berlangsung.
5. Menyiapkan media pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran.
6. Menyiapkan lembar instrumen observasi untuk melihat aktivitas belajar
siswa ketika pembelajaran berlangsung.
7. Menyiapkan lembar observasi untuk melihat tindakan guru selama
pembelajaran.
8. Menyiapkan perangkat tes sebagai alat evaluasi siswa.
9. Merencanakan waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas.
b. Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah mengelola proses
belajar dengan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe
Jigsaw, dengan kegiatan sebagai berikut:
1 Kegiatan Awal
Pada kegiatan awal ini guru menyampaiakan penjelasan tentang
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebelum menampilkan fenomena
dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi yang akan
diajarkan sebagai tindakan apersepsi agar siswa lebih terarah dalam
pelaksanaannya. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
Pada kegiatan awal ini aktivitas pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan kepada siswa tentang cooperative learning tipe
2) Guru menjelaskan mengenai tugas dan kewajiban setiap anggota
kelompok dan tanggung jawab kelompok terhadap keberhasilan
kelompoknya. Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan setiap
siswa dalam suatu kelompok sebagai berikut:
a) Anggota kelompok yang pandai dituntut untuk dapat memberi tahu
temannya yang tidak mengerti atau sulit untuk menerima materi,
sedangkan anggota kelompok yang masih tidak mengerti
hendaknya bertanya kepada temannya yang mengerti sebelum
bertanya kepada guru.
b) Pada saat pembelajaran, setiap anggota kelompok duduk dalam
kelompoknya masing-masing ( kelompok asal).
3) Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok asal, yang masing- masing
kelompok terdiri dari 4 orang
4) Guru membagi kembali siswa dari masing- masing kelompok sebagai
ahli/pakar untuk mendiskusikan materi yang telah diberikan.
5) Guru membagikan LKK dan materi kepada para kelompok ahli untuk
di diskusikan dengan anggota kelompok ahli.
6) Guru mempersilahkan siswa kembali ke kelompok asal dan
menjelaskan hasil diskusi materi yang di dapat dari kelompok ahli.
2 Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti, guru melakukan kegiatan mengikuti urutan
kegiatan yang ada dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang merujuk
pada tahap-tahap pelaksanaan cooperative learning tipe Jigsaw. Urutan
1) Siswa menyimak informasi tentang pandangan umum materi yang
disampaikan guru.
2) Siswa ahli/pakar berkumpul menjadi kelompok ahli/pakar untuk
berdiskusi dan saling bertukar pendapat.
3) Guru memberikan bantuan seperlunya sebagai mediator dan motivator.
4) Siswa kembali pada kelompok asal, dan saling mengajarkan materi yang
dimiliki (menularkan dan menerima materi dari tiap ahli).
5) Siswa bersama kelompok asal mengerjakan dan mendiskusikan lembar
kerja kelompok (LKK).
6) Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok diwakili oleh wakil
kelompok.
7) Guru bersama siswa membahas Lembar Kerja Kelompok (LKK).
8) Guru menyampaikan klarifikasi tiap kelompok untuk menghindari
terjadinya kesalahan konsep dan sekaligus sebagai evaluasi lisan.
9) Siswa diberi kesempatan bertanya tentang materi yang telah dipelajari.
10) Guru memberikan penghargaan kelompok.
3 Penutup
1) Siswa dan guru menyimpulkan materi pelajaran yang telah dipelajari.
2) Siswa mengerjakan soal tes individual, sebagai pengukuran ketercapaian.
c. Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan
tindakan berdasarkan lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi
pengelolaan pembelajaran oleh guru (dilihat dari observasi kinerja guru
dalam pembelajaran).
Data yang didapat diolah dan digeneralisasikan agar diperoleh
kesimpulan yang akurat dari semua kekurangan dan kelebihan siklus yang
telah dilaksanakan, sehingga dapat direfleksikan guna perbaikan, baik
teknik, cara penyampaian, atau hal apa pun yang mempengaruhi jalannya
proses pembelajaran dalam pelaksanaan siklus yang telah direncanakan dan
dilaksanakan.
d. Refleksi
Pada akhir siklus, dilakukan refleksi oleh guru dan peneliti serta
pengkajian aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, hal ini
dilakukan sebagai acuan dalam membuat rencana perbaikan pembelajaran
baru pada siklus-siklus berikutnya.
Refleksi diadakan agar pada pelaksanaan siklus yang baru,
perencanaan yang matang pun dapat dilaksanakan dengan maksimal.
II. Siklus II a. Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka diadakan perencanaan
ulang. Rencana yang dibuat pada prinsipnya sama dengan rencana pada
efektivitas kerja kelompok yang telah dibentuk hasil efektif dan tidak ada
keluhan siswa terhadap kelompoknya, hanya saja materi disesuaikan pada
siklus II. Dalam tahap perencanaan ini kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Menetapkan dan mendiskusikan dengan guru mitra, rancangan
pembelajaran yang akan diterapkan kepada siswa di kelas sebagai
tindakan.
2. Menyusun rencana perbaikan pembelajaran (RPP) menggunakan model
cooperative learning tipe Jigsaw sesuai dengan materi yang telah
ditetapkan.
3. Menyusun lembar LKS yang akan diberikan kepada siswa sebagai bahan
diskusi selama pembelajaran berlangsung.
4. Menyiapkan media pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran.
5. Menyiapkan lembar instrumen observasi aktivitas belajar siswa ketika
pembelajaran berlangsung.
6. Menyiapkan lembar observasi untuk melihat tindakan guru selama
pembelajaran.
7. Menyiapkan perangkat tes (soal evaluasi) sebagai alat evaluasi siswa.
b. Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah mengelola proses
belajar dengan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe
1. Kegiatan Awal
Pada kegiatan awal ini guru menyampaiakan penjelasan tentang
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebelum menampilkan fenomena dalam
kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan
sebagai tindakan apersepsi agar siswa lebih terarah dalam pelaksanaannya.
Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan awal ini
aktivitas pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan kepada siswa tentang cooperative learning tipe
Jigsaw.
2) Guru menjelaskan mengenai tugas dan kewajiban setiap anggota
kelompok dan tanggung jawab kelompok terhadap keberhasilan
kelompoknya. Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan setiap siswa
dalam suatu kelompok sebagai berikut:
a) Anggota kelompok yang pandai dituntut untuk dapat memberi
tahu temannya yang tidak mengerti atau sulit untuk menerima
materi, sedangkan anggota kelompok yang masih tidak
mengerti hendaknya bertanya kepada temannya yang mengerti
sebelum bertanya kepada guru.
b) Pada saat pembelajaran, setiap anggota kelompok duduk dalam
kelompoknya masing-masing ( kelompok asal).
3) Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok asal, yang masing- masing
kelompok terdiri dari 4 orang
4) Guru membagi kembali siswa dari masing- masing kelompok sebagai
5) Guru membagikan LKK dan materi kepada para kelompok ahli untuk
di diskusikan dengan anggota kelompok ahli.
6) Guru mempersilahkan siswa kembali ke kelompok asal dan
menjelaskan hasil diskusi materi yang di dapat dari kelompok ahli.
2. Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti, guru melakukan kegiatan mengikuti urutan
kegiatan yang ada dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang merujuk
pada tahap-tahap pelaksanaan cooperative learning tipe Jigsaw. Urutan
kegiatan pembelajaran secara garis besar adalah:
1) Siswa menyimak informasi tentang pandangan umum materi yang
disampaikan guru.
2) Siswa ahli/pakar berkumpul menjadi kelompok ahli/ pakar untuk
berdiskusi dan saling bertukar pendapat.
3) Guru memberikan bantuan seperlunya sebagai mediator dan motivator.
4) Siswa kembali pada kelompok asal, dan saling mengajarkan materi yang
dimiliki (menularkan dan menerima materi dari siswa lain/ para ahli
dalam kelompok asalnya).
5) Siswa bersama kelompok asal mengerjakan dan mendiskusikan lembar
kerja kelompok (LKK).
6) Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok diwakili oleh wakil
kelompok.
7) Guru bersama siswa membahas Lembar Kerja Kelompok (LKK).
8) Guru menyampaikan klarifikasi tiap kelompok untuk menghindari
9) Siswa diberi kesempatan bertanya tentang materi yang telah dipelajari
10) Guru memberikan penghargaan kelompok.
3. Penutup
1) Siswa dan guru menyimpulkan materi pelajaran yang telah dipelajari.
2) Siswa mengerjakan soal tes individual, sebagai pengukuran ketercapaian.
3) Guru memotivasi siswa dan menutup pelajaran
c. Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan
tindakan berdasarkan lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi
pengelolaan pembelajaran oleh guru (dilihat dari observasi kinerja guru
dalam pembelajara).
Data yang didapat diolah dan digeneralisasikan agar diperoleh
kesimpulan yang akurat dari semua kekurangan dan kelebihan siklus yang
telah dilaksanakan, sehingga dapat direfleksikan guna perbaikan, baik
teknik, cara penyampaian, atau hal apa pun yang mempengaruhi jalannya
proses pembelajaran dalam pelaksanaan siklus yang telah direncanakan dan
dilaksanakan.
d. Refleksi
Pada akhir siklus, dilakukan refleksi oleh guru dan peneliti serta
pengkajian aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, hal ini
dilakukan sebagai acuan dalam membuat rencana perbaikan pembelajaran
Refleksi diadakan agar pada pelaksanaan siklus yang baru,
perencanaan yang matang pun dapat dilaksanakan dengan maksimal.
C. Indikator Keberhasilan
Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw dikatakan berhasil apabila:
a. Ada peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran dari siklus I ke
siklus II
b. Peningkatakan hasil belajar siswa mencapai ≥ 70 % dari seluruh siswa
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan perbaikan pembelajaran
ini adalah:
1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
pembelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang
ditunjukkan dari peningkatan nilai rata-rata serta aktivitas siswa
dalam mengikuti pelajaran. Pada siklus I rata-rata aktivitas siswa
adalah 52,9 dan pada siklus II rata-rata aktivitas siswa meningkat
menjadi 79,8 dengan peningkatan sebesar 26,8.
2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
pembelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang
ditunjukkan dari peningkatan nilai rata-rata serta aktivitas siswa
dalam mengikuti pelajaran. Pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa
adalah 59,17 dan pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa
B. Saran
1. Bagi siswa, agar senantiasa membiasakan untuk belajar dan bekerja
sama dengan siswa lain, guna memperkaya ilmu pengetahuan dan
informasi yang maksimal agar memperoleh hasil belajar yang lebih
baik.
2. Bagi guru, upayakan untuk menggunakan variasi dalam
pembelajaran untuk mencegah kejenuhan siswa dalam menerima
ilmu, karena dengan adanya variasi atau hal baru yang tepat maka
siswa akan lebih antusias dan terpancing untuk aktif dalam
mengikuti pembelajaran. Selain itu, variasi dalam pembelajaran
membuat kita lebih kreatif dan berpikiran luas.
3. Bagi Sekolah, agar dapat melengkapi sarana dan prasarana yang
dapatmendukung pembelajaran guna peningkatan prestasi siswa dan
sekolah.
4. Bagi peneliti, agar dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw dalam mata pelajaran lain sehingga prestasi belajar siswa
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono.2003.Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Arikunto Suharsimi Arikunto(1992), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan: Bumi Aksara. Jakarta.
Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Basry, Samsu. http://sharingkuliahku.wordpress.com/2011/11/21/pengertian-model-pembelajaran-roleplaying. Diakses 24 Februari 2013. Pukul 11.10 WIB.
Djamarah, Syaiful Bahari.2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukativ. Rineka Cipta. Jakarta
DepDikNas.1999.Penelitian Tindakan (Action Research),Proyek Peningkatan Mutu SMU: Direktorat Dikmenum, Ditjen Dikdasmen, Depdikbud. Jakarta
DepDikNas.2003. Pendekatan Kontekstual( Contextual Teaching And Learning).: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Dirjen Dikdasmen. Jakarta
Dewi Riyanti. (2012). Peningkatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Pemeliharaan Bahan Tekstil Dengan Metode Team Asisted Individualization di SMK N 6 Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Hamalik,(1990) Reviewer: Bio Sanjaya.Rumus Menghitung Tingkat Keberhasilan KKM . http://sharingkuliahku.wordpress.com Posted on Selasa, 24 Januari 2012
Ibrahim. 2010. Kelebihan dan Kelemahan Cooperatif Tipe Jigsaw. http://azisgr.blogspot.com. Diakses 22 Mei 2012. Pukul 20.00 WIB).
Isjoni. 2009. Cooperative Learning: Alfabeta. Bandung.
Juhri. 2006. Landasan dan Wawasan Pendidikan: Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Metro. Metro.
Kusumah, Wijaya dkk. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Malta Printindo. Jakarta.
Larasati, Riska. 2005. Analisis metode pembelajaran Kooperatif tipe STAD dan pengaruhnya terhadap upaya peningkatan hasil belajar Akutansi pada pokok bahasan pencatatan transaksi perusahaan dagang mata pelajaran Akutansi pada siswa kelas II semester I SMU Negeri 7 Purworejo, Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Lie, Anita.2002. Cooperative Learning Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang –ruang kelas: Grafindo. Jakarta
Model-pembelajaran-ips.. http://dwiluky.wordpress.com,diakses , 12 februari 2011.
Moejiono & Dimyati, Moh.1993.Strategi Belajar Mengajar: Depdikbud, Ditjen.Dikti, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Jakarta
Putrayasa, 2009. Model Pembelajaran Inkuiri. http://ipotes.wordpress.com. Diakses 24 Februari 2013. Pukul 11.12 WIB).
Remy, http://abeng4531.blogspot.com/2012/10/konsep-itm.html. Diakses 24 Februari 2013 Pukul 11.02 WIB.
Sapriya, dkk. 2006. Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar IPS. UPI PRESS. Bandung.
Press. Bandung.