• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

6

Belajar merupakan kebutuhan setiap manusia, hampir semua kecakapan, ketrampilan, pengetahuan dan sikap manusia terbentuk dan berkembang karena belajar. Belajar itu sendiri pada dasarnya tidak memandang siapa yang belajar dan dimana tempatnya, sehingga siapa saja dapat melakukannya. Menurut Morgan (dalam Agus Suprijono, 2009: 3) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman. Sementara menurut Slameto (2010: 2) mengatakan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya Nana Sudjana (2010: 28) berpendapat bahwa belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses melihat, mengamati, memahami sesuatu dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman.

Menurut Witherington (dalam Hamdani, 2010: 21) yang menyebutkan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Selanjutnya Hamalik (dalam Hamdani, 2010: 20), Belajar tidak hanya mempelajari mata pelajaran, tetapi juga penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan lain, dan cita-cita.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang pengertian belajar, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang relatif dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, yang diperoleh melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Misalnya mengamati,

(2)

membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu.

2.1.2. Hasil belajar

Menurut Sudjana (2011: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Sementara Purwanto (2011: 44) memberikan definisi bahwa hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Sedangkan menurut Suprijono (2012: 5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.

Hasil belajar adalah pola-ola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan ketrampilan. Merujuk pemikiran Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009: 5), hasil belajar berupa:

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemmpuan merespons secara spesifik terhadap rangsang spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitas-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

(3)

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Bloom (Agus Suprijono, 2009: 6), hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah yaitu :

1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan/ingatan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan evaluasi

2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban/reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi

3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku.

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar dapat diperoleh dengan maksimal, tentunya seorang siswa harus mempertimbangkangan faktor – faktor yang berkaitan erat dengan pembelajaran. Menurut Nana Sudjana (2010: 39 – 41) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni:

1. Faktor dari dalam diri siswa, terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai, seperti yang dikemukakan oleh Clark pada tahun 1981 bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Selain kemampuan yang kimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

(4)

2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses balajar – mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Oleh sebab itu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2010: 54 – 72) digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern:

1. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajr meliputi:

1) Faktor Jasmaniah. Secara umum kondisi jasmani seseorang, seperti faktor kesehatan dan cacat tubuh. Hal tersebut dapat mempengaruhi proses belajar siswa dalam menerima materi pelajaran dan hasil belajarnya.

2) Faktor Psikologis. Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki keadaan dan fungsi psikologis yang berbeda-beda, hal ini tentu saja berpengaruh terhadap proses dari hasil belajar. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan siswa. 3) Faktor Kelelahan. Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk

dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Hal tersebut juga dapat mempengaruhi proses belajar siswa.

2. Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor – faktor ekstern yang dapat mempengaruhi hasil belajar individu antara lain:

1) Faktor Keluarga. Faktor keluarga dapat mempengurhi hasil belajar siswa. Faktor – faktor ini meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga,

(5)

keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tau, dan latar belakang kebudayaan.

2) Faktor Sekolah. Faktor – faktor sekolah yang mempengaruhi hasil belajar ini mencakup metode mengajar,kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siwa dengan guru, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah,

3) Faktor Masyarakat. Masyarakat merupkan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Hal ini meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Berdasarkan pendapat dari ke dua ahli tentang faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, maka dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri dari dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri sendiri (internal) dan faktor dari luar dirinya sendiri (eksternal).

2.1.4. Pengukuran Hasil Belajar

Pengukuran hasil belajar merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka – angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka (Endang Purwanti, 2008). Teknik yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa dengan menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik tes merupakan cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas. Pengukuran hasil belajar yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda merupakan tes yang menuntut siswa untuk memilih jawaban yang tepat dengan cara memberikan tanda atau menyilangnya (Endang Purwanti, 2008).

(6)

Sedangkan teknik non tes yang peneliti gunakan dalam pelelitian ini adalah observasi dan presentasi. Menurut Sudjana (2009: 109) observasi sebagai alat pengumpul data banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun buatan. Presentasi merupakan penyajian karya dari siswa dalam kelompok (Endang Poerwanti, 2008).

2.1.5. Tujuan Penilaian Hasil Belajar

Tujuan tentang penilaian hasil belajar dikemukakan oleh Kellough dan Kellough (dalam Arifin, 2012: 14) adalah untuk membantu belajar peserta didik, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik, menilai efektivitas strategi pembelajaran, menilai dan meningkatkan efektivitas program kurikulum, menilai dan meningkatkan efektivitas pembelajaran, menyediakan data yang membantu dalam membuat keputusan, komunikasi dan melibatkan orang tua peserta didik.

Selain itu Chittenden (dalam Arifin, 2012: 15) mengemukakan tujuan penilaian adalah “keeping track, checking-up, finding-out, and summing-up”. Keeping track yaitu untuk menelusuri dan melacak proses belajar peserta didik sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah ditetapkan. Checking-up yaitu untuk mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran dan kekurangan-kekurangan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Finding-out yaitu untuk mencari, menemukan, dan mendeteksi kekurangan, kesalahan, atau kelemahan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga guru dapat dengan cepat mencari alternatif solusinya. Summing-up yaitu untuk menyimpulkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil penyimpulan ini dapat digunakan guru untuk menyusun laporan kemajuan belajar ke berbagai pihak yang berkepentingan.

(7)

2.1.6. Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam 2.1.6.1.Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris ‘science’. Kata ‘science’ sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia’ yang berarti saya tahu. ‘Science’ terdiri dari social sciences (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi (Jujun Suriasumantri, 1998: 299 dalam Trianto, 2010: 136).

Menurut H.W Fowler (dalam Prihantoro, 1986: 1.3 dalam Trianto, 2010: 136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala keadaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Sedangkan Carin dan Sund (1993) dalam Puskur (2007: 3) dalam Trianto, (2010: 153), mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersususn secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.

Berdasarkan pengertian IPA yang dikemukakan beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang berhubungan dengan gejala-gejala dan didasarkan dari pengamatan dan eksperimen.

2.1.6.2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD

Menurut Sutrisno dkk, (2007: 1.29) IPA merupakan salah satu dari banyak jenis ilmu pengetahuan, mempunyai tiga aspek yaitu:

b) IPA sebagai proses

Memahami IPA berarti memahami bagaimana menghubungkan fakta-fakta untuk menginterpretasikannya. Para ilmuan mempergunakan berbagai prosedur empirik dan analitik dalam usaha mereka untuk

(8)

memahami alam semesta ini. Prosedur-prosedur tersebut disebut proses ilmiah atau proses sians.

c) IPA sebagai prosedur

IPA sebagai prosedur adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu atau penelitian.

d) IPA sebagai produk

IPA sebagai produk diartikan sebagai hasil proses yang berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah maupun luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan.

2.1.6.3. Tujuan

Berdasarkan Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar isi, tujuan pembelajaran IPA di SD/MI adalah agar siswa memiliki kemampuan:

1. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat,

3. Meningkatkan kesadaran untuk berperansera dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

2.1.6.4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas V SD dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

(9)

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA Kelas V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Energi dan Perubahannya 5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.

5.1 Mendiskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet). 5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.

2.1.6.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam pembelajaran IPA di SD menurut Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang standar isi meliputi aspek-aspek: 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan

gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

2.1.7. Model Pembelajaran Cooperative tipe Talking Stick

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai suatu kelompok atau satu tim. Sedangkan menurut Slavin 1995 (Is Joni, 2009 : 15) cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4 sampai 6 orang, secara kolaboratif sehingga merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

(10)

Pembelajaran cooperative adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas – tugas yang berstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator, menurut Lie, Anita (2002: 22).

Talking stick (tongkat berbicara) telah digunakan selama berabad – abad oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Talking stick merupakan model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat (Huda, 2013: 224). Model pembelajaran cooperative tipe talking stick merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Menurut Dahlan (2000: 120), Model pembelajaran talking stick merupakan model pembelajaran yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus dijawab. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lain secara bergiliran, demikian seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan. Sedangkan menurut Sudjana (2001: 10) menyatakan bahwa: Model pembelajaran talking stick merupakan model pembelajaran yang menggunakan alat berupa tongkat sebagai alat bantu bagi guru untuk mengajukan pertanyaan kepada siswa dengan menimbulkan suasana yang menyenangkan. Tongkat tersebut digilirkan pada siswa dan bagi siswa yang mendapatkan tongkat sesuai dengan aba-aba dari guru, maka siswa diberi pertanyaan oleh guru dan harus dijawab.

Dari beberapa pengertian tentang model pembelajaran cooperative tipe talking stick, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative tipe talking stick adalah model pembelajaran berkelompok yang menggunakan alat bantu sebuah tongkat sebagai alat penunjuk secara

(11)

bergiliran, bagi siswa yang mendapat tongkat harus menjawab pertanyaan yang diberikan guru.

2.1.8. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Cooperaive tipe Talking Stick. Talking stick merupakan model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat (Huda, 2013: 224-226). Langkah-langkah model pembelajaran cooperative tipe talking stick adalah sebagai berikut:

1. Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang.

2. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya ± 20 cm.

3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan pada kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pada buku pegangannya atau buku paketnya 4. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana. 5. Setelah siswa selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru

mempersilahkan siswa menutup bukunya.

6. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru

7. Guru memberikan kesimpulan. 8. Guru melakukan evaluasi/penilaian. 9. Guru menutup pembelajaran.

Menurut Suprijono (2009:109), Langkah – langkah model pembelajaran cooperative tipe talking stick adalah sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan sebuah tongkat

2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, pada saat menjelaskan guru dapat melakukan tanya jawab.

3. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangan atau paketnya.

(12)

4. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.

5. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, siswa diajak untuk beryanyi bersama-sama sambil belajar.

6. Setelah itu tongkat diputar, apabila guru berkata stop maka siswa yang membawa tongkat harus menjawab pertanyaan dari guru. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan guru.

7. Guru memberikan kesimpulan. 8. Evaluasi.

9. Penutup

2.1.9. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Talking Stick.

Model pembelajaran cooperative tipe talking stik memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan penerapan model pembelajaran cooperative tipe talking stick adalah menguji kesiapan siswa, memotivasi keberanian siswa, membuat siswa aktif, melatih keterampilan siswa dalam membaca dan memahami materi pelajaran dengan cepat, menarik perhatian seluruh siswa, mengajak siswa untuk terus siap dalam situasi apa pun, membuat pembelajaran menjadi menyenangkan bagi siswa. Sedangkan kekurangan penerapan model pembelajaran cooperative tipe talking stick adalah membuat siswa terkejut dan masing-masing siswa mempunyai mental yang tinggi.

2.1.10. Hubungan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Talking Stick dengan Hasil Belajar Siswa.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan sesamanya dalam suatu kelompok belajar untuk mencapai tujuan belajar dan guru bertindak sebagai fasilitator. Model pembelajaran cooperative

(13)

tipe talking stick merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan menguji kesiapan siswa dalam menjawab pertanyaan untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pembelajaran ini dilakukan secara berkelompok.

Hasil belajar oleh Bloom diklasifikasikan ke dalam tiga ranah, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Berdasarkan ketiga ranah tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam model pembelajaran cooperative tipe talking stick terdapat kegiatan yang aktif antara siswa dan guru selama proses belajar. Model pembelajaran cooperative tipe talking stick merupakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Dengan model ini siswa dapat menunjukkan keberaniannya untuk mengungkapkan pendapatnya di depan kelas dan melatih mental siswa untuk siap pada kondisi dan situasi apapun. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran cooperative tipe talking stick. diharapkan dapat mengatasi permasalahan pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh:

1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Atik Lestari pada tahun 2012 tentang “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Talking Stick pada Siswa Kelas IV SDN Tlogowungu Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung Tahun Pelajaran 2011/2012”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa melalui model pembelajaran Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar dan adanya perubahan pada kebiasaan siswa dimana mereka malu pada saat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Hal ini ditunjukan oleh skor rata-rata pada siklus I adalah 71 dengan skor tertinggi 90 dan skor terendah 45, sedangkan skor rata-rata pada siklus II adalah 85 dengan skor tertinggi 100 dan skor terendah 55.

(14)

2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Priscilia Pitantri pada tahun 2013 tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Talking Stick pada Siswa Kelas 4 Semester 2 SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2012/2013”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa melalui pembelajaran Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Hal ini ditunjukkan hasil belajar oleh skor rata-rata pada siklus 1 sebesar 70,5, dengan skor tertinggi yang dicapai siswa 93 dan skor terendah 47, sedangkan skor rata-rata pada siklus II adalah 79 dengan skor tertinggi yang dicapai siswa 100 dan skor terendah 47.

2.3 Kerangka berfikir

Dalam proses belajar mengajar guru memiliki peranan yang dominan untuk membangkitkan minat belajar siswa, sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam upaya membangkitkan hasil belajar siswa guru harus memiliki skil dalam mengolah proses pembelajaran yang menyenangkan diantaranya dengan menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif. Salah satu faktor yang diangkat dalam penelitian ini adalah model pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Untuk mengimplementasikan model dan rencana pembelajaran digunakanlah model pembelajaran cooperative tipe talking stick. Kerangka berfikirnya dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:

(15)

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dijabarkan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

“Penggunaan model pembelajaran cooperative tipe talking stick diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 3 Gandon Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung Semester II tahun pelajaran 2013/2014.” Tinda kan Guru sudah menerapkan model pembelajaran cooperative tipe talking stick. Siklus I Menerapkan model pembelajaran cooperative tipe

talking stick. dalam pelajaran IPA.

Siklus II Menerapkan model pembelajaran

cooperative tipe

talking stick. dalam pelajaran IPA. Kondisi Akhir Diduga dengan menerapkan model pembelajaran

cooperative tipe talking

stick dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 3 Gandon Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Kondisi awal Guru

Guru belum menerapkan model pembelajaran cooperative tipe talking stick.

Siswa Hasil belajar IPA rendah..

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN BULANAN PT BANK RABOBANK INTERNATIONAL INDONESIA.. Noble House

Terhadap masalah tugas yang diberikan selama PKL, solusi yang penulis tawarkan yaitu agar prodi bekerjasama dengan pembimbing di tempat magang dalam menentukan tugas yang

Meskipun secara umum pada penelitian ini rata-rata pengetahuan gizi seimbang catin masih kurang, namun dengan kemampuan akses yang mereka miliki akan mampu menciptakan

Microsft Excel adalah suatu program aplikasi yang berupa kolom dan lajur elektronik yang di tunjukan untuk mengolah dokumen yang berupa angka, dimana angka

Salah satunya model jaring laba-laba (webbed model), penggunaan model pembelajaran di dalam kegiatan belajar mengajar dikelas dapat membantu guru dalam menyampaikan

Iodine atau iodium merupakan komponen penting dari hormon tiroid, dan asupan iodium yang memadai sangat diperlukan untuk fungsi normal tiroid.. Asupan iodium dari

matba való belépést kívánja tőlünk. Bármely művet csakis más alkotásokhoz képest  lehet  olvasni. Továbbá  „egy  adott  irodalmi  mű  minősége 

Hasil dari data diatas bahwa F Hitung 0.889 > F Tabel 3,09 serta berdasarkan dari table model summary diperoleh nilai probabilitas (sig.F change) = 0.00 <