• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW DAN SNOWBALLING DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN MEMORI SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW DAN SNOWBALLING DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN MEMORI SISWA"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN

JIGSAW

DAN

SNOWBALLING

DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR

DAN KEMAMPUAN MEMORI SISWA

(Studi Kasus Pada Materi Sistem Pencernaan Manusia Untuk Siswa Kelas VIII SMP Negeri I Baki Sukoharjo Tahun Ajaran 2009/2010)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama Pendidikan Biologi

Oleh :

Arin Nurhayati S830908002

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

PERSETUJUAN

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN

JIGSAW

DAN

SNOWBALLING

DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR

DAN KEMAMPUAN MEMORI SISWA

(Studi Kasus Pada Materi Sistem Pencernaan Manusia Untuk Siswa Kelas VIII SMP Negeri I Baki Sukoharjo Tahun Ajaran 2009/2010)

Disusun Oleh:

Arin Nurhayati S 830908002

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Sugiyarto, M.Si ... ……… NIP. 196704301992031002

Pembimbing II Dr. Sarwanto, M.Si ... .………….. NIP. 196909011994031002

Mengetahui

Ketua Program Pendidikan Sains

(3)

commit to user

PENGESAHAN

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN

JIGSAW

DAN

SNOWBALLING

DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR

DAN KEMAMPUAN MEMORI SISWA

(Studi Kasus Pada Materi Sistem Pencernaan Manusia Untuk Siswa Kelas VIII SMP Negeri I Baki Sukoharjo Tahun Ajaran 2009/2010)

Disusun oleh : Arin Nurhayati

S 830908002

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd ... ...

Sekretaris Dra. Soeparmi, M.A, Ph.D ... ...

Anggota Penguji

1. Dr. Sugiyarto, M.Si ... ...

2. Dr. Sarwanto, M.Si ... ... Mengetahui

Direktur Ketua

Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Sains

(4)

PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini, saya : Nama : Arin Nurhayati

NIM : S 830908002

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Penggunaan Model Pembelajaran Jigsaw Dan Snowballing Ditinjau Dari Motivasi Belajar Dan Kemampuan Memori Siswa ( Studi Kasus Pada Materi Sistem Pencernaan Manusia Untuk Siswa Kelas VIII SMP Negeri I Baki Sukoharjo Tahun Ajaran 2009/2010) adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Agustus 2010 Yang membuat pernyataan

Arin Nurhayati

(5)

commit to user

MOTTO

- Segala sesuatu yang baik awali dengan niat, yakin, berani mencoba, depend on Allah, dan bersyukur dengan apa yang sudah diberikan Allah.

(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillahirobbil’alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya, sehingga laporan penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penelitian ini disusun dalam rangka mendapatkan legalitas formal untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sains minat utama Biologi Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penelitian ini tidak terlepas dari dorongan, bimbingan, bantuan dan saran dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr. Sp.KJ.(K) selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk belajar pada Program Pascasarjana.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, selaku Direktur Pascasarjana UNS, Surakarta, yang telah memberikan motivasi sampai terselesainya laporan penelitian ini. 2. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Sains yang telah memberikan bimbingan sampai terselesainya laporan penelitian ini.

3. Dr. Sugiyarto, M.Si, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan sampai terselesainya laporan penelitian ini.

(8)

commit to user

5. Para dosen Program Studi Pendidikan Sains, yang telah memberikan bimbingan sampai terselesainya laporan penelitian ini.

6. Kepala SMP Negeri Grogol 1 yang telah memberikan ijin try out instrumen dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan try out instrumen.

7. Kepala SMP Negeri 1 Baki yang telah memberikan ijin penelitian dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains yang telah memberikan semangat dan dorongan sampai terselesainya laporan penelitian ini.

Atas segala dorongan, bimbingan, bantuan dan saran, penulis hanya bisa memohon pada Allah SWT untuk melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis selalu meminta masukan dari berbagai pihak dan penulis berharap laporan penelitian ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Agustus 2010 Penulis

(9)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 12

A. Kajian Teori ... 12

B. Penelitian yang Relevan ... 47

C. Kerangka Berpikir ... 49

D. Hipotesis ... 55

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 57

B. Populasi dan Sampel... 58

(10)

commit to user

D. Variabel Penelitian ... 59

E. Rancangan Penelitian ... 61

F. Langkah-Langkah Penelitian ... 63

G. Teknik Pengumpulan Data ... 64

H. Instrumen Penelitian ... 64

I. Uji Coba Instrumen Pengambilan Data ... 65

J. Teknik Analisis Data ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... .... 83

A. Deskripsi Data ... 83

B. Uji Prasyarat Analisis ... 89

C. Pengujian Hipotesis ... 91

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 95

E. Keterbatasan Penelitian ... 108

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Implikasi ... 112

C. Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(11)

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 57

Tabel 3.2. Rancangan Penelitian ... 62

Tabel 3.3. Hasil Validitas Butir Soal ... 67

Tabel 3.4. Hasil Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 69

Tabel 3.5. Kriteria Soal ... 70

Tabel 3.6. Hasil Daya Beda Butir Soal ... 71

Tabel 3.7. Hasil Validitas Butir Soal Motivasi Belajar ... 72

Tabel 3.8. Rangkuman Analisis Variansi Tiga Jalan ... 80

Tabel 4.1 Jumlah Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Rendah dan Tinggi.. ... 84

Tabel 4.2 Jumlah Siswa yang Memiliki Kemampuan Memori Rendah dan Tinggi ... 85

Tabel 4.3 Deskripsi Data Prestasi Belajar ... 85

Tabel 4.4 Distribusi Data Prestasi Belajar Kelas Jigsaw ... 86

Tabel 4.5 Distribusi Data Prestasi Belajar Kelas Snowballing ... 87

Tabel 4.6 Jumlah Sebaran Jumlah Siswa Masing-Masing Kelompok ... 88

Tabel 4.7 Rangkuman Uji Normalitas ... 89

Tabel 4.8 Rangkuman Uji Homogenitas ... 90

(12)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1. Histogram Prestasi Belajar Kelas Jigsaw ... 86 Gambar 4.2. Histogram Prestasi Belajar Kelas Snowballing ... 88 Gambar 4.10 Grafik Interaksi Antara Model Pembelajaran Dengan kemampuan

(13)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

Lampiran 1 : Silabus ... 118

Lampiran 2a : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Jigsaw ... 121

Lampiran 2b : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Snowballing ... 124

Lampiran 3a : Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar Try Out ... 128

Lampiran 3b : Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar (Penelitian) ... 129

Lampiran 4a : Angket Motivasi Belajar Try Out ... 130

Lampiran 4a : Angket Motivasi Belajar (Penelitian)... 140

Lampiran 5a : Tes Kemampuan Memori ... 149

Lampiran 5b : Daftar 20 Benda dan 20 Kata ... 150

Lampiran 6a : Kisi-Kisi Tes Prestasi Belajar Try Out ... 151

Lampiran 6b : Kisi-Kisi Tes Prestasi Belajar (Penelitian) ... 152

Lampiran 7a : Tes Prestasi Belajar Try Out ... 153

Lampiran 7b : Tes Prestasi Belajar (Penelitian)... ... 158

Lampiran 8 : Data Siswa ... 163

Lampiran 9 : Hasil Uji Validitas Tes Prestasi Belajar ... 164

Lampiran 10 : Data Try Out Angket Motivasi Belajar ... 183

Lampiran 11 : Data Penelitian ... 191

Lampiran 12 : Perhitungan Uji Matching ... 192

Lampiran 13 : Data Prestasi Belajar Kelompok Jigsaw ... 194

Lampiran 14 : Data Prestasi Belajar Kelompok Snowballing ... 195

(14)

commit to user

Lampiran 16 : Uji Normalitas Prestasi Belajar Siswa Kelompok

Snowballing ... 199

Lampiran 17 : Uji Normalitas Prestasi Belajar Siswa Kelompok Motivasi Rendah ... 201

Lampiran 18 : Uji Normalitas Prestasi Belajar Siswa Kelompok Motivasi Tinggi ... 203

Lampiran 19 :Uji Normalitas Prestasi Belajar Siswa Kelompok Kemampuan Memori Rendah ... 205

Lampiran 20 :Uji Normalitas Prestasi Belajar Siswa Kelompok Kemampuan Memori Tinggi ... 207

Lampiran 21 :Uji Homogenitas Tes Prestasi Belajar... 209

Lampiran 22 :Tabel Kerja Homogenitas Prestasi Antar Kelompok Motivasi ... 211

Lampiran 23 :Tabel Kerja Homogenitas Prestasi Antar Kelompok Kemampuan Memori ... 213

Lampiran 24 : Analisis Variansi Tiga Jalan Frekuensi Sel Tak Sama... 216

Lampiran 25 : Foto-Foto Penelitian ... 221

(15)

ABSTRAK

Arin Nurhayati, S830908002. “Penggunaan Model Pembelajaran Jigsaw dan

Snowballing Ditinjau dari Motivasi Belajar dan Kemampuan Memori Siswa

(Studi Kasus Pada Materi Sistem Pencernaan Manusia Untuk Siswa Kelas VIII SMP Negeri I Baki Sukoharjo Tahun Ajaran 2009/2010)”. Tesis. Pembimbing I: Dr. Sugiyarto, M.Si, Pembimbing II: Dr. Sarwanto, M.Si. Prodi Magister Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010.

Pembelajaran IPA menuntut adanya peran aktif siswa dan cara berfikir kooperatif. Untuk itu dalam pembelajaran IPA perlu penerapan pembelajaran kooperatif dengan memperhatikan karakteristik siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif Jigsaw dan

Snowballing, dari motivasi belajar dan kemampuan memori siswa terhadap

prestasi belajar.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial 2x2x2. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Baki (270 siswa). Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik cluster

random sampling yang terdiri dari dua kelas (67 siswa). Kelas eksperimen

pertama (VIIIC) mendapatkan perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif

Jigsaw dan kelas eksperimen kedua (VIIIB) mendapatkan perlakuan dengan model

pembelajaran kooperatif Snowballing. Pengumpulan data menggunakan teknik tes untuk prestasi belajar dan kemampuan memori, angket untuk motivasi belajar. Uji hipotesis penelitian ini menggunakan analisis variansi tiga jalan dengan isi sel tak sama. Uji komparasi ganda pada interaksi antar variabel menggunakan metode

Scheffe.

(16)

commit to user

ABSTRACT

Arin Nurhayati, S830908002. "The Use of Jigsaw and Snowballing learning models over viewed from student’s learning Motivation and the memory capasity (A Case Study of Human Digestive System for students in grade VIII, Semester 1 State Junior High School 1 Baki, Academic Year 2009/2010)." Thesis. Advisor I: Dr. Sugiyarto, M.Si, Advisor II: Dr. Sarwanto, M.Si. Science Education Program, Postgraduate Study Program, Sebelas Maret University, Surakarta, 2010.

Science learning demanded the existence of the active role and cooperative thinking of Student. Therefore, in science learning it is necessary to apply the cooperative learning and consider the student characteristics. The research purpose is to know the effect of Jigsaw and Snowballing learning models, learning motivation and memory capacity of students toward student achievement.

This research used experimental method, with the factorial design of 2x2x2. The population was all eighth grade students of State Junior High School 1 Baki (270 students). The samples of the research consisted of 2 classes (67 students) which were taken randomly by using a cluster random sampling technique. The first experimental class (VIIIC) treated with Jigsaw learning model

and second experimental class (VIIIB) treated with the Snowballing leraning

model. The data was collected using test for student achievement and the memory capacity and questionere for learning motivation. The hypotheses were tested using Anova and continued by comparison test with Scheffe method.

From the data analysis can be concluded that 1) The achievement of student who learnt using Jigsaw was higher than them who learnt using

Snowballing (Fcalculated = 6,939 > Ftable = 4,00); 2) The achievement of students

who have higher learning motivation was higher than those who have lower learning motivation (Fcalculated = 33,164 > Ftable = 4,00); 3) The achievement of

students who have higher memory capacity was higher (Fcalculated 33,941 > Ftable =

4,00); 4) there was no interaction between the learning model with the learning motivation (Fcalculated = 2,758 < Ftable = 4,00); 5) there was interaction between

learning model with the memory capacity on student achievement (Fcalculated =

4,375 > Ftable = 4,00); 6) there was no interaction between learning motivation

with the memory capacity on science learning achievement (Fcalculated = 2,977 <

Ftable = 4,00); 7) There was no interaction between cooperative learning with

learning motivation and the memory capacity on science learning achievement

(Fcalculated 0,303 < Ftable = 4,00).

(17)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan di sekolah mempunyai tujuan untuk mengubah siswa agar dapat memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap pelajar sebagai bentuk perubahan perilaku hasil belajar. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (dalam Wina Sanjaya, 2007: 2) menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut Muhibbin Syah (2008: 10) pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

(18)

perbaikan proses pembelajaran. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang pembelajaran di sekolah telah muncul dan berkembang seiring dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Guru mempunyai peran yang penting dalam proses pembelajaran, karena pada saat mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Selama proses pembelajaran, guru harus menjadi contoh bagi siswa, membimbing siswa, melatih ketrampilan intelektual maupun ketrampilan motorik siswa, memotivasi siswa, membentuk siswa memiliki kemampuan inovatif dan kreatif, dan sebagainya. Siswa juga mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran, tanpa adanya siswa tidak akan terjadi interaksi antara siswa dengan guru. Menurut Muhibbin Syah (2008: 237) menyatakan bahwa proses belajar mengajar adalah sebuah kegiatan yang integral (utuh terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Dalam kesatuan kegiatan ini terjadi interaksi yakni hubungan antara guru dengan para siswa dalam situasi pengajaran.

(19)

yang baru mereka pelajari ke dalam satu pelajaran yang ada dalam kehidupan nyata. Siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan kondisi belajar yang aktif biasanya siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar diharapkan dapat maksimal.

Agar tercipta perilaku belajar siswa yang aktif, guru dapat menggunakan pembelajaran kooperatif. Belum banyak inovasi pembelajaran yang dilakukan guru, padahal mereka sudah mengenal bermacam-macam model pembelajaran kooperatif. Model-model pembelajaran kooperatif diantaranya seperti, STAD, NHT, TPS, TGT, Jigsaw, Snowballling dan sebagainya.. Menurut Wina Sanjaya (2007: 242) pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan yang positif.

(20)

kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran koooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan ketrampilan.

Guru dapat menggunakan beberapa model pembelajaran kooperatif, diantaranya model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing. Pembelajaran Jigsaw

merupakan model pembelajaran yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan model pembelajaran ini antara lain, model pembelajaran ini dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain, materi pelajaran dapat dibagi menjadi beberapa sub materi, ada pembagian tugas dalam setiap kelompok, mengajarkan sikap kepemimpinan kepada siswa, masing-masing siswa mempunyai tanggung jawab yang sama besarnya, siswa dapat menguasai hampir semua materi pelajaran karena antar siswa saling mengajari.

Menurut Isjoni (2007: 54) pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Aronson (dalam Isjoni 2007: 54) dalam pembelajaran Jigsaw,

kelas dibagi menjadi suatu kelompok kecil yang heterogen yang diberi nama tim

Jigsaw dan materi dibagi sebanyak kelompok menurut anggota timnya. Tiap-tiap

(21)

atau rekan yang terdiri dari seluruh siswa dikelas yang mempunyai bagian informasi yang sama. Di grup ahli, siswa saling membantu mempelajari materi dan mempersiapkan diri untuk tim Jigsaw. Setelah siswa mempelajari materi di grup ahli, kemudian mereka kembali ke tim Jigsaw untuk mengajarkan materi tersebut kepada teman setim dan berusaha untuk mempelajari sisa materi. Sebagai kesimpulan dari pelajaran tersebut siswa dengan bebas memilih kuis dan diberikan nilai individu.

Pembelajaran Snowballing (bola salju) merupakan model pembelajaran yang digunakan untuk mendapat jawaban yang dihasilkan dari diskusi siswa secara bertingkat. Pembelajaran ini dimulai dari kelompok kecil kemudian dilanjutkan dengan kelompok yang lebih besar sehingga pada akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara berkelompok. Menurut Sunarto (2009, Sunartombs.wordpress.com//metode-snowballing-bola-salju/-) menyatakan bahwa dinamakan Snowballing dikarenakan dalam pembelajaran siswa melakukan tugas individu kemudian berpasangan. Dari pasangan tersebut kemudian mencari pasangan yang lain sehingga semakin lama anggota kelompok semakin besar bagai bola salju yang menggelinding.

(22)

guru SMPN 1 Baki, Markamsih (2009) menyatakan bahwa proses pembelajaran di SMPN 1 Baki masih banyak penggunaan metode yang statis yaitu ceramah, masih rendahnya prestasi belajar siswa pada bidang studi IPA.

Prestasi belajar siswa yang kurang memuaskan, menggambarkan bahwa nilai siswa belum tuntas, masih dibawah KKM. Menurut Markamsih (2009) hasil belajar siswa kelas VIIIG belum memuaskan, terbukti dari hasil ulangan harian dengan nilai rata-rata 55,16, nilai tertinggi 87 dan nilai terendah 30. Dari 38 siswa yang belum tuntas sebanyak 15 anak dan yang sudah tuntas 23 anak. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat prestasi belajar siswa rendah. Rendahnya prestasi belajar siswa ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor dari dalam diri siswa sendiri, orang tua, guru, pengaruh lingkungan sekolah dan lingkungan belajar siswa. Faktor dari dalam diri siswa antara lain minat, motivasi belajar siswa, cara belajar siswa, kecerdasan, kemampuan memori siswa dan sebagainya. Sedangkan faktor dari lingkungan sekolah dan lingkungan belajar siswa antara lain cara mengajar guru, model pembelajaran yang digunakan oleh guru, suasana lingkungan bergaul siswa dan sebagainya.

(23)

Snowballing juga berdasarkan pemikiran bahwa siswa kelas VIII sudah memiliki kemampuan berdiskusi dengan orang lain dan memiliki pengetahuan tentang sistem pencernaan manusia meskipun pengetahuan yang dimiliki terbatas yang dapat digunakan untuk membantu mempermudah ketika berdiskusi dengan temannya. Penelitian ini merupakan studi kasus pada pokok bahasan Sistem Pencernaan Manusia, pada materi ini sangat membutuhkan kemampuan untuk mengingat daripada isi dari materi itu sendiri. Selain itu sistem pencernaan makanan merupakan materi pelajaran yang bersifat abstrak, menyangkut sistem organ yang berada di dalam tubuh manusia.

Penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw dan Snowballing dalam proses pembelajaran pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain penerapan model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing, pada penelitian ini juga meninjau dari aspek motivasi belajar siswa dan kemampuan memori siswa. Motivasi belajar siswa bervariasi antara rendah, sedang, dan tinggi. Ketiga kategori motivasi belajar siswa tersebut belum sepenuhnya dijadikan landasan dalam membelajarkan siswa. Demikian juga dengan kemampuan memori siswa yang bervariasi antara rendah, sedang, dan tinggi. Kemampuan memori siswa yang berbeda-beda tersebut kurang mendapatkan perhatian dari guru. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis ingin meningkatkan prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah Jigsaw dan Snowballing

(24)

B. Identifikasi Masalah

Berikut ini akan diidentifikasi permasalahan pembelajaran di SMPN I Baki antara lain:

1. Masih terdapat guru mata pelajaran IPA yang menggunakan model pembelajaran ceramah yaitu dengan menjelaskan materi pelajaran secara langsung di kelas, sehingga banyak siswa yang merasa bosan dan kurang semangat untuk belajar;

2. Belum banyak inovasi pembelajaran yang dilakukan guru, padahal mereka sudah mengenal bermacam-macam model pembelajaran misalnya STAD, NHT, TPS, TGT, Jigsaw, Snowballling dan sebagainya;

3. Siswa kurang fokus dalam proses pembelajaran;

4. Kemampuan memori siswa berbeda-beda dan guru kurang memperhatikan kemampuan memori siswa tersebut;

5. Motivasi belajar siswa bervariasi antara rendah, sedang, dan tinggi belum sepenuhnya dijadikan landasan dalam membelajarkan siswa;

6. Sebagian hasil prestasi belajar IPA siswa kurang maksimal sehingga prestasinya kurang memuaskan, karena siswa belum belajar tekun dan guru kurang memperhatikan kondisi awal siswa yang berbeda-beda seperti kemampuan memori, kreativitas siswa, dan sebagainya.

(25)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, masalah dibatasi pada hal berikut ini: 1. Penggunaan model pembelajaran dibatasi pada model pembelajaran Jigsaw

dan Snowballing;

2. Motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran dibatasi pada motivasi belajar tinggi dan rendah;

3. Kemampuan memori siswa dalam mengikuti pembelajaran dibatasi pada kemampuan memori tinggi dan rendah;

4. Prestasi belajar dibatasi prestasi IPA pada aspek kognitif untuk materi Sistem Pencernaan Manusia.

D. Perumusan Masalah

Untuk memberi arah penelitian agar lebih terarah yang akhirnya mendapatkan hasil yang sesuai dengan tema, maka berdasarkan uraian latar belakang masalah diambil perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran Jigsaw dan

Snowballing terhadap prestasi belajar IPA?

2. Apakah ada pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA?

3. Apakah ada pengaruh kemampuan memori siswa terhadap prestasi belajar IPA?

4. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA?

5. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing

(26)

6. Apakah ada interaksi antara motivasi belajar dengan kemampuan memori siswa terhadap prestasi belajar IPA?

7. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing

dengan motivasi belajar dan kemampuan memori siswa terhadap prestasi belajar IPA?

E. Tujuan Penelitian

Berikut ini akan diuraikan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. pengaruh penggunaan model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing terhadap

prestasi belajar IPA;

2. pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA;

3. pengaruh kemampuan memori siswa terhadap prestasi belajar IPA;

4. interaksi antara model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA;

5. interaksi antara model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing dengan kemampuan memori siswa terhadap prestasi belajar IPA;

6. interaksi antara motivasi belajar dengan kemampuan memori siswa terhadap prestasi belajar IPA;

7. interaksi antara model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing dengan motivasi belajar dan kemampuan memori siswa terhadap prestasi belajar IPA.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

(27)

lebih efektif untuk meningkatkan prestasi belajar IPA. 2. Manfaat Teoritis

a. mengetahui pengaruh model Jigsaw dan Snowballing ditinjau dari motivasi belajar dan kemampuan memori siswa terhadap prestasi belajar IPA;

b. memberikan sumbangan teoritis untuk penelitian berikutnya;

(28)

commit to user

12 BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, HIPOTESIS A. Kajian Teori

1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar menurut Reber dalam Muhibbin Syah (2008: 91) belajar ada dua macam definisi. Pertama, belajar adalah the process of acquiring knowlegde, yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah a relatively permenent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced

practise, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng

sebagai hasil latihan yang diperkuat.

Menurut Gagne (dalam Ratna Wilis 1989: 11) belajar adalah suatu proses perubahan perilaku organisme sebagai akibat pengalaman. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar IPA yang terpenting adalah pengalaman yang dapat membuat perubahan tingkah laku, bentuk tingkah laku yang dapat diamati

(observabel) dan dapat diukur.

(29)

Menurut Winkel (2007) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu baik pengetahuan, keterampilan, sikap, tingkah laku maupun kemandirian dalam diri seseorang. b. Teori-Teori Belajar

1). Teori Konstruktivisme

Menurut Piaget, pengetahuan fisik dan pengetahuan logika matematik tidak dapat secara utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa. Dengan lain perkataan pengetahuan fisik dan begitu pula pengetahuan logika-matematik tidak dapat diteruskan dalam bentuk sudah jadi. Setiap anak harus membangun sendiri pengetahuan-pengetahuan itu, pengetahuan-pengetahuan itu harus dikonstruksi sendiri oleh anak.

Beberapa hal yang termasuk dalam model konstruktivis dalam mengajar antara lain: a) memperkenalkan kegiatan yang layak dan menarik, dan para siswa diberi kebebasan untuk menolak saran-saran guru. b) menekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah dan demikian pula pemecahannya. c) menganjurkan siswa untuk saling berinteraksi. d) menghindari istilah-istilah teknis dan menekankan berpikir. e) menganjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri. (Ratna Wilis, 1989)

(30)

secara edukatif baik bagi siswa yang mengajarkan dan bagi siswa yang diajari. Pendekatan ini dapat diimplementasikan dalam model pembelajaran Jigsaw dan

Snowballing. Karena pada model pembelajaran Jigsaw siswa diminta diskusi

kelompok untuk membahas dan menyelesaikan tugas dari guru. Siswa dipisahkan ke dalam kelompok “ahli” dan kelompok ’Jigsaw’. Setelah kelompok ahli selesai membahas dan menyelesaikan tugas, kelompok ahli akan kembali ke kelompok

Jigsaw dan menjelaskan kepada kelompok Jigsaw. Sedangkan implementasinya

dalam model pembelajaran Snowballing yaitu tidak jauh berbeda dengan model pembelajaran Jigsaw. Karena pada model pembelajaran Snowballing didalamnya berupa diskusi bertingkat, dimulai dari kelompok kecil sampai kelompok besar untuk membahas dan menyelesaikan tugas dari guru.

Beberapa hal mengenai model konstruktivis dalam mengajar yang telah disebutkan di atas sudah tercakup dalam model pembelajaran Jigsaw dan

Snowballing sebagai implementasinya. Karena model pembelajaran Jigsaw dan

Snowballing merupakan model pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan

(31)

Uraian di atas mengenai implementasi teori belajar konstruktivisme terhadap variabel bebas yaitu model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing. Selanjutnya akan dibahas implementasi teori belajar konstruktivisme terhadap variabel moderator yaitu motivasi belajar dan kemampuan memori siswa sebagai berikut: pada dasarnya implementasi teori belajar konstruktivisme terhadap variabel moderator yaitu motivasi belajar dan kemampuan memori siswa sudah tercakup sekaligus dalam implementasi teori belajar konstruktivisme terhadap variabel bebas yaitu model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing. Karena ketika siswa dihadapkan pada kegiatan belajar yang menarik seperti diskusi kelompok, kemudian menciptakan pertanyaan dan menyelesaikan tugas dan pertanyaan dengan saling berinteraksi dengan siswa maka akan timbul dorongan/motivasi dari dalam diri siswa untuk bekerja sama dalam berinteraksi untuk menyelesaikan tugas dan pertanyaan dari guru. Entah itu ada yang ingin mendapatkan prestasi yang baik maupun hanya sekedar menyelesaikan tugas dan pertanyaan. Namun mereka sudah termotivasi bekerja sama untuk menyelesaikan tugas dan pertanyaan. Sedangkan implementasinya terhadap kemampuan memori yaitu ketika siswa membangun pengetahuannya sendiri, maka siswa perlu kemampuan memori atau daya ingatan untuk menerima, memasukkan (learning), menyimpan

(retention), dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal pengetahuan yang

telah diperoleh.

(32)

terhadap kemampuan memori yaitu dalam menciptakan suatu pertanyaan dan menjawab atau menyelesaikan tugas dan pertanyaan kemudian dalam menekankan berpikir, serta berpikir dengan cara mereka sendiri. Semua itu memerlukan kerja kemampuan memori atau daya ingatan yang berbeda-beda dari setiap siswa. Dalam Teori belajar konstruktivisme, setiap anak harus membangun sendiri pengetahuan. Ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat memperlihatkan kepada siswa proses-proses jalannya makanan melalui saluran-salauran pencernaan dengan menggunakan alat-alat bantu atau peraga yang melambangkan sistem pencernaan manusia, sehingga siswa dapat melihat, mengamati, bereksperimen, dan menyimpulkan proses pencernaan makanan pada manusia.

2). Teori Belajar Kognitif

Menurut Bruner, proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode atau fase yaitu fase informasi (tahap penerimaan materi), fase transformasi (tahap pengubahan materi), fase evaluasi (tahap penilaian materi). Dalam fase informasi, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Dalam fase transformasi, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Dalam fase evaluasi, seorang siswa akan menilai sendiri pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan tadi) supaya dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan masalah yang dihadapi. (Muhibbin Syah, 2008: 113)

(33)

siswa, maka siswa berarti telah memperoleh informasi baru mengenai penyampaian materi belajar melalui cara relajar yang berbeda dari sebelumnya. Sehingga akan terjadi transformasi informasi dalam hal ini yang bekerja adalah kemampuan memori siswa dan siswa akan termotivasi dari kegiatan pembelajaran tersebut. Dan hasilnya akan terlihat dari kesimpulan yang mereka peroleh dari kegiatan pembelajaran tersebut yang berupa relevansi dan ketepatan pengetahuan.

(34)

Dari ketiga hal mengenai pertumbuhan kognitif diatas, implementasinya terhadap variabel bebas (model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing) dan variabel moderator (motivasi belajar dan kemampuan memori siswa) adalah sebagai berikut: ketika model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing diterapkan pada siswa maka siswa kemungkinan akan mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang berubah-ubah. Lingkungan stimulus yang berubah-ubah ini bisa dikatakan kegiatan pembelajaran yang berubah dari kegiatan pembelajarn yang biasa misalnya ceramah, kemudian diganti dengan kegiatan pembelajaran yang menarik dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing.

Akan tetapi ada kemungkinan juga siswa belajar mengubah responnya dalam lingkungan stimulus yang tidak berubah. Hal ini bisa saja terjadi bila dalam beberapa pertemuan kegiatan pembelajarannya selalu menggunakan model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing. Secara tidak langsung adanya stimulus lingkungan yang berpengaruh terhadap respons akan melibatkan kemampuan memori siswa atau daya ingat siswa bekerja dalam hal ini. Karena kemampuan memori siswa akan menterjemahkan stimulus yang datang.

Implementasi yang selanjutnya adalah meningkatkan kemampuan siswa untuk bertindak atas informasi baru yang diperoleh. Hal ini dapat ditunjukkan pada meningkatnya kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam pembelajaran Jigsaw

dan Snowballing. Dari sinilah kemampuan memori berfungsi untuk menyimpan

(35)

siswa yang lain ketika dalam proses pembelajaran Jigsaw dan Snowballing. Menghasilkan pendapat dengan kata-katanya sendiri tentunya tidak lepas dari fungsi kemampuan memori siswa. Dari sini siswa juga termotivasi untuk belajar bersama-sama siswa lainnya, serta berani mengungkapkan pendapatnya.

3). Teori Belajar Sosial

Menurut Albert Bandura, “seseorang belajar tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya, atau oleh stimulus-stimulus yang datang dari lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi timbal balik dari determinan-determinan individu dan determinan-determinan-determinan-determinan lingkungan” (Martinis Yamin, 2008: 110). Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori belajar sosial akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforsemen eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami cara kita belajar dari orang lain.

(36)

lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya.

Implementasi teori belajar sosial terhadap variabel bebas (model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing) dan variabel moderator (motivasi belajar dan kemampuan memori siswa) adalah sebagai berikut: melalui model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing siswa dapat menunjukkan keahlian yang kompleks dan dapat memahami cara belajar dari orang lain dengan saling berinteraksi sesama siswa. Konsep utama dari teori belajar sosial yaitu: a) pemodelan, b) fase belajar: fase perhatian, fase retensi, fase reproduksi, fase motivasi, c) belajar vicarious, d) pengaturan –sendiri.

Dari sebagian konsep utama teori belajar sosial yaitu pemodelan dan fase belajar, implementasi secara keseluruhan dari teori belajar sosial terhadap variabel bebas (model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing) dan variabel moderator (motivasi belajar dan kemampuan memori siswa) dapat dilihat sekaligus ketika proses pembelajaran. Karena ketika proses pembelajaran baik Jigsaw maupun

Snowballing, kegiatan awalnya guru menjelaskan model pembelajaran Jigsaw dan

Snowballing nanti diterapkan. Melalui penjelasan dari guru, siswa akan

(37)

4). Teori Motivasi

Menurut Gagne, siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh hadiah, misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka, atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik (Ratna Wilis, 1989)

Implementasi teori belajar motivasi terhadap variabel bebas (model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing) yaitu pada dasarnya didalam model pembelajaran Jigsaw dan Snowballing sudah ada, karena pada akhir kegiatan pembelajaran Jigsaw dan Snowballing ada penghargaan kelompok yang bekerja dengan baik. Penghargaan ini akan memotivasi siswa. Sedangkan implementasinya terhadap variabel moderator (motivasi belajar dan kemampuan memori siswa) yaitu motivasi belajar siswa kemungkinan akan meningkat bila belajar akan memperoleh hadiah atau penghargaan. Hal ini dapat ditunjukkan bila kelompok siswa yang bekerja dengan baik, prestasinya tinggi maka akan diberi semacam penghargaan, pujian, nilai plus atau hadiah. Tentunya hal semacam ini akan meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan implementasinya terhadap kemampuan memori siswa tidak terlalu berpengaruh, karena sebelum pembelajaran, sedang pembelajaran, maupun sesudah pembelajaran, kemampuan memori siswa tetap sama.

2. Pembelajaran Kooperatif

(38)

penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan yang positif.

Menurut Isjoni (2007: 16) cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student centered), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.

Menurut Etin Solihatin (2007: 4) cooperatif learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dan keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

(39)

pembelajaran koooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan ketrampilan.

Menurut Matthew (2006), Cooperative learning principles stem from this primarily psychological standpoint: Because all students are humans, teachers can use cooperative learning teaching methodologies to help students satisfy the three needs of relatedness, competence, and autonomy in the classroom. Teachers who do so will be able to create a more effective environment for learning and thus can help students reach their learning potential. Students who work together effectively will find that they need each other to complete the assignments or tasks in class; however, if one or more members of the group does not do as much as other members a common group phenomenon known as “social loafing” the group harmony may suffer a serious breakdown, inhibiting learning and spreading dissent and negative feelings.

Makna yang terkandung dalam jurnal adalah pembelajaran kooperatif dapat membantu guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang efektif sehingga siswa dapat mencapai potensi belajar mereka. Selain itu siswa dapat terpenuhi tiga kebutuhan pokok dalam kehidupannya yaitu kerja sama, memiliki keahlian, dan kemandirian. Kelebihannya yaitu siswa yang bekerja secara efektif bisa menemukan yang mereka butuhkan satu sama lain untuk menyelesaikan tugas mereka. Akan tetapi terdapat kelemahan yaitu jika satu atau lebih anggota didalam grupnya tidak ada yang mengerjakan tugas secara maksimal bisa menimbulkan ketidakselarasan, ketidakmampuan belajar, dan perasaan negatif.

(40)

Makna yang terkandung dalam jurnal di atas adalah lingkungan pembelajaran kooperatif akan menciptakan pengalaman belajar sosial yang lebih menarik. Dalam pembelajaran kooperatif guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan siswa yang lebih aktif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru dapat membentuk kelompok dengan berbagai variasi susunan kelompok misalnya; satu kelompok terdiri dari tiga anggota yang susunannya dapat terdiri dari dua siswa laki-laki, satu siswa perempuan. Bisa juga dua siswa perempuan dan satu siswa laki-laki.

3. Model Pembelajaran Jigsaw

Model Jigsaw, yang pada hakekatnya melibatkan tugas yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung satu sama lainnya dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Dalam model pembelajaran ini siswa akan memiliki persepsi bahwa mereka mempunyai tujuan yang sama, mempunyai tanggung jawab dalam mempelajari materi yang dihadapi, saling membagi tugas dan tanggung jawab yang sama besarnya dalam kelompok, belajar kepemimpinan sementara mereka memperoleh ketrampilan bekerjasama selama belajar dan siswa mempertanggung jawabkan secara individu materi yang dibahas dalam kelompok.

(41)

kelompoknya. Mereka akan termotivasi untuk saling belajar, dan selanjutnya menyiapkan untuk tes individu.

Menurut Isjoni (2007: 54) pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Aronson (dalam Isjoni 2007: 54) dalam pembelajaran Jigsaw,

kelas dibagi menjadi suatu kelompok kecil yang heterogen yang diberi nama tim

Jigsaw dan materi dibagi sebanyak kelompok menurut anggota timnya. Tiap-tiap

tim diberi satu set materi yang lengkap dan masing-masing individu ditugaskan untuk memilih topik mereka, kemudian siswa dipisahkan menjadi kelompok ahli atau rekan yang terdiri dari seluruh siswa dikelas yang mempunyai bagian informasi yang sama. Di grup ahli, siswa saling membantu mempelajari materi dan mempersiapkan diri untuk tim Jigsaw. Setelah siswa mempelajari materi di grup ahli, kemudian mereka kembali ke tim Jigsaw untuk mengajarkan materi tersebut kepada teman setim dan berusaha untuk mempelajari sisa materi. Sebagai kesimpulan dari pelajaran tersebut siswa dengan bebas memilih kuis dan diberikan nilai individu.

(42)

pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/tingkatan.

Menurut Robert E.Slavin (2008: 241) pembelajaran Jigsaw terdiri atas siklus reguler dari kegiatan-kegiatan pengajaran sebagai berikut: (1) membaca, para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi. (2) diskusi kelompok-ahli, para siswa dengan keahlian yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok ahli. (3) laporan tim, para ahli kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing untuk mengajari topik-topik mereka kepada teman satu timnya. (4) tes, para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua topik. (5) rekognisi tim, menghitung skor.

Menurut Mary Ransdell (2001), Jigsaw, this formal cooperative learning strategy consists of base groups and expert groups. Base groups initially separate to form expert groups where all team members study their assigned aspect of the topic and decide how they will teach their respective base group members. Base groups reassemble and each person teaches his or her teammates the information learned in their respective expert groups. The students had a list of a dozen professional journal articles about issues teachers in urban schools face that are not directly related to academic achievement. Students were grouped and each group was instructed to read only particular articles for discussion during the following class. The instructor told the students at the beginning of the next class there would be a question on the midterm that dealt with the information in the assigned texts. The students would be individually responsible for information gathered from their base group members’ articles as well as their own (individual assessment). Expert groups met and discussed the articles and then returned to the base groups to teach each other about the content of the articles. The students learned the key points from all of the articles, but had to read only a portion of the list (positive interdependence). Students reflected on the experience (group processing). Grades indicated content competence on

the midterm question about information in the texts.

(43)

kelompok ahli. Semua anggota kelompok awal mempelajari topik masing-masing. Anggota dari semua kelompok awal yang mempunyai topik sama berkumpul dalam kelompok ahli dan mempelajari topik yang sama. Setelah selesai mempelajari dalam kelompok ahli, mereka kembali lagi ke kelompok awal masing-masing dan mengajari teman-teman dalam kelompoknya secara berurutan. Disamping itu juga terdapat kelemahan dalam jurnal tersebut yaitu bila mengambil tema tertentu atau isu-isu yang baru muncul, belum tentu sesuai dengan perkembangan akademik kelompok lain.

Menurut Effandi Zakaria and Zanaton Iksan (2007), In Jigsaw, students are responsible for teaching each other the material. Assignment is divided into several expert areas, and each student is assigned with one area. Experts from different groups meet together and discuss their expert areas. Students then return to their groups and take turns teaching. Cooperative learning created many learning opportunities that do not

typically occur in traditional classrooms. Incorporating cooperative

learning in science and mathematics classroom is not without challenges. Initially, teachers and students have to face various challenges. The main problems which arise include the followings; need to prepare extra

materials for class use, fear of the loss of content coverage, do not trust

students in acquiring knowledge by themselves, lacks of familiarity with

cooperative learning methods, students lack the skills to work in group.

Makna yang terkandung dalam jurnal di atas adalah pembelajaran model

Jigsaw, guru membagi kelompok menjadi dua yaitu kelompok awal dan

(44)

pembelajaran. Akan tetapi pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran IPA dan matematika, muncul beberapa masalah antara lain persiapan materi ajar yang maksimal, membutuhkan banyak waktu, tidak percaya dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, kurang mengenal metode pembelajaran kooperatif, siswa kurang mampu bekerja dalam kelompok.

Menurut Richard I. Arends (2008) Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan sejawatnya. Menggunakan Jigsaw, siswa-siswa ditempatkan ke dalam tim-tim belajar heterogen beranggota lima sampai enam orang. Berbagai materi akademis disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari satu porsi materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda, tetapi membicarakan topik yang sama (kadang-kadang disebut expert group) bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topik tersebut. Setelah itu siswa kembali ke tim asalnya dan mengajarkan sesuatu yang telah mereka pelajari dalam expert group

kepada anggota-anggota lain di timnya masing-masing. Setelah pertemuan dan diskusi tim asal, siswa mengerjakan kuis secara individual tentang berbagai materi belajar.

Menurut Made Wena (2009: 193) pembelajaran kooperatif model Jigsaw

(45)

4) dari masing-masing kelompok diambil seorang anggota untuk membentuk kelompok baru (kelompok pakar) dengan membahas tugas yang sama, dalam kelompok ini diadakan diskusi antara anggota kelompok pakar, 5) anggota kelompok pakar kemudian kembali lagi ke kelompok semula, untuk mengajari anggota kelompoknya, dalam kelompok ini diadakan diskusi antara anggota kelompok, 6) selama proses pembelajaran secara kelompok guru berperan sebagai fasilitator dan motivator, 7) guru melaksanakan evaluasi, baik secara individu maupun kelompok untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, 8) bagi siswa dan kelompok siswa yang memperoleh nilai hasil belajar yang sempurna diberi penghargaan, demikian pula jika semua kelompok memperoleh nilai hasil belajar yang sempurna maka wajib diberi penghargaan.

4. Model Pembelajaran Snowballing

Pembelajaran kooperatif selain model Jigsaw adalah model Snowballing. Model ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari diskusi siswa secara bertingkat. Pembelajaran ini dimulai dari kelompok kecil kemudian dilanjutkan dengan kelompok yang lebih besar sehingga pada akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara berkelompok.

(46)

digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari siswa secara bertingkat, dimulai dari kelompok yang lebih kecil berangsur-angsur kepada kelompok yang lebih besar sehingga pada akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara kelompok. Selanjutnya masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusinya didepan kelas. Guru akan membandingkan hasil dari masing-masing kelompok kemudian memberikan ulasan-ulasan yang dianggap perlu.

Menurut Saepul Hikmat Sumarwan (2008: http://skripsi-makalah-artikel. Blogspot. com) salah satu metode yang dapat menumbuhkan keaktifan belajar yaitu metode diskusi model Snowballing. Penggunaan metode Snowballing mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan kualitas pembelajaran siswa. Karena melalui metode diskusi model Snowballing terjadi interaksi siswa dengan guru, sehingga proses belajar mengajar berjalan efektif dan respon siswa dalam memecahkan masalah.

Menurut Elsje Theodora Maasawet (2009: http://kary-ilmiah. um. ac. id/index. php/disertasi/article/view/4074) pembelajaran kooperatif Snowballing

adalah strategi yang sederhana tetapi memiliki keunggulan yakni dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir analisis bahkan sintesis.

(47)

Kegiatan pembelajaran tersebut akan mempengaruhi hasil belajar yang tidak hanya meningkatkan pemahaman, tetapi meningkatkan kemampuan berfikir siswa. Salah satu model pembelajaran yang sering digunakan untuk meningkatkan kemampuan aktivitas siswa yaitu model pembelajaran Snowballing. Penggunaan model pembelajaran tersebut mendorong aktivitas siswa yang terlibat secara fisik, intelektual, dan emosional sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa.

Menurut Mudzakkir Hafidh (2010: http://ideguru.wordpress.com), metode

snowball dipergunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari diskusi

siswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok kecil kemudian dilanjutkan ke kelompok besar sehingga akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara berkelompok. Metode itu akan berjalan dengan baik jika materi yang dipelajari menuntut pemikiran yang mendalam atau menuntut siswa berpikir analisis bahkan sintesis.

5. Motivasi Belajar

Untuk meningkatkan kualitas pencapaian hasil belajar motivasi sangat diperlukan, karena motivasi merupakan dorongan emosi yang berasal dari dalam diri individu yang mampu menggerakkan individu untuk berbuat sesuatu dalam mencapai yang diinginkannya. Agar kita mudah dalam mengkaji motivasi secara teorotis, maka perlu mengetahui yang dimaksud dengan motivasi.

(48)

pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu 1) motivasi intrinsik; 2) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut. Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orang tua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar.

Menurut Sardiman (2001: 71) Kata ‘motif’, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata ‘motif’ itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak.

(49)

bersungguh-sungguh belajar karena termotivasi mencari prestasi, mendapat kedudukan dalam jabatan, menjadi politikus, dan memecahkan masalah.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah kekuatan yang tersembunyi yang ada dalam jiwa manusia, kekuatan itu menjadi daya penggerak baik secara sadar maupun tidak, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk menjadi aktif dalam setiap kegiatan sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

Menurut Shih & Gamon (2001),motivation was found to be the best predictor of student achievement. Educators should understand student motivational factors and attitudes toward web-based learning so that they can stimulate student motivation and get students actively involved in the learning process. Both students and instructors should understand the importance of motivation in web-based learning so as to enhance student achievement.

Makna yang terkandung dalam jurnal di atas adalah motivasi berperan penting dalam ketercapaian siswa pada pembelajaran. Guru harus mengetahui faktor motivasi siswa dan mendorong siswa menjadi pelaku belajar yang aktif dalam pembelajaran.

6. Kemampuan Memory

Menurut Wikipedia (2010: http://en.wikipedia.org/wiki/memory) Ingatan atau memori adalah sebuah fungsi dari kognisi yang melibatkan otak dalam pengambilan informasi. In psychology, memory is an organism's ability to

store, retain, and recall information. Human learners are bombarded

constantly by environmental stimuli. The classroom is but one environment in which it occurs, and perhaps the only one under the control of the teacher. As stimuli impinge upon our sense, these sensations, all of them,

enter, or are encoded in, the memory system.

(50)

kelas dengan suasana yang terdapat rangsangan ini, maka rangsangan tersebut akan dirasakan oleh pelajar dan disimpan dalam sistem memori.

Menurut Laura Evans (2010: http://www. life123. com/healthy-aging/memory/ short-term-memory-test. shtml) according to cognitive psychology theories, we have three stages of memory: sensory memory, short term memory and long term memory. Sensory memory lasts the shortest period of time, seconds or less. Sensory memory transfers audio, touch and visual memory images into short term memory. Short term memory is designed to hold limited amounts of information for a limited period of time, only long enough to understand the information. Meaningful information is placed in long term memory. Long term memory is like a storage area for useful information which will remain, ready to be recalled, for a long period of time.

Makna yang terkandung dalam kutipan tersebut adalah teori psikologi kognitif membagi memori menjadi 3 tingkatan yaitu 1) memori sensori, merupakan memori yang kerjanya berlangsung dengan periode waktu paling pendek. Memori ini mengirim informasi ke memori jangka pendek. 2) memori jangka pendek, merupakan memori yang didesain untuk menampung jumlah informasi yang terbatas dengan periode waktu yang terbatas. Memori ini mengirim informasi ke memori jangka panjang. 3) memori jangka panjang, merupakan memori yang kerjanya berlangsung dengan periode waktu yang lama dan info yang tersimpan dalam memori ini akan berbekas, bisa diingat kembali.

(51)

capacity, usually 5-9 items (7-plus-or-minus-two). (3) Intermediate-term or working memory is sometimes considered a synonym for short-term memory. (4) Long-term memory is memory that lasts for years or longer.

Makna yang terkandung dalam kutipan tersebut adalah memori merupakan tempat menyimpan, mengingat, dan mengulang kembali informasi yang berisi pengalaman masa lampau. Informasi yang menarik akan lebih mudah diingat daripada informasi yang biasa saja. Menurut ahli psikologi, memori dikategorikan menjadi 4 yaitu; (1) memori sensori, (2) memori jangka pendek, (3) memori tengah/perantara, (4) memori jangka panjang.

Menurut Wikipedia (2010: en.wikipedia.org/wiki/short-term_memory) memori jangka pendek (kadang-kadang disebut sebagai "primary memori" atau "memori aktif") mengacu pada kemampuan untuk menyimpan sejumlah kecil informasi dalam pikiran dalam aktif, untuk jangka waktu yang singkat. Durasi memori jangka pendek (ketika latihan atau pemeliharaan aktif dicegah) diyakini berada di urutan detik. Perkiraan jangka pendek batas kapasitas memori yang bervariasi dari sekitar 4 sampai sekitar 9 item, tergantung pada desain eksperimental yang digunakan untuk memperkirakan kapasitas.

Menurut Mary C. Potter (2010: http:// www. scholarpedia. org/ article/ conceptual_short_term_memory) conceptualshort term memory (CSTM) is a mental buffer in which current stimuli and their associated concepts from long term memory (LTM). CSTM is engaged extremely rapidly, is largely unconscious, and is the basis for the unreflective understanding that is characteristic of everyday experience.

(52)

sadar. Karena bekerja secara tidak sadar, seseorang menjadi tidak terfikir dengan karakteristik dari pengalaman yang dialami setiap hari.

7. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi

Menurut Zainal Arifin (1990: 2) kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain: 1) prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik. 2) prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. 4) prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

Menurut Sunarto (2009: http//sunartombs.wordpress.com) Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Adapun prestasi dapat diartikan hasil yang diperoleh siswa karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan.

(53)

dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.

b. Tes Prestasi Belajar

(54)

Menurut Sukardi (2003: 139) tes prestasi pada umumnya mengukur penguasaan dan kemampuan para peserta didik setelah mereka selama waktu tertentu menerima proses belajar mengajar dari guru. Tes tersebut ummnya untuk mengukur tingkat penguasaan dan kemampuan peserta didik secara individual dalam cakupan dan ilmu pengetahuan yang telah ditentukan oleh para pendidik. Tes prestasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam bentuk tes, yaitu tes standar dan tes buatan guru. Tes buatan guru ini juga sering disebut sebagai tes yang belum distandardisasi. Tes standar merupakan tes yang sudah dipublikasikan keberadaannya dalam jurnal atau di media formal lainnya yang relevan.

8. Hakekat IPA

(55)

kesimpulan; nilai dan sikap ilmiah meliputi jujur, tekun, teliti, obyektif, terbuka, dan sebagainya.

Menurut Sarwanto (2009), hakekat IPA adalah IPA sebagai produk, dan IPA sebagai proses. Secara definisi, IPA sebagai produk adalah hasil temuan-temuan para ahli saintis, berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori-teori. Sedangkan IPA sebagai proses adalah strategi atau cara yang dilakukan para ahli saintis dalam menemukan berbagai hal tersebut sebagai implikasi adanya temuan-temuan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa alam. Maka darii tu IPA sebagai produk tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya IPA sebagai proses.

9. Sistem Pencernaan

a. Saluran Pencernaan dan Kelenjar Pencernaan

Sistem pencernaan manusia terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar aksesoris yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam saluran itu melalui duktus (saluran). Saluran pencernaan terdiri dari rongga mulut, kerongkongan (faring), lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Kelenjar aksesoris sistem pencernaan terdiri dari tiga pasang kelenjar ludah (salivary

gland), pankreas, hati (liver), dan organ penyimpanannya kantung empedu

(gallbladder). 1). Rongga Mulut

(56)

a) Lidah, berfungsi untuk memindahkan makanan, mendorong makanan, berbicara, mengenal bentuk makanan, dan mengecap makanan.

b) Gigi, berfungsi untuk mencerna makanan secara mekanis. Makanan dihancurkan menjadi partikel yang lebih kecil agar mudah dicerna secara kimiawi dan mudah ditelan. Berdasarkan bentuk dan fungsinya, gigi manusia dibedakan menjadi empat yaitu gigi seri (insisivus), gigi taring

(kaninus), gigi geraham muka (premolar), dan geraham belakang (molar).

c) Air Ludah, berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan membasahi makanan.

Pencernaan makanan secara fisik dan kimiawi dimulai dalam mulut. Selama pengunyahan, gigi dengan berbagai ragam bentuk akan memotong, melumat, dan menggerus makanan, yang membuat makanan tersebut lebih mudah ditelan. Kehadiran makanan dalam rongga mulut akan memicu refleks saraf yang menyebabkan kelenjar ludah mengeluarkan ludah melalui duktus ke rongga mulut. Ludah mengandung amilase ludah, enzim pencernaan yang menghidrolisis pati dan glikogen. Produk utama dari pencernaan oleh enzim ini adalah polisakarida yang lebih kecil dan disakarida maltosa. Lidah akan mengecap makanan, memanipulasinya selama pengunyahan, dan membantu membentuk makanan menjadi sebuah bola yang disebut bolus. Selama penelanan, lidah akan mendorong bolus ke bagian belakang rongga mulut dan akhirnya ke dalam kerongkongan (faring).

(57)

Kerongkongan merupakan persimpangan yang menuju ke esofagus dan trakea (batang tenggorokan). Ketika kita menelan, bagian atas batang tenggorokan akan bergerak ke atas sehingga lubang pembukaannya, glotis tertutup oleh penutup dari tulang rawan, yaitu epiglotis. Penutupan lubang batang tenggorokan akan melindungi sistem respirasi terhadap masuknya makanan atau cairan selama penelanan. Mekanisme penelanan secara normal akan menjamin bahwa bolus akan dipandu ke dalam jalan masuk esofagus. Esofagus mengalirkan makanan dari faring turun ke lambung. Peristalsis akan mendorong bolus sepanjang esophagus yang sempit.

3). Lambung

Lambung berada pada sisi kiri rongga abdomen, persis di bawah diafragma. Epitelium yang melapisi dinding lambung mensekresikan getah pencernaan, cairan pencernaan yang bercampur dengan makanan. Dengan konsentrasi asam klorida yang tinggi, getah lambung mempunyai pH sekitar 2. Asam ini membunuh sebagian besar bakteri yang tertelan bersama dengan makanan. Lambung terdiri atas tiga bagian yaitu kardia (bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan), fundus (bagian tengah, bentuknya membulat), pilorus (bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus dua belas jari). Pada lambung bagian atas terdapat otot sfingter kardia dan pada bagian bawah terdapat otot

sfingter pylorus. Sfingter kardia terbuka jika ada makanan mendekati lambung

(58)

agar ke luar dari lambung dan masuk ke usus dua belas jari (duodenum). Makanan di dalam lambung akan bertahan lebih kurang lima jam.

Lambung berfungsi menyimpan makanan selama waktu tertentu (sekitar 2–5 jam), mengaduk makanan (dengan gerakan peristaltik), dan memecah makanan dengan bantuan enzim–enzim. Dinding lambung terdiri atas empat lapisan. Pada lapisan itu terdapat kelenjar–kelenjar yang menghasilkan getah lambung. Getah lambung menghasilkan HCL, rennin, pepsinogen, dan lipase.

a) Asam klorida (HCL), berfungsi sebagai desinfektan yaitu untuk membunuh

kuman–kuman yang masuk bersama makanan atau menjadikan kuman tidak berbahaya. Selain itu, asam klorida juga berfungsi mengasamkan makanan dan membantu pembentukan protein.

b)Renin, merupakan enzim yang berfungsi mengendapkan kasein (protein susu)

dari air susu. Kasein akan diubah oleh pepsin menjadi pepton. Renin hanya dihasilkan oleh lambung mamalia.

c) Pepsinogen, dalam lingkungan basa pepsinogen akan diubah menjadi enzim

yang aktif yaitu pepsin. Pepsin berfungsi mencerna protein menjadi zat yang molekulnya lebih kecil dan mudah larut yang disebut peptone.

d)Lipase, berfungsi mencerna lemak. Di lambung lipase terdapat dalam jumlah

kecil. Setelah makanan dicerna dalam lambung sampai menjadi cair atau berupa larutan, sedikit demi sedikit makanan masuk ke dalam duodenum atau usus dua belas jari.

(59)

Usus halus adalah bagian saluran pencernaan yang paling panjang. Usus halus adalah organ yang sebagian besar hidrolisis enzimatik makromolekul dalam makanan terjadi. Organ ini juga bertanggung jawab dalam penyerapan sebagian besar nutrien ke dalam darah. Panjang usus halus orang dewasa mencapai 6,3 meter dengan diameter 2,5 cm. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Pada usus dua belas jari bermuara saluran dari kantong empedu dan pankreas. Pankreas menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim amilase, tripsin, dan lipase.

5). Usus Besar

Usus besar atau kolon berhubungan dengan usus halus pada suatu persambungan berbentuk T, yang terdapat sebuah sfingter (katup berotot) mengontrol pergerakan materi makanan. Satu fungsi penting kolon adalah untuk menyerap kembali air yang telah masuk ke dalam saluran pencernaan untuk berfungsi sebagai bahan pelarut berbagai getah pencernaan. Bakteri Escherichia coli yang terdapat dalam usus besar, berperan dalam proses pembusukan sisa makanan menjadi kotoran (feses). Feses disimpan sampai dikeluarkan dibagian akhir kolon yang disebut rektum. Anus sebagai tempat keluarnya feses.

6). Anus

(60)

kehendak).

Gambar

Gambar 4.10 Grafik Interaksi Antara Model Pembelajaran Dengan kemampuan
gambaran dan
Gambar 2.1 Sistem Pencernaan Manusia
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk penyelenggaraan kegiatan tersebut diatas, Pemerintah Kabupaten Tanah Laut memerlukan Event Organizer (EO) sebagai pelaksananyaa. Maka dengan ini kami

Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mengembangkan aplikasi perhitungan tunjangan kerja kinerja pegawai di Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjar ini dapat

[r]

Terhadap masalah tugas yang diberikan selama PKL, solusi yang penulis tawarkan yaitu agar prodi bekerjasama dengan pembimbing di tempat magang dalam menentukan tugas yang

31 Masing-masing lgenerasi itu memiliki gaya, kepribadian dan karakteristik yang berbeda maka secara tidak langsung ini juga akan berbeda dengan gaya belajar yang

LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN BULANAN PT BANK RABOBANK INTERNATIONAL INDONESIA.. Noble House

Berdasarkan penjelasan proyeksi kebutuhan dan jumlah lulusan pada sub bab sebelumnya terdapat adanya kesenjangan antara kebutuhan tenaga kerja pada armada kapal penangkap

Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana