• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERINGAN BIJI KAKAO MENGGUNAKAN ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGERINGAN BIJI KAKAO MENGGUNAKAN ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Lany Sofia Nursanti

ABSTRAK

PENGERINGAN BIJI KAKAO MENGGUNAKAN ALAT PENGERING

HYBRID TIPE RAK

Oleh

Lany Sofia Nursanti

Pengeringan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan mutu biji kakao, di samping proses pemanenannya. Mutu biji kakao ditentukan oleh kadar airnya. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam biji sampai pada kondisi dimana kadar air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitas biji dan biji tidak ditumbuhi cendawan. Pengeringan biji kakao terbagi menjadi dua yaitu sun drying dan artificial drying. Sun drying memerlukan sinar matahari sebagai sumber energi dan sumber panas. Pengeringan secara buatan (artificial drying ) dilakukan dengan menggunakan alat pengering mekanis.

Pengeringan dengan alat pengering mekanis yang memanfaatkan energi surya terbagi menjadi dua sistem yaitu sistem pasif dan sistem hybrid. Pengeringan sistem pasif memanfaatkan radiasi surya dan kecepatan angin tanpa tambahan sumber energi selain energi surya. Pengeringan sistem hybrid memanfaatkan energi surya dengan tambahan sumber energi lain (listrik, bahan bakar, dan lain-lain). Untuk mengatasi banyaknya kendala dalam pengeringan tradisional, sistem pengeringan hybrid diperlukan sebagai alternatif pengeringan biji kakao.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengeringan biji kakao menggunakan alat pengering hybrid tipe rak. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap perlakuan yaitu, pengujian tanpa beban dan pengujian dengan menggunakan beban. Pengujian tanpa beban dilakukan dengan dua metode yaitu pengujian menggunakan kipas pendorong dan penghisap, serta pengujian dengan kipas pendorong tanpa kipas penghisap. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran suhu pada ruang pengering. Pengujian dengan beban menggunakan empat perlakuan. Keempat perlakuan tersebut adalah pengeringan dengan alat menggunakan energi matahari, pengeringan dengan alat menggunakan energi matahari dan listrik (hybrid), pengeringan dengan alat menggunakan energi listrik, dan penjemuran secara tradisional.

(2)

Lany Sofia Nursanti

9,33 %, sedangkan kadar air akhir rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan menggunakan matahari yaitu sekitar 15,60 %. Kadar air akhir rata-rata yang tercapai pada semua perlakuan lebih baik dari perlakuan secara tradisional yang memiliki kadar air akhir 24,11 %. Kadar air akhir rata-rata terendah pada perlakuan matahari dan listrik tercapai dalam waktu 20 jam pengeringan, sedangkan pada perlakuan matahari dan perlakuan listrik kadar air akhir rata-rata masih cukup tinggi yaitu sebesar 19,43 % dan 20,44 %.

(3)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkebunan kakao di Indonesia mulai mengalami perkembangan pesat sejak awal

tahun 1980. Pada tahun 2002, areal perkebunan kakao di Indonesia tercatat seluas

914.051 ha dimana sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya

6,0% dikelola oleh perkebunan besar negara, serta 6,7% dikelola oleh perkebunan

besar swasta. Perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber

pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar

berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa

terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai

sebesar US $ 701 juta pada tahun 2002 (Deptan, 2007).

Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai

Gading (1.276.000 ton), dan Ghana (586.000 ton). Indonesia mampu

memproduksi kakao sebanyak 456.000 ton/tahun dengan produktivitas rata-rata

900 Kg/ha. Daerah penghasil kakao di Indonesia antara lain adalah: Sulawesi

Selatan 184.000 ton (28,26%), Sulawesi Tengah 137.000 ton (21,04%), Sulawesi

Tenggara 111.000 ton (17,05%), Sumatera Utara 51.000 ton (7,85%), Kalimantan

Timur 25.000 ton (3,84%), Lampung 21.000 ton (3,23%) dan daerah lainnya

(4)

2

Propinsi Lampung sebagai salah satu produsen kakao di Indonesia masih memiliki

produktivitas dan mutu produk yang rendah, produk yang dihasilkan belum

memenuhi standar ekspor. Produktivitas rata-rata tanaman kakao di Lampung

sebesar 588,79 kg/ha. Secara teknis, rendahnya produktivitas dan mutu kakao

disebabkan beberapa hal, diantaranya: benih yang digunakan beragam dan lokal,

pemeliharaan dilakukan seadanya, dan belum dilakukan fermentasi sebagai faktor

penentu mutu kakao (BPTP Lampung, 2008). Hal ini tampaknya terjadi hampir di

seluruh daerah penghasil kakao di Indonesia. Oleh karena itu kualitas biji kakao

yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal

ini disebabkan pengelolaan produk kakao yang masih tradisional, 85% biji kakao

produksi nasional tidak difermentasi sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi

rendah. Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di

pasar internasional dikenai diskon USD200/ton atau 10%-15% dari harga pasar

(Suryani, 2007). Salah satu penyebab pengolahan biji kakao belum optimal

adalah minimnya pengetahuan petani akan penanganan pasca panen biji kakao

secara benar. Beberapa tahapan penanganan pasca panen biji kakao, yaitu:

fermentasi, pengeringan, penyortiran, dan penyimpanan (Siregar, 2006).

Pengeringan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan mutu

biji kakao, di samping proses pemanenannya. Mutu biji kakao ditentukan dari

kadar airnya. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam biji

sampai pada kondisi dimana kadar air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitas

biji dan biji tidak ditumbuhi cendawan. Kadar air optimal biji kakao setelah

dikeringkan sekitar 6-8% (Departemen Perindustrian, 2007). Pengeringan biji

(5)

3

memerlukan sinar matahari sebagai sumber energi dan sumber panas.

Pengeringan ini dilakukan secara terbuka, membutuhkan hembusan angin yang

besar dari udara sehingga pengeringan berlangsung lambat. Pengeringan secara

terbuka menyebabkan rawan kontaminasi dari udara, debu dan kerikil dari

lingkungan sekitar. Selain itu, pengeringan ini dilakukan hanya jika cuaca

memungkinkan. Pengeringan secara buatan (artificial drying ) dilakukan dengan

menggunakan alat pengering mekanis (Ernawati, 2009).

Alat pengering hasil pertanian yang menggunakan energi surya terdiri atas dua

jenis berdasarkan prinsip kerja alat dalam memanfaatkan radiasi untuk proses

pengeringan yaitu sistem pasif dan sistem hybrid. Pengeringan sistem pasif

memanfaatkan radiasi surya dan kecepatan angin tanpa tambahan sumber energi

selain energi surya. Pengeringan system hybrid memanfaatkan energi surya

dengan tambahan sumber energi lain (listrik, bahan bakar, dan lain-lain).

Untuk mengatasi banyaknya kendala dalam pengeringan tradisional, sistem

pengeringan hybrid diperlukan sebagai alternatif pengeringan biji kakao. Telah

dirancang bangun alat pengering hybrid tipe rak. Sementara untuk mengetahui

karakteristik pengeringan biji kakao dengan menggunakan alat pengering hybrid

tipe rak perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan alat tersebut.

Pengeringan menggunakan alat pengering hybrid memiliki beberapa keuntungan

antara lain :

1. Tidak memerlukan tempat yang luas dan dapat diawasi dengan alat ukur

2. Kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan

(6)

4

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengeringan biji kakao

menggunakan alat pengering hybrid tipe rak.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat mengetahui karakteristik pengeringan biji

kakao dengan menggunakan alat pengering hybrid tipe rak, yang terdiri atas laju

(7)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Lama pengeringan menggunakan alat dengan energi matahari, alat dengan

energi matahari dan listrik, serta alat dengan energi listrik hingga tercapai

kadar air akhir rata-rata sekitar 9,33 % - 15,60 % yaitu selama 20 - 24 jam

dengan kadar air awal rata-rata sebesar 59, 72% - 61,91%.

2. Rata-rata sebaran suhu ruang pengering untuk perlakuan menggunakan

energi matahari sebesar 38,150C, untuk perlakuan menggunakan energi

matahari dan listrik sebesar 42,710C, sedangkan untuk perlakuan

menggunakan energi listrik sebesar 38,380C.

3. Efisiensi pengeringan pada pengujian alat menggunakan energi matahari

sebesar 26,35 %, pengujian menggunakan alat menggunakan energi

matahari dan listrik sebesar 30,34 %, sedangkan untuk alat menggunakan

energi listrik sebesar 67,93 %.

B. Saran

1. Diperlukan adanya pertukaran posisi rak agar panas yang didapat pada setiap

Referensi

Dokumen terkait

Dan penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang pengaruh locus of control dan kecerdasan intelektual terhadap kualitas auditor dengan perilaku

Berdasarkan diagram terlihat bahwa aktivitas guru pada siklus I dikategorikan baik karena persentasenya mencapai 86%. Hal ini berarti aktivitas guru telah tuntas

 Ketika kurs tukar berubah, nilai aset2 dan kewajiban2 perusahaan anak di luar negeri berdenominasi dalam mata uang asing. berubah ketika mereka dipandang dari perspektif

c. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang

Playing football is my hobby. Within the clause “Playing football”. The word “Playing” behaves as a ver; in particular the phrase “football” is the object that verb. But

Di Tajikistan, misalnya, karena para pedagang pria rentan terhadap permintaan suap oleh aparat perbatasan, maka wanita, anak-anak dan orang yang lebih tua, yang

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok pemberian air gula, air madu, dan kelompok control terhadap peningkatan VO2max.

Penelitian ini difokuskan untuk mempelajari pengaruh pemberian bioaditif (campuran ekstrak tepung cacing tanah Lumbricus rubellus , ekstrak daun mengkudu Morinda citrifolia,